Bea Keluar Ekspor Kayu Log Indonesia Untuk Optimalisasi Industri Pulp Indonesia

BEA KELUAR EKSPOR KAYU LOG INDONESIA UNTUK
OPTIMALISASI INDUSTRI PULP

MARSELLA PRISILIA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudulBea Keluar Ekspor
Kayu Log Indonesia untuk Optimalisasi Industri Pulp adalah benar karya saya
denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Marsella Prisilia
NIM H14110018

ABSTRAK
MARSELLA PRISILIA. Bea Keluar Ekspor Kayu Log Indonesia untuk
Optimalisasi Industri Pulp Indonesia. Dibimbing oleh SRI MULATSIH.
Indonesia merupakan salah satu negara eksportir kayu log ke dunia.
Permintaan terhadap kayu log Indonesia yang tinggi ke dunia serta di dalam
negeri, khususnya pada industri pengolahan kayu. Pada sisi industri pengolahan
kayu, industri pulp merupakan industri yang menghasilkan nilai produksi terbesar
di Indonesia dan memegang peranan penting terhadap perekonomian Indonesia.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor apa saja yang memengaruhi
ekspor kayu log Indonesia, dan bea keluar terhadap optimalisasi Industri Pulp
Indonesia. Metode analisis yang digunakan yaitu data panel untuk menganalisis
faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kayu log Indonesia ke enam negara
tujuan utama ekspor kayu log Indonesia, menganalisis bea keluar terhadap
optimalisasi industri pulp. Pada hasil estimasi menujukkan bahwa hanya harga
ekspor kayu log Indonesia yang mempunyai pengaruh negatif dan signifikan,

sedangkan GDP riil negara tujuan ekspor, nilai tukar mempunyai hubungan positif
dan signifikan. Pada hasil analisis dampak bea keluar, menujukkan bahwa bea
keluar sebesar 6.13% merupakan skenario yang tepat dalam menghasilkan
dampak yang optimum untuk menurunkan volume ekspor kayu log Indonesia dan
meningkatkan kapasitas produksi industri pulp Indonesia.
Kata Kunci: bea keluar, data panel, ekspor, kayu log, optimalisasi.
ABSTRACT
MARSELLA PRISILIA. Log Timber Export Duty Indonesia for Indonesian
Pulp Industry Optimization. Supervised by SRI MULATSIH.
Indonesia has one of the exporters of logs to the world. Demand for high
Indonesian logs into the world as well as in the country. On the side of the wood
processing industry, pulp industry is one of the wood processing industry and the
industry that produces the largest output value in Indonesia and plays an important
role in the Indonesian economy. This study was conducted to analyze the factors
that affect the export of Indonesian logs and duties towards the optimization of
Indonesian Pulp Industry. The analytical method used is panel data. In the
estimation results showed that only export prices of logs Indonesia which has a
negative and significant, while the real GDP export destination countries, the
exchange rate has a positive and significant relationship. On the results of the
analysis of the impact of export duties, showed that the export duty for 6.13% is

the exact scenario in producing optimum impact to reduce the volume of
Indonesian exports of logs and increase the production capacity of Indonesia's
pulp industry.
Keywords: export duties, panel data, export, logs, optimization

BEA KELUAR EKSPOR KAYU LOG INDONESIA UNTUK
OPTIMALISASI INDUSTRI PULP INDONESIA.

MARSELLA PRISILIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMUEKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 ini ialah
perdagangan, dengan judul Kebijakan Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia
terhadap Ekspor Timah
.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dan mendukung penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik, antara lain kepada:
1. Dr.Ir.Sri Mulatsih, M.Sc.Agr.selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, masukan, dan motivasi selama proses penyelesaian
skripsi ini.
2. Dr.Tanti Novianti, S.P.,M.Si.selaku dosen penguji utama yang telah
memberi kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
3. Dr.Muhammad Findi Alexandi, SE,M.E. selaku Komisi Pendidikan yang
telah memberi kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi
ini.

4. Para dosen, staff, dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB
yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani
studi.
5. Orang tua penulis (R. Hotmir dan Risnasari) serta adik (Anggun Novia
Dwijayanti) atas doa, motivasi, dan dukungan moril maupun materiil
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Teman-teman satu bimbingan Lita Rudoturahman, Mas Ayu Faradiah,
Siska Nurwulan, dan Marsella atas kerjasama, motivasi dan doa selama
proses penyelesaian skripsi.
7. Sahabat-sahabat penulis (Pristi Sukmasetya, Khairunnisa, Claudia, Sami,
Maya, Rabbani, Putu Gayatri, Cahyaning Rosy, Pristi Panggabean, Widya,
Hirza, dan Husnal) serta teman-teman ESP 48 atas kebersamaan, semangat,
bantuan dan motivasi selama menjalankan studi.
8. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015
R. Ayu Anindhia Puspha Sari


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Rumusan Masalah

2

Tujuan Peneltian

6

Manfaat Penelitian

6

Ruang Lingkup Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

6


Kayu Log

6

Pulp

7

Perdagangan Internasional

8

Ekspor

9

Optimalisasi

10


Bea Keluar

10

Nilai Tukar

11

Harga Ekspor

11

Populasi Penduduk

12

Studi Penelitian Terdahulu

12


Hipotesis

14

Kerangka Penelitian

14

METODE PENELITIAN

16

Jenis dan Sumber Data

16

Metode Analisis dan Pengumpulan Data

16


Pemilihan Model Terbaik

17

Pengujian Hipotesis

18

Evaluasi Model

18

Definisi Operasional

21

Analisis Elastisitas

21

GAMBARAN UMUM

22

Perkembangan Ekspor Kayu Log (Kayu Bulat) Indoensia

22

Perkembangan Industri Pulp Indonesia

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

26

Determinan Volume Ekspor Kayu Log Indonesia ke Enam Negara Tujuan

26

Dampak Kebijakan Bea Keluar terhadap Ekspor Kayu Log Indonesia

26

SIMPULAN DAN SARAN

30

Simpulan

30

Saran

31

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

33

RIWAYAT HIDUP

39

DAFTAR TABEL
1 Jenis dan sumber data penelitian
2 Selang nilai Statistik Durbin-Watson serta keputusannya
3 Perkembangan nilai dan volume ekspor kayu log Indonesia ke enam
negara tujuan utama ekspor
4 Hasil estimasi determinan ekspor kayu log Indonesia ke enam negara
tujuan utama ekspor
5 Cross-Section Effect (Estimasi Keragaman Individu)
6 Kapasitas industri pulp Indonesia tahun 2013
7 Dampak kebijakan bea keluar terhadap ekspor kayu log Indonesia

