Aktivitas antioksidan dan mutu sensori formulasi minuman fungsional sawo (Achras sapota L.) dan kayu manis (Cinnamomum burmannii)

(1)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN MUTU SENSORI

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL SAWO (Achras sapota

L.) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii)

FATHONAH NUR ANGGRAINI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN MUTU SENSORI FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL SAWO (Achras sapota L.) DAN KAYU MANIS

(Cinnamomum burmannii)

Oleh:

FATHONAH NUR ANGGRAINI NIM 109096000023

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif HidayatullahJakarta

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN MUTU SENSORI FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL SAWO (Achras sapota L.) DAN KAYU MANIS

(Cinnamomum burmannii)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif HidayatullahJakarta

Oleh:

Fathonah Nur Anggraini 109096000023

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Anna Muawanah, M.Si. NIP : 19740508 199903 2 002

Drs. Dede Sukandar, M. Si NIP. 19650104 199103 1 004

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

Drs. Dede Sukandar, M. Si NIP. 19650104 199103 1 004


(4)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Aktivitas Antioksidan dan Mutu Sensori Formulasi Minuman Fungsional Sawo (Achras sapota L.) dan Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii) telah diuji dan dinyatakan lulus pada sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada

hari Jum’at, 21 Maret 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Sandra Hermanto, M.Si. NIP : 19750810 200501 1 005

Nurhasni, M. Si NIP. 19740618 200501 2 005

Pembimbing I Pembimbing II

Anna Muawanah, M.Si. NIP : 19740508 199903 2 002

Drs. Dede Sukandar, M. Si NIP. 19650104 199103 1 004

Mengetahui, Dekan

Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia

Dr. Agus Salim, M.Si. NIP : 19720816 199903 1 003

Drs. Dede Sukandar, M. Si NIP. 19650104 199103 1 004


(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Jakarta, Maret 2014

Fathonah Nur Anggraini 109096000023


(6)

ABSTRAK

FATHONAH NUR ANGGRAINI, Aktivitas Antioksidan dan Mutu Sensori Formulasi Minuman Fungsional Sawo (Achras sapota L) dan Kayu Manis (Cinnamomum burmannii). Di bawah bimbingan ANNA MUAWANAH dan

DEDE SUKANDAR.

Penelitian mengenai aktivitas antioksidan dan mutu sensori formulasi minuman fungsional sawo (Achras sapota L) dan kayu manis (Cinnamomum burmannii) telah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui formulasi minuman yang paling disukai berdasarkan uji organoleptik dan aktivitas antioksidannya serta kualitasnya berdasarkan standar mutu sari buah SNI 01-3719-1995. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu penentuan formulasi minuman fungsional, analisis antioksidan yang meliputi aktivitasnya (IC50), serta komponen

antioksidan vitamin C dan total fenolik, dan terakhir analisis produk meliputi sifat fisik, sifat kimia, cemaran logam dan cemaran mikroba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula 561 merupakan produk yang paling disukai panelis berdasarkan uji organoleptik. Formulasi 561 menunjukkan aktivitas antioksidan (IC50) 54,1 μL/mL, yang berbeda nyata dengan aktivitas antioksidan (IC50)

komponen penyusunnya sawo 72,04 μL/mL pada taraf signifikansi 5%. Kandungan total fenolik formulasi 561 yaitu sebesar 459,69 (mg/L) EAG, vitamin C 70,4 mg/100 mL, kadar air 88,32 % (b/b), pH 3,94, total padatan terlarut 10 %, total asam 7,68 %, dan kadar abu 0,48 % (b/b), logam Zn 0,95 mg/L, logam Cu 0,285 mg/L serta total mikroba kurang dari 1,0 × 101 koloni/mL. Formulasi 561 memiliki kualitas yang sesuai dengan standar SNI sari buah (SNI 01-3719-1995).

Kata Kunci: Achras sapota L, Cinnamomum burmannii, minuman fungsional, aktivitas antioksidan, mutu sensori, SNI 01-3719-1995.


(7)

ABSTRACT

FATHONAH NUR ANGGRAINI, Antioxidant Activity and Sensory Quality In Sapota (Achras sapota L) and Cinnamon (Cinnamomum burmannii) Functional

Drink Formulation. Advisor ANNA MUAWANAH dan DEDE SUKANDAR.

The antioxidant activity and sensory quality in sapota (Achras sapota L) and cinnamon (Cinnamomum burmannii) functional drink formulation was studied. The objective of this study was to determine the most preffered formulation based on organoleptic, to determine antioxidant activity and quality of sapota-cinammon functional drink formulation based on SNI 01-3719-1995. The research consisted of three stages, which were determinating of sapota-cinammon drink formulation, analysis of antioxidant covering the activity (IC50) and the component of

antioxidant were asorbic acid and phenolic total compounds, and lastly analysis of products covering the physical properties, chemical properties, metal contaminations and microbial contamination. The results showed that the 561 formula was the most preferred formulation by panelists based on the organoleptic test. In the formulation 561 indicates antioxidant activity (IC50) of 54,1 μL/mL

which were significantly different to antioxidant activity (IC50) the constituent

components sapota of 72,04 μL/mL on level of significance 5%. Phenolic total content the 561 formula of 459,69 (mg/L) EAG, asorbic acid content of 70,4 mg/100 ml, moisture 88,32 % (w/w), pH 3,94, TSS of 10%, acid total acidity of 7,68 %, level of ash 0,48 % (w/w), Zn level of 0,95 mg/L, Cu level of 0,285 mg/L, and total microbial was less than 1,0 × 101 colony/mL of product. The quality of 561 formulation heve met the standards of SNI (SNI 01-3719-1995).

Keywords : Achras sapota L,Cinnamomum burmannii, functional drink, antioxidant activity, sensory quality, SNI 01-3719-1995.


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan pada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas Antioksidan dan Mutu Sensori Formulasi Minuman Fungsional Sawo (Achras sapota L.) dan Kayu Manis (Cinnamomum burmannii)yang disusun dalam rangka memenuhi mata kuliah tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu secara ikhlas dalam penyelesaian skiripsi ini, yakni kepada:

1. Ibu Anna Muawanah, M.Si., selaku pembimbing I yang telah dengan sabar membimbing dan memberikan saran kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Dede Sukandar, M.Si., selaku pembimbing II dan juga selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan perhatian dan bimbingannya kepada penulis.

3. Dr. Agus Salim, M.Si., selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr.Thamzil Laz selaku penasihat akademik yang selalu memberikan nasihat, motivasi, dan inspirasi kepada penulis.


(9)

viii

5. Ayah, Bunda, dan juga Kakak yang tidak pernah mengenal lelah dalam memberikan perhatian dan dukungannya kepada penulis sampai sekarang. 6. Keluargaku di Solo Mbah Putri, Pakde, Om, Bulek, Sepupu yang senantiasa

selalu mendoakan penulis dalam setiap kesulitan dan perjuangan. Semoga Allah SWTmembalas kebaikan kalian.

7. Ade, Diah, Lina, Ayya, Nur, Dita, Adaw, Puput, Chitta, Rafi, Hafiz serta teman-teman kimia 2009 yang sudah banyak partisipasinya, dalam membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

8. Kak pipit selaku laboran kimia yang telah sabar membantu dan mendukung dalam proses penelitian.

9. Adik- adik kimia angkatan 2010 dan 2011 yang juga telah membantu dalam proses penelitian.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan bagi para pembacanya. Aamiin.

Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri, mudah-mudahan semua bentuk perhatian, bantuan dan partisipasi yang sudah diberikan mendapatkan pahala yang setimpal dari-Nya.

Jakarta, Januari 2014


(10)

ix DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Hipotesis Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sawo Manila ... 5

2.2. Kayu Manis... 11

2.3. Pangan Fungsional ... 14

2.4. Minuman Sari Buah ... 15

2.4.1. Komposisi Sari Buah ... 19

2.5. Antioksidan ... 22

2.6. Analisis Sensori ... 28


(11)

x

2.7.1. Spektrofotometri Serapan Atom... 30

2.7.2. Spektrofotometri UV-Vis ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian... 35

3.2. Alat dan Bahan ... 35

3.3. Prosedur Penelitian ... 36

3.3.1. Pembuatan Minuman Fungsional ... 36

3.3.2. Analisis Sensori ... 37

3.3.3. Analisis antioksidan ... 38

3.3.4. Uji Sifat Fisik dan Kimia ... 39

3.3.5. Uji Cemaran Logam ... 42

3.3.6. Uji Cemaran Mikroba... 42

3.3.7. Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sensori ... 45

4.2. Analisis Antioksidan ... 57

4.3. Uji Sifat Fisik dan Kimia ... 67

4.4. Uji Cemaran Logam ... 70


(12)

xi

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 74

5.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76


(13)

xii DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Sawo Manila (Achras Sapota L) ... 5

Gambar 2. Struktur Beberapa Fenolat ... 9

Gambar 3. Kulit Dan Bubuk Kayu Manis ... 11

Gambar 4. Sukrosa ... 21

Gambar 5. Mekanisme Antioksidan Primer ... 23

Gambar 6. Asam Askorbat ... 24

Gambar 7. Mekanisme Reaksi Asam Askorbat dan Ion Superoksida Dan Hidrogen Peroksida ... 26

Gambar 8. Reduksi DPPH dari Senyawa Peredam Radikal Bebas ... 27

Gambar 9. Skema Peralatan SSA ... 31

Gambar 10. Komponen Spektrofotometer UV-Vis ... 33

Gambar 11. Histogram Rata-Rata Skor Hedonik Warna ... 46

Gambar 12. Formulasi Minuman Fungsional ... 47

Gambar 13. Reaksi Antara dalam Pembentukan Melanin ... 49

Gambar 14. Reaksi Pembentukan Melanin dari O-Kuinon atau O-Difenol ... 50

Gambar 15. Histogram Rata-Rata Skor Hedonik Aroma ... 51

Gambar 16. Histogram Rata-Rata Skor Hedonik Rasa Manis dan Asam ... 54

Gambar 17. Skema Teori Kemanisan ... 55

Gambar 18. Histogram Rata-Rata Skor Hedonik Penerimaan Keseluruhan ... 57


(14)

xiii Gambar 20. Kurva Korelasi Aktivitas Antioksidan dengan Kadar Fenolik

Total Buah Sawo, Kayu Manis, dan Jeruk Nipis ... 62

Gambar 21. Mekanisme Kerja Antioksidan Golongan Fenol ... 64

Gambar 22. Mekanisme Kerja Vitamin C Sebagai Antioksidan ... 65

Gambar 23. Mekanisme Reaksi Asam Askorbat dan Ion Superoksida dan


(15)

xiv DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Kandungan Sawo dalam 100 g Sawo Masak Segar ... 8

