Karakteristik Morfologi dan Pemilihan Jenis Pakan oleh Kelelawar Megachiroptera di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kab. Sukabumi

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PEMILIHAN JENIS PAKAN
OLEH KELELAWAR MEGACHIROPTERA DI HUTAN
PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KAB. SUKABUMI

AMALIA CHOIRUNNISA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik
Morfologi dan Pemilihan Jenis Pakan Oleh Kelelawar Megachiroptera di Hutan
Pendidikan Gunung Walat, Kab. Sukabumi adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Amalia Choirunnisa
NIM E34100103

ABSTRAK
AMALIA CHOIRUNNISA. Karakteristik Morfologi dan Pemilihan Jenis
Pakan oleh Kelelawar Megachiroptera di Hutan Pendidikan Gunung Walat,
Kab. Sukabumi. Dibimbing oleh AGUS PRIYONO KARTONO dan IBNU
MARYANTO.
Kelelawar megachiroptera merupakan kelelawar pemakan buah, nektar
dan polen. Keberadaan satwa berfungsi sebagai agen penyebar biji dan
penyerbuk bunga. Sehingga penting untuk mengetahui kemampuan adaptasi
dan pakannya di alam. Penelitian ini dilaksanakan di HPGW mulai 14 juni-25
agustus 2014. Kelelawar ditangkap dengan menggunakan jaring kabut pada
empat tipe tutupan lahan dengan metode purposive sampling. Terdapat
sembilan jenis kelelawar yang teridentifikasi dalam penelitian ini. Tumbuhan
pakan yang teridentifikasi sebanyak 59 jenis dari 38 famili dan 13 tipe
mahkota bunga yang diidentifikasi dari analisis. Fabaceae, Musaceae, dan

Rubiaceae merupakan genus yang paling mempengaruhi perilaku makan.
Hasil dari PCA dan regresi logistik biner menunnjukkan bahwa D3P2, D4P2,
D4P1 dan D4P5 adalah peubah yang dapat dijadikan pembeda jenis pada
setiap habitat. Hasil analisis CCA dengan Canoco menyatakan bahwa
caryophllaceous sangat dipengaruhi oleh ukuran C1M3, sedangakan bunga
tipe appetallouse lebih fleksibel dengan ukuran tengkorak dan gigi.
Kata kunci: kelelawar Megachiroptera, morfometri, polen.

ABSTRACT
AMALIA CHOIRUNNISA. Morphological Characteristics and Diet Selection
by Bats Megachiroptera In Gunung Walat University Forest, Sukabumi.
Supervised by AGUS PRIYONO KARTONO and IBNU MARYANTO.
Megachiroptera are bats known as nectar, pollen, and fruit eaters. Their
role involves pollination and the dispersion of fruit. It is important to know
about the adaptability and their diet in the wild. This studies were conducted
in forest areal of GWUF on June-August 2014. Bats were caught by mist net
in four types of forest stands with purposive sampling method. Nine spesieses
of Megachiroptera were captured in this study. There are 59 spesieses of 38
families of plant and 13 types of corolla were known from pollen analysis to
identified of bats diet and foraging habits. Fabaceae, Musaceae and Rubiaceae

are the most genera were influance for foraging habits. The Results of PCA
and Binary Logistic analysis showed that D3P2, D4P2, D4P1 and D4P5 are
can be used to distinguishing spesies of bats in their habitat. The analysis of
CCA with Canoco obtain that caryophllaceous is very influential on C1M3.
Apetallouse flower shape is more flexible on the molar theeth characters.
Keywords : Megachiroptera bats, morfometry, pollen

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PEMILIHAN JENIS PAKAN
OLEH KELELAWAR MEGACHIROPTERA DI HUTAN
PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KAB. SUKABUMI

AMALIA CHOIRUNNISA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia dan rahmat-Nya sehingga penyusunan karya ilmiah ini dapat
diselesaikan. Penelitian ini memiliki tema kelelawar dengan judul
Karakteristik Morfologi dan Pemilihan Jenis Pakan oleh Kelelawar
Megachiroptera di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kab. Sukabumi.
Pengumpulan data lapangan dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan
bulan Agustus 2014 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW).
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Agus Priyono Kartono,
MSi dan Prof (RIS) Dr Ir Ibnu Maryanto, MSi selaku Pembimbing atas arahan
dan saran yang telah diberikan. Penghargaan penulis sampaikan kepada Dr Ir
Nandi Kosmaryandi, MScF selaku Direktur HPGW, Asisten Manajer Lapang,
dan seluruh staf HPGW, serta keluarga Lab. Genetika Hutan, Lab. Mikoriza
dan Lab. Entomologi Hutan, Dept. Silvikultur yang telah membantu selama
penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada

ayah Wachid Hasyim, ibu Susilo Mardirini, kakak Nur M Arrozy dan adik
Bintang Al-Bana atas dukungan dan kasih. Tak lupa penulis sampaikan terima
kasih untuk partner penelitian (Kendy D. Prayogi dan Oktania Kusuma),
sahabat (Wida Agustina, Nuning Hamidah, Febriyanti Mutiara, Lyan Lavista
dan Anugro P.), keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB, Departemen KSHE,
Nepenthes Raflessiana 47, dan HIMAKOVA serta semua pihak yang telah
memberikan bantuan moral maupun material selama penelitian berlangsung.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Amalia Choirunnisa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii


DARTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2


METODE

2

Lokasi dan Waktu

2

Alat dan Bahan

3

Metode Pengambilan Data

3

Metode Pengolahan Data

6


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN

8
8
17
23

Simpulan

23

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA


24

LAMPIRAN

28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Komposisi jenis kelelawar Megachiroptera di HPGW dan status
perlindungannya
Komposisi kelelawar Megachiroptera berdasarkan jenis kelamin
dan lokasi perjumpaan
Hasil uji data peubah morfometri sayap terhadap habitatnya
menggunakan analisis Regresi Logistik Biner

Perbandingan kerapatan tegakan pada tiap tutupan lahan
Matrik niche overlap pada jenis kelelawar Megachiroptera

9
9
14
14
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

7
8
9

10
11
12
13
14
15

Peta lokasi penelitian dan plot pengamatan
Kegiatan melepas kelelawar dari jala kabut
Parameter pengukuran karakteristik luar
Parameter karateristik tengkorak dan gigi kelelawar menurut
Andersen (1912) diacu dalam Rahman dan Abdullah (2010)
Tipe-tipe mahkota bunga
Bunga Calliandra sp. (tipe mahkota bunga apetalouse/bunga
telanjang) (a); bunga Annona sp. (tipe mahkota bunga sepalloid) (b);
bunga Passiflora sp. (tipe mahkota bunga rosaceous-corona) (c)
Komposisi pakan kelelawar Megachiropthera berdasarkan famili
tumbuhan
Jumlah jenis tumbuhan pakan yang dimanfaatkan oleh kelelawar
Megachiroptera
Pengelompokan kelelawar Megachiroptera berdasarkan jenis sumber
pakan
Pengelompokan jenis kelamin kelelawar Megachiroptera
berdasarkan jenis sumber pakan
Komposisi pakan kelelawar Megachiroptera berdasarkan bentuk
mahkota bunga
Pengelompokan jenis kelelawar berdasarkan pemilihan bentuk
mahkota bunga
Pengelompokan jenis kelamin kelelawar berdasarkan pemilihan
bentuk mahkota bunga
ubungan karakteristik ukuran tengkorak dan gigi terhadap tipe
bentuk mahkota bunga pada axis 1 dengan axis 2
Hubungan karakteristik ukuran tengkorak dan gigi terhadap tipe
bentuk mahkota bunga pada axis 1 dengan axis 3

