Efisiensi Usaha Penggemukan Domba Pola Kemitraan di Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis

EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN DOMBA
POLA KEMITRAAN DI KABUPATEN BOGOR:
PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER ANALYSIS

MUHAMAD YUNUS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efisiensi Usaha
Penggemukan Domba Pola Kemitraan di Kabupaten Bogor: Pendekatan
Stochastic Frontier Analysis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Muhamad Yunus
NIM H351130686

RINGKASAN
MUHAMAD YUNUS. Efisiensi Usaha Penggemukan Domba Pola Kemitraan di
Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis. Dibimbing oleh
HARIANTO dan DWI RACHMINA.
Domba merupakan salah satu ternak kelompok ruminansia yang memiliki
rata-rata laju pertumbuhan populasi yang terus meningkat dan merupakan yang
paling tinggi dibandingkan ternak ruminansia lainnya, yaitu sebesar 9.36 persen di
Indonesia dan sebesar 12.44 persen di Jawa Barat dari tahun 2009-2013. Namun
rata-rata laju pertumbuhan daging domba justru menurun, yaitu sebesar 3.80
persen di Indonesia dan 5.45 persen di Jawa Barat. Data tersebut menunjukkan
bahwa terjadi penurunan produktivitas usaha ternak domba di Indonesia.
Usaha ternak domba di Indonesia masih didominasi oleh peternak rakyat,
yaitu sebesar 90 persen. Pada umumnya, para peternak rakyat tersebut
menghadapi berbagai kendala, diantaranya yaitu: keterbatasan permodalan, domba
bibit belum memenuhi syarat kualitas, belum adanya keterjaminan pasar, dan

penggunaan faktor-faktor produksi yang belum sesuai. Salah satu upaya untuk
mengatasi permasalahan tersebut dapat melalui rekayasa organisasi produksi yang
disebut kemitraan. Kemitraan diharapkan dapat memberikan pengaruh positif baik
terhadap efisiensi maupun keuntungan usaha bagi peternak yang mengikutinya.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengukur derajat kemitraan usaha
penggemukan ternak domba; (2) mengukur tingkat efisiensi teknis, alokasi, dan
ekonomi usaha penggemukan domba; (3) menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi efisiensi teknis usaha penggemukan domba; serta (4) mengukur
tambahan keuntungan dan rasio tambahan penerimaan terhadap tambahan biaya
(R/C) usaha penggemukan ternak domba. Stochastic Frontier Analysis (SFA)
digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur efisiensi teknis sekaligus faktorfaktor yang mempengaruhinya. Sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 62
peternak domba di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Sampel tersebut terdiri atas 31 peternak mitra dengan menggunakan metode
sensus dan 31 peternak nonmitra dengan menggunakan metode purposive.
Penelitian untuk mengumpulkan data dilakukan pada Bulan April sampai Mei
Tahun 2014.
Hasil penelitian mengenai kinerja kemitraan antara CV. Mitra Tani Farm
dengan peternak mitra menunjukkan bahwa rata-rata skor derajat kemitraan
sebesar 15 dari 22 (atau dalam kategori sedang). Skor tersebut menunjukkan
bahwa kinerja kemitraan belum maksimal dijalankan, sehingga perlu adanya

perbaikan kinerja kemitraan terutama dalam frekuensi pemberian obat-obatan dan
vitamin untuk domba, keikutsertaan peternak mitra dalam penyuluhan, serta
frekuensi pendampingan peternak mitra yang dilakukan oleh penanggung jawab
petern mitra dari CV. Mitra Tani Farm.
Hasil analisis lainnya menunjukkan bahwa bobot awal domba bibit, pakan
hijauan, luas kandang dan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produksi
pertambahan bobot domba. Bobot awal domba bibit signifikan pada taraf nyata 5
persen. Variabel lainnya yaitu pakan hijauan dan luas kandang signifikan pada
taraf nyata 1 persen. Sementara itu tenaga kerja tidak signifikan pada taraf nyata 1
persen, 5 persen, 10 persen, maupun 15 persen. Produksi pertambahan bobot

domba paling responsif terhadap peningkatan pakan hijauan, karena nilai
koefisien atau elastisitasnya paling besar, yaitu 0.36. Secara umum, usaha
penggemukan domba pada penelitian ini sudah efisien secara teknis baik pada
peternak mitra maupun peternak nonmitra, degan nilai rata-rata masing-masing
yaitu 0.79 dan 0.86. Akan tetapi, usaha penggemukan domba pada penelitian ini
belum efisien secara alokasi dan ekonomi baik pada peternak mitra maupun
nonmitra, karena nilai rata-rata yang diperoleh kurang dari 0.70. Faktor-faktor
yang mempengaruhi efisiensi teknis usaha penggemukan domba secara signifikan
pada penelitian ini adalah usia peternak, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan

nonformal, akses terhadap modal, dan penggunaan atap kandang. Sementara itu
faktor lainnya seperti pengalam beternak domba, lama penggemukan, dan derajat
kemitraan tidak berpengaruh signifikan, namun berpengaruh positif terhadap
efisiensi teknis usaha penggemukan domba.
Berdasarkan analisis tambahan keuntungan, hasilnya menunjukkanbahwa
usaha penggemukan domba yang dijalankan peternak mitra menguntungkan
dengan rasio R/C sebesar 1.24, namun sebaliknya bagi peternak nonmitra, yaitu
tidak menguntungkan dengan rasio R/C sebesar 0.86. Hal ini karena tambahan
biaya yang dikeluarkan peternak mitra lebih rendah dibandingkan peternak
nonmitra untuk memperoleh tambahan satu kilogram bobot domba selama satu
bulan. Dengan demikian, usaha penggemukan domba yang dilakukan oleh
peternak mitra lebih menguntungkan dibandingkan peternak nonmitra. Akan
tetapi sebaliknya terhadap efisiensi, dimana peternak nonmitra lebih efisien dalam
menjalankan usahanya dibandingkan peternak mitra.
Kata kunci : derajat kemitraan, efisiensi, keuntungan, stochastic frontier

SUMMARY
MUHAMAD YUNUS. Efficiency of Sheep Fattening Farming with Partnership in
Bogor Regency: Stochastic Frontier Analysis Approach. Supervised by
HARIANTO and DWI RACHMINA.

