Studi Aspek Reproduksi Ikan Baung (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) Di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara

1
STUDI ASPEK REPRODUKSI IKAN BAUNG (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) DI SUNGAI BINGAI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI OLEH:
VINDY RILANI MANURUNG 090302003
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

2
STUDI ASPEK REPRODUKSI IKAN BAUNG (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) DI SUNGAI BINGAI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI OLEH : VINDY RILANI MANURUNG 090302003
Skripsi Sebagai Satu diantara beberapa Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

Judul
Nama Nim Program Studi

3

LEMBAR PENGESAHAN
: Studi Aspek Reproduksi Ikan Baung (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) Di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara.
: Vindy Rilani Manurung : 090302003 : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Ketua

Desrita, S.Pi, M.Si Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

ABSTRAK

4


VINDY RILANI MANURUNG: Studi Aspek Reproduksi Ikan Baung (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNASFI dan DESRITA.
Penelitian ini dilakukan di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara yang telah dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2013 di tiga titik lokasi yang berbeda dan menggunakan metode sensus. Jumlah ikan Baung (Mystus nemurus CV) yang didapatkan adalah 29 ekor terdiri dari 26 ekor ikan betina dan 3 ekor ikan jantan dengan nisbah kelamin tidak seimbang. Hasil persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy ikan baung dengan nilai panjang asimtotik (L∞) sebesar 383.25 mm, koefesien pertumbuhan ikan Baung betina dan gabungan bernilai sama yaitu 1.5, sedangkan koefisien pertumbuhan ikan Baung jantan yaitu 0.01. Persamaan hubungan panjang dan bobot ikan baung yaitu Lt= 383.25 (1-e01.5(t-0.13) untuk ikan betina dan gabungan, Lt= 383.25 (1-e-1.5(t-2.39)) untuk ikan jantan. Nilai faktor kondisi ikan baung betina dan jantan berkisar 0,0654-0,7994. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan baung ditemukan I-IV sedangkan pada ikan baung jantan hanya I-III. TKG IV ikan betina hanya ditemukan dengan jumlah 3 ekor ukuran panjang totalnya 325–400 mm. Indeks kematangan gonad ikan betina 0.017.33 % dan pada ikan jantan 0.01-0.26 %. Ukuran pertama kali matang gonad ikan betina yaitu 268 mm. Fekunditas ikan baung betina yaitu 18229- 44392 butir. Distribusi diameter telur ikan baung betina pada sebaran 0,38-2,05 mm. Kondisi fisika kimia perairan Sungai Bingai masih dapat mendukung kehidupan ikan baung. Memberikan rekomendasi pengelolaan perikanan ikan untuk keberlangsungan hidup ikan Baung (Mystus nemurus CV).
Kata kunci : Sungai Bingai, Reproduksi Ikan, Mystus nemurus C.V

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

ABSTRACT

5

VINDY RILANI MANURUNG: The Studied of Fish Reproduction Baung (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) in Bigai’s River Binjai City North Sumatera Province. Under direction of YUNASFI and DESRITA.
The researcher was conducted in the Bingai’s river at Binjai North Sumatera which was held in March to May 2013 at the three different locations points and using sensus metode. The total of baung’s fish (Mystus nemurus C.V) obtained was 29 tails consist of 26 females and 3 males with unbalanced sex ratio. The result of
growth equation von Bertalanffy baung’s fish with asymptotic length’s value (L∞) of 383.25 mm, the growth of coefficient female baung’s fish and community with same value that is 1.5, while the growth of coefficient male baung’s fish is 0.01. Equation relationship length and weight of baung’s fish is Lt = 383.25 (1-e-01.5(t-0.13) for female fish and community, Lt = 383.25 (1-e-1.5(t-2.39)) for male fish. Factor value of female
and male baung’s fish condition ranged from 0.0654 to 0.7994. Gonad maturity level of baung’s fish found I – IV, while male baung’s fish only I – III. TKG IV female fish only found with 3 tails in total of 325 – 400 mm. Female fish gonad maturation index 0.01 – 7.33 % and 0.01- 0.26 % in male fish. The first dimensions of female fish gonad mature is 268 mm. Fecundity of female baung’s fish 18229 to 44392 points. Distribution of baung’s fish eggs diameter distribute 0.38 to 2.05 mm in female. The influence of physical parameters water chemistry in Bingai’s river still support baung’s fish life. Recomandation provide of fish management is the protection of fish habitat for baung’s fish survival (Mystus nemurus C.V).
Keyword : Bingai’s river, Fish reproduction, Mystus nemurus C.V.

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

KATA PENGANTAR


6

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Studi Aspek Reproduksi Ikan Baung (Mystus nemurus CV) Di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara.” Skripsi ini disusun sebagai satu dari beberapa syarat memulai penelitian untuk mendapatkan gelar sarjana perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Desrita, S.Pi., M.Si., sebagai anggota komisi pembimbing,
Penulis juga berterimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si sebagai Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan yang telah membekali ilmu kepada penulis. Kedua Orang Tua Ayahanda Drs. Hotman Manurung M.Si dan Ibunda Hj.Siti Zariah Simanungkalit, kakak Andina Sari Manurung S.H dan adik Riki Rahmada Manurung yang telah memberikan dukungan berupa doa, dorongan semangat serta membiayai saya selama ini. Semua teman-teman seperjuangan khususnya kepada Putri Ananda Tarigan yang telah berjuang bersama. Serta sepupu saya Abang Izep dan nelayan Bapak Amri dan Bapak Rizal yang telah banyak membantu selama penelitian berlangsung.

