Produksi CMC-ase oleh Aspergillus flavus JPF14 pada Berbagai Substrat Limbah Pertanian

PRODUKSI CMC-ase OLEH Aspergillus flavus JPF14 PADA
BERBAGAI SUBSTRAT LIMBAH PERTANIAN

EKA WATI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi CMC-ase
oleh Aspergillus flavus JPF14 Pada Berbagai Substrat Limbah Pertanian adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015
Eka Wati
NIM G84070066

ABSTRAK
EKA WATI. Produksi CMC-ase oleh Aspergillus flavus JPF14 Pada Berbagai
Substrat Limbah Pertanian. Dibimbing oleh SYAMSUL FALAH dan EDDY
JUSUF.
Aspergillus flavus dikenal sebagai fungi penyebab kerusakan pascapanen
pada beberapa komoditas pertanian. Kemampuannya dalam mendegradasi
selulosa yang merupakan komponen utama penyusun tanaman diduga merupakan
hasil dari aktivitas enzim selulolitik yang disekresikannya. Tujuan penelitian ini
adalah mendapatkan gambaran produksi CMC-ase yang dihasilkan A.flavus JPF14
pada berbagai substrat limbah pertanian. Limbah yang digunakan sebagai substrat
dalam penelitian ini yaitu sekam gandum, sekam padi, dedak, dan TKKS.
Aktivitas CMC-ase diuji dengan menggunakan metode Dinitrosalisilat (DNS)
dengan mengukur kadar gula pereduksi yang dihasilkan. Produksi CMC-ase
optimum terjadi pada kondisi pH 6, suhu 25o C, dan lama inkubasi 48 jam. Indeks

selulolitik terbesar 0.4300 ditunjukkan oleh medium substrat sekam padi. CMCase optimum diproduksi pada medium fermentasi dedak, yaitu sebesar 0.1492
U/mL.
Kata kunci : Aspergillus flavus, CMC-ase, limbah pertanian, selulosa

ABSTRACT
EKA WATI. CMC-ase Production by Aspergillus flavus JPF14 in Various
Agricultural By-product Substrates. Supervised by SYAMSUL FALAH and
EDDY JUSUF.
Aspergillus flavus is known as postharvest pathogenic fungus in crops. Its
ability in cellulose degradation, the main component of plants, is predicted as the
action of extracellular cellulolytic enzyme. The objective of this study was testing
the production of CMC-ase by A. flavus JPF14 in some agricultural by-products.
Wheat husk bran, rice husk bran, rice bran, and Oil Palm Empty Fruit Bunch
(OPEFB) were used as substrates in this study. The CMC-ase activity was tested
by DNS method to evaluate the reducing sugar production. Optimum rate in
CMC-ase activity hit in pH 6, at 25o C, for 48 hours. The highest cellulolytic ratio
was shown in rice husk bran medium agar with 0.4300 in rate. The optimum
production of CMC-ase hit 0.1492 U/mL which was shown in rice bran medium.
Keywords : Aspergillus flavus, CMC-ase, agricultural by-products, cellulose


PRODUKSI CMC-ase OLEH Aspergillus flavus JPF14 PADA
BERBAGAI SUBSTRAT LIMBAH PERTANIAN

EKA WATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul
Nama
NIM


: Produksi CMC-ase oleh Aspergillus flavus JPF14 pada Berbagai
Substrat Limbah Pertanian
: Eka Wati
: G84070066

Disetujui oleh

Dr Syamsul Falah, S.Hut, M.Si
Pembimbing I

Drs Eddy Jusuf DES
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Depertemen

Tanggal Lulus :


kPRAKATA

Segala puji dan syukur hanyalah ditujukan kepada Allah SWT atas
pertolongan, limpahan karunia, dan kemudahan yang diberikan oleh-Nya sehingga
karya ilmiah yang merupakan hasil penelitian penulis yang berjudul Produksi
CMC-ase Oleh Aspergillus flavus JPF14 Pada Berbagai Substrat Limbah
Pertanian berhasil diselesaikan dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan sejak
bulan April 2013 hingga Juli 2014 di Laboratorium Rekayasa Genetika, Pusat
Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Penulis berterima kasih kepada Bapak Dr Syamsul Falah, S.Hut, M.Si
sebagai pembimbing pertama dan Drs Eddy Jusuf DES sebagai pembimbing
kedua, serta Dr Iwan Saskiawan dari Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong atas
izinnya untuk menggunakan isolat dari koleksi Pusat Penelitian Biologi LIPI yang
digunakan dalam penelitian ini. Penulis juga berterima kasih kepada Mbak Rere,
Pak Partogi, Pak Ridwan, Mbak Neneng, Ibu Ides, Ibu Kusmiati, Mbak Lita,
Mbak Martha, Ayi, dan Lisa atas bantuan, saran, inspirasi dan motivasi yang
diberikan selama penulis melakukan penelitian di Pusat Penelitian Bioteknologi
LIPI. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, Adik-adik,
para musyrifah, teman-teman di kos Rumah Hijau, dan saudara-saudara

seperjuangan di BKIM atas semangat yang ditularkan, dukungan, dan doa yang
diberikan.
Karya ilmiah ini hanyalah secuil karya yang berusaha penulis torehkan
dalam rangka memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan
sebagai amal shaleh. Sebagai buah pikir dari akal manusia yang lemah, tentu
karya ilmiah ini tak luput dari kekurangan dan kemungkinan terdapatnya
kesalahan. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah yang sederhana ini
dapat menyediakan informasi pendahuluan bagi penelitian selanjutnya.

Bogor, Januari 2015

Eka Wati

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

METODE

2

Bahan dan Alat

2

Prosedur Penelitian

2

HASIL DAN PEMBAHASAN


4

Hasil

4

Pembahasan

8

SIMPULAN

14

SARAN

14

DAFTAR PUSTAKA


15

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9


Profil fisik A.flavus JPF14 di bawah mikroskop : spora dengan perbesaran
400 x (1a), hifa dengan perbesaran 400 x (1b)
Zona bening pada berbagai substrat : (a) sekam padi, (b) sekam gandum,
(c) dedak, (d) TKKS, (e) CMC, (f) avicel, (g) α-selulosa
Indeks selulolitik A.flavus JPF14 pada berbagai substrat pada hari ke-3
inkubasi
Pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi ekstrak kasar CMC-ase
optimum
Pengaruh pH media (potato-dextrose-CMC cair) terhadap produksi
ekstrak kasar CMC-ase optimum
Pengaruh suhu terhadap produksi ekstrak kasar CMC-ase optimum
Aktivitas CMC-ase pada berbagai substrat limbah pertanian
Pengaruh lama inkubasi terhadap aktivitas CMC-ase pada media dengan
substrat dedak
Pengaruh suhu terhadap aktivitas CMC-ase pada media dengan substrat
dedak

5
5

6
6
7
7
7
8
8

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Alur penelitian
Penghitungan spora A.flavus JPF14
Perhitungan kadar CMC-ase
Pengukuran Indeks Selulolitik
Kurva standar glukosa
Aktivitas CMC-ase pada berbagai substrat limbah pertanian

