Pengembangan Minuman Fungsional Berbasis Daun Pegagan (Centella asiatica) dengan Aktivitas Anti-Hiperurisemia : Optimasi Proses Ekstraksi Bahan Baku Minuman Fungsional

PENGEMBANGAN MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS DAUN
PEGAGAN (Centella asiatica) DENGAN AKTIVITAS ANTIHIPERURISEMIA :OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI BAHAN BAKU
MINUMAN FUNGSIONAL

SARAH LUBNA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan
Minuman Fungsional Berbasis Daun Pegagan (Centella asiatica) dengan
Aktivitas Anti-Hiperurisemia : Optimasi Proses Ekstraksi Bahan Baku Minuman
Fungsional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Sarah Lubna
NIM F24090104

ABSTRAK
SARAH LUBNA. Pengembangan Minuman Fungsional Berbasis Daun Pegagan
(Centella asiatica) dengan Aktivitas Anti-Hiperurisemia: Optimasi Proses
Ekstraksi Bahan Baku Minuman Fungsional.Dibimbing oleh C. HANNY
WIJAYA and BUDI NURTAMA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi proses ekstraksi bahan
bakuyang digunakan dalam pembuatan minuman fungsional berbasis pegagan.
Ekstrak kering dari tanaman pegagan (Centella asiatica), kumis kucing
(Orthosiphon aristatus), jahe (Zingiber oficinale) and kayu manis (Cinnamomum
sp.) dikeringkan dengan metode pengeringan semprot (sray dryer). Response
surface methodology (RSM) digunakan sebagai metode rancangan percobaan dan
proses optimasi dalam perangkat lunak Design Expert 7. Hasil optimasi untuk
keempat sampel adalah: pegagan menggunakan suhu eksstraksi A oC selama B

jam dalam waterbathshaker, jumlah maltodekstrin C % dan suhu inlet
pengeringan D oC; kayu manis memerlukan waktu ekstraksi E menit dalam air
mendidih, jumlah maltodekstrin F% dan suhu inlet pengeringan GoC; ekstrak cair
kumis kucing dan jahe dicampurkan maltodekstrin H % dan dikeringkan dengan
suhu inlet pengeringan IoC. Respon untuk keempat sampel menunjukkan pegagan
mengandung 36867 ppm AEAC dan total fenol 10028 ppm GAE; kumis kucing
memiliki aktivitas antioksidan 81450 ppm AEAC dan total fenol 22272 ppm
GAE; kayu manis memiliki aktivitas antioksidan 65200 ppm AEAC dan total
fenol 22941 ppm GAE; dan jahe memiliki aktivitas antioksidan 42572 ppm
AEAC dan total fenol 9808 ppm GAE. Daya inhibisi enzim xantin oksidase untuk
sampel yang teroptimasi adalah : pegagan 30%, kumis kucing 60%, kayu manis
45%, dan jahe 26%.
Keywords: Minuman fungsional, Centella asiatica, Anti-hiperurisemia, Response
surface methodology, Xantin oksidase, Optimasi

ABSTRACT
SARAH LUBNA. Development of Pegagan (Centella asiatica) Functional
Beverage with Anti-Hyperuricemia Activity: Optimization of Extraction Process
on Functional Beverage Main Ingredients. Supervised by C. HANNY WIJAYA
dan BUDI NURTAMA.

The aim of this research is to optimize the extraction process of the
ingredients pegagan functional beverage.The plant extract of Centella asiatica
(pegagan), Orthosiphon aristatus (kumis kucing), Zingiber oficinale (ginger) and
Cinnamomum sp. (cinnamon)are dried using spray dryer. Response surface
methodology (RSM) is used for the experimental design and optimization with
Design Expert 7 software.The optimization results of the four samples are as
follow: pegagan is using A oC temperature of extraction in B hours extraction
process inside the waterbathshaker, C% amounts of maltodextrin and DoC inlet
temperature on spray dryer; cinnamon needs E minutes extraction time on boiling
water (approx. 95oC), F% amounts of maltodextrin and GoC inlet temperature on
spray dryer; kumis kucing and ginger are best mixed with the lowest amounts of
maltodextrin, which is H% and the inlet temperature for spray dryer is IoC. The
response results show the antioxidant activity for pegagan is 36867 ppm AEAC,
the phenolic compound is 10028 ppm GAE; kumis kucing has antioxidant activity
81450 ppm AEAC andphenolic compounds 22272 ppm GAE; cinnamon
hasantioxidant activity 65200 ppm AEAC and the phenolic compound is 22941
ppm GAE; and ginger has 42572 ppm AEAC antioxidant activity and phenolic
compounds 9808 ppm GAE. The xanthine oxidase enzyme inhibition for
optimized samples are: pegagan 30%, kumis kucing 60%, cinnamon 45%, and
ginger 26%.

Keywords: Functional beverage, Centella asiatica, Anti-hyperuricemia, Response
surface methodology, Xanthine oxidase, Optimization

PENGEMBANGAN MINUMAN FUNGSIONAL
BERBASIS DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) DENGAN
AKTIVITAS ANTI-HIPERURISEMIA : OPTIMASI PROSES
EKSTRAKSI BAHAN BAKU MINUMAN FUNGSIONAL

SARAH LUBNA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi :Pengembangan Minuman Fungsional Berbasis Daun Pegagan
(Centella asiatica) dengan Aktivitas Anti-Hiperurisemia : Optimasi
Proses Ekstraksi Bahan Baku Minuman Fungsional
Nama
: Sarah Lubna
NIM
: F24090104

Disetujui oleh

Prof. Dr.Ir. C Hanny Wijaya
Pembimbing I

Dr.Ir.Budi Nurtama, M.Agr
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr.Ir.Feri Kusnandar, M.Sc.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Pengembangan Minuman
Fungsional Berbasis Daun Pegagan (Centella asiatica) dengan Aktivitas AntiHiperurisemia : Optimasi Proses Ekstraksi Bahan Baku Minuman Fungsional
dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis menyampaikan ucapan kepada Ibu Prof Dr Ir C.
Hanny Wijaya selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan waktu, saran,
dan bimbingannya kepada penulis dalam penyelesaian penelitian dan penulisan
skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pada Bapak Dr Ir Budi
Nurtama, M.Agr selaku pembimbing II yang juga memberikan waktu, saran, dan
bimbingan kepada penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir.
Sukarno, M.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran.
Rasa hormat penulis sampaikan kepada ibu, ayah, dan keluarga tercinta
yang telah membimbing dan memberikan doa, semangat, kasih sayang, dukungan

moril dan materiil dengan tulus selama ini. Terima kasih juga Penulis sampaikan
kepada teman-teman tercinta, Nurul, Astro, Beber, Ririd dan Suci atas semangat,doa, dan dukungan yang telah diberikan. Teman-teman ITP 46 atas kebersamaan
yang telah dibangun selama ini, para peneliti di Pusat Studi Biofarmaka Bu Susi
dan Mbak Laila. Terima kasih pula kepada teknisi laboratorium ITP, Pak Nur, Pak
Yahya, Pak Rozak, dan Pak Gatot yang banyak membantu selama penelitian.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Bogor, Mei 2014
Sarah Lubna

