Pemanfaatan Citra RADARSAT-2 Dalam Pemantauan Fase Pertumbuhan Tanaman Padi (Studi Kasus: PT. Sang Hyang Seri, Subang Jawa Barat)

PEMANFAATAN CITRA RADARSAT-2 DALAM PEMANTAUAN
FASE PERTUMBUHAN TANAMAN PADI
(Studi Kasus : PT. Sang Hyang Seri, Subang Jawa Barat)

MASYITAH TRI ANDARI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Citra
RADARSAT-2 dalam Pemantauan Fase Pertumbuhan Tanaman Padi (Studi
Kasus : PT. Sang Hyang Seri, Subang Jawa Barat) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Masyitah Tri Andari
NIM A14100009

ABSTRAK
MASYITAH TRI ANDARI. Pemanfaatan Citra RADARSAT-2 dalam
Pemantauan Fase Pertumbuhan Tanaman Padi (Studi Kasus : PT. Sang Hyang
Seri, Subang Jawa Barat). Dibimbing oleh BABA BARUS dan KHURSATUL
MUNIBAH.
Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan pemenuhan
pangan sangat penting dilakukan. Pemenuhan pangan ini erat kaitannya dengan
produksi padi karena padi merupakan makanan pokok penduduk Indonesia. Oleh
sebab itu, pemantauan lahan sawah perlu dilakukan guna memprediksi produksi
padi. Salah satu cara yang dilakukan untuk pemantauan lahan sawah ini adalah
dengan teknik penginderaan jauh. Pemantauan dengan penginderaan jauh optik
sangat beresiko apabila dilakukan di Indonesia karena Indonesia adalah negara

tropik yang memiliki cakupan awan tinggi. Penelitian ini menggunakan citra
RADARSAT-2 yang dapat menembus tutupan awan sebanyak 3 scene dengan dua
polarisasi yaitu polarisasi HH dan HV yang diakuisisi pada tanggal 08 November,
24 November, dan 20 Agustus 2012.
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari keterkaitan nilai hamburan
balik terhadap umur tanaman padi dan menguji klasifikasi fase tumbuh padi di
PT. Sang Hyang Seri, Subang. Keterkaitan nilai hamburan balik citra
RADARSAT-2 dianalisis dari data tebar tanam 2012 dan 2012/2013, data iklim,
dan survei lapang. Analisis ini menggunakan analisis deskriptif Boxplot. Nilai
backscatter HH dan HV meningkat pada fase vegetatif atau awal masa tanam,
kemudian menurun dan meningkat kembali sampai pada fase akhir reproduktif.
Pada fase pematangan/pemasakan, nilai hamburan balik HH dan HV menurun
karena daun padi yang sudah menggulung sehingga sinyal C-band dipantulkan
bersama dengan daun dan permukaan tanah. Namun, terdapat nilai hamburan
balik HH dan HV yang tidak konsisten pada fase vegetatif dikarenakan padi
terserang hama dan penyulaman. Pada berbagai fase pertumbuhan padi, polarisasi
HH memiliki nilai hamburan balik yang lebih tinggi dibandingkan polarisasi HV.
Polarisasi HH merupakan polarisasi yang paling sesuai untuk pemantauan padi
karena polarisasi HH lebih sensitif terhadap variasi struktur padi.
Penelitian ini menggunakan kelas fase pertumbuhan padi berdasarkan

klasifikasi IRRI dan Dedatta. IRRI dan Dedatta membagi kelas fase menjadi tiga
fase dengan tahapan pertumbuhan yang berbeda. Klasifikasi ini memanfaatkan
pendekatan Gaussian Maximum Likelihood. Tahap pertumbuhan paling banyak
terdapat pada citra tanggal 20 Agustus 2012 karena rentang umur yang lebih
banyak antara 31 – 123 HST. Pada citra RADARSAT-2 tanggal 24 November
2012, nilai akurasinya lebih tinggi dibandingkan citra RADARSAT-2 yang lain
yaitu 88%. Hasil analisis menunjukkan nilai akurasi yang paling baik secara
konsisten terdapat pada klasifikasi Dedatta di semua citra RADARSAT-2. Oleh
sebab itu klasifikasi Dedatta adalah klasifikasi yang cukup relevan untuk
pemantauan fase tumbuh padi di kawasan Pantura, Subang.
Kata kunci: padi, RADARSAT-2, hamburan balik, klasifikasi Gaussian Maximum
Likelihood

ABSTRACT
MASYITAH TRI ANDARI. Utilization of RADARSAT-2 Imagery in Monitoring
Rice Growth Phase (Case Study : PT. Sang Hyang Seri, Subang Jawa Barat).
Supervised by BABA BARUS and KHURSATUL MUNIBAH.
Increasing population in Indonesia leads to the importance of food
fulfillment and it is inevitably related to rice production as it is Indonesian staple
food. Paddy fields need to be monitored to predict rice production and remote

sensing is one of the ways. However, monitoring of paddy field with optical
remote sensing is very risky in Indonesia as a tropical country because of its high
cloud cover. This research used RADARSAT-2 imagery as many as three scenes
acquired on November 8, November 24, and August 20 in 2012.
The aim of this research are to study the correlation of backscattering
value to age of paddy and tested growth paddy phase classification in PT. Sang
Hyang Seri, Subang. Correlation of backscattering value RADARSAT-2 analyzed
from cropping stocking 2012 and 2012/2013 data, climate data, and land survey.
This analysis use descriptive Boxplot analysis. HH dan HV backscattering value
increased in vegetative phase or in the beginning of growing season, then
decreased and increased again until reproductive phase. In the ripening phase, HH
dan HV backscattering value decreased due to rolled leaves. Most of C-band
signal are reflected by leaf and soil surface. However, there are inconsistent HH
dan HV backscattering value in the vegetative phase due to pest and stitching. In
various growth phase of paddy, HH polarization has more backscattering value
than HV. HH polarization is the most suitable polarization to monitor paddy field
because it is more sensitive to rice structure variations.
The growth phases are based on IRRI and Dedatta classification. IRRI dan
Dedatta divided it into three phases with different growth phases. Imagery that is
taken on August 20, 2012 has the most growth stage because the range of age are

the most between 31-123 HST. This classification use Gaussian Maximum
Likelihood approach. RADARSAT-2 imagery on November 24, 2012 has the
highest accuracy of all, it is 88%. The result showed that the best accuracy values
are consistently present in all Dedatta classification in RADARSAT-2 imagery.
Therefore, Dedatta classification is the most relevant classification to monitoring
growth phase of paddy in Pantura, Subang.