18
19
19
20
20
21

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konversi material organik dalam pembuatan bioenergi dapat dilakukan
melalui beberapa metode, antara lain pembakaran, gasifikasi, pirolisis, dan
fermentasi (Bracmort 2011). Fermentasi merupakan metode yang dilakukan
dengan pendekatan biologi dan biokimiawi dengan memanfaatkan enzim untuk
mengubah selulosa menjadi molekul yang lebih sederhana seperti glukosa, etanol,
dan berbagai produk biokimiawi lainnya (Li et al. 2009; Xia et al. 2013).
Konversi material organik untuk pemanfaatan dalam bidang bioenergi adalah
dengan konsep merubah makromolekul selulosa, yang merupakan komponen
utama penyusun tanaman (del Campillo & Bennett 1996; Xia et al. 2013),
menjadi monomer sederhananya yaitu glukosa dengan menggunakan selulase
sebagai katalis biologis. Metode fermentasi dianggap yang paling ramah
lingkungan. Namun demikian, metode ini juga memiliki kekurangan berupa
penyediaan substrat yang kontinu dengan harga yang murah, serta diperlukan
organisme penghasil selulase yang memiliki produktivitas tinggi dan aktivitas
hidrolisis yang baik karena selulosa merupakan makromolekul kompleks yang
sulit terhidrolisis.
Pemanfaatan limbah pertanian yang merupakan sumber potensial selulosa
sebagai substrat untuk memproduksi biofuel, selain dapat membantu
mengoptimalkan usaha mengurai limbah juga menambah nilai guna bagi limbah
pertanian itu sendiri. Khalil et al (2006) melaporkan bahwa biomassa
lignoselulosa dari limbah pertanian terdapat dalam jumlah yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan polimer sintetik. Jumlah produksinya diperkirakan 1.5 x 108
ton untuk polimer sintetik, dan 2 x 1011 untuk biomassa lignoselulosa (Reddy &
Yang 2005). Angka ini menunjukkan potensi yang besar dalam pemanfaatan
limbah biomassa lignoselulosa sebagai substrat untuk memproduksi enzim
selulase.
Saat ini, sumber selulase yang pemanfaatannya secara komersial sudah
sangat luas berasal dari fungi genus Trichoderma (Banerjee et al. 2010., Navarro
et al. 2010 ; Liu et al. 2012). Selain dari genus Trichoderma, fungi yang juga
telah banyak dimanfaatkan selulasenya adalah Aspergillus flavus, yang merupakan
fungi yang sangat mudah ditemukan sebagai agen pembusuk di alam (Raper &
Fennel 1965; Hedayati et al. 2007). A. flavus juga merupakan fungi yang secara
alamiah hidup sebagai agen penyebab kerusakan pascapanen pada komoditas
pertanian yang penting seperti jagung dan kacang tanah (Hedayati 2007). Hal ini
menarik perhatian peneliti untuk mengetahui kemampuan degradasinya dalam
merusak hasil-hasil pertanian yang diduga kuat merupakan aktivitas enzim
selulase.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan gambaran produksi
CMC-ase optimum yang dihasilkan dari isolat Aspergillus flavus JPF14.
Parameter uji dalam penelitian ini yaitu keasaman media, temperatur, dan waktu
inkubasi. Fermentasi dilakukan dalam medium cair dengan CMC sebagai substrat.
Aktivitas CMC-ase diuji dengan mengukur kadar gula pereduksi yang terbentuk
dengan metode dinitrosalisilat (DNS) dan penyelidikan pendahuluan terhadap

2
aktivitas selulase ditentukan dengan mengukur zona bening yang terbentuk dalam
media padat. Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah mengetahui
potensi CMC-ase yang dihasilkan oleh A.flavus JPF14 dan juga mendapatkan
substrat terbaik yang dapat dihidrolisis secara optimum yang diperoleh dari bahan
baku kontinu dan melimpah yang berasal dari limbah pertanian.

METODE
Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain isolat A.
flavus JPF14, sekam padi, sekam gandum, dedak padi, Tandan Kosong Kelapa
Sawit (TKKS), α-selulosa sintetik, Carboxymethilcellulose (CMC), avicel,
akuades, bactoagar, pewarna rose bengal, beberapa mineral : KH2PO4, K2SO4,
(NH4)2SO4, MgSO4.7H2O, CaCl2, NaCl, urea, kentang, dan glukosa.
Alat
Alat-alat yang digunakan terdiri dari mikroskop, sentrifugator,
spektrofotometer UV-Vis, alat pengocok, penangas air, autoklaf, alat pengocok
magnetik, laminar air flow cabinet, freezer, lemari es, oven, mesin penggiling,
mesin vorteks, neraca analitik, newbauer chamber, pipet mikro, pH-meter, tabung
vial, dan alat-alat gelas antara lain tabung reaksi, cawan Petri, labu Erlenmeyer,
dan gelas ukur.

Metode
Penyiapan Substrat Media (modifikasi Hassan & Karim 2012)
Beberapa limbah pertanian yang digunakan sebagai substrat dalam
penelitian ini (sekam padi, sekam gandum, dedak, TKKS terdelignifikasi)
dihaluskan dengan mesin penggiling. Substrat pertama-tama dikeringkan di dalam
oven pada suhu 60o C untuk mengurangi kelembaban. Setelah itu digiling dengan
ukuran 200 mesh. Hasil penggilingan disimpan sebagai stok untuk digunakan
pada perlakuan selanjutnya. Selain substrat limbah, substrat sintetik juga
digunakan dalam penelitian ini. Substrat sintetik yang digunakan yaitu α-selulosa,
avicel dan CMC. Substrat limbah dan substrat sintetik digunakan dalam tahap
seleksi aktivitas selulolitik pada media padat. Substrat limbah digunakan pada
tahap pengujian aktivitas selulolitik dalam medium cair.
Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) Alami (modifikasi FDA
2001)
Sebanyak 100 g kentang dikupas dan dicuci. Kentang kemudian
dihancurkan dengan mesin penghancur. Setelah itu ditambahkan 300 mL air dan
disimpan dalam lemari es selama minimal 3 jam. Selanjutnya adonan kentang
disaring dengan kain bersih dan diperoleh filtrat cair berupa larutan sebanyak
lebih kurang 230 mL. Filtrat kemudian disterilkan selama 1 jam pada suhu 121 0C.
Filtrat steril disimpan dalam botol plastik untuk digunakan dalam beberapa kali.