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

7 Penulis berharap semoga skripsi ini nantinya dapat bermanfaat di masa yang akan datang bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, September 2013 Penulis
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

RIWAYAT HIDUP

8

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 31 Desember 1990. Anak dari pasangan Bapak Drs. Hotman manurung M.Si dan Ibu Hj. Siti Zariah Simanungkalit sebagai anak ke 2 dari 3 bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SD Budi Satrya Medan, tahun 2005 lulus dari SMP Wiyata Dharma Medan dan tahun 2008 lulus dari SMA Harapan 3 Medan. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulis pernah menjabat sebagai asisten Laboratorium Dasar Ilmu Perairan sampai tahun 2011, asisten Laboratorium Biologi Perairan sampai tahun 2012. Penulis pernah mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Budidaya Ikan di Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Binjai. Penulis pernah mengikuti seminar yaitu Seminar Nasional Tantangan Pembangunan Berkelanjutan Dan Perubahan Iklim Di Indonesia di Medan tahun 2012, serta penulis pernah mengikuti Diklat Dasar-Dasar Amdal Kerja Sama Kementrian Lingkungan Hidup di Universitas Sari Mutiara Indonesia di Medan tahun 2013.


8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

9

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK...........................................................................................

i

ABSTRACT.........................................................................................

ii

KATA PENGANTAR ........................................................................

iii


RIWAYAT HIDUP.............................................................................

iv

DAFTAR ISI .......................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................

vi

DAFTAR TABEL .............................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... viii

PENDAHULUAN ............................................................................... Latar belakang........................................................................... Perumusan Masalah .................................................................. Kerangka Pemikiran.................................................................. Tujuan Penelitian ...................................................................... Manfaat .....................................................................................

1 1 3 4 5 5


TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... Klasifikasidan Morfologi Ikan Baung ...................................... Distribusi Habitat ...................................................................... Pertumbuhan ............................................................................. Seksualitas Ikan......................................................................... Reproduksi ................................................................................ Perkembangan Gonad ............................................................... Fekunditas dan Diameter Telur................................................. Kualitas Air ...............................................................................

6 6 7 8 9 10 11 12 13

METODE PENELITIAN ................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian................................................... Alat dan Bahan.......................................................................... Metode Kerja............................................................................. Pengambilan Sampel................................................... Pengukuran Sampel di Laboratorium ......................... Analisis Data .............................................................................

15 15 15 17 17 18 19

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

10

Sebaran Frekuensi Panjang ......................................... Hubungan Panjang dan Bobot Ikan ............................ Pendugaan Parameter Pertumbuhan ........................... Nisbah Kelamin .......................................................... Tingkat Kematangan Gonad ....................................... Indeks Kematangan Gonad (IKG) ............................. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad.......................... Fekunditas dan Diameter Telur ..................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... Hasil .......................................................................................... Kondisi Perairan Sungai Bingai.................................. Hasil Tangkapan Ikan Baung (Mystus nemurus) ........ Pertumbuhan ............................................................................. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan ........................... Koefisien Pertumbuhan .............................................. Faktor Kondisi ............................................................ Reproduksi ............................................................................... Nisbah Kelamin ......................................................... Tingkat Kematangan Gonad ....................................... Indeks Kematangan Gonad (IKG) ............................. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad.......................... Fekunditas ................................................................... Diameter Telur ........................................................... Pembahasan............................................................................... Kondisi Perairan Sungai Bingai.................................. Suhu ............................................................................ Kecerahan.................................................................... Kedalaman .................................................................. Kecepatan Arus........................................................... Oksigen Terlarut ......................................................... pH............................................................................... Hasil Tangkapan ........................................................ Pertumbuhan ............................................................................ Hubungan Panjang dan Bobot Ikan ............................ Koefisien Pertumbuhan .............................................. Faktor Kondisi ............................................................ Reproduksi ............................................................................... Nisbah Kelamin ......................................................... Tingkat Kematangan Gonad ....................................... Indeks Kematangan Gonad (IKG) ............................. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad.......................... Fekunditas ................................................................... Diameter Telur ........................................................... Rekomendasi Pengelolaan Perikanan .......................................

19 20 22 23 24 25 25 26
27 27 27 27 28 28 29 30 30 30 31 33 34 34 35 36 36 36 36 37 38 39 39 41 44 44 45 46 46 46 47 50 51 51 52 53

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD


11

Perlindungan Habitat .................................................. Menetapkan Peraturan Pengelolaan Perikanan...........

53 54

KESIMPULAN ........................................................................ Kesimpulan ................................................................ Saran...........................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

55 55 55

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

DAFTAR GAMBAR

12

No


Teks

Halaman

1. Kerangka Pemikiran ........................................................................

4

2. Ikan Baung (Mystus nemurus) ..........................................................

6

3. Tahapan Penelitian ..........................................................................

16

4. Lokasi Penelitian .............................................................................

18


5. Jumlah Ikan Yang Tertangkap Berdasarkan Lokasi Pengamatan ...

28

6. Kurva Pertumbuhan..........................................................................

29

7. Nisbah Kelamin ...............................................................................

30

8. Indeks Kematangan Gonad Ikan Baung betina (Mystus nemurus) .

33

9. Indeks Kematangan Gonad Ikan Baung jantan (Mystus nemurus) .

34


10. Sebaran Diameter Telur Ikan Baung (Mystus nemurus) ................

35

11. Distribusi ukuran ikan Baung Mystus nemurus berdasarkan periode Pengamatan.....................................................................................

42

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

DAFTAR TABEL

13

No Teks Halaman

1. Tahapan Kematangan Gonad Ikan ...................................................

24


2. Kisaran Nilai Rata-Rata Parameter Kualitas Air di lokasi penelitian ..........................................................................................................

27

3. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Baung (Mystus nemurus) ........

28

4. Parameter Pertumbuhan K, L∞, dan t0 ikan Baung (Mystus nemurus) .

29

5. Nilai Faktor Kondisi Ikan Baung (Mystus nemurus) jantan dan betina ................................................................................................

30

6. Tahapan Kematangan Gonad Ikan (Mystus nemurus) di Sungai Bingai ...............................................................................................

32

7. Jumlah Ikan Baung (Mystus nemurus) Dengan Tingkat Kematangan Gonad................................................................................................

