Identifikasi Daun Kesum serta Kajian Formulasi, Karakterisasi dan Stabilitas Bubor Paddas Kaleng Sebagai Pangan Darurat

IDENTIFIKASI DAUN KESUM SERTA KAJIAN
FORMULASI, KARAKTERISASI DAN STABILITAS BUBOR
PADDAS KALENG SEBAGAI PANGAN DARURAT

IWAN RUSIARDY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Daun Kesum
serta Kajian Formulasi, Karakterisasi dan Stabilitas Bubor Paddas Kaleng Sebagai
Pangan Darurat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Iwan Rusiardy
NRP F25 111 0081

RINGKASAN
IWAN RUSIARDY. Identifikasi Daun Kesum serta Kajian Formulasi,
Karakterisasi dan Stabilitas Bubor Paddas Kaleng Sebagai Pangan Darurat.
Dibimbing oleh SEDARNAWATI YASNI dan ELVIRA SYAMSIR.
Pangan darurat adalah pangan yang diproduksi dan dapat dikonsumsi secara
langsung untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian dalam keadaan darurat.
Pembuatan pangan darurat harus dapat memenuhi kebutuhan kalori manusia
dalam keadaan darurat serta memiliki citarasa yang sesuai dengan selera
penduduk Indonesia. Namun hingga kini belum ditemukan pangan darurat yang
dikembangkan dari makanan khas suatu daerah. Bubur pedas merupakan makanan
tradisional dari Kalimantan Barat yang memiliki rasa dan aroma yang unik dari
berbagai bumbu dan sayur. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
ilmiah mengenai formulasi dan nilai gizi bubur pedas tanpa sayur yang disukai
dan sesuai dengan syarat pangan darurat serta karakterisasi sifat fisiko-kimia dan

fungsional bubur pedas tanpa sayur dalam kemasan kaleng, serta stabilitasnya
selama penyimpanan.
Penelitian terdiri atas 4 tahapan, yaitu (1) identifikasi dan karakterisasi daun
kesum, (2) penentuan formula bubur pedas tanpa sayur (formula dasar), (3)
pengalengan bubur pedas formula terpilih dan (4) penentuan umur simpan bubur
pedas dalam kemasan kaleng. Identifikasi daun kesum dilakukan untuk
mengetahui karakteristik daun kesum. Hasil identifikasi dan karakterisasi
memperlihatkan daun kesum memiliki kadar air sebesar 75.04 ± 0.318% (bb),
kadar abu 10.46 ± 0.700% (bk), kadar lemak 3.93 ± 0.194% (bk), kadar protein
20.50 ± 0.303% (bk) dan kadar karbohidrat 65.11 ± 0.747% (bk), kapasitas
antioksidan 368.44 ± 20.020 mg AEAC/g ekstrak etanol, kandungan total fenol
sebesar 34.196 ± 0.012 mg GAE (Gallic Acid Equivalent)/g ekstrak etanol serta
ekstrak DMSO (Dimethylsulfoxide) penghambatan α-glukosidase sebesar 20.91 ±
1.83 µg/ml. Identifikasi minyak atsiri daun kesum dengan destilasi uap air
menghasilkan 41 komponen senyawa volatil yang didominasi senyawa dodecanal
(34.11%), decanal (10.32%), caryophyllene (9.13%), eugenol (7.71%) dan
precocene 1 (6.37%) dan identifikasi menggunakan Licken-Nickersen
menghasilkan 29 komponen volatil yang didominasi oleh senyawa dodecanal
(66.68%), decanal (17.09%), 1-dodecanol (3.01%) dan caryophyllene 2.59%.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa bubur pedas kaleng yang paling

disukai memiliki komposisi 66.9% beras sangrai, 22.4% kacang tanah, 10.7%
minyak goreng kelapa sawit, 43.5% campuran bumbu rempah, dan penambahan
2.5% daun kesum dari formulasi daun kesum. Bubur pedas kaleng yang paling
disukai berasal dari beras sangrai yang dimasak setengah matang dengan nilai Fo
9.141 menit dan disterilasi selama 60 menit pada suhu 121°C. Distribusi kalori
50.07 ± 3.538% dari karbohidrat, 36.53 ± 0.038% dari lemak dan 13.40 ± 0.688%
dari protein, serta memiliki nilai fungsional seperti serat pangan larut sebesar 0.11
± 0.02 % dan tidak larut sebesar 0.24 ± 0.04 %, kapasitas antiokasidan 324.74 ±
19.20 µg AEAC/g bubur pedas dan inhibisi terhadap enzim α-glukosidase
19435.775 ± 1710.241 µg/ml (Ic50).
Penentuan umur simpan dilakukan menggunakan metode accelerated shelflife testing (ASLT) pada 3 suhu penyimpanan yang berbeda yaitu pada suhu 35,

45 dan 55oC agar produk lebih cepat rusak dan umur simpan dapat diduga dengan
cepat menggunakan metode Arrhenius. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
cenderung terjadi perubahan parameter objektif maupun sensori selama 8 minggu
penyimpanan, ditunjukkan oleh parameter kritis yang memberikan nilai umur
simpan paling rendah yaitu adanya perubahan warna dan rasa ikutan. Bubur pedas
kaleng dapat bertahan selama 127 hingga 181 hari pada suhu penyimpanan 25 30oC.
Kata kunci : Daun kesum, bubur pedas, pangan darurat, pengalengan, umur
simpan.


SUMMARY
Emergency food is food that is produced and can be consumed directly to
meet the human daily nutritional needs in emergencies. Production of emergency
food should be able to meet the caloric needs of human beings in emergency
condition and has a suitable taste for Indonesia's population. However, have not
been found emergency food that is developed from traditional food. Spicy
porridge is a traditional food from West Kalimantan which has a unique flavor
and aroma from various spices and vegetables. The objective of this study was to
obtain scientific information regarding the formulation and nutritional value of
preferred the spicy porridge without vegetables that sufficient calories for humans
based on emergencies food and characterization of physico-chemical properties
and functional and stability during strorage of spicy porridge without vegetables
in can packaging.
The study consisted of 4 phases, namely (1) identification and
characterization of kesum leaf, (2) formulation of the spicy porridge without
vegetable (basic formula), (3) canning selected formula of the spicy porridge
without vegetables and (4) the determination of the shelf life of spicy porridge in
can packaging. Identification and characterization of kesum leaf conducted to
determine the characteristics of the kesum leaf. Kesum leaf has 75.04% ± 0318