3
Penyiapan PDA untuk biakan dilakukan dengan cara mencampurkan sebanyak
230 ml filtrat steril, 770 ml air, 20 g glukosa dan 20 g agar. Semua bahan
dicampur dan dipanaskan hingga larut. Sebelum digunakan, dilakukan sterilisasi
terlebih dahulu dengan menggunakan autoklaf.
Peremajaan Isolat A. flavus JPF14 (modifikasi Sunatmo 2006)
Isolat stok A. flavus JPF14 disubkultur ke dalam sebanyak 20 buah tabung
reaksi. Tabung reaksi yang berisi agar miring digores dengan menggunakan ose
yang berisi isolat A. flavus JPF14. Goresan dalam agar miring dibuat dengan pola
zig-zag yang dilakukan dengan cara menusukkan ose pada dasar tabung agar
miring, kemudian dibuat goresan sampai ke bagian atas permukaan tabung yang
berisi agar. Isolat stok disimpan di dalam lemari es. Tabung reaksi yang telah
dibuat goresan isolat disumbat dengan kapas dan diinkubasi pada suhu ruang
selama 7 hari. Setelah 7 hari, diambil salah satu tabung reaksi yang berisi isolat
hasil peremajaan untuk ditumbuhkan dalam media cair untuk menguji produksi
CMC-ase dalam kondisi optimum. Sisa dari isolat hasil peremajaan disimpan di
dalam lemari es sebagai cadangan.
Penghitungan Jumlah Spora (Sunatmo 2006 ; Modifikasi Li et al 2010)
Akuades steril sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam salah satu tabung
reaksi yang berisi isolat hasil peremajaan. Dengan menggunakan ose, A. flavus
yang tumbuh pada permukaan agar miring dikerok agar terlepas dan tercampur
dengan akuades. Jumlah spora dihitung dengan menggunakan newbauer chamber
di bawah mikroskop pada perbesaran 400 x.
Penentuan Kondisi Optimum Produksi CMC-ase (modifikasi Gomathi
et al 2012)
Sebanyak 156.2500 mL ekstrak kentang, 3.1250 g CMC.Na, dan 0.3125 g
MgSO4 dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian ditambahkan akuades hingga
volumenya 160 mL. Setelah itu dibagi ke dalam 5 buah gelas ukur dengan
masing-masing volume setelah dibagi adalah 32 mL. Ke dalam kelima tabung
reaksi ditambahkan larutan dapar sebanyak 93 mL. Keasaman (pH) dikondisikan
pada rentang 4, 5, 6, 7, dan 8. Kondisi pH asam (4, 5, 6) dibuat dengan
menambahkan larutan dapar sitrat fosfat. Kondisi pH basa (7, 8) dibuat dengan
menambahkan larutan dapar fosfat. Selanjutnya, sebanyak 10 µL suspensi spora
diinokulasikan ke dalam suspensi ini sebagai medium di dalam tabung reaksi.
Inkubasi dilakukan pada suhu 25o C, 35o C, dan 50o C. Pemanenan CMC-ase
dilakukan setelah 48 jam, 96 jam, 144 jam, 192 jam, dan 240 jam dengan
menggunakan sentrifus dengan kecepatan 13,000 g pada suhu 4o C selama 10
menit. Total tabung sebanyak 125 buah. Bagian yang diambil adalah fase
supernatan. Penentuan kadar protein dilakukan dengan merujuk pada Stoscheck
(1990).
Pembuatan Medium Selektif Selulase (modifikasi Mandels 1969)
Agar medium selektif selulase dibuat dua lapis di dalam cawan Petri. Pada
lapisan bawah cawan adalah agar mineral. Pada lapisan atasnya berupa agar
substrat. Komposisi agar mineral yaitu garam mineral yang terdiri dari KH2PO4,
K2SO4, (NH4)2.SO4, MgSO4.7H2O, CaCl2, dan NaCl, bactoagar 1,2 %, dan

4
akuades. Komposisi agar substrat yaitu berbagai macam substrat berikut, yaitu :
sekam padi, sekam gandum, dedak padi, TKKS, α-selulosa sintetik, CMC, dan
avicel masing-masing dicampurkan dengan bactoagar 0,6 %, akuades dan
pewarna rose bengal 500 µL. Agar mineral dan agar substrat disterilkan terlebih
dahulu dengan autoklaf. Pertama-tama, dituangkan agar mineral sebanyak 10 mL
ke dalam cawan Petri steril dan dibiarkan hingga mengeras. Setelah itu,
dituangkan agar substrat sebanyak 10 mL di atas agar mineral dan dibiarkan
hingga mengeras pula.
Penentuan Indeks Selulolitik (Modifikasi Eggins & Pugh 1962)
Sebanyak 10 µL suspensi spora diinokulasikan ke permukaan agar selektif
selulase tepat di tengah-tengah media agar. Inokulasi dilakukan di dalam laminar
air flow chamber supaya agar medium selektif tidak terkontaminasi oleh
organisme yang tidak dikehendaki. Kemudian diinkubasikan pada suhu ruang dan
diukur pembentukkan zona bening yang terbentuk setiap hari selama tujuh hari.
Pengukuran zona bening yang terbentuk dilakukan dengan menggunakan mistar.
Produksi Enzim pada Substrat Limbah (modifikasi Mandel 1969 ;
Gomathi et al 2012)
Substrat yang digunakan untuk memproduksi enzim yaitu sekam gandum,
dedak, TKKS, dan sekam padi. Substrat yang digunakan sebanyak 5 % dicampur
dengan garam-garam mineral dengan komposisi sebagai berikut : KH2PO4 0,05 %,
K2SO4 0,05 %, urea 0,1 %, MgSO4.7H2O 0,01 %, CaCl2 0,1 %, NaCl 0,6 %
(formula Mandels 1969 yang dimodifikasi). Kemudian ditambahkan akuades
hingga volumenya 250 mL. Produksi enzim dilakukan di dalam labu Erlenmeyer
yang disumbat kapas dan ditutup plastik. Campuran ini kemudian diletakkan pada
mesin pengocok. Enzim kasar dipanen dengan mengambil fraksi supernatan
setelah disentrifugasi.
Optimasi aktivitas CMC-ase (modifikasi Gomathi et al 2012)
Analisis gula pereduksi dilakukan dengan menggunakan metode
Dinitrosalisilat (DNS) merujuk pada Miller (1959). Pertama-tama, dibuat larutan
standar glukosa dengan konsentrasi 0, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100
ppm. Kemudian disiapkan sampel enzim kasar yang akan dianalisis. Enzim kasar
diperoleh dari kultur medium substrat cair yang terdiri dari TKKS, dedak padi,
sekam gandum, dan sekam padi. Inkubasi dilakukan pada suhu 30o C, 37o C, dan
45o C dengan perlakuan waktu 60, 90, 120, 180, dan 240 menit. Prosedur analisis
dilakukan dengan menggunakan pereaksi dinitrosalisilat dalam kondisi basa
dengan penambahan KOH. Pengukuran kadar glukosa yang terbentuk dilakukan
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Profil Pertumbuhan Hifa dan Spora Aspergillus flavus JPF14
Hasil penghitungan spora dengan Neubauer chamber menunjukkan
kerapatan 1.0885 x 109 spora/mL. Pengamatan mikroskopis dilakukan untuk

5
melihat bentuk fisik spora dan hifa A.flavus JPF14. Spora berbentuk bulat mulus
dan berwarna hialin. Hifa berbentuk seperti benang berwarna hialin dengan
gumpalan bulat tidak merata pada ujungnya. Penampakkan mikroskopis spora dan
hifa disajikan pada Gambar 1.

(1a)
(1b)
Gambar 1 Profil fisik A. flavus JPF14 di bawah mikroskop : spora dengan
perbesaran 400 x (1a), hifa dengan perbesaran 400 x (1b)

Indeks Selulolitik (IS)
Pengujian IS dilakukan untuk mendapatkan data kualitatif berupa gambar
zona bening yang terdokumenntasi pada Gambar 2 dan juga kuantitatif berupa
nilai IS yang ditunjukkan pada Gambar 3. IS terbesar untuk substrat limbah
ditunjukkan oleh sekam padi yaitu 0.4300, sedangkan pada substrat sintetik
ditunjukkan oleh avicel yaitu 0.7700.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

(g)
Gambar 2 Zona bening pada berbagai substrat : (a) sekam padi, (b) sekam gandum,
(c) dedak, (d) TKKS, (e) CMC, (f) avicel, (g) α-selulosa

6

0,9
0.7700

Indeks Selulolitik

0,8
0,7
0,6
0,5

0.4300

0,4
0,3
0,2
0,1
0

Gambar 3 Indeks Selulolitik A.flavus JPF14 pada berbagai substrat pada hari ke-3
inkubasi

Konsetrasi CMC-ase (mg/mL)

Kondisi Optimum Produksi CMC-ase
Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi optimum
disekresikannya CMC-ase oleh A.flavus JPF14. Setelah perlakuan, konsentrasi
CMC-ase optimum dihasilkan dengan waktu inkubasi selama 48 jam, dengan
konsentrasi CMC-ase kasar rata-rata 0.5555 mg/mL (Gambar 4). pH optimum
produksi ekstrak kasar CMC-ase ditunjukkan pada skala 6 dengan konsentrasi
ekstrak kasar CMC-ase rata-rata yang dihasilkan sebesar 0.3962 mg/mL (Gambar
5). Ekstrak kasar CMC-ase optimum diproduksi pada suhu 25o C dengan kadar
ekstrak kasar CMC-ase rata-rata 0.3930 mg/mL (Gambar 6).
0,6