2
3
4
5
7
7
10
10
11
11
12
13
13
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

7

8

9

10
11
12

13
14

Hasil identifikasi polen pada kelelawar Megachiroptera di HPGW
Jumlah pemanfaatan sumber pakan oleh kelelawar Megachiroptera
Ukuran morfologi sayap kelelawar Megachiroptera
Ukuran morfologi tengkotak (cranial) kelelawar Megachiroptera
Ukuran morfologi gigi (dental) kelelawar Megacriroptera
Hasil penghitungan analisis cluster variable jenis kelelawar
Megachiroptera berdasarkan kesamaan sumber pakan pakan
menggunakan software Minitab 16
Hasil penghitungan analisis cluster variable jenis kelamin kelelawar
Megachiroptera berdasarkan kesamaan sumber pakan pakan
menggunakan software Minitab 16
Hasil penghitungan analisis cluster variable pengelompokan jenis
kelelawar Megachiroptera berdasarkan kesamaan bentuk mahkota
bunga (corolla) menggunakan software Minitab 16
Hasil penghitungan analisis cluster variable pengelompokan jenis
kelamin kelelawar Megachiroptera berdasarkan kesamaan bentuk
mahkota bunga (corolla) menggunakan software Minitab 16
Tabel total variance explained metode PCA pada tampilan software
SPSS
Hasil uji Omnimbus dalam penghitungan metode regresi logistik
biner tiap tipe tutupan lahan menggunakan software SPSS
Hasil uji Hosmer and Lemeshow dan Negelkerke R Square dalam
metode regresi logistik biner pada tiap tipe tutupan lahan
menggunakan software SPSS
Tabel variabel in equation dalam metode regresi logistik biner pada
tiap tipe tutupan lahan menggunakan software SPSS
Matrix niche overlap berdasarkan jenis kelamin kelelalar
Megachirotera

28
37
40
42
44
45
46
46
47
47
48
49
50
53

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah kelelawar didunia saat ini kurang lebih mencapai 1024 spesies
(Tudge 2000) yang dibagi menjadi dua Sub-Ordo yaitu, Megachiroptera dan
Mikrochiroptera (Miller 1907 diacu dalam Anderson dan Jones 1967; Young
1981). Pteropodidae merupakan satu-satunya famili dalam Sub-Ordo
Megachiroptera dengan anggota jenis mencapai 246 spesies atau sama dengan
24% dari total spesies dalam Ordo Chiroptera (Emmons dan Feer 1997).
Kelelawar Megachiroptera merupakan kelompok kelelawar yang memakan buah,
nektar dan polen, yang berguna dalam membantu proses penyebaran biji dan
berperan sebagai polinator bagi tumbuhan (Coldbert et al. 2001; Suyanto 2001;
Hikmann et al. 2007; Dumont et al. 2011; Fleming dan Kress 2011). Didukung
dengan kemampuan terbang (Mickleburgh et al. 1992; Emmons dan Feer 1997;
Tudge 2000; Suyanto 2001; Shepherd C dan Shepherd L 2012) dan distribusinya
yang luas (Kingston et al. 2006; Dechmann 2006), kelelawar menjadi komponen
penting yang perlu diperhatikan dalam upaya konservasi tumbuhan pada suatu
ekosistem hutan, khususnya hutan tropis (Maharadatunkamsi dan Maryati 2008).
Studi tentang morfologi penting dipelajari untuk mengetahui hubungan
antara bentuk dan fungsi pada bagian tubuh individu yang mendukung
kemampuan adaptasi suatu individu dengan lingkungannya (Galis 1996). Dumont
et al. (2011) menyatakan bahwa adaptasi secara morfologis merupakan salah satu
cara satwa untuk bertahan dari tekanan yang ada dalam lingkungan atau habitat
salah satunya adalah dalam memperoleh pakan. Sebagai contoh, beberapa
kelelawar yang berukuran kecil memakan nektar dengan cara hinggap (hovering)
sedangkan kelelawar yang berukuran lebih besar mendekati pakan dengan
memanjat pada ranting menggunakan kuku di sayapnya (Voigt 2004).
Studi yang dilakukan Maryati (2008) menyatakan bahwa Cynopterus
branchyotis memakan 16 jenis tumbuhan, Macroglossus sobrinus 20 jenis
tumbuhan dan Chinorax melanocephalus hanya 3 jenis tumbuhan dari 21 jenis
tumbuhan yang ditemukan di Taman Nasional Gunung Ciremai. Hal ini
menunjukkan adanya perilaku pemilihan pakan pada kelelawar pemakan buah dan
nektar. Selain itu, didalam studi tersebut juga dibuktikan adanya kompetisi yang
tinggi, baik kompetisi intra maupun inter spesies yang menyebabkan terjadinya
overlap dalam memanfaatkan sumber daya pakan.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan studi tentang hubungan
antara karakteristik morfologi kelelawar Megachiroptera dengan jenis sumber
pakan dan kondisi habitatnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
untuk mengetahui kemampuan satwa untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai karakteristik morfologi dan pemilihan jenis pakan
kelelawar Megachiroptera di Hutan Pendidikan Gunung Walat bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi jenis sumber daya pakan yang dimanfaatkan kelelawar
Megachiroptera.

2
2. Mengukur hubungan antara karakteristik morfometri kelelawar Megachiroptera
dengan tipe habitat.
3. Mengukur hubungan antara karakteristik morfometri kelelawar Megachiroptera
dengan pemilihan jenis pakan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan data dasar untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai panduan pengamatan dan monitoring jangka
panjang yang berguna bagi tujuan pendidikan di HPGW. Hasil penelitian ini dapat
menjadi masukan bagi pengelolaan kawasan yang diharapkan dapat beriringan
dengan upaya konservasi satwa liar khususnya kelelawar.

METODE
Lokasi dan Waktu
Pengambilan data dilakukan di kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW) selama tiga bulan, yaitu pada bulan Mei-Agustus 2014. Secara
Administrasi Pemerintahan, HPGW terletak dalam wilayah Kecamatan Cibadak
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Secara Administrasi Kehutanan, kawasan ini
masuk dalam wilayah BKPH Gede Barat, KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit
III Jawa Barat (Gambar 1). Kegiatan pengambilan data dilakukan pada empat area
tutupan lahan berbeda yang ada dikawasan HPGW, yaitu tutupan lahan pinus,
puspa damar dan lahan agroforest.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian dan plot pengamatan

3
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pengambilan spesimen adalah jaring kabut (mist
net), headlamp, kantong blacu, sarung tangan dan penunjuk waktu. Kegiatan
pengukuran morfologi dan pencatatan bobot dilakukan dengan menggunakan
Krisbow digital caliper KW06-351 dengan akurasi 0.05 mm dan Tanita digital
scale KD-160 dengan ketelitian 0,5 gr. Alat lain yang digunakan adalah surgical
blade nomor 10 dan 11, pinset, gunting anatomis, suntikan, dan sarung tangan
steril. Analisis polen dilakukan di laboraturium menggunakan mesin separator
sentrifugal, mikroskop, tabung reaksi, object glass/kaca preparat, dan kuteks.
Alkohol 97% dan formalin 30% digunakan sebagai bahan untuk pengawetan
spesimen. Selain itu, bahan lainnya berupa kapas berkloroform digunakan untuk
membius spesimen. Alkohol 70% dan gliserol digunakan untuk analisis polen.
Identifikasi kelelawar dilakukan dengan menggunakan buku LIPI-Seri
Panduan Lapangan Kelelawar Indonesia (Suyanto 2001) dan Panduan Lapang
Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak, dan Brunei Darusalam (Payne et al.
2000) dan Teknik Survey dan Identifikasi Jenis-Jenis Kelalawar Khas
Agroforestry Sumatera (Prasetyo et al. 2011). Identifikasi polen sampai tingkat
famili dan genus dilakukan menurut kunci determinasi Erdmant (1952), Nayar
(1999), Paldat (2005), dan Hesse et al. (2009).

