Potensi cendawan asal akar rumput, teki dan tanah perakaran bambu untuk pengendalian penyakit akar gada pada tanaman brokoli

(1)

POTENSI CENDAWAN ASAL AKAR RUMPUT, TEKI DAN TANAH PERAKARAN BAMBU UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT AKAR

GADA PADA TANAMAN BROKOLI

ASNIAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Cendawan Asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu untuk Pengendalian Penyakit Akar Gada pada Tanaman Brokoli adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Asniah


(3)

ABSTRACT

Asniah. The Potency of Root Endophytic Fungi Isolate from Grass, Sedge and Bamboo Rhizosperic Soils as Biocontrol Agents Against Clubroot caused by Plasmodiphora brassicae Wor. on Broccoli. Under supervision of Widodo and Suryo Wiyono.

Clubroot is the most destructive disease on crucifers in Indonesia. The existing control measures, include biological control do not provide satisfactory result. The objective of the study was to explore endophytic fungi of grasses, sedge, and bamboo rhizosperic soils, which can suppress clubroot disease caused by Plasmodiophora brassicae Wor. in broccoli. This research consisted of two main parts: (1) Exploration of root endophytic fungus from grass, sedge, and bamboo rhizosperic soils, (2) Biological control clubroot with root endophytic fungus isolates of grass, sedge, and bamboo rhizosperic soils. There were six species of endophytic fungi examined in this study, e.g Fusarium oxysporum, F. solani, Nigrospora sp., Curvularia lunata, Chaetomium globosum and Paecilomyces sp. which successfully colonized broccoli root endophytically. Two endophytic fungi Chaetomium globosum and Curvularia lunata suppressed clubroot disease significantly and increased the growth of broccoli. Application of the biocontrol agents by seed coating could increase the antagonistic effect of the biocontrol compared with the application by propagule suspension.


(4)

RINGKASAN

Asniah. Potensi Cendawan Asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu untuk Pengendalian Penyakit Akar Gada pada Tanaman Brokoli. Dibimbing oleh WIDODO dan SURYO WIYONO.

Penelitian dengan tujuan untuk mengetahui jenis-jenis cendawan endofit yang terdapat pada akar rumput, teki dan tanah perakaran bambu yang dapat menekan penyakit akar gada pada tanaman brokoli yang disebabkan oleh P. brassicae. telah dilaksanakan pada bulan September 2006 sampai Februari 2008 di rumah kaca Cikabayan dan laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB.

Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan yang saling berkaitan satu dengan lainnya yakni: (1) Eksplorasi cendawan endofit asal akar rumput, teki dan tanah perakaran bambu. (2) Pengendalian hayati penyakit akar gada dengan aplikasi endofit asal rumput, teki dan tanah perakaran bambu. Jenis rumput yang digunakan adalah Paspalum longifolium, dan Setaria laxa, sedangkan jenis teki adalah Cyperus rotundus. Dalam percobaan 2 cendawan endofit yang digunakan adalah hasil seleksi dari percobaan pertama yakni terdiri dari 6 isolat (4 isolat asal akar rumput dan teki, 2 isolat asal tanah perakaran bambu). Pengendalian akar gada dengan aplikasi endofit terdiri atas dua faktor yaitu jenis cendawan endofit Fusarium oxysporum, Fusarium solani, Nigrospora sp., Curvularia lunata, Chaetomium globosum, Peacilomyces sp. dan cara inokulasi menggunakan penyiraman media dan pelapisan benih, rancangan percobaan yang digunakan adalah faktorial acak kelompok dengan 4 ulangan. Peubah yang diamati adalah kejadian penyakit, indeks penyakit, bobot basah tanaman, tinggi tanaman dan diameter batang tanaman.

Dari ketiga jenis rumput & teki ditemukan 7 isolat cendawan yang merupakan endofit pada tanaman brokoli, yakni Monilia sp, F.oxysporum, Miselia merah steril, Miselia gelap steril, F. solani, Nigrospora sp., dan Curvularia lunata. Pada tanah perakaran bambu ditemukan 4 isolat cendawan yang berpotensi sebagai endofit, yakni Chaetomium globosum, Paecilomyces sp., Aspergillus sp. dan Mortierella sp. Pada pengujian dengan penyakit akar gada ditemukan bahwa tanaman yang diberi Chaetomium globosum kejadian penyakitnya paling rendah yakni 59,38% sedangkan yang diberi Curvularia lunata dan F. oxysporum kejadian penyakitnya masing-masing 65,63% dan 71,88%. Kejadian penyakit tersebut berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan kontrol yang mencapai 100%. Indeks penyakit terendah juga terjadi pada tanaman yang diberi perlakuan Chaetomium globosum yakni 0,69; sedangkan indeks penyakit tertinggi 2,13 terjadi pada perlakuan kontrol. Bobot basah tajuk tanaman yang diberi perlakuan Curvularia lunata adalah 52,98 g lebih tinggi dibanding kontrol yakni 30,56 g. Pada pengamatan tinggi tanaman dan diameter batang tanaman, Curvularia lunata memberikan hasil yang lebih tinggi yakni masing-masing 24,16 cm dan 0,66 cm, dibandingkan dengan perlakuan kontrol yakni masing-masing 18,32 cm dan 0,47 cm. Cara inokulasi tidak berpengaruh nyata terhadap kejadian, indeks penyakit, bobot basah, dan diameter batang tanaman.

Kata kunci: Akar gada, Plasmodiophora brassicae, cendawan endofit, cara inokulasi.


(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB


(6)

POTENSI CENDAWAN ASAL AKAR RUMPUT, TEKI DAN TANAH PERAKARAN BAMBU UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT AKAR

GADA PADA TANAMAN BROKOLI

ASNIAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Entomologi/Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009


(7)

Judul Tesis : Potensi Cendawan Asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu untuk Pengendalian Penyakit Akar Gada pada Tanaman Brokoli.

Nama : Asniah

NIM : A451050011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Widodo, MS Dr. Ir. Suryo Wiyono, MScAgr

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Entomologi/Fitopatologi

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(8)

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis dengan judul “Potensi Cendawan Asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu Untuk Pengendalian Penyakit Akar Gada Pada Tanaman Brokoli” dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Widodo, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Suryo Wiyono, MScAgr selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingannya selama proses penelitian hingga penulisan tesis ini, serta Ibu Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi selaku dosen penguji luar komisi atas masukannya untuk perbaikan penulisan tesis ini.

Terima kasih pula penulis sampaikan kepada:

1. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Pertanian IPB, Ketua Departemen Proteksi Tanaman IPB dan Ketua Program Studi Entomologi/Fitopatologi Sekolah Pascasarjana IPB, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan program Magister Sains (S2) di IPB. Tak lupa pula staf pengajar dan pegawai yang ada di lingkup Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, atas segala ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

2. Rektor Universitas Haluoleo dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Magister Sains (S2) di IPB.

3. Dirjen DIKTI yang telah memberikan dukungan dana melalui BPPS.

4. Ayahanda Lantamo dan Ibunda Wawela atas asuhan, didikan dan kasih sayang, doa restu yang tulus, dorongan semangat dan motivasi agar ananda selalu tabah dan tegar menghadapi segala kesulitan selama menempuh pendidikan di IPB. Juga kepada adik-adikku tercinta Mida, Ati, Yunna, dan Wio serta seluruh keluarga atas segala dorongan semangat dan motivasinya. 5. Rekan-rekan seperjuangan di Program Pascasarjana Program Studi


(10)

teman-teman di laboratorium Mikologi (Mbak Jecklin, Bu Yunik, Mba Nazly, Mas Sigit, Deni N, Dedy, Nelly), atas jalinan persahabatan, kerjasama dan kebersamaan selama menempuh pendidikan. Terhormat pak Dadang dan Mbak Ita atas segala bantuan dan kemudahan fasilitas yang telah diberikan selama penulis melaksanakan penelitian di laboratorium Mikologi dan Klinik Tanaman serta Pak Emput yang telah banyak pula membantu penelitian di rumah kaca Cikabayan IPB.

6. Rekan-rekan seperjuangan di kost Perwira 6 (Mbak Anti, Mbak Banun, Pak Ayus, Pak Kisman, Abang Wardana, Pak Toto, Pak Cahyo, Wiwin, Tsani, Iik, Ai, Nirwan, Yuli, Bubun, Marno, Ilham) atas jalinan persaudaraan dan kerjasama yang sangat baik selama ini.

Penulis mendoakan semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada semuanya. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini memberikan manfaat bagi yang memerlukannya. Amiin ya Rabbal A’lamin

Bogor, November 2008


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mawasangka pada tanggal 08 Desember 1978 dari Bapak Lantamo dan Ibu Wawela. Penulis merupakan puteri pertama dari enam bersaudara.

Pada tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Mawasangka. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo di Kendari dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai staf pengajar di Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Entomologi/Fitopatologi Program Magister Sains di Sekolah Pascasarjana IPB.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ………..

DAFTAR GAMBAR ……….

DAFTAR LAMPIRAN ………..

PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Tujuan ... Manfaat ... TINJAUAN PUSTAKA ... Penyakit Akar Gada ... Gejala ... Penyebab ...

Pengendalian ………...

Cendawan Endofit ... Definisi dan Biologi Endofit……… Ekologi dan Fisiologi Endofit……….. Keragaman dan Kelimpahan Cendawan Endofit………... Potensi dan Peluang Cendawan Endofit sebagai Agens

Biokontrol………....

BAHAN DAN METODE ... Waktu dan Tempat ... Eksplorasi Cendawan Endofit... ... Isolasi Cendawan Endofit ………... Isolasi Cendawan Endofit dari rumput dan teki ..………….. Isolasi Cendawan Endofit dari tanah perakaran bambu ... Seleksi Cendawan Endofit pada Tanaman Brokoli ... Uji terhadap Pertumbuhan Tanaman ………... Uji Pertumbuhan Cendawan Endofit dalam Jaringan Akar... Pengujian Cendawan Endofit dalam Menekan Penyakit Akar Gada ... Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Endofit asal Rumput & Teki dan tanah Perakaran Bambu………. Penyiapan Medium Tanam Pembibitan dan Inokulum Plasmodiophora brassicae ... Pemeliharaan Tanaman ... Pengamatan ... Analisis Data ...

xiv xv xvi 1 1 3 3 4 4 4 5 6 8 8 8 9 10 11 11 11 11 11 12 12 12 13 13 14 16 16 17 18


(13)

HASIL DAN PEMBAHASAN ……….

