Keanekaragaman Rayap Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rayap adalah serangga sosial pemakan selulosa temasuk ke dalam ordo Blatodea dan diperkirakan telah menghuni bumi sekitar 220 juta tahun yang lalu atau 100 juta tahun sebelum serangga sosial lainnya menghuni Bumi (Nandika et al. 2003). Rayap memiliki keragaman spesies yang tinggi, tercatat 2500 spesies telah berhasil diidentifikasi. Spesies tersebut terbagi ke dalam 7 famili, 15 sub-famili, dan 200 genus yang tersebar diberbagai negara di dunia (Nandika et al. 2003). Rayap mudah di jumpai di dataran rendah tropik, hal ini dikarenakan penyebaran dan aktivitas rayap sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan curah hujan. Namun demikian, beberapa genus rayap dapat hidup di daerah-daerah dingin seperti Archotermopsis yang hidup di Puncak Pegunungan Himalaya pada ketinggian 3000 m dpl. Di Indonesia ditemukan 200 spesies rayap yang terdiri dari 3 famili yaitu Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan Termitidae.

Rayap banyak memberikan manfaat bagi ekosistem bumi, sebagai makrofauna tanah rayap memiliki peran dalam pembuatan lorong-lorong di dalam tanah dan mengakibatkan tanah menjadi gembur sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman (Sigit & Hadi 2006), rayap memiliki peran dalam membantu manusia sebagai dekomposer dengan cara menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikan sebagai hara ke dalam tanah (Nandika et al. 2003). Sebagian masyarakat beranggapan bahwa rayap merupakan serangga perusak, hal tersebut tidak terlepas dari berbagai kegiatan rayap yang menimbulkan kerusakan pada tanaman dan kerusakan pada bangunan yang terbuat dari kayu sehingga merugikan dari sisi ekonomi.

Rayap bersifat polimorfis yaitu terdapat sistem kasta yang terdiri dari kasta reproduksi, pekerja dan prajurit. Ketiga kasta ini memiliki ciri tubuh yang khas. Rayap dapat diidentifikasi dengan mengamati ukuran kepala serta mandibel dari kasta prajurit (Nandika et al. 2003).


(2)

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) yang luasnya mencapai 359 Ha dan memiliki berbagai spesies tegakan pohon diantaranya agathis, pinus dan puspa namun tidak memiliki data mengenai keragaman rayap, sehingga penelitian mengenai keanekaragaman rayap perlu dilakukan untuk melengkapi data fauna di HPGW.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman rayap di wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keranekaragaman spesies rayap di wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat.


(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Rayap

Rayap adalah serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Blatodea, kelas heksapoda yang dicirikan dengan metamorfosis sederhana, bagian-bagian mulut mandibula. Rayap hidup secara koloni dan diklasifikasikan ke dalam tujuh famili diantaranya famili Mastotermitidae, Kalotermitidae, Termopsidae, Hodotermitidae, Rhinotermitidae, Serritermitidae, Termitidae (Nandika et al. 2003). Klasifikasi rayap menurut Borror et al. (1992) ialah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Arthopoda Kelas : Heksapoda Ordo : Blatodea

Famili : Mastotermitidae Famili : Kalotermitidae Famili : Termopsidae Famili : Hodotermitidae Famili : Rhinotermitidae Famili : Serritermitidae Famili : Termitidae

Ciri-ciri dari masing-masing famili rayap adalah sebagai berikut:

Famili Kalotermitidae. Ada 16 spesies rayap termasuk rayap kayu kering, kayu basah dan bubuk. Rayap ini tidak memiliki kasta pekerja, sehingga yang melakukan pekerjaan koloni yaitu rayap-rayap muda dari kasta-kasta lain. Rayap kayu kering menyerang kayu kering yang tidak bersentuhan dengan tanah. Kebanyakan rayap yang terdapat dalam famili ini beraktivitas di dalam gedung-gedung, perabotan rumah tangga, tiang-tiang (Borror 1992).

Rayap bubuk menyerang kayu-kayu kering yang kontak maupun tidak dengan tanah. Rayap spesies ini menyerang kayu-kayu kering yang kemudian direduksi menjadi bubuk. Berbagai barang yang diserang rayap ini diantaranya:


(4)

perabotan rumah tangga, buku-buku, kertas-kertas, barang-barang kering dan kayu-kayu bangunan (Borror 1992).

Famili Mastotermitidae adalah rayap yang tinggal bawah tanah dari sarang interkoneksi oleh bagian-bagian yang dekat dengan permukaan. Mastotermes darwiniensis spesies yang masih hidup hanya dari keluarga Mastotermitidae rayap. Rayap ini ditemukan di Australia Utara (Tyler 2012).

Famili Termopsidae adalah keluarga dampwood rayap yang berada tempat-tempat yang lembab dan kayu busuk di atas tanah. Rayap ini tumbuh subur dengan koloni kecil sehingga tidak menyebabkan banyak kerusakan ekonomi (Tyler 2012).

Famili Hodotermitidae. Merupakan rayap kayu basah. Rayap ini menyerang kayu-kayu mati, dan walaupun mereka tidak memerlukan kontak dengan tanah, sejumlah kelembaban dalam kayu diperlukan. Rayap yang termasuk dalam famili ini biasanya dapat ditemukan di kayu-kayu gelondongan yang sudah membusuk, lembab dan mati, namun sering pula merusak gedung-gedung terutama di daerah pantai yang cukup kabut (Borror 1992).

Famili Rhinotermes. Kelompok ini diwakili rayap-rayap di bawah tanah dan rayap-rayap kayu lembab dalam genus Prorhinotermes. Coptotermes formosanus Shiraki, satu nama yang merusak didaratan China dan Taiwan. Sarang di bawah tanah atau di dalam kayu (Borror 1992).

Famili Serritermitidae keluarga merupakan salah satu taksa paling misterius. Salah satu anggota dari famili ini yaitu Glossotermes ocolutas. G. oculatus memiliki tiga kelenjar yaitu kelenjar labral, frontal, dan bibir (Sobotnik 2012).

Famili Termitidae. Kelompok ini mencakup rayap-rayap tanpa prajurit, dan rayap-rayap berhidung panjang (Nasutitermes dan Tenuirostriter). Rayap-rayap tanpa prajurit membuat lubang di bawah kayu. Rayap-Rayap-rayap ini menyarang pohon-pohon dan benda lain di atas tanah (Borror 1992).

Rayap tidak hidup secara soliter namun rayap hidup secara koloni, dalam koloninya rayap terbagi atas tiga kasta yang masing-masing memiliki fungsi dan peranan yang berbeda. Ketiga kasta tersebut adalah kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta reproduktif. Pada dasarnya kasta pekerja mendominasi dari segi jumlah


(5)

koloni dibandingkan dengan kasta yang lainnya, tidak kurang dari 80–90% merupakan kasta pekerja (Prasetyio & Yusuf 2005).

Kasta pekerja memiliki warna pucat dan memiliki penebalan di daerah kutikulanya (Prasetyio & Yusuf 2005). Kasta ini tidak memiliki sayap, mandul dan terdiri dari dua spesies kelamin (Borror 1992). Kasta pekerja memiliki tugas mencari makan, bekerja membangun sarang, memelihara ratu, rayap muda, dan telur. Kasta inilah yang paling bertanggung jawab atas berbagai kerusakan yang terjadi.