33

8. Fekunditas Telur Ikan Baung (Mystus nemurus) Berdasarkan Ukuruan Tubuh .................................................................................

35

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

DAFTAR LAMPIRAN

14

No

Teks

Halaman

1. Data Fisika Kimia Perairan .............................................................

60

2. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Baung (Mystus nemurus) ......

60

3. Nisbah Kelamin Ikan Baung (Mystus nemurus) Betina dan Jantan TKG III Dan IV ...............................................................................

61

4. Jumlah ikan berdasarkan TKG dan Lokasi Pengamatan .................

61

5. Data ikan baung (Mystus nemurus) berdasarkan stasiun pengamatan

..........................................................................................................

62

6. Perhitungan Pertama Kali Ikan (Mystus nemurus) Baung Matang

Gonad ...............................................................................................

63

7. Sebaran Frekwensi Diameter Telur Ikan Baung (Mystus nemurus)

TKG III dan IV ................................................................................

63

8. Foto Lokasi ....................................................................................

64

9. Foto Sampel ...............................................................................

65

10. Foto Alat ........................................................................................

68

11. Foto Kegiatan Penelitian .............................................................

69

12. Foto Kegiatan di Sungai Bingai ....................................................

70

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

ABSTRAK

4

VINDY RILANI MANURUNG: Studi Aspek Reproduksi Ikan Baung (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNASFI dan DESRITA.
Penelitian ini dilakukan di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara yang telah dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2013 di tiga titik lokasi yang berbeda dan menggunakan metode sensus. Jumlah ikan Baung (Mystus nemurus CV) yang didapatkan adalah 29 ekor terdiri dari 26 ekor ikan betina dan 3 ekor ikan jantan dengan nisbah kelamin tidak seimbang. Hasil persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy ikan baung dengan nilai panjang asimtotik (L∞) sebesar 383.25 mm, koefesien pertumbuhan ikan Baung betina dan gabungan bernilai sama yaitu 1.5, sedangkan koefisien pertumbuhan ikan Baung jantan yaitu 0.01. Persamaan hubungan panjang dan bobot ikan baung yaitu Lt= 383.25 (1-e01.5(t-0.13) untuk ikan betina dan gabungan, Lt= 383.25 (1-e-1.5(t-2.39)) untuk ikan jantan. Nilai faktor kondisi ikan baung betina dan jantan berkisar 0,0654-0,7994. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan baung ditemukan I-IV sedangkan pada ikan baung jantan hanya I-III. TKG IV ikan betina hanya ditemukan dengan jumlah 3 ekor ukuran panjang totalnya 325–400 mm. Indeks kematangan gonad ikan betina 0.017.33 % dan pada ikan jantan 0.01-0.26 %. Ukuran pertama kali matang gonad ikan betina yaitu 268 mm. Fekunditas ikan baung betina yaitu 18229- 44392 butir. Distribusi diameter telur ikan baung betina pada sebaran 0,38-2,05 mm. Kondisi fisika kimia perairan Sungai Bingai masih dapat mendukung kehidupan ikan baung. Memberikan rekomendasi pengelolaan perikanan ikan untuk keberlangsungan hidup ikan Baung (Mystus nemurus CV).
Kata kunci : Sungai Bingai, Reproduksi Ikan, Mystus nemurus C.V

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

ABSTRACT

5

VINDY RILANI MANURUNG: The Studied of Fish Reproduction Baung (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) in Bigai’s River Binjai City North Sumatera Province. Under direction of YUNASFI and DESRITA.
The researcher was conducted in the Bingai’s river at Binjai North Sumatera which was held in March to May 2013 at the three different locations points and using sensus metode. The total of baung’s fish (Mystus nemurus C.V) obtained was 29 tails consist of 26 females and 3 males with unbalanced sex ratio. The result of
growth equation von Bertalanffy baung’s fish with asymptotic length’s value (L∞) of 383.25 mm, the growth of coefficient female baung’s fish and community with same value that is 1.5, while the growth of coefficient male baung’s fish is 0.01. Equation relationship length and weight of baung’s fish is Lt = 383.25 (1-e-01.5(t-0.13) for female fish and community, Lt = 383.25 (1-e-1.5(t-2.39)) for male fish. Factor value of female
and male baung’s fish condition ranged from 0.0654 to 0.7994. Gonad maturity level of baung’s fish found I – IV, while male baung’s fish only I – III. TKG IV female fish only found with 3 tails in total of 325 – 400 mm. Female fish gonad maturation index 0.01 – 7.33 % and 0.01- 0.26 % in male fish. The first dimensions of female fish gonad mature is 268 mm. Fecundity of female baung’s fish 18229 to 44392 points. Distribution of baung’s fish eggs diameter distribute 0.38 to 2.05 mm in female. The influence of physical parameters water chemistry in Bingai’s river still support baung’s fish life. Recomandation provide of fish management is the protection of fish habitat for baung’s fish survival (Mystus nemurus C.V).
Keyword : Bingai’s river, Fish reproduction, Mystus nemurus C.V.

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

PENDAHULUAN

15

Latar Belakang Menurut Bantek Pelaksanaan Penataan Ruang Kota Binjai (2008) Kota
Binjai merupakan salah satu Kota dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara. Letaknya 22 km di sebelah barat ibukota Provinsi Sumatera Utara, Medan. Secara geografis, Kota Binjai terletak pada titik koordinat 030 03’40’’ - 030 40’02’’ LU dan 980 27’03’’ - 980 39’32’’ BT, dengan ketinggian rata-rata 28 meter di atas permukaan laut. Luasnya 90,23 km2, dengan topografinya cenderung datar serta kemiringan lahan 015%.
Kota Binjai dilintasi 3 sungai besar yaitu Sungai Bingai, Sungai Mencirim dan Sungai Bangkatan. Berdasarkan kontur peta aliran sungai, Sungai Bingai mengalir dengan kemiringan 8 % tetapi menurun dari selatan ke utara. Sehingga Sungai Bingai memiliki panjang 15 km, luas 150 km2 di area Binjai Utara.
Sungai Bingai mengalir dibeberapa kabupaten dan kota diantaranya daerah hulu Kecamatan Kutalimbau, Kecamatan Namoukur, Kabupaten Deli Serdang kearah hilir antara lain Kota Binjai dan Kecamatan Selesai Kabupaten Deli Serdang (Rusli, 2011). Seperti sungai pada umumnya, Sungai Bingai memiliki beberapa jenis ikan yang khas antara lain ikan jurung (Tor tambroides), ikan lemeduk (Puntius javanicus) dan ikan baung (Mystus nemurus CV), jenis ikan tersebut di ketahui berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Binjai dan informasi dari beberapa nelayan.