Hasil ………..

Eksplorasi dan Perlakuan Cendawan Endofit Asal Akar Rumput & Teki dalam Menekan Penyakit Akar Gada………… Eksplorasi dan Perlakuan Cendawan Endofit Asal Tanah Perakaran Bambu dalam Menekan Penyakit Akar Gada………. Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Endofit asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu...

Pembahasan………...

Eksplorasi dan Pengaruh Cendawan Endofit Asal Akar Rumput & Teki dalam Menekan Penyakit Akar Gada……….. Eksplorasi dan Pengaruh Cendawan Endofit Asal Tanah Perakaran Bambu dalam Menekan Penyakit Akar Gada………. Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Endofit asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu... KESIMPULAN DAN SARAN ………...

Kesimpulan ………...

Saran………..

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

19 19 19 26 32 41 41 43 46 49 49 49 50 55


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jenis cendawan endofit hasil seleksi yang ditemukan pada

rumputan…... 2 Pengamatan frekuensi akar terinfeksi terhadap tanaman brokoli yang diinokulasi cendawan endofit asal rumput dan teki pada umur 30 hst (dipersemaian)………... 3 Pengaruh perlakuan endofit asal rumput & teki terhadap kejadian

penyakit akar gada pada tanaman brokoli……… 4 Pengaruh perlakuan endofit asal rumput & teki terhadap bobot basah

tanaman………

5 Pengamatan frekuensi akar terinfeksi terhadap tanaman brokoli yang diinokulasi cendawan endofit asal tanah perakaran bambu pada umur 30 hst (dipesemaian)………... 6 Pengaruh perlakuan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap kejadian penyakit akar gada………. 7 Pengaruh perlakuan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan

media semai terhadap bobot basah tajuk tanaman brokoli……….. 8 Pengaruh perlakuan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap tinggi tanaman brokoli………. 9 Pengaruh perlakuan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan

media semai terhadap diameter batang tanaman brokoli………... 10 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap

kejadian penyakit akar gada………. 11 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap

bobot basah tajuk tanaman brokoli……….. 12 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap

tinggi tanaman brokoli……….

13 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap diameter batang tanaman brokoli………

20 21 22 26 27 27 30 31 32 35 36 37 38


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Perkecambahan benih brokoli pada isolat murni cendawan endofit asal

rumput & teki………... 2 Gejala penyakit akar gada pada perlakuan jenis cendawan endofit asal

rumput& teki. ………..

3 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit asal rumput & teki………... 4 Gejala penyakit akar gada di akar pada perlakuan endofit asal tanah

perakaran bambu dan media semai……….………. 5 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit asal

tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai………. 6 Gejala penyakit akar gada di akar pada perlakuan jenis endofit dan

cara inokulasi endofit ke tanaman dengan inokulasi secara suspensi

dan pelapisan benih………..

7 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit dan perlakuan cara inokulasi endofit pada tanaman. ………. 8 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan endofit yang diinokulasi

secara suspensi……….

9 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan endofit yang diinokulasi

secara pelapisan benih……….

20

23

25

28 29

33

34 39 40


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Gambar gejala penyakit akar gada diatas permukaan tanah…………... 2 Gambar Jenis rumput & teki yang digunakan dalam eksplorasi

cendawan endofit………...

3 Gambar cendawan endofit yang ditemukan pada rumput & teki dan

tanah perakaran bambu………..

4 Seleksi cendawan endofit pada perkecambahan benih brokoli…………. 5 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan endofit dan cara aplikasinya…

56

56

57 59 60


(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Brokoli (Brassicae oleraceae L.) merupakan salah satu jenis tanaman kubis-kubisan atau kelompok cruciferae yang banyak ditanam di Indonesia dan merupakan sayuran yang bernilai ekonomis sangat tinggi (Pracaya 2005). Brokoli mempunyai kandungan vitamin dan mineral yang tinggi yang sangat diperlukan oleh tubuh diantaranya berfungsi sebagai penetral zat asam lambung dan dapat memudahkan buang kotoran karena kandungan serat yang tinggi (Rukmana 1994).

Dalam usaha budidaya brokoli banyak kendala yang dihadapi terutama adanya gangguan dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), dan salah satu penyakit utama yang menyerang tanaman brokoli adalah akar gada.

Akar gada disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae Wor. adalah merupakan salah satu penyakit penting yang banyak menyerang tanaman kubis-kubisan baik yang dibudidayakan maupun yang liar (Karling 1968). Penyakit ini dapat menjadi salah satu kendala utama produksi tanaman kubis di berbagai negara, karena tanaman yang terinfeksi akan terhambat pertumbuhannya dan pada tanaman kubis menyebabkan tanaman tidak dapat menghasilkan krop (Agrios 2005). Kerugian hasil yang diakibatkan oleh penyakit ini berkisar antara 35 sampai 100 persen (Suryaningsih 1981).

Di Indonesia pertama kali diketahui pada tahun 1950 di Sukabumi, Jawa Barat. Selanjutnya penyakit akar gada telah menyerang seluruh daerah pertanaman kubis di daerah Jawa Barat, diantaranya Cipanas, Pacet, Cisarua, Lembang, Pangalengan dan Kuningan (Suryaningsih 1981).

Sampai saat ini penyakit akar gada masih sulit diatasi karena tingginya daya tahan spora rehat P. brassicae didalam tanah. Spora-spora rehat yang terlepas dari serpihan-serpihan akar yang terinfeksi menyebabkan peningkatan inokulum pada areal yang ditanami secara berulang-ulang dengan kelompok Brassica spp. P. brassicae dapat menyebar melalui aliran air permukaan (Stakman dan Harrar 1957), tanah, air, angin, bibit dan benih (Agrios 2005), alat pertanian dan butiran tanah yang terbawa hasil panen (Walker 1975), serta diduga


(18)

dapat terbawa melalui pupuk kandang karena P. brassicae pada sisa-sisa tanaman kubis yang dimakan oleh ternak dapat bertahan didalam pencernaan ternak (Suryaningsih 1981). P. brassicae merupakan endoparasit obligat dan hanya dapat berkembang pada inang yang terbatas. Jika tanah telah terinfestasi P. brassicae maka patogen tersebut akan terus menjadi faktor pembatas dalam budidaya tanaman famili Brassicaceae, karena daya tahannya yang tinggi terhadap perubahan lingkungan dan pestisida dalam tanah. Sifatnya yang endoparasit obligat ini sering menimbulkan kesulitan dalam mempelajari aspek-aspek ekologi patogen sehingga beberapa informasi tentang patogen ini belum terpecahkan (Alexopoulos et al. 1996).

Berbagai upaya pengendalian terhadap penyakit akar gada telah banyak dilakukan diberbagai daerah, namun hasil yang diperoleh masih sangat beragam dan belum memuaskan baik secara teknis maupun ekonomis. Beberapa penelitian mengenai pengendalian terhadap penyakit akar gada yang telah dilakukan diantaranya perendaman lahan, penggunaan ekstrak bawang putih dan mulsa jagung (Djatnika 1989), pengapuran (Dobson et al. 1983), solarisasi tanah (Widodo & Suheri 1995; Cicu 2002), penggunaan varietas tahan (Rowe 1980), rotasi tanaman (Karling 1968), penambahan tepung kitin dan ekstrak pengomposan (Hidayah 2004), penggunaan fungisida pada tanah akan tetapi tidak efektif karena spora patogen berada dalam korteks akar, penggunaan bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (Widodo 1993), penggunaan cendawan endofit akar Heteroconium chaetospira (Narisawa et al. 2000), penggunaan cendawan Mortierella sp. dan Trichoderma spp., dan penggunaan cendawan Phoma glomerata (Arie et al. 1998) akan tetapi belum menunjukkan hasil yang efektif.

Upayah pengendalian terhadap penyakit tanaman saat ini lebih banyak diarahkan ke pengendalian hayati. Pengendalian hayati dapat terjadi secara alami maupun melalui manipulasi lingkungan, inang, atau agens antagonis dengan introduksi massal satu jenis antagonis atau lebih. Pengendalian hayati yang saat ini sedang banyak dilakukan adalah penggunaan atau introduksi mikroba endofit baik itu dari golongan cendawan maupun bakteri. Mikroba endofit dapat diisolasi dari semua bagian tanaman baik itu akar, batang atau daun, dan dapat pula berasal


(19)

dari tanaman bukan tanaman inang suatu patogen yang akan dikendalikan akan tetapi belum diketahui apakah mikroba endofit tersebut efektif atau tidak. Eksplorasi cendawan endofit telah banyak dilakukan pada daerah subtropis terutama untuk tanaman rumput-rumputan, akan tetapi informasi tentang cendawan endofit di daerah tropis dan untuk tanaman pertanian masih sangat terbatas (Azevedo et al. 2000). Penggunaan cendawan endofit yang efektif saat ini masih belum banyak diketahui, oleh karena itu perlu dilakukan eksplorasi untuk cendawan endofit pada daerah tropis seperti Indonesia.

Rumput & teki merupakan tumbuhan yang banyak terdapat di lahan-lahan pertanian di Indonesia, dan keberadaan tumbuhan itu tidak mengenal musim, dapat tumbuh di semua lahan pertanian salah satunya lahan pertanaman kubis-kubisan. Tumbuhan atau gulma ini pertumbuhannya tetap terlihat baik tanpa adanya infeksi patogen walaupun tanaman disekitarnya terinfeksi oleh suatu patogen.

Eksplorasi juga dilakukan pada tanah perakaran bambu, dimana tanah perakaran bambu ini banyak digunakan oleh petani sebagai media pesemaian atau pembibitan diduga karena kaya akan mikroba yang berpeluang sebagai endofit. Anonim (2006), campuran tanah dan serasah daun bambu digunakan sebagai media tanam dalam budidaya Anggrek.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis cendawan yang terdapat pada rumput & teki dan tanah perakaran bambu yang dapat menekan penyakit akar gada pada tanaman brokoli yang disebabkan oleh P. brassicae.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah apabila terdapat jenis mikroba cendawan pada gulma (rumput dan teki) dan tanah perakaran bambu tersebut yang dapat menekan penyakit akar gada maka dapat dikembangkan sebagai salah satu teknik pengendalian hayati penyakit akar gada sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari gulma tersebut yang sebelumnya merupakan tanaman yang tidak bermanfaat dan banyak di pertanaman brokoli.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Akar Gada Gejala

Akar gada merupakan salah satu penyakit penting dan sangat merusak pada tanaman cruciferae baik yang dibudidayakan maupun yang tumbuhan liar dan tersebar diseluruh dunia (Alexopoulos et al. 1996; Agrios 2005).