Keywords: paddy, RADARSAT-2,
Likelihood classification

backscattering,

Gaussian

Maximum

PEMANFAATAN CITRA RADARSAT-2 DALAM PEMANTAUAN
FASE PERTUMBUHAN TANAMAN PADI
(Studi Kasus : PT. Sang Hyang Seri, Subang Jawa Barat)


MASYITAH TRI ANDARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pemanfaatan Citra RADARSAT-2 Dalam Pemantauan Fase
Pertumbuhan Tanaman Padi (Studi Kasus: PT. Sang Hyang Seri,
Subang Jawa Barat)
Nama
: Masyitah Tri Andari

NIM
: A14100009

Disetujui oleh

Dr Baba Barus, MSc
Pembimbing I

Dr Khursatul Munibah, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, rizki, dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul
“Pemanfaatan Citra RADARSAT-2 dalam Pemantauan Fase Pertumbuhan
Tanaman Padi (Studi Kasus : PT. Sang Hyang Seri, Subang Jawa Barat)” dapat
terselesaikan dengan penuh tanggung jawab dan amanah sejak Februari 2014
sampai Desember 2014 di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial
IPB dan di PT. Sang Hyang Seri Regional 1 Sukamandi, Subang Jawa Barat.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penghargaan dan rasa terimakasih yang tulus
disampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Baba Barus, MSc dan Ibu Dr. Khursatul Munibah, MSc selaku
pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan banyak ilmu
dan bimbingan kepada penulis.
2. Bapak Bambang Hendro Trisasongko, MSc selaku penguji atas arahan dan
kritikan kepada penulis.
3. Ayah dan Ibu, Sumartono dan Asniah SPd atas dukungan, kasih sayang,
semangat, dan do’a yang tak pernah putus.
4. Suami, Wawan Endrayana AMK atas kasih sayang, cinta dan semangat
hidup yang telah dicurahkan.
5. Saudara dan Kakak Ipar, Bang Ipan, Bang Ari, Adik Ranti, Kak Ani, dan
Kak Rina atas semangat yang terus ditularkan sehingga penulis masih bisa

berkarya sampai sekarang.
6. Sahabat karib, Nazar, Wulan, Nunik, Siti, Sugih, Ayu, Fortun, Laela, Anju,
dan Sony yang saling mengingatkan terus apapun keadaannya.
7. Keluarga besar Soil Science 47 yang terus memberikan motivasi. Selama 3
tahun lebih bersama kalian membawa kenangan tersendiri disini. Salam
sukses untuk kita semua.
8. Bapak dan Ibu di PT Sang Hyang Seri, dan Badan Meteorologi
Klimatologi, dan Geofisika, Dramaga Bogor.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi
ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pada skripsi
ini. Namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan juga bagi
yang membacanya.
Bogor, Desember 2014
Masyitah Tri Andari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA
Pemantauan Pertumbuhan Tanaman Padi

2
2

Teknologi Penginderaan Jauh dalam Pemantauan Fase Pertumbuhan
Tanaman Padi

3

Karakteristik Spektral Sensor Optik dan Synthetic Aperture Radar

3

SAR Polarimetri

4

Pemanfaatan SAR polarisasi Tunggal untuk Pemantauan Fase
Pertumbuhan Tanaman Padi

5

Pemanfaatan Polarisasi Ganda dan Polarisasi Penuh

5

Analisis Hamburan Balik (Backscatter)

6

Klasifikasi Melalui Metode Maximum Likelihood

7

Klasifikasi Fase Tumbuh Padi Berdasarkan IRRI dan Dedatta

8

METODE
Waktu dan Kondisi Umum Wilayah Penelitian

8
8

Bahan dan Alat

11

Metodologi Penelitian

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

19

Keterkaitan Nilai Hamburan Balik HH dan HV terhadap Umur Tanaman
Padi

19

Analisis Tingkat Keterpisahan (Transformed Divergence) dan Proses
Klasifikasi

22

Akurasi

30

SIMPULAN DAN SARAN

33

Simpulan

33

Saran

33

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

40

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Klasifikasi band dari panjang gelombang dan frekuensinya
Kelas Umur Tanaman Padi pada Citra RADARSAT-2
Fase pertumbuhan tanaman padi menurut IRRI dan Dedatta
Matriks Kesalahan
Nilai transformed divergence (TD) menggunakan data training
klasifikasi IRRI pada citra RADARSAT-2 08 November 2012
Nilai transformed divergence (TD) menggunakan data training
klasifikasi Dedatta pada citra RADARSAT-2 08 November 2012
Nilai transformed divergence (TD) menggunakan data training
klasifikasi IRRI pada citra RADARSAT-2 24 November 2012
Nilai transformed divergence (TD) menggunakan data training
klasifikasi Dedatta pada citra RADARSAT-2 24 November 2012
Nilai transformed divergence (TD) menggunakan data training
klasifikasi IRRI pada citra RADARSAT-2 20 Agustus 2012
Nilai transformed divergence (TD) menggunakan data training
klasifikasi Dedatta pada citra RADARSAT-2 24 November 2012
Luas penggunaan lahan di lokasi penelitian
Luas area tiap fase tumbuh tanaman padi berdasarkan klasifikasi IRRI
Luas area tiap fase tumbuh tanaman padi berdasarkan klasifikasi
Dedatta
Akurasi klasifikasi IRRI citra RADARSAT-2 08 November 2012
Akurasi klasifikasi Dedatta citra RADARSAT-2 08 November 2012
Akurasi klasifikasi IRRI citra RADARSAT-2 24 November 2012
Akurasi klasifikasi Dedatta citra RADARSAT-2 24 November 2012
Akurasi klasifikasi Dedatta citra RADARSAT-2 20 Agustus 2012
Akurasi klasifikasi IRRI citra RADARSAT-2 20 Agustus 2012

4
14
17
17
23
23
23
23
24
24
25
27
29
30
30
31
31
31
32

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Karakteristik spektral reflektansi tanah, air, dan vegetasi
Polarisasi radar (Sabins 2007)
Pantulan radar dari berbagai permukaan
Lokasi penelitian
Curah hujan (a), kelembaban udara (b), dan temperatur (c) Bulan
November Kecamatan Sukamandi, Subang 2012
Kondisi pertumbuhan padi pada fase bera (a), fase vegetatif awal (b),
fase vegetatif akhir (c), dan fase pematangan atau menjelang panen (d)
Citra RADARSAT-2 yang diakusisi tanggal 20 Agustus 2012 (a), 08
November 2012 (b), dan 24 November 2012 (c)
Citra RADARSAT-2 20 Agustus 2012: Lokasi blok lahan sawah PT.
Sang Hyang Seri (a), dan lokasi pengambilan contoh umur tanaman
padi (b)

4
5
7
9
10
12
13

14

9.

10.

11.
12.
13.
14.
15.

16.
17.

18.

Citra RADARSAT-2 08 November 2012: Lokasi blok lahan sawah PT.
Sang Hyang Seri (a), dan lokasi pengambilan contoh umur tanaman
padi (b)
15
Citra RADARSAT-2 24 November 2012: Lokasi blok lahan sawah PT.
Sang Hyang Seri (a), dan lokasi pengambilan contoh umur tanaman
padi (b)
16
Diagram alir penelitian
18
Karakteristik Hamburan Balik HH dan HVterhadap Umur Tanaman Padi
pada citra RADARSAT-2
19
Sketsa pantulan sudut (corner) oleh blok lahan sawah padi muda
yang didominasi oleh air
20
Kondisi padi yang terserang hama dan penyakit tanaman
20
Sketsa pantulan baur (diffuse) oleh tanaman padi yang terserang hama (a),
dan sketsa hamburan balik yang bervariasi oleh tanaman padi yang disulam
petani di bagian tengah blok lahan sawah (b)
21
Penggunaan lahan di lokasi penelitian
24
Peta fase pertumbuhan tanaman padi berdasarkan klasifikasi IRRI pada
citra RADARSAT-2 yang diakuisisi tanggal 08 November 2012 (a),
tanggal 24 November 2012 (b), dan tanggal 20 Agustus 2012 (c)
26
Peta fase pertumbuhan tanaman padi berdasarkan klasifikasi Dedatta
pada citra RADARSAT-2 yang diakuisisi tanggal 08 November 2012
(a), tanggal 24 November 2012 (b), dan tanggal 20 Agustus 2012 (c)
28