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 4
Manfaat Penelitian ............................................................................................... 4
METODE ................................................................................................................ 5

Bahan ................................................................................................................... 5
Alat ...................................................................................................................... 5
Prosedur ............................................................................................................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 12
Persiapan Bahan Baku ....................................................................................... 12
Proses ekstraksi ................................................................................................. 14
Optimasi Proses ................................................................................................. 15
Analisis Daya Inhibisi Enzim Xantin Oksidase ................................................ 20
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 23
Simpulan ............................................................................................................ 23
Saran .................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24
LAMPIRAN .......................................................................................................... 28

DAFTAR TABEL

1 Pengukuran Total Fenol Berdasarkan Perbedaan Waktu Ekstraksi dan
Sampel yang Digunakan
2 Pengukuran Fenol pada Pengamatan dan Pengukuran Respon


13
14

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Kering Pegagan
2 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Kering Kumis Kucing
3 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Kering Kayu Manis
4 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Kering Jahe
5 Pengukuran aktivitas antioksidan metode DPPH (Molyneux 2004)
6 Permodelan Aktivitas Antioksidan dan Total Fenol Pegagan
7 Permodelan Aktivitas antioksidan dan total fenol Kayu manis
8 Permodelan aktivitas antioksidan dan total fenol jahe
9 Permodelan aktivitas antioksidan dan total fenol kumis kucing
10 Kurva Inhibisi Xantin Oksidase pada Allupurinol
11 Kurva Daya Inhibisi Sampel terhadap Enzim XOD

7
8
9
10

11
17
18
19
20
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rancangan Percobaan RSM Kayu Manis
2 RancanganPercobaan RSM Kumis Kucing dan Jahe
3 Rancangan Percobaan RSM Pegagan
4 Kurva Standar Asam Galat (Total Fenol)
5 Kurva Standar Asam Askorbat (Antioksidan)
6 Hasil Optimasi Pegagan
7 Hasil Optimasi Kumis Kucing
8 Hasil Optimasi Kayu Manis
9 Hasil Optimasi Jahe
10 Tabel Kontrol Positif Allupurinol
11 Tabel Hasil Analisi Daya Inhibisi Xantin Oksidase Sampel

12 Hasil Verifikasi Antioksidan dan Total Fenol Keempat Bahan Baku

28
28
29
29
30
30
31
31
32
32
33
34

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan biodiversitas tinggi. Menurut Syukur
dan Hernani (2002), 30.000 dari 40.000 jenis flora di dunia ada di Indonesia.
Sebagian telah banyak dibudidayakan, tetapi masih lebih banyak lagi yang
tumbuh liar. Tanaman hasil budidaya yang memiliki khasiat atau untuk menjaga
kesehatan disebut tanaman obat. Pada skala industri, tanaman obat dapat
dikembangkan dan diformulasikan menjadi jamu atau obat tradisional, makanan
maupun minuman. Pengembangan agroindustri tanaman obat memiliki prospek
yang baik karena Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah sebagai
sumber bahan baku.
Adanya tren back to nature akhir-akhir ini, berpengaruh terhadap
maraknya pengembangan dan produksi produk pangan dari bahan lokal. Saat ini
semakin banyak dikembangkan produk pangan yang di klaim memiliki manfaat
untuk menjaga kesehatan maupun mengurangi resiko penyakit tertentu, yang
dikenal dengan pangan fungsional. Pangan fungsional merujuk ke makanan atau
minuman yang memiliki manfaat bagi tubuh dan dikonsumsi dalam bentuk
makanan sehari-hari. Perkembangan pangan fungsional saat ini cukup pesat
karena dikenal tidak memiliki efek samping jika dibandingkan dengan obatobatan kimia. Pangan fungsional umumnya terbuat dari bahan alami seperti
tanaman obat. Beberapa penelitian membuktikan bahwa tanaman obat selain aman
juga berkhasiat untuk mencegah dan menyembuhkan berbagai penyakit. Salah
satu yang umum digunakan untuk mencegah dan mengatasi gangguan kesehatan
adalah teh, pegagan, dan jeruk purut (Heyne 1987). Di Indonesia, penggunaan
tanaman obat umumnya untuk menyembuhkan hipertensi, hiperurisemia, demam,
antiradang, dan lain sebagainya (Dalimartha 2000).
Asam urat merupakan salah satu penyakit yang umum terjadi di Indonesia.
Hiperurisemia merupakan gejala biokimia terjadinya nyeri asam urat ‘gout’.
Hiperurisemia adalah jumlah asam urat yang melebihi batas normal dalam
darah.Gejala ini umumnya menyerang pria daripada perempuan. Hal ini
disebabkan karena perempuan memiliki hormon estrogen yang dapat membantu
membuang asam urat melalui urin. Berdasarkan penyebabnya hiperurisemia
dibagi menjadi dua yaitu hiperurisemia primer yang penyebabnya belum diketahui
dan hiperurisemia sekunder yang diketahui penyebabnya seperti kelainan glikogen
dan ginjal (Utami 2004). Sedangkan menurut Krisnatuti (2008), penyebab
hiperurisemia adalah gangguan metabolisme sejak lahir. Gangguan ini
menyebabkan kadar asam urat dalam serum tinggi. Selain itu, kadar asam urat
juga tergantung pada beberapa faktor lainnya, seperti konsumsi makanan yang
tinggi purin, berat badan, jumlah alkohol yang dikonsumsi, obat diuretik atau
analgetik, faal ginjal, dan volume urin per hari. Senyawa asam urat sendiri
terbentuk dari katabolisme purin. Makanan yang mengandung purin akan
menyebabkan enzim xantin oksidase yang berada dalam hati dan usus melakukan
katabolisme sehingga membentuk asam urat. Pengobatan untuk penyakit asam
urat dapat berupa zat yang menghambat kerja (inhibitor) enzim xantin oksidase
maupun yang memiliki kemampuan diuretik sehingga asam urat yang berlebih