Sheep is one of ruminant livestock groups which have an average growth
rate of population increased and it’s higher than other ruminants, that is 9.γ6
percent in Indonesia and 12.44 percent in West Java from 2009-2013. But the
average growth rate of sheep meat production is decreasing, that is 3.80 percent in
Indonesia and 5.45 percent in West Java. The data indicate that a decline in the
productivity of sheep farming in Indonesia.
Sheep farming in Indonesia is dominated by farmer folk, that is 90 percent.
Generally, farmer folk face various problems in developing sheep farming: limited
capital, breed sheep not good quality, the lack assuredness market, and the use of
production factors are not appropriate. One of solution to solve these problems is
having partnership. The partnership is expected to provide a positive influence for
farmer who follow it.
The aim of this study is: (1) to measure the degree of partnerships of sheef
fattening farming; (2) to measure the technical efficiency, allocation, and
economy of sheef fattening farming; (3) to identify factors that affect the technical
efficiency of this farming; and (4) to measure the incremenatal profit and ratio of
incremental revenue and incremental cost (R/C) of sheep fattening farming.
Stochastic Frontier Analysis (SFA) was used to estimate technical efficiency and
to find the factors that affect in efficiency of sheep fattening farming. Samples of
this study is 62 sheep farmers at Bojong Jengkol Village, Ciampea Subdistrict,

Bogor Regency. That samples consist of 31 farmers who are partnered that
selected using census method and 31 farmers who are not partnered that selected
using purposive method. This study for collecting the data was started on April
until May 2014.
The result about partnership performance between CV. Mitra Tani Farm
with farmers who are partnered showed that the average score of degrees of
partnership was 15 of 22 (or in the middle category). The score indicates that the
maximum performance of the partnership have not executed, so the need for
improving the performance of partnerships, especially in the frequency of
administration of medication and vitamins for sheep, participation in counseling
for farmers who are partnered, and mentoring to farmers who are partnered from
CV. Mitra Mitra Tani Farm.
Beside that, the result of this study showed that the initial weight of sheep,
forage, wide of sheepfold, and labour affected positively on sheep fattening
production. The initial weight of sheep affected significant at 5 percent. Other
variables, such as forage and wide of sheepfold affected significant at 1 percent.
But, labour didn’t affect significant at 1 percent, 5 percent, 10 percent, or 15
percent. Increasing of sheef fattening production is the most responsive to
increasing of forage, because the coefficient or elasticity value of forage is the
highest, that is 0.36. Sheep fattening farming in this study was efficient in

technical for farmers who are partnered and farmers who are not partnered, with
average value 0.79 and 0.86. But sheep fattening farming was not efficient in

allocation and economy for farmers who are partnered and farmers who are not
partnered, because the average value is less than 0.70. Factors that affected
significantly in technical efficiency of sheep fattening farming were the farmer’s
age, the number of household, nonformal education, access to capital, and the
using of sheepfold roof. Other variables such as experience of sheep farming, long
of fattening, and degree of partnership didn’t affect significantly in technical
efficiency of sheep fattening farming, but only affected positively to technical
efficiency on sheep fattening farming.
The result about incremental profit analysis showed that sheep fattening
farming for farmers who are partnered was profitable with R/C ratio 1.24, but for
farmers who are not partnered was not profitable with R/C ratio 0.86. That’s
because incremental cost for farmers who are partnered is lower than farmers who
are not partnered to get one kilogram of sheep weight for one month. The
conclusion of this study showed that sheep fattening farming for farmers who are
partnered is more profitable than farmers who are not partnered. But in
efficiency, sheep fattening farming for farmers who are not partnered is more
efficient than farmers who are partnered.

Keywords:degree of pertnership, efficiency, profit, stochastic frontier

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN DOMBA
POLA KEMITRAAN DI KABUPATEN BOGOR:
PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER ANALYSIS

MUHAMAD YUNUS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Anna Fariyanti, MSi

Penguji Program Studi

: Dr Ir Netti Tinaprilla, MM

Judul Tesis
Nama
NIM


: Efisiensi Usaha Penggemukan Domba Pola Kemitraan di Kabupaten
Bogor: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis
: Muhamad Yunus
: H351130686

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Harianto, MS
Ketua

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 25 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

9

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
efisiensi, dengan judul Efisiensi Usaha Penggemukan Domba Pola Kemitraan di
Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Harianto, MS dan Dr Ir Dwi
Rachmina, MSi selaku pembimbing, Dr Ir Anna Fariyanti, MSi dan Dr Ir Netti
Tinaprilla, MM selaku dosen penguji tesis, serta Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
selaku Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis. Selain itu terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB dan
kepada pihak beasiswa yang telah membantu terkait pendaanaan selama
perkuliahan, yaitu Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar
Negeri (BU BPKLN), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Afnaan
Wasom, Budi SS, Amrul Lubis, Bahrudin, dan Mbak Yayu selaku pihak dari CV.
Mitra Tani Farm yang telah mengizinkan dan membantu penulis selama
pengumpulan data untuk penelitian ini. Begitu juga penghargaan disampaikan
kepada seluruh peternak responden dalam penelitian ini, baik peternak mitra
maupun peternak nonmitra yang telah bersedia memberikan informasi terkait data
yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala dukungan dari rekan-rekan
program Sinergi Angkatan 1 Program Studi Magister Sains Agribisnis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

Muhamad Yunus

10

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ........................................................................................ VVvviii
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
5
Tujuan Penelitian
8
Manfaat Penelitian
8
Ruang Lingkup Penelitian
9
2 TINJAUAN PUSTAKA
9
Manajemen Usaha Ternak Domba
9
Pengaruh Penerapan Kemitraan Agribisnis terhadap Efisiensi dan
Keuntungan Usahatani
13
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Usahatani
15
Pengukuran Efisiensi Usahatani
19
3 KERANGKA PEMIKIRAN
21
Kerangka Pemikiran Teoritis
21
Kerangka Pemikiran Operasional
31
3 METODE PENELITIAN
34
Lokasi dan Waktu Penelitian
34
Jenis dan Sumber Data
34
Metode Pengumpulan Data
34
Metode Penentuan Sampel
35
Metode Analisis dan Pengolahan Data
35
Konsep Pengukuran Variabel
46
5 GAMBARAN UMUM
47
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
47
Karakteristik Umum
49
Gambaran Usaha Penggemukan Ternak Domba
52
Keragaan Usaha Penggemukan Ternak Domba
54
6 HASIL DAN PEMBAHASAN
62
Analisis Derajat Kemitraan
62
Analisis Fungsi Produksi
69
Analisis Efisiensi Teknis
73
Analisis Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi
86
Analisis Tambahan Keuntungan Usaha Penggemukan Ternak Domba
90
7 SIMPULAN DAN SARAN
94
Simpulan
94
Saran
94