(bb) of moisture content, 10.46 ± 0.700% (db) of ash content, 3.93 ± 0.194% (db)
of fat content, 20.50 ± 0.303% (db) of protein content and 65.11 ± 0.747% (bk)
carbohydrate content. The antioxidant capacity were 368.44 ± 20.020 mg AEAC/g
of ethanol extract, total phenolic content were 34 196 ± 0.012 mg GAE/g ethanol
extract and α-glucosidase inhibition were 20.91 ± 1.83 µg/ml of DMSO extract.
Identification of essential oil by steam distillation water generated 41 volatile
components were dominated by dodecanal (34.11%), decanal (10.32%),
caryophyllene (9.13%), eugenol (7.71%) and precocene 1 (6.37%)
and
identification using Licken-Nickersen generated 29 volatile components were
dominated by dodecanal (66.68%), decanal (17.09%), 1-Dodecanol (3.01%) and
caryophyllene 2.59% compounds.
The results showed that the most preferred of basic formula has composition
of 66.9% toasted rice, of 22.4% peanuts, of 10.7% palm oil and 43.5% mixture
spices accompanied by the addition of the 2.5 % kesum leaves. The most
preferred spicy porridge in the can packaging from the half cooked rice with the
Fo value were 9.141 minutes and sterillized for 60 minutes on 121°C. The energy
distribution of calories 50.07 ± 3.538% from carbohydrates, 36.53 ± 0.038% from
fat and 13.40 ± 0.688 % from protein. more over the spicy porridge in can
packaging having a functional value that is soluble dietary fiber 0.11 ± 0.02 % and

insoluble dietary fiber 0.24 ± 0.04 %, antioxidant capacity 324.74 ± 19.20 µg
AEAC ug / g spicy porridge and inhibition of the α-glucosidase enzyme
19435.775 ± 1710.241 µg/ml ppm (IC50).
Determination of spicy porridge in the can packaging shelf life using the
accelerated shelf-life testing (ASLT) method at three different storage
temperatures that was 35°C, 45°C and 55°C in order to accelerate the damaged of
spicy porridge in the can packaging and shelf life of spicy porridge in the can
packaging can be predicted quickly by using the Arrhenius equation. The results
showed that there was tendency of parameters change occured to objective and
sensory parameters during 8 weeks of storage where the critical parameter that

give most rapid value of the shelf life spicy porridge in the can packaging were
color change and after-taste. Spicy porridge in the can packaging has a shelf life
for 127 to 181 days at 25 - 30°C storage temperature.
Key Word : Kesum leaves, spicy porridge, emergency food, canning, shelf life

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

i

IDENTIFIKASI DAUN KESUM SERTA KAJIAN
FORMULASI, KARAKTERISASI DAN STABILITAS BUBOR
PADDAS KALENG SEBAGAI PANGAN DARURAT

IWAN RUSIARDY

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :

Dr. Didah Nur Faridah , S.TP, MSi

iii
Judul Tesis : Identifikasi Daun Kesum serta Kajian Formulasi, Karakterisasi dan
Stabilitas Bubor Paddas Kaleng Sebagai Pangan Darurat
Nama
: Iwan Rusiardy
NIM
: F25 111 0081

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sedarnawati Yasni, MAgr
Ketua

Dr Elvira Syamsir, STP MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof DrIr Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 23 Juli 2014


Tanggal Lulus:

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai November
2013 ini ialah Identifikasi Daun Kesum serta Kajian Formulasi, Karakterisasi dan
Stabilitas Bubor Paddas Kaleng Sebagai Pangan Darurat.
Selama proses penulisan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
arahan oleh berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih sedalam dalamnya kepada :
1. Ibu Prof.Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr dan Ibu Dr.Elvira Syamsir, STP,
M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan,
arahan, saran, evaluasi, perhatian dan motivasi selama perkuliahan dan
penelitian hingga penyusunan tesis selesai.
2. Ibu Dr. Didah Nur Faridah, S.TP, MSi selaku dosen penguji dan Dr.Ir.Dede R
Adawiyah, M.Si selaku wakil program studi Ilmu Pangan pada sidang akhir

tesis atas evaluasi dan saran yang diberikan pada penulis
3. Keluarga tercinta, Ibu Hj.Artati dan Bapak (Alm) Drs.H.M. Rusli Hakim, Istri
Novi Rahmawati dan anak-anakku Niwa Nashywa, Nava dan Neva yang
cantik serta kakak dan adik-adik Rusliyawati, Arief, dan Arie atas doa,
motivasi dan kasih sayang yang diberikan hingga kini.
4. Semua staf di laboratorium ITP, SEAFAST, atas bantuan dan kerjasamanya
selama penelitian.
5. Segenap teman-teman Ilmu Pangan angkatan 2011, Prima, Mursyid, Yuda,
Adnan, Mbak Fenny, Deni, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, atas dukungan, kerja sama dan doa kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang Ilmu dan Teknologi Pangan. Terima kasih.

Bogor, September 2014

Iwan Rusiardy

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pangan Darurat
Bubur Pedas
Kesum
Lengkuas
Bawang merah
Bawang Putih
Pengalengan
Penetrasi Panas
Kecukupan Panas
Umur Simpan

2
2
3
4
5
5
5
6
6
7
8

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Metode Analisis

8
8
9
9
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi dan Karakteristik Daun kesum
Penentuan Formula Bubur Pedas Tanpa Sayur
Pengalengan Bubur Pedas
Sifat Fungsional Bubur pedas
Penentuan Umur Simpan

19
20
22
27
32
34

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

46
47

DAFTAR PUSTAKA

47

LAMPIRAN

52

RIWAYAT HIDUP

72

vi

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Kondisi Identifikasi Komponen Volatil menggunakan GC-MS
Batas atas viskositas (cP) tiap spindel pada berbagai kecepatan
Faktor konversi penetapan viskositas
Komponen volatil yang sama pada minyak atsiri daun kesum asal
Kalimantan Barat dan daun kesum asal Malaysia
Hasil analisis bahan baku pembuatan bubur pedas
Distribusi energi hitungan teoritis dan hasil analisis bubur pedas
Hasil analisis objektif warna, viskositas dan pH bubur pedasa formulasi
bumbu
Hasil analisis objektif warna, viskositas dan pH bubur pedas formulasi
daun kesum
Nilai Fo bubur pedas dalam kemasan kaleng
Hasil analisis objektif warna, viskositas dan pH bubur pedas kemasan
kaleng
Hasil analisis kimia dan nutrisi bubur pedas sebelum dan setelah
dikalengkan
Perbandingan hasil perhitungan distribusi energi bubur pedas sebelum
dan setelah dikalengkan
Hasil analisis sifat fungsional bubur pedas sebelum dan setelah
dikalengkan
Persamaan garis dan konstanta laju perubahan warna selama
penyimpanan
Persamaan garis dan konstanta laju perubahan (k) viskositas selama
penyimpanan
Persamaan garis dan konstanta laju perubahan (k) sineresis selama
penyimpanan
Persamaan garis dan konstanta laju perubahan (k) nilai TBA selama
penyimpanan
Persamaan garis dan konstanta laju perubahan (k) pH selama
penyimpanan
Persamaan garis dan konstanta laju perubahan (k) sensori selama
penyimpanan
Persamaan garis hubungan antara 1/T dan ln k untuk masing-masing
parameter
Umur Simpan Bubur dalam Kemasan Kaleng pada Suhu 25 dan 30°C

