Profil Fitokimia dan Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) secara In Vitro dan In Vivo

PROFIL FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIKALKULI
EKSTRAK AIR DAUN TAPAK DARA (Catharanthus roseus)
SECARA IN VITRO DAN IN VIVO

SALMI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Fitokimia dan
Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) secara
In Vitro dan In Vivo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Penelitian ini didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
melalui Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian 2014. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Salmi
NIM G84100084

ABSTRAK
SALMI. Profil Fitokimia dan Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara
(Catharanthus roseus) secara In Vitro dan In Vivo. Dibimbing oleh POPI ASRI
KURNIATIN dan SYAMSUL FALAH.
Daun tapak dara putih (Catharanthus roseus) telah digunakan masyarakat
secara tradisional dalam pengobatan batu ginjal, tetapi penelitian ilmiah terkait hal
ini belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
komponen fitokimia dan menguji aktivitas antikalkuli ekstrak air daun tapak dara
secara in vitro dan in vivo. Analisis fitokimia dilakukan secara kualitatif.
Pengujian aktivitas antikalkuli secara in vitro dilakukan dengan cara mengamati
peluruhan kalsium oksalat dalam berbagai konsentrasi ekstrak. Pengujian secara
in vivo dilakukan terhadap tikus Sprague dawley yang diinduksi etilen glikol

0.75% dan ammonium klorida 1% secara ad libitum selama 10 hari menggunakan
ekstrak dengan dosis 100 mg/kg BB dan 300 mg/kgBB. Komponen fitokimia pada
ekstrak air tapak dara meliputi alkaloid, fenolik, flavonoid, tanin, saponin dan
triterpenoid. Ekstrak air dengan konsentrasi 5% memiliki kemampuan peluruhan
kalsium oksalat tertinggi yaitu sebesar 262.13±12.36 ppm. Pengujian secara in
vivo menunjukkan ekstrak air mampu menaikkan bobot badan dan menurunkan
kreatinin serum serta kalsium ginjal tikus, namun tidak mampu menurunkan
jumlah deposit kristal ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak air daun tapak
dara tidak memiliki aktivitas antikalkuli.
Kata kunci: Catharanthus roseus, ekstrak air, batu ginjal, antikalkuli
ABSTRACT
SALMI. Phytochemical Profile and Anticalculi Activity of Aqueous Extract of
Catharanthus roseus (L.) G. Don leaves In Vitro and In Vivo. Supervised by
POPI ASRI KURNIATIN and SYAMSUL FALAH.
Catharanthus roseus leaves have been traditionally used for kidney
stone’s treatment, but scientifically study about it hasnot been done. This study
aims to analyze the phytochemical component and examine the anticalculi activity
aqueous extract of Catharanthus roseus in vitro and in vivo. Phytochemical
analysis is conducted qualitatively. In vitro anticalculi activity carried out to
observe the decay of calcium oxalate in various concentration of extract. In vivo

testing using aqueous extract with dose 100 mg/kg and 300 mg/kg in induced
Sprague dawley rats by ethylene glycol 0.75% and ammonium chloride 1% ad
libitum for 10 days. Phytochemical components contained in aqueous extract of
Catharanthus roseus include of alkaloids, phenolic, flavonoids, tannins, saponins
and triterpenoids. Aqueous extract with 5% concentration has the highest ability
to decay calcium oxalate that is equal to 262.13 ± 12.36 ppm. Aqueous extract
could increase body weight and decrease serum creatinine along with the rat
kidney’s calcium, but it couldn’t reduce the number of renal crystal deposition.
This indicates that aqueous extract of Catharanthus roseu leaves don’t have
anticalculi activity.
Keywords: Catharanthus roseus, aqueous extract, kidney stones, anticalculi

PROFIL FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIKALKULI
EKSTRAK AIR DAUN TAPAK DARA (Catharanthus roseus)
SECARA IN VITRO DAN IN VIVO

SALMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Profil Fitokimia dan Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun
Tapak Dara (Catharanthus roseus) secara In Vitro dan In Vivo
: Salmi
: G84100084