16
20
23
26
28
29
30

DAFTAR GAMBAR
1 Persentase kontribusi subsektor kehutanan terhadap produk domestik
bruto (PDB) atas dasar harga berlaku tahun 2001-2013 (Persen)
2 Nilai ouput (produksi) menurut subsektor tahun 2013 (Milyar Rupiah)
3 Perkembangan volume ekspor kayu log Indonesia ke enam negara
tujuan ekspor (Kg)
4 Harga komoditi relatif ekuilibirium setelah perdagangan
5 Ilustrasi dampak pajak ekspor
6 Perkembangan nilai ekspor kayu log indonesia ke enam negara tujuan
ekspor tahun 2001-2013 (Ribu US$)
7 Perkembangan nilai dan volume ekspor kayu log Indonesia ke enam
negara tujuan utama ekspor tahun 2001-2013
8 Perkembangan kapasitas produksi industri pulp Indonesia tahun 20052013 (ton)
9 Nilai ekspor komoditi pulp dan kertas tahun 2010-2013 (Milyar US$)

1
2
4
8
10
22
23
24
2

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Enam Besar Negara Tujuan Ekspor Kayu Log Indonesia 2001-2013
Pohon Industri Pulp
Uji Hausman
Hasil Estimasi FEM
Uji Multikoliniearitas
Uji Normalitas
Uji Heteroskedasitas
Hasil Perhitungan Bea Keluar Ekspor Kayu Log Indonesia

33
35
35
36
36
37
37
38

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kontribusi subsektor kehutanan pada perekonomian nasional Indonesia
cukup dominan terutama pada tahun 1980-an, berbanding terbalik pada dari
periode 2000 hingga 2014 kontribusi subsektor kehutanan terhadap produk
domestik bruto (PDRB) Indonesia hanya sekitar satu persen. Hal ini dapat terlihat
pada gambar 1 yang menunjukkan persentase distribusi produk domestik bruto
Indonesia pada tahun 2000 hingga tahun 2013.
1,20
1,03
1,00

0,97

0,91

0,90

0,88

0,92
0,82

0,81

Persen

0,80

0,80

0,75

0,70

0,67

0,63

0,60
0,40
0,20
0,00
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Tahun

Sumber: BPS, 2014
Gambar 1 Persentase kontribusi subsektor kehutanan terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku tahun 2000-2013 (Persen)
Gambar 1 menyatakan bahwa distribusi subsektor kehutanan terhadap PDB
Indonesia pada tahun 2000 hingga tahun 2013 cenderung berfluktuatif dan
menunjukkan trend yang menurun. Pada tahun 2001 hingga pada tahun 2013 ratarata kontribusi subsektor kehutanan terhadap PDB Indonesia setiap tahunnya
sebesar 0.82% dari total PDB Indonesia.
Peranan subsektor kehutanan terhadap perekonomian nasional dapat juga
dilihat dari kontribusi subsektor kehutanan dalam meningkatkan nilai tambah
(pendapatan) faktor produksi dalam perekonomian nasional. Data Kementerian
Kehutanan (2013) menunjukkan bahwa pada tahun 2013, khususnya pada industri
kehutanan hilir menghasilkan nilai pengganda sebesar 1.26-1.44 melampaui
sektor pertanian sebesar 1.10-1.42 dan sektor non-pertanian sebesar 1.00-1.43.
Hal ini menunjukkan bahwa subsektor kehutanan dapat menjadi salah satu
instrumen kebijakan yang digunakan dalam meningkatkan perekonomian nasional.
Pada sisi kegiatan ekspor, subsektor kehutanan dapat mencapai prestasi ,
menjadi negara produsen kayu bulat tropis dunia pada tahun 1980 dengan

2
menguasai 41% pangsa pasar dunia senilai 2.1 Milyar US$ dolar. Perkembangan
ekspor kayu log Indonesia ke dunia dapat dilihat pada Gambar 2. Perkembangan
ekspor kayu log ke enam negara tujuan utama.
Pada sisi industri, Kementerian Perindustrian mencatat bahwa nilai ouput
(produksi) industri pengolahan kayu di Indonesia pada tahun 2013 mencapai
189,553 Milyar rupiah atau sebesar 6,32% dari total ouput nasional (BPS 2014).
Industri pulp (kertas dan barang dari kertas) merupakan salah satu industri
pengolahan kayu yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional.
Pada Gambar 2 menjelaskan bahwa pada tahun 2013, industri pulp merupakan
sepuluh besar industri yang menghasilkan nilai ouput (produksi) terbesar dari total
ouput nasional. Industri pulp menghasilkan nilai output sebesar 115,593 milyar
Rupiah atau sekitar 3.8% dari total output nasional (BPS 2014).
1%

Makanan

1%
0%

Minuman

5%
1%

Pengolahan Tembakau

8%
24%

Tekstil

3%

Pakaian Jadi

2%

Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki

4%

1% Kayu, Gabus (Tidak Termasuk Furnitur)
dan Anyaman dari Bambu, Rotan dsj
5%
Kertas dan Barang dari Kertas

4%

3%

5%
10%
2%
4%

3%
10%

1%
0%

2%

1%

Pencetakan dan Reproduksi Media
Rekaman
Produk dari Batu Bara dan Pengilangan
Minyak Bumi
Bahan Kimia dan Barang dari Bahan
Kimia
Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat
Tradisional
Karet, Barang dari Karet dan Plastik

Sumber: BPS, 2014
Gambar 2 Nilai Output (produksi) menurut Subsektor Tahun 2013 (Milyar
Rupiah)
Peranan industri pulp terhadap perekonomian nasional juga dapat dilihat
dari kinerja ekpor produk pulp Indonesia ke dunia. Pada tahun 2013 FAO
mencatat nilai ekspor produk pulp Indonesia ke dunia sebesar 3,544 juta US$.
Industri pulp Indonesia juga menujukkan perkembangan yang cukup baik dalam
satu dekade terakhir yaitu pada tahun 2002 Indonesia menempati peringkat ke-12
sebagai eksportir kertas dan pada tahun 2009 hingga pada tahun 2013 menempati
peringkat ke-9. Negara Indonesia menempati peringkat ke-6 sebagai eksportir
utama produk pulp dunia. Pada tahun 2013, FAO mencatat total ekspor pulp
Indonesia pada tahun 2002 sebesar 2.25 juta ton dan pada tahun 2011 sebesar 2.93
juta ton.