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Kelas fase tumbuh tanaman padi menurut IRRI
Kelas fase tumbuh tanaman padi menurut Dedatta
Data iklim stasiun Sukamandi
Data curah hujan Ciasem

36
37
38
39

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanian pangan memegang peranan penting dalam suatu negara.
Indonesia adalah salah satu negara dengan konsumsi pangan yang besar.
Kebutuhan konsumsi pangan terbesar Indonesia adalah beras karena komoditas
tersebut merupakan makanan pokok terbesar masyarakat. Menurut data konsumsi
rata–rata per kapita masyarakat Indonesia (Survei Sosial Ekonomi Nasional 20092013), pada tahun 2013 konsumsi beras masih berada pada urutan pertama dengan
nilai 85,514 kg. Nilai ini sangat jauh berbeda dengan konsumsi pertanian pangan
lainnya seperti jagung dan ubi- ubian yang masing–masing hanya 0,574 kg dan
3,494 kg. Oleh sebab itu informasi prediksi produksi padi berguna untuk
mengetahui ketersediaan beras di Indonesia.
Pemantauan fase tumbuh tanaman padi sangat diperlukan guna
memprediksi produksi padi. Salah satu metode yang efektif dalam memantau fase
pertumbuhan tanaman padi adalah teknologi penginderaan jauh. Secara umum
teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu cara untuk mendeteksi dan
mengumpulkan informasi mengenai suatu obyek di muka bumi tanpa menyentuh
atau melakukan kontak langsung dengan obyek yang sedang diamati.
Teknologi penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang akurat
meskipun mencakup wilayah yang sangat luas. Data dalam bentuk dijital
memudahkan untuk analisis menggunakan komputer secara konsisten. Dengan
adanya teknologi penginderaan jauh, survei lapang dapat dikurangi, sehingga
tidak memerlukan biaya dan tenaga yang cukup besar. Dengan demikian,
informasi pemantauan dari penginderaan jauh dapat membantu dalam
pengembangan areal persawahan. Selain dapat digunakan dalam pemantauan padi,
teknologi penginderaan jauh dapat digunakan dalam mempelajari litologi, vegetasi
di lahan pertanian serta fenomena alam lainnya.
Data penginderaan jauh yang diharapkan mampu secara optimal
memantau pertumbuhan padi pada umumnya bergantung pada citra optik. Namun,
Konishi et al. (2013), menyebutkan bahwa sensor-sensor optik hampir tidak
mampu mendapatkan data yang diperlukan pada waktu yang tepat karena masalah
tutupan awan selama masa pertumbuhan padi. Oleh sebab itu, SAR (Synthetic
Aperture Radar) dapat menjadi alternatif untuk memantau fase pertumbuhan padi.
Cara kerja SAR berbeda dengan sensor optik karena SAR merupakan
sensor aktif yang menyediakan sumber energi sendiri pada selang gelombang
mikro 1mm-1m dan tidak tergantung pada sumber energi matahari. Oleh karena
itu, SAR dapat beroperasi pada siang maupun malam hari dalam berbagai kondisi
cuaca apapun tanpa tertutup awan. Sistem SAR menggunakan antena pendek,
tetapi dengan perekaman data yang termodifikasi sehingga sistem dapat
mensintesis efek dari antena yang sangat panjang.
Beberapa penelitian telah dilakukan dalam pemantauan lahan sawah
dengan menggunakan L-Band SAR. Hasil dari penelitian Pramono (2012),
menunjukkan parameter entropi yang digunakan pada citra ALOS PALSAR
polarisasi penuh berperan penting dalam membedakan umur tanaman padi.
Pertambahan umur tanaman padi cenderung bersesuaian dengan meningkatnya
nilai entropi. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Cahyaningsih (2012), dengan
menggunakan citra AVNIR-2 dan PALSAR. Pada analisis hamburan balik

2
PALSAR, polarisasi linier HH merupakan polarisasi yang paling sesuai untuk
pemantauan lahan padi sawah. Hal ini disebabkan oleh polarisasi linier HH yang
lebih sensitif terhadap variasi struktur padi pada berbagai tingkat umur. Intensitas
hamburan balik data radar C-band selalu berubah pada kondisi tanah yang bukan
dibudidayakan untuk tanaman padi, tanah yang digenangi, dan sampai setelah
tanah ditanami padi (Suga et al. 2000).
IRRI dan Dedatta telah menenetukan kelas fase tumbuh tanaman padi
menjadi tiga fase diantaranya : fase vegetatif, fase reproduktif, dan fase
pematangan/pemasakan. Fase – fase tersebut terdiri dari tahapan yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan sistem klasifikasi IRRI dan Dedatta sebagai acuan
pemetaan fase pertumbuhan tanaman padi.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun tujuan penelitian adalah:
1. Mempelajari keterkaitan antara pertumbuhan padi sawah (varietas
Ciherang) di PT. Sang Hyang Seri, Subang dengan hamburan balik
(Backscatter) pada RADARSAT-2 C-Band.
2. Menguji klasifikasi IRRI dan Dedatta dalam memetakan dan memperkirakan
luasan area fase pertumbuhan tanaman padi di kecamatan Blanakan, Ciasem,
dan Patokbeusi menggunakan pendekatan Maximum Likelihood.

TINJAUAN PUSTAKA
Pemantauan Pertumbuhan Tanaman Padi
Tanaman padi (Oryza Sativa, sp) termasuk kelompok tanaman pangan
yang sangat penting dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat khususnya
Indonesia (Wahyunto et al. 2006). Pengamatan secara tepat untuk memberikan
informasi yang akurat mengenai pertumbuhan umur tanaman padi ini penting
dilakukan. Bouvet dan Toan (2011) menyebutkan pentingnya tanaman padi untuk
ketahanan pangan dunia, maka pemantauan pertumbuhan padi di seluruh dunia
telah menjadi isu yang menantang untuk beberapa tahun mendatang. Selain itu,
informasi produksi tanaman melalui pemantauan padi penting bagi kebijakan
untuk mengelola dan mengatur beras dalam suatu negara (Pramono 2012).
Mayoritas penduduk Indonesia lebih banyak mengkonsumsi beras daripada
makanan pangan lainnya seperti ubi dan gandum. Menurut data statistik Indonesia
(2014), jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus
meningkat yaitu dari 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta pada tahun
2025. Populasi pertumbuhan penduduk yang meningkat menyebabkan
pemantauan fase pertumbuhan tanaman padi sangat diperlukan. Dengan demikian,
salah satu cara yang dilakukan untuk pemantauan pertumbuhan padi adalah
dengan teknologi penginderaan jauh (Cahyaningsih 2012). Teknologi
penginderaan jauh dapat memberikan informasi yang tepat dan akurat mengenai
produksi padi Indonesia.