Metode Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan pada empat plot pengamatan yaitu tutupan
lahan agathis, tutupan lahan pinus, tutupan lahan puspa dan lahan agroforest di
dalam kawasan HPGW. Setiap plot pengamatan dibagi menjadi tiga titik
pengambilan data. Tiga mist net dipasang pada setiap titik dengan jarak 100 m dan
dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Kelelawar Megachiroptera tidak
memiliki kemampuan ekolokasi kecuali marga Rousettus yang menggunakan
getaran lewat ketukan gigi, sehingga penangkapan dengan jaring kabut merupakan
cara yang paling baik (Payne et al. 2000) (Gambar 2).

Gambar 2 Kegiatan melepas kelelawar dari jala kabut
Jaring kabut yang digunakan berukuran 12 x 3 m dipasang dengan
menggunakan bambu sepanjang ±5 m (Maharadatunkamsi dan Maryati 2008,
Mohd-Azlan et al. 2003). Penempatan jaring kabut dilakukan dengan teknik
purposive sampling sedangkan pengambilan sampel kelelawar dilakukan dengan
teknik random sampling. Jaring kabut dipasang pada senja hari pukul 16.00 WIB

4
kemudian pada pukul 19.00 dan pukul 06.00 WIB dilakukan pengecekan dan
pengambilan sampel kelelawar. Kelelawar ditangkap dan dimasukkan pada
kantung blacu kemudian dipisahkan sesuai nomor jaring, lokasi penangkapan dan
hari penangkapan.
Kelelawar yang ditangkap diidentifikasi jenis dan status perlindunganya
berdasarkan status satwa yang dilindungi oleh PP No.7 Tahun 1999, kategori
satwa langka oleh IUCN Red List dan status perdagangan oleh CITES. Penomoran
dilakukan bagi individu yang dijadikan sebagai spesimen sedangkan individu
yang dilepas ditandai dengan kuteks berwarna kuning. Kelelawar yang dijadikan
spesimen diukur dan diambil sample kotorannya. Sampel kotoran tersebut
dianalisis untuk mencari polen yang tertelan oleh kelelawar. Polen yang telah
teridentifikasi diasumsikan sebagai sumber pakan.
Rahman dan Abdullah (2010) menjelaskan bahwa terdapat 33 parameter
karakteristik ukuran tubuh, tengkorak (cranial) dan gigi (dental) yang diperlukan
dalam analisi morfologi kelelawar. Terdapat 15 karakteristik luar tubuh kelelawar
yang dilakukan pengukuran (Gambar 3), yaitu:

Keterangan : pajang telinga/Ear length (E), panjang betis/Tibia length (TB), kaki belakang/Hind
foot length (HF), panjang ekor/Tail to ventral length (TVL), lengan bawah sayap/Fore arm (FA),
jari metakarpal kedua/Second digit metacarpal length (D2MCL), panjang jari metakarpal
ketiga/Third digit metacarpal length (D3MCL), jari metakarpal ketiga ruas phalanak
pertama/Third digit first phalanax length (D3P1L), jari metakarpal ketiga ruas phalanak
kedua/Third digit second phalanax length (D3P2L), jari metakarpal keempat /Fourth digit
metacarpal length (D4MCL), jari metakarpal keempat ruas phalanak pertama/Fourth digit first
phalanax length (D4P1L), jari metakarpal keempat ruas phalanak kedua/Fourth digit second
phalanax length (D4P2L), jari metakarpal kelima/Fifth digit metacarpal length (D5MCL), jari
metakarpal kelima ruas phalanak pertama/Fifth digit first phalanax length (D5P1L), jari
metakarpal kelima ruas phalanak kedua
/Fifth digit second phalanax length (D5P2L)

Gambar 3 Parameter pengukuran karakteristik luar
Bagian kepala kelawar dibedah untuk mendapatkan ukuran karakteristik
tengkorak dan gigi. Kepala direndam menggunakan air basa (deterjen) kemudian
direbus selama dua menit. Tulang yang sudah dipisahkan dari kulit dan dagingnya,
direndam ke dalam alkohol 90% selama 12 jam kemudian dikeringkan. Kemudian
dengan prosedur yang sama dilakukan perendaman dengan cairan aseton selama
12 jam (Maharadatunkamsi 2010). Terdapat 12 peubah karakteristik tengkorak

5
dan 6 peubah karakteristik dental dalam analisis morfometri kelelawar (Suyanto
2001; Nagorsen dan Peterson 1980 diacu dalam Rahman dan Abdullah 2010)
(Gambar 4), antara lain :

Keterangan : Karakter Tengkorak= panjang tengkorak total/Greatest skull length (GSL), lebar
interorbital/Interorbital width (IOW), lebar posorbital/Postorbital width (POW), lebar tempurung
otak/Carnial width (CW), lebar tulang pipi/Zygomatic width (ZW), lebar mastoid/Mastoid width
(MW), panjang langit-langit tengkorak/Post palatal length (PPL), panjang langit-langit
mulut/Palatal length (PL), jarak antara chochea/Distance between chochlea (DBL), Bulla length
(BL), panjangtulang basal/Greatest basial pit length (GBPL), panjang rahang/Dentary length (DL),
Karakteristik Gigi = ukuran taring/Canine tooth basal width (C1BW), jarak terluar antara gigi
taring/Breadth across both canine outside surface (C1C1B), jarak terluar antara kedua geraham
ketiga/Breadth across both third molar theeth outside surface (M3M3B), jarak terluar antara gigi
taring dan geraham ketiga/Canine molar length (C1M3L), panjang geraham kedua/Second molar
tooth crown length (M2L), lebar geraham kedua/Second molar tooth crown width (M2W).

Gambar 4 Parameter karateristik tengkorak dan gigi kelelawar menurut Andersen
(1912) diacu dalam Rahman dan Abdullah (2010)
Polen bunga diidentifikasi dari saluran pencernaan dengan mengambil sisa
makanan di saluran pencernaan kelelawar. Hasil dari isi pencernaan kelelawar
dicampur dengan alkohol 70% di dalam tube sentrufugal kemudian dilakukan
pemutaran hingga 2000 rpm selama 30 menit. Setelah itu, dilakukan penggantian
cairan alkohol dengan alkohol yang baru. Proses ini diulang sebanyak tiga kali.
Endapan yang dihasilkan dari proses diletakkan pada kaca preparat/object glass
sebanyak satu tetes kemudian dicampur gliserol satu tetes lalu ditutup dengan
cover glass dan direkatkan dengan kuteks bening. Menurut Yulianto (1992) diacu
dalam Soegiharto et al. (2010) gliserol ditambahkan sebagai bahan pengawet.
Obyek diamati dibawah mikroskop cahaya dengan bantuan kamera Optilab
Advance. Hasil gambar dikalibrasi dengan bantuan software Image Raster
sehingga mendapatkan ukuran polen yang akurat. Hasil identifikasi jenis
digunakan untuk mencari tipe bentuk mahkota bunga (corolla) melalui studi
literatur.