13
14
14
22
23
23
24
26
30
30
31
32
33
36
37
38
38
39
41
45
45

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Bubur Pedas kalimantan Barat
Pohon kesum
Daun kesum
Identifikasi dan karakterisasi daun kesum
Bagan alir formulasi bubur pedas
Bagan alir pengalengan bubur pedas formula terpilih
Bagan alir penentuan umur simpan bubur pedas kaleng
Skor hedonik formulasi bumbu

3
4
4
9
10
11
12
25

vii
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Skor hedonik formulasi daun kesum
Kurva distribusi panas retort
Kurva penetrasi panas bubur pedas tanpa sayur dikemas kaleng
Skor hedonik formulasi kondisi awal produk pengalengan
Perubahan warna (a) nilai L, (b) nilai a, (c) nilai b dan (d) nilai ∆E
bubur pedas kaleng selama penyimpanan (8 minggu)
Perubahan viskositas bubur pedas kaleng selama 8 minggu
Perubahan sineresis bubur pedas kaleng selama penyimpanan
Perubahan nilai TBA bubur pedas kaleng selama penyimpanan
Perubahan pH bubur pedas kaleng selama penyimpanan
Perubahan sensori warna bubur pedas kaleng selama penyimpanan
Perubahan parameter sensori rasa ikutan (after taste) bubur pedas
kaleng selama penyimpanan
Perubahan parameter sensori rasa tengik bubur pedas kaleng selama
penyimpanan
Perubahan parameter sensori aroma bubur pedas kaleng selama
penyimpanan
Perubahan parameter kekentalan bubur pedas kaleng selama
penyimpanan

26
28
29
31
35
36
37
38
39
40
41
42
43
43

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Prosedur Analisis
Hasil Identifikasi/determinasi daun kesum asal Kalimantan Barat
Hasil analisis senyawa volatil minyak atsiri daun kesum dengan GCMS
Hasil analisis senyawa volatil ekstrak daun kesum dengan lickennickersen
Diagram alir pembuatan bubur pedas tanpa sayur
Lembar kuisioner uji hedonik bubur pedas
Lembar skor analisis penentuan umur simpan bubur pedas kaleng
Persamaan Reaksi Perubahan Mutu selama Penyimpanan pada Ordo
Nol dan Ordo Satu
Persamaan Arrhenius, Ea/R, k pada Ordo Nol dan Ordo Satu
Dokumentasi penelitian

52
54
55
59
62
63
64
68
69
71

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bencana alam adalah kejadian luar biasa yang dapat menimbulkan
penderitaan bagi yang mengalaminya. Indonesia merupakan negara yang sering
mengalami bencana alam. Bencana alam menimbulkan masalah yang berat dan
serius yang harus ditanggung tidak hanya oleh individu namun juga masyarakat
dan negara. Belajar dari kenyataan bahwa Indonesia sangat rentan terhadap
bencana alam dan juga belajar bahwa penanganan situasi pasca bencana adalah
suatu hal yang berat dan rumit, maka penanganan bencana perlu dipersiapkan
sejak dini.
Salah satu program penanganan itu adalah dengan menciptakan pangan
darurat atau Emergency Food Product (EFP). Pangan darurat adalah pangan yang
diproduksi dan dapat dikonsumsi secara langsung untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi harian (2100) kalori yang terjadi bila keadaan darurat. Oleh karena itu
pembuatan pangan darurat harus dapat memenuhi kebutuhan kalori bagi manusia
dalam keadaan darurat serta memiliki citarasa yang sesuai dengan selera
penduduk Indonesia. Namun, hingga kini belum ditemukan pangan darurat yang
dikembangkan dari makanan khas suatu daerah.
Salah satu makanan daerah yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi
pangan darurat adalah bubor paddas. Bubor paddas, atau yang sekarang dikenal
sebagai bubur pedas merupakan salah satu makanan khas daerah Kalimantan
Barat yang berasal dari Kabupaten Sambas. Bubur pedas merupakan pangan
tradisional yang diolah dari tepung beras sangrai yang dicampur dengan berbagai
sayuran dan berbagai bumbu. Bubur pedas memiliki bentuk, rasa dan aroma yang
khas, yang didominasi oleh beraneka macam sayuran, seperti pakis, tauge, kacang
panjang, wortel dan ubi jalar. Rasa bubur pedas tidak pedas seperti namanya,
walaupun ditambahkan cabai ketika makanan disajikan. Keunikan lain bubur
pedas asal Kalimantan Barat ini adalah penggunaan tepung beras sebagai sumber
pati utama. Sebelum ditepungkan beras disangrai bersama kelapa parut sehingga
menimbulkan aroma khas. Selain itu penggunaan bumbu-bumbu yang beraneka
ragam juga akan menimbulkan kombinasi rasa dan aroma yang khas.
Aroma khas bubur pedas berasal dari daun kesum dan bumbu rempah yang
menambah sensasi kenikmatan ketika memakannya. Daun kesum merupakan
tanaman yang tumbuh di Kalimantan Barat dan cukup populer di kalangan
masyarakat Kalimantan Barat. Daun kesum sering dimanfaatkan sebagai
campuran masakan, obat sakit perut dan obat antiketombe. Wibowo (2007)
melaporkan bahwa daun kesum memiliki aktivitas sebagai antimikroba dan
bersifat bakteriostatik. Menurut Qader et al. (2012), daun kesum mengandung
kadar flavonoid dan total fenol yang tinggi, serta senyawa bioaktifnya bereaksi
melawan virus, bakteri dan fungi.
Bumbu yang ditambahkan pada pembuatan bubur pedas, seperti bawang
putih, bawang merah, dan lengkuas juga berkhasiat terhadap kesehatan. Bawang
putih (Allium sativum) memiliki aktivitas menghambat tumor, antimikrobia,
antitrombosit, hipolipidemik, dan hipoglikemik. Selain itu menurut Metwally
(2002), bawang putih telah digunakan di berbagai negara untuk berbagai penyakit
seperti infeksi, kanker, serta penyakit kardiovaskular. Bawang merah (Allium
cepa) memiliki efek terhadap kesehatan seperti antitumor, antidiabetes,