2

dapat dikeluarkan dari dalam tubuh. Allupurinol adalah satu-satunya penghambat
enzim xantin oksidase yang diaplikasikan secara klinis pada tiga dekade terakhir
ini. Tetapi obat ini memiliki efek samping yang merugikan seperti hepatitis,
nephropathy, reaksi alergi, dan 6-mercaptopurine toxicity (Kong et al.). Hal
tersebut menjadi salah satu penyebab perlunya ditemukan penghambat enzim
xantin oksidase yang baru.
Hasil penelitian Iswantini dan Darusman (2003) menunjukkan peran ekstrak
kasar flavonoid (salah satu senyawa fenol) herba memiliki daya inhibisi terkuat
bila dibandingkan dengan produk jamu komersial yang beredar di pasaran. Hal ini
sesuai dengan referensi dari Schemeda-Hirschmann et al.(1996); Cos et al.
(1998); Milian(2004) yang menyatakan bahwa ekstrak kasar herba yang
mengandung komponen flavonoid salah satunya, dapat menghambat enzim xantin
oksidase.
Tanaman pegagan telah lama dikenal di Indonesia. Pegagan memiliki rasa
yang manis, bersifat mendinginkan, memiliki fungsi sebagai antioksidan,
membersihkan darah, melancarkan peredaran darah, peluruh kencing (diuretika),
penurun panas (antipiretika), menghentikan pendarahan (haemostatika),
meningkatkan syaraf memori, anti bakteri, tonik, antispasma, antiinflamasi,
hipotensif, insektisida, antialergi, dan stimulan. Tanaman pegagan mengandung
zat kimia yang bermanfaat bagi manusia yang dapat digolongkan menjadi asam
amino, flavonoid, terpenoid, dan minyak atsiri (Barnes et al. 2002). Pegagan
mengandung asam amino alanin dan serine, amino butirat, aspartat, glutamate,
histidin, lisin, dan threonin. Selain itu, pegagan juga mengandung flavonoid
quercetin, kaempferol, dan berbagai glikosida. Kandungan utama pegagan adalah
golongan terpenoid, yaitu asiatikosida, sentelosida, madekasosida, brahmosida
dan brahminosida (glikosa saponin), asam asiaticentoic, asam centellic, asam
centoic, dan asam madekasat. Kandungan komponen bioaktif dalam tanaman
dipengaruhi oleh habitat, pemupukan, dan umur tanaman (Sjamsuhidajat dan
Nurendah 1992). Selain itu, Darusman et al. (2003) menyatakan bahwa komponen
bioaktif tanaman dikendalikan oleh kemampuan metabolisme tanaman yang
dipengaruhi oleh lingkungan. Pegagan dijadikan sebagai bahan baku utama
minuman fungsional karena memiliki kandungan komponen aktif yang beragam.
Jahe memiliki aroma khas yang umum digunakan dalam berbagai olahan
pangan. Jahe mengandung air, protein, pati, selulosa, pentosan, minyak atsiri,
oleoresin, dan mineral. Kandungan serat kasar, minyak volatil, dan komponen
pungent pada jahe merupakan kriteria penting dalam menentukan penggunaannya
(Purseglove et al. 1981). Minyak atsiri merupakan komponen volatil yang terdiri
dari monoterpen, seskuiterpen dan monoterpen teroksidasi, sedangkan bau khas
nya disebabkan oleh zingiberen yang merupakan seskuiterpen hidrokarbon
(C12H24) dan zingiberol yang merupakan seskuiterpen alkohol (C15H25O)
(Koswara 1995). Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada jahe
terutama golongan flavonoid, fenol, terpenoid, dan minyak atsiri (Benjelalai 1984).

3

Jahe mengandung senyawa oleoresin atau gingerol yang merupakan antioksidan.
Komponen bioaktif jahe berfungsi melindungi membran dari oksidasi radikal
bebas, menghambat oksidasi kolesterol dan meningkatkan kekebalan tubuh.
Kumis kucing telah lama digunakan sebagai tanaman obat di Indonesia.
Komponen bioaktif dalam kumis kucing adalah orthosiphonin glikosida, polifenol,
minyak atsiri, minyak lemak, saponin, sapofonin, garam kalium, mioinositol, dan
sinensetin (Dalimartha 2000). Kumis kucing termasuk tanaman yang memiliki
kandungan antioksidan. Selain komponen polifenol yang dapat menjadi
antioksidan, Indariani (2011) menyatakan bahwa kumis kucing mengandung
senyawa fitokimia lain berupa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, triterpenoid,
dan hidroquinon. Pemanfaatan tanaman kumis kucing dilakukan pada semua
bagian tanamannya, namun penggunaan daunnya lebih umum digunakan
(Mardhiyyah 2012). Daun kumis kucing sering dimanfaatkan sebagai obat
antiradang (anti-inflamasi), peluruh kencing (diuretik), dan menghancurkan batu
kemih. Van deer Veen et al. (1979) menyatakan bahwa senyawa kalium, inositol,
danlipophilic flavones yang terdapat pada daun kumis kucing mempunyai sifat
diuretik dan bakteriostatik. Kemampuan kumis kucing untuk meningkatkan
kemampuan diuretik tubuh dapat bermanfaat untuk menurunkan kadar asam urat
dalam tubuh.
Kayu manis umumnya digunakan dalam pengolahan pangan karena dapat
memperkuat rasa dan aroma, serta meningkatkan umur simpan karena dapat
berperan sebagai antimikroba dan antioksidan (Ho et al. 1992). Bagian yang
umumnya dimanfaatkan dari kayu manis adalah kulit pohon kayu manis yang
telah dikeringkan dan berbentuk gulungan. Kulit kayu manis kering yang bermutu
baik pada umumnya mengandung minyak atsiri, pati, getah, resin, fixed oil, tannin,
selulosa, zat warna, kalium oksalat, dan mineral (Rismunandar dan Paimin 2001).
Komponen flavor utama pada kayu manis adalah sinamaldehida. Selain itu, pada
kayu manis dapat ditemukan komponen flavor utama pada cengkeh yaitu, eugenol.
Kayu manis dapat berperan sebagai antioksidan karena mengandung tannin dan
eugenol (King 2000).
Minuman fungsional berbasis pegagan dengan aktivitas anti-hiperurisemia
dibuat dari campuran beberapa ekstrak kering tanaman yaitu pegagan sebagai
bahan baku utama, kumis kucing, jahe dan kayu manis. Pembuatan minuman
fungsional pegagan diawali dengan melakukan ekstraksi bahan baku secara
terpisah. Proses ekstraksi komponen bioaktif tanaman dipengaruhi oleh kondisi
proses seperti suhu, tekanan, penggoyangan, jenis pelarut, dan kelarutan
komponen yang diekstrak (Takeuchi et al. 2009).Pada penelitian ini prinsip
ekstraksi pegagan, kumis kucing, dan kayu manis menggunakan metode maserasi.
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana, yaitu dengan merendam
bahan yang akan diekstrak dengan pelarut hingga susunan sel dalam bahan
melunak (Voigt 1994). Ekstraksi fisik dengan metode pemerasan digunakan untuk
mengekstrak jahe. Ekstrak cair keempat bahan baku dikeringkan dengan metode
pengeringan semprot. Pengeringan semprot (spray drying) adalah metode yang
paling sering digunakan untuk membuat bubuk instan. Keuntungan penggunaan
pengering semprot adalah produk menjadi kering tanpa menyentuh permukaan
logam yang panas dan suhu produk akhir rendah walaupun udara pengering yang
digunakan relatif bersuhu tinggi. Waktu pengeringan relatif singkat karena ukuran
droplet yang kecil menambah luas permukaan bahan. Menurut Masters (1979),

