Stabilitas Statis Perahu Fiberglass Bantuan LPPM IPB di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi

STABILITAS STATIS PERAHU FIBERGLASS
BANTUAN LPPM IPB DI DESA CIKAHURIPAN
KECAMATAN CISOLOK, SUKABUMI

REZA TAWADA

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Stabilitas Statis Perahu
Fiberglass Bantuan LPPM IPB di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok,
Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2014
Reza Tawada
NIM C44100065

ABSTRAK

REZA TAWADA. Stabilitas Statis Perahu Fiberglass Bantuan LPPM IPB di
Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi. Dibimbing oleh
MOHAMMAD IMRON dan YOPI NOVITA.
Perahu Kahuripan Nusantara merupakan perahu fiberglass hasil kerjasama
antara pihak LPPM IPB dengan PT. Trakindo sebagai bentuk pemberian dan
pelatihan dari program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Cikahuripan,
Kecamatan Cisolok, Sukabumi. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menghitung nilai
parameter stabilitas statis, dan (2) membandingkan kondisi berat muatan pada
perahu yang menghasilkan tingkat stabilitas terbaik. Pengolahan data dilakukan
dengan mengadakan beberapa simulasi keberadaan titik berat (KG) kapal, dimana
KG ditentukan berdasarkan empat kondisi badan kapal yang terbenam.
Kondisi WL1 memiliki rentang stabilitas dari 0° - 37,5°, dengan nilai
GZmaks sepanjang 0,0227 meter pada sudut 20°. Kondisi WL3 memiliki rentang
stabilitas dari 0° - 77,5°, dengan nilai GZmaks sepanjang 0,1929 meter pada sudut

65°. Kondisi WL5 memiliki rentang stabilitas dari 0° - 60°, dengan nilai GZmaks
sepanjang 0,4183 meter pada sudut 60°. Kondisi WL7 memiliki rentang stabilitas
dari 0° - 7,5°, dengan nilai GZmaks sepanjang 0,0665 meter pada sudut 7,5°.
Adapun nilai luas area di bawah kurva dengan batas 0° - FA pada masing-masing
kondisi sebesar 0,0098 m.rad dengan FA sebesar 48°, 0,0416 m.rad dengan FA
sebesar 36°, 0,0308 m.rad dengan FA sebesar 20°, dan 0 m.rad dengan FA sebesar
0°. Kondisi perahu pada WL3 merupakan kondisi perahu dengan kualitas stabilitas
terbaik dan kondisi perahu pada WL7 merupakan kondisi perahu dengan kualitas
stabilitas terburuk jika dibandingkan dengan ketiga kondisi lainnya. Salah satu
cara yang dapat digunakan untuk menambah kualitas stabilitas perahu adalah
dengan memasangkan alat penyeimbang, seperti bilge keel.
Kata kunci: kondisi muatan, stabilitas statis, titik berat (KG)
litas Statis Perahu Fiberglass Bantuan LPPM IPB di Desa Cikahuripan,
Kecamatan Cisolok, Sukabumi. Dibimbing oleh MOHAMMAD IMRON dan
YOPI NOVITA.
Perahu Kahuripan Nusantara merupakan perahu fiberglass hasil kerjasama
antara pihak LPPM IPB dengan PT. Trakindo sebagai bentuk pemberian dan
pelatihan dari program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Cikahuripan,
Kecamatan Cisolok, Sukabumi. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menghitung nilai
parameter stabilitas statis, dan (2) membandingkan kondisi berat muatan pada

perahu yang menghasilkan tingkat stabilitas terbaik. Pengolahan data dilakukan
dengan mengadakan beberapa simulasi keberadaan titik berat (KG) kapal, dimana
KG ditentukan berdasarkan empat kondisi badan kapal yang terbenam.
Kondisi WL1 memiliki rentang stabilitas dari 0° - 37,5°, dengan nilai GZmaks
sepanjang 0,0227 meter pada sudut 20°. Kondisi WL3 memiliki rentang stabilitas
dari 0° - 77,5°, dengan nilai GZmaks sepanjang 0,1929 meter pada sudut 65°.
Kondisi WL5 memiliki rentang st 60°. Kondisi WL7 memiliki ren

ABSTRACT

REZA TAWADA. Static Stability of Fiberglass Boat Donated by LPPM IPB at
Cikahuripan Village, District Cisolok, Sukabumi. Supervised by MOHAMMAD
IMRON and YOPI NOVITA.
Kahuripan Nusantara boat is a fiberglass boat as a result of cooperation
between the LPPM IPB with PT. Trakindo as a giving form and training of
fishermen development programs in the Cikahuripan village, Cisolok subdistrict,
Sukabumi. The purpose of this study are: (1) calculate the value of the static
stability parameter, and (2) to compare the condition of heavy load on the boat
that produces the best level of stability. Data processing is done by conducting
several simulations of position the center of gravity (KG) ship, where KG is

determined based on four conditions of sunken hull.
WL1 conditions have stability range of 0° - 37,5°, with GZmaks value along
0,0227 meters at angle of 20°. WL3 conditions have stability range of 0° - 77,5°,
with GZmaks value along 0,1929 meters at angle of 65 °. WL5 conditions have
stability range of 0° - 60°, with GZmaks value along 0,4183 meters at angle of 60°.
WL7 conditions have stability range of 0° - 7,5°, with GZmaks value along 0,0665
meters at angle of 7,5°. The value of the area under the curve with a limit of 0° FA at each condition was 0,0098 m.rad with FA of 48°, 0,0416 m.rad with FA of
36°, 0,0308 m.rad with FA of 20°, and 0 m.rad with FA of 0 °. The condition of
the boat at WL3 is the best quality of ship stability condition and the condition of
the boat at WL7 is the worst stability quality when compared with the three other
conditions. One of the ways that can be used to increase the quality of the boat
stability is pairing tool balancer, such as bilge keel.
Keywords: load conditions, static stability, the center of gravity (KG)

STABILITAS STATIS PERAHU FIBERGLASS
BANTUAN LPPM IPB DI DESA CIKAHURIPAN
KECAMATAN CISOLOK, SUKABUMI

REZA TAWADA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi
Nama
NIM
Mayor

: Stabilitas Statis Perahu Fiberglass Bantuan LPPM IPB di Desa
Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi
: Reza Tawada

: C44100065
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Dr Ir Mohammad Imron MSi
Pembimbing I

Dr Yopi Novita SPi MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Stabilitas Statis
Perahu Fiberglass Bantuan LPPM IPB di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok,
Sukabumi” ini dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
1. Dr Ir Mohammad Imron MSi dan Dr Yopi Novita SPi MSi selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan
saran.
2. Dr Iin Solihin SPi MSi selaku Komisi Pendidikan yang telah memberikan
masukan dan saran.
3. Dr Ir Tri Wiji Nurani MSi selaku dosen penguji tamu pada ujian sidang
skripsi.
4. Almarhum Dr Ir Dinarwan MS dan Dr Fis Purwangka SPi MSi selaku
Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama
proses belajar mengajar di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan.
5. Dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas ilmu yang
telah diberikan selama ini.
6. Mamah Yayah Sutiah, Apap Agus Martinus, Adik-adik Raka Raihan,
Ragil Amien, dan Rifa Nabila, serta seluruh keluarga atas segala do’a dan

dukungannya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Bang Dwi Putra Yuwandana aka. Uwox selaku Senior yang turut
membimbing dalam penyelesaian skripsi.
8. Keluarga besar PSP 47 yang telah memberikan semangat dan motivasi,
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
9. PSP 48, PSP 49, TU PSP (Bu Vina dan Pak Zulfa), Bagian Dapur (Mang
Yana, Mang Isman, dan Bi Hani), Staf Perpustakaan PSP (Teh Yuni), serta
civitas PSP lainnya yang telah memberikan do’a, dukungan, dan
semangatnya.
10. Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Reza Tawada