6
Metode Pengolahan Data
Hubungan antar jenis kelelawar dengan pakan dan bentuk mahkota bunga
Hubungan antar jenis kelelawar dengan pakan dan bentuk mahkota bunga
dianalisis dengan metode cluster variable yang diolah dengan menggunakan
software Minitab 16. Pengelompokan dicari menggunakan rumus eudicleaen
distance (Krebs 1989) yang kemudian digunakan untuk mengetahui tingkat
kesamaan. Hasil analisis menghasilkan dendrogram yang menunjukkan persentase
kesamaan penggunaan sumber pakan baik berdasarkan jenis pakan maupun
pemilihan bentuk mahkota bunga oleh kelelawar Megachiroptera.
Karakteristik morfologi kelelawar Megachiroptera
Karakteristik morfologi luar (15 peubah), tengkorak (12 peubah) dan gigi
(6 peubah) diolah dengan statistik deskriptif meliputi nilai rataan, standar deviasi
dan range. Data statistik deskriptif diolah menggunakan software SPSS 16.
Hubungan antara ukuran morfologi dengan habitat dan mahkota bunga
Component Principal Analysis (PCA) digunakan untuk mereduksi peubah
yang tidak dapat dijadikan pembeda dalam suatu populasi data. Data yang
direduksi adalah peubah yang memiliki ragam paling kecil. Peubah yang
dikerjakan dengan PCA adalah ukuran morfologi sayap, tengkorak dan gigi.
Pengolahan data dilakukan secara terpisah terhadap masing-masing kelompok
peubah morfometri. Analisis PCA terhadap peubah morfometri luar digunakan
untuk mengetahui peubah mana yang dapat digunakan sebagai pembeda jenis
dalam suatu habitat.
Hasil dari PCA kemudian diolah dengan menggunakan Regresi Logistik
Biner. Regresi logistik menjelaskan hubungan antara peubah dikotomik atau biner
dengan variabel bebas yang berupa data berskala interval atau kategorik (Hosmer
dan Lemeshow 1989). Hasil dari analisis Regresi Logistik menghasilkan peubahpeubah yang dapat dijadikan penciri jenis terhadap suatu habitat.
Hubungan antara peubah morfometri tengkorak dan gigi terhadap pemilihan
bentuk mahkota bunga oleh kelelawar Megachiroptera diolah dengan metode
Multivariate Canonical Corespondence Analysis (CCA) menggunakan software
Canoco For Windows 4.5. Menurut Leps dan Smilauer (2003) metode CCA
dengan Canoco For Windows 4.5 digunakan untuk mengetahui hubungan antara
spesies dan lingkungannya (Leps dan Smilauer 2003). Dalam hal ini adalah. Hasil
dari pengolahan data berupa gambar panah vektor dan titik yang menunjukkan
hubungan antara peubah.
Menurut de Sauza dan Muscheta (1999) mahkota bunga dibagi menjadi dua
kelompok berdasarkan penampakan kelopak yaitu, gamopetalouse (bunga dengan
kelopak yang saling bergabung) dan polypetalouse (bunga dengan kelopak yang
saling bebas). Polypetaouse dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu rosaceouse
(bunga dengan lima atau lebih kelopak yang menumpuk ke arah luar),
caryophllaceous (bunga dengan lima kelopak atau lebih namun tidak saling
menumpuk) dan yang terakhir adalah papillionaceouse dimana terdapat lima
kelopak yang saling bebas namun memiliki ukuran kelopak yang berbeda.
Kelopak posterior berukuran besar disebut vexillium dan dua lainnya mebentuk
sayap dan tumbuh disamping, dan dua kelopak anterior disebut keel. Macam-

7
macam jenis bunga menurut Swink dan Willhem (1994) ditampilkan pada
Gambar 5.

Gambar 5 Tipe-tipe mahkota bunga
Bentuk bunga lain merupakan hasil modifikasi suatu tanaman. Menurut de
Sauza dan Muscheta (1999) bentuk bunga modifikasi ini tidak masuk kedalam
kategori. Tiga diantara bentuk modifikasi mahkota ini adalah bentuk apetalouse
dan rosaceous-corona, sepaloid. Apetalouse adalah tipe bunga yang tidak
memiliki mahkota bunga, bunga tipe ini biasanya terdiri dari benang-benang sari
yang memanjang dari calyx. Sazima et al. (1999) menggambarkan tipe apetalouse
ini seperti bentuk sikat (Gambar 6).

(a)

(b)

(c

Gambar 6 Bunga Calliandra sp. (tipe mahkota bunga apetalouse) (a); bunga
Annona sp. (tipe mahkota bunga sepalloid) (b); bunga Passiflora sp.
(tipe mahkota bunga rosaceous-corona) (c)

8
Modifikasi penebalan daging kelopak bunga adalah ciri bentuk sepaloid.
Famili tumbuhan yang memiliki bentuk mahkota bunga ini adalah Annonaceae.
Bentuk modifikasi lain adalah rosaceous-corona pada bunga Passiflora sp. yang
mana merupakan gabungan antara rosaceous dan corona dengan modifikasi sulursulur benang sari yang mendominasi.
Kerapatan tegakan
Analisis vegetasi digunakan untuk mengetahui kerapatan pohon pada setiap
tanaman. Kerapatan pohon dicari dengan menggunakan petak lingkaran untuk
tegakan homogen pada tutupan lahan pinus, puspa, dan damar serta jalur berpetak
untuk lahan agroforest. Kerapatan tegakan diolah menggunakan rumus sebagai
berikut:


Kerapatan pohon digunakan untuk mengetahui hubungannya dengan
adaptasi morfologi kelelawar terhadap habitatnya. Selain itu jenis-jenis tumbuhan
yang berada di sekitar plot pengamatan dicatat sebagai referensi tumbuhan yang
diduga dimanfaatkan oleh kelelawar.
Niche overlap
Niche overlap digunakan untuk mengetahui hubungan antara jenis
kelelawar terhadap sumberdaya yang digunakan berdasarkan suku dan jenis
tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar. Persamaan
yang digunakan adalah persamaan Simplified Morisita Index atau sering disebut
Morisita-Horn Index (Krebs 1989).




Keterangan: CH= Indeks Morisita-Horn antara kelelawar jenis ke-j dan jenis ke-k,
pij = proporsi tipe tutupan lahan yang digunakan kelelawar jenis ke-j (pij = n/N),
pik= proporsi tipe tutupan lahan yang digunakan kelelawar jenis ke-k (pik = n/N),
n= jumlah tipe tutupan lahan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Komposis jenis kelelawar Megachiroptera
Tercatat sembilan jenis kelelawar Megachiroptera di HPGW kawasan antara
lain: Cynopterus bracyothis, C. tithaecheilus, C. horsfieldii, C. sphinx, C. minutus,
Macroglossus sobrinus, Eonycteris spelaea, Rousettus leschenaulti, dan R.
amplexicaudatus (Tabel 1). Semua kelelawar yang ditemukan belum termasuk
kedalam daftar satwa yang dilindungi.
Total tangkapan pada tutupan lahan pinus dan puspa adalah sebesar 32 ekor.
Pada tutupan agroforest sebesar 31 ekor dan yang paling kecil adalah total
tangkapan di tutupan lahan agathis sebesar 13 ekor (Tabel 2). C. bracyothis dan C.