0.5555 mg/mL

0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0

48

96

144
Waktu Inkubasi (jam)

192

240

Gambar 4 Pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi ekstrak kasar CMC-ase
optimum

7
Konsentrasi CMC-ase
(mg/mL)

0.3962 mg/mL

0,4
0,3
0,2
0,1
0
4

5

6

7

8

pH

Konsentrasi CMC-ase
(mg/mL)

Gambar 5 Pengaruh pH media (potato-dextrose-CMC cair) terhadap produksi
ekstrak kasar CMC-ase optimum

0,5

0.3930 mg/mL

0,4
0,3
0,2
0,1
0
25

35
Suhu (o C)

50

Gambar 6 Pengaruh suhu terhadap produksi ekstrak kasar CMC-ase optimum

Aktivitas CMC-ase Pada Berbagai Substrat Limbah Pertanian
Aktivitas katalitik ekstrak kasar CMC-ase yang diproduksi dalam berbagai
substrat limbah pertanian diukur dengan metode DNS. Hasilnya ditunjukkan pada
Gambar 7. Aktivitas CMC-ase kasar optimum pada berbagai substrat berbedabeda. Pada TKKS 0.1489 U/mL, pada dedak 0.1492 U/mL, pada sekam gandum
0.1488 U/mL, dan pada padi 0.1484 U/mL.
Aktvitas (U/mL)

0,0498
0,0497
0,0496
0,0495
0,0494
0,0493
TKKS

Dedak

Gandum

Padi

Substrat Limbah Pertanian

Gambar 7 Aktivitas CMC-ase pada berbagai substrat limbah pertanian

8
Substrat terbaik yang menghasilkan CMC-ase optimum dalam penelitian
ini ditunjukkan oleh dedak. Hasil pengujian lama waktu inkubasi optimum
selanjutnya hanya dilakukan pada substrat dedak yang ditunjukkan oleh Gambar 8.
Dan hasil pengujian suhu optimum ditunjukkan pada Gambar 9.

0.1492 U/mL

0,16
Aktivitas (U/mL)

0,14

0,12
0,1
0,08
0,06

0,04
0,02
0
60

90

120
180
Lama Inkubasi (menit)

240

Gambar 8 Pengaruh lama inkubasi terhadap aktivitas CMC-ase pada media
dengan substrat dedak

0,1493
Aktivitas (U/mL)

0.1492 U/mL

0,1492
0,1491

0,149
0,1489
0,1488
0,1487
30

37

45
o

Suhu ( C)
Gambar 9 Pengaruh suhu terhadap aktivitas CMC-ase pada media dengan substrat
dedak

Pembahasan
Profil Pertumbuhan Hifa dan Spora Aspergillus flavus JPF14
Organisme penghasil CMC-ase yang digunakan dalam penelitian ini
diidentifikasi sebagai Aspergillus flavus dengan nomor koleksi JPF14. Identifikasi
ini dilakukan dari aspek penampakkan fisik secara makroskopis yang nampak
seperti beludru berwarna hijau. Merujuk kepada Hedayati et al. (2007),
Aspergillus flavus merupakan fungi yang tumbuh dengan penampakkan

9
makroskopis seperti beludru dan berwarna hijau. Isolat ini diperoleh dari limbah
sekam padi yang digunakan sebagai substrat pada media tumbuh jamur
Champignon (Agaricus sp.). Sebelum dilakukan uji produksi CMC-ase optimum,
pertumbuhan isolat yang optimum perlu dipastikan dengan menyediakan nutrisi
yang dibutuhkan. Penentuan jumlah spora yang diinokulasikan ke dalam media
berkaitan erat dengan substrat yang disediakan sebagai media tumbuh yang juga
merupakan substrat yang akan dihidrolisis oleh enzim ekstraseluler yang
disekresikan A.flavus. Hal ini berkaitan dengan fungsi spora sebagai organ bakal
calon organisme baru yang bertindak sebagai bentuk pertahanan diri, di mana
nantinya organisme baru ini juga akan mensekresikan enzim ekstraseluler untuk
menghidrolisis substrat makanannya yang sekaligus media tempat tumbuh fungi
(Machida & Gomi 2010).
A. flavus sebagai organisme penghasil selulase perlu dipastikan
pertumbuhannya dalam medium peremajaan untuk meyakinkan bahwa medium
yang digunakan sesuai untuk mendukung pertumbuhannya. Hal ini penting untuk
memastikan keberlanjutan perlakuan dalam tahapan berikutnya. Peremajaan
A.flavus dalam penelitian ini dilakukan dalam suhu ruang (berkisar 35o C – 38o C)
selama 7 hari dalam lemari kedap cahaya. Suhu ini masih berada dalam rentang
suhu 12o C – 48o C yang memungkinkan A. flavus untuk tumbuh. Pengamatan
mikroskopis dilakukan terhadap hifa dan spora A. flavus yang tumbuh dalam
medium PDA alami. Dalam laporannya, Hedayati et al. (2007) menerangkan
bahwa A. flavus mampu tumbuh dengan baik pada Czapek’s Dox agar. Pada
umumnya, media yang digunakan untuk menumbuhkan fungi secara in vitro
adalah PDA (Potato Dextrose Agar) sintetik. Sedangkan pertumbuhan koloni
lebih cepat pada medium Malt Extract Agar (Gandjar 1999). Dalam penelitian ini
digunakan medium alami yang terbuat dari ekstrak kentang dan sukrosa serta agar
komersial sebagai bahan pemadat. Hasilnya, A. flavus dapat tumbuh dengan baik
sehingga dapat dikatakan bahwa selain bahan sintetik, bahan alami juga cukup
baik untuk digunakan sebagai medium tumbuh dan peremajaan A. flavus.
Pengamatan di bawah mikroskop memperlihatkan konidia (spora aseksual)
yang tumbuh nampak berupa bulatan-bulatan kecil dengan permukaan halus
berwarna hialin (Gambar 1a). Gandjar et al. (1999) mendeskripsikan konidia
A.flavus berbentuk bulat dan terdapat gerigi kasar pada permukaannya. Sementara
pada pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini, permukaan konidia tampak
mulus dan tidak bergerigi. Perbedaan ini sangat mungkin terjadi karena fungi
kelompok flavus memiliki sampai 23 varietas (Hedayati et al. 2007). Selanjutnya,
pada Gambar 1b terlihat penampakkan hifa yang juga berwarna hialin dengan
panjang yang tidak seragam. Pada ujung hifa terdapat vesikel berbentuk bulat
tidak rata yang dipenuhi oleh fialid dan konidia. Fungi genus Aspergillus terdapat
dalam jumlah yang sangat beragam dengan karakteristik fenotipe yang hampir
menyerupai satu sama lain. Perbedaan spesifikasi alat untuk mengamati dapat juga
menjadi sebab perbedaan hasil pengamatan. Setelah dilakukan pengamatan
mikroskopis terhadap bentuk hifa dan spora, dilakukan penghitungan spora yang
akan diinokulasikan ke dalam medium fermentasi pada tahap selanjutnya.
Populasi spora yang diinokulasikan ke dalam medium dalam penelitian ini yaitu
sebanyak 1.0885 x 109 spora/mL. Jumlah ini di atas jumlah spora yang
diinokulasikan oleh Li et al (2010) dalam penelitiannya yang sedikitnya