2

antioksidan, antimikrobia, antialergi serta antiparasit (Metwally 2002). Menurut
Srividya et al. (2010), lengkuas dapat dipergunakan sebagai herbal alternatif pada
penanganan penyakit diabetes dan komplikasinya. Ekstrak etanol lengkuas
diketahui secara efektif dapat menghambat aktivitas α-glukosidase.
Mencermati bahan dasar bubur pedas adalah beras yang merupakan
makanan pokok masyarakat Indonesia, daun kesum yang memiliki rasa khas, serta
bumbu yang terdiri dari rempah-rempah yang telah diketahui khasiatnya bagi
kesehatan, maka pengembangan bubur pedas dalam kemasan kaleng sebagai
produk pangan tradisional siap saji sebagai pangan darurat dan pangan fungsional.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi ilmiah mengenai
karakterisitik daun kesum, formulasi dan nilai gizi bubur pedas tanpa sayur yang
disukai dan sesuai dengan syarat pangan darurat serta karakterisasi sifat fisikokimia dan fungsional bubur pedas tanpa sayur dalam kemasan kaleng, serta
stabilitasnya selama penyimpanan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi karakteristik daun
kesum dan pengembangan bubur pedas secara komersial sebagai pangan
tradisional dalam kemasan kaleng berdasarkan hasil penentuan formula bubur
pedas yang disukai dan sesuai dengan kebutuhan gizi yang dapat disimpan lama.
Pengembangan bubur pedas tanpa sayur siap saji dalam kemasan kaleng sebagai
pangan darurat dan pangan tradisional dapat digunakan sebagai salah satu
alternatif yang mendukung program mitigasi bencana diperlukan dalam rangka
mendukung program pemerintah dalam bidang kesehatan dengan memanfaatkan
potensi bahan lokal.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pangan Darurat
Pangan darurat merupakan pangan yang dibuat untuk menghadapi bencana
atau masa-masa darurat seperti banjir, gempa bumi, longsor atau perang serta
kelaparan. Tujuan dari pemberian pangan darurat adalah untuk memenuhi asupan
harian korban bencana alam. Pangan darurat (EFP) diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan energi harian yang direkomendasikan sebesar 2100 kkal dengan bobot
sekitar 450 gram (IOM 2002).
Keberhasilan pengembangan pangan darurat dapat dilihat dari karakteristik
kritis meliputi (1) aman, (2) memiliki kualitas yang dapat diterima oleh konsumen
(penampakan, warna, rasa, aroma), (3) mudah didistribusikan, (4) mudah
digunakan dan (5) memiliki Nutrisi lengkap.
Pangan darurat dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, (1) produk pangan
yang dirancang pada kondisi air bersih dan bahan bakar untuk memasak masih
tersedia dan (2) produk pangan yang dirancang untuk menghadapi kondisi air
bersih tidak tersedia serta tidak dapat memasak. Keberhasilan pengembangan
pangan darurat dapat dilihat dari karakteristik kritis meliputi (1) aman, (2)

3

memiliki kualitas yang dapat diterima oleh konsumen (penampakan, warna, rasa,
aroma), (3) mudah didistribusikan, (4) mudah digunakan dan (5) memiliki Nutrisi
lengkap.
Bubur Pedas
Bubur pedas merupakan pangan tradisional yang diolah dari beras yang
dihaluskan setelah disangrai dan dicampur dengan berbagai sayuran dan bumbu.
Bubur pedas berasal dari Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Di Sambas
sendiri makanan ini dikenal dengan sebutan ―bubor paddas‖ yang berarti bubur
pedas. Pada awalnya bubur pedas dibuat menggunakan tanaman yang terdapat di
daerah Sambas, diantaranya terdapat 44 jenis tanaman sebagai sayur ataupun
bumbu yang dipergunakan seperti pakis, kangkung, ubi jalar, daun kesum, jagung
muda, daun kunyit, kacang panjang, lada hitam dan lada putih, gambas, daun
buas-buas, dan lainnya.

Gambar 1 Bubur Pedas asal Kalimantan
Seiring dengan penyebarannya ke beberapa daerah di Kalimantan Barat,
bubur pedas mengalami beberapa perubahan tanpa menghilangkan ciri khasnya.
Ciri khas bubur pedas adalah aromanya yang khas yaitu aroma yang berasal dari
daun kesum dan berbagai bumbu yang digunakan.
Bubur pedas diolah terlebih dahulu dengan menyangrai beras bersama
dengan kelapa parut untuk selanjutnya dihaluskan. Kemudian ditambahkan daun
kesum dan daun kunyit yang telah diiris halus beserta beberapa sayuran. Warna
bubur pedas cenderung gelap dan warna-warni karena penambahan berbagai
sayuran kedalamnya. Bubur pedas telah dijadikan menu untuk menjaga kesehatan
dan berat tubuh oleh sebagain orang.
Kesum
Tanaman Kesum (Polygonum minus huds) cukup popular di Kalimantan
Barat dan sering dimanfaatkan sebagai bumbu masakan khususnya sebagai bumbu
bubur pedas. Bubur pedas memiliki aroma khas yang diperkirakan berasal dari
daun kesum. Selain itu, tanaman ini juga sering digunakan sebagai obat sakit
perut, obat antiketombe (Wibowo 2007). Daun kesum juga telah digunakan
sebagai penyembuh penyakit pencernaan dan ketombe. Sebagai obat sakit perut,
daun kesum direbus bersama air lalu diminum sedangkan untuk penyembuhan
ketombe, ekstrak minyak dicampur dan dioleskan ke kulit kepala.

4

Tanaman kesum merupakan tanaman asli yang berasal dari negara-negara
Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Tanaman ini
tumbuh liar di daerah-daerah yang lembab seperti dekat sungai (tepi sungai), parit
serta danau. Tanaman kesum dapat tumbuh baik pada kondisi dingin serta daerahdaerah yang berbukit (Qader et al. 2012).

Gambar 2 Pohon kesum

Gambar 3 Daun kesum

Menurut Qader et al. (2012), tanaman kesum (Polygonum minus huds)
mengandung flavonoid dan kandungan total fenol yang tinggi, senyawa
bioaktifnya bereaksi melawan virus, bakteri dan fungi, sitotoksisitas dan memiliki
aktivitas anti inflamasi sehingga dapat dinyatakan sebagai obat alami. Hal ini
memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2007), yang menyimpulkan
bahwa fraksi dietil-eter pada daun kesum mempunyai aktivitas sebagai
antimikroba dan bersifat bakteriostatik.
Kesum merupakan tanaman aromatik yang memiliki kandungan minyak
esensial yang tinggi yaitu sebesar 72,54% (Baharum et al. 2010). Hasil penelitian
terhadap daun kesum asal Kalimantan Barat menunjukkan bahwa ekstrak daun
kesum mengandung fenol, alkaloid, flavonoid, triterpenoid, tanin dan saponin.
Ekstrak etanol daun kesum potensial sebagai sumber antibakteri alami dengan
KHM 25 mg/ml untuk E. coli dan 30 mg/ml untuk S. aureus. Fraksinasi ekstrak
etanol daun kesum dengan KLT menunjukkan enam bercak dibawah lampu UV
pada λ β54 nm dan KLT bioautografi dengan teknik agar overlay efektif untuk
mendeteksi fraksi aktif ekstrak etanol daun kesum dengan aktivitas antibakteri
baik terhadap E. coli maupun S. aureus. Mekanisme penghambatan ekstrak daun
kesum terhadap E.coli dan S. aureus adalah terjadinya gangguan permeabilitas
membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran material sel (Imelda 2013).
Daun Kunyit
Di beberapa daerah di Indonesia daun kunyit telah dimanfaatkan sebagai
pemberi aroma pada masakan. Seperti di daerah Sumatera Barat, daun kunyit
digunakan dalam pengolahan rendang dan gulai. Aroma pada daun kunyit berasal
dari minyak atsiri yang terdiri dari komponen yang secara keseluruhan
membentuk aroma yang khas (Murdianti 1998). Minyak atsiri daun kunyit terdiri
dari komponen-komponen yang tergolong dalam monoterpen, sesquiterpen,
diterpen, politerpen, alkohol, aldehid, keton, ester dan eter.