9
titthacheilus merupakan jenis yang paling umum ditemukan. C. bracyotis juga
merupakan jenis kelelawar yang paling banyak ditemukan dengna total jumlah
tangkapan sebesar 66 ekor.
Tabel 1
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Komposisi jenis kelelawar Megachiroptera di HPGW dan status
perlindungannya
Status Konservasi
Nama Jenis
PP*
IUCN CITES
Cynopterus brachyotis (Müller, 1838)
LC
n.a.
Cynopterus titthaecheilus (Temminck, 1825)
LC
n.a.
Cynopterus horsefieldi (Gray, 1843)
LC
n.a.
Cynopterus sphinx (Vahl, 1797)
LC
n.a.
Cynopterus minutus (Miller, 1906)
LC
n.a.
Macroglossus sobrinus (K.Andersen, 1911)
LC
n.a.
Eonycteris spelaea (Dobson, 1871)
LC
n.a.
Rousettus leschenaulti (Desmarest, 1820)
LC
n.a.
Rousettus amplexicaudatus (É.Geoffroy, 1810) LC
n.a.

Keterangan : LC= Least Concern, n.a = non appendix, PP*= PP No. 7 Tahun 1999

Pada plot agroforest didapatkan tujuh jenis kelelawar. Jumlah tersebut
merupakan jumlah jenis tertangkap yang paling tinggi dari keempat tipe tutupan
lahan yang diamati. Jenis kelelawar yang tertangkap di plot ini adalah C.
bracyothis, C. tithaecheilus, C. minutus, Macroglossus sobrinus, Eonycteris
spelaea, Rousettus leschenaulti, dan R. amplexicaudatus. Pada tutupan lahan
damar menunjukkan jumlah jenis tertangkap yang paling rendah. Tiga jenis
kelelawar yang tertangkap di plot ini adalah C. brachyotis, C. titthacheilus dan C.
minutus.
Tabel 2 Komposisi kelelawar
lokasi perjumpaan
Pinus
No Nama Jenis
J
B
1
CB
4
6
2
CT
3
7
3
CH
1
4
CS
2
7
5
CM
1
1
6
MS
7
ES
8
RL
9
RA
Jumlah
10 22
Modus
5

Megachiroptera berdasarkan jenis kelamin dan
Puspa
J
B
8
19
3
1
1
8
24
4

Damar
J
B
4
5
1
3
8
5
3

Agroforest
J
B
16 4
1
1
1
2
1
3
1
1
20 11
7

Jumlah
66
16
1
10
6
3
3
2
1
108

Keterangan : CB= Cynopterus brachyotis; CT= C. titthaecheilus; CH= C. horsefieldii; CS= C.
sphinx; CM= C. minutus; MS= Macroglossus sobrinus; ES= Eonycteris spelaea; RL= Rousettus
leschenaulti; RA= R. amplexicaudatus, J= jantan; B= betina.

10
Komposisi pakan kelelawar Megachiroptera
Terdapat 59 jenis dari 41 famili tumbuhan pakan kelelawar Megachiroptera
(Lampiran 1). Fabaceae merupakan famili yang paling banyak dimanfaatkan
sebagai pakan oleh kelelawar Megachiroptera sebesar 12%. Selain itu, terdapat
famili Musaceae, Moraceae, Cyperaceae, Annonaceae, dan Rubiaceae yang
masing-masing dimanfaatkan sebesar 10%, 7%, 6%, 5%, dan 5%. Komposisi
tumbuhan berdasarkan famili yang dimanfaatkan disajikan pada Gambar 7.
Tumbuhan dari Famili Musaceae dan Rubiaceae merupakan jenis pakan yang
paling digemari oleh kelelawar Megachiroptera. Terdapat dua jenis tumbuhan
yang diidentifikasi dari famili Musaceae yaitu, Heliconia sp. dan Musa sp.
sedangkan pada famili Rubiaceae terdapt empat jenis tumbuhan yaitu, Dioda sp.,
Coffea sp. dan Ixora sp.
Passifloraceae
3%

Araucariaceae
3%

Zingiberaceae
4%
Poaceae
5%
Rubiaceae
5%

Lainnya
40%

Musaceae
10%

Fabaceae
12%

Gambar 7

Annonaceae
5%
Cyperaceae
6%
Moraceae
7%

Komposisi pakan kelelawar Megachiropthera berdasarkan famili
tumbuhan

Terdapat 36 jenis pakan yang teridentifikasi dari saluran pencernaan C.
brachcyotis betina dan 26 jenis pakan pada C. brachyotis jantan (Gambar 8). C.
horsfieldi betina dan R. amplexicaudatus betina merupakan jenis kelelawar yang
paling sedikit diketahui memanfaatkan pakan. Komposis jenis pakan yang
dimanfaatkan oleh kelelawar secara rinci disajikan pada Lampiran 2.

Jumlah Jenis

40
30

36
Betina
Jantan

26
16

20
10

3

0
CB

0

CH

6 4
CM

9
4

5

CS

CT

6
0
ES

6 4
MS

2 0
RA

7 5
RL

Jenis Kelelawar
Keterangan : CB= Cynopterus brachyotis; CT= C. titthaecheilus; CH= C. horsefieldii; CS= C.
sphinx; CM= C. minutus; MS= Macroglossus sobrinus; ES= Eonycteris spelaea; RL= Rousettus
leschenaulti; RA= R. amplexicaudatus, J= jantan; B= betina.

Gambar 8 Jumlah jenis tumbuhan pakan yang dimanfaatkan oleh kelelawar
Megachiroptera

11
Pengelompokan jenis kelelawar berdasarkan jenis pakan
Terdapat tiga kelompok besar berdasarkan pemanfaatan jenis pakan oleh
kelelawar Megachiroptera (Gambar 9). Kelompok pertama adalah C. brachyotis
dan C. minutus dengan indeks kesamaan mencapai 68.73%. Kelompok kedua
adalah gabungan dari pasangan C. sphinx dengan E. s spelaea (Ed=71.69%) dan
M. sobrinus dengan R. leschenaulti yang (Ed=67.03%) pada tingkat kesamaan
sebesar 49.69%. Kelompok terakhir memiliki jarak terjauh dengan anggota C.
horfieldii dan C. titthacheilus (Ed=56.20%) yang berasosiasi dengan R.
amplexicaudatus dengan indeks kesamaan hanya sebesar 47.96%

Indeks Kesamaan

14,22

42,82

71,41

100,00

CB

CM

CH

CT

RA

CS

ES

MS

RL

Jenis Kelelawar

Keterangan : CB= Cynopterus brachyotis; CT= Cynopterus titthaecheilus; CH= Cynopterus
horsefieldii; CS= Cynopterus sphinx;CM= Cynopterus minutus; MS= Macroglossus sobrinus;
ES= Eonycteris spelaea; RL= Rousettus leschenaulti; RA= Rousettus amplexicaudatus

Gambar 9 Pengelompokan kelelawar Megachiroptera berdasarkan jenis sumber
pakan
Didapatkan tiga kelompok besar kelelawar Megachiroptera berdasarkan
pemanfaatan tumbuhan pakan terhadap jenis kelaminnya (Gambar 10). Kelompok
pertama beranggotakan C. brachyotis betina dan jantan (Ed=77.83%) yang
berasosiasi dengan C. minutus betina (Ed=67.47%) dan saling berhubungan
dengan R. leschenautii jantan pada tingkat kesamaan mencapai 49.04%.