3
Teknologi Penginderaan Jauh dalam Pemantauan Fase Pertumbuhan
Tanaman Padi
Teknologi penginderaan jauh banyak dimanfaatkan karena menggunakan
berbagai sensor untuk mengumpulkan data dari jarak jauh. Pengumpulan data dari
jarak jauh dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang pertumbuhan
umur tanaman yang diteliti (Lillesand dan Kiefer 1990).
Frederik et al. (2008), melakukan penelitian tentang pemantauan
pertumbuhan padi melalui teknologi penginderaan jauh dengan citra SPOT. Citra
SPOT ini mampu memberikan informasi seperti: jadwal tanam, indeks vegetasi
(NDVI), dan fase pertumbuhan tanaman padi. Penelitian lainnya dilakukan oleh
Dirgahayu et al. (2014), tentang model pertumbuhan tanaman padi di pulau
Sumatera dengan menggunakan data EVI MODIS. Berdasarkan penelitiannya,
melalui teknologi penginderaan jauh ini dapat diperoleh data pertumbuhan padi
dan tiga model pertumbuhan utama untuk tanaman padi.
Puspitasari et al. (2010), juga melakukan penelitian mengenai pemantauan
fase pertumbuhan padi dengan teknologi penginderaan jauh menggunakan metode
SMA dari Hymap di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Diperoleh hasil bahwa
dengan teknologi ini mampu memantau fase pertumbuhan padi dengan klasifikasi
SMA yang memberikan nilai kesalahan (RMSE) kecil dengan nilai 14,54%.
Dengan demikian, teknologi penginderaan jauh mampu dalam memantau
fase pertumbuhan padi. Namun, sensor optik yang sering dipakai dalam
penelitian-penelitian sebelumnya tidak optimal dalam pemantauan karena sensor
tersebut tidak dapat menghasilkan energi sendiri dan masih memerlukan energi
matahari. Oleh karena itu, sensor optik dalam teknologi penginderaan jauh hanya
dapat digunakan pada siang hari.
Sensor optik dan Synthetic Aperture Radar (SAR) adalah sistem yang
dapat memantau fase pertumbuhan padi. Cara kerja sensor optik memerlukan
matahari sebagai sumber energi dan terdapat masalah awan serta faktor tingginya
curah hujan. Hal tersebut berpengaruh pula terhadap panjang gelombang yang
diterima sensor optik. Namun, SAR memiliki keunggulan dibandingkan sensor
optik. SAR tidak memerlukan sumber energi matahari karena SAR mempunyai
energi sendiri. SAR juga bekerja siang dan malam tanpa terpengaruh dengan
masalah tutupan awan.
Karakteristik Spektral Sensor Optik dan Synthetic Aparture Radar
(SAR)
Sensor optik digunakan untuk mendeteksi radiasi sinyal matahari dalam
gelombang visible dan near infrared (VNIR) yang dipantulkan atau dihamburkan
dari permukaan bumi. Radiasi matahari menyentuh sebuah target permukaan, lalu
dipancarkan, diserap ataupun dipantulkan. Perbedaan pantulan dan penyerapan
dari suatu material dan perbedaan panjang gelombang yang digunakan akan
menghasilkan reflektansi yang berbeda pula (Kusman 2008). Contoh karakteristik
spektral reflektansi 3 material diantaranya: tanah, vegetasi, dan air disajikan pada
Gambar 1.

4

Gambar 1. Karakteristik spektral reflektansi tanah, air, dan vegetasi (Lillesand dan
Kiefer 1987).
Berbeda dengan sensor optik, penginderaan jauh SAR adalah pencitraan
dengan memancarkan radiasi gelombang ke suatu permukaan bumi yang akan
dicitrakan. SAR tidak bergantung kepada energi matahari. Citra dari permukaan
bumi dibentuk oleh pantulan atau hamburan energi gelombang radar dan sinyal
gelombangnya dikembalikan lagi ke sensor. Menurut Sabins (2007), penetrasi
gelombang radar dalam medium udara dipengaruhi oleh spektrum gelombang
elektromagnetik yang digunakan, nilainya diantara frekuensi 300 Mhz hingga 30
Ghz atau pada panjang gelombang 1 cm sampai 1 m dengan polarisasi vertikal
ataupun horizontal. Spektrum gelombang elektomagnetik itu sendiri dapat
dikelompokkan menjadi beberapa band, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Band dari panjang gelombang dan frekuensinya
Band
Ka
K
Ku
X
C
S
L
P

Panjang Gelombang (cm)
0,8 – 1,1
1,1 – 1,7
1,7 – 2,4
2,4 – 3,8
3,8 – 7,5
7,5 – 15,0
15,0 – 30,0
30,0 – 100,0

Frekuensi (MHz)
40.000 – 26.500
26.500 – 18.000
18.000 – 12.500
12.500 – 8.000
8.000 – 4.000
4.000 – 2.000
2.000 – 1.000
1.000 – 300

SAR Polarimetri
Kedalaman penetrasi dari sumber gelombang mikro tergantung pada
polarisasi dan frekuensi gelombang. Sinyal dapat disaring sehingga gelombang
elektrik dibatasi hanya pada satu bidang datar yang tegak lurus arah perjalanan
gelombang (tenaga yang tidak terpolarisasi menyebar kesemua arah tegak lurus
arah perambatannya) (Sabins 2007). Polarisasi energi radar disajikan pada
Gambar 2.

5

Gambar 2. Polarisasi Radar (Sabins 2007)
Menurut Handayani (2011), sinyal SAR (Synthetic Aperture Radar) dapat
ditransmisikan pada bidang mendatar (H) ataupun tegak (V). Terdapat empat
kemungkinan kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang berbeda, yaitu
dikirim Horizontal diterima Horizontal (HH), dikirim Horizontal diterima Vertikal
(HV), dikirim Vertikal diterima Horizontal (HV), dan dikirim Vertikal diterima
Vertikal (VV). Citra polarisasi silang dihasilkan dari paduan HV dan VH,
sedangkan citra polarisasi searah dihasilkan dari paduan HH dan VV (Lillesand
dan Kiefer 1990).
Pemanfaatan SAR Polarisasi Tunggal untuk Pemantauan Fase
Pertumbuhan Tanaman Padi
Pada awal perkembangannya, sensor SAR hanya menyediakan polarisasi
tunggal saja. Masalah daya di satelit, kapasitas pengiriman, dan kemampuan
komputasi merupakan pembatas yang signifikan pada masa tersebut. Lembaga
Antariksa Eropa (ESA) memiliki 2 satelit SAR yang identik yaitu ERS-1 dan
ERS-2 yang menggunakan polarisasi VV pada C-band. Jepang juga
menyumbangkan penyediaan data SAR L-band dengan polarisasi HH
(Cahyaningsih 2012).
Kurosu et al. (1997), melakukan penelitian tentang hubungan antara
koefisien backscatter dan parameter pertumbuhan tanaman padi dengan
menggunakan data C-Band SAR polarisasi tunggal VV. Penelitian juga dilakukan
oleh Shao et al. (2008) dan Chakraboty et al. (2005), dengan menggunakan
RADARSAT-1 polarisasi tunggal HH. Sama seperti penelitian Kurosu
sebelumnya, penelitian ini juga untuk memantau tanaman padi dan mengambil
parameter pertumbuhan tanaman padi. Namun demikian, informasi yang
diberikan pada polarisasi tunggal ini terbatas. Oleh sebab itu, saat ini penelitian
dengan menggunakan polarisasi ganda ataupun polarisasi penuh banyak dilakukan.
Pemanfaatan Polarisasi Ganda dan Polarisasi Penuh
Perkembangan teknologi menyebabkan teknologi polarisasi ganda mulai
diperkenalkan. Le Toan et al. (1997) dan Wang et al. (2008), telah melakukan
penelitian meggunakan C-band co-terpolarisasi (HH dan VV) pada 230 Incident
angle. Penelitian menunjukkan intensitas hamburan balik pada polarisasi HH dan
VV mengalami peningkatan yang signifikan selama fase vegetatif, dan kemudian
menurun selama masa reproduktif sampai panen. Berkaitan dengan ini, Chen dan