Tabel 2. Standar Mutu Minuman Sari Buah (SNI 01-3719-1995) ... 16

Tabel 3. Formulasi Minuman Sari Buah Sawo ... 37

Tabel 4. Hasil Pengujian Organoleptik Minuman Fungsional ... 45

Tabel 5. Kandungan Total Fenolik, Vitamin C, dan Antioksidan pada Sawo, Kayu Manis, dan Jeruk Nipis ... 58

Tabel 6. Kandungan Total Fenolik, Vitamin C, dan Antioksidan pada Minuman Fungsional 561 ... 63

Tabel 7. Sifat Kimia dan Fisik Minuman Fungsional Tersukai... 67


(16)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Bagan Skema Penelitian ... 88

Lampiran 2. Bagan Proses Pembuatan Minuman Fungsional Sawo-Kayu Manis ... 89

Lampiran 3. Formulir Uji Organoleptik ... 90

Lampiran 4. Skor Hedonik Panelis Terhadap Minuman Fungsional Sawo-Kayu Manis ... 91

Lampiran 5. Hasil SPSS Warna ... 96

Lampiran 6. Hasil SPSS Aroma ... 97

Lampiran 7. Hasil SPSS Rasa Manis ... 98

Lampiran 8. Hasil SPSS Rasa Asam ... 99

Lampiran 9. Hasil SPSS Penerimaan Keseluruhan ... 100

Lampiran 10. Hasil Uji T-Student Aktivitas Antioksidan Perasan Sawo dan Minuman Formula 561 ... 101

Lampiran 11. Hasil Uji T-Student Kandungan Total Fenolik Perasan Sawo dan Minuman Formula 561 ... 102

Lampiran 12. Pengujian Aktivitas Antoksidan Sawo, Kayu Manis, dan Jeruk Nipis ... 103

Lampiran 13. Perhitungan Minuman Fungsional 561 ... 104

Lampiran 14. Hasil Analisis Total Fenol ... 105

Lampiran 15. Hasil Uji Logam... 106


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Buah sawo (Achras sapota L.) selama ini dianggap sebagai buah asli Indonesia karena sudah lama dikenal dan ditanam di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Buah sawo disukai karena memiliki rasa yang manis dan biasa dikonsumsi sebagai buah segar dalam keadaan matang (Rukmana, 1997). Namun, buah sawo sebagai produk hortikultura merupakan komoditas yang mudah rusak terutama setelah pemanenan. Kerusakan yang terjadi dapat berupa kerusakan fisik, mekanis, maupun mikrobiologis (Ratule, 1999), sehingga tidak dapat disimpan lama dan umumnya hanya dapat bertahan selama lima sampai tujuh hari jika disimpan pada kondisi normal (Aryati, 2006). Kondisi buah sawo yang demikian, maka diperlukan teknologi pengolahan sehingga buah sawo tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk segar, melainkan dapat dimanfaatkan menjadi bahan olahan lain yang memiliki nilai tambah. Pengolahan ini merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu produk dan memperpanjang masa simpan buah sawo (Aryati, 2006). Salah satu bentuk pengolahan yang dapat dijadikan sebagai alternatif yaitu diolah menjadi pangan fungsional berupa minuman fungsional sari buah.

Pangan fungsional merupakan pangan yang mempunyai efek fisiologis bagi tubuh, seperti dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan kondisi umum dari tubuh, mengurangi resiko terhadap suatu penyakit, dan bahkan dapat


(18)

2

digunakan untuk menyembuhkan beberapa penyakit (Astawan, 2003; Siro et al., 2008). Efek fisiologis tersebut karena adanya komponen aktif yang terkandung didalam bahan pangan tersebut (Winarti et al., 2005).

Komponen aktif yang terkandung didalam buah sawo dan bermanfaat bagi kesehatan yaitu vitamin C, fenolik, dan karotenoid yang diketehui memilik efek antioksidan (Kulkarni et al.,2006). Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006). Radikal bebas yang berlebih dapat menyerang senyawa apa saja terutama yang rentan seperti lipid dan protein dan berimplikasi pada timbulnya berbagai penyakit degeneratif (Middleton, 2000).

Pengolahan sawo selain untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan, juga dapat menghasilkan minuman fungsional yang dapat dijadikan sebagai sumber gizi terutama sumber antioksidan. Selain itu, pembuatan minuman fungsional dapat juga dipadukan dengan bahan lain seperti kayu manis sebagai flavor dalam formulasi minuman. Kayu manis merupakan tanaman rempah yang telah lama dimanfaatkan sebagai pewangi atau peningkat cita rasa pada makanan atau minuman (Rismunandar et al.,2001). Komponen-komponen bioaktif dalam kayu manis, seperti sinamaldehid, asam sinamat, dan sineol diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan (Jayapprakasha, 2003). Dengan demikian, perpaduan antara sawo dengan rempah-rempah dalam formulasi diharapkan akan menghasilkan suatu formulasi yang dapat diterima dari segi sensori dan juga dapat diperoleh aktivitas antioksidan yang lebih tinggi.


(19)

3 1.2. Rumusan Masalah

a. Apakah formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis berpengaruh terhadap tingkat kesukaan panelis berdasarkan pengujian organoleptik? b. Bagaimana aktivitas antioksidan formulasi minuman fungsional

sawo-kayu manis yang tersukai?

c. Apakah kualitas formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis tersukai telah memenuhi standar mutu sari buah sesuai SNI 01-3719-1995.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

a. Mendapatkan formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis yang paling disukai oleh panelis berdasarkan pengujian organoleptik.

b. Mengetahui aktivitas antioksidan formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis yang paling disukai.

c. Mengetahui kualitas formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis tersukai sesuai standar mutu sari buah sesuai SNI 01-3719-1995.


(20)

4 1.4. Hipotesis

a. Terdapat pengaruh formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis

terhadap tingkat kesukaan panelis berdasarkan pengujian

organoleptik.

b. Formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis yang tersukai memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.

c. Kualitas formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis telah memenuhi standar mutu sari buah sesuai SNI 01-3719-1995.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada masyarakat mengenai pemanfaatan buah sawo sebagai bahan baku alternatif minuman fungsional yang memiliki aktivitas antioksidan, bermanfaat bagi kesehatan dan juga sebagai upaya dalam peningkatan mutu produk buah sawo.


(21)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sawo Manila (Achras sapota L)

Sawo manila, Achras sapota L.yang biasa dikenal sebagai chikku

merupakan salah satu buah lezat daerah tropis yang merupakan keluarga dari Sapotaceae. Sawo disukai karena rasanya yang manis dan lezat. Sawo biasa dikonsumsi sebagai makanan pencuci mulut (Hiremath et al., 2012).

Tanaman sawo diduga berasal dari daerah Amerika Tengah, terutama kawasan Guatemala. Namun, tanaman sawo selama ini dianggap sebagai tanaman asli Indonesia karena sudah lama dikenal dan ditanam di Indonesia terutama di Pulau Jawa (Rukmana,1997). Sawo diketahui merupakan salah satu tanaman buah utama di India, Meksiko, Guatemala, dan Venezuela (Kulkarni et al., 2006; Maya

et al., 2003). Bentuk tanaman dan buah sawo dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Sawo Manila ( Candra, 2011)

Di Indonesia, sawo merupakan tanaman buah-buahan yang berbuah tanpa musim. Tanaman sawo ini dapat tumbuh dan bereproduksi dengan baik mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 700 meter diatas permukaan laut. Tanaman sawo memiliki daya adaptasi yang cukup luas pada kondisi iklim tropis


(22)

6

(Rukmana, 1997). Buah sawo yang cukup tua memiliki ukuran buah yang maksimal, kulit buah berwarna coklat muda, daging buah agak lembek, bila dipetik mudah terlepas dari tangkainya, serta bergetah relatif sedikit (Aryati, 2006).

Matangnya buah dapat diberi batasan sebagai perubahan berturut-turut warna buah, aroma, tekstur kearah kondisi buah yang siap untuk dikonsumsi (Kartasapoetra, 1989). Sawo tidak dapat disimpan lama dan umumnya buah hanya dapat bertahan selama lima sampai tujuh hari jika disimpan pada kondisi biasa (Aryati, 2006). Buah sawo umumnya dikonsumsi sebagai buah segar dalam keadaan matang atau biasa dinamakan buah meja (Rukmana, 1997).

Sawo memiliki beberapa nama umum lainnya yang berbeda pada setiap negara, seperti sawo manila (Indonesia), baramasi (Bengal dan Bihar), buah chiku (Malaya, India), chicle (Meksiko), chico (Filipina), korob (Kosta Rika), Mespil (Virgin Islands), muy (Guatemala), muyozapot (El Salvador), neeseberry (British West Indies), nispero (Puerto Rico, Amerika Tengah), nispero quitense (Ekuador), sapotí (Brasil), sapotille (French West Indies), zapota (Venezuela)(Morton, 1987). Menurut Heyne (1987), tanaman sawo manila (gambar 1) memiliki taksonomi sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Ericales

Famili : Sapotaceae

Genus : Chrysophyllum


(23)

7

Menurut Rukmana (1997), sawo termasuk buah klima-terik yaitu buah yang proses fisiologisnya berlangsung terus walau sudah dipetik atau dipanen. Proses fisiologis yang dimaksud yaitu akan mengadakan perubahan dari tua (mature) setelah panen menjadi masak (ripening) dan akan berlanjut ke fase lewat matang (decaying) atau pembusukan juga disertai terbentuk aroma khas. Oleh karena itu, buah sawo sebagai produk hortikultura merupakan komoditas yang mudah rusak terutama setelah pemanenan. Kerusakan yang terjadi dapat berupa kerusakan fisik, mekanis, maupun mikrobiologis (Ratule, 1999), sehingga tidak dapat disimpan lama dan umumnya buah hanya dapat bertahan selama 5-7 hari jika disimpan pada kondisi biasa (Aryati, 2006). Kondisi buah sawo yang demikian, perlu diperkenalkan kepada petani khususnya dan masyarakat umumnya mengenai teknologi pengolahannya sehingga buah sawo tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk segar, melainkan dapat dimanfaatkan menjadi bahan olahan lain yang memiliki nilai tambah besar. Selain itu, pengolahan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu produk pertanian (Aryati, 2006).

.Tanaman sawo, selain menghasilkan buah yang rasanya manis dan menyegarkan, juga mengandung gizi cukup tinggi dengan komposisi lengkap (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Pemprov Jabar, 2008; Aryati, 2006).