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii


DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Peralatan

2

Pengumpulan Data

3


Pengolahan Data

3

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Desain Perahu Kahuripan Nusantara

4

Kondisi Muatan

9

Stabilitas Perahu Kahuripan Nusantara
KESIMPULAN DAN SARAN

12
20

Kesimpulan

20

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

33

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1 Nilai TPC, KG, dan GM pada masing-masing kondisi berdasarkan data
parameter hidrostatis
2 Nilai rasio dimensi utama kapal
3 Nilai hasil perhitungan total muatan, tinggi badan perahu yang
terbenam, dan freeboard
4 Beberapa nilai parameter stabilitas perahu Kahuripan Nusantara
5 Nilai GZ pada tiap sudut dalam rentang stabilitas
6 Luas area di bawah kurva tiap kondisi WL pada rentang sudut 0°
hingga flooding angle
7 Rangking kualitas stabilitas perahu “Kahuripan Nusantara” pada
kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7

5
9
11
12
15
19
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kurva kriteria stabilitas statis (Hind 1982)
Lines plan perahu fiberglass Kahuripan Nusantara (Yulianto 2010)
Rancangan umum perahu Kahuripan Nusantara (Yulianto 2010)
Rencana konstruksi perahu Kahuripan Nusantara (Yulianto 2010)
Kaitan antara penambahan tinggi badan kapal yang terbenam dengan
perubahan KG dan KM pada tiap posisi WL
Ilustrasi tinggi badan perahu yang terbenam air dan freeboard pada
masing-masing kondisi ketinggian terbenamnya badan perahu
Ilustrasi posisi perahu saat mencapai flooding angle
Kurva GZ
Ilustrasi cara kerja titik G, B, M, dan garis GZ
Ilustrasi efek penambahan muatan pada keempat kondisi WL

3
6
7
7
8
10
11
13
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Panjang dari Center Line ke Ordinat pada Profile Plan
Nilai x dan y Ordinat 1 sampai 10 pada Body Plan
Gambar Body Plan hasil Software PGZ
Ilustrasi Gambar Body Plan PGZ saat Flooding Angle
Perhitungan Bobot Muatan dengan Perhitungan TPC
Perhitungan Luas Area pada Kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7
Luas Area pada Kondisi WL3 antara sudut 0° - FA

23
24
28
28
29
29
32

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan penangkapan ikan, terdapat 3 unit penting yang menunjang
keberhasilan kegiatan tersebut, yaitu nelayan, alat tangkap, dan kapal perikanan.
Soekarsono (1995) menyatakan bahwa kapal dapat diartikan sebagai suatu bentuk
konstruksi yang dapat terapung (floating) di air dan mempunyai sifat muat berupa
penumpang atau barang yang sifat geraknya bisa dengan dayung, angin, atau
mesin. Adapun menurut Nomura dan Yamazaki (1977), kapal ikan merupakan
kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang mencakup penggunaan atau
aktivitas penangkapan atau pengumpulan sumberdaya perairan, pengelolaan usaha
budidaya perairan serta penggunaan dalam beberapa aktivitas, seperti riset,
training, dan inspeksi sumberdaya perairan.
Nelayan membutuhkan kapal yang dapat beroperasi dengan baik ketika
melaut. Adapun hal-hal yang diperhatikan dalam penentuan kualitas kapal, yaitu
desain, konstruksi, stabilitas, juga kesesuaian alat tangkap dengan kapal.
Kemampuan olah gerak kapal dan stabilitas yang baik pun sangat dibutuhkan agar
kapal mampu bertahan ketika mendapat gaya dari dalam maupun luar kapal, serta
memberikan kenyamanan pada nelayan dalam bekerja.
Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula
setelah terjadi kemiringan akibat adanya gaya yang bekerja dari dalam maupun
dari luar kapal (Nomura dan Yamazaki 1977). Kapal dengan stabilitas yang baik
akan meningkatkan kinerja nelayan dalam beroperasi, sehingga tingkat
keberhasilan akan menjadi lebih besar. Sebaliknya, kapal dengan stabilitas yang
buruk akan menurunkan kinerja nelayan, bahkan beresiko pada keselamatan dan
nyawa awak kapal.
Penelitian ini membahas tentang perahu fiberglass “Kahuripan Nusantara”
di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi, yang merupakan suatu
bentuk pemberian dan pelatihan dari program pengembangan masyarakat nelayan
hasil kerjasama antara pihak LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Masyarakat) IPB dengan PT. Trakindo. Penelitian ini merupakan penelitian
lanjutan dari penelitian Yulianto tahun 2010. Proses pembuatan perahu fiberglass
tersebut hanya mengikuti desain yang sudah ada, yaitu mengikuti perahu
fiberglass produksi Cilacap untuk dijadikan mold/cetakan (Yulianto 2010).
Hingga saat ini, perahu bantuan LPPM IPB tersebut telah dijadikan contoh dalam
pembuatan perahu berbahan fiberglass di Desa Cikahuripan.
Kajian yang dibahas dalam penelitian Yulianto (2010) yaitu tentang
pendeskripsian tehnik dan tahapan pembangunan perahu fiberglass, pembuatan
gambar desain dari perahu yang diteliti (gambar rancangan umum/general
arrangement, rancangan garis/lines plan dan rencana konstuksi), dan perhitungan
hidrostatis serta stabilitas awal dari perahu. Adapun stabilitas awal yang dimaksud
hanya membahas stabilitas perahu dilihat dari nilai KG, KB, KM, LCB, GM, dan
KG/D, dimana nilai-nilai tersebut didapatkan dari bentuk perahu Kahuripan
Nusantara. Akan tetapi, kualitas stabilitas perahu tidak hanya dilihat dari nilainilai tersebut, perlu diketahui tingkat stabilitas perahu ditinjau dari parameter
stabilitas, seperti besar kecil nya lengan penegak serta energi pengembali yang

2

dimiliki oleh perahu. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang
stabilitas perahu tersebut.

Tujuan Penelitian
1. Menghitung nilai parameter stabilitas statis perahu fiberglass “Kahuripan
Nusantara” di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi.
2. Membandingkan kondisi berat muatan pada perahu “Kahuripan Nusantara”
yang menghasilkan tingkat stabilitas terbaik.

Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang stabilitas statis perahu dengan bentuk yang
dimiliki oleh perahu “Kahuripan Nusantara”.
2. Sebagai bahan acuan bagi instansi pemerintahan dan akademisi yang
membutuhkan, baik itu sebagai sumber informasi maupun penelitian yang
berkaitan dengan stabilitas statis kapal perikanan tradisional di Indonesia.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah metode simulasi-numerik. Metode
simulasi mencakup perhitungan data dari simulasi berbagai kondisi muatan pada
perahu. Metode numerik mencakup perhitungan nilai rasio dimensi dan stabilitas
perahu.