5

Lengkuas
Lengkuas (Alpinia galanga L) merupakan anggota familia Zingiberaceae.
Rimpang lengkuas mudah diperoleh di Indonesia dan manjur sebagai obat gosok
untuk penyakit jamur kulit sebelum obat-obatan modern berkembang seperti
sekarang. Lengkuas merupakan rempah-rempah dan bumbu makanan penting
produk serta obat atau bagian dari obat-obatan dalam pengobatan di Asia untuk
berbagai aplikasi, seperti terhadap rematik, pengobatan penyakit pernapasan
(Jirovetz et al. 2003). Rimpang lengkuas juga digunakan sebagai salah satu
bumbu masak selama bertahun-tahun. Penelitian Yuharmen et al. (2002)
menyatakan adanya aktifitas penghambatan pertumbuhan mikrobia oleh minyak
atsiri dan fraksi metanol rimpang lengkuas pada beberapa spesies bakteri dan
jamur.
Bawang Merah
Bawang merah (Allium cepa L.) terbukti memiliki aktivitas antidiabetes,
antioksidan, antihipertensif, antitrombosit, hipoglikemik dan antihiperlipidemik
(Shenoy et al. 2009). Bawang merah merupakan sumber flavonoid, mengandung
komponen polifenol sebagai senyawa antioksidan efektif karena kemampuannya
untuk melawan radikal bebas dari asam lemak dan oksigen.
Bawang Putih
Bawang putih (Allium sativum L.) mengandung senyawa kimia yang disebut
alisin. Alisin memiliki efek bakteriosidal dan cenderung tidak stabil. Hanya
beberapa hari saja dapat berubah menjadi senyawa sulfur yang berminyak dan
berbau. Dialid sulfide merupakan kandungan utama pada bawang putih. Senyawa
ini mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphilococcus aureus (Wilson dan
Droby. 2001).
Perlakuan ekstrak minyak atsiri bawang putih pada tikus diabetes dapat
menurunkan kadar enzim fosfatase dalam sel darah merah, fosfatase asam dan
alkali, transferase alanin, transferase aspartat, dan amilase dalam serum darah.
Enzim-enzim tersebut berperan dalam metabolisme glukosa (Ohaeri 2001).
Pengalengan
Teknologi pengalengan merupakan salah satu metode pengawetan pangan
dengan cara pemanasan pada suhu tinggi. Proses pengawetan terjadi disebabkan
adanya pembunuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen oleh panas.
Pemanasan basah (uap) lebih efektif dibandingkan pemanasan kering (Kim dan
Foegeding 1999).
Pengertian pengalengan bukan hanya terbatas pada proses pengalengan
konvensional menggunakan kemasan kaleng, tetapi dapat juga menggunakan
kemasan non-kaleng, seperti retort pouch, tetrapack, kaleng alumunium, glass jar,
kemasan plastik, dan sebagainya (Hariyadi et al. 2006). Syarat utama wadah yang
dapat digunakan untuk pengalengan pangan adalah tertutup rapat, tidak dapat
dimasuki udara, uap air, atau pun mikroba.
Secara umum tahapan proses pengalengan adalah persiapan bahan, pengisian
ke dalam kaleng, pengisian medium, exhausting (penghampaan udara), penutupan

6

kaleng, sterilisasi, pendinginan, dan penyimpanan. Persiapan dilakukan dengan
memilih bahan-bahan yang akan dikalengkan, mencuci, memotong, dan
melakukan pengolahan selanjutnya terhadap bahan.
Pengisian bahan ke dalam kaleng harus memperhatikan sisa ruangan di
bagian atas kaleng (headspace) 1-2 cm dari permukaan kaleng. Isi kaleng yang
terlalu penuh akan menyebabkan kaleng menjadi cembung sehingga mutunya
dapat disangka buruk. Headspace juga berguna untuk merapatkan penutupan
kaleng. Saat uap air mengembun dalam kaleng, tekanan dalam headspace akan
turun dan tekanan atmosfir di luar menekan tutup kaleng sehingga penutupan
menjadi kuat. Penghampaan udara bertujuan untuk mengeluarkan udara dalam
kemasan untuk mengurangi tekanan di dalamnya selama proses pemanasan
menurut Hariyadi et al (2006), kondisi vakum dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya kebocoran kaleng dan reaksi-reaksi oksidasi lainnya yang akan
menurunkan mutu. Suhu ruangan penghampaan udara adalah 80-900C dan proses
berlangsung selama 8-10 menit.
Penutupan kaleng dilakukan setelah proses penghampaan udara, saat suhu
masih relatif tinggi. Proses ini dilakukan dengan menggabungkan badan kaleng
dengan tutupnya (double seaming). Proses sterilisasi dilakukan secepat mungkin
setelah penutupan kaleng. Jika waktu tunggu (holding time) terlalu lama, jumlah
mikroba awal sebelum sterilisasi akan terlalu banyak sehingga standar proses
sterilisasi yang ditetapkan mungkin tidak dapat membunuh mikroba target. Suhu
sterilisasi standar yang digunakan adalah 121.10C (Hariyadi et al. 2006).
Penetrasi Panas
Penetrasi panas adalah perambatan panas dalam kemasan dan produk yang
terjadi selama proses termal. Tujuan pengukuran penetrasi panas adalah untuk
mengetahui proses perubahan suhu produk pemanasan dan pendinginan untuk
menetapkan proses termal yang aman dan mengevaluasi penyimpanan proses.
Pengukuran penetrasi panas ini harus dirancang untuk dapat menguji dengan tepat
seluruh faktor kritis yang berhubungan dengan produk, pengemas, dan proses
yang mempengaruhi laju pemanasan. Penetrasi panas ke dalam bahan pangan
yang dikemas dapat berlangsung secara konduksi, konveksi, atau gabungan
keduanya. Ketika bahan pangan ditempatkan dalam retort, pindah panas terjadi
secara konduksi ke dalam kemasan, kemudian dari kemasan ke bahan yang
dikalengkan pindah panas terjadi secara konduksi atau konveksi bergantung pada
jenis bahan pangannya (Hariyadi et al. 2006).
Penentuan titik terdingin produk dapat diperkirakan dari sifat perambatan
panas, bentuk kemasan, dan ukuran headspace. Posisi titik terdingin untuk bahan
yang mengalami perambatan panas secara konveksi pada kemasan kaleng dengan
bentuk silindris vertikal akan berada di titik tengah di 1/3 ketinggian kemasan
bagian bawahnya, sedangkan untuk bahan yang mengalami perambatan panas
secara konveksi berada pada pusat geometrisnya (Fellows 2000).
Kecukupan Panas
Kecukupan proses panas bergantung pada kondisi alami produk, pH,
mikroorganisme atau enzim yang resisten, sensitivitas produk, dan tipe aplikasi
panas (Fellows 2000). Kecukupan panas dapat diperoleh dengan memberikan