4

kecepatan penguapan dipengaruhi oleh komposisi bahan terutama kandungan total
padatan. Semakin tinggi total padatan bahan makan akan mempercepat proses
penguapan. Pengeringan semprot cocok digunakan untuk bahan-bahan yang
sensitif terhadap panas karena tidak merusak bahan. Ekstrak yang dikeringkan
dengan pengeringan semprot diharapkan memiliki stabilitas dan umur simpan
yang lebih baik dibandingkan bentuk ekstrak cair karena memiliki kadar air yang
relatif rendah. Metode pengeringan semprot memerlukan bahan pengisi untuk
meningkatkan total padatan. Maltodekstrin digunakan sebagai bahan pengisi
karena dapat menurunkan tekanan osmotik yang berdampak pada peningkatan
total padatan (Hidayat 2002).
Secara umum optimasi berarti pencarian nilai terbaik (minimum atau
maksimum) dari beberapa fungsi yang diberikan pada suatu konteks.Optimasi
juga dapat berarti upaya untuk meningkatkan kinerja sehingga mempunyai
kualitas yang baik dan hasil kerja yang tinggi (Depdikbud 1996). Pada penelitian
ini optimasi proses dilakukan untuk mencari proses yang optimal berdasarkan
respon dan karakteristik yang diinginkan. Optimasi dilakukan karena salah satu
kendala pembuatan pangan fungsional adalah ketidakseragaman komponen
fungsional. Penggunaan bahan baku alami umumnya tidak dapat ditetapkan
kandungannya selalu sama seperti bahan kimia. Proses yang teroptimasi dapat
dijadikan acuan untuk melakukan ekstraksi dengan hasil yang serupa. Optimasi
proses menggunakan metode Response Surface (RSM) yang ada dalam perangkat
lunak Design Expert 7 (DX 7). RSM adalah metode ekstensif yang digunakan
untuk situasi dimana beberapa variable input berpotensi mempengaruhi respon
atau kualitas dari sebuah proses (Carley et al. 2004). Ide dasar metode ini adalah
memanfaatkan desain eksperimen berbantuan statistika untuk mencari nilai
optimal dari suatu respon.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan proses ekstraksi dan pengeringan
bahan baku minuman, yaitu daun pegagan, daun kumis kucing, jahe, dan kayu
manis berdasarkan aktivitas komponen fungsional ekstrak sehingga diperoleh
ekstrak kering dengan aktivitas antioksidan, total komponen fenolik yang
optimum dan memiliki daya inhibisi xantin oksidase.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah menyediakan informasi mengenai proses
ekstraksi yang optimal untuk pegagan, kumis kucing, kayu manis dan jahe.
Menyediakan informasi tentang analisis daya hambat enzim xantin oksidase pada
pegagan, kumis kucing, kayu manis, dan jahe. Memberikan informasi tentang
aktivitas antioksidan dan total fenol pada pegagan, kumis kucing, kayu manis, dan
jahe.

5

METODE

Bahan
Bahan baku yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah daun pegagan,
daun kumis kucing, rimpang jahe, dan kayu manis. Semua bahan baku didapatkan
dari Unit Kebun dan Budidaya Biofarmaka PSB LPPM IPB. Pelarut yang
digunakan untuk mengekstrak bahan baku adalah air. Bahan-bahan yang
digunakan untuk analisis yaitu, pereaksi Folin-Ciocalteau, methanol, larutan
penyangga asam asetat, akuades, asam askorbat. Bahan yang digunakan untuk
analisis daya inhibisi Xantin Oksidase (XOD) adalah buffer fosfat, xantin, enzim
xantin oksidase, HCl, dan NaOH. Bahan pengisi dalam proses pengeringan adalah
maltodekstrin.

Alat
Alat untuk mengekstrak daun pegagan adalah gelas piala dan
waterbathshaker. Alat-alat yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak jahe
adalah parutan manual dan kain saring. Alat untuk mendapatkan ekstrak kumis
kucing adalah pemanas, kain saring, dan rotary evaporator (rotavapor) untuk
pemekatan ekstrak. Alat untuk mengekstrak kayu manis adalah gelas piala
bertutup dan pemanas. Untuk mempersiapkan bahan baku diperlukan baskom,
pisau, talenan, dan panci. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah pH
meter, mikropipet, spektrofotometri, neraca analitik, desikator, water bath, alat
vorteks, dan alat-alat gelas. Homogenizer dan pengering semprot diperlukan
sebagai alat pengeringan.

Prosedur
Penelitian diawali dengan pengamatan dan pengukuran respon untuk
menentukan batas atas dan bawah dari variabel yang akan diuji. Setelah
didapatkan batas atas dan bawah yang sesuai, dilakukan pembuatan rancangan
percobaan dengan software Design Expert 7 (DX7). Hasil dari pengolahan data
dengan metode Response Surface Methodology (RSM) akan menentukan
perlakukan yang harus dilakukan untuk mendapatkan titik kendali proses
optimum. Penentuan perlakuan proses ekstraksi keempat bahan bakudilakukan
secara terpisah. Ekstrak cair bahan baku kemudian dikeringkan menggunakan
spray dryer. Sebelum dikeringkan, masing-masing ekstrak cair dicampurkan
dengan maltodekstrin hingga homogen. Campuran ekstrak cair dan maltodekstrin
dikeringkan dengan pengeringan semprot (spray dryer). Pengeringan dilakukan
dengan kondisi suhu inlet yang berbeda sebagai perlakuan. Bahan baku kering
diukur aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan total fenol. Pengukuran
daya inhibisi enzim xantin oksidase dilakukan pada sampel yang telah dioptimasi.
Pengolahan data hasil penelitian dianalisis dengan metode RSM (Response
Surface Methodology) pada software DX7.