3
Potensi industri pulp Indonesia sebagai produsen utama pulp di dunia
dapat dilihat dari biaya produksi industri pulp Indonesia yang relatif lebih murah
dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Kementerian Perindustrian (2012)
mencatat bahwa berdasarkan hasil riset terkemuka di dunia Research Information
SystemInc (RISI), pada kwartal IV tahun 2011, biaya produksi pulp serat pendek
per ton di Indonesia sebesar 185 US$, di Amerika Serikat sekitar 385 US$, di
Kanada sebesar 330 US$, dan di Brazil sebesar 271 US$.Kementerian Kehutanan
(2014) mencatat bahwa pada tahun 2013, produksi pulp nasional tercatat
3,987,390 ton dengan kebutuhan kayu log sebanyak 17,225,526 m3 (1 ton pulp
membutuhkan 4.32 m3 bahan baku kayu log), sementara produksi bahan baku
kayu log yang dapat dimanfaatkan oleh industri pulp mencapai 36.1 juta m3 yang
terdiri dari produksi dari Hutan Tanaman Industri (HTI) sebesar 35.2 juta
m3,949.607 m3 dari izin sah lainnya, dan 7.9 juta dari berbagai sumber legal
lainnya.
Keterkaitan yang kuat antara kayu log dengan industri pulp menyebabkan
pemerintah mulai menerapkan berbagai hambatan untuk mengurangi dampak
negatif dari kegiatan ekspor kayu log dan meningkatkan industri pengolahan kayu
domestik, salah satunya dengan menetapkan tariff yang tinggi melalui pajak
ekspor (bea keluar) hingga pelarangan ekspor kayu log (kayu bulat) ke pasar
internasional.Kebijakan larangan ekspor kayu bulat pertama kali diberlakukan
oleh Pemerintah Indonesia pada Mei 1980.Larangan ekspor kayu bulat pada
awalnya diberlakukan secara bertahap, kemudian pada awal tahun 1985 ekspor
kayu bulat dihentikan secara total (Manurung, 2008).
Pemerintah Indonesia pada tanggal 27 Mei 1992 mengubahkebijakan
larangan ekspor kayu log dengan pengenaan bea keluar atau tarif ekspor kayu
bulat yang tinggi, yaitu sebesar 500 US$ –4800 US$ per m3 kayu bulat,
tergantung jenis kayu (Manurung, 2008). Kebijakan bea keluar diterapkan oleh
pemerintah Indonesia untuk menghindari klaim internasional bahwa kebijakan
larangan ekspor kayu log merupakan kebijaan non tariff barier. Kebijakan
larangan ekspor kayu bulat pada awal dekade 80-an ternyata berhasil
mengembangkan industri kayu lapis dan kayu gergajian di Indonesia serta
merubah Indonesia dari eksportir kayu bulat tropis terbesar di dunia menjadi
eksportir utama kayu olahan (Manurung,2002).
Dampak negatif muncul dari penerapan kebijakan bea keluar ini yaitu
permasalahan kelangkaan komoditi kayu log. Produsen dalam negeri
mengeluhkan sulitnya untuk mendapatkan bahan baku kayu log, yang disebabkan
permasalahan illegal logging yang semakin tinggi. Pemerintah pada tahun 2001
kembali menerapkan kebijakan larangan ekspor kayu bulat ke pasar internasional
melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kehutanan Nomor: 1132/Kpts
II/2001 Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor:
292/MPP/Kep/10/2001 dalam mengurangi dampak tersebut (Manurung, 2008),
kebijakan ini diterapkan pada kode HS 4403. Pemerintah Indonesia pada tahun
2012 kembali mengatur ulang peraturan larangan ekspor kayu log dengan
menambah jenis kayu log yaitu kode HS 4404 dan HS 4403.
Kebijakan larangan ekspor kayu bulat serta kebijakan bea keluar ini
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara melalui pendapatan devisa dari
kegiatan ekspor kayu olahan, memperluas tingkat kesempatan kerja pada industri
pengolahan kayu, meningkatkan nilai tambah industri pengolahan kayu di dalam

4
negeri serta mempercepat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi regional juga
mengurangi permasalahan illegal logging di Indonesia.
Kegiatan ekspor kayu log Indonesia khususnya tahun 2001 hingga 2013
setelah adanya penerapan kebijakan ekspor yaitu kebijakan larangan ekspor kayu
dan bea keluar, memengaruhi perkembangan ekspor kayu log Indonesia ke enam
negara tujuan utama yaitu Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia, Arab Saudi
serta Singapura. Gambar 3 menujukkan perkembangan ekspor kayu log Indonesia
ke enam negara tujuan utama.
16000000
14000000
12000000
Australia

Ton

10000000

Cina

8000000

Jepang

6000000

Korea Selatan

4000000

Arab Saudi

2000000

Singapura

0
2001200220032004200520062007200820092010201120122013

Tahun

Sumber: UN Comtrade, 2014
Gambar 3 Perkembangan volume ekspor kayu log indonesia ke enam negara
tujuan utama (kg)
Gambar 3 menunjukkan, perkembangan volume ekspor kayu log Indonesia pada
tahun 2001 hingga tahun 2013 ke enam negara tujuan utama ekspor mengalami
trend yang berfluktuatif setiap tahunnya. Pertumbuhan rata-rata volume ekspor
kayu log ke enam negara tujuan ekspor, setiap tahunnya sebesar 8.4%.
Pertumbuhan volume ekspor kayu log tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar
8.03%. Pertumbuhan volume ekspor kayu log Indonesia ke negara Cina
merupakan pertumbuhan volume ekspor yang tertinggi yaitu sebesar 6.8%.
Perkembangan volume ekspor kayu log ke enam negara tujuan ekspor yang
berfluktuatif disebabkan oleh beberapa kebijakan ekspor yang diterapkan oleh
pemerintah Indonesia yaitu antara lain kebijakan larangan ekspor kayu log serta
kebijakan bea keluar untuk beberapa jenis kayu log.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini menganalisis determinan
ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama, serta menganalisis
berapa bea keluar optimal bagi ekspor kayu log yang dapat diterapkan bagi ekspor
kayu log Indonesia untuk optimalisasi industri pulp di Indonesia.

Rumusan Masalah
Kayu log merupakan salah satu komiditi unggulan Indonesia pada tahun
1980-an. Kegiatan ekspor subsektor kehutanan Indonesia mampu menguasai 40%