(24)

8 Tabel 1.Kandungan Sawo dalam 100 g Sawo Masak Segar oleh Direktorat Gizi

Depkes (1981).

No Kandungan Gizi Jumlah

1. Kalori 92.00 kal

2. Protein 0.50 g

3. Lemak 0.1 g

4. Karbohidrat 22.4 g

5. Kalsium 25.00 g

6. Fosfor 12.00 mg

7. Zat besi 1.00 mg

8. Vitamin A 60.00 SI

9. Vitamin B1 0.01 mg

10. Vitamin C 21.00 mg

11. Air 75.50 g

12. Bagian yang dapat dimakan 79.00 %

Buah sawo juga diketahui mengandung flavonoid, saponin, dan tanin (Sukandar et al., 2012). Selain itu, sawo diketahui merupakan sumber yang baik dari asam askorbat, karetenoid, dan fenolik yang dilaporkan memiliki banyak manfaat pada kesehatan (Kulkarni et al., 2006). Hasil penelitian Sukandar et al

(2012) menunjukkan ekstrak etanol buah sawo memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi yaitu dengan IC50 sebesar 29,20 ppm, sedangkan Kulkarni et al

(2006) menyebutkan dalam penelitiannya perasan sari sawo memiliki aktivitas antioksidan (IC50) sebesar 87,53 μL/mL.

Buah sawo dilaporkan juga mengandung gula (Siddappa et al., 1954), asam (Shanmugavelu et al.,1973), protein, asam amino (Selvaraj et al.,1984), fenolat (gambar 2), yaitu, asam galat (1), asam chlorogenic (2), catechin (3), leucodelphinidin (4), leucocyanidin (5).dan leucopelargonidin (6) (Mathew et al.,1969), karotenoid, asam askorbat, dan mineral seperti kalium, kalsium dan zat besi (Selvaraj et al., 1984).


(25)

9 1

3

5

2

4

6

Gambar 2. Struktur Beberapa Fenolat

Shanmugavelu et al (1973) menyebutkan buah sawo juga merupakan sumber yang baik dari gula yang dapat dicerna, yaitu berkisar antara 12 sampai 20 persen dan juga memiliki banyak kandungan mineral seperti zat besi dan kalsium. Buah juga memiliki jumlah yang cukup protein, lemak, kalsium, serat, fosfor, karoten, zat besi, dan vitamin C. Selain itu, sawo diketahui kaya akan bio-besi yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin (Gursharansingh, 2001).


(26)

10

Sumeru (1995) menyebutkan buah sawo adalah buah berdaging buah tebal dengan rasa manis yang memiliki kandungan gula sebesar 14%, sakarosa 7,02%, dektrosa 3,7%, levulosa 3,4%, dan mengandung sedikit asam serta abu 1%. Selain itu, sawo mengandung gizi cukup tinggi dengan komposisi lengkap, yaitu kalori 92,0 kkal, protein 0,5 gram, lemak 0,10 gram, karbohidrat 26,4 gram dan vitamin sekitar 60,00 SI (Rukmana, 1997). Buah sawo memiliki kandungan mineral cukup baik. Buah ini merupakan sumber kalium yang baik, yaitu 193 mg/100 g. Di lain pihak, sawo juga memiliki kadar natrium yang rendah, 12 mg/100g. Perbandingan kandungan kalium dan natrium yang mencapai 16:1 menjadikan sawo sangat baik untuk jantung dan pembuluh darah (Candra, 2010).

Logam transisi, besi, tembaga, dan seng, juga merupakan nutrisi penting yang terkandung dalam sawo (Kulkarni et al., 2006). Kekurangan ion logam ini dilaporkan telah menjadi gangguan defisiensi gizi yang paling umum terjadi di dunia yang mempengaruhi sekitar dua milyar orang, sebagian besar mereka tinggal di negara berkembang (Lynch, 2005). Menurut Kulkarni et al (2006) dalam Kwong et al (2004), kekurangan zat besi memiliki dampak yang merusak yakni menurunnya imunitas sel dan menyebabkan perubahan perilaku dan kognitif. Kekurangan tembaga juga telah dikaitkan dengan gangguan metabolisme karbohidrat (Davis et al.,1987), sedangkan kekurangan seng menyebabkan kekurangan atau ketidak sempurnaan dari pertumbuhan, kematangan seksual, kekebalan, rasa dan nafsu makan (Apgar, 1992).


(27)

11 2.2. Kayu Manis

Menurut Heyne (1987), pohon kayu manis merupakan tumbuhan asli Asia Selatan, Asia Tenggara dan daratan Cina, Indonesia termasuk didalamnya. Tumbuhan ini termasuk famili Lauraceae yang memiliki nilai ekonomi dan merupakan tanaman tahunan yang memerlukan waktu lama untuk diambil hasilnya. Hasil utama kayu manis (gambar 3) adalah kulit batang dan dahan, sedang hasil samping adalah ranting dan daun. Komoditas ini selain digunakan sebagai rempah, hasil olahannya seperti minyak atsiri dan oleoresin banyak dimanfaatkandalam industri-industri farmasi, kosmetik, makanan, minuman, rokok, dan lain-lain.

Gambar 3. Kulit dan Bubuk Kayu Manis (Rusli et al., 1988).

Dari 54 spesies kayu manis (Cinnamomum sp.) yang dikenal di dunia, 12 di antaranya terdapat di Indonesia. Tiga jenis kayu manis yang menonjol di pasar dunia yaitu Cinnamomum burmannii (di Indonesia) yang produknya dikenal dengan nama cassiavera, Cinnamomum zeylanicum (di Sri Lanka dan Seycelles) dan Cinnamomum cassia (di China) yang produknya dikenal dengan Cassia China. Jenis-jenis tersebut merupakan beberapa tanaman rempah yang terkenal di pasar dunia. Tanaman kayu manis yang selama ini banyak dikembangkan di Indonesia adalah C. burmannii Bl, yang merupakan usaha perkebunan rakyat,


(28)

12

terutama diusahakan di Sumatera Barat, Jambi dan Sumatera Utara. Jenis

Cburmanii BL atau cassiavera ini merupakan produk ekspor tradisional yang masih dikuasai Indonesia sebagai negara pengekspor utama di dunia.Tanaman kayu manis memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Laurales

Suku : Lauraceae

Marga : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum burmanii Bl

Tanaman kayu manis merupakan jenis tanaman rempah yang tergolong dalam famili Lauraceae, yaitu salah satu famili dari ordo Ranales. Famili ini memiliki 45 genera dan 1100 spesies. Pertanaman kayu manis umumnya merupakan perkebunan rakyat, terutama tersebar di daerah Sumatera Barat, Kerinci, dan Tapanuli Selatan. Dewasa ini kayu manis juga sudah mulai dikembangkan di Jawa, Kalimantan, Flores, dan Lombok. Jenis tanaman yang diusahakan sebagaian besar adalah Cinnamomum burmannii BI. dan sedikit

Cinnamomum zeylanicum BI. dan Cinnamomum cassia BI, terutama di daerah Jawa Barat (Rusliet al., 1985). Kulit kayu manis kering yang bermutu baik pada umumnya mengandung minyak atsiri, pati, getah, resin, fixed oil, tanin, selulosa, zat warna, kalium oksalat, dan mineral (Rismunandar et al., 2001).


(29)

13

Komponen utama flavor dalam kayu manis adalah sinamaldehid gmbar struktur, yang bukan merupakan fenol. Tetapi komponen minor flavor, kumarin mengandung gugus fenol dan penting untuk memberi ciri khas flavor alami kayu manis (Ho et al., 1992).

Eugenol yang merupakan komponen utama flavor cengkeh, juga ditemukan pada kayu manis dalam jumlah kecil. Eugenol ditemukan pada kayu manis sebesar 0,04-0,2 %, pada oleoresin kayu manis sebesar 2-6 %, dan pada minyak kayu manis sebesar 70-90 % (Ho et al., 1992). Kayu manis dapat berperan sebagai antioksidan karena mengandung senyawa tanin dan eugenol (King, 2000). Selain sebagai rempah, hasil olahan kulit kayu manis seperti minyak atsiri dan oleoresin banyak digunakan dalam industri-indusri farmasi, kosmetik, makanan dan minuman, rokok, dan sebagainya. Tanaman ini juga digunakan sebagai tanaman penghijauan dan konservasi tanah-tanah yang miring pada daerah aliran sungai. Cinnamomum burmannii juga banyak ditanam sebagai tanaman hias karena warna pucuknya yg merah terlihat indah (Rusli et al., 1985).

Minyak atsiri kayu manis sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai antiseptik. Minyak kayu manis ini juga memiliki efek untuk mengeluarkan angin (karminatif), membangkitkan selera atau menguatkan lambung (stomakik), sebagai obat sariawan, encok, masuk angin, dan sebagai antidiare. Untuk pengolahan makanan dan minuman, minyak kayu manis sudah lama dimanfaatkan sebagai pewangi atau peningkat citarasa, diantaranya untuk minuman keras, minuman ringan, agar-agar, kue, kembang gula, bumbu gulai, dan sup (Rismunandar et al., 2001).


(30)

14 2.3. Pangan Fungsional

Menurut Badan POM (2011), pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu diluar fungsi dasarnya, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Menurut Winarti & Nurdjanah (2005), berbagai jenis pangan fungsional telah beredar di pasaran, mulai dari produk susu probiotik tradisional seperti yoghurt, kefir dan coumiss sampai produk susu rendah lemak siap dikonsumsi yang mengandung serat larut. Berbagai minuman telah tersedia dan berkhasiat menyehatkan tubuh yang mengandung komponen aktif rempah-rempah seperti kunyit asam, minuman sari jahe, sari temulawak, beras kencur, serbat, dan bandrek.

Pangan fungsional dikonsumsi layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur, dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen, serta tidak memberikan kontraindikasi dan tidak memberikan efek samping terhadap metabolisme zat gizi lainnya jika digunakan pada jumlah penggunaan yang dianjurkan. Meskipun mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk kapsul, tablet atau bubuk yang berasal dari senyawa alami (Winarti et al.,2005 dalam Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), 2001).

Pangan fungsional mempunyai tiga fungsi dasar antara lain sensory

(warna dan penampilan menarik, citarasanya enak), nutritional (bernilai gizi), dan

physiological (memberikan pengaruh fisiologis, menguntungkan bagi tubuh). Fungsi fisiologis dari suatu pangan fungsional antara lain: a) mencegah penyakit


(31)

15

yang berhubungan dengan konsumsi pangan, b) meningkatkan daya tahan tubuh (regulating bio-defensiveness), c) meregulasi rithme kondisi fisik tubuh, d) memperlambat proses penuaan (aging), dan e) penyehatan kembali (recovery) tubuh setelah menderita penyakit tertentu (Muchtadi, 2004).