6

Persiapan Bahan Baku
Daun pegagan segar dikeringkan dalam oven pada suhu 50 oC selama 24
jam. Daun pegagan yang telah dikeringkan kemudian dihancurkan dengan blender.
Bahan baku kulit kayu manis segar dibersihkan dan dipotong-potong. Kulit kayu
manis segar juga dikeringkan dalam oven pada suhu 50 oC selama 24 jam. Bahan
baku kumis kucing dan jahe digunakan dalam keadaan segar. Daun kumis kucing
dibersihkan, kemudian dipilih daun yang tidak berlubang. Persiapan rimpang jahe
melalui tahap pencucian dan blansir selama 3 menit sebelum diekstraksi.
Ekstraksi bahan baku
Pegagan diekstrak dengan menggunakan metode modifikasi maserasi dan
pemanasan menggunakan pelarut air. Daun pegagan kering sebanyak 10 g
dimasukkan ke dalam 200 mL akuades dan dimasukkan dalam waterbath-shaker
selama rentang waktu tertentu sebagai perlakuan (Chalid dan Zulfakar 2009).
Setelah itu campuran disaring hingga didapatkan ekstrak cair.
Ekstraksi kumis kucing dan jahe merujuk pada penelitian yang dilakukan
Mardhiyyah (2012). Daun kumis kucing segar dimasukan ke dalam kantong
berpori, yang kemudian dimasukan ke dalam air mendidih dan dipertahankan pada
suhu 90-95oC. Ekstraksi jahe melalui beberapa tahap yaitu, pembersihan,
pemblansiran, pengecilan ukuran, ekstraksi (pemerasan), pengendapan, dan
pasteurisasi. Pemisahan cairan dan pengendapan ekstrak jahe dilakukan dengan
menuang ke wadah lainnya, kemudian dipasteurisasi pada suhu 75oC selama 30
menit. Pada ekstraksi kulit kayu manis, sampel kering ditimbang sebanyak 20 g,
dan ditambahkan akuades sebanyak 200 mL (1:10), lalu direbus dengan air dalam
keadaan tertutup sampai mendidih, dan dibiarkan mendidih selama beberapa
variable waktu sebagai perlakukan. Kemudian disaring dan didapatkan larutan
stok kayu manis (Safithri dan Fahma 2008).
Pengeringan
Sebelum proses pengeringan, ekstrak dicampurkan dengan maltodekstrin
sebagai bahan pengisi dengan perbandingan yang bervariasi sebagai perlakuan.
Pencampuran bahan pengisi dengan ekstrak menggunakan alat homogenizer. Suhu
inlet udara pengering yang digunakan adalah A-BoC sebagai perlakuan dan suhu
outlet berkisar antara C – D oC. Produk akhir dari pengeringan harus memiliki
penerimaan yang baik tanpa mengurangi komponen bioaktifnya.

7

Pegagan segar

Sortasi

Air

Pencucian

Daun Rusak

Air bekas
pencucian

Pengeringan dalam oven
suhu 50oC selama 24 jam

Pengecilan ukuran dengan
blender

Penimbangan daun pegagan kering 12.5 g

Ekstraksi dalam waterbath shaker;
dalam pelarut air 250 mL

Penyaringan dengan kertas saring

Ekstrak cair

Maltodekstrin

Pencampuran ekstrak cair dengan
maltodekstrin (homogenisasi)

Pengeringan dengan spray
dryer

Ekstrak kering
pegagan

Gambar 1 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Kering Pegagan

8

Daun kumis kucing
segar

Sortasi

Daun Rusak

Penimbangan 30 g

Air

Pencucian

Air bekas
pencucian

Perebusan /ekstraksi dalam air
suhu 95 oC selama 33 menit
Pemekatan dengan rotary
evaporator hingga 1/3 volume
awal

Ekstrak cair

Maltodekstrin

Pencampuran ekstrak cair
dengan maltodekstrin
(homogenisasi)
Pengeringan dengan spray
dryer

Ekstrak kering
kumis kucing

(Diagram yang berwarna biru merujuk pada proses ekstraksi Mardhiyyah (2012))

Gambar 2 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Kering Kumis Kucing

9

Kulit kayu manis segar

Pembersihan kulit kayu manis segar

Pengeringan kulit kayu manis dalam oven suhu 50 oC selama 24
jam

Penimbangan kayu manis kering sebanyak 25 g

Ekstraksi dalam air mendidih (95-97 oC) sebanyak 250 mL

Penyaringan dengan saringan teh

Maltodekstrin

Pencampuran ekstrak cair dengan maltodekstrin
(homogenisasi)

Pengeringan dengan spray dryer

Ekstrak kering kayu manis

Gambar 3 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Kering Kayu Manis

Ampas kulit
kayu manis

10

Jahe segar

Air

Pencucian

Air bekas
pencucian

Pemblansiran dengain air suhu (95 - 97 oC)
selama 3 menit

Pemarutan menggunakan parutan
manual

Penyaringan dan pemerasan
dengan kain saring

Pengendapan atau dekantasi dalam
refrigerator

Pemisahan pati dari ekstrak cair
jahe

Maltodekstrin

Pencampuran ekstrak cair dengan
maltodekstrin (homogenisasi)

Pengeringan dengan spray dryer

Ekstrak kering jahe
(Diagram yang berwarna biru merujuk pada proses ekstraksi Mardhiyyah (2012))
Gambar 4 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Kering Jahe

11

Optimasi Proses Ekstraksi
Tahap awal optimasi diawali dengan pengamatan dan pengukuran respon
untuk menentukan batas atas dan bawah dari variable yang akan diuji. Setelah
didapatkan batas atas dan bawah yang sesuai, dilakukan pembuatan rancangan
percobaan dengan software Design Expert 7 (DX7). Desain yang digunakan
adalah D-Optimal. Faktor yang diujikan pada sampel pegagan adalah waktu
ekstraksi (A –B jam), suhu ekstraksi (C – DoC), jumlah maltodekstrin (E -F %)
dan suhu inlet pegeringan semprot (G - HoC). Waktu ekstraksi pada kayu manis (I
– J menit) menjadi salah satu faktor, selain jumlah maltodekstrin dan suhu inlet
pengeringan semprot. Pada kumis kucing dan jahe, optimasi yang dilakukan
hanya pada faktor jumlah maltodekstrin dan suhu inlet pengeringan semprot. Hal
tersebut dikarenakan proses ekstraksi kumis kucing dan jahe yang diacu sudah
mengalami optimasi proses untuk menghasilkan aktivitas antioksidan dan total
fenol terbaik. Respon yang diukur dari keempat sampel adalah aktivitas
antioksidan dan total fenol. Hasil dari pengolahan data dengan metode RSM akan
menentukan perlakukan yang harus dilakukan untuk mendapatkan titik kendali
proses optimum.
Uji Aktivitas Antioksidan (Molyneux 2004)
DPPH adalah radikal bebas yang stabil dalam larutan berair atau larutan
methanol serta memiliki serapan yang kuat pada panjang gelombang 515 nm
dalam bentuk teroksidasi. Uji aktivitas antioksidan dilakukan pada bahan baku
yang diduga mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Prinsip metode ini adalah
berdasarkan pada reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari senyawa
antioksidan.DPPH berperan sebagai radikal bebas yang diredam oleh antioksidan
dari sampel.
2 mL larutan buffer asetan (pH 5.5), 3.75 mL methanol dan 200 µl larutan
DPPH 3mM dalam methanol

Larutan campuran divorteks

Ditambah 50 µl larutan sampel atau larutan standar antioksidan
Diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit
Dibaca absorbansi sampel dengan spektrofotometer pada λ = 517 nm

Gambar 5 Pengukuran aktivitas antioksidan metode DPPH (Molyneux 2004)

12

Total Fenol (Strycharz dan Shetty 2002)
Larutan standar dibuat dengan melarutkan 10, 25, 50, 75, 100, 125, dan
150 ppm asam galat dalam air suling. Larutan reagen dibuat dengan
mencampurkan reagen folin-ciocalteau 50 mL dengan air suling 50 mL. Larutan
Na2CO3 dibuat dengan melarutkan 5 g Na2CO3 dalam 100 mL air suling. Larutan
standar atau sampel sebanyak 1 mL dilarutkan dalam 5 mL air suling dan 0.5 mL
larutan reagen. Selain itu, larutan didiamkan selama 5 menit dalam ruang gelap
kemudian ditambahkan 1 mL larutan Na2CO3 dan diinkubasi kembali dalam ruang
gelap selama 1 jam. Setelah inkubasi, larutan divorteks dan diukur absorbansinya
pada 725 nm.