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014 di
Laboratorium Desain dan Dinamika Kapal, Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.

Peralatan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah perangkat lunak
(software), seperti: CorelDRAW X4, Microsoft Excel, Software PGZ, dan Notepad
untuk perhitungan stabilitas kapal dalam berbagai kondisi muatan, serta Adobe
Photoshop CS3 untuk pembuatan beberapa ilustrasi gambar.

3

Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data dimensi utama, hidrostatis,
dan rancangan garis (lines plan) kapal. Data-data tersebut diperoleh dengan cara
studi literatur dari hasil penelitian Yulianto (2010) yang berjudul “Desain Perahu
Fiberglass Bantuan LPPM IPB di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok,
Sukabumi.”
Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
CorelDRAW X4, Microsoft Excel, Notepad, Software PGZ, dan Adobe Photoshop
CS3. Gambar lines plan diolah dengan menggunakan software PGZ yang
selanjutnya akan menghasilkan kurva stabilitas. Parameter stabilitas yang dapat
diperoleh dari kurva stabilitas terdiri dari nilai GZmaks, sudut pada GZmaks, range
of stability, dan luas area di bawah kurva.
Pengolahan data dilakukan dengan mengadakan beberapa simulasi
terhadap empat kondisi perahu:
1. Kondisi WL1: tinggi badan perahu yang terbenam air setinggi 0,105 meter.
2. Kondisi WL3: tinggi badan perahu yang terbenam air setinggi 0,315 meter.
3. Kondisi WL5: tinggi badan perahu yang terbenam air setinggi 0,525 meter.
4. Kondisi WL7: tinggi badan perahu yang terbenam air setinggi 0,735 meter.
Perhitungan besarnya energi pembalik kapal dilakukan dengan
menghitung luas area di bawah kurva untuk masing-masing kondisi dengan
menggunakan rumus Trapezoidal:

Keterangan:
L
= Luasan area di bawah kurva (m.rad)
L1
= Nilai GZ kurva pada batas bawah sudut kemiringan (m)
L2
= Nilai GZ kurva pada batas atas sudut kemiringan (m)
T
= Jarak antar sudut kemiringan setelah dikali 3,14 dan dibagi 180° (rad)

Gambar 1 Kurva kriteria stabilitas statis (Hind 1982)

4

Data hasil pengolahan tersebut disajikan dalam bentuk grafik dan tabulasi,
kemudian diinterpretasikan. Dari hasil olahan data yang dikumpulkan, untuk
selanjutnya akan dihasilkan data olahan berupa parameter stabilitas kapal yang
terdiri dari nilai GZ, range of stability, sudut kemiringan kapal, serta energi
pembalik kapal yang tercantum dalam kurva stabilitas. Beberapa asumsi yang
digunakan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:
1. Kapal berada di atas perairan yang tenang.
2. Kapal berada pada kondisi yang seimbang.
3. Draft kapal bagian haluan (fore perpendicular) dan bagian buritan (after
perpendicular) dalam keadaaan trim even keel.
4. Muatan dalam kapal diasumsikan tersebar merata, baik secara vertikal
maupun horizontal.

Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan metode numeric-comparative, dimana
parameter stabilitas tiap kondisi muatan kapal yang dikaji akan saling
dibandingkan. Parameter stabilitas yang dimaksud adalah nilai GZ maksimum,
range of stability, flooding angle (FA), sudut kemiringan kapal pada GZ
maksimum, dan luas area di bawah kurva antara 0 - FA. Untuk selanjutnya, tiap
kondisi perahu (WL1, WL3, WL5, dan WL7) dirangking mulai dari 1 sampai 4
pada setiap parameter stabilitas. Semakin kecil rangkingnya, maka semakin baik
kondisi perahu dibandingkan dengan kondisi lainnya. Penentuan kondisi perahu
dengan stabilitas terbaik ditentukan dengan menghitung jumlah rangking terkecil
terbanyak yang dimiliki oleh masing-masing kondisi perahu.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Desain Perahu Kahuripan Nusantara
Dalam subbab ini akan dipaparkan resume hasil kajian yang dilakukan
oleh Eko Sulkhani Yulianto tahun 2010. Pada Tabel 1 terlihat bahwa semakin
tinggi badan perahu terbenam, nilai TPC semakin bertambah besar. Kondisi ini
menunjukkan bahwa untuk menambah ketinggian terbenamnya badan perahu,
membutuhkan muatan dengan bobot yang semakin bertambah berat. Hal ini
disebabkan karena bentuk badan perahu yang semakin ke atas memiliki volume
displasemen yang semakin besar. Semakin besar volume displasemen perahu,
maka daya apung perahu akan semakin besar, sehingga akan membutuhkan
muatan yang semakin besar untuk menambah tinggi terbenamnya badan perahu.
Perbedaan ketinggian badan perahu pada WL1, WL3, WL5 dan WL7 sekitar 0,2
meter.

5

Tabel 1 Nilai TPC, KG, dan GM pada masing-masing kondisi berdasarkan data
parameter hidrostatis
No

Parameter

1
2
3

Ton Per Centimeter (TPC)
Jarak KG (m)
Jarak GM (m)

*0,105m
WL1
0,0296
0,5741
0,0862

*0,315m
WL3
0,0622
0,3095
0,2028

*0,525m
WL5
0,0723
0,0043
0,3130

*0,735m
WL7
0,0802
0,0134
0,2585

*Tinggi badan perahu yang terbenam air

TPC menunjukkan berat yang dibutuhkan untuk merubah tinggi badan
perahu yang terbenam air sebesar 1 cm, sehingga dapat dikatakan bahwa tinggi
badan perahu yang terbenam air akan bertambah sebesar 1 cm jika ditambahkan
muatan sebesar nilai TPC tersebut pada masing-masing kondisi WL. Hingga ke
posisi WL1, tinggi badan perahu akan bertambah sebesar 1 cm jika ditambahkan
bobot sebesar 0,0296 ton. Pada kondisi WL1 hingga WL3, tinggi badan perahu
akan bertambah sebesar 1 cm jika ditambahkan bobot sebesar 0,0622 ton. Pada
kondisi WL3 hingga WL5, tinggi badan perahu akan bertambah sebesar 1 cm jika
ditambahkan bobot sebesar 0,0723 ton. Pada kondisi WL5 hingga WL7, tinggi
badan perahu akan bertambah sebesar 1 cm jika ditambahkan bobot sebesar
0,0802 ton.
Menurut Hind (1967), titik-titik penting yang terdapat dalam kajian
stabilitas adalah titik berat (G), titik apung (B), dan titik metacentre (M). Hind
menambahkan bahwa posisi titik G bergantung pada distribusi muatan dan posisi
titik B bergantung pada bentuk kapal yang terendam di dalam air. Taylor (1977)
dan Hind (1982) menyatakan bahwa stabilitas pada sebuah kapal dipengaruhi oleh
letak titik-titik konsentrasi gaya yang bekerja pada sebuah kapal tersebut. Titik B
(centre of buoyancy) adalah titik khayal yang merupakan pusat seluruh gaya
apung yang bekerja ke atas. Titik G (centre of gravity) adalah titik khayal yang
merupakan pusat seluruh gaya berat pada kapal yang bekerja secara vertikal. Titik
M (metacentre) adalah titik khayal yang merupakan titik potong dari garis khayal
yang melalui titik B dan G saat kapal berada pada posisi miring akibat bekerjanya
gaya-gaya pada kapal. Taylor juga menambahkan, jika titik M berada di atas titik
G, maka stabilitas kapal bersifat positif (stable equilibrium). Jika titik M
berhimpitan dengan titik G, maka stabilitas kapal bersifat netral (neutral
equilibrium). Jika titik M berada di bawah titik G, maka stabilitas bersifat negatif
(unstable equilibrium).