Indeks Kesamaan

-9,82

26,79

63,39

Keterangan:
b= Betina,
j= Jantan

100,00

-b B-j -b L-j -b T -j -j -b -b S-b S-b S-j -b S-j S-b
CB C CM R CH C CM RA CT C M M RL C E

Jenis Kelelawar

Gambar 10 Pengelompokan jenis kelamin kelelawar Megachiroptera berdasarkan
jenis sumber pakan

12
R. leschenautii betina dan M. sobrinus jantan (Ed=76.78%) dengan M.
sobrinus betina (Ed=68.21%) berasosiasi dengan C. sphinx betina sebesar 51.46%.
C. sphinx jantan dan E. spelaea betina berasosiasi dengan kesamaan pemanfatan
pakan sebesar 65.76%. Dua kelompok kecil ini membentuk kelompok kedua
dengan indeks kesamaan mencapai 45.85%. Kelompok ketiga beranggotakan C.
minutus jantan, R. amplexicaudatus betina dan C. ttthacheius betina (Ed=51.24%)
betina yang berasosiasi dengan C. horfieldii betina dan C. titthacheilus jantan
(Ed=60.33%) dengan indeks kesamaan sebesar 42.28%. Hasil perhitungan
analiasis cluster disajikan pada Lampiran 6 dan Lampiran 7
Pengelompokan jenis kelelawar berdasarkan pemilihan bentuk mahkota
bunga
Bentuk mahkota bunga yang teridentifikasi sebanyak 13 tipe antara lain,
apetalouse (31%), tubular (13%), savelform (12%), grain (10%), sepalloid (9%), ,
rosaceous (5%), caryophllaceous (5%), funnelform (4%), rotate (3%), rosaceouscorona (3%), cruciform (2%), bilabiate (2%), dan ligulate (1%) (Gambar 11).
Tipe bunga apetalouse sebagian besar diidentifikasi dari famili Fabaceae dan
tubular diidentifikasi dari famili Musaceae. Terdapat tiga jenis tumbuhan pakan
yang termasuk pada famili Fabaceae yaitu Inga sp., Calliandra sp. dan Acacia sp..
Pada studi ini Calliandra sp. merupakan jenis yang paling banyak dimanfaatkan
oleh kelelawar.
Lig
1%

Bil
2%

Cru
2%

Apt
31%

Tub
13%

Slv
12%

Grn
10%

R-c
3%

Rot
3%
Fun
4%
Car
5%
Ros
5%
Sep
9%

Keterangan : Apt= Apetalou, Lig= Ligulate, Bil= Bilabiate, Cru= Cruciform, Fun= Funnelform,
Car= Caryophllaceous, Ros= Rosaceous, Rot= Rotate, Svl= Savelform, Tub= Tubular, R-c=
Rosaceous-Corona, Sep = Sepalloid, Grn = Grain

Gambar 11

Komposisi pakan kelelawar Megachiroptera berdasarkan bentuk
mahkota bunga

Berdasarkan kesamaan pemilihan bentuk mahkota bunga oleh kelelawar
Megachiroptera dikelompokkan menjadi tiga besar (Gambar 12). Kelompok
pertama adalah C. brachyotis dan C. minutus dengan kesamaan pemanfaatan
sumber daya pakan mencapai 85.61%. C. horsfieldii dan R. amplexicaudatus
(Ed=78.02%) membentuk kelompok kedua dengan C. titthacheilus dengan tingkat
kesamaan mencapai 75.63%. Kelompok ketiga beranggotakan C. sphix dan
Macroglossus sobrinus (Ed=77.38%) yang berasosiasi dengan R. leschenaulti
(Ed=60.20%) kemudian membentuk asosiasi bertingkat dengan E. spelaea dengan
kesamaan pemanfaatan jensi pakan mencapai 56.62% (Lampiran 8).

13

Indeks Kesamaan

12,53

41,69

70,84

100,00

CB

CM

CS

MS

RL

ES

CH

RA

CT

Jenis Kelelawar

Keterangan : CB= Cynopterus brachyotis; CT= Cynopterus titthaecheilus; CH= Cynopterus
horsefieldii; CS= Cynopterus sphinx;CM= Cynopterus minutus; MS= Macroglossus sobrinus;
ES= Eonycteris spelaea; RL= Rousettus leschenaulti; RA= Rousettus amplexicaudatus

Gambar 12

Pengelompokan jenis kelelawar berdasarkan pemilihan bentuk
mahkota bunga

Pengelompokan jenis kelamin kelelawar berdasarkan kesamaan pemilihan
mahkota bunga menghasilkan tiga kelompok besar (Gambar 13). kelompok
pertama menunjukkan asosiasi bertingkat antara C. brachyotis betina, dan jantan
(Ed=96.54%), C. minutus betina (Ed=90.67%), dan C. titthacheilus jantan
(Ed=85.08%) yang kemudian bersama-sama membentuk kelompok dengan C.
sphinx betina dengan tingkat kesamaan mencapai 71.70%.

Indeks Kesamaan

-19,79

20,14

60,07

Keterangan:
b= Betina,
j= Jantan

100,00

-b B-j -b T -j S-b -b -b -b -j L-j S-j -b S-b S-j S-b
CB C CM C C CH CT RA CM R C RL M M E

Jenis Kelelawar

Gambar 13

Pengelompokan jenis kelamin kelelawar berdasarkan pemilihan
bentuk mahkota bunga

Kelompok kedua beranggotakan M. sobrinus jantan dengan betina
(Ed=85.08%) dan C. sphinx jantan dengan R. leschenaulti betina (Ed=70.48%).
Kedua kelompok tersebut membetuk asosiasi dengan E. spelaea betina dengan
tingkat kesamaan sebesar 47.83%. Kelompok terakhir terdiri dari C. horsfieldii
betina dan C. titthacheilus betina (Ed=81.88%) dengan R. amplexicaudatus betina
(Ed=77.04%) membentuk asosiasi dengan C. minutus jantan dan R. leschenaulti

14
jantan (Ed=69.37%) dengan tingkat kesamaan pemilihan bentuk mahkota bunga
sebesar 12.10% (Lampiran 9).
Hubungan antara karakteristik morfologi sayap kelelawar terhadap habitat
Komponen pertama menunjukkan bahwa peubah yang digunakan dapat
mewakili data sebesar 91.18% (Lampiran 10). Karakteristik luar yang tersisa
adalah peubah ukuran sayap. Pada tipe tutupan lahan damar, nilai maksimum
likelihood model reduksi dan model penuh tidak terjadi perubahan sehingga
yang artinya tidak ada pengaruh antara peubah bebas secara simultan
terhadap peubah tidak bebas (Lampiran 11). Uji Negelkerke menyatakan bahwa
sebelas peubah pengukuran morfometri yang diolah sudah menjelaskan
keragaman data pada peubah tipe tutupan lahan pinus, puspa, dan agroforest
sebesar masing-masing 12%, 16% dan 16% (Tabel 3).
Tabel 3 Hasil uji data peubah morfometri sayap terhadap habitatnya
No
1
2
3

4

Uji Kelayakan
Omnibus Tes
Negelkerkel Test (%)
Hosmer & Lemeshow Test
*Chi-Square hitung
*df
*Sigifikasi
Variable in equation

Pinus
9.74
0.12
4.19
8.00
0.84
D3P2

Tutupan Lahan
Puspa
Damar
Agroforest
13.10
0.00
10.26
0.16
0.00
0.16
3.26
8.00
0.92
D3P2
D4P2
D5P2

5.48
8.00
0.71
-

6.15
8.00
0.63
D3P1
D4P2

Uji Hosmer dan Lemeshow (Lampiran 12) menyatakan apabila nilai
signifikasi lebih besar dari pada alpha (5%) maka secara statistik tidak terjadi
perbedaan yang signifikan antara model dengan nilai observasi sehingga model
sudah fit dengan data. Hasilnya didapatkan peubah D3P2 sebagai peubah
morfometri yang dapat dijadikan penciri pada kelelawar yang ditemukan pada
tutupan lahan pinus. Peubah D3P2, D4P2, dan D5P2 pada tutupan lahan puspa,
dan D3P1 dan D3P2 pada tutupan lahan agroforestr. Peubah morfometri ini
bersama-sama mempengaruhi keberadaan kelelawar pada tipe tutupan lahan yang
ada. Tabel variable in equation disajikan pada Lampiran 13.
Kerapatan tegakan tertinggi terdapat pada tegakan pinus dan terendah
terdapat pada tutupan lahan agroforest. Kerapatan tegakan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan kerapatan tegakan pada tiap tutupan lahan
Tutupan
Lahan
Pinus
Puspa
Agathis
Agroforest