Gejala penyakit akar gada dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu gejala yang ada di atas permukaan tanah dan gejala yang ada pada akar. Gejala yang ada diatas permukaan tanah yaitu daun tanaman berwarna hijau pucat sampai kekuningan, terkulai dan layu pada siang hari, kadang-kadang segar kembali pada malam hari. Pada awal serangan pertumbuhan tanaman masih normal, tetapi perlahan-lahan tanaman menjadi kerdil. Serangan pada tanaman kubis muda akan menyebabkan kematian, sedangkan pada tanaman yang lebih tua tanaman akan tetap bertahan hidup, tetapi menghambat pembentukkan kepala, sehingga produksi menurun atau tidak berproduksi sama sekali (Agrios 2005).

Ciri khas gejala akar gada ini terlihat pada perakaran atau kadang-kadang tepat di bawah pangkal batang. Gejala tersebut berupa pembengkakan akar dengan ukuran yang bervariasi karena patogen penyebab penyakit ini mengadakan reaksi pembelahan dan pembesaran sel, yang menyebabkan terjadinya nyali atau kelenjar yang tidak teratur dan selanjutnya nyali-nyali ini bersatu, sehingga menjadi bengkakan memanjang yang mirip dengan batang (gada). Rusaknya susunan jaringan akar menyebabkan rusaknya jaringan pengangkutan air dan hara tanah terganggu. Gejala pembengkakkan tersebut terjadi pada sebagian perakaran atau seluruh perakaran (Semangun 2001). Sebelum akhir musim tanam dan kondisi lingkungan yang basah, akar yang membengkak akan hancur karena diuraikan oleh bakteri dan parasit sekunder lain di dalam tanah (Semangun 2001; Agrios 2005).


(21)

Penyebab penyakit akar gada

Penyakit akar gada disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae Woronin. yang merupakan patogen tular tanah, bersifat endoparasit obligat, dapat bertahan dalam tanah sampai dengan 8 tahun dalam bentuk spora istirahat, dan akan segera berkecambah apabila ada inang meskipun hanya sedikit (Agrios 2005).

Berdasarkan klasifikasi yang dikemukakan oleh Agrios (2005) P. brassicae digolongkan ke dalam Kingdom Protozoa, Phylum Plasmodiophoromycota, Kelas Plasmodiophoromycetes, Ordo Plasmodiophorales dan Famili Plasmodiophoraceae, Genus Plasmodiophora, dan Spesies Plasmodiophora brassicae Wor.

Selama siklus hidupnya, P. brassicae menghasilkan dua fase plasmodium yang berbeda yakni plasmodium primer yang selanjutnya membentuk zoosporangia berdinding sel tipis dan plasmodium sekunder yang membentuk spora rehat (resting spore) berdinding sel tebal yang tersusun atas senyawa kitin dan dapat berkecambah dengan zoosporanya, dinding sel tebal ini menyebabkan spora dapat bertahan lebih lama (Alexopoulos 1996). Sebagaimana patogen yang bersifat endoparasit obligat, plasmodium hidup di dalam sel inang dan menyerang sel tersebut.

Siklus penyakit dimulai dengan perkecambahan satu zoospora primer dari satu spora rehat haploid dalam tanah. Zoospora primer ini mempenetrasi rambut akar dan menginfeksi isi sel dan masuk ke dalam sel inang . Setelah penetrasi rambut akar atau sel epidermis inang oleh zoospora primer, protoplasma yang berinti satu terbawa masuk ke dalam sel inang. Pembelahan mitosis terjadi dan protoplasma membentuk plasmodium primer setelah plasmodium primer mencapai ukuran tertentu, membelah menjadi beberapa bagian yang berkembang menjadi zoosporangia (Alexopoulos et al. 1996). Setiap zoosporangium mengandung 4 sampai 8 zoospora sekunder yang dapat terlepas melalui lubang atau pori-pori pada dinding sel inang (Agrios 2005). Zoospora sekunder yang lepas bisa masuk ke sel inang yang lain atau keluar dari akar, dan selanjutnya zoospora sekunder ini dapat menginfeksi kembali rambut-rambut akar menyebabkan perkembangan aseksual patogen yang cepat.


(22)

Spora tahan akan terbebas dari akar sakit jika akar ini terurai oleh mikroba sekunder. Spora dapat segera berkecambah, tetapi dapat juga bertahan dalam tanah dalam jangka waktu yang lama sampai 10 tahun tanpa tumbuhan inang. Penyebab penyakit ini dapat tersebar dari satu tempat ke tempat yang lain melalui air drainase, alat-alat pertanian, tanah, hewan dan bibit. Patogen dalam tanaman terinfeksi tidak dapat mencapai inang, oleh karena itu penyakit tidak terbawa benih tapi bersifat kontaminan dimana inokulum patogen hanya berada pada permukaan biji.

Pengendalian Penyakit Akar Gada

Pengendalian penyakit ini yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae telah banyak dilakukan namun hasilnya belum memberikan yang terbaik. Penggunaan varietas resisten dapat memberikan harapan akan tetapi masih mengalami hambatan dibidang pemuliaan tanaman. Dalam pemuliaan

tanaman untuk memperoleh varietas yang resisten berjalan lambat (Dobson et al.

1983). Salah satu penyebabnya adalah di beberapa tempat populasi P. brassicae

mempunyai patotipe atau ras fisiologi yang berbeda. Reyes et al. (1974)

melaporkan terdapat sembilan jenis gulma dari cruciferae yang rentan terhadap

ras 6. Di lahan pertanaman kubis-kubisan di Jawa Barat ditemukan empat ras P.

brassicae (Djatnika 1990 dalam Cicu 2006). Menurut Wallenhammar (1996), patogenesitas P. brassicae pada tanaman caisin cv. Granat dan kultivar-kultivar brassica lainnya menunjukkan variasi pada tanah yang berbeda. Dalam tanah,

populasi P. brassicae umumnya terdiri atas campuran berbagai patotipe. Varietas

resisten dapat kehilangan sifat resistensinya atau dipatahkan resistensinya akibat perkembangan ras-ras fisiologi patogen (Reyes et al. 1974). Penanaman suatu varietas secara terus-menerus pada lahan yang sama akan merangsang timbulnya ras yang lebih virulen (Agrios 2005).

Pengapuran tanah dapat mengendalikan patogen jika kepadatan spora rehatnya rendah, namun aplikasinya tidak efektif jika kepadatan spora rehat sangat

tinggi (Coulhoun dalam Wallenhammar 1996). Efektifitas pengapuran tanah

dipengaruhi oleh distribusi dan redistribusi kapur dalam tanah (Dobson et al.


(23)

pada pH tanah 5,70. Perkembangan penyakit akan menurun pada pH tanah 5,70 - 6,20 dan tertekan pada pH tanah 7,80.

Pengendalian kimiawi dengan fumigasi tanah menggunakan metil bromide

dapat mematikan P. brassicae, tetapi cara ini tidak dianjurkan di lapangan karena

berbahaya dan mahal. Pengendalian dengan fungisida tidak selalu menunjukkan hasil yang memuaskan. Beberapa fungisisda memiliki efikasi yang terbatas bila kepadatan spora rehat dan virulensi P. brassicae sangat tinggi (Tanaka et al.

1997). Penggunaan flusulfamida mempengaruhi stadia awal dari siklus hidup pathogen, dan diduga menghambat perkecambahan spora rehat atau menurunkan viabilitas spora-spora primer yang terlepas dari spora rehat, namun tidak efektif

mengendalikan P. brassicae yang sudah ada dalam sel kortex (Tanaka et al.

1999).

Pengendalian hayati patogen tular tanah menggunakan mikroba antagonis

telah banyak dilaporkan. Penggunaan Gliocladium sp. dan Chaetomium sp. tidak

tampak dalam mengendalikan penyakit akar gada (Djatnika 1990). Namun

aplikasi Gliocladium sp. dapat mengurangi serangan penyakit akar gada pada

tanaman petsai walaupun hasilnya belum memuaskan (Labuan 1990). Widodo et

al. (1993) melaporkan bahwa penggunaan mikroba antagonis Pseudomonas spp.

kelompok fluoresen dapat menekan serangan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman caisin. Namun, perlakuan benih dan penyiraman tanah dengan isolat-isolat mikroba tersebut di lapangan tidak berpengaruh nyata terhadap luas serangan, indeks penyakit, dan bobot basah krop kubis

(Primawardona 1995). Narisawa et al. (1998) menemukan 16 dari 322 isolat

cendawan pengkolonisasi akar yang dapat menurunkan keparahan penyakit akar gada pada caisin yang ditanam pada tanah steril. Dari isolat-isolat tersebut, dua

isolat Heteroconium chaetospira (Hyphomycetes) dapat menekan penyakit akar

gada pada tanah yang tidak steril. H. chaetospira dapat menurunkan serangan

penyakit akar gada hingga 97% dan layu Verticillium 67% pada tanaman sawi


(24)

Cendawan Endofit Definisi dan Biologi Endofit

Cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan (Clay, 1988). Sinclair dan Cerkauskas (1996) mendefinisikan bahwa cendawan endofitik adalah cendawan yang berasosiasi dengan tanaman sehat dan tidak memperlihatkan gejala. Infeksi laten juga merupakan cendawan endofitik tetapi suatu saat akan berubah menjadi parasitik.

Secara keseluruhan siklus hidup cendawan endofit pada rumput-rumputan tumbuh sebagai endofit yang non patogen atau epifit tanpa merusak sel inang. Endofit adalah semua jenis organisme yang mengkolonisasi dan menyelesaikan siklus hidupnya dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala yang nyata terhadap tanaman inang. Organisme endofit mempunyai fase epifit yang cukup panjang dan dalam perkembangan siklus hidupnya beberapa organisme kadang-kadang menyebabkan patogenik pada tanaman (Petrini 1996).