Kasta prajurit memiliki ciri morfologi kepala yang besar, sedikit keras dan memiliki rahang yang lebih besar dibandingkan kasta yang lain (Sigit & Hadi 2006). Ciri khas mendibula ini yang dapat digunakan sebagai identifikasi (Borror 1992). Beberapa spesies rayap diantaranya Macrotermes, Odontotermes, Rhinotermes dan Schedorhinotermes dijumpai ukuran kasta prajurit yang berbeda. Raya prajurit berukuran besar (prajurit major), berukuran kecil (prajurit minor) dan ada yang berukuran sedang (prajurit intermediet) (Nandika et al. 2003). Kasta perajurit bertugas menjaga dan mempertahankan koloni dari serangan musuh atau predator (Sigit & Hadi 2006).

Kasta reproduktif terdiri dari individu-individu seksual yaitu betina (ratu) dan jantan (raja). Kasta ini terbagi atas dua bagian yaitu kasta reproduktif suplemen (sekunder) dan kasta reproduktif primer (laron). Kasta reproduktif supleman (sekunder) terdiri atas jantan dan betina yang keduanya tidak memiliki sayap, bilapun ada sayap berukuran kecil dan relatif tidak berfungsi. Kasta reproduktif sekunder ini terbentuk dengan tujuan sebagai cadangan ratu primer bila suatu saat ratu primer mati atau sakit. Kasta reproduktif primer (laron) memiliki ciri khusus diantaranya memilki sayap (Sigit & Hadi 2006). Ukuran dan bentuk pada bagian sayap depan dan belakang sama. Ratu rayap dapat berumur mencapai 20 tahun bahkan 50 tahun lebih lama dibandingkan dengan umur Raja. Ukuran badan sang Ratu lebih besar dibandingkan Raja pada bagian abdomen (Prasetyo & Yusuf 2005), hal ini karena pertumbuhan ovari, usus, dan penambahan lemak tubuh akibat kapasitas telur yan meningkat (Borror 1992).

Rayap dalam aktivitas dan distribusinya dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan diantaranya suhu, kelembaban dan curah hujan. Suhu memiliki


(6)

peranan penting dalam aktivitas dan perkembangan rayap. Sebagian besar serangga memiliki suhu optimum berkisar antara 15–38%. Kelembaban cukup memiliki peranan dalam aktivitas jelajah rayap. Rayap tanah seperti Coptotermes, Macrotermes, Odontotermes memerlukan kelembaban yang tinggi (75–90%). Curah hujan memiliki peran dalam hal perkembangbiakan eksternal dan merangsang keluarnya kasta reproduksi keluar dari tanah. Laron tidak akan keluar bila curah hujan rendah (Nandika et al. 2003).

Rayap dapat dikelompokan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan habitatnya yaitu rayap yang hidup di dalam tanah, kayu basah dan kayu kering. Rayap tanah hidup di atas permukaan tanah, di batang-batang pohon dan dalam kayu. Genus yang termasuk ke dalam kelompok rayap tanah salah satu diantaranya Macrotermes dan Odontotermes (Rismayadi 2007).

Rayap kayu basah bersarang pada kayu lembab dan lapuk, kelompok ini diwakili oleh genus Glypototermes dan Protermes. Rayap kayu kering bersarang pada kayu-kayu kering dengan kadar air rendah dan kelembaban yang rendah. Rayap ini hidup pada pohon-pohon hidup seperti pada rayap genus Neotermes (Rismayadi 2007).

Keberadaan rayap di muka Bumi sering memberikan dampak negatif bagi manusia. Rayap sering menyerang kayu dan bangunan gedung sehingga merugikan dari segi ekonomi bagi manusia. Namun demikian rayap memberikan berbagai manfaat yang dapat kita rasakan diantaranya membuat lorong-lorong di dalam tanah dan mengakibatkan tanah menjadi gembur sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman (Sigit & Hadi 2006), membantu manusia sebagai dekomposer dengan cara menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikannya sebagai hara ke dalam tanah (Nandika et al. 2003). Keberadaan rayap di tanah mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah. Ketersediaan nutrisi tanah, porositas, aerasi dan lain-lain, tidak terlepas dari peran rayap di muka bumi (Rismayadi 2007).


(7)

2.2 Vegetasi Pinus

Pinus merkusii merupakan famili dari Pinaceae dan memiliki berbagai nama daerah diantaranya damar batu, damar bunga, huyam, kayu sala, kayu sugi, tusam uyam (Sumatra), pinus (Jawa). Pohon ini memiliki daerah penyebaran di Indonesia mulai dari Aceh, Sumatra Utara, Suamatra Barat, dan seluruh wilayah Jawa. Pinus dapat mencapai tinggi 20 – 40 m dengan tinggi bebas cabang 2–23 m, sementara diameter dapat mencapai 100 cm. Pohon ini memiliki ciri khas secara visual dari penampakan luarnya diantaranya kulit luar kasar berwarna coklat-kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas, beralur lebar dan dalam.

Ciri-ciri umum yang lain dari pohon pinus kayu teras berwarna coklat-kuning muda dengan pita dan gambar yang berwarna lebih gelap, kayu yang berdamar berwarna coklat atau coklat tua. Kayu gubal berwarna putih atau kekuning-kuningan, tebal 6–8cm. Kayu pinus memiliki kadar selulosa 54,9% dan lignin 24,3%. Kayu pinus masukan ke dalam kelas awet IV, daya tahan terhadap rayap kayu kering termasuk kelas awet V. Kayu tusam termasuk mudah dikeringkan, mudah mengalami pencekungan, retak, pecah ujung, retak permukaan dan sangat mudah diserang jamur biru (Martawijaya 1989).

Agathis

Agathis yang merupakan salah satu anggota dari famili Araucariaceae. Pohon ini tersebar di berbagai wilayah Indonesia diantaranya Sumatra Barat, Sumatra Utara, seluruh Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya. Tinggi Pohon ini bisa mencapai 55 m, panjang batang bebas cabang 12–25 m, diameter 150 cm atau lebih, bentuk batang silindris dan lurus. Pohon ini memiliki ciri khas kayu teras berwarna keputih-putihan sampai kuning-coklat. Kayu gubal tidak berbeda dengan kayu teras. Kayu agathis termasuk ke dalam kelas awet IV. Daya tahan kayu agathis terhadap rayap Cryptotermes cyncocephalus termasuk ke dalam kelas V. Sifat kayu agathis bila dikaitkan dengan pengeringan kayu, kayu agathis mudah dikeringkan tanpa banyak cacat. Agathis tumbuh pada hutan primer pada tanah berpasir, berbatu-batu atau liat yang selamanya tidak tergenang air, dengan ketinggian 2–1.750 m dari permukaan laut (Martawijaya 1981).