7

perlakuan panas pada suhu yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat, atau
sebaliknya. Percobaan dan perhitungan kecukupan panas dapat menjadi dasar
dalam penetapan proses pengalengan pangan. Kemampuan sterilisasi bergantung
pada karakteristik nilai z mikroorganisme dan suhu sterilisasi. Simbol F biasanya
digunakan untuk menunjukkan nilai pasteurisasi. Nilai F dengan z =18 oF biasa
disebut dengan Fo, karena nilai z =18 oF sangat umum digunakan untuk spora
khususnya dari jenis C.botulinum. Menurut Toledo (2007), pemusnahan spora dan
sel vegetatif dari C.botulinum merupakan syarat minimum untuk pangan berasam
rendah yang dikalengkan.
Pemusnahan C.botulinum menggunakan konsep 12D yang berarti proses
termal yang dilakukan dapat mengurangi mikroba sebesar 12 siklus logaritma atau
F = 12D (Hariyadi et al. 2006). Nilai D untuk C.botulinum diperkirakan sebesar
0.21 menit pada suhu 121.1oC dengan nilai z sebesar 10°C, berarti aplikasi 12D
ekuivalen dengan waktu pemanasan 12 × 0.21 menit = 2.52 menit pada suhu
121.1oC, yang dikenal dengan proses letalitas minimum (Ahmed dan Shivhare
2006).
Kecukupan proses termal untuk membunuh mikroba target hingga pada
level yang diinginkan dinyatakan dengan nilai Fo. Secara umum, nilai Fo
didefinisikan sebagai waktu (menit) yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba
target hingga mencapai level tertentu pada suhu tertentu. Nilai Fo biasanya
menyatakan suatu proses pada suhu standar. Secara matematis, nilai Fo
merupakan hasil perkalian antara nilai D0 pada suhu standar dengan jumlah siklus
logaritmik (S) yang diinginkan dalam proses.
Data hasil pengukuran penetrasi panas diolah untuk menetukan nilai
sterilitas (F0) proses termal yang dilakukan. Ada dua metode untuk menganalisis
data penetrasi panas, yaitu metode umum dan metode formula Ball. Metode
umum biasanya digunakan untuk evaluasi proses panas yang telah dilakukan.
Menurut Toledo (2007), letalitas proses ditentukan dengan integral nilai letalitas
(L) menggunakan data suhu terhadap waktu proses.
(1)
0=
Efek letalitas proses yang dilakukan pada suhu yang berbeda akan
menyebabkan dampak yang berbeda pula. Efek letalitas pada suhu tertentu
dibandingkan dengan suhu standar disebut nilai LR (Lethal Rate) atau LV (Lethal
Value).
= 10 [ −121.1/ ]
(2)
LR tidak memiliki satuan dan nilainya pada suhu standar (121.10C atau
2500F) adalah 1. Nilai LR lebih besar jika pemanasan yang dilakukan di atas suhu
standar. Nilai letalitas umumnya memberikan nilai yang nyata pada suhu di atas
900C. Menurut Hariyadi et al. (2006), rumus untuk menghitung nilai F pada suhu
bukan standar adalah sebagai berikut
(3)
Metode formula didasarkan pada tabulasi nilai untuk letalitas yang
diekspresikan dengan parameter fh/U (Toledo 2007). Nilai ini sudah
dikalkulasikan sebelumnya untuk berbagai macam kondisi pemanasan dan
pendinginan saat perbedaan suhu proses aktual dengan suhu yang ingin dicapai
diekspresikan sebagai nilai g. Persamaan berdasarkan kurva penetrasi panas untuk
metode formula adalah sebagai berikut

8

=

(
=

h

h h

− 0.4



) (4)
(5)

Keterangan:
tB :
waktu proses (menit)
tc :
come up time (CUT), yaitu waktu sejak uap dimasukkan sampai retort mencapai
suhu proses (menit)
tp :
operator time, yaitu waktu sejak suhu retort mencapai suhu proses diinginkan
sampai suplai uap dihentikan (menit)
fh :
waktu yang diperlukan kurva penetrasi panas melewati 1 siklus log (menit)
Jh :
faktor lag waktu sebelum kurva pemanasan menjadi lurus
Ih :
perbedaan suhu retort dengan suhu awal produk (Tr-T0)
g :
perbedaan suhu retort dengan produk di dalam kaleng pada akhir proses termal

Umur Simpan
Umur simpan didefinisikan sebagai selang waktu antara saat produksi
hingga saat konsumsi dimana produk masih dalam kondisi yang baik pada
penampakan, rasa, tekstur dan nilai gizinya. Salah satu kendala yang sering
dihadapi industri pangan dalam penentuan masa kadaluwarsa produk adalah
waktu. Ada lima pendekatan yang dapat digunakan untuk menduga masa
kedaluwarsa, yaitu: 1) nilai pustaka 2) distribution turn over, 3) distribution abuse
test, 4) keluhan konsumen, dan 5) accelerated shelf-life testing (ASLT).
Penentuan umur simpan produk makanan dapat ditentukan menggunakan
metode extended storage studies (ESS) dan metode accelerated shelf-life testing
(ASLT). Penentuan umur simpan dengan metode ESS adalah penentuan umur
simpan dengan cara menyimpan produk pangan pada kondisi normal sehari-hari
sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutu hingga mencapai mutu
kadaluarsa. Metode ini akurat namun memerlukan waktu yang relatif panjang
serta memerlukan biaya yang besar. Penentuan umur simpan produk dengan
metode ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan
yang dapat mempercepat proses penurunan mutu produk pangan. Salah satu
keuntungan metode ASLT yaitu waktu pengujian relatif singkat, namun ketepatan
dan akurasinya tinggi (Arpah 2001). Penentuan umur simpan produk dengan
metode akselerasi dapat dilakukan dengan pendekatan persamaan Arrhenius, yaitu
dengan teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo nol atau satu untuk
produk pangan.

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Pangan, Laboratorium
Kimia Pangan, Pilot Plant Seafast, laboratorium evaluasi sensori di Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor dan Laboratorium Flavor Balai Besar Sukamandi. Penelitian dimulai bulan
Februari hingga bulan November 2013.