6

Gambar 2 Lines plan perahu fiberglass Kahuripan Nusantara (Yulianto 2010)

7

Gambar 3 Rancangan umum perahu Kahuripan Nusantara (Yulianto 2010)

Gambar 4 Rencana konstruksi perahu Kahuripan Nusantara (Yulianto 2010)

8

Tinggi (meter)

Gambar 2 merupakan lines plan dari hasil kajian Yulianto. Data yang
diukur yaitu lebar dan tinggi body plan di tiap-tiap ordinat, serta panjang antar
ordinat pada profile plan. Pada lines plan tertera nilai LOA, LPP, draft, dan
breadth berturut-turut sebesar 9,56 m, 8,42 m, 73,5 cm, dan 111,6 cm.
Selanjutnya, ada Gambar 3 dan Gambar 4 sebagai gambar untuk memperjelas
perahu serta bagiannya.

Tinggi Badan yang
Terbenam
KG
KM

Gambar 5 Kaitan antara penambahan tinggi badan kapal yang terbenam
dengan perubahan KG dan KM pada tiap posisi WL

Parameter penting lainnya dalam mengetahui kualitas stabilitas kapal yaitu
KG dan GM. KG adalah jarak antara atas lunas perahu (K) dengan titik G. KG
memperlihatkan posisi ketinggian titik berat (G) dari atas lunas (K). Menurut
Fyson (1985), ketinggian G juga bergantung pada bentuk dan konstruksi dari
lambung juga susunan kapal. Fyson juga menambahkan bahwa untuk kapal
ukuran kecil, letak posisi, tipe perlengkapan, dan alat tangkap, memiliki pengaruh
yang nyata terhadap G. Titik G atau berat merupakan sebuah gaya yang memiliki
arah vertikal ke bawah. GM disebut juga tinggi metacentre, yaitu jarak antara titik
G dan titik M. Kaitan antara penambahan tinggi badan perahu yang terbenam
akibat penambahan muatan dengan perubahan posisi titik G dan M terhadap titik
K (KG dan KM) disajikan pada Gambar 5.
Pada Tabel 1, nilai KG pada kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 berturutturut adalah sebesar 0,5741, 0,3095, 0,0043, dan 0,0134 meter. KG terbesar
berada pada kondisi WL1 dan KG terkecil berada pada kondisi WL5. Pada Tabel
1, nilai GM pada kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 berturut-turut adalah sebesar
0,0862, 0,2028, 0,3130, dan 0,2585 meter. Nilai-nilai tersebut didapatkan dari
hasil penelitian Yulianto (2010).
Yulianto (2010) menjelaskan bahwa penyebab dipasangnya katir pada
perahu Kahuripan Nusantara adalah karena kurang baiknya stabilitas perahu
tersebut. Dikatakan pula bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh kurang
proporsionalnya ukuran lebar (B) dan dalam (D). Dalam perencanaannya, perahu
ini menggunakan alat tangkap static gear, namun nilai B/D nya terlalu kecil, jauh

9

dari nilai tengah selang nilai acuan, yaitu sebesar 1,6. Adapun acuan nilai tersebut
dapat dilihat pada Tabel 2. Perahu akan lebih stabil saat nilai B/D berada pada
nilai tengah antara 0,96 hingga 4,68, sehingga penambahan ukuran lebar perahu
dapat meningkatkan stabilitas dan memiliki kemungkinan bahwa perahu dapat
dioperasikan tanpa katir.

Tabel 2 Nilai rasio dimensi utama kapal
Kelompok Kapal
Encircling gear
Static gear
Multipurpose gear
Kahuripan Nusantara

L/B
2,60 - 9,30
2,83 - 11,12
2,88 - 9,42
7,25

B/D
0,56 - 5,00
0,96 - 4,68
0,35 - 6,09
1,6

L/D
4,55 - 17,43
4,58 - 17,28
8,69 - 17,55
11,6

Sumber: Iskandar dan Pujianti 1995 serta hasil pengukuran kapal yang diproduksi oleh
Yulianto 2010

Kondisi Muatan
Kajian stabilitas perahu Kahuripan Nusantara dilakukan pada empat
kondisi ketinggian badan perahu yang terbenam sebagai dampak dari berat
muatan yang ada di atas perahu. Keempat kondisi tersebut adalah kondisi perahu
saat terendam pada WL1 (kode: WL1), kondisi perahu saat terendam pada WL3
(kode: WL3), kondisi perahu saat terendam pada WL5 (kode: WL5), dan kondisi
perahu saat terendam pada WL7 (kode: WL7). Keempat posisi ketinggian badan
perahu yang terbenam diilustrasikan pada Gambar 6.
Estimasi bobot muatan di atas perahu yang membuat perahu terbenam
pada posisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 dihitung dengan menggunakan data TPC
pada setiap posisi WL. Nilai bobot muatan pada setiap ketinggian terbenamnya
badan perahu serta ketinggian freeboard disajikan pada Tabel 3.
Pada Gambar 6 terlihat bahwa mulai posisi WL1 hingga WL7, ketinggian
badan perahu yang terbenam air semakin tinggi. Semakin tingginya badan perahu
yang terendam air, mengakibatkan semakin pendeknya ketinggian freeboard
perahu. Fyson (1985) menyatakan bahwa freeboard merupakan jarak vertikal
antara garis air sampai garis dek terendah kapal. Freeboard berguna untuk
menahan air yang ingin masuk ke dalam dek perahu, juga sebagai penunjang
keselamatan nelayan dalam beroperasi.

10

Gambar 6 Ilustrasi tinggi badan perahu yang terbenam air dan
freeboard pada masing-masing kondisi ketinggian
terbenamnya badan perahu

Perahu Kahuripan Nusantara termasuk perahu yang tidak memiliki dek,
sehingga ukuran freeboard dihitung dari garis air sampai sheer terendah perahu.
Kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 menghasilkan freeboard yang berbeda-beda
dengan nilai masing-masing sebesar 0,630 meter, 0,420 meter, 0,210 meter, dan 0
meter. Semakin tinggi badan perahu yang terbenam air, maka semakin rendah
freeboard nya, begitu pun sebaliknya. Pada kondisi WL7 tidak terdapat freeboard,
hal tersebut disebabkan tinggi badan perahu yang terbenam air sama dengan
tinggi draft perahu. Tidak adanya freeboard berdampak pada tidak adanya
toleransi kemiringan badan perahu. Air akan langsung masuk ke dalam badan
perahu jika terjadi kemiringan pada badan perahu tersebut.
Estimasi bobot muatan yang mengakibatkan perahu terbenam pada
ketinggian WL1, WL3, WL5, dan WL7 diperoleh dengan mengalikan nilai TPC
dengan perubahan ketinggian terbenamnya perahu antar posisi. Bobot tersebut
didapatkan dengan menggunakan nilai satuan TPC yang terdapat pada data
hidrostatis hasil penelitian Yulianto (2010). Hind (1982) menyatakan bahwa salah
satu faktor yang menentukan tinggi atau rendahnya kualitas stabilitas suatu kapal
yaitu penempatan muatan di atas kapal. Semakin berat muatan di perahu, maka
badan perahu yang terbenam air akan semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya,
semakin ringan muatan di perahu, maka badan perahu yang terbenam air akan
semakin rendah.