Uji Daya Inhibisi Xantin oksidase
Uji daya inhibisi ekstrak kering pegagan, jahe, kumis kucing, dan kayu
manis pada xantin oksidase mengacu pada penelitian Owen and Johns (1999)
dengan modifikasi. Uji dilakukan dengan mengukur aktivitas enzim xantin
oksidase dengan xantin sebagai substrat pada spektrofotometri. Larutan xantin
(0.15 mM) dilarutkan pada buffer fosfat pH 7.8. Enzim xantin oksidase
dipersiapkan dengan melarutkan ke dalam larutan buffer fosfat hingga didapat
konsentrasi 0.1 unit/mL. Reaksi diawali dengan memasukkan sampel, buffer dan
substrat xantin pada tabung reaksi. Dilakukan pra-inkubasi selama 10 menit.
Setelah itu ditambahkan enzim xantin oksidase sebelum diinkubasi pada suhu
30oC selama 30 menit. Reaksi dihentikan menggunakan 1 mL larutan HCl 1N.
Kontrol untuk masing-masing sampel juga dibuat seperti pembuatan sampel tetapi
tanpa menggunakan enzim. Pengukuran aktivitas xantin menggunakan
spektrofotometri pada panjang gelombang 281.5 nm. Daya hambat enzim xantin
oksidase dihitung menggunakan (1 – B/A) x 100, dengan A adalah perubahan
absorbansi blanko dan B adalah perubahan absorbansi sampel. Pada setiap analisis
dibuat kontrol positif allupurinol sebagai pembanding.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan Bahan Baku
Pada percobaan, pegagan segar diekstrak menggunakan pelarut air
(pegagan : air = 1 : 20) dalam shaker suhu ruang. Lalu dipindahkan ke dalam
waterbath sebagai proses lanjutan ekstraksi. Hasil ekstrak disaring, kemudian
disimpan. Faktor yang diuji pada ekstraksi pegagan adalah waktu ekstraksi batas
bawah A jam dan batas atas B jam. Bahan baku yang telah dimaserasi kemudian
dipindahkan ke dalam water bath suhu C oC selama D dan E menit. Ekstrak
disaring kembali kemudian disimpan untuk dianalisis kandungan komponen

13

fenolnya. Proses ekstraksi pegagan mengalami modifikasi karena rentang faktor
yang ditentukan terlalu sempit. Kemudian dilakukanekstraksi menggunakan
shaker yang berada dalam waterbath. Bahan baku pegagan dengan perbandingan
dan pelarut yang sama diekstrak dalam waterbathshaker selama F dan G jam pada
suhu HoC. Diuji pula ekstraksi dengan menggunakan pegagan kering dan segar.
Salah satu kelebihan menggunakan bahan kering adalah mengurangi aktivitas air
sehingga menekan pertumbuhan mikroba (Gupta et al. 2011). Selain itu,
pengeringan daun juga dapat mengurangi volume penyimpanan dan mengurangi
reaksi-reaksi yang dapat merusak bahan seperti hidrolisis maupun oksidasi lemak
(Winarno 2008). Hasil pengukuran komponen fenol untuk pegagan segar dan
kering ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 1 Pengukuran Total Fenol Berdasarkan PerbedaanWaktu Ekstraksi
dan Sampel yang Digunakan
Sampel
pegagan
Segar
Segar
Kering
Kering

Suhu
Ekstraksi
(oC)
H
H
H
H

Waktu
ekstraksi
I jam
J jam
I jam
J jam

Total fenol
(ppm)
14.333
14.778
26.111
23.111

Keterangan: data disamarkan
Terjadi penurunan jumlah komponen fenol pada pegagan kering yang
diekstrak selama J jam. Hal ini diasumsikan karena faktor suhu berpengaruh
terhadap total fenol, sehingga dilakukan percobaan ekstraksi selama J jam pada
suhu H oC. Hasilnya menunjukkan kandungan fenol yang lebih rendah daripada
hasil ekstraksi pada suhu L oC. Untuk melihat pengaruh suhu terhadap proses
ekstraksi, maka dilakukan lagi ekstraksi selama J jam pada suhu M oC. Hal
tersebut dilakukan untuk melihat apakah kandungan fenol menurun pada suhu
tersebut. Jika total fenol menurun, maka faktor suhu dapat dijadikan variabel
terkontrol pada suhu L oC dan jika total fenol lebih tinggi pada suhu M oC maka
faktor suhu dijadikan perlakuan. Tabel 2 menunjukkan hasil analisis total fenol
berdasarkan perlakuan suhu.
Tabel 2 Pengukuran Total Fenol Berdasarkan Perbedaan Suhu
Sampel
pegagan
Kering
Kering
Kering

Suhu
Ekstraksi
(oC)
H
L
M

Waktu
ekstraksi
G jam
G jam
G jam

Total fenol
(ppm)
12.111
23.111
55.111

Keterangan: data disamarkan
Hasil analisis total fenol pada ekstrak percobaan suhu M oC menunjukkan
kenaikan, sehingga suhu ekstraksi diujikan sebagai faktor optimasi proses.

14

Analisis yang digunakan pada pengamatan dan pengukuran respon ini adalah
kandungan senyawa fenolik. Meenakshi et al. (2009) dan Lim et al. (2002)
menyatakan bahwa adanya hubungan antara total fenol dan aktivitas antioksidan.
Umumnya di dalam suatu bahan konsentrasi senyawa fenol yang tinggi maka
aktivitas antioksidan dalam bahan tersebut juga tinggi. Menurut Andayani et al.
(2008), senyawa fenol yang memiliki aktivitas antioksidan biasanya memiliki
gugus -OH dan -OR seperti flavonoid dan asam fenolat. Oktaviana (2010) juga
menyatakan bahwa senyawa fenol bisa berfungsi sebagai antioksidan karena
kemampuannya meniadakan radikal-radikal bebas dan radikal peroksida sehingga
efektif dalam menghambat oksidasi lipida. Diharapkan dengan didapatkannya
jumlah kandungan komponen fenolik menggambarkan aktivitas antioksidan dan
inhibisi xantin oksidase secara kualitatif.
Ekstraksi menggunakan pelarut air dipilih karena lebih mudah didapat dan
lebih aman jika mempertimbangkan ekstrak sebagai langkah awal pembuatan
minuman fungsional. Perlu juga diperhatikan kehalalan ekstrak untuk konsumsi,
sehingga dihindari penggunaan pelarut alkohol. Selain itu, menurut
Suradikusumah (1989) senyawa fenol lebih mudah terekstrak dengan air karena
sering terdapat bergabung dengan gula dan biasanya terdapat pada rongga sel.
Ekstraksi kayu manis menggunakan kayu manis kering dengan pelarut air.
Perbandingan kayu manis dan air adalah 1:10. Kayu manis kering dimasukkan ke
dalam air mendidih selama P dan Q menit sebagai perlakuan batas bawah dan
batas atas. Setelah itu ekstrak disaring dan disimpan untuk dianalisis komponen
fenolnya. Bahan baku jahe dan kumis kucing juga dilakukan percobaan ekstraksi.
Kedua bahan baku ini diekstrak untuk mengidentifikasi karakteristik bahan baku
dan kendala teknis di laboratorium.