10
menginokulasikan 106 spora ke dalam media. Jumlah ini cukup untuk
mendapatkan produksi CMC-ase yang optimum.
Indeks Selulolitik (IS)
Penentuan IS dalam penelitian ini dilakukan untuk seleksi awal pemilihan
substrat limbah preferensi, pendugaan awal keberadaan komponen utama selulase,
dan juga untuk mendapatkan data makroskopis mengenai selulase dalam hal
kemampuannya menghidrolisis berbagai jenis sumber karbon yang dijadikan
medium tumbuh. Tahap ini dilakukan dengan menginokulasikan sebanyak 10 µL
suspensi spora pada medium agar dua lapis dengan lapisan bawah berupa agar
mineral dengan formulasi yang merujuk pada Mandels et al. (1969) untuk
memenuhi kebutuhan utama akan mineral bagi pertumbuhan fungi. Pada lapisan
atas adalah agar substrat yang diberikan pewarna rose bengal. Pewarna rose
bengal digunakan sebagai indikator yang menginformasikan terjadinya lisis pada
agar substrat. Pembuatan media agar dua lapis ini adalah modifikasi teknik untuk
memudahkan substrat yang sulit larut supaya homogen sebagai media substrat.
Prinsip pewarnaan dalam seleksi substrat selulosa yaitu dengan penandaan sebagai
zona yang menunjukkan warna yang berbeda antara daerah yang telah
terhidrolisis oleh kompleks selulase dengan zona yang belum atau tidak
terhidrolisis. Zona yang terhidrolisis disebut sebagai zona bening. Zona bening
yaitu area pada permukaan agar substrat yang berubah warna dari merah muda
menjadi tidak berwarna ataupun memudar seiring dengan bertambahnya waktu
inkubasi. Beragam jenis pewarna dapat digunakan sebagai penanda untuk
mengamati terbentuknya zona bening dengan prinsip selama pewarna yang
digunakan tidak toksik bagi organisme penghasil selulase. Inkubasi dilakukan
selama 7 hari dan zona bening terbaik yang disajikan sebagai data diperoleh pada
hari ke-3 inkubasi. Setelah hari ke-3, zona bening tidak lagi dapat teramati secara
teliti karena koloni telah memenuhi permukaan media agar substrat.
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa A.flavus JPF14 tumbuh
pada semua jenis media agar substrat, baik substrat limbah maupun substrat
sintetik. Asumsi yang dapat diajukan adalah bahwa A.flavus JPF14 memiliki
enzim yang mampu menghidrolisis seluruh media uji dalam penelitian ini yaitu
sekam padi, sekam gandum, dedak, TKKS, α-selulosa, avicel, dan CMC.
Kemampuan isolat dalam menghidrolisis substrat media tumbuh ditunjukkan
dengan tumbuhnya koloni pada seluruh medium substrat yang semakin hari
semakin besar diameternya. Namun demikian, ukuran zona bening yang terbentuk
hanya terlihat dengan jelas pada beberapa medium saja, yaitu α-selulosa dan
TKKS. Walaupun penampakkan zona bening terlihat jelas pada medium substrat
α-selulosa dan TKKS, secara perhitungan kuantitatif indeks selulolitik terbesar
untuk medium substrat limbah ditunjukkan oleh sekam padi yaitu sebesar 0.4300.
Sedangkan nilai indeks selulolitik terbesar untuk substrat sintetik ditunjukkan oleh
medium agar avicel yaitu sebesar 0.7700. Jika dibandingkan pada semua substrat,
indeks selulolitik lebih besar ditunjukkan oleh substrat sintetik. Oleh sebab itu,
dalam banyak penelitian substrat sintetik lebih banyak digunakan untuk seleksi
awal selulase. Dalam penelitian ini, dalam hitungan hari zona bening pada substrat
alami dapat terlihat. Kemungkinan yang dapat dikemukakan adalah ukuran
partikel selulosa alami yang dikondisikan hampir setara dengan substrat sintetik
dengan perlakuan awalan berupa penggilingan.

11
Telah banyak literatur menyebutkan bahwa selulase merupakan sistem
multienzim yang terdiri dari tiga kelas enzim yaitu : endo-1,4-β-D-glukanase (EC
3.2.1.4), ekso-1,4-β-D-glukanase (EC 3.2.1.91), dan β-glukosidase (selobiase, EC
3.2.1.21) (Gomathi et al. 2012). Selulase dapat memutus ikatan β-1,4 glikosidik
yang menyatukan unit glukosa berulang penyusun komponen selulosa (Xia et al.
2013). Ketiga komponen utama selulase ini bekerja secara sinergis. Jadi, hipotesis
yang dimunculkan dalam penelitian ini adalah ketiga komponen utama selulase
dihasilkan oleh A.flavus JPF14 yang pada tahapan lanjut pengukuran aktivitas
selulolitik menunjukkan hasil positif. Untuk mempelajari ketiga kelas enzim ini,
digunakan substrat yang berbeda. Hal ini disebabkan karena enzim bekerja secara
spesifik terhadap jenis substrat tertentu (Lehninger 1982). Dua jenis substrat yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan substrat yang digunakan untuk
menyelidiki keberadaan endo-1,4-β-D-glukanase (EC 3.2.1.4) yaitu CMC dan
avicel yang digunakan untuk memastikan keberadaan ekso-1,4-β-D-glukanase
(EC 3.2.1.91). Terbentuknya zona bening pada substrat CMC dan avicel
menunjukkan bahwa ekstrak kasar selulase yang dihasilkan A.flavus dalam
penelitian ini memiliki kompleks endo-1,4-β-D-glukanase dan juga ekso-1,4-β-Dglukanase. Terbentuknya zona bening pada medium dengan substrat α-selulosa
menunjukkan bahwa A.flavus JPF14 juga menghasilkan enzim α-selulase.
Perbedaan kecepatan terbentuknya zona lisis dan besarnya zona lisis yang
terbentuk pada tiap media dengan substrat yang berbeda menunjukkan perbedaan
kemampuan enzim dalam menghidrolisis substrat tersebut. Terbentuknya zona
bening memberikan informasi awalan bahwa telah terjadi proses enzimatis
terhadap substrat yang digunakan dalam media.
Kondisi Optimum Produksi CMC-ase
Parameter yang menentukan dihasilkannya CMC-ase secara optimum
ditetapkan. Faktor-faktor yang memengaruhi optimalisasi produksi ekstrak kasar
CMC-ase yang meliputi pengaruh suhu, pH, dan waktu fermentasi diuji dalam
penelitian ini. Optimasi produksi ekstrak kasar CMC-ase dilakukan dengan
menambahkan CMC sebagai substrat sintetik dalam medium fermentasi. Hal ini
bertujuan untuk memastikan bahwa ekstrak kasar enzim yang terdeteksi oleh
spektrofotometer pada panjang gelombang 560 nm merupakan salah satu bagian
dari kompleks selulase, yaitu CMC-ase.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CMC-ase diproduksi dalam
jumlah optimum dengan waktu inkubasi 48 jam (Gambar 4). Hasil ini berbeda
dengan yang dilaporkan oleh Gomathi et al. (2012) yang melaporkan bahwa
A.flavus dalam penelitiannya menghasilkan CMC-ase optimum pada hari ketiga.
Sejalan dengan Gomathi et al. (2012), Ali et al. (2008) melaporkan bahwa enzim
selulase dalam penelitiannya dihasilkan dalam jumlah optimum dalam 72 jam
fermentasi. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan jumlah
inokulum spora A.flavus antara yang dilakukan dalam penelitian ini dengan yang
dilakukan oleh Gomathi et al. 2012. Dalam penelitian ini, inokulum spora yang
diinokulasikan dalam medium fermentasi yaitu sebanyak 1.0885 x 10 9 spora/mL
sedangkan jumlah spora yang diinokulasikan ke dalam medium oleh Gomathi et
al. (2012) sebanyak 1 x 106 spora/mL. Kepadatan populasi spora menyumbangkan
seberapa cepat substrat yang tersedia dalam medium terhidrolisis oleh CMC-ase
yang dihasilkan oleh populasi A.flavus. Semakin padat populasi spora, semakin