Dewasa ini produk pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan mulai banyak diminati oleh konsumen karena kesadaran akan pentingnya hidup sehat semakin meningkat. Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif. Beberapa senyawa fitokimia yang diketahui mempunyai fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, saponin, glikosinolat, polifenol, inhibitor protease, monoterpen, fitoestrogen, sulfide dan asam fitat (Winarti et al., 2005). Komponen fenolik dalam tanaman diketahui dapat menghambat pertumbuhan kanker dan mempunyai aktivitas antimutagenik. Pertumbuhan kanker yang dapat ditekan oleh senyawa fenolik antara lain kanker usus, payudara, paru-paru, dan kulit (Craig, 1999).

2.4. Minuman Sari Buah

Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (SNI 01-3719-1995). Minuman sari buah yang diproduksi harus memiliki mutu yang sesuai dengan yang ada dalam SNI 01-3719-1995 yang ditunjukkan pada tabel 2 berikut.


(32)

16 Tabel 2. Standar Mutu Minuman Sari Buah (SNI 01-3719-1995)

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan:

1.1 Aroma - Normal

1.2 Rasa - Normal

2. Bilangan Formol

(ml N NaOH)/100

ml min.15

3. Bahan tambahan makanan:

3.1 Pemanis buatan - tidak boleh ada

3.2 Pewarna tambahan sesuai SNI 01-0222-1987*)

3.3 Pengawet sesuai SNI 01-0222-1987*)

4. Cemaran logam:

4.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,3

4.2 Tembaga (Cu) mg/kg maks. 5,0

4.3 Seng (Zn) mg/kg maks. 5,0

4.4 Timah (Sn) mg/kg

maks. 40,0/250,0**)

4.5 Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,03

5. Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 0,2

6. Cemaran mikroba

6.1 Angka lempeng total koloni/ml maks. 2 x 102

6.2 Coliform APM/ml maks. 20

6.3 E.coli APM/ml < 3

6.4 Salmonella koloni/25ml Negatif

6.5 S.Aureus koloni/ml 0

6.6 Vibrio.sp koloni/ml Negatif

6.7 Kapang koloni/ml maks. 50

6.8 Khamir koloni/ml maks. 50

CATATAN: *) dan revisinya

**) untuk yang dikemas dalam

kaleng

Menurut Pollard et al (1974), sari buah merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah yang sudah disaring. Buah yang digunakan sebagai sari buah harus dalam keadaan matang dan mempunyai cita rasa yang enak. Buah-buahan yang akan diproses menjadi sari buah hendaknya merupakan buah varietas tertentu dan


(33)

17

berasal dari daerah penanaman yang sama. Sedangkan faktor yang mempengaruhi cita rasa sari buah adalah perbandingan antara gula dan asam, jenis dan jumlah komponen aroma, serta jenis vitamin (Kusumawati, 2008).

Menurut Makfoeld (1982), tahap-tahap pengolahan sari buah secara umum adalah pemilihan dan penentuan kematangan buah, pencucian dan sortasi, ekstraksi, homogenisasi, penyaringan, deaerasi, pengawetan, dan pengemasan. Untuk buah-buahan tertentu, dapat dilakukan modifikasi terhadap proses pengolahan tersebut, bergantung pada sifat buah dan sari buah yang diinginkan (Kusumawati, 2008).

Pemilihan bahan merupakan hal yang penting dalam pembuatan formulasi minuman ini, karena bahan yang baik akan menghasilkan kualitas minuman yang baik pula. Pemilihan buah dilakukan berdasarkan bentuk buah, ukuran, warna, dan banyak sedikitnya noda yang merupakan faktor dari kerusakan.

Penghancuran sari buah dilakukan dengan blender dan ekstraksi dilakukan dengan cara pengepresan secara manual atau dengan pengepres alat dan kain saring. Ekstraksi yang baik dapat menghindarkan tercampurnya kotoran dan jaringan buah sehingga flavornya baik (Muchtadi, 1979).

Penambahan pengawet berperan penting dalam pembuatan sari buah untuk meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu pengawet yang dapat digunakan yaitu natrium benzoat. Batas maksimum pengawet yang diperbolehkan Menkes di dalam minuman yaitu 600 mg/kg (PP No. 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988).Natrium benzoat dipilih sebagai pengawet minuman karena efektif mampu menghambat pertumbuhan kapang dan khamir (Jay, 1978). Namun, keefektifan


(34)

18

natrium benzoat bekerja sebagai pengawet yaitu pada bahan pangan yang

memiliki pH ≤ 4.0 (Jay, 1978; Dunn, 1957). Oleh karena itu, perlu ditambahkan

asidulan atau zar pengatur keasaman yang berfungsi untuk menurunkan pH pada minuman. Asidulan yang dapat ditambahkan yaitu asidulan alami seperti jeruk nipis. Asidulan alami dapat dipilih agar meminimalkan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) sintetis ke dalam minuman (Herold, 2007).

Pengemasan yang merupakan bagian penting dalam suatu proses pembuatan produk pangan. Menurut Dwiari (2008), fungsi paling mendasar dari kemasan adalah mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-kerusakan sehingga lebih mudah disimpan, diangkut, dan dipasarkan. Jenis kemasan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu botol. Botol merupakan kemasan berbahan gelas yang memiliki beberapa keuntungan, yaitu bersifat inert terhadap bahan kimia, tahan terhadap tekanan dari dalam, tahan panas, dan relatif murah. Selain itu, botol gelap yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kemasan yang tahan cahaya, tidak transparan atau tidak tembus cahaya, sehingga menghindarkan produk dari reaksi oksidasi akibat terkena cahaya langsung yang dapat menyebabkan kerusakan pada produk.

Setalah dilakukan proses pengemasan, dilakukan proses pasteurisasi. Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang dapat membunuh atau memusnahkan sebagian tetapi tidak semua mikroba yang ada dalam bahan dan biasanya menggunakan suhu di bawah 100℃. Pasteurisasi membunuh semua mikroorganisme mesofilik dan sebagian yang bersifat termofilik (Winarno, 1993). Walaupun demikian, proses pasteurisasi hanya efektif membunuh mikroba


(35)

19

patogen atau pembusuk, maka produk pangan yang sudah dipasteurisasi umumnya masih mengandung mikroba lain seperti bakteri tidak berspora dari genera

Streptoccocus dan Lactobacillus, serta kapang dan khamir (Fardiaz, 1996).

Penyimpanan dingin (chilling storage) merupakan cara penyimpanan bahan atau produk pangan di bawah suhu 15°C dan di atas titik beku bahan/produk. Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu sari buah, disamping penambahan zat-zat pengawet kimia dan konsentrasi gula yang tinggi. Pendinginan akan menurunkan laju pertumbuhan mikroba pada bahan/produk yang disimpan. Penurunan ini disebabkan terjadinya denaturasi enzim dan penghambatan sintesa enzim yang dibutuhkan mikroba. Menurut Pollard & Timberlake (1974), suhu penyimpanan yang ideal bagi sari buah adalah 35-40°F (1.67-4.44°C) (Kusumawati, 2008)..

2.4.1. Komposisi Sari Buah

Dalam penelitian ini, minuman fungsional sari buah dibuat dengan beberapa komposisi diantaranya yaitu, buah sawo, kayu manis, air, gula pasir, jeruk nipis, dan natrium benzoat.

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan (Winarno, 1992). Air yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengekstraksi komponen-komponen kimia dalam buah sawo hingga menjadi sari buah. Namun, air dalam penggunaanya harus memenuhi beberapa persyarataan agar dapat digunakan, diantaranya yaitu sebagai berikut (Hartono, 2011)


(36)

20

a. Syarat fisik. Air tersebut bening (tak berwarna), tidak berasa, dan suhu dibawah suhu diluarnya.

b. Syarat bakteriologis. Air harus terbebas dari segala macam bakteri, terutama bakteri patogen. Untuk mengetahuinya dengan memeriksa melalui sampel air, dalam per 100 ml sampel tidak dibolehkan terkandung bakteri E.Coli dan total bakteri koliform (PMK No.492 tentang persyaratan kualitas air minum).

c. Syarat kimia. Air tidak boleh mengandung zat-zat kimia berbahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan.

Gula atau sukrosa (gambar 4) adalah oligosakarida yang memiliki peran penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan,dan kelapa kopyor. Untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert (Winarno, 1992). Menurut Buckle et al (1987), sukrosa dalam pembuatan makanan berfungsi untuk memberi rasa manis dan sebagai pengawet dimana dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan menurunkan aktivitas air dalam bahan pangan (Muawannah, 2012).


(37)

21 7

Gambar 4. Sukrosa

Jeruk nipis adalah asidulan alami yang dapat ditambahkan dalam pembuatan minuman fungsional sari buah. Jeruk nipis memiliki karakteristik citarasa yang lembut, berair, dan sangat asam dengan aroma yang tajam (Fellers, 1985). Senyawa volatil dari buah jeruk juga sangat penting dalam membentuk aroma dan flavor. Komponen-komponen ini mencakup hidrokarbon terpen, komponen karbonil, alkohol, dan ester yang terdapat pada minyak kulit jeruk dan sedikit pada kantung minyak yang terdapat dalam kantung sari buah (Ting et al., 1971). Pemanfaatan jeruk nipis cukup luas antara lain ialah sebagai bahan obat tradisional, untuk perawatan kecantikan, untuk penyedap makanan, dan untuk menambah rasa segar pada minuman (Kordial, 2009).

Natrium benzoat merupakan butiran atau sebuk putih tidak berbau dan bahan ini dapat ditambahkan langsung ke dalam makanan atau dilarutkan terlebih dahulu di dalam air atau pelarut-pelarut lainnya. Dalam penggunaanya, asam benzoat kurang kelarutannya dalam air dibandingkan dalam bentuk garamnya, sehingga pemakaiannya sering digunakan dalam bentuk garamnya yaitu natrium benzoat (C6H3COONa) (Winarno et al.,1980).


(38)

22

Natrium benzoat merupakan pengawat sintetis yang biasa ditambahkan pada makanan atau minuman. Aturan menteri kesehatan menyebutkan bahwa batas penggunaan natrium benzoat pada yaitu600 mg/kg, PP No. 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988. Mekanisme kerja natrium benzoat sebagai pengawet yaitu berdasarkan permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam benzoat tidak terdisosiasi. Molekul-molekul asam benzoat tersebut dalam suasana asam dapat mencapai sel mikroba yang membran selnya mempunyai sifat permeabel terhadap molekul-molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Sel mikroba yang mempunyai pH cairan sel netral akan dimasuki molekul-molekul asam benzoat, maka molekul asam benzoat akan berdisosiasi dan menghasilkan ion-ion H+, sehingga akan menurunkan pH mikroba tersebut. Hal ini mengakibatkan metabolisme sel akan terganggu dan akhirnya sel mikroba tersebut mati (Winarno dan Laksmi, 1974)

2.5. Antioksidan

Menurut Kochhar & Rossel (1990), antioksidan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid.