Disetujui oleh


Popi Asri Kurniatin, SSiApt MSi
Pembimbing I

Dr Syamsul Falah, SHut MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, ungkapan puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Profil Fitokimia dan Aktivitas
Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) secara In Vitro

dan In Vivo terlaksana atas Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP)
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI). Penelitian dilaksanakan mulai
dari bulan Maret sampai September 2014.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Popi Asri Kurniatin,
SSiApt MSi selaku dosen pembimbing utama dan Dr Ir Syamsul Falah, SHut MSi
sebagai dosen pembimbing kedua. Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih
kepada orang tua penulis yang telah memberikan doa dan motivasi untuk
menyelesaikan usulan penelitian ini. Terima kasih juga kepada Riswan Dwi
Cahyana, Esatri Rosetaati, Hasbi Narantika, Natasha Arviana, Maftuchin S,
Rahmah Dara A, beserta teman-teman Biokimia 47 yang ikut memberi semangat
untuk menyelesaikan karya tulis ini.
Penulis juga menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dalam
penulisan karya ilmiah ini, untuk itu penulis sangat terbuka terhadap kritik dan
saran yang membangun demi penyempurnaan isi tulisan ini. Semoga keterbatasan
tersebut mendorong penulis untuk terus belajar dan penelitian ini dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015
Salmi


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

METODE


2

Bahan dan Alat

2

Prosedur Penelitian

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Hasil

6

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Air Daun Tapak Dara


6

Komponen Fitokimia Ekstrak Air Daun Tapak Dara

6

Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In Vitro

6

Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In Vivo

7

Pembahasan

10

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Air Daun Tapak Dara


10

Komponen Fitokimia Ekstrak Air Daun Tapak Dara

11

Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In Vitro

11

Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In Vivo

12

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan


16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Konsentrasi kalsium terluruhkan pada ekstrak air daun tapak dara
Rata-rata bobot badan tikus
Konsentrasi kalsium ginjal
Deposit kristal kalsium oksalat pada ginjal tikus
Histopatologi ginjal kanan
Metabolisme Etilen Glikol

6
7
9
9
10
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tahapan penelitian
2 Hasil determinasi tumbuhan oleh LIPI Cibinong
3 Kadar air serbuk daun tapak dara
4 Rendemen ekstrak air daun tapak dara
5 Uji fitokimia ekstrak air daun tapak dara
6 Kurva standar kalsium
7 Hasil pengukuran kalsium terlarut secara in vitro
8 Uji statistik rata-rata bobot badan hewan coba selama perlakuan
9 Kurva standar kreatinin
10 Uji statistik konsentrasi kreatinin serum darah hewan coba
11 Uji statistik konsentrasi kalsium ginjal kiri tikus Sprague Dawley