11

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

95
101
115

12

DAFTAR TABEL
1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

15
16
17
18
19

20

Jumlah populasi dan rata-rata laju pertumbuhan kelompok ternak
ruminansia di Indonesia Tahun 2009-2013
Jumlah satuan ternak (ST) kelompok ternak ruminansia di
Indonesia Tahun 2009-2013
Perbedaan peternak yang mengikuti kemitraan (mitra) dengan CV.
Mitra Tani Farm dan peternak yang tidak mengikuti kemitraan
(nonmitra)
Pengukuran derajat kemitraan antara Mitra Tani Farm dengan
peternak domba di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Mata pencaharian penduduk Desa Bojong Jengkol Tahun 2012
Data penduduk Desa Bojong Jengkol berdasarkan tingkat
pendidikan Tahun 2012
Karakteristik peternak mitra dan peternak nonmitra di Desa Bojong
Jengkol Tahun 2014
Karakteristik usaha ternak domba peternak mitra dan peternak
nonmitradi Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Jenis atau varietas domba dalam usaha ternak domba peternak
responden selama satu periode di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Gambaran usaha ternak domba peternak mitra dan peternak
nonmitra selama satu periode di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Sistem perkandangan usaha ternak domba peternak mitra dan
peternak nonmitradi Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Rata-rata jumlah pakan yang diberikan oleh peternak mitra dan
peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Curahan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) peternak mitra dan
peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Jumlah peternak mitra dan peternak nonmitra yang menggunakan
jenis obat-obatan dan vitamin untuk usaha ternak domba di Desa
Bojong Jengkol Tahun 2014
Rata-rata jumlah penggunaan obat-obatan peternak mitra dan
peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Rata-rata pemasaran ternak domba peternak mitra dan peternak
nonmitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Pengukuran derajat kemitraan antara antara CV. MT Farm dengan
peternak mitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Sebaran rata-rata skor derajat kemitraan antara CV. MT Farm
dengan peternak mitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Hasil pendugaan Stochastic Frontier Production Function usaha
penggemukan ternak domba peternak mitra dan peternak nonmitra
di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 dengan menggunakan metode
MLE
Sebaran nilai efisiensi teknis usaha penggemukan domba peternak
mitra dan peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014

1
2

7
36
48
49
50
51
52
53
55
57
59

60
61
61
67
68

73
74

13

21 Perbandingan indeks nilai efisiensi teknis (TE) usaha penggemukan
domba antara peternak mitra dengan peternak nonmitra di Desa
Bojong Jengkol Tahun 2014
22 Keterkaitan tingkat efisiensi teknis dengan rata-rata output dan ratarata penggunaan input-input produksi usaha penggemukan domba
peternak responden di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
23 Hasil pendugaan efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic
frontier peternak mitra dengan peternak nonmitra di Desa Bojong
Jengkol Tahun 2014
24 Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha
penggemukan domba dan usia peternak di Desa Bojong
JengkolTahun 2014
25 Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha
penggemukan domba dan pengalaman beternak domba di Desa
Bojong Jengkol Tahun 2104
26 Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha
penggemukan domba dan jumlah tanggungan keluarga domba di
Desa Bojong Jengkol Tahun 2104
27 Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha
penggemukan domba dan lama penggemukan domba dalam satu
periode di Desa Bojong JengkolTahun 2014
28 Hubungan antara rata-rata derajat kemitraan dengan efisiensi teknis
(TE) peternak mitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
29 Hasil uji korelasi antara derajat kemitraan dengan efisiensi teknis
usaha penggemukan domba peternak mitra di Desa Bojong Jengkol
Tahun 2014
30 Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha
penggemukan domba dan pendidikan formal di Desa Bojong
Jengkol Tahun 2014
31 Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha
penggemukan domba dan akses terhadap modal di Desa Bojong
Jengkol Tahun 2014
32 Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha
penggemukan domba dan penggunaan atap kandang di Desa
Bojong Jengkol Tahun 2014
33 Harga rata-rata input yang berlaku dalam usaha penggemukan
ternak domba di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
34 Sebaran nilai efisiensi alokasi (AE) usaha penggemukan domba di
Desa Bojong JengkolTahun 2014
35 Sebaran nilai efisiensi ekonomi (EE) usaha penggemukan domba di
Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
36 Rata-rata tambahan penerimaan hasil penjualan domba pada usaha
penggemukan ternak domba peternak mitra dan peternak nonmitra
di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
37 Rata-rata tambahan biaya usaha penggemukan ternak domba
peternak mitra dan peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol
Tahun 2014

75

76

77

78

79

80

82
83

84

85

85

86
87
88
89

91

92

14
38 Rata-rata tambahan keuntungan usaha penggemukan ternak domba
peternak mitra dan peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol
Tahun 2014

93

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Populasi ternak domba di Jawa Barat Tahun 2009-2013
Produksi daging domba nasional dan Jawa Barat Tahun 2009-2013
Pola kemitraan inti-plasma
Produktivitas, efisiensi teknis, dan skala ekonomis
Pergeseran kurva total physical product (TPP) ke atas akibat
perubahan teknologi
Efisiensi pada orientasi input
Efisiensi pada orientasi output
Kerangka pemikiran operasional penelitian
Skor derajat kemitraan masing-masing peternak mitra di Desa
Bojong Jengkol Tahun 2014
Hubungan antara efisiensi teknis dengan usia peternak di Desa
Bojong Jengkol Tahun 2014
Hubungan antara efisiensi teknis dengan pengalaman usaha ternak
domba di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Hubungan antara efisiensi teknis dengan jumlah tanggungan
keluarga di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Hubungan antara efisiensi teknis dengan lama penggemukan domba
selama satu periode di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Hubungan antara skorderajat kemitraan (DK) dengan nilai efisiensi
teknis (TE) masing-masing peternak mitra di Desa Bojong Jengkol
Tahun 2014