Menurut Winarno (1997), antioksidan dibagi menjadi dua ketegori yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer merupakan zat yang dapat bereaksi dengan radikal bebas atau mengubahnya menjadi produk yang stabil, sedangkan antioksidan sekunder atau antioksidan preventif dapat mengurangi laju awal reaksi (Gordon, 1990). Menurut Shahidi (1995), antioksidan


(39)

23

primer (AH) bekerja dengan mekanisme seperti pada gambar 5. Antioksidan primer (AH) bereaksi dengan oksida lipid dengan cara memberikan atom hidrogen secara terus-menerus kepada radikal lipida (reaksi 1 dan 2). Reaksi berikutnya berkompetisi dengan rantai reaksi propagasi (reaksi 5 dan 6).

(1) ROO*+AH ROOH + A* (2) RO*+ AH ROH + A* (3) ROO*+ A*ROOA (4) RO*+ A*ROA

(5) RO*+ RH ROOH + R* (6) ROO*+ RH R*+ ROOH

Gambar 5. Mekanisme Antioksidan Primer

Berdasarkan fungsinya, menurut Siagian (2002) antioksidan dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:

a. Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas, dengan menyumbangkan atom H, misalnya vitamin E.

b. Tipe pereduksi, dengan mentransfer atom H atau oksigen, atau bersifat pemulung, misalnya vitamin C.

c. Tipe pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan, seperti Fe2+ dan Cu2+, misalnya flavonoid.

d. Antioksidan sekunder, mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi bentukstabil, pada manusia dikenal SOD, katalase, glutation peroksidase.


(40)

24 8

Gambar 6. Asam Askorbat

Vitamin C atau asam askorbat (gambar 6) merupakan nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C dikenal sebagai antioksidan terlarut air paling dikenal, vitamin C juga secara efektif memungut formasi ROS dan radikal bebas (Frei, 1994).

Sebagai antioksidan, vitamin C bekerja sebagai donor elektron, dengan cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam Cu. Selain itu, vitamin C juga dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler. Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam sel netrofil, monosit, protein lensa, dan retina. Vitamin ini juga dapat bereaksi dengan Fe-ferritin. Diluar sel, vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer electron ke dalam tokoferol teroksidasi dan mengabsorpsi logam dalam saluran pencernaan (Levine,

et al., 1995).

Askorbat dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik dengan atau tanpa katalisator enzim. Secara tidak langsung, askorbat dapat meredam aktivitas dengan cara mengubah tokoferol menjadi bentuk tereduksi. Reaksinya


(41)

25

terhadap senyawa oksigen reaktif lebih cepat dibandingkan dengan komponen lainnya. Askorbat juga melindungi makromolekul penting dari oksidatif. Reaksi terhadap radikal hidroksil terbatas hanya melalui proses difusi.

Vitamin C bekerja secara sinergis dengan vitamin E. Vitamin E yang teroksidasi radikal bebas dapat bereaksi dengan vitamin C kemudian akan berubah menjadi tokoferol setelah mendapat ion hidrogen dari vitamin C (Belleville-Nabeet,1996)

Sebagai zat penyapu radikal bebas, vitamin C dapat langsung bereaksi dengan anion superoksida, radikal hidroksil, oksigen singlet dan lipid peroksida. Sebagai reduktor asam askorbat akan mendonorkan satu elektron membentuk semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif dan selanjutnya mengalami reaksi disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat yang bersifat tidak stabil. Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam treonat. Oleh karena kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal bebas, maka peranannya sangat penting dalam menjaga integritas membran sel (Suhartono et al., 2007).

Menurut Asada (1992) reaksi askorbat dengan superoksida secara fisologis mirip dengan kerja enzim SOD dan reaksi dengan hidrogen peroksida dikatalisis oleh enzim askorbat peroksidase, yaitu sebagai berikut (gambar 7)


(42)

26 Gambar 7. Mekanisme Reaksi Asam Askorbat dan Ion Superoksida (Atas)

danHidrogen Peroksida (Bawah) (Asada, 1992)

Askorbat ditemukan dalam kloroplas, sitosol, vakuola, dan kompartemen ekstraseluler. Kloroplas mengandung semua enzim yang berfungsi untuk meregenerasi askorbat tereduksi dan produk-produk terioksidasi. Hidrogen peroksida juga dihancurkan dalam kloroplas melalui reaksi redoks askorbat dan pemanfaatan kembali glutation. Superoksida diubah menjadi hidrogen peroksida secara spontan melalui reaksi dismutasi atau oleh enzim SOD. Hidrogen peroksida ditangkap oleh askorbat dan enzim askorbat peroksidase (Asada, 1992). Dalam hal ini monodehiroaskorbat memiliki 2 jalur regenerasi. Salah satunya melalui monodehidrosiaskorbat reduktase, yang lainnya melalui dehidroaskorbat reduktase dan glutation, sementara yang berperan sebagai donor elektron adalah NADPH. Jalur ini juga memberikan 2 manfaat, yaitu detoksifikasi hidrogen peroksida yang didiga berperan dalam reaksi Feton dan oksidasi NADPH.

Salah satu uji untuk menentukan aktivitas antioksidan penangkap radikal adalah metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-picrylhidrazyl).Metode DPPH memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil. DPPH


(43)

27

memberikan serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna violet gelap. Penangkap radikal bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil (Sunarni, 2005).

Molekul 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazil (DPPH) pada gambar 8, yang bereaksi dengan atom hidrogen yang dilepaskan satu molekul komponen sampel (antioksidan), pelepasan satu molekul sampel akan membentuk senyawa

1,1-diphenyl-2-21 picrylhidrazine dan radikal antioksidan yang menyebabkan terjadinya peluruhan warna DPPH dari ungu ke kuning. Reaksi antara antioksidan dengan molekul DPPH (Prakash, 2001).

N NH

NO2

NO2

O2N

N N

NO2

NO2

O2N

+

A

+

A

9

2,2-difenil-1-pikrilhidrazil Antioksidan 2,2-difenil-1-pikrilhidrazin (DPPH) (DPPH Hidrazin)

Gambar8. Reaksi Radikal DPPHdengan Senyawa Antioksidan

Antioksidan alami yang paling umum adalah flavonoid (flavanol, isoflavon, flavon, katekin, dan flavanon), turunan dari asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam organik polifungsional (Pratt et al.,1990). Secara alami, antioksidan terdapat dalam hampir semua bahan pangan. Walaupun demikian, jika


(44)

28

bahan pangan tersebut diolah maka antioksidan yang terkandung di dalamnya dapat mengalami degradasi kimia atau fisik sehingga fungsinya berkurang (Fardiaz, 1980).

2.6. Analisis Sensori

Analisis sensori atau pengujian organoleptik penting dilakukan untuk mendapatkan formulasi minuman yang tersukai sehingga dapat diketahui apakah suatu produk dapat diterima oleh konsumen atau tidak (Muawanah et al., 2012). Analisis sensori atau pengujian organoleptik adalah identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, dan interpretasi dari karakteristik (atribut) produk berdasarkan penerimaan melalui kelima indera manusia yaitu penglihatan, penciuman, pencicipan, perabaan, dan pendengaran. Atribut sensori yang dianalisis dengan pengindraan ini antara lain adalah penampilan, aroma, tekstur dan konsistensi, citarasa, serta suara (Meilgaard, 1999).

Metode pengujian sensori melibatkan panelis dalam menilai suatu produk pangan. Panelis adalah orang atau sekelompok orang yang menilai dan memberikan tanggapan terhadap produk yang diuji. Panelis dapat dipilih dari konsumen awam pengguna produk sampai seorang yang sangat ahli dalam menilai menilai kualitas sensori. Penggunaan panelis diharapkan dapat menjelaskan sensasi dan persepsi citarasa yang diterima oleh indra manusia (Setyaningsih et al., 2010).

Citarasa (flavor) merupakan kompleks sensasi yang ditimbulkan oleh berbagai indra (penciuman, pengecap, penglihatan, peraba, dan pendengaran) pada waktu mengkonsumsi makanan atau minuman. Kompleks sensasi yang


(45)

29

ditimbulkan dapat berupa sensasi rasa (manis, asam, asin, dan pahit) oleh papila lidah (taste buds), sensasi aroma oleh rongga hidung (nasal cavity), dan sensasi

pain (sepat, panas atau pedas (pungency), dingin) oleh saraf-saraf trigeminal. Sensasi tidak langsung, seperti penampakan, suara, dan emosi juga turut berpengaruh terhadap persepsi citarasa makanan dan minuman yang dikonsumsi. Oleh karena itu, sensasi tersebut dapat mempengaruhi aspek penerimaan konsumen secara keseluruhan (Lindsay, 1996).

Secara umum, Meilgaard (1999) mengklasifikasikan analisis sensori menjadi tiga bagian yaitu, uji pembedaan, uji deskripsi, dan uji afektif.

a. Uji Pembedaan

Uji pembedaan yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui perbedaan diantara dua atau lebih contoh. Uji pembedaan biasanya digunakan dalam konteks pengawasan mutu produk, studi umur simpan, dan investigasi bau atau flavor asing.

b. Uji Deskriptif

Uji deskriptif yaitu uji yang digunakan untuk menentukan atau mengukur karakter dan instensitas perbedaan dalam suatu produk. Uji ini lebih tepat digunakan untuk pengembangan produk, reformulasi produk, dan untuk meneliti perbedaan produk percobaan dengan produk komersial. Panelis yang digunakan dalam uji ini yaitu yang sudah terlatih yang telah melalui proses seleksi dan pelatihan.


(46)

30

c. Uji Afektif

Uji afektif yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui respon individu berupa penerimaan ataupun kesukaan dari konsumen terhadap produk yang sudah ada, produk baru, atau karakteristik khusus dari produk yang diuji. Menurut Poste (1991), hasil uji afektif mengindikasikan pilihan, kesukaan, atau penerimaan suatu produk. Secara umum terdapat dua macam uji afektif yaitu uji afektif kualitatif dan uji afektif kuantitatif. Metode uji afektif kualitatatif terdiri dari focus group,

focus panel, dan wawancara personal. Sedangkan, metode uji afektif kuantitatif terdiri dari uji kesukaan atau uji hedonik dan uji penerimaan (Meilgaard, 1999). Menurut Poste (1991), uji kesukaan atau uji hedonik merupakan metode pengujian yang paling umum dilakukan untuk mengukur kesukaan suatu sampel bila dibandingkan sampel lain. Skala hedonik kemudian digunakan utnuk menunjukkan tingkat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk. Skala yang dapat digunakan pada uji hedonik yaitu skala yang berkisar antara 1 sampai 5 antara 1 sampai 5, dimana (5) Sangat Suka, (4) Suka, (3) Agak Suka, (2) Tidak Suka, dan (1) Sangat Tidak Suka (Akhtar et al., 2010).