(8)

Puspa

Puspa dengan nama botanis Schima wallichii merupakan salah satu anggota dari famili Theaceae. Pohon ini tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, lampung, seluruh Jawa, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur. Pohon Puspa dapat mencapai tinggi 40 m dengan tinggi bebas cabang 25 m, diameter pohon ini bisa mencapai 250 cm dan tidak berbanir. Ciri lain dari pohon ini diantaranya kulit luar berwarna merah muda, merah tua sampai hitam, beralur dangkal dan mengelupas. Kayu teras berwarna coklat-merah atau coklat-kelabu. Sementara kayu gubal berwarna lebih muda dan tidak mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Kayu ini memiliki tekstur yang halus dan permukaan kayu yang licin. Memiliki kadar selulosa 51,2%. Kayu puspa termasuk ke dalam kelas awet III. Daya tahan terhadap serangan rayap termasuk ke dalam kelas II. Sifat kayu puspa bila dikaitkan dengan pengeringan kayu, kayu puspa termasuk sulit dan lambat untuk dikeringkan karena mudah mengalami perubahan bentuk seperti pencekungan dan pemilinan serta pecah pada mata kayu (Martawijaya 1989).

Kapulaga

Kapulaga terdapat dua macam di Indonesia yaitu dengan Eletta cardamaomum Maton berasal dari marga Eletrria dan Amomum cardamomum L berasal dari marga Amomum keduanya berasal anggota dari famili Zingiberacea. E. cardamaomum memiliki umbi batang yang agak besar atau gemuk, dari umbi batangnya ini tumbuh batang semu yang tingginya 2–3 m. Daun-daun E. cardamaomum berbentuk tombak, berujung runcing, berwarna hijau tua, agak licin atau sedikit berbulu, pajang kurang lebih 1 m, lebar antara 8–15 cm. Bunga 2–3 rangkai, kelopak bunga berwarna hijau panjang 3,5 cm. Mahkota bunga kecil melebar berwarna hijau muda dengan panjang 1,5 cm. Buah berbentuk bulat telur, agak memanjang, bersegi tiga. Buah terdiri dari tiga ruas dan tiap ruas terdiri dari 5–7 biji yang berwarna coklat dan beraroma harum (Indo 1987).

A. cardamomum mempunyai umbi batang dalam tanah. batang semu berdaun agak banyak dan tinggi mencapai 1–1,5 m. Daun berbentuk pisau bedah, bunga tegak lurus ke atas dan tingginya mencapai 8 cm. Kuncup pada tangkai bunga dilindungi oleh kelopak-kelopak yang kemudian menjadi daun pelindung


(9)

bunga. Kelopak bunga terdiri atas 3–8 dan memiliki warna merah. Tangkai buah memiliki panjang 6 cm, buah memiliki bentuk pipih bersegi tiga terdiri atas tiga ruang, buah memilki panjang 1–1,2 cm dengan lebar 1–1,5 cm. Biji besar dengan ukuran 4 mm, berbentuk pipih, berwarna coklat (Indo 1987).


(10)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. Pengambilan contoh dilakukan di HPGW Sukabumi, Jawa Barat. Pengukuran spesimen, analisis data dan mengambilan foto dilakukan di Laboratorium Teknologi Pemanfaatan Mutu Kayu (TPMK) Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan.

Bahan yang digunakan yaitu rayap dari kasta prajurit dan alkohol 70%. Alat yang digunakan pinset, botol film, plastik, Global Positioning Sistem (GPS), cawan Petri dan National DC2-456 Digital Microscope.

3.3 Metodologi.

3.3.1 Pengambilan Contoh.

Pengambilan contoh rayap menggunakan metode purposive sampling dengan parameter yang digunakan adalah rayap pada permukaan tanah yang tertutup oleh serasah dan pohon-pohon yang telah rebah pada tegakan agathis, puspa, pinus, agroforestri dan mess (penginapan). Pencarian rayap dilakukan dengan cara berjalan kaki di wilayah HPGW dan pembuatan lubang pada tanah dengan kedalaman 10 cm atau pada pohon-pohon yang telah rebah yang diduga terdapat rayap. Contoh rayap yang diambil merupakan rayap yang berkasta prajurit. Rayap kasta prajurit diawetkan dan dimasukan ke dalam tabung film yang sebelumnya telah diberi alkohol 70%. Tiap tabung film diberi label dan ditulis nomor, lokasi ditemukan.

3.3.2 Identifikasi rayap.

Pengambilan foto rayap dan pengukuran tubuh rayap menggunakan National DC2-456 Digital Microscope dengan perbesaran 10x dan 30x. Identifikasi rayap dilakukan secara deskriptif dengan mengamati karakter tubuh rayap diantaranya ukuran badan, mandibula, ukuran kepala dan segmen antena. Prosedur identifikasi rayap adalah rayap difoto secara utuh kemudian dilakukan


(11)

pengukuran panjang total tubuh rayap. Tubuh rayap yang utuh kemudian dipotong pada bagian kepala. Pengambilan foto diulang kembali pada bagian kepala dan selanjutnya dilakukan pengukuran kepala rayap dari mandibel sampai pangkal kepala. Identifikasi pada penelitian ini berdasarkan kunci identifikasi oleh Tho (1992) dan Ahmad (1958).

3.4 Kondisi Umum 3.4.1 Lokasi dan Luas

HPGW terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (Desa Segog). Dari simpang Ciawi berjarak 46 km dan dari Sukabumi 12 km. Secara Geografis Hutan Pendidikan Gunung Walat berada pada 106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS. Secara administrasi pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi.Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomas) seluas 120 ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 ha.

3.4.2 Topografi dan Iklim

HPGW terletak pada ketinggian 460–715 m dpl. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan di bagian utara mempunyai topografi yang semakin curam. Pada punggung bukit kawasan ini terdapat dua patok triangulasi KN 2.212 (670 m dpl) dan KN 2.213 (720 m dpl). Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B, dengan dengan nilai Q = 14,3%–33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 1600–4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29°C dan minimum 19°C di malam hari.

3.4.3Tanah dan Hidrologi

Tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian di barat daya terdapat areal peralihan dengan spesies batuan


(12)

karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping). HPGW merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri. 3.4.4 Vegetasi

Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (A. lorantifolia), pinus (P. merkusii), puspa (S. wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan spesies lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp., Shorea sp., dan akasia (Acacia mangium). Di HPGW paling sedikit terdapat 44 spesies tumbuhan, termasuk 2 spesies rotan dan 13 spesies bambu. Selain itu terdapat spesies tumbuhan obat sebanyak 68 spesies. Potensi tegakan hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul.


(13)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi

Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima lokasi yaitu, tegakan pinus, puspa, agathis, agroforestri dan di sekitar mess. Setelah melakukan pengamatan, pengambilan dan identifikasi sampel maka jumlah species yang dapat ditemukan pada wilayah HPGW yaitu delapan belas spesies, lima genus yang dikelompokan ke dalam dua famili (Tabel 1 dan Gambar 1). Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (A. lorantifolia), pinus (P. merkusii), puspa (S. wallichii), dan spesies lainnya seperti sengon (P. falcataria), mahoni (S. macrophylla) kayu afrika (M. eminii), rasamala (A. excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp., Shorea sp., dan akasia (A. mangium). Penelitian ini hanya mengamati lima lokasi yaitu damar (A. lorantifolia), pinus (P. merkusii), puspa (S. wallichii), agroforestri dan disekitar mess (penginapan).