11

Tabel 3 Nilai hasil perhitungan total muatan, tinggi badan perahu
yang terbenam, dan freeboard
Kondisi
Perahu

Total Muatan
(ton)

Tinggi badan
perahu yang
terbenam (meter)

Freeboard
(meter)

WL1

0,311

0,105

0,630

WL3

2,270

0,315

0,420

WL5

6,066

0,525

0,210

WL7

11,960

0,735

0

Tinggi rendahnya freeboard memiliki keterkaitan yang erat dengan besar
kecilnya flooding angle (FA). FA merupakan sudut yang dibentuk antara posisi
badan perahu saat tegak dengan posisi kemiringan perahu saat air mulai masuk ke
dek. Kondisi tersebut diilustrasikan pada Gambar 7. Adapun besar masing-masing
FA pada posisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 berturut-turut adalah 48°, 36°, 20°, dan
0°. Semakin rendah freeboard, maka FA akan semakin kecil. Nilai FA yang
semakin kecil menyebabkan semakin kecilnya toleransi kemiringan badan perahu.
Toleransi kemiringan badan perahu yang kecil membuat semakin besarnya
peluang air untuk masuk ke dalam dek perahu.

Gambar 7 Ilustrasi posisi perahu saat mencapai flooding angle

12

Stabilitas Perahu Kahuripan Nusantara
Suatu kapal atau perahu dapat mengalami keolengan akibat adanya gaya
atau dorongan dari dalam maupun luar badan kapal, seperti pengaruh muatan,
angin, gelombang, arus, ombak, dan sebagainya. Oleh karena itu, kapal
memerlukan stabilitas yang baik agar kapal dapat bertahan akibat gaya yang dapat
mengakibatkan kapal oleng. Penelitian ini akan mengkaji pengaruh besar muatan
di kapal terhadap stabilitas kapal.
Stabilitas merupakan kemampuan suatu kapal untuk kembali ke posisi
tegak semula setelah menerima gaya atau dorongan dari dalam maupun luar kapal
(Fyson 1985). Selanjutnya, Hind (1982) menyatakan bahwa stabilitas pada kapal
ikan sangat bergantung pada distribusi muatan yang terjadi pada kapal tersebut.
Berdasarkan hasil kajian pada perahu Kahuripan Nusantara, beberapa parameter
stabilitas yang terdiri dari nilai GZ maksimum, sudut kemiringan kapal pada GZ
maksimum, rentang stabilitas (range of stability), dan flooding angle (FA) pada
empat kondisi muatan disajikan pada Tabel 4. Adapun kurva stabilitas perahu
Kahuripan Nusantara pada empat kondisi muatan disajikan pada Gambar 8.
Menurut Rawson dan Tupper (1983), range of stability atau rentang
stabilitas merupakan rentang dimana nilai GZ adalah positif, biasanya berada pada
rentang sudut 0° sampai 90°, dimana kapal akan kembali ke posisi semula setelah
momen yang menyebabkan kemiringan hilang. Pada Tabel 4 terlihat bahwa range
of stability pada kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 berturut-turut adalah 0° 37,5°, 0° - 77,5°, 0° - 60°, dan 0° - 7,5°. Terlihat bahwa pada saat perahu dimuati
muatan hingga kondisi WL3 memiliki nilai range of stability terbesar. Sedangkan
pada kondisi WL7 memiliki nilai range of stability yang terkecil. Perbandingan
nilai range of stability pada keempat kondisi muatan lebih mudah diamati pada
kurva stabilitas yang tertera pada Gambar 8.

Tabel 4 Beberapa nilai parameter stabilitas perahu Kahuripan Nusantara
Parameter Stabilitas
Kondisi Muatan
GZmaks
Sudut pada
Range of
FA
(m)
GZmaks
Stability
WL1
0,0227
20°
0° - 37,5°
48°
WL3
0,1929
65°
0° - 77,5°
36°
WL5
0,4183
60°
0° - 60°
20°
WL7
0,0665
7,5°
0° - 7,5°

Sumber: data olahan 2014

Pada kondisi WL1, rentang stabilitas mencapai sudut 37,5°. Setelah perahu
mencapai kemiringan lebih dari 37,5°, perahu akan kehilangan stabilitasnya. Pada
kondisi WL3, rentang stabilitas mencapai sudut 77,5°. Pada kondisi WL5, rentang
stabilitas mencapai sudut 60°. Pada kondisi WL7, rentang stabilitas mencapai
sudut 7,5°.
Berdasarkan pada beberapa penelitian lain tentang stabilitas, seperti
penelitian Veronica (2006) yang berjudul Stabilitas Statis Kapal Kayu Laminasi
Tuna Longline 40 GT dan penelitian Sari (2010) yang berjudul Stabilitas Statis

13

Nilai GZ (meter)

Kapal Payang Madura (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan),
semakin besar rentang stabilitasnya, maka kapal tersebut akan memiliki kualitas
stabilitas yang semakin baik. Berdasarkan nilai range of stability, maka kondisi
perahu pada WL3 merupakan kondisi dengan tingkat stabilitas paling baik jika
dibandingkan dengan ketiga kondisi muatan lainnya. Nilai range of stability
tersebut akan riil terjadi apabila kapal dalam kondisi intact (kedap air). Ditinjau
dari desain perahu Kahuripan Nusantara, dimana perahu tersebut tidak memiliki
lantai dek, maka perahu tersebut tidak dalam kondisi kedap air. Kedap air yang
dimaksud disini adalah tidak ada air yang dapat masuk ke dalam badan
perahu/kapal melalui bagian atas kapal/perahu. Dikarenakan perahu Kahuripan
Nusantara tidak memiliki lantai dek, maka apabila perahu oleng hingga air
memasuki bagian sheer terendah perahu, air akan langsung mengalir ke bagian
dalam perahu.
Dalam pembahasan tentang range of stability telah disampaikan bahwa
nilai tersebut akan terpenuhi jika perahu dalam kondisi intact. Telah dijelaskan
pula bahwa perahu Kahuripan Nusantara tidak dalam kondisi intact. Oleh karena
itu, nilai maksimum dari range of stability terletak pada flooding angle (FA).
Flooding angle adalah sudut kemiringan kapal yang menjadi batas saat masuknya
air laut ke atas dek kapal (Novita 2011). Sheer terendah yang telah menyentuh
permukaan air menandakan dapat masuknya air ke dalam badan kapal setelah
melewati flooding angle tersebut. Ilustrasi flooding angle disajikan pada Gambar
7.