6
Mc Nairn (2006) dengan memanfaatkan data C-band SAR dalam pemetaan sawah
menggunakan polarisasi ganda HH dan VV. Hasil analisis menunjukkan data
SAR yang telah dikembangkan memiliki nilai backscatter yang tinggi pula pada
masa vegetatif. Analisis hamburan balik (backscatter) yang dilakukan
menunjukkan bahwa banyaknya massa daun dan tinggi tanaman menjadi dua
parameter utama yang berkontribusi dalam hamburan balik RADARSAT.
Wu et al. (2011), melakukan studi pemantauan fase tumbuh padi
menggunakan polarisasi penuh (HH, HV, VH, dan VV) RADARSAT-2 sebanyak
3 scene citra yang diakuisisi pada tahun 2009 di China Selatan. Polarisasi HV dan
VH menunjukkan hubungan terbaik dengan umur padi setelah transplanting. HV
atau VH lebih cocok digunakan untuk mengambil parameter padi seperti biomassa
dan tinggi tanaman padi dari pada HH dan VV. Namun demikian, kesalahan kecil
dapat terjadi seperti variabilitas lapang, nilai sudut datang, dan noise speckel.
Empat polarisasi yang ditunjukkan oleh Wu menyimpulkan bahwa polarisasi VV
memiliki korelasi yang paling rendah antara umur padi dan parameter
pertumbuhan padi.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Li et al. (2010), dengan
memanfaatkan citra RADARSAT-2 polarisasi penuh. Hasil penelitian
menunjukkan polarisasi HH/HV adalah kombinasi polarisasi terbaik untuk
identifikasi padi. Keakuratan identifikasi padi pada polarisasi ini mencapai 82,3%.
Analisis Hamburan Balik (Backscatter)
Menurut Musyarofah et al. (2010), kombinasi band yang paling sesuai
untuk identifikasi obyek seperti vegetasi, daerah pemukiman, sawah, lahan
terbuka dan ladang adalah kombinasi HH, HV, HH-HV. Sedangkan untuk
identifikasi obyek dengan tekstur permukaan horizontal yang halus, kombinasi
polarimetri yang dapat digunakan adalah kombinasi HH, HV, HH/HV atau
kombinasi HH, HV, HH+HV.
Koefisien hamburan balik dipengaruhi oleh beberapa parameter yaitu:
panjang gelombang, antena, dan kekuatan transmisi, geometri citra radar (lebar
sinar, sudut datang, dan jarak), topografi, orientasi, kelembaban, kekasaran
permukaan, dan kecerahan permukaan dari suatu objek pada citra radar.
Kekasaran dan kecerahan permukaan objek mempengaruhi reflektivitas
energi gelombang mikro. Permukaan horizontal yang halus akan merefleksikan
energi gelombang mikro menjauhi sensor dan disebut sebagai fenomena spekular.
Pada permukaan kasar, energi gelombang mikro akan dipencarkan (scattered) ke
beberapa arah sekaligus; dikenal sebagai diffuse atau reflektansi tersebar. Panjang
gelombang pantulan yang berkaitan dengan variasi relief seperti kekasaran
permukaan ditunjukkan oleh Gambar 3.

7

Keterangan :
A = Pemantulan sempurna
B = Pemantulan baur
C = Pemantulan sudut

Gambar 3. Pantulan Radar dari Berbagai Permukaan (Lillesand dan Kiefer, 1990)
Yang et al. (2012), menyajikan hubungan antara variasi hamburan balik
dengan parameter pertumbuhan tanaman padi di area pertanian Gongqingtuan
Provinsi Jiangsu, China. Data yang digunakan adalah citra RADARSAT-2
polarisasi penuh sebanyak 2 scene yang diakuisisi 19 Juli dan 29 Agustus 2010.
Dalam setiap wilayah pemantauan, enam sampai sepuluh lokasi pengambilan
sampel dipilih untuk memantau tahap pertumbuhan padi, kerapatan tanaman,
biomassa di atas tanah, LAI, kadar air tanaman, dan parameter struktur tanaman
seperti tinggi kanopi, ukuran daun dan batang. Parameter ini berkorelasi secara
signifikan dengan nilai hamburan balik. Variasi hamburan balik VV berhubungan
negatif dengan hampir semua parameter pertumbuhan tanaman padi pada tahap
booting. VH dan HV memiliki korelasi yang lebih baik dengan perubahan
biomassa beras dan LAI dibandingkan dengan HH dan VV. Hal itu disebabkan
masih banyak kesalahan dalam data eksperimen dan observasi.
Klasifikasi Melalui Metode Maximum Likelihood
Klasifikasi merupakan suatu proses dimana semua piksel dari citra yang
memiliki pengenalan spektral yang sama diidentifikasi. Fungsi utama klasifikasi
adalah untuk melakukan pemisahan dari suatu populasi yang kompleks ke dalam
kelompok – kelompok yang disebut kelas, yang dianggap sebagai unit-unit
homogen untuk tujuan tertentu (Malingreau dan Cristiani 1982).
Menurut Sarwoko (2004), informasi yang ditunjukkan oleh klasifikasi
metode Gaussian Maximum Likelihood cukup lengkap, karena selain rata – rata,
juga memperhatikan variansi dari ragam vektor obyek – obyek yang ada pada
kelas tersebut. Informasi ini berguna untuk mengetahui sebaran setiap kelas dari
variabel yang diukur. Metode ini disebut juga sebagai pengklasifikasi Bayes
untuk ragam vektor kelas yang diasumsikan memiliki sebaran normal. Hudson
(1987) menyebutkan metode ini merupakan pendekatan probablistik, dengan
fungsi keputusan yang digunakan adalah fungsi Bayes.

8
Klasifikasi Fase Tumbuh Padi Berdasarkan IRRI dan Dedatta
Fase tumbuh tanaman padi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian.
Yoshida (1981) menjelaskan bahwa IRRI (International Rice Research Institute)
membagi fase tumbuh padi menjadi tiga fase yaitu : fase vegetatif, fase
reproduktif dan fase pemasakan. Tiga fase tersebut kemudian dibagi lagi menjadi
beberapa tahapan. Fase vegetatif terdiri dari tahap perkecambahan, transplanting,
pembentukan anakan aktif, akhir dari anakan efektif, dan pembentukan jumlah
anakan maximum. Fase reproduktif terdiri dari tahap inisiasi primordia, bunting,
dan keluar malai. Kemudian, fase pematangan terdiri dari gabah matang susu,
gabah matang adonan, gabah matang kuning, dan matur. Tanaman padi
membutuhkan waktu selama 120 hari untuk tumbuh dimulai dari vegetatif sampai
pematangan/pemasakan.
Seperti IRRI, Dedatta (1981) juga menjelaskan bahwa klasifikasi fase
tumbuh tanaman padi terdiri dari fase vegetatif, fase reproduktif, dan fase
pematangan/pemasakan. Perbedaan klasifikasi ini terdapat pada tahapannya. Fase
vegetatif terdiri dari perkecambahan, pertunasan, pembentukan anakan, dan
pemanjangan batang. Fase reproduktif terdiri dari inisiasi penikel, keluar malai,
dan pembungaan. Kemudian fase pematangan/pemasakan terdiri dari gabah
matang susu, gabah setengah matang, dan gabah matang penuh.