12
cepat substrat terurai menjadi produk. Perbedaan organisme penghasil selulase
diduga juga turut berpengaruh terhadap produksi selulase optimum yang
dihasilkan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ali et al. (2008), organisme
penghasil selulase yang digunakan adalah Aspergillus niger dan Aspergillus
nidulans.
pH media berpengaruh terhadap produksi CMC-ase optimum yang
dihasilkan A.flavus. Dalam penelitian ini, ekstrak kasar CMC-ase optimum
dihasilkan pada pH 6 (Gambar 5). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Gomathi et al. (2012). Sherief et al. (2010) juga melaporkan
bahwa kondisi keasaman yang dibutuhkan untuk menghasilkan selulase
maksimum ada pada rentang pH 5-6. Sementara itu, penelitian yang dilakukan
oleh Jaradat et al. (2008) menunjukkan rentang pH 4-7 untuk produksi selulase,
dengan pH 6 untuk kondisi optimumnya. Produksi enzim terbanyak dapat tercapai
dalam kondisi pH optimumnya, yang masing-masing jenis enzim memerlukan
derajat keasaman yang berbeda-beda secara spesifik. Pada kondisi derajat
keasaman yang lebih rendah atau lebih tinggi, produksi selulase yang dihasilkan
oleh suatu organisme dapat berkurang (Jahangeer et al. 2005). Hubungan antara
keasaman media dengan produksi ekstrak kasar CMC-ase yang dihasilkan dapat
dijelaskan dengan mengaitkannya dengan pertumbuhan A.flavus. Puntambekar et
al. 1995 melaporkan bahwa selulase dihasilkan dalam pH sedikit asam, yaitu
kondisi yang sama yang diperlukan untuk pertumbuhan organisme penghasil
selulase. Dugaan yang dapat dikemukakan adalah bahwa A.flavus harus tumbuh
optimum terlebih dahulu dalam kondisi keasaman yang sesuai sebelum akhirnya
mampu menghidrolisis substrat karbon, yang dalam hal ini adalah CMC.
Produksi CMC-ase optimum tidak dihasilkan sebelum pertumbuhan
optimum dapat tercapai. Penelitian yang dilakukan oleh Gomathi et al. (2012)
mengkondisikan pH 5.6 untuk mendapatkan pertumbuhan A.flavus optimum.
Sementara itu, produksi ekstrak kasar CMC-ase yang diperoleh dalam penelitian
ini dan beberapa penelitian lain melaporkan pH 6 sebagai kondisi keasaman
optimum. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan linear antara
kondisi optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan A.flavus dan produksi
ekstrak kasar CMC-ase. Pada kondisi pH 6 dalam penelitian ini, ekstrak kasar
CMC-ase rata-rata yang dihasilkan sebesar 0.3926 mg/mL. Sehingga dapat
dikatakan bahwa pH optimum yang dicapai dalam penelitian ini berada dalam
rentang kondisi keasaman yang dibutuhkan untuk produksi CMC-ase. Adapun
produksi ekstrak kasar CMC-ase maksimum yang dihasilkan dapat sangat berbeda
hasilnya antara satu penelitian dengan penelitian yang lain walaupun organisme
penghasil CMC-ase yang digunakan sama. Penjelasan mengapa hal tersebut dapat
terjadi dikemukakan oleh Godfrey (1996), yaitu bahwa konsentrasi substrat,
komposisi, dan kualitas medium fermentasi, serta konsentrasi dan waktu inkubasi
merupakan kondisi berbeda yang menyumbangkan hasil yang berbeda dalam
untuk produksi enzim pada tiap-tiap penelitian yang dijalankan.
Kondisi fisik lainnya, selain pH, yang berpengaruh terhadap produksi
ekstrak kasar CMC-ase adalah suhu. Dalam penelitian ini, rancangan kondisi suhu
ditentukan pada 25o C, 35o C, dan 50o C. Hasil rancangan ketiga kondisi suhu ini
menunjukkan bahwa suhu optimum dihasilkannya ekstrak kasar CMC-ase
ditemukan pada suhu 25o C (Gambar 6). Pada suhu 35o C, produksi ekstrak kasar
CMC-ase lebih rendah dibanding pada suhu 25o C. Dan pada suhu 50o C, produksi

13
CMC-ase semakin menurun. Gomathi et al. (2012) juga membuat variasi suhu
dalam penelitiannya. Suhu dibuat dalam rentang 10o. Suhu terendah dibuat 20o C
dan suhu tertinggi 60o C. Dilaporkan dalam penelitiannya bahwa ekstrak kasar
CMC-ase dihasilkan optimal pada suhu 30o C. Nilai produksi CMC-ase optimum
dalam penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Gomathi et al. (2012)
tidak dapat dibandingkan karena perbedaan rentang suhu yang diterapkan dalam
penelitian. Walaupun suhu optimum yang diperlukan untuk memproduksi ekstrak
kasar CMC-ase dapat berbeda, hal yang dapat dimungkinkan sama adalah kondisi
ketika suhu semakin meningkat, produksi CMC-ase semakin menurun. Hal ini
menurut Gomathi et al. (2012) dimungkinkan karena suhu tinggi dapat mengubah
komposisi membran dari organisme penghasil CMC-ase yang diinokulasikan ke
dalam medium fermentasi. Peningkatan suhu juga mempengaruhi penghambatan
pertumbuhan fungi, yang dalam hal ini adalah A.flavus. Jadi, cukup beralasan jika
peningkatan suhu yang diterapkan menyebabkan penurunan produksi ekstrak
kasar CMC-ase.
Aktivitas CMC-ase
Mekanisme kerja selulase dalam menghidrolisis selulosa terjadi sangat
kompleks. Penyederhanaan yang dijelaskan dalam beberapa literatur telah
membantu memberikan pemahaman tentang kerja selulase. Dalam laporannya,
Margeot et al (2009) menerangkan bahwa endo-β-1.4-glukanase (EG, EC 3.1.2.4)
menyerang bagian dalam rantai selulosa dan selobiohidrolase (CBH, EC 3.2.1.91)
bekerja pada bagian ujung polimer yaitu bagian kristalin. Produk yang dihasilkan
berupa selobiosa yang merupakan disakarida. Selobiosa kemudian dihidrolisis
oleh β-glukosidase (BG, EC 3.2.1.21) menjadi glukosa yang merupakan
monosakarida.
Dalam penelitian ini, ekstrak kasar CMC-ase diuji kemampuan katalitiknya
dengan mengukur konsentrasi glukosa yang terbentuk. Glukosa yang terbentuk
setelah proses hidrolisis diukur kadarnya menggunakan metode Dinitrosalisilat
(DNS). Metode ini menggunakan prinsip kolorimetri untuk mendeteksi satu jenis
gula pereduksi tertentu, yang dalam hal ini adalah glukosa. Glukosa yang
terbentuk setelah proses hidrolisis dioksidasi oleh asam 3,5-dinitrosalisilat pada
gugus aldehidnya, berubah menjadi gugus karboksil yang akan menghasilkan
warna 3-amino-5-salisilat, pada kondisi basa, yang terdeteksi pada panjang
gelombang 540 nm (Bintang 2010). Penelitian ini menggunakan CMC sebagai
substrat untuk mengukur kemampuan hidrolisis ekstrak kasar CMC-ase yang
diproduksi A.flavus JPF14 yang difermentasikan dalam medium substrat limbah
TKKS, dedak, sekam gandum, dan sekam padi. Tujuannya adalah untuk
mengetahui kemungkinan terdapatnya perbedaan kemampuan hidrolisis CMC-ase
yang diproduksi dengan menggunakan substrat limbah yang berbeda.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa CMC-ase
optimum dihasilkan pada medium substrat dedak. Selanjutnya dilakukan optimasi
produksi CMC-ase pada substrat dedak dengan parameter suhu dan waktu
inkubasi. Kadar glukosa yang terukur merupakan hasil penghitungan dari glukosa
yang terbentuk dalam ekstrak kasar CMC-ase setelah direaksikan dengan CMC
dikurangi dengan glukosa yang terdapat pada ekstrak kasar CMC-ase dan juga
pada substrat CMC. Perlakuan ini dilakukan untuk memastikan bahwa glukosa
yang terukur merupakan hasil hidrolisis ekstrak kasar CMC-ase yang tidak