Kerapatan
(ind/ha)
370
257
308
52

Jenis
Mendominasi
Pinus
Puspa
Damar
Puspa

Jenis Tumbuhan Lain
Kayu afrika, mahoni, puspa
Damar, mahoni, kopi
Puspa, kayu afrika, kopi, meranti
Damar, kayu afrika, mahoni, pinus,
puspa, pisang, jambu bol, manggis,
nangka, kopi, akasia, durian, salak,
sukun, rambutan

15
Hubungan antara ukuran tengkorak dan gigi kelelawar terhadap tipe bentuk
mahkota bunga
Hubungan antara ukuran tengkorak dan gigi dengan pemilihan bentuk
mahkota bunga oleh kelelawar dijelaskan oleh axis 1, axis 2 dan axis 3 yang
memiliki nilai total varians sebesar 74.9%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
model sudah dapat mewakili data sebesar 74.9%. Axis 1 memiliki nilai eigenvalue
sebesar 0.555, axis 2 sebesar 0.630 dan axis 3 sebesar 0.489. Hubungan antara
axis 1 dan axis 2 disajikan pada Gambar 14

Keterangan : panjang tengkorak/greatest skull length (Gsl), lebar interorbital/interorbital width
(Iow), lebar postorbital/postorbital width (Pow), lebar carnial/carnial width (Cw), panjang
zigomatik/zygomatic length (Zl), lebar mastoid/mastoid width (MW), panjang post palatal/post
palatal length (Ppl), panjang palatal/palatal length (Pl), jarak antara cochleae/distance beetwen
cochleae (Dbl), panjang bulla/bulla length (Bl), panjang basial pit terbesar/greatest basial pit
length (Gbp), panjang dentari/dentary length (Dl), canine tooth basal width (C1b), breadth across
both canine outside surface (C1c), breadth across both third molar theeth outside surface (M3m),
canine molar length/maxillary tooth length (C1m), second molar tooth crown length (M2l), second
molar tooth crown width (M2w). Apt = apetalouse, Bil = bilate, Lig= ligulate, Sep= sepaloid,
Tub=tubular, Slv=salverform, Rot= rotate, Ros= rosaceous, Car= caryophyllaceous, Fun=
funnelform, Cru= cruciform, Spr= spora/grain, R-c= rosaceous-corona.

Gambar 14 Hubungan karakteristik ukuran tengkorak dan gigi terhadap tipe
bentuk mahkota bunga pada axis 1 dengan axis 2
Bentuk mahkota bunga caryophyllaceous sangat tergantung dengan ukuran
lebar jarak gigi taring ke geraham ketiga (C1m). Peubah jarak antara gigi taring
(C1c) merupakan penciri kuat bagi kelelawar yang memanfaatkan tipe bunga
cruciform dan funnelform. Pemanfatan bentuk mahkota tubular, sepaloid, dan
savelform berhubungan dengan ukuran gigi taring (C1b). Ukuran morfometri
tengkorak dan gigi terdapat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
Ukuran lebar tengkorak (Cw) menjadi penciri bagi kelelawar yang
memanfaatkan bentuk bunga rosaceous-corona. M2l, M2w, M3m adalaha peubah
morfometri geraham yang mana berkelompok pada satu titik mendekati panah
vektor apetalouse dan bilate. Hal tersebut dapat diartikan bahwa ukuran geraham
menjadi penduga terbaik bagi kelelawar yang memanfaatkan bentuk mahkota

16
bunga apetalouse, bilate dan ligulate. Gamabar axis 1 dan 3 menjelaskan
beberapa variabel yang tidak dapat dijelaskan pada gambar axis 1 dan 2 (Gambar
15).

Keterangan : panjang tengkorak/greatest skull length (Gsl), lebar interorbital/interorbital width
(Iow), lebar postorbital/postorbital width (Pow), lebar carnial/carnial width (Cw), panjang
zigomatik/zygomatic length (Zl), lebar mastoid/mastoid width (MW), panjang post palatal/post
palatal length (Ppl), panjang palatal/palatal length (Pl), jarak antara cochleae/distance beetwen
cochleae (Dbl), panjang bulla/bulla length (Bl), panjang basial pit terbesar/greatest basial pit
length (Gbp), panjang dentari/dentary length (Dl), canine tooth basal width (C1b), breadth across
both canine outside surface (C1c), breadth across both third molar theeth outside surface (M3m),
canine molar length/maxillary tooth length (C1m), second molar tooth crown length (M2l), second
molar tooth crown width (M2w). Apt = apetalouse, Bil = bilate, Lig= ligulate, Sep= sepaloid,
Tub=tubular, Slv=salverform, Rot= rotate, Ros= rosaceous, Car= caryophyllaceous, Fun=
funnelform, Cru= cruciform, Spr= spora/grain, R-c= rosaceous-corona.

Gambar 15 Hubungan karakteristik ukuran tengkorak dan gigi terhadap tipe
bentuk mahkota bunga pada axis 1 dengan axis 3
Gambar axis 1 dan 3 menjelaskan bahwa ukuran geraham, Pow dan Bl
menjadi penciri bagi kelelawar yang memanfaatkan jenis ligulate dan grain
namun hubungannya lemah. Adapun C1m dan C1b berhubungan dengan
pemanfaatan bentuk mahkota bunga sepaloid dan tubular, namun tidak sekuat
hubungan dengan keberadaan bentuk mahkota bunga caryophllaceous. C1c dan
Gsl merupakan penciri pemanfaatan bentuk mahkota bunga cruciform dan
funnelform namun memiliki hubungan yang lemah digambarkan dengan jauhnya
jarak titik dan panah vektor. Selain itu, karakteristik Iow, C1m, dan Cw memiliki
hubungan yang kuat terhadap pemanfaatan bentuk mahkota bunga rossaceous,
caryophllaceous dan rosaceous-corona hal tersebut dapat disimpulkan dari hasil
yang pada kedua gambar. Begitu pula dengan ukuran geraham terhadap karakter
apetalouse, bilate dan ligulate.
Peubah yang saling berseberangan menandakan hubungan yang negatif.
Ukuran morfometri dinyatakan semakin tidak selektif terhadap peubah
lingkungannya apabila semakin mendekati dengan titik pusat. Pl, Gbl, Gsl, dan Dl

17
adalah karakteristik tengkorak kelelawar yang tidak selektif terhadap bentuk
mahkota bunga.
Niche overlap
Nilai niche overlap terbesar ditujukkan oleh kelelawar E. spelaea terhadap
C. sphinx (CH= 0.45) dan kelelawar R. leschenaulti terhadap M. sobrinus (CH=
0.42) (Tabel 5). Selain itu, R. Leschenaulti memiliki nilai niche overlap terbesar
terhadap C. minutus (CH= 0.38) dan C. bracyotis (CH= 0,28). Pada hasil penelitian
C. brachyotis merupakan jenis kelelawar yang paling banyak memanfaatkan
pakan yang mana memiliki niche overlab terhadap semua jenis kelelawar. Jenis
ini menunjukkan besar pemanfaatan ruang yang tinggi terhadap kelelawar
spesialisasi pemanakan buah seperti terhadap C. titthaecheilus, C. sphinx dan R.
leschenaulti.
Tabel 5 Matrik niche overlap pada jenis kelelawar Megachiroptera
CB
CB
CH
CM
CS
CT
ES
MS
RA
RL