METODE
Waktu dan Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan November
2014. Pengolahan data dan analisis citra dilakukan di laboratorium Penginderaan
Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Lokasi penelitian berada di Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat.
Wilayah ini merupakan salah satu wilayah penghasil padi terbesar di Indonesia.
Luas wilayah kabupaten Subang adalah 205.176,95 ha, sedangkan ketinggian
tempat adalah 0-1500 di atas permukaan laut. Batas- batas wilayah kabupaten ini
secara geografis adalah sebagai berikut:
 Sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Jawa
 Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Sumedang
 Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang
 Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat
Penelitian ini tepatnya berlangsung di PT. Sang Hyang Seri Regional I
Sukamandi. Wilayah kerja PT. Sang Hyang Seri (Persero) Regional Sukamandi
berbatasan dengan Kecamatan Ciasem, Blanakan, dan Patokbeusi, Kabupaten
Subang. Letak geografis PT. Sang Hyang Seri berada pada 1070 36’-1070 39’ BT
dan 6016’-6020’ LS dan berada pada ketinggian sekitar 15 m di atas permukaan
laut. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.

9

Gambar 4. Lokasi Penelitian

Kondisi Geografis
Wilayah Kabupaten Subang terletak diantara 1070 31’ sampai dengan 1070
54’ Bujur timur dan 60 11’ sampai dengan 60 49’ Lintang Selatan. Dilihat dari
topografinya, kabupaten Subang terbagi menjadi 3 zona klasifikasi daerah, yaitu :
1. Daerah Pegunungan dengan ketinggian antara 500 – 1500 m dpl denagn
luas 41.035,09 Ha atau 20% yang meliputi wilayah Kecamatan :
Serangpanjang, Sagalaherang, Ciater, Cisalak, Tanjungsiang, sebagian
Kasomalang dan Jalancagak.
2. Daerah Bergelombang/Berbukit dengan ketinggian antara 50 – 500 m dpl
dengan luas 71.502,16 Ha atau 34,85% yang meliputi wilayah
Kecamatan : Cijambe, Cibogo, Subang, Dawuan, Kalijati, Cipendeuy,
sebagian Kecamatan Cikaum dan Purwadadi.
3. Daerah Dataran Rendah dengan ketinggian antara 0 – 50 m dpl dengan
luas 92.639,7 Ha atau 45,15% yang meliputi Kecamatan : Blanakan,
Legonkulon, Pusakanagara, Pusakajaya, Pamanukan, Sukasari, Ciasem,
Patokbeusi, Pabauaran, Tambakdahan, Binong, Pagaden, Pagaden Barat,
Cipunagara, dan Compreng.
Kabupaten Subang dilintasi jalur transportasi pantai utara (pantura).
Kecamatan yang berada di jalur ini adalah Kecamatan Patokbeusi, Ciasem,
Sukasari, Pamanukan, Pusakajaya, dan Pusakanagara. Selain dilintasi jalur
pantura, Kabupaten Subang dilintasi pula jalur alternatif Sadang – Cikamurang.
Iklim
Iklim di Sukamandi memiliki dua tipe yaitu C-D (Ferguson) dan tipe curah
D (oldman), yaitu musim hujan terjadi pada bulan November - April dengan curah
hujan maksimal 610 mm. Rata-rata curah hujan pertahun 1200 mm sehingga tanah
di Sukamandi tergolong aluvial. Rata-rata suhu harian adalah 27-30 (DC) dengan
suhu udara maksimal 31,20 C dan suhu minimum 23,40 C. Kelembaban udara
relatif rata-rata menunjukan 86,7% dengan laju evaporasi harian 5,3 mm. Data
iklim yang meliputi grafik curah hujan, temperatur, dan kelembaban udara pada
tanggal pengambilan contoh disajikan pada Gambar 5.

Curah Hujan

10
35
30
25
20
15
10
5
0

Curah Hujan (mm)

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31

Kelembaban Udara

(a)
100
80
60
40

(b)

20
0

(c)

Kelembaban Udara (%)
07.00
Kelembaban Udara (%)
13.00
Kelembaban Udara (%)
18.00

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31

Temperatur

(b)

40,0
35,0
30,0
25,0
20,0
15,0
10,0
5,0
0,0

Temperatur (°C) 07.00

Temperatur (°C) 13.00

Temperatur (°C) 18.00
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31

(c)

Gambar 5. Curah Hujan (a), kelembaban udara (b), dan temperatur (c) Bulan
November Kecamatan Sukamandi, Subang 2012
Bidang Usaha
PT. Sang Hyang Seri Regional I Sukamandi memiliki luas 3150 ha.
Pengelolaan produksi dibagi menjadi dua sistem produksi, yaitu sistem swakelola

11
dan sistem kerjasama. Sistem swakelola merupakan sistem produksi yang dikelola
secara mandiri oleh perusahaan tersebut. Swakelola dimaksudkan untuk penelitian,
produksi padi inbrida SS dan ES dan sebagai pusat benih padi.
Sistem kerjasama merupakan sistem produksi yang dilakukan secara dua
pihak yaitu perusahaan dan petani. Petani menyewa lahan pada perusahaan dan
perusahaan memberikan benih kepada petani. Semua biaya selama proses
produksi padi ditanggung oleh petani. Cara pembayaran sewa oleh petani berupa
hasil panen dan sisa hasilnya dijual kembali kepada perusahaan dengan harga 5%
diatas harga pasar.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra
RADARSAT-2 sebanyak 3 scene yang diakuisisi pada 20 Agustus, 08 November,
dan 24 November 2012. Sensor RADARSAT-2 termasuk C-band yang memiliki
panjang gelombang 3,8 – 7,5 cm dan berfrekuensi antara 8 – 4 GHz.
Data tambahan yang dimanfaatkan adalah peta administrasi wilayah Jawa
Barat, peta jalan dan peta sungai wilayah Jawa Barat, peta blok lahan sawah dan
data realisasi tebar tanam produksi benih PT. Sang Hyang Seri tahun 2009-2013,
citra Google Earth, data iklim daerah Sukamandi Subang bulan November 2012
yang diterbitkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun
Klimatologi (BMKG) Darmaga Bogor. Adapun peralatan yang digunakan adalah
ArcView GIS 3.2, ArcGIS 9.3, Envi 4.5, Next ESA SAR Toolbox (NEST),
Statistica 7, Microsoft Word 2007, dan Microsoft Excel 2007.
Metodologi Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dibagi menjadi empat tahap yaitu 1) Persiapan,
2) Pengumpulan Data, 3) Survei Lapang, dan 4) Analisis Data.
1) Persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan studi literatur mengenai topik penelitian.
Studi literatur diperlukan untuk mempelajari informasi yang terkait dan
memahami metode yang sedang berkembang dalam penelitian ini. Data yang
dikumpulkan antara lain: buku teks serta jurnal dan artikel ilmiah. Selain itu,
dilakukan juga eksplorasi berbagai perangkat lunak yang digunakan seperti NEST,
ENVI 4.5, ArcGIS 9.3, dan Statistica 7.
2) Pengumpulan Data
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan data
diantaranya citra RADARSAT-2 sebanyak 3 scene yang diakuisisi 20 Agustus, 08
November, dan 24 November 2012, data realisasi tebar tanam benih padi PT.
Sang Hyang Seri, data laporan panen padi swakelola dan kerjasama produksi
inhibrida dan hibrida tahun 2009-2013, peta blok lahan sawah PT. Sang Hyang
Seri, Peta administrasi lokasi penelitian, serta data iklim yang meliputi data curah
hujan, data temperatur, dan data kelembaban harian wilayah Sukamandi (Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Balai Besar Wilayah II, Stasiun
Klimatologi Dramaga Bogor). Data tambahan lainnya diperoleh dari hasil survei
lapang sebelumnya dan dari sumber-sumber terkait lainnya.