3
3
23
24
25
28
30
33
68
78
79
81
82

83

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

3

Pengukuran Derajat Kemitraan antara CV. Mitra Tani Farm dengan
peternak mitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
Hasil dugaan model fungsi produksi Cobb-Douglasusaha
penggemukan ternak domba peternak mitra dan peternak nonmitra
di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 dengan menggunakan metode
OLS
(a) Keterkaitan tingkat efisiensi teknis dengan rata-rata output dan
rata-rata penggunaan input-input produksi usaha penggemukan
domba peternak mitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014
(b) Keterkaitan tingkat efisiensi teknis dengan rata-rata output dan
rata-rata penggunaan input-input produksi usaha penggemukan
domba peternak mitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014

101

104

105

105

15

4

5

6

7

Hasil pendugaan model fungsi produksi usaha penggemukan ternak
domba peternak responden di Desa Bojong Jengkol dengan metode
OLS Tahun 2014
Hasil uji heteroskedastisitas model fungsi produksi usaha
penggemukan ternak domba peternak responden di Desa Bojong
Jengkol Tahun 2014
Hasil uji normalitas model fungsi produksi usaha penggemukan
ternak domba peternak responden di Desa Bojong Jengkol Tahun
2014
Hasil pendugaan model fungsi produksi usaha penggemukan domba
peternak responden di Desa Bojong Jengkol dengan metode MLE
Tahun 2014

106

107

108

109

16

1

1PENDAHULUAN
Latar Belakang
Subsektor peternakan merupakan salah satusubsektor yang memiliki
kontribusi yang cukup besar terhadap sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari
besarnya kontribusi produk domestik bruto (PDB) subsektor peternakan pada
tahun 2012 sebesar Rp41 971.80 milyar atau sebesar 13 persen kontribusinya
terhadap sektor pertanian. Sementara itu sebesar 87 persen sisanya merupakan
kontribusi dari empat subsektor pertanian lainnya, seperti subsektor tanaman
bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, dan subsektor
perikanan. Selain itu, PDB subsektor peternakan mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan (2013) bahwa pada tahun 2009 PDB subsektor peternakan atas dasar harga
konstan sebesar Rp36 648.90 milyar, meningkat menjadi Rp38 214.40 milyar
pada tahun 2010, kemudian menjadi sebesar Rp40 040.30 milyar pada tahun 2011
dan menjadi Rp41 971.80 milyar pada tahun 2012.
Peningkatan PDB subsektor peternakanberasal dari berbagai komoditas
peternakan yang terbagi dalam tiga kelompok ternak, yaitu ternak ruminansia,
ternak nonruminansia, dan ternak unggas. Ternak ruminansia terdiri dari sapi
potong, sapi perah, kerbau, kambing, dan domba. Populasi kelompok ternak ini
sebagian besar mengalami peningkatan setiap tahunnya, yaitu dari tahun 2009
sampai tahun 2013 yang dapat dilihat pada Tabel 1.Berdasarkan data jumlah
populasi pada Tabel 1, kambing merupakan ternak ruminansia dengan jumlah
populasi terbesar, dimana setiap tahunnya mencapai lebih dari 15 juta ekor.
Sedangkan sapi perah merupakan ternak dengan jumlah populasi yang paling
rendah setiap tahunnya yang hanya mencapai kurang dari 700 ribu ekor.

Tabel 1 Jumlah populasi dan rata-rata laju pertumbuhan kelompok ternak
ruminansia di Indonesia Tahun 2009-2013a

a

No

Jenis hewan
ternak

1
2
3
4
5

Sapi perah
Sapi potong
Kerbau
Kambing
Domba

Populasi (000 ekor)
2009
475
12 760
1 933
15 815
10 199

2010
488
13 582
2 000
16 620
10 725

2011
597
14 824
1 305
16 946
11 791

2012
612
15 981
1 438
17 906
13 420

2013b
636
16 607
1 484
18 576
14 560

Rata-rata laju
pertumbuhan
populasi (%)
7.88
6.83
(4.47)
4.12
9.36

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan (2013) diolah;
Angka sementara.

b

Meskipun kambing merupakan ternak yang memiliki jumlah populasi
terbesar, namun jika disetarakan kedalam satuan ternak (ST) maka sapi potong
merupakan ternak ruminansia dengan jumlah satuan ternak terbesar dibandingkan
ternak lainnya (Tabel 2). Satuan ternak merupakan ukuran yang digunakan untuk
ternak dimana konsumsi pakan ternak tersebut setara dengan konsumsi

2
pakanseekor sapi betina dewasa.Penyetaraan satuan ternak ini dengan
mengasumsikan bahwa seluruh ternak yang terdapat dalam data populasi (Tabel 1)
merupakan ternak dewasa untuk masing-masing jenis ternak ruminansia.
Penyetaraan ini mengacu pada penyetaraan yang pada umumnya digunakan dalam
ternak, dimana satu STsetara dengan satu ekor sapi dewasa, setara dengan satu
ekor kerbau dewasa, dan setara dengan 0.14 ekor kambing dewasa atau domba
dewasa.

Tabel 2Jumlah satuan ternak (ST) kelompok ternak ruminansia di Indonesia
Tahun 2009-2013a
No
1
2
3
4
5
a

Jenis hewan
ternak
Sapi perah
Sapi potong
Kerbau
Kambing
Domba

2009
475
12 760
1 933
2 214
1 428

Satuan Ternak (000 ST)
2010
2011
2012
488
597
612
13 582
14 824
15 981
2 000
1 305
1 438
2 327
2 372
2 507
1 502
1 651
1 879

2013b
636
16 607
1 484
2 601
2 038

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan (2013) diolah;
Angka sementara.