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

16
Namun seiring berjalannya waktu, beberapa ikan tersebut semakin menurun populasinya. Salah satu spesies ikan yang khas di Sungai Bingai yaitu ikan baung (Mystus nemurus CV) yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Menurut Hendri (2010) dalam beberapa tahun terakhir, ikan Baung menjadi perhatian para peneliti dan dimasa mendatang diharapkan menjadi salah satu komoditi yang berkontribusi untuk meningkatkan produksi akuakultur. Namun aktivitas penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat secara terus-menerus dan mulai terganggunya habitat hidup menyebabkan ikan ini sudah jarang ditemui dipasaran dan hasil tangkapan cenderung menurun.
Tingginya tingkat pemanfaatan ikan dari perairan umum dikhawatirkan akan menyebabkan kepunahan populasi. Beberapa ikan genus Mystus di India terancam keberadaannya sebagai akibat eksploitasi berlebih, polusi pestisida di perairan, penyakit, pemasukan ikan eksotik yang tidak terkontrol, industrialisasi yang mengganggu habitat dan pemanfaatan air secara berlebihan (Pramono dan Marnani, 2009).
Sebagian besar jenis ikan yang ditemukan di sungai-sungai di Indonesia membentuk komunitas yang beraneka ragam dan tingkat persaingannya tinggi karena terbatasnya sumberdaya, oleh karena itu komunitas ikan ini barangkali menggunakan sumberdaya yang tidak efisien. Tercatat 272 jenis ikan air tawar dan 30 jenis diantaranya termasuk ikan Sumatra endemik. Untuk memungkinkan hal tersebut dari jenis yang berbeda akan dikembangkan spesialisasi tertentu sehingga mereka peka terhadap perubahan lingkungan misalnya penggundulan hutan, penangkapan yang berlebihan, pemakaian racun secara berulang-ulang dapat
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

17
mematikan ikan dan biota air lainnya yang merupakan populasi utama (Kottelat dan Anthony, 1993).
Upaya pelestarian keberadaan ikan ini merupakan hal penting, dimana keberadaan populasi ikan yang semakin menurun perlu dilakukan pengelolaan untuk melestarikan ikan. Dengan adanya informasi tentang aspek reproduksi ikan Baung (Mystus nemurus) diharapkan pengendalian dalam penangkapan dapat dilakukan agar terhindar dari kepunahan serta masyarakat dapat memanfaatkan ikan tersebut secara berkelanjutan.
Perumusan Masalah Ikan baung (Mystus nemurus CV) salah satu ikan khas yang ada di Sungai
Bingai merupakan ikan yang bernilai ekonomis yang semakin menurun populasinya. Penurunan produksi ikan ini telah dirasakan oleh masyarakat terutama masyarakat yang mempunyai mata pencaharian dari penangkapan ikan di sungai. Beberapa sumber dari masyarakat Kota Binjai, di peroleh informasi bahwa terjadi penurunan tangkapan ikan baung setiap tahunnya. Dugaan menurunnya populasi ikan-ikan ini dikarenakan tingginya permintaan ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga meningkatnya upaya penangkapan. Selain itu, penurunan populasi ikan dapat juga disebabkan oleh perubahan beberapa parameter kualitas air di kawasan aliran Sungai Bingai oleh limbah yang memenuhi badan sungai sehingga menyebabkan terganggunya habitat ikan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

18
1. Bagaimana aspek reproduksi (Koefisien pertumbuhan, Hubungan panjang bobot, Faktor kondisi, Ukuran pertama kali matang gonad, Nisbah kelamin, IKG, TKG, Fekunditas dan Diameter telur) ikan Baung (Mystus nemurus CV) di Sungai Bingai ?
2. Bagaimana pengaruh parameter fisika kimia perairan terhadap habitat ikan baung (Mystus nemurus CV) di Sungai Bingai ?
3. Bagaimana aspek pengelolaan ikan baung (Mystus nemurus CV) di Sungai Bingai ?
Kerangka Pemikiran Habitat ikan bergantung pada kualitas lingkungan perairan, dalam kondisi ini
dilakukannya pengukuran parameter fisika kimia air untuk melihat kondisi lingkungan habitat ikan tersebut. Adanya perubahan kondisi lingkungan habitat ikan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi ikan. Dari sinilah dilakukannya penelitian mengenai aspek reproduksi ikan dengan pengambilan beberapa sampel ikan yang ditangkap untuk diteliti. Selanjutnya kerangka pemikiran dapat dilihat pada (Gambar 1).
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

19

Habitat ikan Baung

Pengukuran parameter fisika kimia air

Sampel Ikan Baung

P ert umbuh an

P en guk uran Panjang Bobot
Ikan

Aspek P en gelo laan
Kawasan

Reproduksi

P embedah an Ikan baung

Gonad Ikan Baung

Gambar 1. Kerangka pemikiran

Tujuan Penelitian 1. Mengetahui aspek reproduksi (Koefisien pertumbuhan, Hubungan panjang
bobot, Faktor kondisi, Ukuran pertama kali matang gonad, Nisbah kelamin, IKG, TKG, Fekunditas dan Diameter telur) ikan Baung (Mystus nemurus CV) di Sungai Bingai 2. Mengetahui pengaruh parameter fisika kimia perairan terhadap habitat ikan Baung (Mystus nemurus CV) di Sungai Bingai 3. Mengetahui pengelolaan ikan baung (Mystus nemurus CV) di Sungai Bingai

Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat memberikan informasi dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan, khususnya ikan Baung (Mystus nemurus CV) di Sungai Bingai mengenai aspek biologi reproduksi ikan sehingga dapat dijadikan dasar pengelolaan ikan tanpa merusak kelestariannya di alam.