Tabel 1 Sebaran famili, genus dan species rayap berdasarkan lokasi di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

No Lokasi Jumlah

Contoh

Famili Genus Species

1 Agathis 7 Rhinotermitidae Macrotermes 6

Termitidae Odontotermes

Pricapritermes

Schedorhinotermes

2 Agroforestri 1 Termitidae Odontotermes 1

3 Mess 4 Termitidae Macrotermes 4

Odontotermes

4 Pinus 10 Rhinotermitidae Macrotermes 6

Termitidae Schedorhinotermes

Odontotermes

5 Puspa 4 Termitidae Macrotermes 4

Nasutitermes Odontotermes


(14)

(15)

Hasil pengamatan pada kawasan tersebut diperoleh 2 famili yaitu Rhinotermitidae dan Termitidae dan diperoleh lima genus diantaranya genus. Schedorhinotermes merupakan genus dari famili Termitidae sementara Macrotermes, Nasutitermes, Odontotermes dan Pericapritermes merupakan genus-genus yang termasuk ke dalam famili Termitidae (Gambar 2).

1mm

A B

1mm 1mm 1mm

C D E

Gambar 2 Morfologi genus rayap: A) genus Schedorhinotermes, B) Macrotermes, C) Pericapritermes, D)Odontotermes, E) Nasutitermes

Pada tegakan agathis diambil tujuh contoh rayap, setelah dilakukan identifikasi maka diperoleh enam spesies yaitu Macrotermes sp1. (minor), S. medioobscurus, Schedorhinotermes sp1. (minor), S. tarakensis, Schedorhinotermes sp1. (major),dan Pericapritermes. Agroforestri diperoleh satu spesies yaitu Odontotermes sp1. Sementara pada tegakan pinus terdapat sepuluh contoh rayap dan setelah dilakukan identifikasi maka diperoleh enam spesies yaitu Schedorhinotermes sp2. (minor), S. longirositis (minor), S. medioobscurus (minor), Macrotermes sp3., S. tarakensis (minor) dan Odontotermes sp2.

Tegakan puspa diperoleh empat contoh rayap dengan hasil identifikasi empat spesies rayap diantaranya N. javanicus, M. gilvus (minor), Odontotermes sp4. dan Odontotermes sp5. Disekitar mess dilakukan pengambilan contoh rayap dan diperoleh empat contoh rayap, setelah dilakukan identifikasi maka terdapat


(16)

empat spesies rayap yaitu M. gilvus (minor), Macrotermes sp2 (minor), M. gilvus (major), Odontotermes sp2. Secara lengkap disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Spesies rayap yang ditemukan di tegakan agathis, puspa, pinus, agroforestri, dan mess

Tegakan Species

Agathis 1 Macrotermes sp1. (minor)

Agathis2 Schedorhinotermes medioobscurus (minor)

Agathis3 Schedorhinoterme sp1. (minor)

Agathis4 S. tarakensis (minor)

Agathis5 S. tarakensis (minor)

Agathis6 Schedorhinotermes sp1. (major)

Agathis7 Pericapritermes mohri

Agroforestri Odontotermes sp1.

Mess1 M. gilvus (minor)

Mess2 Macrotermes sp2. (minor)

Mess3 M. gilvus (major)

Mess4 Odontotermes sp 2.

Pinus1 S. longirositis (minor)

Pinus2 S. medioobscurus (minor)

Pinus3 S. medioobscurus (minor)

Pinus4 Macrotermes sp3. (minor)

Pinus5 S. tarakensis (minor)

Pinus6 S. medioobscurus (minor)

Pinus7 Odontotermes sp3.

Pinus8 Schedorhinotermes sp2. (minor)

Pinus9 S. medioobscurs (minor)

Pinus10 S. longirositis (minor)

Puspa1 Nasutitermes javanicus

Puspa2 M. gilvus (minor)

Puspa3 Odontotermes sp4.

Puspa4 Odontotermes sp5.

Schedorhinotermes merupakan genus dari anggota Famili Rhinotermitidae yang paling sering dijumpai, dari dua puluh enam contoh yang diperoleh tiga belas diantaranya merupakan spesies rayap dari anggota genus Schedorhinotermes. Hal ini dikarenakan ordo Schedorhinotermes memiliki daya jelajah yang cukup luas. Rismayadi (1999) melaporkan bahwa luas wilayah jelajah dua koloni rayap tanah S. javanicus di sekitar Gedung Rektorat IPB masing-masing memiliki daya jelajah mencapai 295 m dan 100 m dengan jarak maksimum 118 meter dan 35 meter. Menurut Krisna dan Weesner (1970) dalam Rismayadi (1999) menyatakan bahwa rayap S. javanicus mudah dijumpai hampir di seluruh wilayah di pulau Jawa terutama pada ketinggian di bawah 1000 meter dari permukaan laut sementara kondisi lingkungan HPGW terletak pada


(17)

ketinggian 460–715 m dpl. Daya jelajah merupakan salah satu bagian dari prilaku rayap untuk mencari sumber makanannya (Nandika et al. 2003). Wilayah jelajah adalah daerah yang selalu dikunjungi oleh suatu organisme secara tetap untuk aktivitas hidupnya baik mencari makan, istirahat, reproduksi dan berlindung (Moen 1973) dalam Rismayadi (1999).

Daya jelajah suatu organisme dipengaruhi oleh sifat khas suatu organisme dan kualitas habitatnya. Apabila suatu organisme memiliki habitat wilayah yang baik maka wilayah jelajahnya cenderung sempit. Namun apabila kualitas habitat dari suatu organisme itu rendah maka organisme tersebut cenderung memperluas wilayah jelajahnya (Rismayandi 1999). Daya jelajah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ketersediaan makanan, variasi mikro klimat, kondisi fisik habitat dan resiko perjumpaan dengan predator. Schedorhinotermes merupakan spesies rayap tingkat rendah dan bila dikelompokan dalam jenis makanannya genus ini dimasukan ke dalam kelompok I yaitu kelompok spesies rayap tingkat rendah yang memakan material pohon mati, sehingga tidak salah bila rayap spesies ini mudah untuk ditemukan (Faszly et al. 2005).

Rayap yang termasuk ke dalam famili Termitidae merupakan spesies rayap tingkat tinggi, kebanyakan anggota dari rayap yang termasuk ke dalam famili Temitidae bila dibedakan dalam makanannya maka masuk ke dalam grup II yaitu anggota rayap famili Termitidae memakan kayu, rumput dan lumut. Namun tidak semua dari anggota famili Termitidae masuk ke dalam grup II. Sebagai contoh pada genus Pericapritermes. Genus ini termasuk ke dalam grup III yaitu anggota rayap yang termasuk famili Termitidae memakan tanah dengan kandungan organik tinggi (Faszly et al. 2005), sehingga rayap ini sulit untuk ditemukan dikarenakan habitat yang spesifik. Penelitian ini menemukan bahwa genus Pericapritermes hanya terdapat satu sampel dan hanya ditemukan pada tegakan agathis.

Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa genus Macrotermes tersebar secara merata disetiap lokasi pengambilan sampel. Subekti et al. (2008) melaporkan bahwa genus Macrotermes memiliki sebaran yang luas ini terlihat dari data yang menyebutkan bahwa genus Macrotermes ditemukan pada empat tempat yang berbeda dengan ketinggian yang beragam yaitu Taman Nasional


(18)

Gunung Halimun Salak dengan ketinggian 600–700 m dpl dan 900–1000 m dpl, Cagar Alam Yanlappa Bogor dengan ketinggian 200–300 m dpl dan Taman Nasional Ujung Kulon dengan ketinggian 0–100 mdpl, dari data tersebut terlihat bahwa genus Macrotermes memiliki kemampuan adaptasi yang cukup baik. Beberapa spesies rayap pada sub famili Macrotermitidae diantarnya genus Odontotermes dan genus Macrotermes menunjukan kesukaannya terhadap jamur. Menurut Nandika et al. (2003) ini terlihat pada bagian sarang Macrotermes banyak dijumpai kebun jamur sebagai sumber makanannya. Menurut United Nations Food and Agriculture Organitation dan United Nations Environment Programme (2000) melaporkan bahwa jamur merupakan faktor penting dalam rantai makanan bagi rayap Macrotermes dan Odontotermes. Jamur berperan dalam menjaga iklim mikro. Jamur Termitomycetes ini dimakan oleh koloni yang masih muda untuk membantu dalam mencerna selulosa.

Genus Nasutitermes merupakan genus yang paling sedikit ditemukan. Dalam penelitian ini genus Nasutitermes terdapat pada tegakan puspa. United Nastion Food and Agriculture Organitation dan United Nations Environment Programme (2000) melaporkan bahwa rayap ini dapat hidup di dalam semua spesies habitat hanya saja yang menjadi faktor pembatas dalam distribusinya adalah makanan. Sumber makanan rayap ini mulai dari kayu, lumut dan humus yang berasal dari daun atau sampah. Keberadaan lumut pada tegakan puspa sangat mungkin terjadi karena habitus pohon puspa yang memiliki kanopi yang luas menyebabkan kelembaban meningkat dan intensitas matahari rendah sehingga kondisi di bawah kanopi menjadi temperatur relatif basah dan dingin (suhu rendah) (Setyawan 2000), kondisi ini menyebabkan lumut dapat tumbuh optimal, dengan tersedianya cukup makan maka rayap dapat tumbuh dengan baik.


(19)

4. 2. Identifikasi Spesies Rayap yang tersebar di HPGW.

Contoh rayap yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan pengidentifikasian dengan menggunakan mikroskop dan dibantu dengan buku kunci identifikasi spesies rayap berdasarkan Ahmad (1958) dan Tho (1992). Hasil untuk identifikasi rayap di HPGW disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil identifikasi rayap di HPGW

No Rayap yang ditemukan Deskripsi berdasarkan kunci determinasi

1A Spesies-spesies rayap dengan

ukuran besar, dimorfis (mempunyai dua ukuran). Panjang tubuh dengan mandibel adalah 8–15 mm.

Macrotermes (major)

1B Warna kepala coklat merah.

Panjang kepala dengan mandibel 4,8–5,48 mm. Panjang kepala tanpa mandibel 3,4–3,65 mm. Lebar kepala 2,88–3.17 mm. Ruas antena 17 segmen.

Macrotermes gilvus (major)

1C Panjang kepala dengan mandibel

3.07–3.43 mm. Panjang kepala tanpa mandibel 1.84–2.29 mm. Lebar kepala 1.52–1.92 mm. M. gilvus (minor)


(20)

Lanjutan Tabel 4

No Rayap yang ditemukan Deskripsi berdasarkan kunci determinasi

2A Bentuk mandibel sangat tidak

simetris, dengan mandibel kiri melengkung ditengah seperti kait.

Pericapritermes

2B Panjang kepala dengan mandibel

3,36–3,65 mm. Panjang kepala tanpa madibel 1,84–2, 18 mm. Lebar kepala 1,16–1,23 mm. P. mohri

3A Spesies-spesies ukuran sedang.

Panjang tubuh 2,17 mm. Odontotermes

3B Panjang kepala dengan mandibel

2,89 mm.

Panjang kepala tanpa mandibel 2,55 mm.

Lebar kepala 1,58 mm. Odontotermes sp.


(21)

Lanjutan Tabel 4

No Rayap yang ditemukan Deskripsi berdasarkan kunci determinasi

4A Kepala berwarna kuning muda,

panjang kepala dengan mandibel 1,8 mm, lebar 1,33 mm dan 16 segmen antena.

Schedorhinotermes (major)

4B Kepala berwarna kuning muda,

panjang kepala dengan mandibel 1,98 mm. Panjang kepala tanpa mandibel 1.44–1,54 mm. Lebar kepala 1.38–1.44 mm. 16 segmen antena.

S. longirostris (major)

4C Panjang kepala dengan mandibel

1,33–1,40 mm. Panjang kepala tanpa mandibel 0,84–1,04 mm. Lebar kepala 0,72–0,80 mm. S. longirostris (minor)

4D Panjang kepala dengan mandibel

1,22–1,35 mm. Panjang kepala tanpa mandibel 0,78–0,83 mm. Ruas antena 16 segment


(22)

Lanjutan Tabel 4

No Rayap yang ditemukan Deskripsi berdasarkan kunci determinasi

4E Panjang kepala dengan mandibel

1,17–1,18 mm. Panjang kepala tanpa mandibel 0,65–0,72 mm. S. tarakensis (minor)

5A Mandible prajurit sangat kecil

dan nyaris tidak terlihat dahi (frons) menonjol ke depan berbentuk alat penusuk (nasus) Prajurit berbentuk kerucut, bagaian pangkal menebal dan agak lengkung. Anggota koloni berwarna gelap, coklat tua sampai hitam.

Nasutitermes

5B Jumlah antena 12–13 segmen.

Panjang kepala dengan nasut 1,23 mm.

Lebar kepala 0,72 mm. Nasutitermes javanicus


(23)

4.3. Potensi rayap sebagai hama di HPGW

Dari kelima genus yang berhasil ditemukan hanya dua genus yang berpotensi sebagai hama yaitu Macrotermes dan Odontotermes. Nandika (2003) melaporkan bahwa serangan Macrotermes pada tegakan kayu putih tahun 1976 di Tasikmalaya menyebabkan kematian sebesar 91%. Rahmat (1984) melaporkan terjadi kerusakan kayu di TPK Pongpok Landak yang disebabkan M. gilvus. Kayu yang diserang merupakan kayu kualitas IV, kayu yang memilik diameter 4–19 cm. Kayu-kayu tersebut tidak bisa dijual atau menimbulkan kerugian ekonomi karena bagian dalam kayu telah habis dimakan rayap.

Santoso (1995) melaporkan bahwa terjadi kerusakan tanaman Shorea spp. di RPH Jasinga yang disebabkan oleh rayap M. gilvus. Tingkat kerusakan yang ditimbulkan M. gilvus mulai dari ringan hingga berat. M. gilvus menimbulkan kerusakan berat pada akar tanaman S. pinanga dan menimbulkan kerusakan berat pada batang S. stenoptera. Nandika (2003) melaporkan Odontotermes menyerang tegakan kayu putih di Gunung Kidul dengan menyebabkan kematian sebesar 87,07%.