21
22
23
23
24
25
25
26
27
27
29

PENDAHULUAN
Penyakit batu ginjal merupakan suatu keadaan ditemukaannya batu
(kalkuli) di dalam ginjal, terutama di daerah tubulus ginjal atau pelvis ginjal
(Brooker 2008). Penyakit ini menimbulkan masalah kesehatan yang cukup
signifikan di Indonesia maupun dunia. Kemenkes RI (2013) mencatat prevalensi
penderita batu ginjal mencapai 0.6% penduduk dengan penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan wanita. Pembentukan batu berawal dari ketidakseimbangan
beberapa faktor seperti volume urin; komponen mineral seperti kalsium, oksalat,
fosfat, natrium, asam urat; konsentrasi inhibitor batu ginjal seperti; sitrat,
magnesium, mukoprotein Tamm-Horsfall; dan pH urin (Menon et al. 2000).
Batu di dalam ginjal dapat menyebabkan obstruksi ginjal yang
menimbulkan nyeri hebat, penurunan fungsi ginjal dan dapat berakhir pada gagal
ginjal (Baradero et al. 2009). Penggunaan obat sintetik dan teknologi terkini
berupa tindakan pembedahan atau pemanfaatan glombang kejut (Extracorporeal
lithotrips-ESWL) telah dilakukan dalam penanganan batu ginjal. Namun,
prosedur ini terkendala biaya yang mahal dan resiko pembentukan batu kembali
(Prasad et al. 2007). Butiran batu sisa penghancuran juga dapat menimbulkan luka
pada ginjal, penurunan fungsi ginjal, perdarahan, dan hipertensi (Bounani et al.
2010). Adanya alternatif pengobatan sangat dibutuhkan untuk mengatasi kendala
ini, salah satunya dengan pemanfaatan tanaman obat.
Tanaman obat memiliki komponen fitokimia yang dapat bekerja pada
berbagai tahap patofisiologi batu ginjal. Hal ini lebih menguntungkan
dibandingkan dengan penggunaan obat sintetik yang mempengaruhi salah satu
tahap saja (Patera et al. 2011). Komponen fitokimia bekerja melalui beberapa
mekanisme seperti aktivitas diuretik; menyeimbangkan promotor dan inhibitor
kristalisasi di urin (aktivitas antikristalisasi); melepaskan mucin pengikat batu
(aktivitas litotripsi); meningkatkan fungsi ginjal, mengatur metabolisme oksalat,
mencegah pembentukan batu ginjal kembali; meningkatkan status antioksidan
jaringan dan integritas membran sel; aktivitas antimikroba; analgesik dan anti
inflamasi (Yadav et al. 2011).
Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa komponen flavonoid dan
tanin pada ekstrak Aerva lanata memiliki aktivitas anti kristalisasi dengan
mencegah penempelan batu pada sel tubulus (Soundarajan et al. 2006). Flavonoid
pada Citrus medica L. terbukti memiliki aktivitas antidiuretik untuk menurunkan
promotor pembentuk batu ginjal (Kalpeshsinh et al. 2012). Atmani et al. (2004)
melaporkan fraksi saponin tanaman Herniaria hirsuta memiliki aktivitas
antikristalisasi dengan menghambat agregasi kristal ke sel tubulus.
Seduhan daun tanaman tapak dara berbunga putih (Catharanthus roseus)
telah lama digunakan masyarakat Sumatera Barat secara empiris dalam
pengobatan batu ginjal, namun belum terbukti secara ilmiah. Peranan daun tapak
dara dalam penanganan batu ginjal diduga karena keberadaan metabolit sekunder
pada tanaman ini. Tanaman ini terkenal sebagai penghasil 150 jenis alkaloid
seperti vincristina dan vinblastina (Koul et al. 2013). Kandungan metabolit
sekunder lain yang juga terdapat pada daun tapak dara yaitu steroid, saponin,
tannin, triterpenoid, fitosterol dan flavonoid seperti asam kafeoilquinik, kaemferol,
kuersetin dan isorhamnetin (Kumari et al. 2013; Ferreres et al. 2008).

2
Penelitian yang dilakukan meliputi analisis kadar air, analisis fitokimia,
dan uji aktivitas antikalkuli secara in vitro dan in vivo. Penelitian ini bertujuan
menguji komponen fitokimia dan aktivitas antikalkuli ekstrak air daun tapak dara
bunga putih secara in vitro terhadap peluruhan kalsium oksalat dan in vivo pada
tikus Sprague dawley yang diinduksi etilen glikol 0.75% dan amonium klorida
1%. Keluaran yang diharapkan adalah adanya pembuktian secara ilmiah mengenai
aktivitas antikalkuli ekstrak air daun tapak dara bunga putih. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi terkait manfaat daun tapak dara bunga
putih untuk mengobati penyakit batu ginjal dan mendorong penggunaan tanaman
obat dalam berbagai pengobatan penyakit dikalangan masyarakat.

METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tapak dara putih
(Catharanthus roseus) yang diperoleh dari kebun warga Nagari Pandai Sikek,
Tanah Datar, Sumatera Barat. Daun tapak dara dideterminasi di Herbarium
Bogoriense Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor (terlampir). Bahan diekstraksi
dengan pelarut akuades. Bahan-bahan untuk analisis fitokimia berupa akuades,
kloroform, amoniak, H2SO4, pereaksi Dragendorf, pereaksi Meyer, pereaksi
Wagner, metanol, FeCl3 1%, etanol 30%, eter dan asam asetat anhidrat. Pengujian
secara in vitro digunakan bahan berupa kalsium oksalat, ekstrak air, air bebas ion,
dan obat herbal komersial Batugin eliksir (PT Kimia Farma) yang berisi 3 gr daun
tempuyung dan 0.3 daun kejibeling tiap 30 mL eliksir. Pengujian secara in vivo
digunakan tikus putih jantan Sprague Dawley yang diperoleh dari Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Penginduksi batu ginjal berupa etilen glikol 0.75% dan
amonium klorida 1%. Bahan analisis kreatinin serum darah berupa H2SO4, Nawolframat, akuades, asam pikrat, dan NaOH. Kandungan kalsium ginjal dianalisis
dengan bahan berupa H2NO3 dan air bebas ion, sedangkan preparasi histopatologi
ginjal dilakukan dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin di Laboratorium Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Peralatan utama pada penelitian ini antara lain Spektrofotometer UV-Vis
(Shimadzu), Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS) (Shimadzu AA7000),
mikroskop polarisasi (Olympus) dan mikrosentrifuge (Hettich universal). Alat-alat
lain yang digunakan di antaranya kandang tikus, syringe 3cc, tabung ependorf 2
mL, neraca analitik, rotary evaporator (Eyela), oven, freezer, vortex, pipet mikro,
kuvet kaca 1 mL dan peralatan gelas seperti pipet volumetrik, tabung reaksi, labu
takar, gelas piala, dan labu Erlenmeyer.
Prosedur Penelitian
Preparasi Sampel
Pembuatan sediaan daun tapak dara meliputi proses sortasi, pengeringan,
dan penggilingan hingga berbentuk serbuk. Daun tapak dara putih yang baru saja
dipetik dibersihkan dengan air mengalir hingga kotoran yang menempel terlepas,
kemudian ditiriskan. Daun tapak dara bersih dikering anginkan pada suhu ruang,
kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 50ºC sampai diperoleh kadar

3
airnya ≤ 10%. Daun tapak dara yang telah kering selanjutnya dihaluskan sampai
diperoleh serbuk berukuran 100 mesh.
Analisis Kadar Air (modifikasi metode SNI 01-2891-1992)
Cawan porselen bersih ditimbang bobot awalnya. Cawan dikeringkan
dalam oven bersuhu 105ºC selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang bobot
keringnya. Sebanyak dua garam sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen,
kemudian dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105ºC selama 3 jam. Cawan
beserta isinya diangkat dan didinginkan dalam deksikator dan ditimbang
bobotnya. Pengeringan dilakukan hingga diperoleh bobot yang tetap.
Ekstraksi Daun Tapak Dara (Farhan et al. 2012)
Ekstrak air daun tapak dara diperoleh dengan metode perebusan serbuk
kering menggunakan pelarut akuades dengan perbandingan 1:10 v/v. Sebanyak 50
gram serbuk daun tapak dara ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer yang berisi 500 mL akuades. Perebusan dilakukan pada suhu 60 ºC
selama 3x4 jam. Filtrat dipisahkan dari residunya dan diuapkan dengan rotary
evaporator hingga diperoleh ekstrak berbentuk serbuk.
Analisis Fitokimia (modifikasi Harborne 2007)
Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambakan dengan 5 mL kloroform
dan 5 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 1.5 mL
H2SO4 2M. Fraksi asam dibagi ke dalam 3 tabung, kemudian masing-masing
tabung ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan Wagner. Adanya alkaloid
ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada perekasi Meyer, endapan merah
pada pereaksi Dragendorf dan endapan coklat pada pereaksi Wagner. Simplisia
daun tapak dara digunakan sebagai kontrol positif.
Uji Flavonoid dan Fenolik. Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambah 5 mL
metanol lalu dipanaskan pada suhu 50oC. Filtratnya dibagi ke dalam dua tabung.
Filtrat pertama ditambah H2SO4 pekat. Warna merah yang terbentuk menunjukkan
adanya senyawa flavonoid. Filtrat kedua ditambah NaOH 10%. Warna merah
yang terbentuk menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon. Simplisia sirih
merah digunakan sebagai kontrol positif flavonoid dan teh hijau sebagai kontrol
positif fenolik.
Uji Tanin. Sebanyak 0.05 gram ekstrak ditambah dengan air 2.5 mL
kemudian dididihkan pada suhu 100oC selama 5 menit. Setelah itu, larutan
ditambahkan 1 tetes FeCl3. Terdapatnya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya
warna biru atau hijau kehitaman. Teh hijau digunakan sebagai kontrol positif.
Uji Saponin. Sebanyak 0.05 g ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan ditambahkan 2.5 mL akuades. Setelah itu dididihkan pada 100oC selama 5
menit lalu dikocok hingga berbusa. Adanya saponin ditunjukkan dengan
terbentuknya busa yang stabil selama 15 menit. Buah klerak digunakan sebagai
kontrol positif.
Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambahkan 5
mL etanol 30% kemudian dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan lalu
ditambahkan dengan dietileter hingga larut. Fraksi dietileter diambil lalu
ditambahkan pereaksi Lieberman Buchard (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1
tetes H2SO4 pekat). Adanya steroid ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru
atau hijau, sedangkan triterpenoid ditujukkan dengan terbentuknya warna merah
atau ungu. Simplisia som jawa digunakan sebagai kontrol positif.