5
pangsa pasar dunia terutama dalam bentuk kayu log. Perkembangan ekspor kayu
log Indonesia mengalami peningkatan dan mencapai volume tertinggi pada tahun
1980, membuat pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk
mengendalikan laju ekspor kayu log dengan kebijakan larangan ekspor kayu log
Indonesia ke pasar Internasional. Kebijakan ini diterapkan pada jenis kayu ramin
dan diterapkan secara penuh pada tahun 1985.
Kebijakan larangan ekspor kayu log berhasil mencapai tujuan untuk
meningkatkan kinerja industri pengolahan kayu di dalam negeri dan memenuhi
kebutuhan bahan baku kayu log di dalam negeri. Pada tahun 1992 pemerintah
mengubah kebijakan larangan ekspor kayu log Indonesia dengan menerapkan
kebijakan pajak ekspor atau bea keluar yang tinggi sesuai dengan jenis kayu.
Pemerintah menerapkan kebijakan bea keluar untuk menghindari dari klaim dunia
internasional, bahwa Indonesia menerapkan kebijakan non-tariff barrier serta
dalam mengatasi permsalahan harga kayu log di dalam negeri serta mengatasi
permasalahan illegal logging.
Penerapkan kebijakan larangan ekspor kayu log serta kebijakan bea keluar
berdampak pada perkembangan ekspor kayu log Indonesia. Terjadinya penurunan
ekspor kayu log Indonesia yang cukup signifikan serta berfluktuasi dapat
menggambarkan dampak dari peneraban kebijakan tersebut. Pada tahun 2001,
pemerintah Indonesia kembali menerapkan kebijakan larangan ekspor kayu log
Indonesia untuk jenis kode HS 4403. Pada tahun 2012, pemerintah Indonesia
merestukrisasi kebijakan bea keluar dengan kebijakan larangan ekspor kayu log
dengan jenis kode HS 4403 dan HS 4404, dan untuk jenis kayu log lainnya
diterapkan kebijakan bea keluar (Kemendag, 2013). Penerapan kebijakan larangan
ekspor kayu log Indonesia berdampak terhadap laju ekspor kayu log Indonesia ke
enam negara tujuan utamaekspor yaitu negara Cina, Australia, Jepang, Korea
Selatan, Arab Saudi serta Singapura.
Penerapan kebijakan ekspor juga berdampak pada perkembangan industri
pengolahan kayu di dalam negeri. Data Kemenperin pada tahun 2014 menyatakan
bahwa salah satu industri kayu yang memberikan kontribusi yang besar bagi
perekonomian Indonesia yaitu industri pulp. Industri pulp merupakan industri
pengolahan kayu yang mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya. Industri
pulp juga merupakan industri pengolahan yang menempati sepuluh besar volume
produksi tertinggi di Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebesar 115.593 Milyar
Rupiah. Peningkatan kapasitas produksi industri pulp Indonesia setiap tahunnya
sebesar 1.2%, membuat pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan ekspor
antara lain larangan ekspor kayu log Indonesia dan kebijakan bea keluar terhadap
ekspor kayu log Indonesia.
Tujuan Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan tersebutyaitu
melindungi dan meningkatkan industri pengolahan kayu di dalam negeri serta
meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan uraian
yang telah dipaparkan, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apa determinan ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama
ekspor?
2. Bagaimana dampak kebijakan tarif ekspor (bea keluar) terhadap ekspor
kayu log Indonesia serta pada industri pulp dan berapa bea keluar optmial
yang dapat diterapkan untuk optimalisasi industri pulp di Indonesia.

6

Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis determinan ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan
utama ekspor.
2. Menganalisis bea keluar optimal yang dapat diterapkan bagi ekspor kayu log
Indonesia untuk optimalisasi industri pulp di Indonesia.

Manfaat Penelitian
Hasil peneltian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis dalam mengetahui
determinan ekspor kayu log Indonesia serta analisis penetapan bea keluar
terhadap optimalisasi industri pulp Indonesia.
2. Bagi Pemerintah
Penulis berharap dapat menjadi saran dan rekomendasi kebijakan pemerintah
dalam meningkatkan kapasitas industri pengolahan kayu di dalam negeri dan
menciptakan nilai tambah bagi industri pengolahan kayu di dalam negeri,
dalam hal ini industri pulp Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi determinan ekspor kayu log Indonesia ke enam
negara tujuan utama ekspor yaitu Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia, Arab
Saudi, serta Singapura. Penelitian ini meliputi jenis kayu log dengan kode HS
(HarmonizedSystem) empat digit yaitu kode HS 4401 (wood in chips or particles,
in logs).

TINJAUAN PUSTAKA

Kayu Log
Menurut definisi BPS, kayu Log atau kayu bulat adalah semua kayu bulat
(gelondongan) yang ditebang atau dipanen yang bisa dijadikan sebagai bahan
baku produksi pengolahan kayu hulu (IPKH). Berdasarkan Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor: P.55/Menhut-II/2006 jo.P63/Menhut-II/2006 tentang
Penatausahaan Hutan yang Berasal dari hutan Negara, kayu bulat (KB) adalah
bagian dari pohon yang ditebang dan dipotong menjadi batang dengan ukuran
diameter 30 (tiga puluh) cm atau lebih. Pengelompokkan kayu log atau kayu bulat
menurut Kementerian Kehutan dibagi menjadi tiga kelompok antara lain:

7
1. Kayu Meranti dan Rimba Campuran
2. Kayu indah tanpa batasan diameter (termasuk sonokeling, ramin dan ulin),
serta kayu torem
3. Kayu mentaos, kisereh, perupuk, goam, belangeran dan kulim

Pulp
Pulp adalah kumpulan serat selulosa dari kayu atau bahan lain yang
mengandung lignosellulosa dan dapat diperoleh dari pengolahan mekanis, semi
kimia atau kimia. Pulp merupakan bahan dasar untuk berbagai keperluan seperti
kertas, karton, papan serat, rayon, atau turunan sellulosa lainnya. Bahan baku pulp
sebagai sumber serat dapat berasal dari kayu dan bukan kayu (bambu, limbah
pertanian, dan lain-lain). Kayu merupakan bahan baku yang penting untuk industri
kertas, namun tidak semua pohon dapat memenuhi persyaratan kualitas kayu
secara sempurna untuk industri pulp, lebih dari 90% bahan baku pulp berasal dari
kayu karena kayu mempunyai kelebihan seperti rendemen yang dihasilkan cukup
tinggi, kandungan sellulosa tinggi dan kandungan lignin rendah, serta kekuatan
pulp dan kertas yang dihasilkan cukup tinggi (Kementerian Kehutanan 2010).
Berdasarkan Balai Besar Sellulose, syarat-syarat kayu sebagai bahan baku
pulp diantaranya adalah:
1. Massa jenis rendah yaitu antara 0.3 – 0.8
2. Panjang serat 0.8 atau lebih
3. Kandungan lignin lebih kecil 23%
4. Kandungan sellulosa minimum standar 40 – 45 %
5. Rendemen pulp lebih besar 40% (pulp coklat)
Berdasarkan FAO (2013), pulp berbahan kayu (wood pulp) merupakan
produk agregrat yang terdiri dari mechanical wood pulp, semi-chemical wood pulp
dan dissolving wood pulp (Wulandari 2013). Bahan baku utama dari pembuatan
produk pulp adalah kayu log (kayu bulat). Alur proses produksi industri pulp yang
berawal dari penyediaan bahan baku yaitu kayu log hingga pada industri pulp
dapat dilihat pada lampiran 2. Cakupan industri pulp berdasarkan pengelompokan
atau kategorisasi yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian dan Asosiasi
Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) adalah sebagai berikut
1. Berdasarkan panjang seratnya dibedakan atas: pulp serat panjang (needle
bleached kraft pulp ) dan pulp serat pendek (leaf bleached kraft pulp).
2. Berdasarkan proses pembuatannya dibedakan atas: pulp kimia (chemical pulp)
dan pulp mekanikal (mechanical pulp).
3. Berdasarkan bahan bakunya dibedakan atas: pulp kayu (wood pulp) dan pulp
nonkayu (non-wood pulp).
4. Pulp juga dibedakan atas: pulp virgin (pulp yang masih asli yang diperoleh dari
pemrosesan bahan baku kayu/non-kayu menjadi pulp baik melalui proses
kimiawi atau mekanikal) dan pulp daur ulang yang diperoleh dari pemrosesan
kembali kertas bekas (recovered paper).