(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan dua famili rayap yaitu Rhinotermitidae dan Termitidae. Genus yang berhasil ditemukan pada famili Rhinotermitidae di antaranya Macrotermes, Nasutitermes, Odontotermes dan Pericapritermes. Famili Termtidae hanya satu genus yang dapat ditemukan yaitu Schedorhinotermes. Genus Macrotermes dan Odontotermes merupakan genus yang paling banyak ditemukan dan memiliki sebaran yang luas tersebar dihampir semua lokasi. Pericapritermes dan Nasutitermes adalah genus yang paling sedikit ditemukan hanya berada di satu lokasi.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan pengamatan di luar lima lokasi yang telah dilakukan sehingga mencakup keseluruhan area HPGW.

2. Perlu dilakukan pengamatan rayap pada berbagai musim untuk memperoleh kelengkapan data pada musim yang berbeda.


(25)

VI.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad M. 1958. Key to the Indomalayan Termites Biologi. Volume ke-4. Departement of Zoology University of the Panjab Lahore.

Borror DJ, Thriphelehorn CA, Johnson NF. 1992. Pengenalan Serangga Edisi 6 (terjemahan). Yogyakarta: UGM Press.

Faszly R, Idris AB and Sajap AS. 2005. Termites (Insecta: Isoptera) Assemblages from Sungai Bebar Peat Swamp Forest, Pahang. Biodeversity Expedition Sungai Bebar, Pekan, Pahang 4:137–140.

FAO. 2000. Termite Biology and Management Workshop. Geneva: Food and Agriculture Organitation

Hutan Pendidikan Gunung Walat. 2012. Hutan Pendidikan Gunung Walat

“Leuweung Sakolaan Sagala Bangsa. http://gunungwalat.net/id [21 Mei 2012].

Indo MABD. 1987. Kapulaga Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Indonesia, Departemen Kehutanan.

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Muhamadiyah University Press.

Prasetyo WK, Yusuf S. 2007. Mencegah dan Membasmi rayap secara Ramah Lingkungan. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Rahmat E. 1984. Studi tentang akibat serangan rayap terhadap kayu bulat jati (Tectona grandis L.F.) di tempat penimbuanan kayu (TPK) Pongpok Landak KPH, Cianjur [skripsi]. Bandung: Akademi Ilmu Kehutanan Bandung.

Rismayadi Y. 1999. Penelahaan daya jelajah dan ukuran populasi koloni rayap tanah Schedorhinotermes javanicus Kemmer (Isoptera:Rhinotermitidae) serta Microtermes inspiratus Kemmer (Isoptera:Termitidae)[tesis]. Bogor: Teknologi Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor


(26)

Šobotník J, Bourguignon T, Roisin Y, Hanus R, Weyda F. 2012. Biologi of Glossotermes oculus (Isoptera: Serritermitidae). http://www.uochb.cz/ infochem/termites/termitesglossotermes.htm [12 Juli 2012].

Santosa I. 1995. Inventarisasi dan deskripsi serangga perusak tanaman muda Shorea spp. di RPH Jasinga, BKPH Jasinga, KPH Bogor [skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor

Setyawan DA. 2000. Tumbuhan efipit pada tegakan pohon Schima Wallichii (D.C.) Khorth. di Gunung Lawu [skripsi]. Surakarta: Jurusan Biologi Fakultas MIPA UNS Surakarta.

Sigit SH. Hadi UK. 2006. Hama Pemukiman Indonesia. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Subekti N, Duryadi D, Nandika D, Surjokusumo S dan Anwar S. 2008. Sebaran dan karakter morfologi rayap tanah Macrotermes givus Hagen di habitat hutan alam. Jurnal dan Teknologi Hasil Hutan 1:27–33.

Tho YP. 1992. Termites of Peninsular Malaysia. Kualalumpur: Forest Research Institute Malaysia.

Tyler CI. 2012. The Classification of Termites. http://www.ehow.com/info 8004197 classification-termites.html [12 Juli 2012].


(27)

ANDRI FIRMANSYAH

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(28)

ANDRI FIRMANSYAH

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(29)

ANDRI FIRMANSYAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(30)

ANDRI FIRMANSYAH. Keanekaragaman Rayap Tanah Di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Dibimbing oleh NOOR FARIKHAH HANEDA.

Rayap merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Blatodea. Rayap mudah di jumpai di dataran rendah tropik hal ini dikarenakan penyebaran dan aktivitas rayap sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan curah hujan. Rayap banyak memberikan manfaat bagi ekosistem bumi, sebagai makrofauna tanah rayap memiliki peran dalam pembuatan lorong-lorong di dalam tanah dan mengakibatkan tanah menjadi gembur sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman (Sigit & Hadi 2006), rayap memiliki peran dalam membantu manusia sebagai dekomposer dengan cara menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikan sebagai hara ke dalam tanah (Nandika et al. 2003). Sebagian masyarakat beranggapan bahwa rayap merupakan serangga perusak, hal tersebut tidak terlepas dari berbagai kegiatan rayap yang menimbulkan kerusakan pada tanaman dan kerusakan pada bangunan yang terbuat dari kayu sehingga merugikan dari sisi ekonomi.

Rayap bersifat polimorfis yaitu hidup secara berkoloni yang memiliki sistem kasta. Setiap kasta memiliki morfologi tubuh yang berbeda. Kasta prajurit memiliki bentuk mandibula yang khas. Rayap dapat diidentifikasi dengan mengamati ukuran kepala serta mandibel dari kasta prajurit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman rayap di wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. Rayap yang ditemukan selanjutnya diawetkan ke dalam tabung film yang berisi alkohol 70%. Berdasarkan hasil penelitian rayap dari lima lokasi yaitu pada tegakan agathis, pinus, puspa, agroforestri dan disekitar mess (penginapan). Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. Pengambilan contoh dilakukan di HPGW Sukabumi, Jawa Barat. Pengukuran spesimen, analisis data dan mengambilan foto dilakukan di Laboratorium Teknologi Pemanfaatan Mutu Kayu (TPMK) Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Schedorhinotermes merupakan genus dari anggota famili Rhinotermitidae yang paling sering dijumpai, dari dua puluh enam contoh yang diperoleh tiga belas diantaranya merupakan spesies rayap dari anggota genus Schedorhinotermes. Tiga belas contoh rayap lainnya berasal dari genus Macrotermes, Odontotermes, Pericapritermes dan Nasutitermes. Genus Macrotermes memiliki enam spesies, Odontotermes memiliki lima spesies, genus Pericapritermes dan Nasutitermes masing-masing berjumlah satu contoh. Genus Macrotermes dan Odontotermes merupakan genus yang paling banyak ditemukan dan memiliki sebaran yang luas tersebar dihampir semua lokasi. Pericapritermes dan Nasuitermes adalah genus yang paling sedikit ditemukan hanya berada di satu lokasi.

Perlu dilakukan pengamatan di luar lima lokasi yang telah dilakukan sehingga mencakup keseluruhan area HPGW. Perlu dilakukan pengamatan rayap pada berbagai musim untuk memperoleh kelengkapan data pada musim yang berbeda.

Kata kunci: Hutan Pendidikan Gunung Walat, kasta prajurit, rayap, Schedorinotermes


(31)

SUMMARY

ANDRI FIRMANSYAH. Termite diversity of Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Under Supervised of NOOR FARIKHAH HANEDA.