12
3) Survei Lapang
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi pengamatan pada lahan
sawah PT. Sang Hyang Seri Regional I Sukamandi pada tanggal 28 Agustus 2014.
Beberapa kondisi lapang yang telah diamati disajikan pada Gambar 6.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 6. Kondisi pertumbuhan padi pada fase bera (a), fase vegetatif awal (b),
fase vegetatif akhir (c), dan fase pematangan atau menjelang panen (d).
Beberapa kondisi lahan sawah yang diamati diantaranya adalah padi pada
fase bera, fase vegetatif awal, fase vegetatif akhir, dan fase pematangan atau
menjelang panen. Pada fase bera, lahan sawah tampak tergenangi air dan belum
ditumbuhi padi. Lahan sawah sudah ditumbuhi padi terlihat pada fase vegetatif
awal. Pada fase ini lahan sawah masih didominasi oleh air dan rumpun padi yang
masih jarang. Genangan air sudah tidak terlihat pada fase vegetatif akhir karena
tertutup oleh rumpun padi yang merapat. Selain itu, ketersediaan air sedikit
dikurangi pada fase tersebut. Pada fase pematangan/pemasakan terlihat bulir –
bulir padi sudah keluar, daun padi menggulung, daun padi bagian bawah mulai
mengering dan rumpun kembali menjarang.
4) Analisis Data
Terdapat beberapa analisis data pada penelitian ini yaitu : analisis
keterkaitan hamburan balik citra RADARSAT-2 terhadap umur tanaman padi,
analisis tingkat keterpisahan kelas menggunakan Transformed Divergence, dan
analisis akurasi menggunakan confusion matrix.

13
Analisis Keterkaitan Hamburan Balik Citra RADARSAT-2 terhadap Umur
Tanaman Padi
Pada analisis ini, seluruh citra RADARSAT-2 dikalibrasi menjadi format
hamburan balik dengan satuan dB. Kalibrasi bertujuan untuk mengubah nilai
Digital Number menjadi nilai reflektan. Konishi et al. (2013) menyatakan
penghitungan kalibrasi citra diekspresikan pada persamaan 1.
σ0 = 10 log10 (DN2/K*sinɑ)
[dB]
(persamaan 1)
Dimana :
DN
= Digital Number dari amplitudo piksel
K
= Konstanta kalibrasi
Sehingga, koefisien hamburan balik rata-rata untuk AOI (Area of Interest) dapat
diestimasi pada persamaan 2.
σ0 = 10 log10 (∑(DN2)/N/K*sinɑd) [dB]
(persamaan 2)
Dimana :
N
= Piksel AOI
ɑd
= Pusat Incidence Angel di AOI
Setelah dilakukan kalibrasi, dilanjutkan dengan proses filtering dan
reprojection. Jenis filter yang digunakan adalah Gamma Map 5x5 sedangkan
proyeksi yang digunakan adalah dalam bentuk UTM (Universal Transverse
Mercator). Semua proses ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
NEST (Next ESA SAR Toolbox). Dalam proses ini dihasilkan data RADARSAT2 dalam bentuk σ0 dB. Sementara itu, umur tanaman padi yang didapatkan dari
data tebar tanam pada masa tanam (MT) 2012 dan MT 2012-2013 dimasukkan
kedalam atribut peta blok sawah sesuai dengan kode bloknya. Kemudian,
dilakukan pengambilan contoh terhadap umur tanaman padi yang seragam. Proses
ini dilakukan dengan menggunakan prangkat lunak ArcView 3.2. Citra
RADARSAT-2 yang telah melalui proses stacking dengan kombinasi HH dan HV
disajikan pada Gambar 7.

(a)

(b)

(c)

Gambar 7. Citra RADARSAT-2 yang diakuisisi tanggal 20 Agustus 2012 (a), 08
November 2012 (b), dan 24 November 2012 (c)

14
Data RADARSAT-2 selanjutnya dikoreksi geometri dengan perangkat
lunak ArcView GIS 3.2, sehingga data siap diolah di dalam perangkat lunak Envi
4.5. Kombinasi citra yang digunakan adalah HH dan HV. Proses pengambilan
contoh dilakukan dengan memilih 25 piksel pada masing-masing umur tanaman
padi pada blok sawah PT. Sang Hyang Seri. Terdapat 32 kelas atau kelompok
umur tanaman padi yang diakuisisi dengan citra RADARSAT-2 pada tanggal 20
Agustus 2012, 18 kelas umur tanaman padi pada citra tanggal 08 November 2012,
dan 17 kelas umur tanaman padi pada citra tanggal 24 November 2012. Kelas
umur tanaman padi pada masing – masing citra ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kelas Umur Tanaman Padi pada Citra RADARSAT-2
Tanggal Citra

Jumlah Kelas

20 Agustus 2012

32

08 November 2012

18

24 November 2012

17

Umur Tanaman Padi (HST)
56, 48, 58, 59, 67, 69, 70,
53, 54, 63, 66, 43, 49, 38,
82, 94, 49, 60, 94, 99, 89,
104, 89, 123, 122, 121, 66,
63, 92, 95, 96, dan 66
21,3, 3, 5, 6, 18, 11, 14, 26,
22, 27, 24, 16, 25, 15, 21,
24, 18, dan 19.
37, 19, 19, 21, 22, 34, 27,
30, 42, 38, 43, 40, 41, 32,
37, 40, 34, dan 35.

Langkah berikutnya adalah mengekstrak nilai polarimetri yang dihasilkan
dari citra tersebut pada kelompok umur tanaman yang telah didapatkan ke sebuah
tabel. Selanjutnya dilakukan analisis statistik Boxplot sehingga dihasilkan diagram
distribusi nilai polarimetri HH dan HV terhadap umur tanaman padi. Lokasi blok
lahan sawah dan pengambilan contoh umur tanaman padi pada masing-masing
citra disajikan pada Gambar 8, 9, dan 10.