8
Perdagangan Internasional
Menurut Smith bahwa dua negara akan melakukan perdagangan secara
sukarela jika kedua negara tersebut memperoleh keuntungan (Salvatore 1997).
Pada tahun 1817 David Ricardo dalam bukunya berjudul Principles of Political
Economy and Taxation, yang berisi mengenai keunggulan komparatif.Hukum
keunggulan komparatif merupakan salah satu dasar dalam perdagangan
internasional yang paling penting. Hukum keunggulan komparatif menyatakan
bahwa ketika negara kurang efisien negara lain dalam memproduksi kedua
komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang
mengutungkan kedua belah pihak (Salvatore 1997). Gambar 4, masing-masing
melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk komoditi X di negara 1,
dan Negara 2. Panel A memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan
internasional, Negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A
berdasarkan harga relatif di komoditi X sebesar Pa, sedangkan negara 2 akan
berproduksi dan berkonsumsi di titik B berdasarkan harga relatif PE.

Sumber: Salvatore 1997
Gambar 4 Harga Komoditi Relatif Ekuilibirium setelah perdagangan
Hubungan perdagangan yang telah berlangsung diantara kedua negara
tersebut, harga relatif komoditi X lebih banyak dibandingkan tingkat permintaan
(konsumsi) di domestik. Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor ke
negara 2. Kondisi yang terjadi jika harga yang berlaku lebih kecil dari PE, maka
negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkat permintaan
lebih tinggi dibandingkan produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong negara
2 melakukan impor atas kekurangan kebutuhan komoditi X itu dari negara 1.
Keseimbangan di pasar internasional yaitu kelebihan penawaran Negara A
menjadi penawaran pada pasar internasional yaitu pada kurva ES, sedangkan
kelebihan permintan negara B menjadi permintan pada pasar internasional yaitu
sebesar ED. Kelebihan penawaran dan permintan tersebut akan terjadi
keseimbangan harga sebesar P*. Peristiwa tersebut akan mengakibatkan negara A
mengekspor, dan negara B mengimpor komoditas tertentu dengan harga sebesar
P* di pasar internasional. Pada penjelasan di atas didapat bahwa perdagangan
internasional (ekspor-impor) terjadi karena terdapat perbedan antara harga

9
domestik (Pa dan Pb), dan harga internasional (P*); permintan (ED), dan
penawaran (ES) pada komoditas tertentu (Salvatore 1997).

Ekspor
Teori Permintaan Ekspor dan Penawaran Ekspor
Menurut Mankiw (2007) permintaan suatu barang didefinisikan sebagai
jumlah barang yang diinginkan konsumen yang mampu membeli barang
tersebut.Jumlah barang yang diinginkan konsumen (Qd) bergantung pada harga
barang dan pada tingkat pendapat agregrat (Y).
Qd = D(P,Y)
Hubungan di atas sesuai dengan hukum permintaan yang berbunyi
banyaknya jumlah barang yang diminta tergantung pada harga barang
tersebut.Berdasarkan teori tersebut, menurut Mankiw (2007) bahwa ekonom
menganggap jumlah barang yang ditawarkan kepada penjual (Qs) bergantung
pada harga barang tersebut dan harga barang tersebut . Hubungan ini ditujukkan
sebagai
Os = S(P, Pm)
Persamaan di atas sesuai dengan hukum penawaran yang berbunyi bahwa
apabila harga suatu barang naik maka jumlah barang yang ditawarkan juga naik
(Saidy 2013). Secara teoritis, volume ekspor suatu komoditi tertentu dari suatu
negara ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik yang lebih
tinggi dengan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran
(excess supply) Pada saat tersebut kelebihan penawaran domestik digunakan oleh
negara lain yang mengalami excess demand. Ekspor juga dipengaruhi oleh harga
komoditas tersebut dan faktor lain juga yang dapat memengaruhi baik langsung
maupun tidak langsung (Salvatore 1997;Mayangsari 2010).
Penawaran ekspor kayu log suatu negara merupakan selisih antara
produksi dikurangi dengan konsumsi atau permintaan domestik ditambah dengan
stok tahun sebelumnya (Mayangsari 2010). Berdasarkan pengertian tersebut maka
penawaran kayu log secara sistematis adalah sebagai berikut :
QXt = QPt-QCt+ St-1
Keterangan :
QXt= Jumlah ekspor kayu log tahun ke-t
QPt= Jumlah produksi kayu log tahun ke-t
QCt= Jumlah konsumsi kayu log tahun ke-t
St-1= Stok tahun sebelumnya
Kebijakan Ekspor
Kebijakan perdagangan internasional di bidang ekspor diartikan sebagai
tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung
maupun tidak langsung, yang akan memengaruhi struktur, komposisi, dan arah
transaksi serta kelancaran usaha peningkatan devisa ekspor suatu negara (Hady
2001). Kebijakan perdagangan intenasional di bidang ekspor dikelompokkan
menjadi dua macam kebijakan yaitu kebijakan ekspor di dalam negeri dan
kebijakan ekspor di luar negeri. Kebijakan ekspor di dalam negeri meliputi (Hady
2001) :

10
1. Kebijakan perpajakan.
2. Fasilitas kredit perbankan yang murah untuk mendorong peningkatan eskpor
barang-barang tertentu.
3. Penetapan prosedur/ tata laksana eskpor yang relatif lebih muda.
4. Pemberian subsidi ekspor.
5. Pembetukkan asosiasi eksportir.
6. Pembetukkan kelembagaan seperti export processing zone.
7. Larangan/ pembatasan ekspor
Kebijakan ekspor di luar negeri meliputi :
a. Pembentukkan International Trade Promotion Centre (ITPC) di berbagaai
negara.
b. Pemanfaatan General System of Preferency (GSP), yaitu fasilitas keringanan
biaya masuk yang diberikan negara-negara industri untuk barang manufaktur .
c. Menjadi anggota Commodity Association of Producer, dan Commodity
Agreement between Producer and Consumer.