Mikroorganisme endofit pada tanaman inang dapat memberikan efek yang baik dan juga dapat merugikan tanaman (Anonim 1998). Cendawan endofitik diartikan sebagai asosiasi yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Cendawan endofitik memiliki kespesifikan inang yang tinggi, simbiosis mutualisme, tidak ada kerusakan pada sel atau jaringan, terjadi siklus nutrisi atau bahan kimia antara endofit dan inangnya, meningkatkan daya bertahan hidup dari inang, meningkatkan kemampuan berfotosintesis inang, juga meningkatkan kemampuan bertahan hidup cendawan (Saikkonen dalam Firakova et al. 2007). Ekologi dan Fisiologi Endofit

Asosiasi cendawan endofit dengan tumbuhan inangnya, oleh Carrol (1988) digolongkan dalam dua kelompok, yaitu mutualisme konstitutif dan induktif. Mutualisme konstitutif merupakan asosiasi yang erat antara cendawan dengan tumbuhan terutama rumput-rumputan. Pada kelompok ini cendawan endofit menginfeksi ovula (benih) inang, dan penyebarannya melalui benih serta organ penyerbukan inang. Mutualisme induktif adalah asosiasi antara cendawan dengan tumbuhan inang, yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui air dan


(25)

udara. Jenis ini hanya menginfeksi bagian vegetatif inang dan seringkali berada dalam keadaan metabolisme inaktif pada periode yang cukup lama.

Ditinjau dari sisi taksonomi dan ekologi, cendawan endofit merupakan organisme yang sangat heterogen. Petrini et al. (1992) menggolongkan cendawan endofit dalam kelompok Ascomycotina dan Deuteromycotina. Keragaman pada jasad ini cukup besar seperti pada Loculoascomycetes, Discomycetes, dan Pyrenomycetes. Strobell et al. (1996), mengemukakan bahwa fungi endofit meliputi genus Pestalotia, Pestalotiopsis, Monochaetia, dan lain-lain. Sedangkan Clay (1988) melaporkan, bahwa cendawan endofit dimasukkan dalam famili Balansiae yang terdiri dari 5 genus yaitu Atkinsonella, Balansiae, Balansiopsis, Epichloe dan Myriogenospora. Genus Balansiae umumnya dapat menginfeksi tumbuhan tahunan dan hidup secara simbiosis mutualistik dengan tumbuhan inangnya. Dalam simbiosis ini, fungi dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta melindungi tumbuhan inang dari serangan penyakit, dan hasil dari fotosintesis dapat digunakan oleh cendawan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Bacon dan Battista 1991; Petrini et al. 1992).

Keragaman dan Kelimpahan Cendawan Endofit

Konsentrasi endofit yang paling tinggi terdapat dalam mahkota, batang dan daun-daun, sementara sedikit yang hidup dalam akar inang. Endofit membentuk miselia yang tumbuh diantara sel tanaman (Maheshwari 2006), sebagian besar dalam lapisan pelindung daun dan struktur reproduktif. Ketika inang dalam bentuk benih, endofit menginfeksi dan menyebar dari bagian tanaman lapisan luar masuk kedalam benih. Ketika benih berkecambah dan tumbuh, endofit menginfeksi dan menyebar ke dalam jaringan tanaman inang (Morris 2001).

Cendawan endofit pada rumput tumbuh secara interseluler dan sistemik pada bagian tanaman diatas permukaan tanah (Clay dan Schardl 2002). Selanjutnya, cendawan endofit dapat ditransmisikan melalui biji, sehingga jika satu tanaman terinfeksi atau terkolonisasi oleh cendawan endofit maka tanaman berikutnya akan terkolonisasi pula oleh cendawan endofit. Hasil penelitian Dongyi dan Kelemu (2004), menemukan bahwa endofit Acremonium implicatum


(26)

terjadi asosiasi mutualisme dengan spesies Branchiaria yang penularannya melalui biji hampir 100%.

Potensi dan Peluang Cendawan Endofit sebagai Agens Biokontrol

Penelitian tentang cendawan endofit awalnya dimulai pada rumput-rumputan di daerah subtropics-temperate. Asosiasi endofit dengan rumput terutama didasarkan pada proteksi inang terhadap stres abiotik dan biotik tidak seperti simbiosis tumbuhan dengan mikroba lainnya yang didasarkan pada akuisisi sumber mineral (nutrisi) (Clay dan Schardl 2002). Azevedo et al. (2000) mengungkapkan bahwa masih sangat kurang informasi tentang cendawan endofit dari daerah tropik.

Cendawan endofit menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotik (Carrol, 1988 ; Clay, 1988; Sun et al. 2005). Owen dan Hundley dalam Firakova et al. 2007, menambahkan bahwa mikroba endofit dapat berperan sebagai pensintesis senyawa kimia dalam tanaman. Diantara metabolik sekunder yang utama dihasilkan oleh mikroba endofit yang diisolasi dari rerumputan adalah kelompok alkaloid diantaranya peramin, ergovaline, tamin, dan lolitrem (Wang et al. 2002).

Cendawan endofit Piriformospora indica pada tanaman barley dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap pH yang tinggi, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen akar karena endofit dapat meningkatkan produksi antioksidan pada akar dan dapat menginduksi ketahanan (ISR) (Waller et al. 2005). Inokulasi cendawan endofit Mycoleptodiscus terrestris meningkatkan biomassa tanaman watermilfoil (Myriophyllum spicatum L.) di Florida (Shearer 2002).


(27)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan rumah kaca IPB Cikabayan Bogor. Pelaksanaan percobaan dilaksanakan mulai bulan September 2006 sampai Februari 2008.

Percobaan I

Eksplorasi Cendawan Endofit Isolasi Cendawan Endofit

a. Isolasi cendawan endofit dari akar rumput dan teki

Jenis rumput dan teki yang digunakan dalam percobaan ini adalah ada tiga jenis yaitu: Cyperus rotundus L., Paspalum longifolium Roxb., dan Setaria laxa Merr. dan ketiga jenis rumput-rumputan tersebut merupakan gulma yang banyak ditemukan di lahan pertanaman kubis-kubisan.

Untuk mendapatkan cendawan endofit maka bagian tanaman yang akan diisolasi adalah yang berasal dari tanaman yang sehat, sehingga diharapkan cendawan tersebut benar-benar berasosiasi dengan gulma tersebut. Ketiga jenis gulma tersebut masing-masing diambil akarnya dan kemudian dibersihkan dari tanah yang melekat pada permukaan akar. Selanjutnya akar-akar tersebut dipotong-potong kecil 1 mm lalu disterilkan permukaannya dengan cara pertama-tama potongan tersebut dimasukkan dalam larutan alkohol 70% selama 1 menit lalu NaOCl 1% selama 1 menit, kemudian dibilas kembali dengan akuades steril beberapa menit sebanyak 3x. Selanjutnya potongan akar tersebut dikeringanginkan atau dikeringkan diatas kertas saring steril. Setelah potongan akar tersebut benar-benar kering maka langsung dimasukkan kedalam cawan petri yang berisi media PDA. Untuk menghindarkan pertumbuhan atau kontaminan dengan bakteri maka media PDA ditambahkan asam laktat satu tetes untuk setiap cawan petri media PDA.


(28)

Setelah 3-7 hari cendawan yang tumbuh dipindahkan pada media PDA lainnya untuk pemurnian dan identifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi berdasarkan Alexopoulos et al. (1996) dan Watanabe (2002).

b. Isolasi cendawan endofit dari tanah perakaran bambu

Tanah perakaran bambu banyak digunakan petani sebagai media pesemaian. Cendawan endofit dapat bersifat soil borne yakni dapat bertahan hidup pada tanah. Adapun metode yang dilakukan yakni: 10 g tanah dimasukkan dalam 90 ml akuades steril kemudian digojok pada 200 rpm selama 1 jam. Suspensi tanah ini kemudian diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml akuades lalu distirer, ini disebut dengan pengenceran 10-1, selanjutnya diambil 1 ml dari pengenceran 10-1 dan dimasukkan kedalam 9 ml akuades steril lalu distirer sehingga menjadi pengenceran 10-2, begitu seterusnya hingga pengenceran 10-4. untuk isolasi cendawan pada pengenceran 10-3 dan 10-4 diambil 0,1 ml dan disebar pada medium martin agar (MA) atau potato dextrosa agar (PDA). Untuk menghindarkan pertumbuhan atau kontaminan dengan bakteri maka media PDA ditambahkan asam laktat satu tetes untuk setiap cawan petri media PDA. Cendawan yang tumbuh, diisolasi dan dimurnikan pada medium PDA. Selanjutnya medium yang telah disebar diinkubasi pada suhu ruang dalam inkubator selama tiga hari. Isolat yang tumbuh, diisolasi kembali dan dimurnikan pada medium PDA untuk dilakukan identifikasi dan perlakuan selanjutnya.

Seleksi cendawan endofit pada tanaman brokoli a. Uji terhadap pertumbuhan tanaman

Isolat cendawan yang telah murni yang berasal dari akar rumput dan teki maupun dari tanah perakaran bambu dan pertumbuhan koloninya telah memenuhi cawan petri (umur biakan 10 hari) dimasukkan benih-benih brokoli untuk dikecambahkan. Sebagai kontrol benih dikecambahkan pada media PDA (potato dextrose agar) steril tanpa isolat cendawan. Setelah 5-10 hari dimana benih telah berkecambah yang ditandai dengan akar yang telah muncul dan diharapkan akar dan cendawan telah berasosiasi. Selanjutnya benih-benih yang berkecambah tersebut dipindahkan pada media tumbuh pembibitan dalam polibag ( = 10 cm). Tanaman di pembibitan selama 21 hari selanjutnya dipindahkan pada media


(29)

tumbuh pada polibag yang lebih besar ( = 20 cm) untuk selanjutnya dipelihara sampai dengan panen yakni 30 hari setelah pindah tanam. Pengamatan dilakukan saat panen adalah menghitung bobot basah tajuk tanaman.

b. Uji kolonisasi cendawan endofit dalam jaringan akar

Akar brokoli pada uji pertumbuhan dibersihkan dari tanah untuk dilakukan pewarnaan jaringan untuk melihat infeksi akar oleh cendawan endofit. Pewarnaan tersebut dilakukan dengan cara: (a) akar-akar brokoli tersebut dicuci dengan akuades steril sebanyak 3 kali, dan kemudian akar tersebut dipotong-potong kira-kira 2 cm. Potongan-potongan akar tersebut selanjutnya dimasukkan dalam larutan pewarna 0.005% cotton blue dalam 50% acetic acid. Sebanyak 10 potongan akar tersebut dipilih secara acak dari tiap tanaman dalam setiap perlakuan dan diletakkan pada kaca obyek. Koloni cendawan endofit pada akar tanaman brokoli diamati dibawah mikroskop stereo (Narisawa et al. 2000; Narisawa et al. 2004). (b) Akar brokoli dicuci sampai bersih dan akar dipotong-potong sepanjang 1 cm. Akar direndam dalam larutan Natrium hipoklorit 1 % selama 5 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir. Akar direndam dalam KOH 5% selama 24 jam untuk menghilangkan lapisan lignin, kemudian dibilas dengan air steril. Sementara itu, larutam pewarna asam fuksin dengan perbandingan 20 ml pewarna : 20 ml air ditempatkan dalam wadah. Akar dimasukkan dalam pewarna tadi selama 24-48 jam. Akar yang telah diwarnai dengan asam fukhsin dicuci dan dibilas dengan air mengalir sampai warna merah hilang. Langkah berikutnya, akar tersebut direndam dalam larutan gliserin secukupnya sampai semua akar terendam dan HCl 1-2 tetes selama 24-48 jam, akar akan menjadi bening dan cendawan endofit dalam akar akan terlihat berwarna merah.