9

Bahan dan Alat
Bahan terbagi atas bahan untuk formulasi bubur pedas dan bahan analisis.
Bahan untuk formulasi terdiri dari beras varietas cianjur, kelapa parut jenis kelapa
dalam, kacang tanah yang didapat dari supermarket, daun kesum didapat dari kota
Pontianak, daun kunyit, bawang merah, ketumbar, bawang putih, lada putih dan
lada hitam, lengkuas didapat dari pasar tradisional di Bogor. Bahan-bahan untuk
penelitian yaitu aquades, enzim α-glukosidase dari bacillus stearothermophilus
(Sigma Aldrich G36-51), Enzim thermamyl, Pepsin NF, Pankraetin 4 x NF,
larutan asetat : chloroform (2:1), K2SO4, HgO dan H2SO4. NaOH-NaS2O3, pnitrofenol (pNP), HCl, larutan buffer, Na2S2O3, amilum, metanol, asam askorbat,
dan larutan DPPH.
Alat yang dipergunakan adalah retort, double seamer, exhauster, termokopel,
pH meter, GC-MS Agilent 5975 Cinert XL EI/CI MSD, kaleng dimensi 307 x
113, chromameter, blender, alat-alat organoleptik, Brookfield viscotester, oven,
timbangan analitik, labu kjeldahl, labu takar, inkubator, tanur, spektrofotometer,
vortex, water bath dan vacuum evaporator.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 4 tahapan, yaitu identifikasi dan karakterisasi daun
kesum, penentuan formula bubur pedas tanpa sayur (formula dasar), pengalengan
bubur pedas formula terpilih dan penentuan umur simpan bubur pedas kaleng.
Identifikasi dan Karakterisasi Daun Kesum
Identifikasi tanaman kesum dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang
Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor dan karakterisasi yang dilakukan pada
daun kesum adalah analisis proksimat, kapasitas antioksidan, total fenol, kapasitas
inhibisi α-glukosidase serta komponen volatil menggunakan GC-MS (Gambar 4).
Daun Kesum

Identifikasi Tanaman
Kesum

Karakterisasi nilai gizi dan
sifat fungsionaldaun kesum

Gambar 4 Identifikasi dan karakterisasi daun kesum
Pengembangan Formula Dasar Bubur Pedas
Formulasi dasar bubur pedas dibagi menjadi 2 tahapan yaitu formulasi
bumbu dan formulasi daun kesum. Formulasi dasar bubur pedas dapat dilihat pada

10

Gambar 5. Formulasi bumbu diawali dengan analisis proksimat bahan baku untuk
mengetahui komposisi gizi bahan baku sebagai dasar dalam formulasi bahan
untuk memenuhi persyaratan distribusi energi menggunakan prinsip
kesetimbangan massa (mass balance). Perhitungan formulasi bumbu dapat dilihat
pada Lampiran 8. Distribusi energi mengacu pada pangan darurat yaitu produk
harus memiliki sebaran kalori dari kabohidrat sebesar 40-50%, protein 10-15%
dan lemak 35-45% (Zoumas et al 2002). Formulasi daun kesum dibagi menjadi 3,
yaitu: penambahan daun kesum 2.5%, 5.0% dan 7.5% terhadap formula bubur
pedas bumbu terpilih.
Beras dan kelapa sangrai

Kacang tanah

Bumbu rempah

Analisis Proksimat

Formulasi bumbu berdasarkan hasil perhitungan distribusi energi

Bubur pedas formulasi bumbu

Uji proksimat (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar
karbohidrat), uji warna, uji pH, uji viskositas, uji hedonik (rasa, warna,
aroma dan kekentalan)

Formula bubur pedas bumbu terpilih

Formulasi daun kesum 2.5%, 5 % dan 7.5%

Uji warna, uji pH, uji viskositas, uji hedonik
(rasa, warna, aroma dan kekentalan)

Formula bubur pedas daun kesum terpilih

Gambar 5 Bagan alir formulasi bubur pedas
Pengalengan Bubur Pedas
Bubur pedas yang dikalengkan adalah formula bubur pedas terpilih dengan
perlakuan beras sangrai. Pengkondisian beras dilakukan dengan 3 kondisi yaitu
beras sangrai mentah, beras sangrai dimasak setengah matang dan matang dengan
tujuan untuk mengetahui perlakuan yang tepat untuk menghasilkan produk kaleng
dengan mutu baik dan disukai. Masing-masing bubur pedas dikemas dalam kaleng

11

dengan dimensi 307 x 113 dan berat 200 gram. Pengalengan bubur pedas dapat
dilihat pada Gambar 6. Evaluasi angka kecukupan panas (Fo) dilakukan pada
setiap kondisi pengalengan menggunakan metode umum.

Formula bubur pedas
terpilih

Formula bubur pedas
daun kesum terpilih beras
mentah

Formula bubur pedas
daun kesum terpilih beras
setengah matang

Formula bubur pedas
daun kesum terpilih beras
matang

Penentuan karakteristik proses termal produk
(distribusi panas, penetrasi panas dan nilai Fo)

Proses pengalengan pada satu waktu proses

Bubur pedas kaleng

Uji warna, uji pH, uji viskositas, uji hedonik (rasa, warna, aroma dan kekentalan)

Bubur pedas kaleng terpilih

Gambar 6 Bagan alir pengalengan bubur pedas formula terpilih
Penentuan Umur Simpan Bubur Pedas Kaleng
Penentuan umur simpan bubur pedas dalam kemasan kaleng dilakukan
menggunakan metode Accelerated shelf-life testing (ASLT) dengan pendekatan
Arrhenius (Gambar 7). Bubur pedas disimpan pada 3 suhu ekstrem untuk
mempercepat kerusakan bubur pedas dalam kemasan kaleng kemudian penentuan
umur simpan berdasarkan ekstrapolasi pada suhu penyimpanan. Sebelum
disimpan pada 3 suhu ekstrim, bubur pedas dalam kemasan kaleng dirusakkan
pada suhu 55°C dengan tujuan untuk mengetahui dan menentukan atribut sensoris
kritis kerusakan bubur pedas dalam kemasan kaleng. Selanjutnya bubur pedas
kaleng disimpan pada suhu penyimpanan 35, 45 dan 55°C selama 8 minggu.
Metode Analisis
Analisis Proksimat (AOAC 2006):
Analisis kadar air, kadar protein dengan metode Kjehdahl, Analisis kadar lemak
metode soxhlet, Kadar abu dengan metode pengabuan kering, kadar karbohidrat
(by difference) dapat dilihat pada Lampiran 1.

12

Nilai pH (AOAC 2006)
Alat pH meter dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan dengan
larutan buffer pH 4.0 dan pH 7.0. Sampel sebanyak 30-50 ml selanjutnya
langsung diukur nilai pH-nya dengan menggunakan pH meter.
Bubur pedas kaleng terpilih

Penyimpanan pada suhu 55oC untuk penentuan atribut sensoris kritis

Penyimpanan pada suhu 35, 45 dan 55oC selama 8 minggu

uji deskriptif sensori, uji objektif pH, warna dan angka ketengikan (TBA)
yang dilakukan setiap minggu. Pada uji deskriptif metode profil flavor,
panelis menilai produk berdasarkan atribut aroma, rasa, aftertaste (rasaikutan) dan kekentalan

Penentuan umur simpan berdasarkan metode ASLT dengan pendekatan
metode Arrhenius

Gambar 7 Bagan alir penentuan umur simpan bubur pedas kaleng

Uji kesukaan atau uji hedonik
Pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi suka atau tidak suka
terhadap bubur pedas. Panelis berjumlah sebanyak 70 orang meliputi 35 orang
berasal dari staf dan mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan
35 orang lainnya berasal dari mahasiswa dan staf Jurusan Teknologi Pertanian
Politeknik Negeri Pontianak.
Pada uji hedonik, panelis diminta untuk mencicipi, mencium bau, melihat
masing-masing formula dan diharuskan diantara mencicipi tersebut dinetralkan
dengan air putih. Panelis diminta memberikan penilaian tingkat kesukaan mereka
terhadap karakteristik rasa, aroma, warna dan kekentalan dari produk bubur pedas.
Tingkat persepsi panelis digambarkan berdasarkan skor kesukaan sebagai
berikut:1 : sangat tidak suka, 2 : tidak suka, 3 : agak tidak suka, 4 : netral, 5 :
agak suka, 6 : suka dan 7 : sangat suka
Identifikasi komponen volatil minyak atsiri daun kesum
Ekstraksi Destilasi Uap Air
Daun kesum segar didestilasi uap air selama 8 jam. Kemudian minyak yang
berada pada bagian atas diambil kemudian ditambahkan sejumlah sodium sulfat
(Na2SO4) anhidrous untuk menghilangkan sisa air yang terkandung di dalam
minyak selama proses ekstraksi. Minyak atsiri disimpan dalam vial gelap suhu
4°C sampai saat akan digunakan.