Optimalisasi
Optimalisasi berasal dari kata optimal. Optimal menurut kamus besar
Bahasa Indonesia (KBBI) adalah terbaik, tertinggi, dan paling menguntungkan
(KBBI 2012), sehingga optimalisasi adalah proses pencapaian suatu pekerjaan
dengan hasil dan keuntungan yang besar tanpa harus mengurangi mutu dan
kualitas pekerjaan (Sofyan 2014).

Bea Keluar
Bea keluar menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 146/PMK.04/2014 adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang
Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor. Bea keluar yang juga
disebut tarif ekspor atau pajak ekspor. Kebijakan pajak dan dampaknya dapat
dijelaskan Gambar 5 di bawah ini.

Sumber: Salvatore 1997
Gambar 5 Ilustrasi dampak pajak

11
Kondisi keseimbangan anatara permintaan (D) dan penawaran (S) pada titik
E yaitu Qe, harga yang terbentuk adalah Pe. Pajak menyebabkan harga konsumen
akan naik menjadi Pc dan harga produsen turun menjadi Pp, dan jumlah
produksi/konsumsi turun menjadi Qt. dengan penurunan jumlah konsumsi dan
kenaikan harga konsumen, maka surplus ekonomi konsumen akan turun dari
daerah PeEA menjadi PcCA, dan surplus produsen turun dari daerah PeEB
menjadi PpDB. Pemerintah memperoleh penerimaan pajak sebesar daerah
PpDCPc. Perekonomian secara keseluruhan kehilangan surplus ekonomi sebesar
DEC, yang disebut sebagai Deadweight Cost of Taxation, yang berarti terjadi
inefesiensi dalam perekonomian.

Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang suatu negaradibedakan atas nilai tukar nominaldan
nilai tukar riil.Nilai tukar nominalmerupakan harga relatif mata uangdua
negara.(Mankiw 2011). Nilai tukar terbagai atas dua yaitu nilai tukar riil dan nilai
tukar nominal. Nilai tukar riil menyatakantingkat, dimana pelaku ekonomi
dapatmemperdagangkan barang-barang darisuatu negara untuk barang-barang
darinegara lain.Nilai tukar riil di antara kedua matauang kedua negara dihitung
dari nilaitukar nominal dikalikan dengan rasiotingkat harga di kedua negara
tersebut.Nilai tukar nominal adalah perbandingan harga relatif dari mata uang
antara dua negara (Mankiw 2011).

Harga Ekspor
Keunggulan komperatif suatu negara dicerminkan dari perbedaan relative
harga-harga atas berbagai komoditi antara dua negara.Relatif harga-harga tersebut
dijadikan pijakan bagi setiap negara untuk melakukan hubungan dagang yang
saling menguntungkan. (Salvatore 1997). Harga adalah salah satu faktor utama
dalam kegiatan perdagangan. Harga komoditi menurut Salvatore (1997)
merupakan sesuatu yang paling mendasar dalam melakukan kegiatan ekspor. Pada
sisi penawaran (supply side), harga berhubungan positif dengan jumlah ekspor
yang tiawarkan, yang artinya semakin tinggi suatu harga komoditi yang
ditawarkan. Pada sisi permintaan (demand side), harga berhubungan negatif
dengan demand ekspor atau dengan kuantitas impor yang diminta oleh negara
tujuan. Secara sistematis harga ekspor dapat dirumuskan seperti persamanan di
bawah ini
Harga =

V

N

E

E

Gross Domestik Product (GDP)
Gross Domestik Product (GDP) menurut Mankiw (2011) adalah nilai pasar
dari semua barang dan jasa akhir (final) yang diproduksi dalam sebuah negara

12
pada suatu periode (Santoso 2011). Produk Domestik Bruto atau GDP (Gross
Domestik Product) merupakan statistika perekonomian yang paling diperhatikan
karena dianggap sebagai ukuran tunggal terbaik mengenai kesejahteraan
masyarakat. Hal yang mendasarinya karena GDP mengukur dua hal pada saat
bersamaan : total pendapatan semua orang dalam perekonomian dan total
pembelanjaan negara untuk membeli barang dan jasa hasil dari perekonomian
(Santoso 2011). Komponen – komponen dari GDP. GDP (yang ditunjukkan
sebagai Y) dibagi atas empat komponen : konsumsi (c), investasi (I), belanja
negara (G), dan ekspor neto (NX) yaitu
Y = C + I + G + NX
Persamaan ini merupakan persamaan identitas – sebuah persamaan yang pasti
benar dilihat dari bagaimana variabel - variabel persamaan tersebut dijabarkan.
Komponen tersebut ialah :
1. Konsumsi (consumption) adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah
tangga.
2. Investasi (investment) adalah pembelian barang yang nantinya akan digunakan
untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa
3. Belanja pemerintah (government purchases) mencakup pembelanjaan barang
dan jasa oleh pemerintah daerah, negara bagian, dan pusat (federal).
4. Ekspor neto (net exports) sama dengan pembelian produk dalam negeri oleh
orang asing (ekspor) dikurangi pembelian produk luar negeri oleh warga
negara (impor)
GDP terbagi menjadi dua yaitu GDP rill dan GDP per kapita. Mankiw
(2003) menyatakan bahwa GDP riil mengukur output yang dinilai pada harga
konsumen, sedangkan GDP nominal mengukur produksi barang dan jasa yang
dinilai dengan harga–harga di masa sekarang (Santoso 2011), terdapat beberapa
hal yang tidak disertakan seperti nilai dari semua kegiatan yang terjadi di luar
pasar, kualitas lingkungan dan distribusi pendapatan (Santoso 2011). Hubungan
GDP dengan kesejahteraan dapat dijelaskan melalui GDP per kapita. GDP per
kapita merupakan besarnya GDP apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk
di suatu negara merupakan alat yang lebih baik yang dapat memberitahukan yang
terjadi pada rata– rata penduduk, standar hidup dari warga suatu Negara
(Mankiw2006).

Populasi Penduduk
Populasi penduduk adalah suatu kumpulan individu dari jenis yang sama
yang menempati area tertentu dan saling berinteraksi satu sama lain, populasi ini
merupakan satu kesatuan atau unit dimana energi dan materi mengalir dalam suatu
siklus serta menjaga keseimbangan suatu ekosistem (Kastolani 2011).