2.7. Instrumentasi

2.7.1. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Spektrometri serapan atom adalah bagian dari spektroskopi. Teknik spektroskopi didasarkan pada emisi atau absorbsi radiasi elektromagnetik yang merupakan sifat khas dari perubahan energi tertentu dalam suatu molekul atau atom. Perubahan energi ini berupa tingkatan energi yang terkuantisasi yang mencirikan jenis-jenis atom atau molekul. Bila suatu substansi diradiasi dengan


(47)

31

radiasi elektromagnetik, energi dari foton dapat dipindahkan ke atom atau molekul sehingga dapat mengubah tingkatnya dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi. Proses ini dikenal sebagai absorpsi (Anwar et al., 1989). Dalam garis besarnya prinsip spektrofotometri serapan atom sama saja dengan spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaan terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaan sampel dan peralatannya (Rohman, 2007).

Metode spektrofotometri serapan atom, berprinsip pada absorbansi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tersebut memiliki energi yang cukup untuk mengubah tingkat energi elektronik suatu atom. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 2003). Skema peralatan AAS (gambar 9) yaitu:


(48)

32

1. Sumber radiasi, yaitu berupa lampu katoda berongga (hollow cathoda lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutuo yang mengandung suatu katida dan anoda.

2. Atomizer,yaitu yang terdiri dari pengabut dan pembakar.

3. Monokromator, yaitu untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis.

4. Detektor, yaitu untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman.

5. Rekorder, yaitu suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatatan hasil (Rohman, 2007).

2.7.2. Spektrofotemetri UV-VIS

Spektrofotometri merupakan suatu metode pengukuran yang digunakan untuk mempelajari interaksi antara atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik, dimana substansi kimia secara selektif menghamburkan (scatter), menyerap atau mengemisi energi elektromagnetik pada panjang gelombang yang digunakan dalam range ultraviolet (200-400 nm), sinar tampak (400-700 nm), atau cahaya yang mendekati inframerah (Khopkar, 2003).

Prinsip spektrofotometri UV-Vis yakni radiasi pada rentang panjang gelombang 200-800 nm dilewatkan melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron pada ikatan didalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energi yang melewati larutan tersebut. Dua hukum empiris telah diformulasikan tentang


(49)

33 tidak tergantung terhadap intensitas sumber sinar. Hukum Beer’s menyatakan

bahwa serapan tergantung jumlah molekul yang terserap. Dari kedua hukum tersebut dapat disajikan ke dalam persamaan berikut (Supratman, 2010):

A = log Io

I = kcb

Dimana :

A = absorbansi Io = intensitas sinar awal

I = intensitas sinar yang diteruskan c = konsentrasi sampel b = tebal selyang dilalui sampel (cm) k = koefisien ekstingsi

Hukum Beer menyatakan bahwa absorbans berbanding langsung dengan tebal larutan dan konsentrasi larutan. Dimana apabila suatu berkas radiasi dengan intensitas Io dilewatkan melalui suatu larutan dalam wadah transparan setebal b yang berisi sejumlah n partikel (atom, ion, atau molekul) maka sebagian radiasi akan diserap sehingga intensitas radiasi yang diteruskan I menjadi lebih kecil dari pada Io. Dimana berkurangnya intensitas radiasi tergantung dari luas penampang yang menyerap partikel, dan luas penampang ini sebanding dengan jumlah partikel (n). Ini menunjukkan bahwa larutan tersebut menyerap sejumlah sinar.


(50)

34

Sebuah spektrofotometer memiliki lima bagian penting (gambar 10), yaitu: 1. Sumber cahaya, untuk UV umumnya digunakan lampu deuterium (D2O),

untuk visibel digunakan lampu tungsten xenon (Auc).

2. Monokromator, suatu alat yang berfungsi mengubah cahaya polikromatik menjadi cahaya monokromatik.

3. Sel penyerap / wadah pada sampel, cell dalam spektrofotometer disebut juga dengan kuvet.

4. Photodetector, berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi energi listrik.

5. Analyzer (pengolah data), untuk spektrofotometer modern biasanya dilengkapi dengan komputer.


(51)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Kimia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai November 2013.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitianini antara lain yaitu pisau, juice extractor, alat penyaring, botol gelas, timbangan analitik, hot plate, tanur listrik, peralatan gelas kimia, pH meter, refraktometri, spektrofotometer UV-Vis (Lambda 25 merk Perkin Elmer), dan spektrofotometer serapan atom (Perkin Elmer Analyst 800).

3.2.2. Bahan

Bahan-bahan utama yang digunakan adalah buah sawo, kayu manis, jeruk nipis, C6H3COONa, dan C12H22O11 yang didapatkan dari Pasar Tradisional

Ciputat, Tangerang Selatan. Bahan-bahan lainnnya yaitu Na2CO3, C7H6O5 (asam

galat), reagen Folin-Cicalteau, KI, I2, NaOH, HNO3, CH3OH, DPPH, PCA dan


(52)

36 3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan minuman fungsional

Pembuatan minuman fungsional dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu, pemilihan bahan, ekstraksi, penambahan larutan gula, natrium benzoat, dan jeruk nipis, pengemasan, dan pasteurisasi. Buah sawo dipilih berdasarkan bentuk buah, ukuran, warna, banyak sedikitnya noda yang merupakan faktor dari kerusakan. Buah yang memiliki gumpalan getah dan gorasan pada kulitnya tidak dipilih karena menandakan kematangan buah yang tidak merata atau rusaknya buah. Sortasi atau pemilihan ulang dilakukan yang bertujuan agar didapatkan hasil yang seragam, lalu dilakukan pembersihan dan pencucian. Kemudian, dilakukan ekstraksi untuk mendapatkan sari buah yang diinginkan dengan menggunakan alat

juice extractor. Dilakukan penyaringan dengan penyaring dan kainuntuk memisahkan ampas dan sari buahnya. Selanjutnya, dilakukan ekstraksi kayu manis dengan menggunakan airselama 15 menit yang dilakukan di dalam wadah tertutup untuk meminimalkan teruapkannya komponen volatil. Selanjutnya, minuman fungsional dibuat dengan lima macam formulasi (tabel 3) yaitu dengan mencampurkan perasan sari sawo, ekstrak kayu manis 0,8 % (b/v), larutan gula 30 % (b/v), jeruk nipis, dan larutan natrium benzoat (konsentrasi akhir 500 ppm). (Aturan Menkes batas maksimum pengawetyaitu 600 mg/kg, PP No. 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988).Minuman dibuat dalam volume total 100 mL untuk memudahkan formulasi.


(53)

37 Tabel 3. Formulasi minuman sari buah sawo

Bahan Komposisi per 100 mL

829 561 401 952 733

Sari sawo (mL) 40 45 50 55 60

Ekstrak kayu manis 0,8 % b/b 40 35 30 25 20

Larutan gula 30 % (b/b) 15 15 15 15 15

Larutan Na-Benzoat (konsentrasi akhir

500 ppm) 1 1 1 1 1

Jeruk nipis (mL) 4 4 4 4 4

Minuman fungsional yang telah diformulasi lalu dikemas ke dalam botol kaca yang sebelumnya telah disterilkan. Setelah itu, botol di pasteurisasi didalam penangas air selama 30 detik.

3.3.2. Analisis Sensori

Analisis sensori atau uji organoleptik dilakukan melalui uji hedonik yang mengindikasikan pilihan, kesukaan, atau penerimaan suatu produk. Parameter uji yang digunakan yaitu parameter warna, aroma, rasa manis, rasa asam, dan penerimaan keseluruhan. Pengujian dilakukan terhadap 20 orang panelis semi terlatih, yaitu panelis yang bukan ahli dan juga yang bukan awam yang tidak bisa mengenali ciri-ciri organoleptik. Pengujian dilakukandalam sebuah kuesioner (lampiran 3) dengan menggunakan skala hedonik yang berkisar antara 1 sampai 5, dimana (5) Sangat Suka, (4) Suka, (3) Agak Suka, (2) Tidak Suka, dan (1) Sangat Tidak Suka (Akhtar et al., 2010). Data yang didapatkan kemudian dianalisis dengan menggunakan software SPSS versi 17 untuk menentukan formulasi yang paling disukai panelis. Formulasi tersukai kemudian dianalisis antioksidannya yang meliputi pengujian aktivitas antioksidan serta komponen kimia antioksidan, kemudian diuji sifat fisik, dan sifat kimianya sesuai SNI 01-3719-1995.


(54)

38 3.3.3. Analisis Antioksidan

Analisis antioksidan meliputi pengujian aktivitas antioksidan dan komponen kimia antioksidan yaitu pengujian total fenolik dan kandungan vitamin C.

3.3.3.1.Uji Aktivitas Antioksidan (Kekuda et al., 2010)

Aktivitas penghambatan radikal sampel dilakukan berdasarkan penghambatannya pada radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH). Disiapkan larutan sampel pada varian konsentrasi (0,19 �L sampai 100 �L/mL) dalam metanol. Dimasukkan masing-masing larutan sampel sebanyak 2 mL ke dalam tabung reaksi. Setelah itu ditambahkan 2 mL larutan DPPH 0,002 % (dalam metanol). Dilakukan inkubasi didalam ruang gelap selama 30 menit, lalu diukur absorbansi sampel dengan spektrofotometer UV-Vis (panjang gelombang=518 nm). Besarnya aktivitas antioksidan diukur dengan parameter persen inhibisi lalu diukur (IC50).

Persen inhibisi= � � − �

� � × 100 %

Nilai IC50 ditentukan dengan menggunakan rumus persamaan regresi

linear, dengan ekstrapolasi persen inhibisi sebagai ordinat (y) dan konsentrasi sebagai absis (x).