1

CH
0.05
1

CM
0.19
0.15
1

CS
0.32
0.11
0.07
1

CT
0.38
0.16
0.21
0.18
1

ES
0.05
0
0
0.45
0.08
1

MS
0.22
0
0
0.15
0.16
0.33
1

RA
0.03
0
0.16
0
0.08
0
0
1

RL
0.28
0
0.38
0.24
0.20
0.24
0.42
0
1

Keterangan : CB= Cynopterus brachyotis; CT= Cynopterus titthaecheilus; CH= Cynopterus
horsefieldii; CS= Cynopterus sphinx;CM= Cynopterus minutus; MS= Macroglossus sobrinus;
ES= Eonycteris spelaea; RL= Rousettus leschenaulti; RA= Rousettus amplexicaudatus

Persaingan yang terjadi antara individu sejenis terjadi pada individu jantan
dan individu betina. C. brachyotis betina dan jantan menunjukkan nilai persaingan
tertinggi yakni sebesar 0.69. Demikian pada M. sobrinus jantan dan betina yang
memiliki nilai niche overlap sebesar 0.45. Matriks niche overlap berdasarkan
jantan dan betina terdapat pada Lampiran 14.

Pembahasan
Komposis jenis kelelawar Megachiroptera
Kelelawar Megachiroptera yang ditemukan di HPGW berjumlah 9 jenis.
Survei yang dilakukan Sugiharto et al. (2010) mencatat sebanyak 7 jenis di Kebun
Raya Bogor, Maryati (2008) mencatat 6 jenis kelelawar Megachiroptera di
Gunung Ciremai. HPGW merupakan kawasan hutan yang berbatasan dengan
pemukiman warga, selain itu didalam kawasan ada pula plot agroforstry yang
memiliki tumbuhan berbuah yang beragam. Komposisi habitat yang berbeda
diduga menjadi sebab perbedaan jumlah jenis yang tertangkap. Ketersediaan
pakan dan habitat bertengger menyebabkan perbedaan kelimpahan jenis kelelawar
(Winarto dan Achmadi 2011).

18
C. bracyotis merupakan jenis yang ditemui hampir pada setiap plot
pengamatan. Menurut Mikleburgh (1992) C. brachyotis merupakan jenis
kelelawar yang dapat bertahan pada berbagai tipe habitat. Berbeda dengan M.
sobrinus dan E. spelaea yang cenderung hanya ditemukan pada lahan agroforest.
M. sobrinus dan E. spelaea memilih habitat yang memiliki komposisi jenis
tumbuhan berbuah dan berbunga lebih beragam terkait dengan spesialisasinya
sebagai pemakan nektar (Prasetya et al. 2011). Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Maryanto dan Yani (2003), Campbell et al. (2007), Maryanto et al.
(2011) yang menyatakan bahwa distribusi kelelawar dipengaruhi oleh keadaan
mikro habitat, ketinggian dan kelimpahan tumbuhan pakan.
Lahan agroforest di HPGW memiliki komposisi tumbuhan yang lebih
beragam daripada plot pengamatan lainnya. Masyarakat memanfaatkan lahan
agroforest yang disediakan oleh pengelola HPGW sebagai lokasi bercocok tanam
diantara tegakan pohon. Tanaman yang ditanam oleh masyarakat merupakan
tanaman berbuah yang dapat dijual kembali seperti pisang, nangka, rambutan,
kopi, singkong, dan lain-lain. Rabenold dan Bromer (1989) menyatakan bahwa
perbedaan habitat dapat menimbulkan perbedaan secara fisik, morfometrik, dan
perilaku, hal tersebut merupakan hasil dari seleksi alam dimana terdapat hubungan
yang kuat antara tumbuhan dan karakter satwa yang berhasil bertahan.
Komposisi pakan kelelawar Megachiroptera
Kelelawar Megachiroptera merupakan satwa yang bergantung dengan
keberadaan tumbuhan sebagai pemakan buah, nektar dan polen sehingga distribusi
dan kelimpahan serta komposisi dan populasinya dipengaruhi oleh komunitas
tumbuhan pada habitatnya (Rabenold dan Bromer 1989). Maryati et al. (2008)
menemukan 21 jenis dari 14 famili tumbuhan pakan di Taman Nasional Gunung
Ciremai sedangkan, Sugiharto et. al (2010) menemukan 52 jenis tumbuhan pakan
dari kelelawar yang ditangkap di Kebun Raya Bogor. Hal tersebut menunjukan
bahwa penelitian ini memiliki jumlah temuan tumbuhan sumber pakan yang lebih
tinggi dari pada dua penelitian sebelumnya. Dalam Maryati (2008) ditemukan
bahwa Sapindaceae dan Euphorbiaceae merupakan famili yang paling banyak di
manfaatkan oleh kelelawar. Perbedaan temuan dan jumlah pakan kelelawar
Megachiroptera ini dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satunya adalah musim
buah dan perbedaan tipe habitat pada masing-masing lokasi (Mikleburgh 1992,
Tan et al. 2000). Referensi pakan setiap individu kelelawar yang beragam dapat
menjadi faktor pembeda pula. Elangovan et al. 2001 menyatakan selain memakan
buah dan nektar kelelawar juga mengkonsumsi serangga untuk memenuhi
kebutuhan nutrisinya dan akan meningkatkan pemangsaan ketika musim kering
tiba. C. sphinx selain memanfaatkan nektar dan buah juga memakan daun untuk
memenuhi kebutuhan air, mineral dan karbohidrat (Elangovan et al. 2000)
Fabaceae merupakan jenis yang paling banyak dimanfaatkan oleh kelelawar.
Jenis pakan dari famali Fabaceae yang ditemukan adalah Acacia sp., Calliandra
sp., dan Inga sp. Di kawasan HPGW terdapat blok yang didalamnya memiliki
tegakan akasia yang ditanam oleh warga sekitar diduga polen yang ditemukan
berasal dari blok tersebut. Tumbuhan kaliandra (nama lokal dari Calliandra sp.)
menyebar secara merata di kawasan HPGW ditandai dengan dijumpainya
tumbuhan ini pada setiap plot pengamatan. Calliandra sp. adalah tumbuhan
berkayu dengan diameter kurang lebih 10-20 cm. Calliandra sp memiliki tipe

19
daun majemuk dan tidak memiliki mahkota bunga (apetalose). Calliandra sp.
merupakan jenis yang paling banyak dimanfaatkan oleh kelelawar.
Tumbuhan dari famili Rubiaceae dan Musaceae merupakan pakan yang
paling digemari oleh kelelawar. Enam dari sembilan kelelawar yang ditangkap
memanfaatkan pakan dari famili ini. Terdapat empat jenis tumbuhan yang berasal
dari famili Rubiaceae yaitu Dioda sp., Coffea sp., Ixora sp., dan Cosmibuena sp.
tumbuhan ini dimanfaatkan oleh C. brachyotis, C. horsfieldii, C. sphinx, C.
titthacheilus, M. sobrinus dan R. leschenaulti.
Musaceae dimanfaatkan oleh C. brachyotis, C. sphinx, C. titthacheilus, E.
spelaea, M. sobrinus, dan R. leschenaulti. Sedangkan Anggota dari famili
Musaceae yang ditemukan adalah Musa sp. dan Heliconia sp. Dari beberapa
kegiatan survei kelelawar diketahui bahwa Cynopterus sp., M. sobrinus, E.
spelaea, dan Rousettus sp. memanfaatkan M