Pengujian cendawan endofit dalam menekan penyakit akar gada

Cendawan endofit yang efektif selanjutnya diuji terhadap patogen P. brassicae. Isolat cendawan endofit yang menghasilkan spora atau konidia ditumbuhkan pada media tumbuh padat atau PDA sedangkan cendawan endofit yang tidak menghasilkan spora atau konidia (hanya menghasilkan miselium) isolat ditumbuhkan pada media cair atau PDB yang digojok dengan lama waktu


(30)

yang sama dengan lama inkubasi untuk cendawan-cendawan yang menghasilkan spora atau konidia yakni selama 7-10 hari. Untuk cendawan endofit yang menghasilkan konidia inokulasi cendawan endofit dengan menggunakan konidia yang dihitung kepadatan sporanya dengan menggunakan haemasitometer dengan kepadatan 105 spora/g berat kering tanah. Sedangkan untuk cendawan endofit yang hanya menghasilkan miselium kepekatan miselium yang digunakan adalah 105 hifa/g berat kering tanah, dimana miselium dihasilkan dengan cara miselium yang tumbuh pada media PDB (potato dextrose broth) setelah berumur 7-10 hari lalu disaring atau dipisahkan miseliumnya dengan menggunakan vakum, kemudian miselium yang dihasilkan ditimbang sebanyak yang dibutuhkan lalu selanjutnya diblender untuk memotong-motong miselium menjadi potongan-potongan hifa yang lebih kecil.

Aplikasi cendawan endofit baik yang berspora maupun yang tidak berspora dilakukan saat pesemaian. Tanaman di pesemaian selama 35 hari dan selanjutnya dipindahkan pada media tumbuh pada polibag yang lebih besar ( = 20 cm) dan telah diinokulasi oleh inokulum P. brassicae sebanyak 106 spora/g berat kering tanah. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yakni terdiri dari 4 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 4 unit tanaman. Pengamatan dilakukan saat panen adalah menghitung persentase kejadian penyakit (%), indeks penyakit (%) dan bobot basah tajuk tanaman (g).

Percobaan II

Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Cendawan Rumput dan Teki dan Tanah Perakaran Bambu

Percobaan ini adalah untuk mengetahui apakah metode perlakuan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda dalam mengendalikan penyakit akar gada. Metode yang dilakukan adalah perlakuan penyiraman media dengan suspensi spora dan perlakuan pelapisan benih brokoli dalam bentuk formulasi cendawan endofit. Cendawan endofit yang diuji adalah hasil seleksi uji pertumbuhan benih dan uji terhadap patogen P.brassicae pada isolat cendawan endofit yang berasal dari akar rumput dan tanah perakaran bambu. Jenis cendawan endofit yang digunakan pada percobaan ini adalah hasil seleksi dari percobaan sebelumnya yang menunjukkan hasil terbaik yakni 4 jenis cendawan


(31)

endofit asal rumput dan teki yang terdiri dari Fusarium oxysporum, F. solani, Nigrospora sp., Curvularia lunata) dan 2 jenis cendawan endofit asal tanah perakaran bambu yang terdiri dari (Chaetomium globosum, Peacilomyces sp.).

Rancangan percobaan yang digunakan adalah percobaan faktorial dalam kelompok dengan 2 faktor perlakuan yaitu faktor pertama metode aplikasi endofit terdiri dari 2 taraf yakni aplikasi penyiraman media dan pelapisan benih, masing-masing perlakuan diulang 4 kali dengan setiap perlakuan terdiri dari 4 unit tanaman. Faktor kedua adalah jenis endofit, terdiri dari 6 taraf yakni jenis cendawan endofit (Fusarium oxysporum, F. solani, Nigrospora sp., Curvularia lunata, Chaetomium globosum, Peacilomyces sp.) dengan masing-masing perlakuan diulang 4 kali dimana setiap perlakuan terdiri dari 4 unit tanaman, selanjutnya ditambah kontrol negatif (-) (tanpa patogen dan endofit) dan kontrol positif (+) (dengan perlakuan patogen tanpa endofit). Kedua faktor perlakuan tersebut dilakukan pada saat semai benih brokoli dan dipelihara selama 30 hari selanjutnya dipindah tanam pada polibag yang lebih besar ( = 20 cm).

Perlakuan dengan metode penyiraman media dilakukan dengan cara: inokulasi cendawan endofit yang terseleksi dilakukan bersamaan dengan waktu semai dimana inokulum endofit dengan kepadatan spora atau hifa 105 spora/g berat kering tanah yang diinokulasikan langsung ke media semai dalam bentuk penyiraman media dengan suspensi spora. Cara pembuatan suspensi endofit adalah 10 ml akuades steril dimasukkan kedalam satu cawan petridish yang berisi penuh koloni endofit, selanjutnya digerus permukaan koloni perlahan-lahan agar tidak terbawa miselium cendawan dengan menggunakan spatula secara aseptik, hingga dihasilkan suspensi yang berisi spora endofit dan selanjutnya dihitung kepadatan spora dengan menggunakan haemasitometer.

Perlakuan dengan metode pelapisan benih adalah dengan dosis 105 spora/g benih (1 g benih dengan kepadatan spora 105 dalam formulasi). Media pelapisan benih yang digunakan adalah talk. Media talk yang akan digunakan sebagai pelapis benih terlebih dahulu disterilkan untuk menghindarkan dari kontaminasi mikroba lain dengan menggunakan autoclav. Selanjutnya dibuat formulasi cendawan endofit yang akan digunakan, yakni dengan cara: cendawan endofit dalam cawan petri ditambah akuades steril 5 ml lalu digerus perlahan-lahan


(32)

permukaan koloni (panen spora) untuk dibuat suspensi spora. Sebanyak 25 g talk dimasukan kedalam 10 ml suspensi cendawan endofit lalu dicampur atau diaduk hingga merata (tercampur merata), selanjutnya dihitung kepadatan spora dalam formulasi tersebut. Benih kemudian disterilisasi permukaannya dengan menggunakan NaOH 1 % agar tidak ada mikroba kontaminan yang terbawa pada benih, selanjutnya benih dicampur dalam formulasi endofit dan dengan menggunakan pinset benih-benih tersebut di semai pada media pesemaian dan dipelihara selama 30 hari.

Penyiapan Medium Tanam Pembibitan dan Inokulum Plasmodiophora brassicae

Medium tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah media tanam yang mengandung kompos yang berasal dari sekitar kampus IPB darmaga dengan jenis tanah andosol, dicampur pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 (v/v). Campuran tanah dan pupuk kandang tersebut dimasukkan dalam polibag ( = 10 cm) sebagai medium pembibitan.

Inokulum P. brassicae diperoleh dengan mengumpulkan akar segar brokoli atau tanaman jenis brassicaceae yang bergejala dari daerah pertanaman brassicaceae. Akar-akar tersebut terlebih dahulu di cuci pada air mengalir untuk menghilangkan sisa-sisa tanah sampai bersih, selanjutnya dihancurkan dengan cara diblender kemudian disaring menggunakan kain saring. Hasil saringan selanjutnya disentrifugasi dengan alat sentrifus (International Clinical Centrifuge CL 2628 M-1, Fisher Scientific Co.) pada kecepatan 2000 rpm (700 g) selama 5 menit. Cairan hasil sentrifus diambil dan endapannya dibuang, kemudian kepadatan spora rehatnya dihitung dengan haemasitometer. Suspensi spora tersebut kemudian dicampurkan ke dalam tanah yang telah disiapkan dengan kepadatan 106 spora/g berat kering tanah dan diaduk secara merata. Selanjutnya di inokulasi secara buatan dengan suspensi spora P. brassicae sebagai medium tanam bersamaan dengan pindah tanam dari pembibitan.

Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemupukan, dan pengendalian hama. Penyiraman dilakukan setiap hari selama berlangsungnya


(33)

penelitian. Pemupukan dilakukan pada saat tanaman berumur 7, 14 dan 21 hari setelah tanam (HST) dengan memberikan pupuk NPK 15:15:15 1 g/tanaman. Pengendalian hama dilakukan secara mekanik yakni mengambil hama yang terdapat pada tanaman dengan menggunakan tangan.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap peubah sebagai berikut: 1. Kejadian Penyakit

Kejadian penyakit diamati pada saat panen dengan cara mencatat tanaman yang menunjukkan gejala pembengkakan pada akar tiap satuan percobaan. Selanjutnya kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus:

KP = x100% N

n

n = jumlah tanaman yang menunjukkan pembengkakan N = jumlah tanaman yang diamati

2. Indeks penyakit

Indeks penyakit diamati pada saat panen dan dihitung dengan nilai skoring berdasarkan metode Narisawa et al. (2000) dengan kriteria sebagai berikut:

0 1 2 3 4

= tidak ada pembengkakan

= pembengkakan sedikit, pada bagian akar lateral

= pembengkakan sedang pada akar lateral dan atau akar utama = pembengkakan berat pada akar lateral dan atau akar utama = pembengkakan berat dan atau pembusukan pada akar lateral dan

atau akar utama. 3. Bobot basah tanaman tanpa akar (g)

Bobot basah tanaman tanpa akar diamati pada saat panen dengan cara menimbang bagian tanaman yang ada diatas permukaan tanah.

4. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur pada saat panen dengan cara mengukur tinggi tanaman 2 cm dari pangkal batang diatas permukaan tanah sampai pada pucuk termuda.


(34)

5. Diameter Batang Tanaman (cm)

Diameter batang tanaman diamati pada saat panen dengan cara mengukur diameter batang pada pangkal batang dengan menggunakan jangka sorong.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1. Pengaruh perlakuan dianalisi dengan sidik ragam. Apabila terdapat beda nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %. Data non parametrik diuji dengan menggunakan uji non parametrik Chi-Square.


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Eksplorasi dan Perlakuan Cendawan Endofit asal Rumput dan Teki dalam Menekan Penyakit Akar Gada

Cendawan endofit yang diisolasi dari rumputan Paspalum longifolium, Setaria laxa, Cyperus rotundus ditemukan 15 isolat, kemudian diseleksi lagi dengan cara benih brokoli ditumbuhkan pada cawan petri yang berisi isolat murni cendawan endofit yang telah diinkubasi selama 7-10 hari. Benih-benih yang menunjukan pertumbuhan yang baik kemudian dipilih untuk dilakukan uji dalam menekan perkembangan penyakit akar gada. Dari hasil seleksi diketahui ada 10 isolat yang diduga dapat berasosiasi dengan tanaman brokoli, hal ini ditandai dengan benih brokoli yang ditanam pada isolat tersebut dapat tumbuh dengan baik bahkan lebih baik dibanding kontrol yaitu benih ditanam pada media PDA steril (tanpa koloni cendawan). Sedangkan benih yang tidak dapat tumbuh dengan baik (benih tidak berkecambah, kecambah mati) dinyatakan tidak bersifat endofit pada tanaman brokoli dan tidak dapat digunakan untuk uji selanjutnya (Gambar 1).

Dari 10 isolat yang dihasilkan dari seleksi tersebut kemudian diuji untuk melihat apakah isolat tersebut dapat membantu pertumbuhan tanaman yakni dengan cara isolat cendawan endofit tersebut diaplikasikan ke tanaman tanpa inokulasi patogen P. brassicae. Dari hasil percobaan tersebut diketahui yang menghasilkan pertumbuhan yang baik yakni dengan pengukuran bobot tajuk tanaman terpilih 7 isolat yang terbaik (nilai bobot tajuknya lebih tinggi dibanding kontrol).

Cendawan yang berhasil diisolasi dari ketiga jenis akar rumput dan teki yang potensial sebagai endofit dari seluruh hasil isolasi berjumlah tujuh isolat (Tabel 1), dimana secara mikroskopik cendawan endofit tersebut terdiri dari cendawan yang berspora dan tidak berspora (Lampiran 3). Selanjutnya isolat yang terpilih tersebut digunakan dalam pengujian terhadap penyakit akar gada.


(36)

Kontrol Monilia sp. F. oxysporum Miselia merah steril

Curvularia lunata F. solani Nigrospora sp. Miselia gelap steril Gambar 1 Perkecambahan benih brokoli pada isolat murni cendawan endofit asal

rumput dan teki.

Tabel 1 Jenis cendawan endofit hasil seleksi yang ditemukan pada rerumputan Jenis cendawan

endofit Cyperus rotundus Setaria laxa longifolium Paspalum Monilia sp.

Fusarium oxysporum Fusarium solani Nigrospora sp. Curvularia lunata Miselia merah steril Miselia gelap steril

+ + - - - + + - + + - - + - - + - + + + - Keterangan:

+ = ada cendawan endofit - = tidak ada cendawan endofit

Dalam seleksi cendawan endofit pengamatan dilakukan berdasarkan frekuensi akar terinfeksi dengan cara re-isolasi dan pewarnaan yang diamati pada 30 hst (dipersemaian sebelum pindah tanam). Dengan cara re-isolasi dari akar brokoli, cendawan endofit Fusarium oxysporum menunjukan kemampuan infeksi tertinggi yakni 80%, sedangkan terendah ditunjukan oleh cendawan endofit


(37)

Miselia gelap steril (cendawan tanpa spora) yakni 10%. Dengan cara pewarnaan akar, yang menunjukan infeksi akar tertinggi dan terendah masing-masing ditunjukan oleh cendawan endofit F. oxysporum yakni 64% dan Miselia merah steril yakni 50% (Tabel 2).

Tabel 2 Frekuensi akar terinfeksi terhadap tanaman brokoli yang diinokulasi cendawan endofit asal rumput dan teki pada umur 30 hari setelah semai. Perlakuan

Frekuensi akar terinfeksi (%) Re-isolasi Pewarnaan akar Kontrol

Monilia sp.

Fusarium oxysporum Miselia merah steril Miselia gelap steril Fusarium solani Nigrospora sp. Curvularia lunata

0 20 80 50 10 60 60 50

14 55 64 50 52 60 59 61

Perlakuan cendawan endofit asal rumput dan teki tidak berpengaruh nyata terhadap kejadian penyakit akar gada. Tanaman yang diperlakukan dengan cendawan endofit Nigrospora sp. dan C. lunata menunjukkan kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yakni sebesar 100% (Tabel 3).


(38)

Tabel 3 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal rumput dan teki terhadap kejadian penyakit akar gada pada tanaman brokoli.

Perlakuan Kejadian Penyakit (%)1)

Kontrol 100,00  0,00 a

Monilia sp. 87,50  14,43 a

Fusarium oxysporum 93,75  12,50 a Miselia merah steril 81,25  12,50 a Miselia gelap steril 93,75  12,50 a Fusarium solani 87,50  25,00 a Nigrospora sp. 68,75  37,50 a Curvularia lunata 68,75  23,94 a

1)

- rataan  simpangan baku

- angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap penyakit akar gada dapat juga dilihat dari gejala luar yakni akar tanaman, dimana terdapat perbedaan antara akar tanaman kontrol yang hanya diinokulasi patogen dengan akar tanaman yang diinokulasi dengan cendawan endofit. Gejala akar tanaman yang tidak diinokulasi dengan cendawan endofit terlihat adanya pembengkakan atau puru pada akar utama, akar-akar sekunder dan bahkan pada keseluruhan akar selanjutnya terjadi pembusukan. Sedangkan gejala pada akar yang diinokulasi dengan cendawan endofit memperlihatkan morfologi akar yang masih utuh walaupun terjadi pembengkakan atau puru oleh patogen dengan ukuran puru yang bervariasi. Tanaman yang diinokulasi dengan cendawan endofit C. lunata memberikan indeks penyakit yang rendah ini dapat dilihat pada akar yang terjadi pembengkakan hanya rambut-rambut akar, dibanding kontrol akar yang terinfeksi adalah akar primer dan keseluruhan akar (Gambar 2).


(39)

Gambar 2 Gambar gejala penyakit akar gada pada akar dengan perlakuan jenis cendawan endofit asal rumput dan teki.


(40)

Berdasarkan uji non parametrik dengan Chi-Square diketahui bahwa secara umum perlakuan jenis cendawan endofit asal rumput dan teki berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada (P=0,05). Indeks penyakit terendah yakni 0,88 terjadi pada perlakuan cendawan endofit C.lunata, sedangkan indeks penyakit tertinggi yakni 2,88 terjadi pada perlakuan kontrol (Gambar 3).


(41)

Gambar 3 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit asal rumput dan teki.

Bobot basah tanaman tertinggi dicapai oleh tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit C. lunata yakni 33,56 g dibandingkan dengan kontrol yakni 28,98 g. meskipun tidak berbeda nyata secara statistik, dan berbeda nyata dengan pelakuan cendawan endofit lainnya. (Tabel 4).


(42)

Tabel 4 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal rumput dan teki terhadap bobot basah tanaman

Perlakuan Bobot Basah (g/tanaman)2)

Kontrol 28,98  0,46 abcd

Monilia sp. 24,78  4,56 cd

Fusarium oxysporum 31,10  3,34 abc

Miselia merah steril 26,09  7,31 bcd

Miselia gelap steril 23,76  4,74 d

Fusarium solani 29,29  3,10 abcd Nigrospora sp. 32,27  0,41 ab Curvularia lunata 33,56  1,70 ab 2)

- rataan  simpangan baku

- angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

Eksplorasi dan Perlakuan Cendawan Endofit asal Tanah Perakaran Bambu dalam Menekan Penyakit Akar Gada

Cendawan yang terpilih dan berpotensi sebagai cendawan endofit dari seluruh hasil isolasi dari tanah perakaran bambu berjumlah empat isolat. Selanjutnya isolat yang terpilih dan berpotensi sebagai cendawan endofit digunakan dalam pengujian terhadap penyakit akar gada. Dalam seleksi cendawan endofit terpilih pengamatan dilakukan berdasarkan frekuensi akar terinfeksi dengan cara re-isolasi dan pewarnaan yang diamati pada 30 hari setelah semai. Dengan cara re-isolasi, tanaman yang diberi perlakuan dengan cendawan endofit Paecilomyces sp. menunjukan frekuensi akar terinfeksi tertinggi yakni 60% dan terendah ditunjukan pada tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit Aspergillus sp. dan Mortierella sp. yakni masing-masing 10%. Sedangkan dengan cara pewarnaan akar, cendawan endofit C. globosum menunjukan kemampuan infeksi akar tertinggi yakni 79% sedangkan terendah ditunjukan oleh cendawan endofit Mortierella sp. 49% (Tabel 5).


(43)

Tabel 5 Pengamatan frekuensi akar terinfeksi terhadap tanaman brokoli yang diinokulasi cendawan endofit asal tanah perakaran bambu pada umur 30 hari setelah semai.

Perlakuan Frekuensi akar terinfeksi (%)

Re-isolasi Pewarnaan akar Kontrol Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Aspergillus sp. Mortierella sp. 0 40 60 10 10 27 79 76 66 49

Inokulasi dengan cendawan Paecilomyces sp. memberikan kejadian penyakit akar gada yang nyata lebih rendah yakni 81,25% dibandingkan dengan kontrol, meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 6). Perlakuan media semai tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kejadian penyakit, dimana perlakuan media semai yang disterilkan maupun yang tidak disterilkan adalah sama, yakni 88,75% (Tabel 6).

Tabel 6 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap kejadian penyakit akar gada.