4
Uji Aktivitas Antikalkuli secara In Vitro (modifikasi Mimih 2008)
Pembuatan Kurva Standar Kalsium. Larutan standar kalsium dibuat
dari larutan stok kalsium 1000 ppm yang diencerkan dengan air bebas ion
sehingga diperoleh larutan standar kalsium berkonsenstrasi 0, 2, 4, 8, 12 dan 16
ppm. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer serapan atom (AAS)
pada panjang gelombang 422.7 nm. Kurva kalibrasi dibuat berdasarkan hubungan
linear antara konsentrasi larutan standar kalsium dan absorbansinya.
Pengukuran Konsentrasi Kalsium. Sebanyak ±100 mg kristal kalsium
oksalat direndam dalam 5 tabung yang berisi 10 mL air bebas ion, Batugin eliksir
1% (kontrol positif), ekstrak air 1%, 3% 5% dan 7%. Perendaman dilakukan
selama 5 jam pada suhu 37ºC dengan pengocokan setiap 15 menit menggunakan
vorteks, kemudian diendapkan setelah inkubasi berakhir. Sebanyak 7 mL filtrat
hasil rendaman didestruksi dengan H2SO4 pekat : HNO3 pekat (v/v 2:1), kemudian
dikocok hingga homogen dan dicukupkan volumenya hingga 50 mL dengan air
bebas ion. Pengukuran dilakukan dengan alat spektrofotometer serapan atom pada
panjang gelombang 422.7 nm. Konsentrasi kalsium ditentukan dengan
memasukkan nilai absorbansi kepersamaan kurva standar kalsium.
Uji Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In Vivo
Rancangan Percobaan dan Pemeliharaan Hewan Model. Sebanyak 25
ekor tikus jantan Sprague dawley (rata-rata bobot badan awal 166.72±14.84 g)
dipelihara dalam kandang individual Departemen Biokimia FMIPA IPB. Bobot
badan tikus ditimbang setiap hari. Pengambilan darah tikus dilakukan pada hari
ke-14, 24, 31 dan 38. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok (n=5); normal (N), batu
ginjal (BG), Batugin (BN), perlakuan I (PI) dan perlakuan II (PII).
Percobaan dilakukan dalam 3 tahap; adaptasi, induksi batu ginjal dan
pengobatan. Selama percobaan tikus diberi pakan standar sebanyak 20 g/hari/ekor
dan air minum secara ad libitum. Tahap adaptasi dilakukan selama 14 hari. Tahap
induksi batu ginjal dilakukan selama 10 hari. Selama masa ini, kelompok normal
(N) diberi air minum biasa, sedangkan kelompok lainnya diberi air minum yang
mengandung etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 1% pada secara ad libitum
(Fan et al. 1999).
Tahap pengobatan dilakukan selama 14 hari. Selama masa ini kelompok N
dan BG dicekok dengan akuades 2 mL/200 gram BB. Kelompok BN, PI dan PII
masing-masing dicekok Batugin eliksir 1%, ekstrak air dengan dosis 100mg/kg
BB dan 300 mg/kg BB. Setelah tahap pengobatan selesai, tikus dinekropsi dengan
menggunakan eter, organ ginjal diambil untuk pengukuran kadar kalsium dan
pengujian histopatologi ginjal.
Pengambilan darah tikus (Diehl et al. 2001). Sampel darah diambil pada
akhir masa adaptasi (hari ke-14), akhir masa induksi (hari ke-24), hari ke-7
pengobatan (hari ke- 31) dan hari ke-14 pengobatan (hari ke-38). Tikus
dipuasakan selama ±18 jam. Sesaat sebelum pengambilan darah, tikus diletakkan
dalam plastic tube lalu bagian ekornya dibersihkan dengan alkohol 70%. Darah
diambil sebanyak 1.5 mL melalui vena lateral ekor yang terlihat bewarna biru
dengan arah jarum searah mengikuti posisi pembuluh dan membentuk sudut 45º.
Darah diinkubasi pada suhu ruang 30-45 menit kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 6000 rpm selama 30 menit pada suhu 4°C. Serum darah diambil pada
bagian supernatannya.