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

TINJAUAN PUSTAKA

20

Klasifikasi dan Morfologis Ikan Baung Menurut Kottelat dan Whitten (1993) Ikan Baung termasuk Filum Chordata,
Kelas Pisces Sub kelas Teleostei, Ordo Ostariophysi, Sub ordo Siluridea, Family Bagridae, Genus Mystus, Spesies Mystus nemurus C.V. Ikan baung mempunyai bentuk badan memanjang, dengan perbandingan antara panjang badan dan tinggi badan 4 : 1. Baung juga berbadan bulat dengan perbandingan tinggi badan dan lebar badan 1 : 1. Keadaan itu bisa dibilang badan baung itu bulat. Punggungnya tinggi pada awal, kemudian merendah sampai di bagian ekor (Rukmini, 2012).

Gambar 2. Ikan Baung (Mystus nemurus) Ciri-ciri umum dari ikan Baung (Mystus nemurus) adalah kepala ikan kasar, sirip lemak dipunggung sama panjang dengan sirip dubur, pinggiran ruang mata bebas, bibir tidak bergerigi yang dapat digerakkan, daun-daun insang terpisah. Langit-langit bergerigi, lubang hidung berjauhan, yang dibelakang dengan satu sungut hidung. Sirip punggung berjari-jari keras tajam. Ikan ini tidak bersisik,
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

21
mulutnya tidak dapat disembulkan, biasanya tulang rahang atas bergerigi, 1-4 pasang sungut dan umumnya berupa sirip tambahan (Sukendi, 2010) dapat dilihat pada (Gambar 2).
Bagridae merupakan ikan berkumis yang terdapat di Eropa dan Asia. Ciri khusus dari ikan famili ini tidak mempunyai sirip lemak, tidak mempunyai duri pada sirip punggung dan sirip duburnya sangat panjang. Hidup di lapisan bawah sungaisungai dan danau-danau dan memakan ikan-ikan yang lebih kecil (Fithra dan Siregar, 2010).
Ikan baung mempunyai empat pasang sungut peraba yang terletak disudut rahang atas. Sepasang dari sungut peraba sangat panjang sekali dan mencapai sirip dubur. Sirip punggung mempunyai dua buah jari-jari keras, satu diantaranya keras dan meruncing menjadi patil. Kepala besar dengan warna tubuh abu-abu kehitaman, dengan punggung gelap, tapi perut lebih cerah. Badan ikan baung tidak bersisik, bewarna coklat kehijauan dengan pita tipis memanjang jelas di tutup insang hingga pangkal ekor, panjang totalnya lima kali tingginya, sekitar 3-3,5 panjang kepala, serta mempunyai panjang maksimal 350 mm (Rukmini, 2012).
Distribusi habitat Secara umum ikan baung terdistribusi di beberapa daerah atau negara yaitu :
Asia : Mekong, Chao Phraya dan Xe Bangfai basins, juga dari Malay Peninsula, Sumatera, Java dan Borneo (Sukendi, 2010). Menurut Ediwarman (2006) ikan Baung (Mystus nemurus) merupakan ikan perairan umum yang mempunyai nilai
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

22
ekonomis penting, yang banyak dijumpai di perairan Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Ikan baung banyak hidup di perairan tawar, daerah yang paling disukai adalah perairan yang tenang, bukan air yang deras. Karena itu, ikan baung banyak ditemukan di rawa-rawa, danau-danau, waduk dan perairan yang tenang lainya. Di Sumatera, ikan baung banyak ditemukan di Danau Toba, tetapi populasinya terus berkurang, karena adanya penangkapan yang tidak selektif. Selain itu ikan baung juga sering ditemukan di sungai-sungai, tentu saja sungai yang berarusnya lambat (Rukmini, 2012).
Pertumbuhan Lebar badan ikan baung lima kali lebih pendek dari panjang standar. Karena
pertumbuhan ikan baung adalah allometrik, yakni pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang badan. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, pertumbuhan ikan baung jantan berpola isometrik dimana pertambahan berat sebanding dengan pertambahan panjang badan (Kordi, 2009).
Pola pertumbuhan ikan baung adalah allometrik (b > 3). Pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang badan. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, pertumbuhan ikan baung jantan berpola isometrik (b = 3), dimana pertambahan berat sebanding dengan pertambahan panjang badan. Ukuran ikan baung berhubungan dengan agresifitasnya dalam mencari makan dan kematangan gonad. Karena harga b diatas 3, maka pertumbuhan berat ikan baung cenderung lebih cepat daripada pertumbuhan panjang badan. Dengan demikian, faktor makanan
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