Studi Penelitian Terdahulu
Peneltian terdahulu yang melakukan analisis terhadap ekspor kayu log
Indonesia atas berbagai kebijakan ekspor dan peraturan pemerintah salah satunya

13
dengan judul penelitian Analisis Kebijakan Ekspor Kayu Bulat Dari Hutan
Tanaman oleh Astana (2009) dengan menggunakan metode penelitian dengan
melihat dampak Ekspor Kayu Bulat terhadap berbagai industri pengolahan,
dampak terhadap Kesejahteraan Sosial (Social Welfare Analysis) serta
menggunakan Kriteria Kaldor-Hicks. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
kebijakan larangan ekspor melindungi industri yang tidak efisien dan menekan
perkembangan hutan tanaman, sebaliknya, kebijakan ekspor mendorong
tumbuhnya hutan tanaman dan dengan pengenaan pajak ekspor optimal,
penerimaan pemerintah meningkat dari kondisi sekarang.Berdasarkan criteria
Kaldor-Hicks, kebijakan ekspor kayu bulat dari hutan tanaman lebih baik
dibanding kebijakan larangan ekspor. Peningkatan net social welfare di pasar
kayu bulat lebih tinggi dibanding penurunan di pasar pulp.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Kementerian Kehutanan (2010) dengan judul kajian kebijakan ekspor kayu log.
Berdasarkan penelitian ini bahwa dampak kebijakan ekspor kayu bulat pada laba
yang diterima pengusaha hutan alam kurang meransang bagi pengusaha hutan
untuk meregenerasikan atau mengelola hutannya secara lestari, yang terbukti
dengan potensi hutan alam meningkat hampir empat kali lipat kondisi sekarang.
Kebijakan larangan ekspor kayu bulat dicabut maka laba yang diterima pengusaha
hutan juga akan naik empat kali dari sekarang.
Pemberlakukan kebijakan ekspor akan mengguncang industri kayu lapis,
dengan demikian jika usaha mendorong konerja pengelolaan hutan alam lestari
menigkat, maka harga kayu bulat harus meningkat. Penelitian ini juga menyatakan
bahwa jika usaha pengembangan harga kayu bulat dilakukan degan mebuka
ekspor kayu bulat hutan tamanan, maka kebijaka tersebut harus dibarengi denagn
kebijakan pajak ekspor atau tarif. Hasil perhitungan besarnya tarif optimal agar
pengusaha hutan dan tanaman industri sama-sama mengutungkan yaitu 27,37%.
Penelitian berikutnya dengn judul analisis permintaan kayu bulat industri
pengolahan kayu (2006).Penelitian ini menyatakan bahwa permintaan kayu
gerjajian dipengaruhi secara signifikan oleh harga kayu bulat domestik, dan
volume ekpsor kayu bulat.
Sinaga (1989) menyebutkan intervensi kebijakan larangan ekspor kayu
bulat pada tahun 1975-1982 telah berdampak pada terjadinya penuruan ekspor
kayu bulat dan penurunan harga kayu bulat domestik . Instrumen pajak atau tarif
akanmemengaruhi perubahan kemiringan (slope) garis anggran dengan mengubah
harga yang diterima konsumen (Varian 1987) dampak penerapan tarif juga
mengakibatkan kehilangan penerimaan produsen dan konsumen.
Penelitian dengan judul analisis pengaruh pajak ekspor (bea keluar)
terhadap volume ekspor, ketersediaan domestik dan harga domestik biji kakao
Indonesia yang dilakukan oleh Putri, Osmet, dan Khairati (2013) menjelaskan
bahwa pajak ekspor (bea keluar) memiliki pengaruh terhadap volume ekspor,
ketersediaan domestik dan harga domestik. Pajak ekspor memiliki hubungan
negatif dengan volume ekspor, sedangkan volume ekspor memiliki hubungan
yang negatif terhadap ketersediaan domestik dan pajak ekspor memiliki hubungan
positif terhadap ketersediaan domestik. Variabel ketersediaan domestik memiliki
hubungan positif dengan harga domestik dan pajak ekspor memiliki hubungan
negatif dan pengaruh signifikan terhadap harga domestik.

14
Penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Perdagangan Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia (2013) dengan judul analisis kebijakan bea
keluar (bk) CPO dan produk turunanannya menyatakan, kebijakan bea keluar
CPO telah berdampak pada peningkatan utilisasi industri pengolahan CPO di
dalam negeri dan sebaliknya menurunkan utilisasi industri pengolahan CPO di
Malaysia. Fakta ini diesebabkan karena industri pengolahan CPO Malaysia masih
mengandalkan sebagian besar CPO dari Indonesia.
Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan mengenai analisis bea keluar ekspor kayu log
untuk optimalisasi industri pulp Indonesia berbeda dengan penelitian terdahulu.
Penelitian ini menggunakan kode HS emapt digit yaitu HS 4401 pada tahun 2001
hingga pada tahun 2013. Negara yang diteliti adalah negara-negara enam tujuan
utama ekspor kayu log yaitu Cina, Korea Selatan, Jepang, Arab Saudi, Australia,
dan Singapura. Penelitian ini juga menggunakan analisis elastisitas ekspor kayu
log dalam mengetahui besaran bea keluar yang optimal yang dapat diterapkan
agar industri pulp dapat bekerja secara optimal dengan menaikkan kapasitas
produksinya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu volume ekspor
kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama ekspor, nilai tukar nominal mata
uang negara tujuan ekspor terhadap dolar Amerika Serikat, harga ekspor, GDP per
kapita negara tujuan ekspor, dan populasi penduduk negara tujuan ekspor.

Hipotesis
1. Ekspor kayu log Indonesia dipengaruhi oleh harga ekspor kayu log, nilai tukar
mata uang negara tujuan ekspor terhadap dolar Amerika Serikat, GDP per
kapita negara tujuan ekspor,populasi penduduk negara tujuan ekspor serta
kebijakan larangan ekspor kayu log Indonesia.Kebijakan larangan ekpsor kayu
bulat mengakibatkan rendahnya harga kayu bulat (kayu log) dan berdampak
negatif terhadap efisiensi penggunaan kayu.
2. Harga ekspor kayu log mempunyai hubungan yang negatif dengan ekspor kayu
log
3. Populasi penduduk negara tujuan ekspor mempunyai hubungan negatif dengan
ekspor kayu log
4. Nilai tukar nominal negara tujuan ekspor terhadap dolar Amerika Serikat
mempunyai hubungan negatif dengan ekspor kayu log
5. GDP per kapita negara tujuan ekspor mempunyai hubungan positif dengan
ekspor kayu log
6. Penerapan bea keluar terhadap ekspor kayu log akan menaikkan harga ekspor
kayu log dan menurunkan ekspor kayu log Indonesia

Kerangka Penelitian
Kayu log merupakan salah satu komoditi utama dalam subsektor kehutanan
Indonesia. Perkembangan ekspor kayu log Indonesia serta perkembangan