5
Analisis kreatinin serum darah (Toora & Rajagopal 2002). Pengukuran
konsentrasi kreatinin serum dilakukan dengan metode Jaffe. Serum bebas protein
(filtrat Folin Wu) dibuat dengan menambahkan 1.5 mL air bebas ion, 1 mL H2SO4
0.67 N, 1 mL Na-Wolframat 10% dan 0.5 mL serum dalam tabung reaksi.
Campuran divortex hingga homogen, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 1500
RPM selama 5 menit. Filtrat yang didapatkan kemudian diukur kreatininnya.
Larutan sampel dibuat dengan penambahan 1 mL filtrat, 2 mL air, 1mL NaOH 4%
dan 1 mL asam pikrat 1%. Masing-masing dicampur secara merata lalu diinkubasi
selama 15 menit kemudian dibaca absorbannya pada panjang gelombang 520 nm.
Konsentrasi kreatinin serum diketahui dengan memasukkan nilai absorbansi ke
persamaan kurva standar kreatinin.
Analisis Kalsium Ginjal (Touhami 2007). Ginjal kiri dari masing-masing
tikus dikeringkan dalam oven 100°C selama 24 jam. Sebanyak 50 mg ginjal
kering diiris tipis kemudian dimasukan ke dalam tabung reaksi berisi 3.5 mL asam
nitrat 0.5 N untuk melarutkan kalsium. Tabung berisi ginjal dan asam nitrat
selanjutnya dipanaskan selama 30 menit dengan suhu 100°C sampai cairan
berubah menjadi kuning transparan. Konsentrasi kalsium diukur dengan AAS
pada panjang gelombang 422.7 nm. Konsentrasi kalsium pada ginjal dinyatakan
dalam mg/g ginjal kering.
Pengujian Histopatologi Ginjal (modifikasi Andrew K 2009). Ginjal
kanan tikus diambil setelah tikus dinekropsi. Ginjal disimpan dalam larutan
formalin 10%, kemudian dibuat perparat histopatologi. Pembuatan preparat
histopatologi ginjal terdiri atas 4 tahap, yaitu fiksasi, dehidrasi, pencetakan, dan
pewarnaan. Ginjal dipotong dengan ukuran 2x1x1 cm. Fiksasi dengan dengan
buffer neutral formalin (BNF 10%), dehidrasi dilakukan dengan perendaman
menggunakan etanol bertingkat, pencetakan, dan pewarnaan dengan HE
(Haematoxylin-Eosin). Preparat selanjutnya diamati menggunakan mikroskop
polarisasi untuk menghitung jumlah deposit kristal dengan perbesaran 200 kali.
Analisis Data
Percobaan dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu
faktor. Model rancangan tersebut menurut Mattjik & Sumertajaya (2000):
Yij = µ + τi + εij
Keterangan:
Yij
= pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= pengaruh rataan umum
τi
= pengaruh rataan ke-i,
εij
= pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j,
i
= pengaruh perlakuan (i=1, 2, 3, 4, 5)
j
= pengaruh ulangan (j = 1, 2, 3, 4, 5)
Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA (Analysis of Variance) dan
jika berbeda dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
dan tingkat kepercayaan 95%. Semua data dianalisis dengan program SPSS 20.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Air Daun Tapak Dara
Simplisia daun tapak dara bunga putih ditentukan kadar airnya, lalu
diekstraksi. Persentase kadar air simplisia daun tapak dara bunga putih sebesar
3.83 ±0.28%. Nilai kadar air simplisia ini lebih kecil dari standar yang ditetapkan
Materia Medika Indonesia (MMI) yaitu tidak lebih dari 10%. Proses ekstraksi
simplisia dilakukan dengan pelarut air menggunakan metode ekstraksi cara panas.
Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir (berat ekstrak
yang dihasilkan) dengan berat awal (berat biomassa sel yang digunakan) dikalikan
100%. Rendemen ekstrak daun tapak dara dengan pelarut air diperoleh nilai
sebesar 41.77±12.10%.
Komponen Fitokimia Ekstrak Air Daun Tapak Dara
Uji fitokimia dilakukan terhadap beberapa metabolit sekunder seperti
alkaloid, fenol, flavonoid, tanin, saponin, steroid dan triterpenoid. Ekstrak air
daun tapak dara menunjukkan hasil positif terhadap uji alkaloid, fenolik,
flavonoid, saponin, dan triterpenoid. Komponen steroid pada ekstrak ini tidak
terdeteksi. Proses ekstraksi dilakukan dengan pelarut polar yaitu air sehingga
diperkirakan komponen fitokimia yang terekstrak bersifat polar.
Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In vitro
Aktivitas antikalkuli ekstrak air daun tapak dara dihitung sebagai banyaknya
kalsium oksalat yang tidak beragregasi pada penambahan ekstrak dan dinyatakan
dalam konsentrasi kalsium. Hasil pengukuran konsentrasi kalsium yang dapat
dilihat pada Gambar 1. Penambahan ekstrak air dengan konsentrasi 1% telah
mampu meluruhkan kalsium sebanyak 47.78±4.90 ppm. Konsentrasi kalsium
tertinggi terdapat pada penambahan ekstrak air berkonsentrasi 5% yaitu sebanyak
262.13±12.36 ppm. Konsentrasi kalsium meningkat dengan adanya peningkatan
konsentrasi ekstrak air daun tapak dara dari 1% hingga 5%, namun menurun pada
ekstrak air dengan konsentrasi 7%. Ekstrak air daun tapak dara dengan
konsentrasi 3% mampu meluruhkan kalsium oksalat yang relatif sama dengan
Batugin eliksir 1% yaitu sebanyak 93.36 ± 2.92 ppm.