23
memegang peranan yang sangat penting, semakin banyak mendapat makanan, maka pertumbuhan beratnya semakin tinggi. Karena itu, ikan baung yang berukuran besar cenderung lebih agresif mencari makan sehingga pertumbuhannya berpola allometrik. Pada waktu musim memijah, pola pertumbuhan ikan betina biasanya berbeda dengan ikan baung jantan (Effendie, 1997).
Hubungan panjang dan bobot ini mempunyai beberapa manfaat, yaitu menduga bobot ikan dari panjang untuk individu ikan atau untuk kelas panjang ikan, menduga biomassa ikan jika sebaran frekuensi panjang diketahui, dan mengubah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy dalan panjang menjadi pertumbuhan dalam bobot. Indeks membandingkan bobot ikan teramati dengan bobot ikan terhitung dari hubungan panjang bobot, oleh karena itu disebut faktor kondisi relative (Kn). Kn = W/W* atau Kn = W/(aLb), dimana W merupakan bobot tubuh tertimbang, dan W* bobot tubuh terhitung dari persamaan hubungan panjang bobot (Raharjo dkk, 2011).
Seksualitas ikan Jenis kelamin ikan diketahui dengan melihat tanda seksual primer (gonad)
dan sekunder seperti warna tubuh dan keadaan siripnya (Nasution, 2011). Sifat seksual primer pada ikan ditandai dengan adanya organ yang secara langsung berhubungan dengan reproduksi, yaitu ovarium dan pembuluhnya pada ikan betina, dan pada ikan jantan testis dengan pembuluhnya. Tanpa melihat tanda-tanda lain pada ikan, kiranya akan sukar untuk mengetahui organ seksual primernya. Dengan demikian kita tidak dapat membedakan ikan jantan dengan ikan betina. Satu cara yang terbaik untuk mengetahui hal tersebut dengan mengadakan seleksi (Effendie,
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

24
1997). Menurut Haryono (2006) ciri kelamin sekunder berguna untuk membedakan jenis kelamin jantan dan betina secara morfologis tanpa harus melakukan pembedahan terhadap organ reproduksinya.
Reproduksi Selama proses reproduksi, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada
perkembangan gonad. Hal ini menyebabkan terdapatnya perubahan dalam gonad itu sendiri. Umumnya pertambahan dalam gonad ikan betina 10-25% dan pada ikan jantan 5-10% dari bobot tubuh. Pengetahuan tentang perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan atau tidak melakukan reproduksi. Pengetahuan tentang kematangan gonad juga didapatkan keterangan bilamana ikan akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Ukuran ikan pada saat pertama kali gonadnya masak, ada hubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Tang dan Affandi, 2001).
Ikan baung, sebagaimana ikan-ikan yang hidup di perairan umum air tawar memijah pada awal musim hujan. Hal ini merupakan fenomena umum karena saat musim hujan, kawasan (daerah) yang kering pada musim kemarau akan ditumbuhi rerumputan dan tergenang air. Di kawasan demikian, banyak terdapat makanan dan cukup terlindungi bagi ikan untuk melakukan pemijahan. Alawi dkk (1992) dalam Kordi (2009) melaporkan bahwa ikan baung di perairan Sungai Kampar (Riau) memijah pada sekitar bulan Oktober sampai Desember.
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

25
Perkembangan Gonad Indeks kematangan gonad merupakan suatu indeks kuantitatif yang
menunjukkan suatu kondisi kematangan seksual ikan. Pada umumnya semakin panjang tubuh ikan, maka semakin besar pula nilai indeks kematangan gonad yang diperoleh sehingga ovarium yang lebih matang memiliki bobot dan ukuran lebih besar termasuk penambahan dari ukuran telur (Zamroni dkk, 2008).
Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi ialah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak dibandingkan dari pada ikan jantan karena perkembangan diameter telur yang terdapat dalam gonad lebih mudah dilihat dari pada sperma yang terdapat di testis (Effendie, 1997). Semakin berat tubuh ikan akan linear dengan tingkat kematangan gonad (TKG) dan nilai indeks gonad somatik (Azrita dkk, 2010).
Perkembangan gonad pada ikan secara garis besar di bagi atas 2 tahap perkembangan utama, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai tingkat dewasa kelamin dan tahap pematangan produk seksual. Tahap pertumbuhan berlangsung sejak ikan menetas hingga mencapai dewasa kelamin, sedangkan tahap pematangan berlangsung setelah ikan dewasa. Tahap pematangan akan terus berlangsung dan berkesinambungan selama fungsi reproduksi ikan berjalan normal (Ediwarman 2010).
Ikan baung mulai mengalami perkembangan gonad ketika berukuran 200 mm dengan berat 90 g sehingga pada ukuran berat 100 g, ikan baung sudah mencapai tingkat kematangan gonad. Sedangkan ikan baung yag hidup di Danau Sipin dan
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

26
Kenali mulai matang gonad pada ukuran panjang 205 mm dengan berat 675 g. Informasi lain disebutkan pada ikan baung betina dan ikan baung jantan mulai matang gonad pada ukuran panjang 215 mm dengan bobot 5 g (Kordi, 2009).
Ikan baung di Waduk Juanda dengan tingkat kematangan gonad IV ditemukan pada bulan Oktober – Maret sehingga anaknya baru didapatkan pada bulan Januari hingga Maret dengan ukuran panjang total 3,5 – 9,5 cm dan bobot 0,33 – 6,46 g. Apabila pengamatan gonad dilakukan dengan cara pembedahan, gonad ikan baung terdapat di perut bagian dorsal intestine. Namun, pemerikasaan gonad ikan baung dengan cara ini harus dilakukan pada ikan yang telah mencapai ukuran berat 90 g dan panjang sekitar 20 cm (Tang 2000).
Fekunditas dan Diameter Telur Suryanti (2008) menyatakan fekunditas terbesar 38220 butir dijumpai pada
ikan Baceman (Mystus nigriceps ) dengan berat 786 g panjang 415 mm, fekunditas ikan Baceman (Mystus nigriceps ) berkisar antara 7850-38220 butir, pada fekunditas diameter telur antara 170-2052 µm. Semakin besar ukuran tubuh ikan maka semakin besar fekunditas dan diameter telurnya. Ukuran diameter bervariasi menunjukkan bahwa ikan baceman melakukan pemijahan secara bertahap, tipe pemijahannya partial spawner dimana telur yang terkandung di dalam ovarium tidak masak secara bersamaan dan dikeluarkan secara bertahap.
Menurut Said (2008) Hubungan panjang berat ikan dengan fekunditas dapat mengambarkan bahwa bila fekunditas ikan akan bertambah sebanyak 31.33 kali dengan bertambahnya panjang total sebesar 1 cm atau akan naik sebesar 3.16 dengan
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