b

Selain dapat dilihat dari jumlah populasi dan jumlah satuan ternak,
perkembangan usaha ternak di Indonesia juga dapat dilihat dari rata-rata laju
pertumbuhan populasi dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Berdasarkan data pada
Tabel 1, kerbau merupakan ternak yang memiliki laju pertumbuhan yang paling
kecil dan bernilai negatif. Hal ini karena populasi kerbau pada tahun 2011
mengalami penurunan yang cukup tajam dari tahun 2010, yaitu sebesar 695 000
ekor atau 34.75 persen. Sementara itu, ternak yang memiliki rata-rata laju
pertumbuhan yang paling tinggi yaitu ternak domba sebesar 9.36 persen, dimana
peningkatan populasi domba setiap tahunnya berkisar antara 500 ribu hingga lebih
dari 1 juta ekor.
Ternak domba di Indonesia sebanyak 90 persen diusahakan oleh peternak
rakyat.Banyaknya peternak rakyat yang mengusahakan ternak domba diantaranya
yaitu karena domba memiliki sifat yang mudah beradaptasi pada berbagai
lingkungan sehingga mudah dan sederhana dalam pemeliharaanya. Selain itu,
domba juga mengalami pertumbuhan yang cepat, memiliki daya tahan tubuh yang
lebih kuat terhadap penyakit, serta memberikan hasil sampingan seperti kulit dan
kotoran domba yang dapat dimanfaatkan untuk menambah keuntungan
(Sudarmono dan Sugeng 2011). Hasil utama dari ternak domba adalah dagingnya
yang merupakan salah satu sumber protein hewani yang penting untuk memenuhi
kebutuhan gizi manusia.
Populasidombatersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Provinsi Jawa
Barat merupakan wilayah yang memiliki populasi domba terbesar, yaitu mencapai
9 214 234 ekor atau sebesar 63.28 persen dari populasi domba nasional pada tahun
2013. Tercatat bahwa dari tahun 2009 sampai tahun 2013 populasi domba di Jawa
Barat memiliki tren yang meningkat setiap tahunnya dengan rata-rata laju
pertumbuhan sebesar 12.44 persen dengan peningkatan populasi antara 500 ribu
ekor hingga lebih dari 1 juta ekor domba setiap tahunnya. Secara lebih lengkap,

3

perkembangan populasi domba di Jawa Barat dari tahun 2009 sampai tahun 2013
dapat dilihat pada Gambar 1.

Jumlah 10000000
populasi
8000000
(ekor)

9 214 234
8 249 844

6000000
4000000

5 770 661

6 275 299

7 041 437

2000000
Tahun

0
2009

2010

2011

2013b

2012

Gambar 1 Populasi ternak domba di Jawa Barat Tahun 2009-2013a
a

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013); bAngka sementara

Populasi domba di Jawa Barat tidak terpusat di satu wilayah saja,
melainkan tersebar di berbagai wilayah baik kota maupun kabupaten. Salah satu
wilayah yang memiliki populasi domba cukup besar yaitu Kabupaten Bogor.
Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2012), jumlah
populasi domba di Kabupaten Bogor pada tahun 2011 mencapai 221 873 ekor
yang terdiri dari 94 701 ekor domba jantan dan 127 172 ekor domba betina.
Meskipun pertumbuhan populasi domba terus meningkat setiap tahunnya
baik di Indonesia maupun di Jawa Barat, namunhal ini tidak diikuti dengan
meningkatnya jumlah produksi daging domba yang dihasilkan setiap tahunnya.
Berdasarkan datayang tertera pada Gambar 2, bahwa dari tahun 2009 sampai
tahun 2013 jumlah produksi daging domba yang dihasilkan mengalami fluktuasi
bahkan cenderung menurun meskipun jumlah populasi dombanya meningkat.

Jumlah
produksi
daging
domba
(ton)

60000
50000

54 265

40000
30000

44 865

46 793

44 357

Produksi
Nasional

45 690

Produksi
Jawa
Barat

34 440

20000

27 259

26 459

2010
2

2011
3

26 340

26 959

10000
0
2009
1

42012

5

Tahun

Gambar 2 Produksi daging domba nasional dan Jawa Barat Tahun 2009-2013a
a

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013); bAngka sementara

4
Berdasarakan informasi sebelumnya bahwa rata-rata laju pertumbuhan
populasi domba meningkat dari tahun 2009 hingga tahun 2013, yaitu sebesar 9.36
persen (Indonesia) dan 12.44 persen (Jawa Barat). Sementara ituberdasarkan data
pada Gambar 2, rata-rata laju pertumbuhan jumlah produksi daging domba
mengalami penurunan, yaitu sebesar 3.80 persen (Indonesia) dan 5.45 persen
(Jawa Barat). Data tersebutmenunjukkan bahwa terjadinya penurunan
produktivitas ternak domba yangdiduga karena belum efisiennya penggunaan
faktor-faktor produksi dalam budidaya ternak domba.Karena itu, kinerja peternak
domba perlu didorong agar usaha budidaya ternak domba yang dijalankan mampu
meningkatkan produksi daging domba.
Upaya untuk mendorong pengembangan usaha ternak dombadi Indonesia
khususnya agar para peternak dapat menggunakan faktor-faktor produksi yang
sesuai, salah satunya yaitu dapat ditempuh melalui kerja sama atau program
kemitraan antara peternak domba dengan perusahaan.Hal ini sejalan dengan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 yang telah
menimbang bahwa kemitraan usaha merupakan salah satu upaya untuk
tercapainya pembangunan pertanian modern yang berorientasi agribisnis. Tujuan
kemitraan usaha pertanian yaitu untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan
usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala
usaha serta dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha
kelompok mitra yang mandiri.
Kemitraan merupakan salah satu strategi bisnis yang dilakukan antara dua
pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih manfaat bersama
ataupun keuntungan bersama sesuai dengan prinsip saling membutuhkan dan
saling mengisi sesuai kesepakatan yang muncul (Hafsah 2000).Kemitraan yang
terjalin diatur dan ditentukan secara bijak agar dapat menciptakan win-win
solution bagi semua pihak yang terlibat. Salah satu contohnya yaitu dalam hal
penentuan pola kemitraan yang akan dilaksanakan, dimana tujuannya yaitu agar
pelaksanaan kemitraaberjalan dengan baik serta diketahuinya secara jelas
mengenai hak dan kewajiban bagi semua pihak yang terlibat. Pola kemitraan yang
pada umumnya dikembangkan yaitu pola kemitraan inti-plasma. Pola inti-plasma
merupakan hubungan antara peternak, kelompok ternak atau kelompok mitra
sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti
menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung
dan mengolah hasil produksi, serta memasarkan hasil produksi. Sementara itu,
kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan
persyaratan yang telah disepakati (Sumardjo et al. 2004). Penggunaan pola
kemitraan ini menurut Sumartini (2004) dalam pelaksanaannya menghasilkan
hubungan positif dengan tingkat pendapatan peternak.
Kemitraan pada umumnya akan memberikan pengaruh positif atau lebih
baik bagi petani atau peternak mitra dibandingkan petani atau peternak nonmitra.
Pengaruh positif tersebut baik terhadap efisiensi usaha (Hamidi 2009; Saigenji
2010; Sulistyo 2004) maupun terhadapkeuntungan usaha (Bolwig et al. 2009;
Miyata et al. 2009;Saigenji 2010; Sulistyo 2004). Akan tetapi tidak selamanya
kemitraanmemberikan pengaruh positif atau lebih baik bagi petani atau peternak
mitra. Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang telah dilakukan oleh Yunus (2009)
yang menunjukkan hasil sebaliknya, yaitu baik keuntungan usaha maupun
efisiensi usaha peternak yang mengikuti kemitraan lebih rendah dibandingkan