14
tercampur dengan kemungkinan terdapatnya glukosa dalam medium substrat
maupun ekstrak kasar CMC-ase sebelum direaksikan. Data yang diperoleh dari
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas CMC-ase optimum dengan lama
inkubasi 180 menit (Gambar 8). Suhu optimum yang dibutuhkan untuk
mendapatkan aktivitas CMC-ase optimum adalah 37o C (Gambar 9). Secara umum,
penelitian ini menunjukkan bahwa dedak (Gambar 7) merupakan substrat yang
memberikan aktivitas CMC-ase terbaik dari semua substrat limbah yang
digunakan dalam penelitian ini. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan
kandungan nutrisi yang terkandung di dalam tiap jenis substrat yang memengaruhi
produksi CMC-ase optimum yang dihasilkan oleh A.flavus JPF14. Selain itu,
komposisi selulosa dan kompleksitas struktur yang berbeda pada tiap jenis
substrat juga diduga menyumbangkan pengaruh mengapa hasil yang diperoleh
berbeda untuk tiap jenis substrat limbah.

SIMPULAN
Produksi optimum CMC-ase oleh A.flavus JPF14 terjadi pada kondisi
waktu inkubasi 48 jam, pada pH 6, dan suhu 25o C. Rasio indeks selulolitik
terbesar untuk substrat limbah ditunjukkan oleh sekam padi dengan nilai 0.4300
dan untuk substrat sintetik ditunjukkan oleh avicel dengan nilai 0.7700. Aktivitas
ekstrak kasar optimum CMC-ase diperoleh pada medium substrat dedak pada
kondisi suhu 37o C, waktu inkubasi 180 menit dengan nilai 0.1492 U/mL.

SARAN
Pengujian lanjutan terhadap ketiga komponen kompleks selulase yang
meliputi CMC-ase, avicelase, dan selobiose perlu dilakukan dengan menggunakan
metode analisis protein SDS-PAGE untuk mengetahui keberadaan ketiganya.
Optimasi produksi ekstrak enzim perlu dilakukan dalam rentang suhu, pH, dan
waktu inkubasi yang lebih sempit, serta pengulangan yang cukup untuk
mendapatkan kondisi optimum yang lebih teliti. Data mengenai komposisi
selulosa pada tiap jenis substrat limbah perlu diketahui untuk memperkuat hasil
dan analisis yang diperoleh dalam penelitian lanjutan. Pemurnian selulase juga
perlu dilakukan untuk dapat menentukan parameter kinetika enzim yang umum
(Km dan Vmax).

DAFTAR PUSTAKA
Ali FU, El-Den SSH. 2008. Production and partial purification of cellulase
complex by Aspergillus niger and A. nidulans grown on water Hyacinth
Blend. J Applied Sci Res. 4 (7):875-891.
Banerjee G, Scott-Craig JS, Walton JD. 2010. Improving enzymes for biomass
conversion : a basic research perspective. Bioenerg. Res. (3) : 82-92.

15
Bintang M. 2010. Biokimia teknik penelitian. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
Bracmort K. Schnepf R, Stubbs M., Yacobucci B. D. 2011. Cellulosic Biofuels :
Analysis Of Policy Issues For Congress. Dalam Buku Biomass for Energy :
Renewable Energy Research, Development, and Policies. Nova Science
Publishers, Inc.
Del Campillo E, Bennett AB. 1996. Pedicel breakstrenght and cellulase gene
expression during tomato flower abscission. Plant Physiol (111) : 813-820.
Eggins HOW, Pugh GJF. 1962. Isolation of cellulose-decomposing fungi from
soil. Nature, London. 193, 94-95.
FDA.2001.http://www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/LaboratoryMethods/u
cm063519.htm. Diakses tanggal 19 Desember 2014.
Gandjar I, Samson RA, Tweel-Vermeulen, KVD, Oetari A, Santoso I. 1999.
Pengenalan Kapang Tropik Umum. Universitas Indonesia. Yayasan Obor
Indonesia.
Godfrey T. 1996. Textiles : Baking and key characteristics of enzymes. In : T.
Godfrey, S. West (eds). Industrial enzymology. 2nd ed. London : Macmillan
Press Ltd.
Gomathi D, Muthulakshmi C, Kumar DG, Ravikumar G., Kalaiselvi M, Uma C.
2012. Submerged fermentation of wheat bran by Aspergillus flavus for
production and characterization of carboxy methyl cellulase. Asian Pacific
Journal of Tropical Biomedicine. Elsevier. S67-S73.
Hassan H, Karim KA. 2012. Utilization of agricultural by-products for alphaamylose production under solid state fermentation by Bacillus subtilis. Article.
Engineering journal. Volume 16. Issue 6. Malaysia. DOI :
10.4186/ej.2012.16.5.177.
Hedayati MT, Pasqualotto AC, Warn PA, Bowyer P, Denning DW. 2007.
Aspergillus flavus : human pathogen, allergen, and mycotoxin producer.
Review Article. Microbiology (153) : 1677-1692.
Jahangeer S, Khan N, Sohail M, Shahzad S, Ahmad A, Khan, SA.2005. Screening
and characterization of fungal cellulases isolated from the native
environmental source. Pak J Bot ; 37 (3) : 739-748.
Jaradat Z, Dawagreh A, Ababneh Q, Saadoun I. 2008. Influence of culture
conditions on cellulase production by Streptomyces Sp. (Strain J2). Jordan J
Biol Sci ; 1 (4) : 141-146.
Khalil HPSA, Alwani MS, Omar AKM. 2006. Chemical composition, anatomy,
lignin distribution, and cell wall structure of malaysian plant waste fibers.
Peer-reviewed article. NCSU.edu. BioResources 1 (2), 220-232.
Kresze G. 1983. Methods of enzymatic analysis (H.U. Bergmeyer, ed.), 3rd Ed.,
Vol. 2, p. 84. Verlag Chemie, Deerfield Beach, Florida.
Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar biokimia. Penerjemah : Maggy Thenawidjaja.
Judul asli : Principles of biochemistry. Jakarta (ID) : Penerbit Erlangga.
Li W, Huan X, Zhou Y, Ma Q, Chen Y. 2009. Simultaneous Cloning and
Expression of Two Cellulase Genes From Bacillus subtilis Newly Isolated