Proses ekstraksi
Ekstraksi pegagan dan kayu manis menggunakan bahan baku yang telah
dikeringkan. Pengeringan bahan baku dilakukan menggunakan oven pengering
suhu 50oC selama 24 jam. Waktu yang relatif lama dan suhu rendah dipilih agar
panas dari pengeringan tidak sampai merusak komponen bioaktif bahan baku.
Bahan baku pegagan kering dihaluskan dengan menggunakan blender.
Ukuran dapat dipertimbangkan berdasarkan hasil daun pegagan kering, karena
semakin kecil partikel semakin banyak daun kering yang menempel pada alat
sehingga mengurangi hasil daun kering. Alat blender yang digunakan adalah
blender rumah tangga biasa, sehingga dibutuhkan usaha untuk menyamakan
ukuran, yaitu dilakukannya proses blender dengan waktu dan kecepatan yang
sama. Rendemen yang dihasilkan untuk pengeringan daun pegagan sekitar 12%.
Pada kayu manis kering batangan yang telah dikeringkan memiliki rendemen 66%.
Ekstraksi pegagan menggunakan metode maserasi dengan modifikasi.
Bahan baku kering dalam pelarut air dimaserasi dalam waterbath shaker bersuhu
selama waktu tertentu. Umumnya proses ekstraksi dengan metode maserasi
membutuhkan waktu lebih dari 24 jam karena dilakukan tanpa pemanasan, tetapi
dengan adanya sedikit panas membuat proses ekstraksi berlangsung lebih cepat.
Metode maserasi bertujuan untuk mengekstrak bahan baku yang mengandung
komponen kimia yang mudah larut dalam pelarut, tidak mengandung benzoin dan

15

lilin (Sudjadi 1986). Hasil ekstraksi kemudian disaring dan dipasteurisasi apabila
tidak langsung dikeringkan dengan spraydryer.
Ekstraksi kayu manis menggunakan metode pemanasan dalam pelarut air.
Suhu yang digunakan 95-97oC cukup tinggi sehingga waktu ekstraksi menjadi
penentu hasil ekstrak. Ekstraksi kumis kucing menggunakan metode dekok yaitu
merendam dalam air mendidih (95-97oC) selama A menit. Ekstraksi jahe tidak
menggunakan bahan pelarut, melainkan dengan mengeluarkan cairan dari dalam
jahe. Setelah semua ekstrak cair didapatkan, kemudian dilakukan persiapan proses
pengeringan. Langkah pertama adalah homogenisasi ekstrak cair dengan bahan
pengisi. Maltodekstrin adalah bahan pengisi yang dipilih karena dapat mengikat
air yang akan membantu proses penguapan air dari ekstrak berlangsung lebih
cepat. Proses pengeringan yang cepat sangat dibutuhkan untuk mencegah
rusaknya komponen aktif karena kontak dengan suhu tinggi. Ekstrak kering yang
telah disalut maltodekstin umumnya tidak cepat higroskopis, partikel lebih halus
dan seragam serta komponen aktifnya terjaga. Penggunaan maltodekstrin dipilih
karena mengalami proses disperse yang cepat, memiliki daya larut yang tinggi,
mampu membentuk film, memiliki sifat higroskopis yang rendah, sifat browning
rendah, mampu menghambat kristalisasi dan memiliki daya ikat yang kuat (Hui
1992).
Ekstrak kering yang didapatkan kemudian dilakukan analisis aktivitas
antioksidan dan total fenol. Analisis daya inhibisi XOD dilakukan setelah
didapatkan hasil optimasi berdasarkan respon antioksidan dan total fenol.
Komponen fenol dan antioksidan yang tinggi mengarah kepada daya inhibisi
XOD yang semakin besar.Kebanyakan senyawa penghambat enzim XOD adalah
senyawa fenolik. Sementara peran aktivitas antioksidan dapat memperbaiki
kondisi di dalam tubuh ketika terjadi hiperurisemia karena ketika pembentukan
asam urat, terbentuk pula oksigen reaktif saat enzim berada dalam bentuk
teroksidasi. Banyak faktor yang menyebabkan enzim berada dalam bentuk
teroksidasi, salah satunya adalah sitokinesis dan berlebihnya jumlah substrat
(xantin). Hiperurisemia dapat dicirikan dengan peningkatan oksigen reaktif dan
menurunnya jumlah antioksidan (Many et al. 1996).

Optimasi Proses
Optimasi proses dengan RSM memilihkan nilai faktor terbaik sesuai
dengan respon yang optimal. Kriteria yang diutamakan adalah kandungan total
fenol yang maksimal. Paixa˜o et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan total
senyawa fenolik memiliki korelasi yang tinggi dengan aktivitas antioksidan.Selain
itu, zat yang berperan sebagai inhibitor enzim xantin oksidase umumnya adalah
komponen fenolik seperti kampferol, myricetin dan kuarsetin (Selloum et al.
2001).
Penelitian pendahuluan dilakukan untukmenentukan batas atas dan bawah
perlakun ekstraksi. Penentuan batas atas dan bawah sering dilakukan untuk
meyakinkan bahwa faktor yang diuji berpengaruh terhadap respon yang
ditentukan. Dalam hal ini akan diujikan perlakuan yang tepat untuk proses
ekstraksi pegagan dan kayu manis. Proses ekstraksi kumis kucing dan jahe hingga
didapatkan ekstrak cairnya merujuk pada metode Mardhiyyah (2012) yang telah