27
bertambahnya setiap gram bobot total ikan. Hal ini juga didukung oleh kondisi habitat yaitu kualitas air dan ketersediaan pakan serta intensitas penangkapan.
Kualitas Air Perubahan keadaan lingkungan suatu daerah akan sangat berpengaruh terhadap organisme yang hidup disana. Bila karena sesuatu dan lain hal, keadaan lingkungan suatu daerah berubah menjadi ekstrim bagi kehidupan suatu spesies yang hidup di sana, maka organisme tersebut terpaksa bermigrasi ke daerah lain atau mati. Sebaliknya, bila perubahan faktor lingkungan suatu daerah berubah dan sangat optimal bagi suatu jenis organisme yang dulunya disana kepadatannya rendah maka akan menyebabkan kepadatannya meningkat. Faktor abiotik yang merupakan faktor pembatas dapat hidupnya suatu organisme di suatu habitat adalah faktor fisika dan kimia antara lain: suhu, cahaya, pH, oksigen, nutrien didalamnya dan kecepatan arus. Segala faktor fisika dan kimia dari habitat bersama-sama menentukan dapat atau tidaknya hidup dan berkembang biaknya suatu jenis organisme di habitat itu. Bila ada satu faktor saja yang tidak cocok bagi kehidupan organisme disuatu habitat, maka organisme itu tidak akan dapat hidup di habitat itu (Suin, 2003). Suatu dampak yang merugikan bagi satu jenis mungkin akan menghambat usaha perlindungan utama bagi jenis lainnya. Berbagai limbah organik dengan kebutuhan oksigen tinggi akan mengurangi konsentrasi oksigen di dalam air sampai melampaui batas minimum kebutuhan oksigen bagi jenis-jenis lainnya. Beberapa ikan dapat bertahan hidup bahkan di perairan yang tercemar tetapi kebanyakan merupakan ikan-ikan yang paling toleran dan tidak suka disukai di antara semua ikan
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

28
yang hidup di suatu sistem perairan. Dengan kata lain keanekaragaman jenis mungkin akan berkurang (Kottelat dan Anthony, 1993).
Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya (Effendi, 2003). Faktor lingkungan mempengaruhi daur reproduksi ikan antara lain suhu, intensitas cahaya, oksigen terlarut, CO2, pH. Diantara faktor lingkungan tersebut yang paling berpengaruh terhadap perkembangan gonad ikan adalah suhu, selain itu periode cahaya dan musim (Tang dan Affandi, 2001). Menurut Suin (2003) faktor suhu dapat berpengaruh terhadap reproduksi yaitu reproduksi suatu spesies dapat ditingkatkan atau dihambat oleh cuaca. Cuaca yang tidak menyenangkan dapat mengurangi ukuran populasi sedangkan meledaknya populasi dapat terjadi karena reproduksi yang tinggi akibat cuaca yang cocok. Menurut Effendi (2003) sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 78,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah.
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

METODE PENELITIAN

29

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2013 di Sungai
Bingai Kecamatan Binjai Kota Provinsi Sumatera Utara. Analisis sampel ikan dan parameter kualitas air dilakukan di Laboratorium Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BTKL PP) Kelas 1 Medan
Alat dan Bahan Pemakaian alat dilakukan untuk pengambilan sampel ikan dan pengukuran
parameter fisika kimia perairan di lokasi penelitian dan laboratorium. Proses pengambilan sampel ikan, pengukuran suhu, DO, kecerahan, kecepatan arus dan pH dilakukan langsung di lokasi penelitian, sedangkan pengamatan ikan dikerjakan di laboratorium.
Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian di lapangan dan laboratorium adalah jala ukuran (mesh size 2 inchi diameter tebar 4 meter), penggaris, isolatip, cool box, meteran, toples, plastik, kertas label, Cawan Petri, timbangan analitik (0,0001 g), kertas millimeter blok (ketelitian 1 mm), botol film, satu set alat bedah, mikroskop cahaya perbesaran 4x/0.10, object glass dan cover glass.

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

30
Alat untuk mengukur parameter kualitas air berupa secchi disk, termometer digital, DO meter, botol duga dan pH meter. Sedangkan bahan yang digunakan adalah es dan alkohol 95 %.

Habitat ikan Baung

Lingkungan

P en guk uran fisika kimia air

Suhu, kedalaman, kecerahan, kecepatan arus
pH, DO

Pertumbuhan
Sampel Ikan Baung
Rep roduksi

Perngukuran p anjang bobot
Pembedahan

Faktor kondisi
Koefisien p ert umbuhan
Pola p ert umbuhan

Gonad

Jenis kelamin, IKG dan T KG
Fekunditas Diameter telur dan jumlahnya

Aspek P en gelo laan
Kawasan

Gambar 3. Tahapan Penelitian

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

31

Metode Kerja

Pengambilan sampel

Sampel ikan diambil di Sungai Bingai yang akan dibagi menjadi 3 stasiun

pengambilan sampel ikan menggunakan metode sensus yaitu ikan yang tertangkapa

akan diambil semuanya dan pengukuran fisika kimia perairan. Pengambilan sampel

Ikan dilakukan 2 kali dalam sebulan selama 3 bulan, ikan diambil pada masing-

masing stasiun dengan menggunakan alat tangkap jala ukuran (mesh size 2 inchi

diameter tebar 4 meter) semua ikan yang tertangkap akan diambil, lalu sampel ikan

diletakkan pada cool box yang berisi es kemudian diawetkan menggunakan alkohol

90 %.