0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0

WL1
WL3
WL5
WL7

Sudut Oleng (... )

Gambar 8 Kurva GZ

Perahu Kahuripan Nusantara termasuk ke dalam jenis kapal non-intact
stability, artinya air bisa masuk ke dalam badan perahu saat perahu oleng melebihi
flooding angle. Besarnya FA sangat dipengaruhi oleh ketinggian freeboard
perahu/kapal. Menurut Fyson (1985), freeboard adalah jarak vertikal antara garis
air sampai garis dek terendah kapal. Dalam evaluasi stabilitas perahu Kahuripan
Nusantara, dilakukan simulasi terhadap empat kondisi muatan perahu yang

14

mengakibatkan ketinggian badan perahu berbeda, yaitu pada WL1, WL3, WL5,
dan WL7.
Pada kondisi WL1, rentang stabilitas mencapai sudut 37,5°, sehingga
keberadaan FA sebesar 48° tidak mempengaruhi kualitas stabilitas kapal pada
WL1. Pada kondisi WL3, rentang stabilitas mencapai sudut 77,5°, namun FA pada
WL3 mencapai sudut 36°. Kondisi ini akan menyebabkan terpotongnya kurva GZ
pada posisi FA karena air akan masuk ke dalam perahu saat kemiringan mencapai
lebih dari 36°. Pada kondisi WL5, rentang stabilitas mencapai sudut 60°, namun
FA pada WL5 mencapai sudut 20°. Hal yang sama pada WL3 terjadi pada WL5,
yaitu terpotongnya kurva GZ pada posisi FA dan air akan masuk ke dalam perahu
saat kemiringan perahu lebih dari 20°. Pada kondisi WL7, rentang stabilitas
mencapai sudut 7,5°, namun flooding angle pada WL7 hanya 0°. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pada posisi WL7, perahu akan mengalami posisi yang
berisiko tinggi untuk terbalik dikarenakan air akan segera masuk ke dalam perahu
saat perahu tersebut miring lebih dari 0 . Menurut Hind (1982), ketika air mulai
masuk ke dalam badan kapal, kurva akan terpotong dan kehilangan kestabilan
secara keseluruhan. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa
energi penegak yang ada pada perahu sudah tidak berfungsi saat terjadi
kemiringan melebihi flooding angle.
Berdasarkan nilai FA, kondisi WL1 adalah kondisi perahu dengan nilai FA
terbesar jika dibandingkan dengan ketiga kondisi perahu lainnya. Kondisi WL1
adalah kondisi dimana perahu terbenam hingga ketinggian 0,105 m, sehingga
freeboard yang tersisa adalah sebesar 0,630 m. Ketinggian freeboard tersebut
menghasilkan FA sebesar 48 . Artinya, air akan masuk ke dalam perahu melalui
sheer terendah pada saat perahu oleng lebih dari sudut 48 . Nilai FA terendah
terjadi pada saat perahu dimuati muatan sebesar 11,96 ton hingga perahu
terbenam pada ketinggian 0,735 m. Ketinggian ini sama dengan ketinggian draft
perahu. Pada saat perahu berada pada kondisi WL7 dengan kondisi tanpa
freeboard, perahu tidak memiliki toleransi apabila oleng. Hal ini disebabkan
karena FA yang terjadi pada WL7 adalah 0 . Artinya, apabila perahu Kahuripan
Nusantara oleng lebih dari 0 , maka air akan segera masuk melalui sheer terendah
perahu dan selanjutnya akan masuk ke dalam badan perahu. Berdasarkan nilai FA,
terlihat bahwa posisi perahu pada WL7 adalah merupakan posisi perahu dengan
tingkat stabilitas terendah. Adapun posisi perahu pada WL1 adalah merupakan
posisi perahu dengan tingkat stabilitas tertinggi.
Nilai stabilitas statis kapal ditunjukan oleh nilai lengan (GZ) dalam satuan
meter. GZ merupakan lengan penegak bagi kapal agar kembali ke posisi tegak
semula yang digambarkan dengan perpindahan titik G saat keseimbangan berubah
ke titik G1 setelah mengalami oleng (Kartini 2001). Perhitungan stabilitas dengan
menggunakan software PGZ menghasilkan gambar body plan beserta nilai GZ
pada setiap sudut dalam rentang stabilitas, dengan asumsi kapal berada pada
kondisi tenang, sehingga dapat dijadikan sebuah kurva yang disebut kurva GZ.
Perlakuan terhadap software PGZ dilakukan sebanyak empat kali sesuai dengan
perbedaan nilai KG dan tinggi badan perahu yang terbenam air di tiap kondisi
muatan. Adapun nilai GZ pada tiap sudut dalam rentang stabilitas dapat dilihat
pada Tabel 5. Menurut Marjoni et al. (2010), nilai GZ statis dan nilai luas area di
bawah kurva GZ akan berubah jika terjadi perubahan distribusi muatan, sehingga

15

dapat dikatakan bahwa nilai GZ pada Tabel 5 dipengaruhi pula oleh muatan di
atas kapal.

Tabel 5 Nilai GZ pada tiap sudut dalam rentang stabilitas
Perlakuan dengan software PGZ pada empat kondisi muatan
WL1
WL3
WL5
WL7
Sudut
GZ
Sudut
GZ
Sudut
GZ
Sudut
GZ
(°)
(meter)
(°)
(meter)
(°)
(meter)
(°)
(meter)
0
0
0
0
0
0
0
0
2,5
0,0054
2,5
0,0092
2,5
0,0220
2,5
0,0221
5
0,0096
5
0,0184
5
0,0440
5
0,0443
7,5
0,0132
7,5
0,0277
7,5
0,0661
7,5
0,0665
10
0,0163
10
0,0370
10
0,0881
12,5
0,0188
12,5
0,0464
12,5
0,1103
15
0,0210
15
0,0558
15
0,1325
17,5
0,0223
17,5
0,0651
17,5
0,1548
20
0,0227
20
0,0743
20
0,1772
22,5
0,0219
22,5
0,0833
22,5
0,1996
25
0,0203
25
0,0921
25
0,2213
27,5
0,0180
27,5
0,1009
27,5
0,2421
30
0,0151
30
0,1097
30
0,2620
32,5
0,0115
32,5
0,1183
32,5
0,2809
35
0,0074
35
0,1269
35
0,2987
37,5
0,0022
37,5
0,1357
37,5
0,3154
40
0,1447
40
0,3311
42,5
0,1537
42,5
0,3457
45
0,1618
45
0,3593
47,5
0,1689
47,5
0,3717
50
0,1751
50
0,3831
52,5
0,1805
52,5
0,3934
55
0,1848
55
0,4028
57,5
0,1880
57,5
0,4110
60
0,1904
60
0,4183
62,5
0,1920
65
0,1929
67,5
0,1928
70
0,1917
72,5
0,1896
75
0,1868
77,5
0,1832
Sumber: data olahan 2014