16

mengoptimasi proses ekstraksi tersebut. Pada penelitian Mardhiyyah (2012)
optimasi proses memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mendapatkan total fenol
dan aktivitas antioksidan yang tinggi, sehingga proses optimasinya dapat
dijadikan acuan dalam penelitian ini. Optimasi yang dilakukan untuk kumis
kucing dan jahe pada penelitian ini adalah pada kondisi pengeringan. Rancangan
percobaan dibuat menggunakan metode response surfacedengan bantuan software
Design Expert7. Response Surface Methodology (RSM) adalah metode ekstensif
yang digunakan untuk situasi dimana beberapa variable input berpotensi
mempengaruhi respon atau kualitas dari sebuah proses (Carley et al. 2004).
Cakupan RSM terdiri dari strategi eksperimental untuk mejelajah ruang-ruang
proses atau variable bebas, statistika empiris modeling untuk mengembangkan
perkiraan hubungan yang tepat antara hasil dan proses. Mengidentifikasi dan
menyocokkan eksperimental data untuk menjadi model yang tepat diperlukan data
statistika eksperimen, teknik permodelan regresi dan optimasi metode.Ketiga
topik tersebut umumnya digabungkan dalam RSM. Desain yang digunakan dapat
berupa D-optimal, Box-Behnken, ataupun Central Composite Design (CCD).
Penentuan desain akan menentukan jumlah perlakuan yang dilakukan. Umumnya
desain CCD memiliki perlakuan yang paling banyak karena desain ini juga
menguji titik di luar batas yang disebut alfa. Nilai alfa tergantung pada
karaktertistik yang diinginkan dan pada jumlah faktor yang diujikan.Desain boxBehnken adalah desain kuadratik independen yang tidak mengandung faktor yang
terikat atau fraksi faktorial. Pada desain ini kombinasi perlakuan berada pada titik
tengah dari ruang proses dan pada pertengahan. Desain ini memerlukan 3 level
dari setiap faktor. Keterbatasan desain terletak pada orthogonal blocking jika
dibandingkan dengan central composite design. Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah D-Optimal. Desain D-Optimal biasanya digunakan untuk
meminimalkan rancangan faktorial. Desain D-Optimal yang akan menentukan
poin atau perlakuan yang dilakukan. Desain D-Optimal dirancang untuk
meminimalkan perlakuan umum dari koefisien regresi yang diramalkan. Desain
ini langsung menuju optimasi berdasarkan criteria yang dipilih serta permodelan
yang cocok. Rancangan percobaan untuk bahan baku pegagan berjumlah 25
perlakuan (Lampiran 2), untuk kayu manis 20 perlakuan (Lampiran 1), untuk
kumis kucing dan jahe masing-masing 16 perlakuan (Lampiran 3). Jumlah ekstrak
kering untuk dianalisis aktivitas antioksidan dan total fenolnya adalah 77 ekstrak
kering.
Pegagan optimal pada suhu ekstraksi A oC dengan waktu ekstraksi selama
B jam, jumlah maltodekstrin C % dan suhu inlet pengeringan D oC. Hasil optimasi
kayu manis menunjukkan esktrak terbaik dari perlakuan E menit waktu ekstraksi,
F % maltodekstrin dan G oC suhu inlet pengeringan semprot. Pada proses
pengeringan semprot ekstrak kumis kucing dan jahe yang optimal adalah dengan
H % maltodekstrin dan suhu inlet I oC. Hasil optimasi keempat bahan
menunjukkan bahwa kandungan maltodekstrin dan suhu inlet rendah akan
menghasilkan ekstrak dengan komponen fenolik dan aktivitas antioksidan terbaik.
Setelah didapatkan hasil teroptimasi, dilakukan verifikasi. Tujuan verifikasi
adalah untuk menentukan apakah model yang diberikan sesuai dengan praktik
aktual. Hasil verifikasi harus berada pada rentang nilai yang diperkirakan, maka
proses yang disarankan oleh RSM dapat menjadi proses terpilih. Hasil verifikasi
keempat sampel sesuai dengan prediksi dari DX7 (Lampiran 11).

17

Hasil dari analisis respon antioksidan dan total fenol menunjukkan model
data dari masing-masing bahan baku. Bahan baku pegagan memiliki model mean
(rata-rata) untuk aktivitas antioksidan dan permodelan kuadratik dengan
modifikasi untuk total fenol.

(a)

(b)

Gambar 6 Permodelan aktivitas antioksidan (a) dan total fenol (b) pegagan
Permodelan mean atau rataan berarti perlakuan yang diujikan tidak
mempengaruhi aktivitas antioksidan karena hasillnya berada pada satu titik. Hal
tersebut dapat juga disebabkan karena rentang faktor yang diujikan terlalu besar
atau terlalu kecil. Sampel pegagan mengandung rata-rata aktivitas antioksidan
sebesar 36866.67 ppm AEAC. Diduga komponen fenolik yang terekstrak pada
pelarut air memiliki gugus hidroksil (-OH) yang jauh lebih sedikit dan lebih sulit
untuk mendonorkan atom hidrogen (energi aktifasinya lebih tinggi). Gugus
hidroksil (-OH) pada komponen antioksidan merupakan gugus yang berperan
pada proses transfer elektron untuk menstabilkan radikal bebas. Semakin banyak
gugus hidroksil yang dimiliki oleh komponen antioksidan maka semakin banyak
elektron yang dapat didonorkan untuk menstabilkan radikal bebas. Hal tersebut
mungkin menjadi penyebab nilai aktivitas antioksidan yang stagnan pada titik
tertentu. Persamaan aktivitas antioksidan pegagan dari permodelan: Aktivitas
antioksidan = +48662.5 Total komponen fenolik pada pegagan menunjukkan
permodelan kuadratik dengan modifikasi. Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa suhu ekstraksi dan jumlah maltodekstrin yang mempengaruhi total fenol.
Suhu optimal untuk menghasilkan total fenol tertinggi sebesar 10027.72 ppm
GAE adalah pada A oC. Pada suhu perlakuan dibawah B oC dan di atas C oC total
fenol yang dihasilkan relatif rendah. Persamaan dari permodelan total fenol
pegagan adalah :

Persamaan di atas menunjukkan bahwa peningkatan suhu ekstraksi dapat
meningkatkan kandungan total fenol. Pada jumlah maltodekstrin yang semakin
tinggi dapat menurunkan kandungan total fenol. Randhir R. et al. (2008) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa proses pemanasan dapat membebaskan
senyawa asam fenolik yang terdapat di dalam konstituen sel dan yang terlindungi
oleh dinding sel tanaman. Pada suhu yang relatif rendah, energi panas yang

18

diberikan belum cukup untuk dapat mendenaturasi dinding sel tanaman dan
membebaskan senyawa fenolik yang terperangkap di dalamnya. Energi panas
tersebut dapat mempercepat terjadinya reaksi oksidasi senyawa fenolik yang ada
sehingga mengakibatkan kerusakan senyawa fenolik. Energi panas yang diberikan
tidak bisa terlalu rendah atau terlalu panas karena keduanya dapat menyebabkan
rendahnya komponen fenolik yang terekstrak.
Kayu manis memiliki permodelan mean (rata-rata) untuk aktivitas
antioksidan. Sementara untuk total fenol kayu manis, data menunjukkan
permodelan kuadratik, seperti pada gambar berikut:

(a)

(b)

Gambar 7 Permodelan aktivitas antioksidan (a) dan total fenol (b) kayu manis
Permodelan mean atau rataan berarti perlakuan yang diujikan tidak mempengaruhi
aktivitas antioksidan karena hasillnya berada pada satu titik. Hal tersebut dapat
juga disebabkan karena rentang faktor yang diujikan terlalu besar atau terlalu kecil.
Persamaan dari permodelan total fenol kayu manis:

Dengan a=waktu ekstraksi, b=jumlah maltodekstin, dan c=suhu inlet.
Semakin lama waktu ekstraksi dan semakin rendah kandungan maltodekstrin akan
menghasilkan total k