5

peternak yang tidak mengikuti kemitraan. Sari (2012) juga menyatakan bahwa
keuntungan usaha peternak yang mengikuti kemitraan lebih kecil dibandingkan
peternak yang tidak mengikuti kemitraan.Bebagai hasil-hasil penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa pengaruh kemitraan terhadap efisiensi usaha dan keuntungan
usaha belum menemukan hasil empiris yang konsisten atau masih bersifat
inconclusive.
Meskipun masih bersifat inconculusive, adanya program kemitraan
diharapkan dapat memberikan pengaruh positif bagi petani atau peternak yang
mengikuti kemitraan.Hal ini karena petani atau peternak yang mengikuti
kemitraan pada umumnya mendapatkan permodalan, sarana produksi, bimbingan
teknis melalui penyuluhan dan pembinaan, serta adanya jaminan pasar dari
perusahaan mitra. Berbagai bantuan tersebut diharapkan petani atau peternak
mitra mampu menggunakan faktor-faktor produksi secara tepat.
Dengan demikian, penggunaan faktor-faktor produksi secara tepat
diharapkan akan menghasilkan produksi yang optimal sehingga usaha ternak
domba yang dijalankan akan efisien serta akan memberikan keuntungan yang
maksimum. Karena itu, penting untuk mempelajari dan melakukan penelitian
mengenai analisis efisiensi usaha penggemukan ternak domba.

Perumusan Masalah
Usaha penggemukan ternak domba banyak diusahakan oleh peternak
rakyat di pedesaan, salah satunya yaitu di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor.Alasan para peternak memilih usaha ternak domba
sebagai mata pencahariannya yaitu karenaternak domba mudah dalam
pemeliharaannya serta bahan pakan hijauan seperti rerumputan dan
dedaunandapat diperoleh di sekitar desa. Selain itu, ternak domba juga memiliki
daya tahan yang lebih kuat terhadap penyakit dibandingkan jenis ternak lainnya.
Meskipun demikian,pada umumnya peternak rakyat tersebut menghadapi berbagai
kendala, diantaranya yaitu:(1) Keterbatasan permodalan (Handewi dan
Sudaryanto1996), terutama modal untuk pembelian domba bibit dan untuk
pembuatan kandang; (2) Bibit belum memenuhi persyaratan kualitas (Maulana
2013), karena peternak tidak melakukan seleksi bibit yang baik (Winarso 2010);
(3) Belum ada keterjaminan pasar karena peternak pada umumnya tidak memiliki
kemampuan melakukan hubungan dengan pasar ternak maupun pasar konsumsi
secara langsung, sehingga masih tingginya tingkat ketergantungan peternakkepada
pedagang atau tengkulak (Winarso 2010); serta (4) penggunaan faktor-faktor
produksi yang belum sesuai sehingga dapat menyebabkan pengusahaan yang
dijalankan tidak efisien. Berbagai kendala tersebut jika tidak diatasi maka akan
menyebabkan usaha ternak domba yang dijalankan akan tidak efisien secara
teknis, sehingga dapat menyebabkan produktivitas rendah atau belum mencapai
maksimal.
Coelli et al. (1998) mengemukakan bahwa terdapat tiga sumber
pertumbuhan produktivitas, yaitu: (1) Perubahan teknologi; (2) Peningkatan
efisiensi teknis; dan (3) Skala usaha. Berkaitan dengan berbagai kendala yang
pada umumnya dihadapi oleh peternak rakyat, salah satu upaya untuk mengatasi
keempat kendala tersebut yaitu melalui rekayasa organisasi produksi yang disebut

6
kemitraan. Kemitraan usaha pertanian didefinisikan sebagai kerjasama usaha
antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang pertanian dimana
terdapat hubungan yang saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan (Kementan 1997).
Salah satu kemitraan yang telah dilaksanakan yaitu kemitraan usaha ternak
domba antara peternak rakyat di Desa Bojong Jengkol dengan perusahaan CV.
Mitra Tani Farm. Pelaksanaan kegiatan kemitraan tersebut sudah terjalin sejak
bulan Agustus tahun 2012. Akan tetapi tidak semua peternak domba di desa
tersebut mengikuti kemitraan. Berdasarkan hasil wawancara kepada peternak
domba nonmitra di lokasi penelitian, terdapat beberapa alasan mengapa peternak
tersebut tidak mengikuti kemitraan, yaitu: (i) Karena pemeliharaan domba relatif
sederhana, sehingga para peternak mampu melakukan budidaya ternak domba
secara mandiri; (ii) Waktu pemeliharaan atau lama penggemukan, yaitu mulai dari
pembelian domba bibit sampai penjulalan domba hasil penggemukan yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan peternak, terutama kebutuhan ekonomi.Dengan
demikian pengambilan keputusan untuk panen dapat dilakukan oleh peternak
sendiri; (iii) Peternak domba yang tidak mengikuti kemitraanbelum mengetahui
adanya program kemitraan tersebut; dan (iv) Pihak perusahaan mitra (CV. Mitra
Tani Farm) belum mampu mencakup semua peternak domba di desa tersebut
untuk mengikuti program kemitraan, karena terbatasnya sumberdaya dan
permodalan.
Sementara itu, sebagian peternak mengikuti kemitraan karena: (1)
Tersedianya sarana produksi dari pihak perusahaan mitra; (2) Tersedianya
permodalan untuk pembelian domba bibit dan pembuatan kandang; (3) Adanya
pendampingan dan pengawasan dari tenaga ahli; (4) Pemeriksaan kesehatan
domba yang dilakukan hampir setiap hari; (5) Penimbangan bobot domba setiap
ekornya yang dilakukan setiap bulan, sehingga para peternak mengetahui tingkat
pertumbuhan ternaknya. Selain itu, penimbangan bobot domba setiap bulan
tersebut juga dapat dijadikan sebagai evaluasi untuk pemeliharaan yang lebih baik
lagi agar pertumbuhan bobot domba meningkat untuk bulan selanjutnya; (6) Para
peternak mitra diperbolehkan untuk meminjam uangjika peternak membutuhkan
dan akan dibayarkan ketika peternak menjual hasil ternaknya kepada perusahaan.
(7) Adanya jaminan pasar untuk domba hasil penggemukan yang dijalankan oleh
peternak mitra; dan (8) Adanya pembagian risiko jika ternak mati atau hilang yang
ditanggung oleh kedua belah pihak dengan proporsi yang telah disepakati
sebelumnya. Berbagai manfaat kemitraan tersebut sesuai dengan pernyataan Eaton
dan Shepherd (2001) dan Baumann (2000),dimana peternak mitra akan
mendapatkan layanan seperti konsultasi teknik budidaya, permodalan,
pengetahuan baru, serta jaminan pasar dan mampu meminimalisasi risiko harga.
Dengan demikian, terdapat dua pola pengusahaan ternak domba di Desa
Bojong Jengkol, yaitu pola mandiri (peternak tidak mengikuti kemitraan) dan pola
kemitraan (peternak mengikuti kemitraan). Pola mandiripada prinsipnya peternak
domba menyediakan seluruh input produksi dari modal sendiri dan bebas
memasarkan ternak dombanya. Sedangkan pola kemitraan yaitu terdapat adanya
jalinan kerjasama antara perusahaan dengan peternak domba, dimana perusahaan
sebagai inti dan peternak domba sebagai plasma (pola inti-plasma).Secara lebih
jelas mengenai perbedaan antara peternak yang melakukan kemitraan dengan
yang tidak melakukan kemitraan dapat dilihat pada Tabel 3.