Termites are social insects are included in the order blatodea. Termites are easily encountered in the lowland tropics and this is due to the spread of termite activity is influenced by temperature and precipitation. Termites are many benefits to the ecosystem of the earth, as makrofauna ground termites have a role in the manufacture of passageways in the soil and cause soil to be loose, so good for plant growth (Sigit & Hadi 2006), termites have a role in helping people as a way to destroy wood decomposers or other organic material and return the nutrients to the soil (Nandika et al. 2003). Most of the people thought that termites are destructive insects, it is not out of the activities of termites that cause damage to crops, properties, and damage to buildings made of wood to the detriment of the economy.

Which is polymorphic termites live in colonies that have a caste system. Each caste has a different body morphology. Soldier caste has a distinctive form of the mandible. Termites can be identified by observing the size of the head and mandibel of the warrior caste. This study aims to determine the diversity of termites in the area of Mount Forest Education Walat Sukabumi West Java. Termites are found preserved into the film canister containing 70% alcohol. Based on the results of the study of termites from five locations: on the stand agathis, pine, puspa, agroforestry and mess around. The study was conducted in December 2011 to February 2012. Sampling occurs in HPGW Sukabumi, West Java. Specimen measurement, data analysis and image retrieval conducted at the Teknologi Pemanfaatan Mutu Kayu (TPMK) Department of Forest Products, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University.

The results of this study indicate that Schedorhinotermes is a genus of Rhinotermitidae family members are most often found, of twenty-six samples obtained thirteen species of termites of whom are members of the genus Schedorhinotermes. Thirteen samples were from termite genus Macrotermes, Odontotermes, Pericapritermes and Nasutitermes. Has six species of the genus Macrotermes, Odontotermes has five species, genus Nasutitermes, Pericapritermes and each amounted to one example. Genus Macrotermes and Odontotermes is the most common genus and has a widespread distribution in almost all locations. Pericapritermes and Nasutitermes is the least genus is found only in one location. Observation needs to be done outside of the five locations that have been made to cover the entire area HPGW. Termite observation needs to be done at various seasons to obtain the completeness of data in different seasons. Keywords: Hutan Pendidikan Gunung Walat, the warrior caste, termite,


(32)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Keanekaragaman Rayap Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni2012

Andri Firmansyah NRP E44070062


(33)

Judul Skripsi : Keanekaragaman Rayap Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.

Nama : Andri Firmansyah

NIM : E44070062

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MSc NIP . 19660921 199003 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Silvikiultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP . 19601024 198403 1 009


(34)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan Syukur penulis senantiasa panjatkan kehadiran Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul Keanekaragaman Rayap di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada segala pihak atas bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Juni 2012 Penulis


(35)

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini dan juga pihak yang selama ini membimbing penulis, antara lain :

1. Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MSc yang telah mencurahkan segala kesabaran, perhatian, waktu, tenaga, serta pikiran beliau dalam memberikan arahan dan bimbingan.

2. Dr. Ir. Agus Hikmah, MSc selaku dosen penguji sidang komprehensif, Dr. Ulfah Juniarti Siregar M.Agr sebagai ketua sidang dan Dr. Ir. Prijanto Pamungkas., M.Sc.F.Trop sebagai moderator seminar hasil penelitian. 3. Kedua orang tua, Bapak Ugan dan Ibu Tati, kedua adik, Anggie

Herdiansyah dan Ayu Listriyani serta Tiya atas motivasi, dukungan dan rasa kasih sayang yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis.

4. Staf Tata Usaha departemen Silvikultur : Ibu Aliyah, Pak Ismail, Pak Dedi, dan Mas Saiful, serta keluarga Laboratorium Entomologi Hutan : Bu Eli dan teh Lia atas semua bantuan dan keramahannya selama penulis melakukan penelitian.

5. Teman-teman satu laboratorium : Wiwit, Said, Mba Anna, Mba Dita, Kak Asep dan Awank atas semangat perjuangannya.

6. Pihak pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Dr. Ir. Cahyo Wibowo ., M.Sc. F.trop atas bantuannya dalam pembuatan skripsi.

7. Staf Laboratorium Teknologi Pemanfaatan Mutu kayu dan Punto atas semua bantuan dan keramahannya dalam penelitian.

8. Teman-teman Silvikultur 44 dan se-Fakultas Kehutanan IPB: Ucik, Eri Sugiarto, Puspitasari, Satriavi, Dhinda, Rahmad, Lilis, Aziz, Eko, Fitri dan seluruh teman-teman atas segala bantuan, dukungan, motivasinya dan kebersamaan ini semoga bisa tetap terjalin.

9. Semua pihak yang belum disebutkan, tanpa mengurangi rasa hormat. Semoga segala kebaikan dibalas Allah SWT.


(36)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 5 Februari 1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Ugan dan Tati. Pendidikan formal yang telah dilalui penulis antara lain di SDN Panaragan I tahun 1995-2001, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 6 Bogor tahun 2001-2004, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 6 Bogor pada tahun 2004-2007. Pada Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai mahasiswa jurusan silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB penulis sempat aktif dalam organisasi TGC sebagai staf Bisnis Development Tree Grower Community (TGC). Selain itu, penulis juga aktif di kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan. Penulis juga melakukan beberapa kegiatan praktek lapang. Kegiatan praktek tersebut, yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Timur dan Gunung Papandayan di Garut Jawa Barat, Prakek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi serta Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT. Amal Nusantara, Sulawesi Barat.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Keanekaragaman Rayap di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi,dibimbing oleh Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MSc.


(37)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... vii DAFTAR GAMBAR ... viii BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan ... 2 1.3 Manfaat ... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1 Bioekologi Rayap ... 3 2.2 Vegetasi ... 6 BAB III METODE PENELITIAN ... 9

3.1 Waktu dan Tempat ... 9 3.2 Bahan dan Alat ... 9 3.3 Metodologi ... 9

3.3.1 Pengambilan sampel ... 9 3.3.2 Identifikasi rayap ... 9 3.4 Kondisi umum ... 10 3.4.1 Lokasi dan Luas ... 10 3.4.2 Topografi dan Iklim ... 11 3.4.3 Tanah dan Hidrologi ... 11 3.4.4 Vegetasi ... 11 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12 4. Hasil dan pembahasan ... 12 4.1 Sebaran Rayap Tanah Di Berbagai Vegetasi ... 12 4.2 Identifikasi Rayap Yang Tersebar Di HPGW ... 17 4.3 Potensi Rayap Di HPGW ... 21 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 21 5.1 Kesimpulan ... 21 5.2 Saran ... 22 DAFTAR PUSTAKA ... 22


(38)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Sebaran famili, genus dan spesies rayap berdasarkan lokasi

Hutan Pendidikan Gunung Walat ... 13 2 Spesies rayap yang di temukan di tegakan agathis, pinus, puspa

dan mess... 16 3 Hasil identifikasi rayap di HPGW ... 19


(39)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Peta penyebaran rayap di Hutan Pendidikan Gunung Walat... 14 2 Morfologi genus rayap: A) genus Schedorhinotermes, B) Macrotermes,


(40)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rayap adalah serangga sosial pemakan selulosa temasuk ke dalam ordo Blatodea dan diperkirakan telah menghuni bumi sekitar 220 juta tahun yang lalu atau 100 juta tahun sebelum serangga sosial lainnya menghuni Bumi (Nandika et al. 2003). Rayap memiliki keragaman spesies yang tinggi, tercatat 2500 spesies telah berhasil diidentifikasi. Spesies tersebut terbagi ke dalam 7 famili, 15 sub-famili, dan 200 genus yang tersebar diberbagai negara di dunia (Nandika et al. 2003). Rayap mudah di jumpai di dataran rendah tropik, hal ini dikarenakan penyebaran dan aktivitas rayap sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan curah hujan. Namun demikian, beberapa genus rayap dapat hidup di daerah-daerah dingin seperti Archotermopsis yang hidup di Puncak Pegunungan Himalaya pada ketinggian 3000 m dpl. Di Indonesia ditemukan 200 spesies rayap yang terdiri dari 3 famili yaitu Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan Termitidae.