16
From Golden Takin (Budorcas taxicolor Bedfordi). Biochem. Biophys. Res.
Commun. (383) : 397-400.
Li, Xing-hua, Yang Hua-jun, Roy Bhaskar, Park Enoch Y, Jiang Li-jun, Wang,
Miao Yun-gen. 2010. Enhanced cellulase production of the Trichoderma
viride mutated by microwave and ultraviolet. Microbiological Research
Volume 165, Issue 3. Pages 190-198
Liu M, Yu H. 2012. Co-production of a whole system in Escherichia coli.
Biochemical Engineering Journal (69) : 204-210. Elsevier.
Mandels M., Weber J. 1969. Production of cellulase. Adv. Chem. Ser. 95 : 391414.
Margeot A, Hahn-Hagerdal B, Edlund M, Slade R, Monot F. 2009. New
improvements for lignocellulosic ethanol. Elsevier. Science Direct. Current
Opinion in Biotechnology, 20:372-380.
Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent of determination of reducing
sugar. Anal Chem. 31 (3):246-248. Doi:10.1021/ac60147a030
Navarro D., Couturier M, Da Silva G.G, Berrin JG, Rouau X, Asther M, Bignon C.
2010. Automated assay for screening the enzymatic release of reducing
sugars from micronized biomass. Microb. Cell Fact (9) : 58.
Puntambekar US. 1995. Cellulase production by the edible mushroom Volvariella
diplasis. World J Microbiol Biotechnol ; 11 : 695.
Raper KB, Fennel DI. 1965. The Genus Aspergillus. Baltimore : Williams &
Wilkins.
Reddy N, Yang Y. 2005. Biofibers from agriculture by products for industrial
applications. TRENDS in Biotechnology. 23 (1), 22-27.
Sherief AA, El-Tanash, Atia N. Cellulase production by Aspergillus fumigatus
grown on mixed substrate of rice straw and wheatbran. 2010. Res J
Microbiol ; 5 (3) : 199-211.
Stoscheck CM. 1990. Quantitation of protein. In M.P. Deutscher. Guide to
protein purification : Methods in enzymology. Vol 182. P.50-68.
Sunatmo TI. 2006. Eksperimen mikrobiologi dalam laboratorium. Penerbit Ardy
Agency, Jakarta.
Xia D, Wei Y, Zhang G, Zhao Q, Zhang Y, Xiang Z, Lu C. 2013. cDNA cloning,
expression, and enzymatic activity of a novel indigenous cellulase from the
beetle Batocera horsfieldi. Gene 514 : (62-68). Elsevier.

17
Lampiran 1 Alur Penelitian
Penyiapan inokulum
Aspergillus flavus JPF14

Optimasi
produksi ekstrak
kasar CMC-ase

Skrining
substrat

Fermentasi dengan menggunakan
limbah sebagai substrat sekam
gandum, sekam padi, dedak, dan
TKKS

Pengujian
aktivitas CMC-ase

18
Lampiran 2 Penghitungan spora A.flavus JPF14

2
275

2
215

2
235

2
207

2
262

1

2

2
257

2
260

2
269

4
435

145

239
2

281

1
179

4
417

3
318

3
360

n x 4 x106 spora/mL
16
= (275+215+179+435+235+207+145+257+262+239+260+417+281+269+318+360 ) x 4 x 106
16

= 1.0885 x 109 spora / mL

Lampiran 3 Perhitungan kadar CMC-ase
Sampel

260 nm

280 nm Absorban

1
2
3

0.3560
0.3010
-0.1150

0.4190
0.2650
-0.0470

0.3790
0.1820
0.0150

*1.55 A280-0.76 A260
(mg/mL)
0.3789
0.1820
0.0146

Contoh perhitungan :
Sampel 1 : 1.55 A280-0.76 A260
= (1.55 x 0.4190) – (0.76 x 0.3560)
= 0.6495 – 0.2706
= 0.3789 mg/mL
Keterangan :
*Perhitungan manual dengan rumus berdasarkan metode Kresze, G. (1983)

19
Lampiran 4 Pengukuran Indeks Selulolitik
Substrat

Sekam
padi
Sekam
gandum
Dedak
TKKS
αselulosa

Diameter koloni
1
2
3 Ratarata
23 27
26 25.33

Diameter zona bening
1
2
3
Ratarata
35 38 35 36.00

Indeks selulolitik
1
2
3
Ratarata
0.52 0.41 0.35 0.43

36

40.5

40

38.83

48

47.00

0.33 0.14 0.18

0.22

16
11
17

11
13.5
15.5

12
9.5
17

13.00 26.5
11.33 23.5
16.50 23

19.5 21.33
18 20.17
22 22.67

0.66 0.64 0.63
1.14 0.41 0.89
0.35 0.48 0.29

0.64
0.77
0.37

46
18
19
23

47

Contoh perhitungan :
Indeks Selulolitik = diameter zona bening (mm) – diameter koloni (mm)
diameter koloni (mm)
= (48 - 36) mm
36 mm
= 0.3300

Lampiran 5 Kurva standar glukosa
120

Absorbansi

y = 9,458x - 15,227
R² = 0,995

100
80

0.0200
0.0090
0.0100
0.0800
0.0080
0.0070
0.0070
0.0070
0.0050
0.0050
0.0150

Absorbansi

Konsentrasi
[mg/L]
0
5
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100

60
40
20
0
0

5

10

-20

Konsentasi glukosa [ppm]

15

20
Lampiran 6 Aktivitas CMC-ase pada berbagai substrat limbah pertanian
Substrat

Ulangan

TKKS

Dedak

Sekam
gandum
Sekam padi

Absorbansi

Absorbansi

Absorbansi

Absorbansi

sampel

substrat

kontrol

terkoreksi

1

0.0280

0.0140

0.0130

0.0010

2

0.0340

0.0140

0.0160

0.0040

1

0.0460

0.0140

0.0410

-0.0090

2

0.0450

0.0140

0.0210

0.0100

1

0.1060

0.0140

0.1880

-0.0960

2

0.1060

0.0140

0.1120

-0.0200

1

0.1170

0.0140

0.2690

-0.1660

2

0.1100

0.0140

0.1000

-0.0040

Substrat

TKKS

Dedak

Sekam gandum

Sekam padi

Konsentrasi
glukosa (mg/L)

CMC-ase (U/mL)

CMC-ase rata-rata
(U/mL)

1.6101

0.1491

0.1491

1.6104

0.1491

1.6090

0.1590

1.6110

0.1492

1.5998

0.1481

1.6078

0.1489

1.5924

0.1474

1.6095

0.1490

0.1491

0.1485

0.1482

Contoh perhitungan :
Absorbansi terkoreksi = Absorbansi sampel – absorbansi substrat – absorbansi
terkoreksi
= 0.0280 – 0.0140 – 0.0130
= 0.0010
Persamaan garis kurva standar glukosa adalah : Y = 9.458 x – 15.227
Konsentrasi glukosa (mg/L) = Absorbansi terkoreksi + 15.227
9.458

21
= 0.001 + 15.227
9.458
= 15.228
9.458
= 1.6101 mg/L
Aktivitas (U/mL)

= konsentrasi glukosa sampel x 1000
V.t.BM
=

1.6101 mg
L

= 0.1491 U/mL

x

1000
1 mL x 60 menit x 180

22

RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara dari Bapak
Muhammad Hasroji dan Ibu Sopinah. Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 4 Juli
1988. Pendidikan penulis dimulai di SD Uswatun Hasanah dan SDN 011 Jakarta
Utara. Pendidikan dilanjutkan di SMPN 231 dan SMAN 75 Jakarta Utara. Pada
tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur ujian Sistem
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dengan pilihan mayor Biokimia, pada
Fakultas Matematik