7

Tabel 3 Perbedaan peternak yang mengikuti kemitraan (mitra) dengan CV. Mitra
Tani Farm dan peternak yang tidak mengikuti kemitraan (nonmitra)a
No

Uraian

1.

Mendapatkan permodalan untuk pembelian domba
bibit atau bakalan
Mendapatkan permodalan untuk pembuatan
kandang
Mendapatkan pembinaan mengenai usaha ternak
domba baik secara teori maupun praktik, serta
adanya pendampingan dan pengawasan dalam
melaksanakan usaha ternak domba
Mendapatkan berbagai jenis obat-obatan dan
vitamin untuk domba serta pemeriksaan kesehatan
domba
Adanya jaminan pasar untuk domba hasil
penggemukan yang diusahakan oleh peternak mitra

2.
3.

4.

5.
a

Peternak
Mitra
Nonmitra
Ya

Tidakb

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Sumber: Yunus (2013); bTerdapat beberapa peternak nonmitra yang mendapatkan permodalan.

Berdasarkan Tabel 3, berbagai manfaat kemitraan yang diperoleh peternak
mitra diharapkan akan memberikan dampak positif baik terhadap efisiensi
maupun terhadap keuntungan usaha ternak domba yang dijalankan. Berdasarkan
hasil penelitian sebelumnya, bahwa kemitraan pada umumnya akan memberikan
pengaruh positif atau pengaruh yang lebih baik bagi petani yang mengikuti
kemitraan dibandingkan petani yang tidak mengikuti kemitraan, yaitu terhadap
efisiensi usaha (Hamidi 2009; Saigenji 2010; Sulistyo 2004) maupun terhadap
keuntungan usaha (Bolwig et al. 2009; Miyata et al. 2009; Saigenji 2010; Sulistyo
2004). Akan tetapi,terdapat juga penelitian yang menunjukkan hasil sebaliknya,
dimana tingkat efisiensi usaha dan keuntungan usaha yang dijalankan oleh petani
yang mengikuti kemitraan lebih rendah dibandingkan petani yang tidak mengikuti
kemitraan (Yunus 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh kemitraan
terhadap efisiensi dan keuntungan usaha masih bersifat inconclusiveatau belum
ada hasil empiris yang konsisten mengenai pengaruh kemitraan.
Berdasarkan uraian tersebut timbul pertanyaan mengapa kemitraan tidak
selalu memberikan pengaruh positif terhadap efisiensi dan keuntungan usaha?
Untuk itu perlu dilakukan kajian tingkat pelaksanaan kemitraan atau derajat
kemitraan pada usaha penggemukan ternak domba. Apakah derajat kemitraan
berpengaruh terhadap efisiensi usaha ternak domba? Pengukuran efisiensi yang
digunakan dalam penelitian Yunus (2009) mengenai usaha produksi peternakan
ayam ras pedaging menggunakan fungsi produksi Stochastic Frontier CobbDouglas, sehingga dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi
teknis usaha. Oleh karena itu dalam penelitian ini juga perlu dilakukan analisis
efisiensi dengan menggunakan pendekatan Stochastic Frontier sehingga dapat
diketahui tingkat efisiensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis
usaha penggemukan ternak domba.
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:

8
1. Berapa tingkat derajat kemitraan yang terjalin antara CV. Mitra Tani Farm
dengan peternak mitra dalam menjalankanusaha penggemukan ternak domba?
2. Berapa tingkat efisiensi teknis, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomi usaha
penggemukan ternak domba pada peternak mitra dan peternak nonmitra?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi efisiensi teknis usaha
penggemukan ternak domba pada peternak mitra dan peternak nonmitra?
4. Berapa tambahan keuntungan danrasiotambahan penerimaan terhadap
tambahan biaya(R/C) usaha penggemukan ternak domba pada peternak mitra
dan peternak nonmitra?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengukur tingkat derajat kemitraan yang terjalin antara CV. Mitra Tani Farm
dengan peternak mitra dalam menjalankan usaha penggemukan ternak domba.
2. Mengukur tingkat efisiensi teknis, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomi
usaha penggemukan ternak domba pada peternak mitra dan peternak nonmitra.
3. Menentukan Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usaha
penggemukan ternak domba pada peternak mitra dan peternak nonmitra.
4. Mengukur tambahan keuntungan dan rasiotambahan penerimaan terhadap
tambahan biaya (R/C) usaha penggemukan ternak domba pada peternak mitra
dan peternak nonmitra?