Perlakuan Kejadian penyakit (%)1)

Jenis Cendawan Endofit Kontrol Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Aspergillus sp. Mortierella sp Media Semai Disterilkan Tidak Disterilkan

100  0 a 84,38  18,60 ab

81,25  17,68 b 87,50  13,36 ab 90,63  12,94 ab

88,75  15,12 a 88,75  15,12 a

1)

- rataan  simpangan baku

- angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%


(44)

Gejala pembengkakan akar yang disebabkan oleh patogen bervariasi terhadap berbagai perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu (Gambar 4).

Gambar 4 Gambar gejala penyakit akar gada di akar pada perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu. [1 (kontrol, dimana tanpa inokulasi patogen atau endofit), 2 (inokulasi patogen tanpa inokulasi endofit), 3 (C. globosum), 4 (Paecilomyces sp.), 5 (Aspergillus sp.), 6 (Mortierella sp.)] dan media semai yang disterilkan (a) dan tidak disterilkan (b)


(45)

Berdasarkan uji non parametrik Chi-Square diketahui bahwa secara umum perlakuan jenis cendawan endofit asal tanah perakaran bambu berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada (P=0,05). Indeks penyakit terendah yakni 1,03 terjadi pada tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit Paecilomyces sp., sedangkan indeks penyakit tertinggi yakni 2,22 terjadi pada perlakuan kontrol (Gambar 5). Perlakuan media semai juga berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada, dimana indeks penyakit terendah adalah pada perlakuan dengan menggunakan media semai yang tidak disterilkan yakni 1,34 (Gambar 5).

Gambar 5 Indeks penyakit akar gada pada perlakuan berbagai jenis cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan pada dua media semai

Perlakuan cendawan endofit Paecilomyces sp. memberikan bobot basah tanaman yang tertinggi yakni 49,38 g dibandingkan dengan kontrol yakni 32,59 g. Perlakuan antar cendawan endofit tidak berbeda nyata terhadap bobot basah tanaman.(Tabel 7). Sedangkan perlakuan media semai berpengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman, perlakuan pada media semai yang tidak disterilkan menunjukan bobot basah tanaman tertinggi 37,79 g (Tabel 7).

Cendawan Endofit

Inde

k

s

P

enya

kit

Chaetomium globosum

Mortierella sp. Aspergillus sp.

Paecilomyces sp. Kontrol


(46)

Tabel 7 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap bobot basah tajuk tanaman brokoli.

Perlakuan Bobot Basah Tajuk (g/tanaman)2)

Jenis Cendawan Endofit

Kontrol 32,59  8,29 c

Chaetomium globosum 46,57  14,39 ab Paecilomyces sp. 49,38  10,57 a Aspergillus sp. 44,23  14,25 ab Mortierella sp 38,41  8,94 bc Media Semai

Disterilkan 37,79  9,31 b

Tidak Disterilkan 48,16  12,37 a

2)

- rataan  simpangan baku

- angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

Pada pengamatan tinggi tanaman, perlakuan dengan cendawan endofit Paecilomyces sp. dan C. globosum berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman brokoli yakni masing-masing 21,58 cm dan 20,18 cm dibandingkan dengan kontrol yang lebih rendah yakni 16,97 cm dan tidak berbeda nyata dengan cendawan endofit Aspergillus sp. dan Mortierella sp. (Tabel 8). Perlakuan media semai berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, dimana perlakuan dengan media semai yang tidak disterilkan lebih tinggi dibandingkan dengan media semai yang disterilkan (Tabel 8).


(47)

Tabel 8 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap tinggi tanaman brokoli.

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)3)

Jenis Cendawan Endofit Kontrol

Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Aspergillus sp. Mortierella sp Media Semai

Disterilkan Tidak Disterilkan

16,97  1,94 b 20,18  1,97 a 21,58  1,94 a 17,76  1,94 b 17,99  0,86 b

18,05  2,11 b 20,22  2,18 a

3)

- rataan  simpangan baku

- angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

Perlakuan dengan cendawan endofit Paecilomyces sp., C. globosum dan Aspergillus sp. memberikan pengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman yakni masing-masing 21,58 cm; 20,18 cm dan 17,76 cm lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yakni 16,97 cm meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan cendawan endofit Mortierella sp. (Tabel 9). Perlakuan media semai yang disterilkan berpengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman tertinggi dibanding dengan media semai yang tidak disterilkan (Tabel 9).


(48)

Tabel 9 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap diameter batang tanaman brokoli.

Perlakuan Diameter Batang Tanaman (cm)4)

Jenis Cendawan Endofit Kontrol

Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Aspergillus sp. Mortierella sp Media Semai

Disterilkan Tidak Disterilkan

0,45  0,045 b 0,52  0,048 a 0,53  0,073 a 0,51  0,082 a 0,45  0,074 b

0,53  0,054 a 0,47  0,075 b

4)

- rataan  simpangan baku

- angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Cendawan Endofit asal Rumput, Teki dan tanah Perakaran Bambu

Ada enam jenis cendawan endofit yang digunakan dalam percobaan ini dimana merupakan hasil seleksi cendawan endofit terbaik dilihat dari kemampuan dalam menurunkan persentase kejadian dan indeks penyakit serta meningkatkan bobot basah tanaman. Cendawan endofit tersebut adalah 2 jenis dari isolat asal tanah perakaran bambu (Chaetomium globosum dan Paecilomyces sp.) dan 4 jenis dari isolat asal rumput dan teki (Fusarium oxysporum, F.solani, Nigrospora sp. dan Curvularia lunata).

Gejala pembengkakan akar yang disebabkan oleh patogen bervariasi terhadap berbagai perlakuan cendawan endofit asal rumput, teki dan tanah perakaran bambu (Gambar 6).


(49)

Gambar 6 Gambar gejala penyakit akar gada di akar pada perlakuan jenis dan cara inokulasi cendawan endofit. Inokulasi dengan penyiraman media (a) dan pelapisan benih (b). 1 (kontrol, tanpa inokulasi patogen atau endofit), 2 (inokulasi patogen tanpa inokulasi endofit), 3 (F. oxysporum), 4 (Paecilomyces sp.), 5 (F. solani), 6 (Nigrospora sp.), 7 (C. globosum), 8 (C. lunata)

Berdasarkan uji non parametrik Chi-Square diketahui bahwa secara umum perlakuan jenis cendawan endofit berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada (P=0,05). Indeks penyakit terendah yakni 0,69 terjadi pada perlakuan cendawan endofit C. globosum, sedangkan indeks penyakit tertinggi yakni 2,13 terjadi pada perlakuan kontrol (Gambar 7). Secara umum perlakuan cara inokulasi cendawan endofit tidak berbeda nyata terhadap indeks penyakit akar


(50)

gada, dimana perlakuan secara pelapisan benih indeks penyakit lebih rendah yakni 1,13 dibanding perlakuan penyiraman media (Gambar 7).

Gambar 7 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit dan perlakuan cara inokulasi cendawan endofit pada tanaman.

Perlakuan cendawan endofit berpengaruh nyata terhadap persentase kejadian penyakit, dimana cendawan endofit C. globosum, C. lunata dan F. oxysporum menurunkan secara nyata kejadian penyakit yakni masing-masing 59,38%; 65,63% dan 71,88% dibandingkan kontrol yang mencapai 100%. Perlakuan cara inokulasi cendawan endofit tidak berpengaruh nyata terhadap persentase kejadian penyakit, dimana perlakuan inokulasi dengan penyiraman media terendah dibandingkan perlakuan pelapisan benih (Tabel 10).

Cendawan Endofit

Inde

ks P

enya


(51)

Tabel 10 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap kejadian penyakit akar gada.

Perlakuan Kejadian Penyakit (%)1)

Jenis Cendawan Endofit Kontrol

Fusarium oxysporum F. solani

Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Cara inokulasi

Penyiraman media Pelapisan benih

100.00  0 a 71,88  20,86 bc 84,38  18,60 ab 81,25  25,88 ab 65,63  18,60 bc 59,38  18,60 c 93,75  11,57 a

78,57  23,29 a 80,36  20,81 a

1)

- rataan  simpangan baku

- angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

Bobot basah tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan cendawan endofit C. lunata yakni 52,98 g dibanding kontrol yakni 30,56 g dan berbeda nyata untuk semua perlakuan (Tabel 11). Sedangkan perlakuan cara inokulasi cendawan endofit pada tanaman tidak berbeda nyata antara perlakuan, meskipun cara inokulasi secara pelapisan benih memberikan bobot basah tanaman tertinggi (Tabel 11).


(52)

Tabel 11 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap bobot basah tajuk tanaman brokoli.

Perlakuan Bobot Basah Tajuk (g/tanaman)2)

Jenis Cendawan Endofit Kontrol

Fusarium oxysporum F. solani

Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Cara inokulasi

Penyiraman media Pelapisan benih

30,56  3,89 d 45,86  5,78 b 50,61  6,15 a 52,86  5,27 a 52,98  4,97 a 35,73  4,79 c 41,71  4,77 b

42,13  8,41 a 44,13  10,76 a

2)

- rataan  simpangan baku

- angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

Perlakuan cendawan endofit C. lunata memberikan pengaruh nyata tertinggi terhadap tinggi tanaman brokoli yakni 24,16 dibandingkan dengan kontrol yakni 18,32 cm (Tabel 12). Perlakuan cara inokulasi cendawan endofit berbeda nyata terhadap tinggi tanaman brokoli, dimana inokulasi dengan pelapisan benih menunjukan tinggi tanaman tertinggi dibanding inokulasi dengan penyiraman media (Tabel 12).


(53)

Tabel 12 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap tinggi tanaman brokoli.

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)3)

Jenis Cendawan Endofit Kontrol

Fusarium oxysporum F. solani

Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Cara inokulasi

Penyiraman media Pelapisan benih

18,32  1,17 d 20,42  0,32 c 21,97  0,71 b 24,15  1,15 a 24,16  0,68 a 21,89  0,74 b 21,95  0,59 b

21,18  0,69 b 22,19  0,87 a

3)

- rataan  simpangan baku

- angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

Perlakuan cendawan endofit C. lunata menunjukan pengaruh yang nyata lebih tinggi terhadap diameter batang yakni 0,66 cm dibanding kontrol yakni 0,47 cm. Sedangkan perlakuan cara inokulasi cendawan endofit tidak berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 13).