(a)

(b)

Gambar 8. Citra RADARSAT-2 20 Agustus 2012: Lokasi Blok Lahan Sawah PT.
Sang Hyang Seri (a), dan lokasi pengambilan contoh umur tanaman
padi (b)

15

(a)

(b)

Gambar 9. Citra RADARSAT-2 08 November 2012: Lokasi Blok Lahan Sawah
PT. Sang Hyang Seri (a), dan lokasi pengambilan contoh umur
tanaman padi (b)

(a)

(b)

Gambar 10. Citra RADARSAT-2 24 November 2012: Lokasi Blok Lahan Sawah
PT. Sang Hyang Seri (a), dan lokasi pengambilan contoh umur
tanaman padi (b).
Analisis Tingkat Keterpisahan Kelas menggunakan Transformed Divergence
dan Proses Klasifikasi

Sebelum melakukan klasifikasi secara numerik, sangat penting dilakukan
analisis tingkat keterpisahan spektral. Menurut Panuju et al. (2010), metode yang
dapat dilakukan untuk mendapatkan tingkat keterpisahan adlah dengan
menggunakan metode Transformed Divergence melalui persamaan berikut:
TDij = 2[1exp(Dij/8)]
(1)

16
Dimana TDij adalah parameter Transformed Divergence dan Dij adalah parameter
yang diperoleh dari persamaan berikut:
Dij = 0,5 [(Ci-Cj) (Ci-1-Cj-1)] + 0,5tr[(Ci-1-Cj-1)(µ i-µ j)(µ i-µ j)T]
(2)
Dimana :
µi
= Nilai rataan vektor kelas ke-i
Ci
= Nilai matriks koragam kelas ke-I
Tr
= Fungsi tras
T
= Fungsi transposisi
Nilai maksimum diperoleh saat nilai ɑ sama dengan tak hingga.
Setelah mendapatkan nilai tingkat keterpisahan kelas, maka dilakukan
proses klasifikasi. Klasifikasi menggunakan Maximum Likelihood. Perhitungan
probabilitas menggunakan Maximum Likelihhod disini memungkinkan untuk
menemukan sebuah piksel dari kelas i pada vektor X yang didefiniskan oleh
persamaan :
P(i‫׀‬X) = P(X‫׀‬i)P(i)/P(X)
Dimana :
P(i‫׀‬X) =Probabilitas bersyarat dari kelas i, dihitung mengingat bahwa vektor X
ditetapkan secara apriori (tanpa syarat). Probabilitas ini juga disebut
likelihood
P(X‫׀‬i) =Probabilitas bersyarat (conditinal) dari vektor X, dihitung mengingat
bahwa kelas ditetapkan secara apriori
P(i) =Probabilitas kelas i muncul dalam sebuah citra
P(X) =Probabilitas dari vektor X
Rusdi (2005) menyatakan untuk alasan matematik, suatu distribusi normal
multivariate dapat digunakan sebagai fungsi densitas probabilitas. Dalam kasus
distribusi normal, kemungkinan nilai X masuk ke dalam kelas k dapat
diekspresikan sebagai berikut:

Klasifikasi fase tumbuh tanaman padi menggunakan sistem kelas IRRI dan
Dedatta. Sistem klasifikasi fase tumbuh tanaman padi berdasarkan IRRI dan
Dedatta ditunjukkan pada Tabel 3. Klasifikasi ini dikembangkan dibeberapa
Kecamatan seperti Kecamatan Blanakan, Ciasem, dan Patokbeusi. Peta kecamatan
didapatkan dari hasil dijitasi citra Google Earth.

17
Tabel 3. Fase Pertumbuhan Tanaman Padi menurut IRRI dan Dedatta
IRRI
Fase

Tahap
Perkecambahan
(Germination)
Transplanting

Pematangan
(Ripening)

Tahap
Perkecambahan
(Germination)
Pertunasan
(Seeding Stage)
Pembentukan
anakan (Tillering
Stage)
Pemanjangan
batang (Stem
elongation)

0

Muncul Anakan aktif
(Active Tillering)

0 – 20

Akhir dari anakan efektif
(End of effective
Tillering)
Jumlah anakan maximum
(Maximum Tiller
number)
Panicle Primordia
Initiation

20 – 32

Bunting (Booting)

60 – 70

Keluar malai (Heading)
Gabah matang susu
(Milky)
Gabah matang adonan
(Dough)
Gabah matang kuning
(Yellow Ripe)
Maturity

70 – 80
80 – 85

Vegetatif

Reproduktif

Dedatta
Umur
(HST)
-20 - 0

32 – 40
40 – 60

Inisiasi
bunga/primordia
sampai bunting
Keluar malai
(Heading stage)
Pembungaan
Gabah matang susu

85 – 90
90 – 100

Gabah setengah
matang
Gabah matang
penuh

Umur
(HST)
-20 - 15
-15 – 0
0 – 25
25 – 35

35 – 45

45 – 65

65–100

100–120

Analisis Akurasi
Setelah dilakukan beberapa tahap analisis, selanjutnya dilakukan analisis
akurasi. Analisis akurasi ini melibatkan masing – masing 2 titik sample yaitu:
training sample dan test sample. Training sample dimaksudkan untuk
mengklasifikasikan fase tumbuh padi sedangkan test sample dimaksudkan untuk
menguji data sample yang telah diklasifikasi tersebut. Melalui pendekatan
confusion matrix akan didapatkan tingkat kepercayaan pada masing – masing
klasifikasi fase tumbuh tanaman padi. Pendekatan confusion matrix dan diagram
alir penelitian ini diekspresikan oleh Tabel 4 dan Gambar 11.
Tabel 4. Matriks Kesalahan pada Test Sample
Data Tes Area
A
B
...
D
Total Kolom
User’s

Diklasifikasikan ke
Kelas
Xii

Xkk
Xii/Xkk

Total Baris
+

Xk

Xkk
N

Producer’s
Xkk/Xk+

18
.
Citra
RADARSAT-2
sebanyak 3 scene

Citra Google Earth
Kec.Blanakan,
Ciasem, Patokbeusi

Data Tebar
Tanam 2
Musim Tanam

Peta
Administrasi

Data Training
Titik Sampel

Klasifikasi
Visual

Data Test

Peta Penggunaan
Lahan

Analisis Deskriptif
Boxplot

Klasifikasi Maximum
Likelihood

Karakteristik Keterkaitan
Hamburan Balik HH dan
HV terhadap Umur
Tanaman Padi

Analisis Faktor Pengaruh
(Data Iklim)

Analisis Tingkat
Keterpisahan Kelas
(Transformed Divergence)

Korelasi
Gambar 11. Diagram Alir Penelitian

Kelas Fase
Tumbuh menurut
IRRI

Kelas Fase
Tumbuh menurut
Dedatta

Peta Fase
Tumbuh IRRI

Peta Fase
Tumbuh Dedatta

Analisis Akurasi
(Confusion
Matrix)

19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterkaitan Nilai Hamburan Balik HH dan HV terhadap Umur
Tanaman Padi
Hasil pengambilan contoh atau sampling umur tanaman padi pada
beberapa scene citra RADARSAT-2 terwakili oleh nilai polarimetri HH dan HV
dalam (decible) dB. Gambar 12 menunjukkan nilai hamburan balik HH dan HV
terhadap umur tanaman padi di PT. Sang Hyang Seri. Nilai dari masing-masing
hamburan balik HH dan HV merupakan nilai keseluruhan dari data yang
mencakup 25 piksel terhadap umur tanaman padi yang beragam mulai dari 3 hari
sampai 123 hari setelah tanam atau menjelang panen.
0
-2
-4

Koefisien Hamburan Balik (dB)

-6
-8
-10
-12
-14
-16
-18
-20
-22
-24
-26
-28
-30
0

8

16

24

29

33

37

41

60

80

100

120

HH (dB)
Outliers
Extremes
HV (dB)
Outliers
Extremes

Umur

Gambar 12. Karakteristik Hamburan Ba