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi
bagi berbagai pihak, diantaranya yaitu:
1. Bagi peternak domba pada penelitian ini, yaitu sebagai bahan masukan dalam
menggunakan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usaha penggemukan
dombaagar dapat meningkatkan produksi dengan biaya minimum melalui
efisiensi teknis dan efisiensi alokasi.
2. Bagi perusahaan mitra, yaitu sebagai bahan masukan agar pelaksanaan
kemitraan yang dijakanlan lebih baik lagi, karena akan berhubungan dalam
membantu tercapainya efisiensiusaha penggemukan ternak domba peternak
mitra.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini bermanfaat sebagai dasar untuk pengambilan
keputusan yang terkait pemberian informasi mengenai penggunaan faktorfaktor produksi yang tepat dalam usaha ternak domba serta sebagai dasar
kebijakan pengembangan program kemitraan usaha pertanian untuk membantu
peningkatan kesejahteraan petani atau peternak.
4. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau
wawasan mengenai efisiensi usaha ternak domba dan dapat dijadikan sebagai
bahan acuan atau perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

9

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada analisis efisiensiusaha penggemukan ternak
domba di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Sampel
dalam penelitian ini yaitu semua peternak domba yang mengikuti program
kemitraan dengan CV. Mitra Tani Farm serta sebagian peternak yang tidak
mengikuti program kemitraan pada lokasi penelitian. Analisis yang akan dikaji
dalam penelitian ini dimulai dengan mengukur derajat kemitraan yang terjalin
antara CV. Mitra Tani Farm dengan peternak domba pada lokasi penelitian.
Selanjutnya penelitian ini menganalisis efisiensi usaha penggemukan
domba, yang terdiri atas efisiensi teknis, efisiensi alokasi, dan efisiensi ekonomi.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan parametrik,
yaitu Stochastic Frontier Analysis(SFA) dengan fungsi produksi CobbDouglas.Melalui pendekatan tersebut maka dapat diketahui tingkat efisiensi
padausaha penggemukan domba baikyang dijalankan oleh peternak mitra maupun
peternak nonmitra. Selain itu juga akan diketahui faktor-faktor (determinant) yang
mempengaruhi tingkat inefisiensi usaha penggemukan domba baik pada peternak
mitra maupun peternak nonmitra. Keseluruhan analisis tersebut akan dibahas
melalui analisis kuantitatif. Penelitian ini juga menganalisis dari sisi bisnis, yaitu
dengan menganalisis mengenai tingkat keuntungan dan rasio R/C usaha yang
dijalankan dengan terlebih dahulu menganalisis komponen penerimaan dan
komponen biaya pada peternak mitra dan peternak nonmitra.Analisis efisiensidan
keuntungan tersebut juga untuk mengetahui apakah kemitraan dapat memberikan
pengaruh positif bagi peternak mitra dibandingkan peternak nonmitra atau
memberikan pengaruh sebaliknya.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen Usaha Ternak Domba
Usaha ternak domba di Indonesia pada umumnya diusahakan oleh
peternak rakyat di daerah pedesaan. Ternak domba yang diusahakan oleh peternak
rakyat termasuk dalam jumlah kecil, yaitu antara tiga sampai lima ekor per
peternak. Selain itu, peternak rakyat dalam mengusahakan ternak domba masih
menggunakansistem pemeliharaan sederhana atau tradisional, yaitu dengan sistem
perkandangan sederhana, penyediaan pakan terbatas yang mengandalkan alam
sekitar atau setengah digembalakan, dan tanpa pemilihan bibit domba secara
terarah.
Pengembangan usaha ternak domba terus dilakukan, hal ini karena prospek
usaha ternak domba cukup menjanjikan, seperti yang dikemukakan oleh Pranadji
dan Sudaryanto (1998) yang menyatakan bahwa pasar untuk ternak dombamasih
terbuka luas baik pasar domestik maupun mancanegara. Terlebih lagi terkait
permintaan domba yang meningkat setiap tahunnya, teruatama pada Hari Raya
Idul Adha. Wiradarya (2004) juga mengemukakan bahwa prospek usaha ternak
domba dilihat dari peluang pemasarannya yang sangat tinggi, yaitu mencapai
sekitar 976 354 ekor/tahun (atau 18 775 ekor/minggu) dimana permintaan pasar

10
ini terutama dari wilayah DKI Jakarta. Karena itu, prospek yang menjanjikan
tersebut perlu dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para peternak rakyat maupun
berbagai pihak yang terlibat dengan menerapkan manajemen usaha ternak domba
yang baik.
Peternak rakyat memerlukan bantuan dari berbagai pihak dalam upaya
penerapan manajemen usaha ternak domba yang baik. Misalnya pemerintah
melalui dinas peternakan maupun pihak swasta turut memberikan sumbangsih
dalam penyampaian informasi baik dalam penyuluhan maupun pelatihan
mengenai teknis budidaya yang tepat. Pemberian informasi terkait penerapan
manajemen usaha ternak dapat mengacu pada pedoman teknis dari Kementerian
Riset dan Teknologi (2000), yang terdiri atas penyiapan sarana dan peralatan
(sistem perkandangan); penyiapan bibit (pemilihan bibit dan calon induk,
reproduksi dan perkawinan serta proses kelahiran); dan pemeliharaan (sanitasi dan
tindakan preventif, pengontrolan penyakit, perawatan ternak, pemberian pakan,
pemberian vaksin dan obat, serta pemeliharaan kandang). Peningkatan manajemen
ke arah yang lebih baik akan diikuti dengan peningkatan produksi bobot per ekor,
namun demikian peningkatan manajemen ini menuntut peningkatan input yang
tercermin dari semakin meningkatnya total biaya produksi (Inonu dan Soediana
1998).
Usaha ternak domba dapat dilakukan dengan sistem pemeliharaan secara
intensif (ternak domba berada di dalam kandang selama pemeliharaan dan
pemberian pakan) atau ekstensif (ternak domba dibebaskan ke alam atau
digembalakan untuk mencari pakan). Kedua sistem pemeliharaan tersebut akan
menghasilkan produksi pertambahan bobot domba yang berbeda dan akan
berpengaruh pada efisiensi usaha ternak domba. Kondisi tersebut telah dibuktikan
pada penelitian yang dilakukan oleh Sugandi (2001) mengenai efisiensi produksi
usaha ternak domba di dataran rendah Kabupaten Majalengka. Intensifikasi usaha
ternak domba pada lokasi penelitian tersebut dapat meningkatkan produksi. Faktor
manajemen berupa kemampuan teknis petani dapat meningkatkan produksi pada
usaha ternak domba dipelihara intensif maupun ekstensif, akan tetapi cara
pemeliharaan intensif dapat menghasilkan produksi lebih tinggi, dan secara teknis
efisien.Selain itu, keuntungan usaha ternak domba secara intensif lebih