3.3.3.2.Analisis Total Fenol (Heilerova et al., 2003 )

Pengukuran total fenol dilakukan dengan menggunakan reagen Folin-Ciocalteu dan asam galat sebagai standar. Pertama-tama 0,2 mL sampeldiambil dan kemudian ditambahkan 1 mL reagen Folin Ciocalteu 10 % (dalam air). Didiamkan atau diinkubasi selama 5 menit dalam tempat gelap. Setelah itu,


(55)

39

ditambahkan 3 mL larutan Na2CO32 % (dalam air). Sampel diinkubasi selama 1

jam dalam tempat gelap. Lalu absorsorbansinya diukur pada panjang gelombang 765 nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Total fenolik ditentukan dalam (�g/mL) berat ekuivalen asam galat (EAG) dengan menggunakan persamaan regresi dari kurva standar asam galat (0–32 �g/mL).

3.3.3.3.Analisis Kadar Vitamin C (AOAC, 1999)

Kadar vitamin C ditentukan dengan cara titrasi Iod. Sebanyak 5 ml sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Ditambahkan 20 ml air destilat dan beberapa tetes larutan pati sebagai indikator. Selanjutnya dititrasi dengan larutan Iod 0,01 N sampai larutan berwarna biru. Tiap ml larutan Iod equivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Kadar vitamin C dapat dihitung sebagai asam askorbat dengan rumus sebagai berikut :

=ml Iod 0,01 N x 0,88 x P x 100

dimana, merupakan mg asam askorbat per 100 ml sari buah dan P merupakan faktor pengenceran.

3.3.4. Uji Sifat Kimia dan Fisik

Analisis sifat kimia dan fisik bertujuan untuk mengetahui komposisi nilai gizi dari produk pangan. Uji sifat kimia dan fisik meliputi analisis kadar air, kadar abu, pH, total padatan terlarut, dan total asam.

3.3.4.1. Kadar Air (AOAC, 2005)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan


(56)

40

sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah selesai proses kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.

Perhitungan kadar air:

% Kadar air = −

×

100 % Keterangan :

A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (gram)

3.3.4.2. pH

Pengukuran nilai pH dilakukan dengan menggunakan alat pH-meter. Pengukuran nilai pH dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk setiap minuman fungsional.

3.3.4.3. Uji Padatan Terlarut

Uji padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer dengan cara sari buah diteteskan pada kaca sensor yang ada pada hand refraktometer dan angka brix dibaca.

3.3.4.4. Total Asam (AOAC 1990)

Sebanyak 10 g sampel diencerkan dengan aquades sampai volume 100 ml. Diambil 10 ml sampel hasil pengenceran, lalu ditambahkan dengan tiga tetes indikator phenolptalin. Kemudian dititrasi sampel dengan 0,1 N NaOH sampai


(57)

41

terjadi perubahan warna menjadi merah jambu. Total asam dianggap sebagai total asam sitrat (% asam sitrat) yang terkandung dalam sampel. Penentuan total asam dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:

(%) = � × �× Σ ×�

Keterangan:

V NaOH= volume NaOH yang digunakan saat titrasi N NaOH= normalitas NaOH

Σ = berat eqivalen asam sitrat Fp= faktor pengenceran

3.3.4.5. Kadar Abu (AOAC 2005)

Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105°C kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600℃ selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan.

Kadar abu ditentukan dengan rumus: % Kadar abu = −

− × 100 %

Keterangan :

A = Berat cawan porselen kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram)


(58)

42 3.3.5 Uji Cemaran Logam (SNI 01-3719-1995)

Sebanyak 5-10 gram contoh ditimbang kemudian dimasukan ke dalam cawan porselen, ditempatkan cawan berisi sampel uji diatas penaggas listrik dan dipanaskan secara bertahap sampai sampel tidak berasap lagi. Kemudian dilanjutkan pengabuan dalam tanur pada suhu 500 ℃ ± 5℃ sampai abu berwarna putih, bebas dari karbon. Kemudian abu berwarna putih dilarutkan dalam 5 mL HNO3 1 N sambil dipanaskan diatas penanggas listrik atau penanggas air selama

2-3 menit dan dimasukan ke dalam labu ukur 50 mL kemudian dititar hingga tanda garis dengan aquades, jika perlu disaring larutan dengan menggunakan kertas saring Whatman No.41 ke dalam labu ukur 50 mL. Kemudian larutan blanko disiapkan dengan perlakuan yang sama seperti contoh. Lalu dibaca absorbansi larutan baku kerja dan larutan sampel terhadap blanko menggunakan SSA pada panjang gelombang maksimum sekitar 324,7 nm untuk Cu, 217 nm untuk Pb, dan 213,9 nm untuk Zn.

3.3.6 Uji Cemaran Mikroba Metode (ALT) Angka Lempeng Total

Pada uji ini pertama dilakukan pembuatan Plate count agar (PCA),

Buffered peptone water (BPW), dan uji cemaran mikroba. a. Pembuatan Plate count agar (PCA)

Bahan-bahan 5 g Pancreatic digest of ceseine, 2,5 g yeast extract, 1 g glukosa, 15 g agar dilarutkan dalam 1000 mL air suling. pH diatur menjadi 7,0 dan dimasukkan 450 mL larutan tersebuk ke dalam botol-botol berukuran 500 mL. Disterilkan pada suhu 121°C selama 15 menit pada autoklaf.


(59)

43

b. Pembuatan Buffered peptone water (BPW)

Bahan-bahan 10 g peptone, 5g natrium klorida, 3,5 g disodium hidrogen fosfat, 1,5 g kalium dihidrogen fosfat dilarutkan ke dalam 1000 mL air suling. Kemudian diatur pH menjadi 7,0. Dipipet kedalam tabung-tabung reaksi. Disterilkan pada autoklaf pada suhu 121°C selama 20 menit.

c. Uji cemaran mikroba

Tingkat pengenceran 1:100, 1:1000, dan1:10000 dibuat dengan menggunakan larutan pengencer BPW. Masing-masing 1 mL dipipet dari pengenceran tersebut ke dalam cawan petri steril secara duplo. Sebanyak 12-15 mL media PCA yang masih cair dengan suhu 45 C ± 1°C dituangkanke dalam masing-masing cawan petri. Cawan petri digoyangkan dengan hati-hati sehingga sampel dan pembenihan tercampur merata dan memadat. Pemeriksaan dikerjakan blanko dengan mencampur air pengencer untuk setiap sampel yang diperiksa. Campuran dalam cawan petri dibiarkan sampai memadat. Semua cawan petri dimasukkan dengan posisi terbalik ke dalam lemari pengeram pada suhu 35°C±1°C selama 24 jam sampai 48 jam. Pertumbuhan koloni dicatat pada setiap cawan petri yang mengandung 25 koloni-250 koloni setelah 48 jam. Perhitungan angka lempeng totalnya yaitu:

Angka lempeng total (koloni/mL) = n x F

Keterangan: n adalah rata-rata koloni dari dua cawan petri satu pengenceran, (koloni/mL), F adalah faktor pengenceran dari rata-rata koloni yang dipakai.


(60)

44 3.3.7 Analisis Data

Data yang didapat dari penilitian ini diolah menggunakan sofware SPSS


(61)

45 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Sensori

Analisis sensori atau pengujian organoleptik penting dilakukan untuk mendapatkan formulasi minuman yang tersukai sehingga dapat diketahui apakah suatu produk dapat diterima oleh konsumen atau tidak (Muawanah, 2012). Uji organoleptik pada produk pangan harus dilakukan karena akan berkaitan dengan selera dan penerimaan konsumen terhadap produk tersebut di pasaran. Suatu produk akan sia-sia walaupun secara uji kima, fisik, dan nilai gizinya tinggi, tetapi bila rasanya tidak enak akan sulit diterima oleh konsumen (Soekarto, 1990).

Analisis sensori yang digunakan yaitu uji afektif. Hasil uji afektif mengindikasikan pilihan, kesukaan, atau penerimaan suatu produk (Poste, 1991). Terdapat dua macam uji afektif yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Pada proses pengujiannya, digunakan pengujian secara kuantitatif atau yang lebih dikenal sebagai uji hedonik. Hasil pengujian organoleptik pada minuman fungsional dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengujian Organoleptik Minuman Fungsional

Kode Warna Aroma Kemanisan Keasaman Penerimaan

Keseluruhan

561 3,50±0,89a 3,20±0,83a 3,95±0,69a 3,90±0,85b 3,90±0,72a

952 3,45±0,94a 3,50±0,69a 3,75±0,72a 3,60±1,05b 3,80±0,83a

733 3,15±0,87a 3,40±1,14a 3,55±0,76a 3,00±0,86a 3,30±0,98a

829 3,20±1,00a 3,60±0,94a 3,45±0,94a 3,35±0,81b 3,50±1,00a

401 3,10±0,85a 3,55±1,23a 3,45±0,82a 3,60±0,82b 3,45±0,82a

Keterangan: Abjad yang diberi huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada �=0,05


(62)

46

Hasil pengujian organoleptik minuman fungsional (tabel 4) menunjukkan bahwa parameter warna, aroma, rasa manis, dan penerimaan keseluruhan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, namun berbeda nyata pada parameter rasa asam. Hasil analisis ragam ANOVA dapat dilihat pada lampiran 5-9.

4.1.1. Warna

Hasil pengujian organoleptik menunjukkan rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap parameter warnaberada pada skala kisaran 3,1-3,5 atau berada pada kisaran agak disukai (gambar 11). Hasil analisis sidik ragam ANOVA menunjukkan bahwa kelima formulasi tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% terhadap tingkat kesukaan panelis (lampiran 5). Hal ini mengindikasikan bahwa perbedaan formulasi pada minuman fungsional sawo-kayu manis tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Ini menunjukkan bahwa kelima formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis dapat digunakan karena memiliki tingkat penerimaan yang hampir sama.

Gambar 11. Histogram Rata-Rata Skor Hedonik Warna 3,5 3,45 3,15 3,2 3,1 2,9 3 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 3,6

561 952 733 829 401

Sk ala He d o n ik Wan a Kode


(63)

47

Formulasi 561 memiliki skor hedonik tertinggi dengan rata-rata penerimaan 3,5 dengan persentase 15% panelis menyatakan tidak suka, 30% menyatakan agak suka, 45% menyatakan suka, dan 10% menyatakan sangat suka.

Warna merupakan parameter yang penting dalam pengujian organoleptik karena konsumen cenderung lebih tertarik pada suatu bahan pangan yang menarik warnanya.Warna berkaitan erat dengan penerimaan produk pangan, karena warna merupakan atribut kualitas yang paling penting, walaupun suatu produk bernilai gizi tinggi, rasa enak dan tekstur baik namun jika warnanya kurang menarik maka akan menyebabkan produk tersebut kurang diminati. Hal ini karena warna merupakan parameter pertama yang menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk (Fennema, 1985). Selain itu, warna biasanya menjadi faktor pertama yang dilihat konsumen dalam memilih suatu produk pangan (Winarno, 2002). Warna minuman fungsional sawo-kayu manis yaitu berwarna coklat (gambar 12). Hal ini terjadi karena telah terjadi reaksi pencoklatan enzimatik yang terjadi pada saat pembuatan minuman fungsional sawo-kayu manis.