Gambar 1 Konsentrasi kalsium terluruhkan pada ekstrak air daun tapak dara

7
Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In Vivo
Bobot Badan Tikus Sprague Dawley
Penimbangan bobot badan tikus dilakukan setiap hari. Rata-rata bobot
badan tikus pada masing-masing tahap penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Rata-rata bobot badan tikus sebelum memasuki tahap induksi adalah
198.41±16.96 g. Rata-rata bobot badan tikus setelah diinduksi batu ginjal
menggunakan etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 1% menunjukkan
pengaruh yang beragam. Rata-rata bobot badan kelompok BG, BN dan PI
mengalami penurunan dibandingkan dengan bobot badan awalnya, namun tidak
berbeda nyata (p>0.05). Hal yang berbeda pada kelompok PII yang mengalami
peningkatan rata-rata bobot badan dibandingkan dengan bobot badan awalnya,
namun tidak sebesar peningkatan bobot badan kelompok yang tidak diinduksi
batu ginjal (kelompok N). Hal ini menunjukkan pemberian etilen glikol 0.75%
dan amonium klorida 1% berpengaruh terhadap bobot badan tikus percobaan.
Rata-rata bobot badan tikus kelompok yang diinduksi batu ginjal
mengalami peningkatan setelah induksi dihentikan dan dilanjutkan dengan tahap
pengobatan selama 14 hari. Peningkatan bobot badan diminggu kedua pengobatan
lebih tinggi dibandingkan dengan minggu pertama. Hanya kelompok PI yang
tidak mengalami peningkatan rata-rata bobot badan pada minggu pertama
pengobatan. Rata-rata bobot badan kelompok ini mengalami peningkatan setelah
14 hari pengobatan. Data pada akhir penelitian menujukkan bahwa kelompok PI
memiliki bobot badan terendah yaitu 216.43±42.25 g, namun tidak berbeda nyata
(p>0.05) dengan kelompok BN dan BG. Kelompok PII memiliki rata-rata bobot
badan tertinggi yaitu 258.09±31.52 g dan berbeda nyata (p0.05) dengan kelompok
N. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air daun tapak dara dengan
dosis tinggi mampu meningkatkan lebih banyak rata-rata bobot badan
dibandingkan dosis rendah.