16

Stabilitas statis kapal yang diuji adalah sampai ke vanishing angle.
Vanishing angle merupakan sudut terbesar kemiringan kapal tanpa terjadinya nilai
GZ yang negatif (Marjoni et al. 2010). Selama sudut kemiringan berada di bawah
vanishing angle, maka lengan penegak (GZ) masih bersifat positif. Nilai GZ yang
bersifat positif menandakan bahwa kapal masih bisa kembali ke posisi tegak
semula setelah terjadi kemiringan. Nilai GZ yang negatif menandakan bahwa
kekuatan penegak akan bergerak berlawanan arah menjauhi posisi tegak atau
membalikkan kapal. Derret (1984) menjelaskan, jika kapal mengalami kemiringan
dan tidak kembali ke posisi semula, tetapi terus bergerak ke arah kemiringannya
(GZ negatif), maka kapal dalam kondisi (unstable equilibrium). Pada Tabel 5
terlihat bahwa empat macam kondisi tersebut menghasilkan nilai GZ dan rentang
stabilitas yang berbeda-beda. Adapun vanishing angle pada kondisi WL1, WL3,
WL5, dan WL7 berturut-turut adalah 37,5°, 77,5°, 60°, dan 7,5°. Jika perahu
mengalami kemiringan lebih dari vanishing angle tersebut, maka nilai GZ yang
dihasilkan adalah bersifat negatif. Artinya, lengan penegak tidak lagi bersifat
untuk menegakkan perahu ke posisi semula. Namun sebaliknya, kekuatan GZ
bersifat memiringkan atau membalikkan perahu.
GZ disebut juga garis penegak atau lengan penegak (righting arms). GZ
digunakan untuk menandai besar kecilnya kualitas stabilitas kapal. Pada Gambar
6, terdapat empat garis berbeda yang menandakan sudut kemiringan dan nilai GZ
pada empat kondisi muatan. Salah satu parameter stabilitas yang terdapat dalam
kurva stabilitas yaitu nilai GZ maksimum sudut oleng kapal saat terbentuknya GZ
maksimum (Novita et al. 2014). Nilai GZ maksimum pada kondisi WL1, WL3,
WL5, dan WL7 berturut-turut adalah sebesar 0,0227, 0,1929, 0,4183, dan 0,0665
meter. Nilai GZ maksimum tersebut masing-masing tercapai pada sudut
kemiringan 20°, 65°, 60°, dan 7,5°. Nilai maksimum GZ dapat dilihat dari puncak
tertinggi disetiap kurva.
Kondisi WL5 memiliki nilai GZ maksimum paling besar jika dibandingkan
dengan kondisi WL1, WL3, dan WL7. Hal tersebut disebabkan karena kondisi WL5
memiliki nilai GM yang paling besar diantara kondisi lainnya. Nilai GM dapat
dilihat pada Tabel 2. WL1 memiliki nilai GZ maksimum paling kecil, hal tersebut
disebabkan karena WL1 memiliki nilai GM yang paling kecil dibandingkan WL
lainnya. Semakin besar nilai GM, maka akan semakin besar nilai GZ nya.
Semakin kecil nilai GM, maka akan semakin kecil pula nilai GZ nya. Ilustrasi
hubungan nilai GM dan GZ dapat dilihat pada Gambar 9.
Ada beberapa titik konsentrasi gaya dalam mengkaji suatu stabilitas kapal
yang juga berhubungan dengan nilai GZ. GZ merupakan jarak horizontal antara
gaya yang melalui titik G dan titik B saat terjadi kemiringan. Ilustrasi cara kerja
pada ketiga titik dan GZ dapat dilihat pada Gambar 9.

17

Gambar 9 Ilustrasi cara kerja titik G, B, M, dan garis GZ

Menurut Hind (1982), titik G akan berubah apabila terjadi penambahan,
pengurangan, maupun perpindahan muatan di atas kapal. Pada Gambar 10 terlihat
empat kondisi perahu saat terjadinya penambahan muatan. Terdapat perubahan
posisi pada titik G, M, dan garis air dari kondisi satu ke kondisi lainnya. Pada
Gambar 10 terlihat bahwa semakin berat muatan yang ditempatkan di atas perahu,
maka tinggi badan perahu yang terbenam akan semakin tinggi, sehingga posisi
titik G dan M akan semakin ke bawah. Namun, pengecualian terjadi dari kondisi
WL5 ke WL7, yaitu titik G berpindah posisi ke arah atas. Pada akhirnya,
perbedaan distribusi muatan yang terjadi pada setiap kondisi pemuatan akan
menyebabkan terjadinya perubahan pada nilai KG, yang selanjutnya akan
mempengaruhi nilai lengan penegak (GZ) yang terbentuk (Hind 1982 dan Derret
1984).

18

Gambar 10 Ilustrasi efek penambahan muatan pada keempat kondisi WL

GZ yang semakin besar menyebabkan kemampuan perahu untuk kembali
tegak setelah mengalami kemiringan akan semakin besar. Dari keempat kondisi
muatan pada WL1, WL3, WL5, dan WL7, kondisi pada WL5 memiliki kemampuan
penegak paling besar dan WL1 memiliki kemampuan penegak paling kecil
berdasarkan perubahan posisi titik G dan M.
Selanjutnya, kualitas stabilitas perahu Kahuripan Nusantara dikaji
berdasarkan luas area di bawah kurva GZ. Menurut Novita et al. (2014), luas area
di bawah kurva menunjukkan besarnya energi yang dapat membalikkan kapal
kembali ke posisi tegak semula dari kemiringannya. Nilai GZ dan rentang
stabilitas berpengaruh terhadap luas area di bawah kurva GZ. Menurut Hind
(1982), analisis kualitas stabilitas statis kapal dapat dilakukan dengan
membandingkan nilai hasil perhitungan pada kapal yang diteliti dengan nilai
standar dari The Fishing Vessel (Safety Provision) Rules (1975). Berdasarkan The
Fishing Vessel (Safety Provision) Rules (1975), luas area di bawah kurva yang
dipertimbangkan sebagai penentu kualitas stabilitas suatu kapal adalah luas area di
bawah kurva antara sudut oleng 0 - 30 , 0 - 40 , dan 30 - 40 . Akan tetapi,
dikarenakan perahu Kahuripan Nusantara merupakan perahu dalam kondisi
unintact stability, maka vanishing angle perahu terletak pada flooding angle (FA).
Oleh karena itu, luas area di bawah kurva yang diperhitungkan adalah luas area di
bawah kurva antara 0 hingga sudut FA pada masing-masing posisi WL. Nilai
luas area di bawah kurva yang dimaksud disajikan pada Tabel 6.
Pada Tabel 6, nilai luas area di bawah kurva terhitung berdasarkan rentang
stabilitas 0° hingga FA nya pada kondisi WL masing-masing. Kondisi WL1
memiliki FA sebesar 48°. FA berpengaruh pada besarnya toleransi kemiringan
perahu. Semakin besar FA, maka akan semakin besar toleransi kemiringannya.
FA pada kondisi WL1 merupakan FA terbesar di antara kondisi lainnya. Namun

19

perhitungan luas area pada kondisi ini hanya terbatas pada rentang sudut 0°
hingga 37,5°. Hal ini dikarenakan rentang stabilitas pada kondisi WL1 tidak
mencapai FA pada kondisi tersebut. Dengan kata lain, rentang sudut antara 37,5°
hingga 48° tidak masuk ke dalam perhitungan luas area, sehingga luas area pun
menjadi sebesar 0.0098 meter radian pada rentang sudut 0° hingga 37,5°.