(64)

48

Reaksi pencoklatan enzimatis terjadi karena adanya kandungan fenolik pada bahan. Menurut Winarno (1992), senyawa fenolik yang bertindak sebagai substrat dalam reaksi pencoklatan enzimatis dapat berupa tanin dan katekin. Sawo dan kayu manis diketahui mengandung tanin dan katekin (King, 2000; Mathew, 1969)

Proses pemotongan, pengupasan, pengirisan, dan ekstraksi yang dilakukan pada sawo dan kayu manis mengakibatkan kerusakan jaringan yang menyebabkan senyawa fenol yang ada dalam vakuola keluar dan bertemu dengan enzim yang ada dalam sitoplasma (Soesanto et al., 1994). Pada umumnya reaksi oksidasi fenol dikatalisis oleh dua enzim fenolase yaitu kresolase dan katekolase. Kresolase mengkatalisis oksidasi monofenol (tirosin dan kresol) dengan menambah gugus hidroksil pada posisi ortonya sehingga menjadi orto-difenol. Reaksi oksidasi selanjutnya, katekolase menghilangkan dua atom hidrogen pada orto difenol membentuk orto-quinon (Park et al.,1985) Reaksi dalam tahapini dapat dilihat pada Gambar 13.


(65)

49

CH2CH(NH2)COOH

OH

3,4-Dihidroksi fenilalanin L - tirosin

+(O) Aktivitas Kresolase

O

0 - Kuinon fenilalanin

+ H2O

+(O)

3,4-Dihidroksi fenilalanin

O

CH2CH(NH2)COOH

OH OH

CH2CH(NH2)COOH

OH

Aktivitas Katekolase

OH

CH2CH(NH2)COOH

CH2CH(NH2)COOH

OH

3,4-Dihidroksi fenilalanin L - tirosin

+(O) Aktivitas Kresolase

O

0 - Kuinon fenilalanin

+ H2O

+(O)

3,4-Dihidroksi fenilalanin

O

CH2CH(NH2)COOH

OH OH

CH2CH(NH2)COOH

OH

Aktivitas Katekolase

OH

CH2CH(NH2)COOH

Gambar 13. Reaksi Antara dalam Pembentukan Melanin (Park et al.,1985)

Menurut Eskin et al (1971), katekolase mengkatalisis reaksi oksidasi orto difenol menjadi orto-quinon, orto-quinon dengan orto difenol akan terhidroksilasi membentuk trihidroksi benzena, kemudian trihidroksi benzena bereaksi dengan orto-quinon membentuk hidroksi quinon. Menurut (Soesanto et al.,1994), selanjutnya hidroksi quinon mengalami polimerisasi dan menjadi polimer berwarna coklat yang akhirnya menjadi melanin berwarna coklat (gambar 14). Pembentukan senyawa melanin dari orto quinon berlangsung secara spontan dan tidak tergantung pada adanya enzim atau oksigen (Eskin et al.,1971).


(66)

50

OH

O - difenol

atau

O

O - kuinon

H2O

OH trihidroksi benzena O OH O 4-Hidroksikuinon

OH O OH

O OH OH O trihidroksi benzena OH OH OH

O - difenol

atau

O

O - kuinon

H2O

OH trihidroksi benzena O OH O 4-Hidroksikuinon

OH O OH

O OH OH O trihidroksi benzena OH OH

Gambar 14. Reaksi Pembentukan 4-Hidroksi Kuinon (Melanin) dari O-Kuinon atau O-Difenol (Eskin et al.,1971).

Untuk meminimalkan reaksi pencoklatan pada minuman, dapat dilakukan proses blansir pada bahan. Blansir yaitu proses pemanasan yang bertujuan untuk menginaktifkan enzim-enzim di dalam bahan pangan, katalase dan peroksidase, yang berperan dalam reaksi pencoklatan (Fardiaz et al.,1980). Blansir dapat dilakukan dengan menggunakan uap, steam blancher, atau air panas, hot water blancher. (Muchtadi, 1989). Namun, proses blansir yang berlebihan dapat menyebabkan kehilangan nilai gizi pada bahan makanan sehingga proses blansir tidak dilakukan.


(67)

51 4.1.2. Aroma

Hasil pengujian organoleptik menunjukkan rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap parameter aroma berada pada skala kisaran 3.2− 3.6 atau berada pada kisaran agak disukai sampai disukai. (gambar 15). Hasil analisis sidik ragam ANOVA menunjukkan bahwa kelima formulasi tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% terhadap tingkat kesukaan panelis (lampiran 6). Hal ini mengindikasikan bahwa perbedaan formulasi pada minuman fungsional sawo-kayu manis tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap parameter aroma. Ini menunjukkan bahwa kelima formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis dapat digunakan karena memiliki tingkat penerimaan yang hampir sama.

Gambar 15. Histogram Rata-Rata Skor Hedonik Aroma

Formulasi 829 memiliki skor hedonik aroma tertinggi dengan rata-rata penerimaan 3,6. Formulasi 829 mengandung ekstrak kayu manis terbanyak dibandingkan sampel yang lain yaitu sebanyak 40% sehingga diduga mempengaruhi kesukaan panelis terhadap aroma. Menurut Rismunandar et al

3,2 3,5 3,4 3,6 3,55 3 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 3,6 3,7

561 952 733 829 401

S kal a Hed o n ik A ro m a Kode


(1)

102

Lampiran 11. Hasil Uji T-Student Kandungan Total Fenolik Perasan Sawo dan Minuman Formula 561

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 minuman_fungsional 459.6950 2 .00707 .00500

sawo 386.2250 2 .03536 .02500

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 minuman_fungsional & sawo 2 -1.000 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 minuman_fungsiona

l - sawo

73.4700 0

.04243 .03000 73.08881 73.85119 2449.00 0


(2)

103

Lampiran 12. Pengujian Aktivitas Antoksidan Sawo, Kayu Manis, dan Jeruk Nipis.

Sampel Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi IC50 Nilai Regresi

Sawo

1,56 0,325 9,72

72,04 y = 0,539x + 11,17 R2 = 0,989

3,125 0,318 11,67

6,25 0,309 14,17

12,5 0,288 20,00

25 0,269 25,28

50 0,212 41,11

100 0,132 63,33

561

1,56 0,258 4,80

54,1 y = 0,782x + 7,694 R2 = 0,956

3,125 0,251 7,38

6,25 0,248 8,49

12,5 0,223 17,71

25 0,175 35,42

50 0,121 55,35

100 0,054 80,07

Sampel Konsentrasi Absorbansi %Inhibisi IC50 Nilai Regresi Kayu

manis

0,19 0,363 13,78

y = 53,43x + 6,123 R² = 0,979 0,39 0,315 25,18

0,78 0,19 54,87 0,82

1,56 0,056 86,70

Jeruk nipis

0,19 0,299 28,98

y = 10,30x + 27,49 R² = 0,970

0,39 0,286 32,07 2,18

0,78 0,262 37,77 1,56 0,252 40,14


(3)

104

Lampiran 13. Perhitungan Minuman Fungsional 561 a. Kadar air

% � 1 =17,01−12,36 17,01−11,83=

4,65

5,18× 100% = 89,77 % % � 2 =17,56−13,06

17,56−12,38= 4,5

5,18× 100% = 86,87 %

% � − =89,77% + 86,97%

2 = 88,32 %

b. Kadar abu

% 1 =16,85−16,83

22,00−16,83= 0,02

5,17× 100% = 0,39 %

% 2 =17,83−17,80

23,03−11,80= 0,03

5,23× 100% = 0,57 %

% − =0,39% + 0,57%

2 = 0,48 %

c. Total asam

= � − × �× Σ � ×

( % � ) =0,3 × 0,1 × 64 × 10

2,5 = 7,68 %

d. Vitamin C

� � = � − × 0,88 × × 100

=0,5 × 0,88 × 4 × 100 2,5


(4)

105

Lampiran 14. Hasil Analisis Total Fenol

Absorbansi standar Asam Galat 1 0,0063

2 0,0126 4 0,0242 8 0,0481 16 0,0802 32 0,1615

Kurva kalibrasi standar asam galat

y = 0,004x + 0,003 R² = 0,997

0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 0,18

0 10 20 30 40

A b sor b an si (761, 9 n m ) Konsentrasi (ppm) Series1 Linear (Series1)


(5)

106


(6)

107


Dokumen yang terkait

Identifikasi Senyawa Penyusun Minyak Atsiri Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmannii)Dari Lubuk Pakam, Laguboti Dan Dolok Sanggul Dengan Menggunakan GC-MS

11 138 104

Studi Pembuatan Rempeyek Bercita Rasa Daun Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii)

6 68 94

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN EMULGEL EKSTRAK KULIT BATANG KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii) DENGAN BASIS HPMC

1 26 24

FORMULASI SEDIAAN GEL-CREAM MINYAK ATSIRI KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii) DENGAN STEARYL ALCOHOL SEBAGAI Formulasi Sediaan Gel-Cream Minyak Atsiri Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Dengan Stearyl Alcohol Sebagai Emulsifier Dan Cmc-Na Sebagai Co-Emuls

1 5 21

FORMULASI SEDIAAN KRIM MINYAK ATSIRI KAYU MANIS (Cinnamomum Formulasi Sediaan Krim Minyak Atsiri Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Dengan Basis Vanishing Cream Dan Uji Aktivitas Antibakterinya Terhadap Staphylococcus epidermidis.

0 6 16

FORMULASI SEDIAAN KRIM MINYAK ATSIRI KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii) DENGAN BASIS Formulasi Sediaan Krim Minyak Atsiri Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Dengan Basis Vanishing Cream Dan Uji Aktivitas Antibakterinya Terhadap Staphylococcus epidermidis.

0 4 12

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii B.) DENGAN CARA EKSTRAKSI Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii B.) Dengan Cara Ekstraksi Yang Berbeda Terhadap Escherichia Coli Sensitif Dan Multiresisten Antibio

0 2 15

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii B.) DENGAN CARA EKSTRAKSI Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii B.) Dengan Cara Ekstraksi Yang Berbeda Terhadap Escherichia Coli Sensitif Dan Multiresisten Antibio

0 3 12

LAJU RESPIRASI BUAH SAWO ( Achras sapota L) DALAM PENYIMPANAN HIPOBARIK

0 0 11

DAUN KAYU MANIS ( Cinnamomum burmannii)

0 0 16