Gambar 2 Rata-rata bobot badan tikus selama perlakuan kelompok Normal(N),
Batu ginjal (BG), Batugin (BN), Perlakuan I (PI) dan Perlakuan II
(PII)

8
Konsentrasi Kreatinin Serum Darah Tikus
Kreatinin serum merupakan penanda laju filtrasi glomerolus (Sato et al.
2011). Konsentrasi kreatinin selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Konsentrasi kreatinin kelompok N relatif stabil dan tidak berbeda nyata (p>0.05)
selama tahap perlakuan dengan konsentrasi rata-rata 0.65±0.15 mg/dL. Induksi
etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 1% pada kelompok BG, BN, PI dan PII
menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi kreatinin dari rentang awal 0.761.00 mg/dL menjadi 1.07-1.31 mg/dL. Uji statistik menunjukkan peningkatan
kreatinin serum darah tikus kelompok yang diinduksi batu ginjal berbeda nyata
(p0.05)
dengan kelompok N. Konsentrasi kreatinin serum kelompok yang diobati berkisar
antara 0.48-0.60 mg/dL. Setelah 14 hari pengobatan, kelompok PII memiliki
konsentrasi kreatinin terendah sebesar 0.37 mg/dL. Kelompok PI memiliki
konsentrasi kreatinin yang lebih tinggi yaitu 0.44 mg/dL. Peningkatan dosis
ekstrak mampu menurunkan konsentrasi kreatinin darah lebih banyak. Uji statistik
menunjukkan bahwa konsentrasi kreatinin kelompok PI dan PII berbeda nyata
(p0.05) dengan
kelompok BN dan N. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak air mampu
memperbaiki kondisi ginjal hingga menurunkan konsentrasi kreatinin serum darah.
Tabel 1 Konsentrasi kreatinin serum darah tikus
Konsentrasi kreatinin serum (mg/dL)
Hari ke-14
Hari ke-24
Hari ke-31
Hari ke-38
(p>0.05)
(p

Dokumen yang terkait

Isolasi dan Uji Ekstrak Metanol Bakteri Endofit Tapak Dara (Catharanthus roseus) dalam Menghambat Pertumbuhan Beberapa Mikroba Patogen

7 140 65

Efektivitas ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) sebagai larvasida nyamuk culex quinquefasciatus

3 14 33

Pemanfaatan tanaman herbal ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) sebagai antihiperglikemia dengan metode enkapsulasi nano kitosan

2 10 27

Enkapsulasi Nanokitosan pada Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) sebagai Antihiperglikemia

1 8 38

Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Tapak Dara (Catharanthus roseus) Secara In Vitro dan In Vivo pada Tikus dengan Induksi Etilen Glikol

0 6 41

PEMANFAATAN EKSTRAK BUNGA TAPAK DARA (Catharanthus roseus) SEBAGAI INSEKTISIDA ALAMI PEMBUNUH Pemanfaatan Ekstrak Bunga Tapak Dara (Catharanthus roseus) Sebagai Insektisida Alami Pembunuh Nyamuk Aedes aegypti.

0 8 15

PEMANFAATAN EKSTRAK BUNGA TAPAK DARA (Catharanthus roseus) SEBAGAI INSEKTISIDA ALAMI PEMBUNUH Pemanfaatan Ekstrak Bunga Tapak Dara (Catharanthus roseus) Sebagai Insektisida Alami Pembunuh Nyamuk Aedes aegypti.

0 6 17

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN TAPAK DARA (Catharanthus roseus G) TERHADAP KADAR GLUKOSA Uji Efek Ekstrak Etanol 70% Daun Tapak Dara (Catharanthus Roseus G) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar.

0 0 11

Uji Antioksidan dan Sitotoksik Infusa Tapak Dara (Catharanthus roseus (L)G.Don) Terhadap Karsinoma Mammae Secara In Vitro.

2 9 25

Efek Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus G.Don) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Mencit.

0 1 28