Tabel 6 Luas area di bawah kurva tiap kondisi WL pada rentang sudut 0° hingga
flooding angle
Luas Area di Bawah Kurva
GZ Pada Rentang Sudut
0° - FA

0,105m
WL1
0° - 48° *(37,5°)
0.0098

0,315m
WL3
0° - 36°
0.0416

0,525m
WL5
0° - 20°
0.0308

0,735m
WL7
0° - 0°
-

Keterangan: *Perhitungan luas area di bawah kurva pada WL1 hanya mencapai 37,5°

Peningkatan nilai luas area terjadi pada kondisi WL1 ke WL3. Kondisi
WL3 memiliki FA sebesar 36°, sehingga luas area yang terhitung pada kondisi ini
berada pada rentang 0° hingga 36°. Adapun nilai luas area tersebut adalah sebesar
0,0416 meter radian. Nilai tersebut merupakan nilai luas area paling besar di
antara kondisi lainnya. Hal ini dikarenakan WL3 memiliki rentang FA yang cukup
luas dan nilai-nilai GZ yang cukup besar, sehingga nilai luas area yang dihasilkan
paling optimal dibandingkan WL1, WL5, dan WL7. Berbeda dengan WL5, kondisi
ini memiliki nilai-nilai GZ yang besar, namun rentang stabilitasnya terpotong
hanya pada sudut 20°, sehingga nilai luas area yang dihasilkan pun kurang
optimal. Akibatnya, nilai luas area berkurang dari kondisi WL3 ke WL5, yaitu
menjadi sebesar 0,0308 meter radian. Hal yang berbeda terjadi pada kondisi WL7.
Kondisi ini tidak memiliki nilai luas area dikarenakan FA yang dimiliki sebesar
0°. Akibatnya, nilai luas area menjadi tidak ada dan kondisi ini tidak memiliki
energi saat terjadi kemiringan. Untuk itu, kondisi WL7 tidak boleh mengalami
oleng karena pada kondisi ini perahu tidak memiliki toleransi kemiringan,
sehingga perahu akan tenggelam saat sudut berganti posisi dari 0° ke sudut lain.
Berdasarkan rangking beberapa nilai parameter stabilitas pada keempat
kondisi perahu “Kahuripan Nusantara” (kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7),
terlihat bahwa stabilitas terbaik adalah saat perahu pada kondisi WL3. Skoring
penilaian kualitas stabilitas perahu pada keempat kondisi disajikan pada Tabel 7.
Adapun kondisi stabilitas terburuk adalah saat perahu pada kondisi WL7. Akan
tetapi, jika ditinjau dari nilai tiap parameter stabilitas, keempat kondisi perahu
berada pada kondisi stabilitas yang kurang baik, sangat rentan untuk terbalik.
Terlebih pada kondisi WL1, dimana tinggi freeboard jauh lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tinggi badan perahu yang terendam air. Adapun pada
kondisi WL7, dikarenakan tidak memiliki freeboard, apabila perahu oleng lebih
dari 0 , air laut akan segera masuk ke dalam perahu dan memenuhi bagian bawah
perahu. Pada akhirnya, perahu akan segera terbalik saat air laut yang masuk
semakin banyak memenuhi badan perahu. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka
untuk meningkatkan stabilitas perahu “Kahuripan Nusantara” perlu ditambahkan

20

alat untuk meningkatkan kualitas stabilitas perahu. Seperti penggunaan katir atau
bilge keel.
Tabel 7 Rangking kualitas stabilitas perahu “Kahuripan Nusantara” pada kondisi
WL1, WL3, WL5, dan WL7
Rangking Parameter Stabilitas
Kondisi

WL1
WL3
WL5
WL7

GZmaks

Sudut
pada
GZmaks

Range of
stability

Flooding
angle

4
2
1
3

3
1
2
4

3
1
2
4

3
1
2
4

Luas area di Rangking
bawah kurva
0° - FA
3
1
2
4

3
1
2
4

Kajian stabilitas mengarah kepada tingkat keselamatan dan keberhasilan
pengoperasian penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan saat melaut.
Stabilitas perahu yang tinggi akan meningkatkan tingkat keselamatan dan
keberhasilan dalam pengoperasian. Berdasarkan Tabel 7, kondisi WL3 memiliki
kualitas stabilitas paling baik diantara ketiga kondisi lainnya, sehingga tingkat
keselamatan dan keberhasilan tertinggi saat pengoperasian perahu adalah saat
badan perahu yang terbenam setinggi 0,315 meter. Cara agar garis air berada pada
tinggi tersebut adalah dengan memberikan muatan pada perahu seberat 2,270 ton.
Jika muatan lebih dari atau kurang dari berat muatan tersebut, maka kualitas
stabilitas akan berkurang. Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, dapat
dikatakan bahwa perahu Kahuripan Nusantara memiliki tingkat stabilitas yang
kurang baik, sehingga dalam pengoperasiannya, keberadaan katir tidak dapat
dilepaskan dari perahu tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kondisi WL1 memiliki rentang stabilitas dari 0° - 37,5°, dengan nilai
GZmaks sepanjang 0,0227 meter pada sudut 20°. Kondisi WL3 memiliki rentang
stabilitas dari 0° - 77,5°, dengan nilai GZmaks sepanjang 0,1929 meter pada sudut
65°. Kondisi WL5 memiliki rentang stabilitas dari 0° - 60°, dengan nilai GZmaks
sepanjang 0,4183 meter pada sudut 60°. Kondisi WL7 memiliki rentang stabilitas
dari 0° - 7,5°, dengan nilai GZmaks sepanjang 0,0665 meter pada sudut 7,5°.
Adapun nilai luas area di bawah kurva dengan batas 0° - FA pada masing-masing
kondisi sebesar 0,0098 m.rad, 0,0416 m.rad, 0,0308 m.rad, dan 0 m.rad.

21

Kondisi perahu pada WL3 merupakan kondisi perahu dengan kualitas
stabilitas paling baik jika dibandingkan dengan ketiga kondisi lainnya. Adapun
kondisi perahu pada WL7 merupakan kondisi perahu dengan kualitas stabilitas
paling buruk jika dibandingkan dengan ketiga kondisi lainnya. Berat muatan
perahu yang termasuk kondisi paling aman yaitu lebih dari 0,311 ton dan kurang
dari 6,066 ton, atau lebih tepatnya sekitar 2,270 ton.

Saran
Himbauan untuk nelayan pengguna perahu fiberglass ini untuk tidak
melepas katir saat melakukan operasi penangkapan ikan karena stabilitas perahu
tanpa katir memiliki stabilitas yang kurang baik. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menambah kualitas stabilitas perahu Kahuripan Nusantara
adalah dengan memasangkan alat penyeimbang, seperti bilge keel (sirip
keseimbangan). Pemasangan bilge keel dilakukan pada sisi luar lambung kapal.
Aloiso dan Felice (2006) menyatakan bahwa mekanisme peredaman gerakan
oleng melalui pemasangan bilge keel disebabkan oleh adanya fenomena pusaran
air sebagai akibat dari pemasangan bilge keel. Semakin besar pusaran yang
ditimbulkan, maka daya redamnya akan semakin tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Aloisio G, Felice FDi. 2006. PIV analysis around the bilge keel of a ship model in
free roll decay. Convegno Nazionale A.I.VE. LA. 14: 1-11.
Derret DR. 1984. Ship Stability for Masters and Mates Fourth Edition. England:
Butler and Tanner.
Fishing Vessels Rules. 1975. Associatte-Member of The North East Coast
Institution of Engineers & Shipbuilders. England.
Fy