13

Ekstraksi dengan Licken-Nickersen
Daun segar sebanyak 100 g ditambahkan aquades sebanyak 1000 ditempatkan
dalam labu sampel dan dilakukan ekstraksi selama 2 jam menggunakan alat
ekstraksi Licken-Nickersen dengan menggunakan pelarut dietil eter sebanyak 50
ml. Ekstrak dipekatkan menggunakan labu rotary evaporator sampai mencapai
volume 1 mL. Ekstrak yang diperoleh dihilangkan airnya dengan sodium sulfat
(Na2SO4) anhidrous. Ekstrak disimpan dalam vial gelap suhu 4°C sampai saat
akan digunakan.
Identifikasi komponen volatil
Komponen volatil dari minyak atsiri daun kesum diidentifikasi dengan
menggunakan GC-MS pada kondisi yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 Kondisi Identifikasi Komponen Volatil menggunakan GC-MS
a

b

Kondisi GC
Kolom
Gas pembawa
Detektor
Suhu interface
Suhu injektor
Volume injeksi
Teknik injeksi
Suhu awal
Laju kenaikan suhu
Suhu akhir
Kondisi MS
Energi elektron
Kisaran massa
Instrumen

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

HP-5MS (30 m x250 µmx 0.25 µm)
Helium
MS
280 °C
250 °C
0.2 µL
Split
40 °C ditahan 0 menit
4 °C/menit
220°C selama 5 menit

:
:
:

70 eV
33-600
Angilent Tecnology 7890 A

Interpretasi spektra massa
Interpretasi spektra massa dilakukan menggunakan bantuan komputer untuk
membandingkan pola spektra massa suatu senyawa dengan pola spektra massa
pada mass spectra library koleksi NIST 05a. Interpretasi dilakukan secara manual
dengan membandingkan pola spektra massa komponen minyak atsiri dengan pola
spektra massa komponen tersebut yang telah dipublikasikan.
Penentuan Linier Retention Index (LRI)
Setiap peak dicatat oleh integrator mempunyai waktu retensi masing-masing.
Nilai LRI masing-masing dihitung berdasarkan data waktu retensi n-alkan standar
(C8 – C22) 0.1 % yang disuntikkan pada kondisi yang sama dengan kondisi
penyuntikan minyak atsiri daun kesum. Perhitungan LRI dilakukan dengan
persamaan sebagai berikut :

LRIx = indeks retensi linier komponen x
tx
= waktu retensi komponen x
tx
= waktu retensi alkana standar dengan n buah atom karbon yang muncul sebelum
komponen x (menit)

14

tx+1
n

= waktu retensi alkana standar dengan n+1 buah atom karbon yang muncul sesudah
komponen x (menit)
= jumlah atom karbon alkana standar yang muncul sebelum komponen x

Identifikasi komponen volatil
Hasil interpretasi dengan GC-MS dijadikan pegangan untuk menentukan jenis
komponen volatil. Kemudian identifikasi komponen dikonfirmasi dengan
membandingkan nilai LRI komponen dari hasil perhitungan dengan literatur dari
komponen tersebut pada jenis kolom yang sama atau sejenis.
Analisis Bilangan TBA (Apriyantono et al 1989)
Pengukuran bilangan TBA dilakukan untuk mengetahui terjadinya ketengikan
melalui pengukuran kadar malonaldehida yang terbentuk. Sampel sebanyak 10 g
ditambahkan 97,5 ml akuades dalam labu destilat, kemudian ditambah HCl 4 M
sebanyak 2,5 ml hingga pH 1,5 lalu ditambahkan antifoam. Labu destilat dipasang
pada alat destilasi kemudian dipanaskan pada suhu tinggi hingga volume larutan
dalam labu mencapai 50 ml, kemudian diaduk. Sebanyak 5ml larutan dari labu
destilat diambil dan dimasukan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambah 5 ml
pereaksi TBA. Tabung ditutup dan dipanaskan selama 35 menit dalam air
mendidih, selanjutnya didinginkan. Absorbansi destilat diukur pada panjang
gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Larutan blanko dibuat
dari campuran 5 ml air suling ditambah 5 ml pereaksi TBA. Bilangan TBA
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Bilangan TBA (mg malonaldehida/kg) = 7,8 x absorbansi
Analisis Viskositas (AOAC 2006)
Uji viskositas dilakukan menggunakan viscometer Brokfield. Pengukuran
fluida dengan kekentalan yang belum diketahui dianjurkan dengan mencoba
menggunakan spidle bernomor besar hingga kecil dengan kecepatan putar dari
rendah ke tinggi. Pengukuran produk bubur dilakukan menggunakan spindel no 4
pada 12 RPM. Nilai viskositas diekspresikan sebagai centipoises (cP).
Tabel 2 Batas atas viskositas (cP) tiap spindel pada berbagai kecepatan
Spindel
No.1
No.2
No.3
No.4

Rpm
60
100
500
2000
10000

30
200
1000
4000
20000

12
500
2500
10000
50000

6
1000
5000
20000
100000

Viskositas (cP) = skala yang terbaca x faktor konversi

Tabel 3 Faktor konversi penetapan viskositas
Spindel
No.1
No.2
No.3
No.4

Rpm
60
1
5
20
100

30
2
10
40
200

12
5
25
100
500

6
10
50
200
1000

15

Analisis warna dengan Chromameter (Stinco et al. 2013)
Sampel bubur pedas diletakkan pada plat gelas transparan. Pengukuran
dilakukan menggunakan skala L, a, b. Pengukuran dilakukan dengan
menempelkan kepala optik dengan sampel. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali
dan nilai yang terbaca adalah nilai rata-ratanya.
Persentase Sineresis (Wattanachant et al. 2003)
Sampel Bubur ditimbang sebanyak 10 g ke dalam 2 buah tabung sentrifuse
yang telah diketahui beratnya, ditutup dengan rapat, kemudian disimpan pada
suhu 4oC selama 24 jam diikuti dengan pembekuan pada suhu -20 oC selama 48
jam. Pasta dikeluarkan dari freezer kemudian dilakukan proses thawing pada suhu
ruang selama 4 jam.
Sa