Sama halnya dengan sampel ikan pengukuran fisika kimia perairan akan

dilakukan selama 3 bulan, parameter fisika kimia perairan yang akan diukur berupa

pengukuran suhu yang menggunakan termometer digital, kecerahan diukur dengan

menggunakan secchi disk, kecepatan arus diukur dengan botol duga kemudian

dihitung menggunakan Stopwatch , kedalaman diukur menggunakan bambu

kemudian meteran, pH diukur langsung menggunakan pH meter dan DO (Dissolved

Oxygen) menggunakan DO meter. Selanjutnya Tahapan Penelitian dapat dilihat

pada Gambar 3. Daerah pengambilan sampel dibagi menjadi beberapa stasiun

meliputi:

Stasiun I

: Perairan Sungai Bingai terletak pada koordinat 30 36’ 35,6 ” E 0980 29’ 29,9”. Daerah aliran sungai ini didekat Pasar Tradisional Taviv,

pemukiman penduduk, dan keramba jarak Stasiun I dengan Stasiun II

sekitar 58 Km.

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

32 Stasiun II : Perairan Sungai Bingai terletak pada koordinat 30 37’ 01,7” E 0980 29’
29,9”. Daerah aliran sungai ini berdekatan dengan kebun sawit, aktivitas pengerukan pasir dan pertemuan sungai Bingai dengan sungai Mencirim, jarak Stasiun II dan III sekitar 38 Km. Stasiun III : Perairan Sungai Bingai terletak pada koordinat 30 37’ 13 . 4” E 0980 29’ 29,9”. Daerah aliran sungai ini lebih dekat dengan ladang, didekat reruntuhan jembatan. Gambar Lokasi pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini.
Gambar 4. Lokasi Penelitian Pengukuran sampel ikan di Laboratorium
Ikan diukur panjang baku dan panjang totalnya terlebih dahulu, kemudian ikan ditimbang berat tubuhnya dengan menggunakan timbangan serta diberi label
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

33
dan nomor urut pengambilan sampel. Kemudian ikan dibedah dengan menggunakan alat set bedah untuk mengambil gonadnya dan menentukan jenis kelamin serta tingkat kematangan gonadnya. Gonad yang telah diambil kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik (0,0001 g) dan dibandingkan dengan berat ikan awal untuk ditentukan IKG (Indeks Kematangan Gonad).
Untuk menghitung fekunditas dan diameter telur, gonad ikan yang memiliki TKG III dan IV diawetkan menggunakan alkohol 90%, kemudian gonad tersebut diambil telur contoh dari beberapa bagian yaitu posterior, anterior dan tengah gonad, lalu timbang telur contoh tersebut. Setelah itu telur contoh diencerkan kedalam 10 ml air, sebanyak 1 ml pengenceran diambil menggunakan pipet tetes lalu hitung jumlah telurnya. Untuk mengukur diameter telur, telur di susun di objek glass satu per satu lalu menggunakan mikroskop merek DP2-BSW Olympus perbesaran 4x/0.10 kemudian dihitung diameter telurnya.
Analisis Data Sebaran Frekuensi Panjang
Sebaran frekuensi panjang total dan diameter telur dapat dihitung dengan menggunakan rumus Sturges (Walpole 1992), yaitu sebagai berikut : (1) Menentukan nilai maksimum dan nilai minimum dari seluruh data panjang total
ikan baung. (2) Menghitung jumlah kelas ukuran dengan rumus :
K = 1 + (3.32 log n); K = Jumlah kelas ukuran; n = jumlah data pengamatan. (3) Menghitung rentang data/wilayah ;
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

34
Wilayah = Data terbesar – data terkecil (4) Menghitung lebar kelas :
Lebar kelas = e s (5) Menentukan limit bawah kelas yang pertama dan limit atas kelasnya. Limit atas
kelas diperoleh dengan menambahkan lebar kelas pada limit bawah kelas. (6) Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas (7) Menentuakan nilai tengah bagi masing- masing selang merataratakan limit kelas (8) Menentukan frekuensi bagi masing- masing kelas (9) Menjumlahkan frekuensi dan memeriksa apakah hasilnya sama dengan banyak
total pengamatan.
Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian karena bentuk panjang ikan yang berbeda-beda, dengan rumus sebagai berikut (Effendi, 1997) : W = aLb, Keterangan: W = berat (gram)
L = panjang (mm), a dan b = konstanta. Hubungan parameter panjang total dengan bobot ikan dapat dilihat dari nilai b yang dihasilkan. Nilai b sebagai penduga kedekatan hubungan kedua parameter, yaitu: Nilai b=3, menunjukan pola pertumbuhan isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan berat)
8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

35

Nilai b ≠ 3, menunjukan pola pertumbuhan allometrik

Jika b > 3, maka allometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan)

Jika b < 3, maka allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan).

Untuk lebih menguatkan pengujian dalam menentukan keeratan hubungan

kedua parameter (nilai b), dilakukan uji t dengan rumus berikut (Walpole 1992) :

Keterangan :

T hit =

–o s

Sb1 = Simpangan baku b1 b0 = Intercept (3)

b1 = Slope (hubungan dari panjang berat)

sehingga diperoleh hipotesis :

H0 : b = 3 (isometrik)

H1 : b ≠ 3 (allometrik) Setelah itu, nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel sehingga keputusan

yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

thitung > ttabel , maka Tolak H0

thitung < ttabel , maka Gagal Tolak H0

Apabila pola pertumbuhan allometrik maka dilanjutkan dengan hipotesis

sebagai berikut :

Allometrik positif H0 : b ≤ 3 (isometrik)

H1 : b > 3 (allometrik)

Allometrik negatif

8QLYHUV LWDV 6 XPDWHUD8WDUD

36
H0 : b ≥ 3 (isometrik) H1 : b < 3 (allometrik)
Keeratan hubungan panjang berat ikan ditunjukkan oleh koefesien korelasi (r) yang diperoleh dari rumus√R2 : dimana R adalah koefesien determinasi. Nilai mendekati 1 (r > 0.7) menggambarkan hubungan yang erat antara keduanya, dan nilai menjauhi 1 (r < 0.7) meng