(54)

Tabel 13 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap diameter batang tanaman brokoli.

Perlakuan Diameter Batang Tanaman (cm)4)

Jenis Cendawan Endofit Kontrol

Fusarium oxysporum F. solani

Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Cara inokulasi

Penyiraman media Pelapisan benih

0,47  0,04 c 0,56  0,02 b 0,65  0,03 a 0,64  0,03 a 0,66  0,05 a 0,55  0,05 b 0,58  0,05 b

0,58  0,07 a 0,57  0,09 a

4)

- rataan  simpangan baku

- angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

Pengaruh perlakuan ini juga dapat diamati secara langsung pada pertumbuhan tanaman di lapangan, dimana perlakuan dengan cendawan endofit memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik dibanding kontrol baik tanaman yang diberi perlakuan inokulasi cendawan endofit dengan cara penyiraman media maupun pelapisan benih (Gambar 8 dan 9).


(55)

Gambar 8 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan cendawan endofit yang diinokulasi melalui cara penyiraman media. Kontrol + (inokulasi patogen), kontrol – (tanpa inokulasi patogen dan tanpa endofit)


(56)

Gambar 9 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan cendawan endofit yang diinokulasi dengan cara pelapisan benih. Kontrol + (inokulasi patogen), kontrol – (tanpa inokulasi patogen dan tanpa endofit)


(57)

Pembahasan

Eksplorasi dan Pengaruh Cendawan Endofit asal Rumput dan Teki dalam Menekan Penyakit Akar Gada

Hasil eksplorasi cendawan endofit pada rumput dan teki ditemukan tujuh isolat, dimana dua isolat cendawan endofit yang ditemukan pada ketiga jenis rumput yang diisolasi yaitu F. oxysporum dan Miselia merah steril. Cendawan endofit Monilia sp, F. oxysporum, Miselia merah steril dan Miselia gelap steril diisolasi dari teki Cyperus rotundus; F. oxysporum, F. solani dan Miselia merah steril diisolasi dari rumput Setaria laxa; dan F. oxysporum, Nigrospora sp., Curvularia lunata, dan Miselia merah steril berhasil diisolasi dari rumput Paspalum longifolium. Cendawan endofit Miselia merah steril dan gelap steril tidak membentuk spora atau konidia pada media PDA, Martin Agar dan S-Media. F. oxysporum dan Miselia merah steril dapat diisolasi dari ketiga jenis rumput, ini diduga bahwa kedua jenis cendawan ini memiliki inang yang sangat luas. Menurut Istikorini (2008), F. oxysporum dan F. solani dapat diisolasi dari dari akar, batang dan daun tanaman cabai dan teki. Keberadaan cendawan endofit sangat berlimpah dan beragam, serta dapat ditemukan pada seluruh famili tanaman, baik tanaman pertanian maupun rumput-rumputan (Faeth 2002).

Pengamatan infeksi akar tanaman oleh cendawan endofit F. oxysporum memperlihatkan infeksi akar yang sangat tinggi yakni 80% melalui re-isolasi dan 64% melalui pewarnaan akar. Dengan adanya pengamatan infeksi akar maka diduga bahwa cendawan tersebut bersifat endofit karena diduga bahwa cendawan tersebut dapat hidup dalam jaringan akar tanaman. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Clay (1988), bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan. Selanjutnya, Sinclair dan Cerkauskas (1996) mendefinisikan bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang berasosiasi dengan tanaman sehat dan tidak memperlihatkan gejala. Ini juga terlihat bahwa tanaman yang diinokulasi dengan cendawan yang diduga endofit tidak memperlihatkan gejala penyakit pada tanaman selama pesemaian. Carroll (1988) dan Clay (1988), mengatakan asosiasi yang terjadi antara cendawan endofit dengan tanaman inang bersifat mutualisme. Simbiosis mutualistik ini menyebabkan berkurangnya


(58)

kerusakan pada sel atau jaringan tanaman, meningkatkan kemampuan bertahan hidup dan fotosintetis sel jaringan yang terinfeksi oleh patogen tanah, dan dalam simbiotik ini juga membantu tanaman lebih toleran terhadap faktor biotik dan abiotik (Sinclair dan Cerkauskas 1996).

Inokulasi cendawan endofit asal rumput dan teki ke dalam tanah pesemaian berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada. Dalam hal ini inokulasi cendawan endofit C. lunata menghasilkan indeks penyakit yang paling rendah yakni 0,88 dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan cendawan endofit lainnya. Kejadian penyakit akar gada secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol, akan tetapi perlakuan cendawan endofit C. lunata dan Nigrospora sp. memberikan kejadian penyakit terendah yakni 68,75%, dan kejadian penyakit tertinggi terjadi pada kontrol yakni 100%. Cendawan endofit C. lunata juga memberikan bobot basah tajuk yang tertinggi yakni 33,56 g, tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yakni 28,98 g dan juga perlakuan lainnya.

Pada tanaman yang diperlakukan dengan cendawan endofit menghasilkan kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini juga diikuti dengan indeks penyakit yang lebih rendah pula sehingga dapat meningkatkan bobot basah tanamannya. Penekanan terhadap penyakit pada tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit diduga dapat terjadi karena terjadinya kolonisasi jaringan akar tanaman terlebih dahulu oleh cendawan endofit dibanding patogen, adanya mekanisme antibiosis. Cendawan endofit menghasilkan mikotoksin atau metabolit lainnya yang menyebabkan terjadinya perubahan fisiologi dan biokimia tanaman inang (Clay 1988). Salah satu toksin yang dihasilkan oleh cendawan endofit rumput-rumputan adalah alkaloid, yang mana juga dapat melindungi tanaman dari serangan herbivora (Sellose et al. 2004).

Cendawan endofit C. lunata memberikan kejadian penyakit terendah yakni 68,75%, dibandingkan perlakuan kontrol yakni 100% dan indeks penyakit yaitu 0,88 lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol yakni 2,88. Infeksi cendawan endofit C. lunata terhadap tanaman menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis tanaman yang mana dapat melindungi tanaman terhadap stres air atau kekeringan dan suhu yang tinggi. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sellose et


(59)

al. (2004), bahwa cendawan endofit C. lunata dapat menjadikan tanaman thermotoleran, yakni tanaman yang tidak diinokulasi dengan C. lunata pada suhu 40oC tanaman menjadi mati, sedangkan tanaman yang di inokulasi dengan C. lunata pada suhu 65oC tanaman masih bertahan hidup. Cendawan endofit Curvularia sp. secara morfologi mempunyai ciri-ciri koloni yang berwarna hitam dan cendawan endofit Nigrospora sp. warna koloninya putih keabu-abuan. Henson (2005), mengemukakan cendawan bermelanin sangat membantu tanaman untuk meningkatkan toleransi tanaman terhadap panas dan pada musim kemarau. Selanjutnya, konsentrasi melanin berkorelasi dengan osmolite trehalose.

Eksplorasi dan Pengaruh Cendawan Endofit asal Tanah Perakaran Bambu dalam Menekan Penyakit Akar Gada

Cendawan yang diisolasi dari tanah perakaran bambu ditemukan 13 isolat, lalu kemudian diseleksi dengan cara benih brokoli ditumbuhkan pada cawan petri yang berisi isolat murni cendawan yang telah diinkubasi selama 7-10 hari. Benih-benih yang menunjukan pertumbuhan yang baik kemudian dipilih untuk dilakukan uji dalam menekan perkembangan penyakit akar gada. Dari hasil seleksi diketahui ada 4 isolat yang diduga dapat berasosiasi dengan tanaman brokoli, hal ini ditandai dengan benih brokoli yang ditanam pada isolat tersebut dapat tumbuh dengan baik bahkan lebih baik dibanding kontrol yaitu benih ditanam pada media PDA steril (tanpa koloni cendawan). Sedangkan benih yang tidak dapat tumbuh dengan baik (benih tidak berkecambah, kecambah mati) dinyatakan tidak bersifat endofit pada tanaman brokoli dan tidak dapat digunakan untuk uji selanjutnya.

Keempat isolat cendawan yang hasil seleksi kemudian diuji lagi untuk mengetahui apakah cendawan itu dapat hidup dalam jaringan akar tanaman dengan tidak menimbulkan gejala, maka dilakukan pengamatan infeksi akar. Pengamatan infeksi akar tanaman oleh cendawan Paecilomyces sp. memperlihatkan infeksi akar yang sangat tinggi yakni 60% melalui re-isolasi dan terendah adalah 10% yang ditunjukan oleh cendawan Aspergillus sp. dan Mortierella sp. sedangkan berdasarkan pewarnaan akar frekuensi infeksi akar tertinggi yakni ditunjukan oleh tanaman yang diinokulasi dengan cendawan Chaetomium globosum yakni 79% dan terendah 49% pada tanaman yang


(1)

(2)

Lampiran 1 Gambar gejala penyakit akar gada di atas permukaan tanah. Tanaman sakit dengan gejala layu dan kerdil (b dan c), tanaman sehat (a dan d).

Lampiran 2 Gambar Jenis rumput & teki yang di gunakan dalam eksplorasi cendawan endofit. Paspalum longifolium (a), Setaria laxa (b), dan


(3)

Lampiran 3 Gambar cendawan endofit yang ditemukan pada rumput, teki dan tanah perakaran bambu. Koloni cendawan pada media PDA (a) dan morfologi cendawan secara mikroskopik yang diamati dibawah mikroskop binukuler pada pembesaran 40X (b).

Monilia sp. Fusarium solani Miselia gelap steril

Fusariumoxysporum


(4)

Curvularialunata

Aspergillus sp.

Mortierella sp.

Chaetomiumglobosum

Paecilomyces sp.

Lampiran 3 Gambar cendawan endofit yang ditemukan pada rumput & teki dan tanah perakaran bambu. Koloni cendawan pada media PDA (a) dan morfologi cendawan secara mikroskopik yang diamati dibawah mikroskop binukuler pada pembesaran 40X (b).


(5)

Lampiran 5 Pertumbuhan tanaman yang diinokulasi cendawan endofit dan cara aplikasinya. Penyiraman media (kiri) dan pelapisan benih (kanan)


(6)

Lampiran 4 Seleksi cendawan endofit pada perkecambahan benih brokoli. a) cendawan endofit (benih berkecambah) dan b) bukan endofit (benih tidak dapat berkecambah)