15
produksi industri pengolahan kayu di Indonesia menyebabkan pemerintah
Indonesia menerapkan beberapa kebijakan ekspor yang bertujuan untuk
mengendalikan laju ekspor kayu log yang tinggi pada tahun 1970-an hingga pada
tahun 1980 dan membangun serta melindungi industri pengolahan kayu di
Indonesia. Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan larangan ekspor kayu log
secara penuh pada tahun 1985. Kebijakan bea keluar juga diterapkan oleh
pemerintah Indonesia pada tahun 1992 dalam mengatasi dampak yang diakibatkan
oleh kebijakan larangan ekspor kayu log Indonesia.
Industri pengolahan kayu yang merupakan subsektor utama yang potensial
dan menghasilkan output tertinggi yaitu industri pulp. Kinerja industri pulp dapat
ditunjukkan pada kapasitas terpasang dan kapasitas produksi industri pulp,
sehingga menghasilkan industri pulp dapat berproduksi secara optimal. Pada
penelitian ini menganalisis apa saja faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kayu
log Indonesia ke enam negara tujuan utama ekspor Indonesia dan khususnya
industri pulp di Indonesia, serta dampak penerapan kebijakan bea keluar terhadap
industi pulp Indoensia, serta berapa bea keluar yang diterapkan agar industri pulp
dapat beroperasi secara optimum.Berdasarkan gambar 5, kerangka penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Ekspor Kayu Log

Industri Pulp

Kapasitas
Terpasang

Determinan Ekspor
Kayu Log
Indonesia

Kapasitas
Produksi

Kebijakan Ekspor

Kapasitas
Menganggur

Bea
Keluar

Permintaan Ekspor
Kayu Log
Tingkat Optimum
Industri Pulp

Gambar 5. Kerangka Penelitian

16
METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data ini
diperoleh melalui berbagai sumber antara lain, Kementerian Kehutanan
(Kemenhut), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Asosiasi Pengusaha
Hutan Indonesia (APHI), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), World Bank,
UNCTASTAD dan berbagai lembaga penelitian.terdapat pada tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan Sumber Data Peneletian
Jenis Data
Harga ekspor Kayu log
Volume Ekspor Kayu Log
Populasi Penduduk Negara Tujuan Ekspor
GDP per Kapita Negara Tujuan Ekspor
Nilai Tukar Nominal Mata Uang Negara Tujuan
terhadap Dolar Amerika Serikat
Kapasitas Terpasang
Kapasitas Terpakai

Unit Satuan
US$/Kg
Kg
Jiwa
US$
Mata uang negara tujuan /US$
Ton
Ton

Metode Analisis dan Pengumpulan Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari metode
deksriptif kualitatif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif kualitatif
digunakan untuk melihat dampak adanya kebijakan ekspor yaitu penerapan tarif
ekspor (bea keluar) dan kebijakan pelarangan ekspor kayu log terhadap ekspor
kayu log Indonesia, sedangkan metode kuantitatif menggunakan metode panel
data dengan pendekatan fixed effects model. Metode ini digunakan untuk
menganalisis perkembangan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kayu log
Indonesia, menganalisis dampak tarif (bea keluar) terhadap ekspor kayu log
Indonesia. Pengolahan data menggunakan program Eviews 6.1.
Panel Data
Jika dalam pengamatan ketersediaan data untuk beberapa individu untuk
kurun waktu tertentru, beberapa metode penggabungan dapat dilakukan.
Penggabungan cross section dan time series disebut dengan panel data atau pooled
data (Juanda 2009). Penggunaan panel data memiliki beberapa fungsi antara lain
(Gujarati 2006) :
1. Mampu mengontrol heterogenitas individu,
2. mengurangi multikolineritas antar variabel, meningkatkan degrees of
freedom, lebih bervariasi, dan lebih efiisien,
3. mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak
dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series,
4. dapat menguji dan membangun model perilkau yang lebih kompleks.

17
Analisis panel data terdapat tiga teknik yang dapat digunakan untuk mengestimasi
data panel yaitu metode Pooled Least Square (PLS), metode efek tetap (Fixed
Effect) dan metode efek acak (Random Effect) (Anggoro 2015).
Metode Pooled Least Square (PLS)
Pada prinsipnya, pendekatan ini menggunakan gabungan dari seluruh data
(pooled), sehingga terdapat N x T observasi, dimana N menunjukkan jumlah
series yang digunakan (Firdaus 2011). Data gabungan ini diperlakukan sebagai
satu kesatuan pengamatan yang digunakan untuk mengestimasi model dengan
metode OLS (Nachrowi 2006). Model yang digunakan yaitu:
yit = i + Xit + uit
keterangan:
yi t = variabel tidak bebas di waktu t untuk unit cross section i
αi =intersept yang berubah-ubah antar unit cross section
Xit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i
= parameter untuk variabel ke j
uit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

Model Efek Tetap (Fix Effect Model/FEM)
Model efek tetap digunakan dengan memasukkan variabel dummy untuk
mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda pada cross
section atau time series (Budiman 2014) kemudian diduga menggunakan panel
data :
Yit = αi+ � � Bj + ∑ − ���� + eit
keterangan:
Yit= variabel tidak bebas di waktu t untuk unit cross section i
α i = intersept yang berubah-ubah antar unit cross section
� � = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i
Bj = parameter untuk variabel ke j
eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i
Model Acak (Random Effect Model/REM)
Model acak (Random Effect Model) muncul ketika antara efek individu atau
regeresor tidak ada korelasi. Asumsi ini membuat komponen error dari efek
individu dan waktu dimasukkan ke dalam error. Persamaan REM diformulasikan
sebagai berikut:
Yit = + Xit + � it ; � it = ui + vt + wit
Keterangan:
ui=Komponen error cross-section
vt = Komponen error time-series
wit= Komponen error gabungan

18
Pemilihan Model Terbaik
Hausman Test
Hausman Test atau uji Hausman dilakukan untuk memlilih model yang
akan digunakan di antara model fixed effect dan model random effect. Hipotesis
dari pengujian ini adalah sebagai berikut:
H0 : model random effect
H1 : model fixed effect
Dasar penolakan terhadap H0 maka digunakan statistik Hausman dan
membandingkannya dengan Chi square. Jika nilai H hasil pengujian lebih besar χ2
tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model
yang digunakan adalah model fixed effects.

Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis terdiri dari uji T, uji F, dan uji koefisien determinasi
(R2). Pengujian tersebut dapat dijelaskansebagai berikut :
1. Uji T atau uji parsial
Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikan peubah-peubah bebas
yang digunakan dalam model. Hipotesis nol (H0 : βi = 0) artinya nilai koefisien
sama dengan nol dan hipotesis alternatif (H1 :βi < 0 atau βi > 0) artinya
koefisien lebih kecil dari nol atau lebih besar dari nol. H0 ditolak jika t-statistik
lebih besar dari t-tabel atau p-value lebih kecil dari nilai kritis (α), artinya
secara parsial peubah bebas berpengaru terhadap peubah terikat.
2. Uji F
Uji F digunakan untuk memengaruhi apakah model penduga yang diajukan
sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam model. Hipotesis nol
(H0:β1 = β2 = βi = 0) dan hipotesis a