Rayap banyak memberikan manfaat bagi ekosistem bumi, sebagai makrofauna tanah rayap memiliki peran dalam pembuatan lorong-lorong di dalam tanah dan mengakibatkan tanah menjadi gembur sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman (Sigit & Hadi 2006), rayap memiliki peran dalam membantu manusia sebagai dekomposer dengan cara menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikan sebagai hara ke dalam tanah (Nandika et al. 2003). Sebagian masyarakat beranggapan bahwa rayap merupakan serangga perusak, hal tersebut tidak terlepas dari berbagai kegiatan rayap yang menimbulkan kerusakan pada tanaman dan kerusakan pada bangunan yang terbuat dari kayu sehingga merugikan dari sisi ekonomi.

Rayap bersifat polimorfis yaitu terdapat sistem kasta yang terdiri dari kasta reproduksi, pekerja dan prajurit. Ketiga kasta ini memiliki ciri tubuh yang khas. Rayap dapat diidentifikasi dengan mengamati ukuran kepala serta mandibel dari kasta prajurit (Nandika et al. 2003).


(41)

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) yang luasnya mencapai 359 Ha dan memiliki berbagai spesies tegakan pohon diantaranya agathis, pinus dan puspa namun tidak memiliki data mengenai keragaman rayap, sehingga penelitian mengenai keanekaragaman rayap perlu dilakukan untuk melengkapi data fauna di HPGW.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman rayap di wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keranekaragaman spesies rayap di wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat.


(42)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Rayap

Rayap adalah serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Blatodea, kelas heksapoda yang dicirikan dengan metamorfosis sederhana, bagian-bagian mulut mandibula. Rayap hidup secara koloni dan diklasifikasikan ke dalam tujuh famili diantaranya famili Mastotermitidae, Kalotermitidae, Termopsidae, Hodotermitidae, Rhinotermitidae, Serritermitidae, Termitidae (Nandika et al. 2003). Klasifikasi rayap menurut Borror et al. (1992) ialah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Arthopoda Kelas : Heksapoda Ordo : Blatodea

Famili : Mastotermitidae Famili : Kalotermitidae Famili : Termopsidae Famili : Hodotermitidae Famili : Rhinotermitidae Famili : Serritermitidae Famili : Termitidae

Ciri-ciri dari masing-masing famili rayap adalah sebagai berikut:

Famili Kalotermitidae. Ada 16 spesies rayap termasuk rayap kayu kering, kayu basah dan bubuk. Rayap ini tidak memiliki kasta pekerja, sehingga yang melakukan pekerjaan koloni yaitu rayap-rayap muda dari kasta-kasta lain. Rayap kayu kering menyerang kayu kering yang tidak bersentuhan dengan tanah. Kebanyakan rayap yang terdapat dalam famili ini beraktivitas di dalam gedung-gedung, perabotan rumah tangga, tiang-tiang (Borror 1992).

Rayap bubuk menyerang kayu-kayu kering yang kontak maupun tidak dengan tanah. Rayap spesies ini menyerang kayu-kayu kering yang kemudian direduksi menjadi bubuk. Berbagai barang yang diserang rayap ini diantaranya:


(43)

perabotan rumah tangga, buku-buku, kertas-kertas, barang-barang kering dan kayu-kayu bangunan (Borror 1992).

Famili Mastotermitidae adalah rayap yang tinggal bawah tanah dari sarang interkoneksi oleh bagian-bagian yang dekat dengan permukaan. Mastotermes darwiniensis spesies yang masih hidup hanya dari keluarga Mastotermitidae rayap. Rayap ini ditemukan di Australia Utara (Tyler 2012).

Famili Termopsidae adalah keluarga dampwood rayap yang berada tempat-tempat yang lembab dan kayu busuk di atas tanah. Rayap ini tumbuh subur dengan koloni kecil sehingga tidak menyebabkan banyak kerusakan ekonomi (Tyler 2012).

Famili Hodotermitidae. Merupakan rayap kayu basah. Rayap ini menyerang kayu-kayu mati, dan walaupun mereka tidak memerlukan kontak dengan tanah, sejumlah kelembaban dalam kayu diperlukan. Rayap yang termasuk dalam famili ini biasanya dapat ditemukan di kayu-kayu gelondongan yang sudah membusuk, lembab dan mati, namun sering pula merusak gedung-gedung terutama di daerah pantai yang cukup kabut (Borror 1992).

Famili Rhinotermes. Kelompok ini diwakili rayap-rayap di bawah tanah dan rayap-rayap kayu lembab dalam genus Prorhinotermes. Coptotermes formosanus Shiraki, satu nama yang merusak didaratan China dan Taiwan. Sarang di bawah tanah atau di dalam kayu (Borror 1992).

Famili Serritermitidae keluarga merupakan salah satu taksa paling misterius. Salah satu anggota dari famili ini yaitu Glossotermes ocolutas. G. oculatus memiliki tiga kelenjar yaitu kelenjar labral, frontal, dan bibir (Sobotnik 2012).

Famili Termitidae. Kelompok ini mencakup rayap-rayap tanpa prajurit, dan rayap-rayap berhidung panjang (Nasutitermes dan Tenuirostriter). Rayap-rayap tanpa prajurit membuat lubang di bawah kayu. Rayap-Rayap-rayap ini menyarang pohon-pohon dan benda lain di atas tanah (Borror 1992).

Rayap tidak hidup secara soliter namun rayap hidup secara koloni, dalam koloninya rayap terbagi atas tiga kasta yang masing-masing memiliki fungsi dan peranan yang berbeda. Ketiga kasta tersebut adalah kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta reproduktif. Pada dasarnya kasta pekerja mendominasi dari segi jumlah


(44)

koloni dibandingkan dengan kasta yang lainnya, tidak kurang dari 80–90% merupakan kasta pekerja (Prasetyio & Yusuf 2005).

Kasta pekerja memiliki warna pucat dan memiliki penebalan di daerah kutikulanya (Prasetyio & Yusuf 2005). Kasta ini tidak memiliki sayap, mandul dan terdiri dari dua spesies kelamin (Borror 1992). Kasta pekerja memiliki tugas mencari makan, bekerja membangun sarang, memelihara ratu, rayap muda, dan telur. Kasta inilah yang paling bertanggung jawab atas berbagai kerusakan yang terjadi.

Kasta prajurit memiliki ciri morfologi kepala yang besar, sedikit keras dan memiliki rahang yang lebih besar dibandingkan kasta yang lain (Sigit & Hadi 2006). Ciri khas mendibula ini yang dapat digunakan sebagai identifikasi (Borror 1992). Beberapa spesies rayap diantaranya Macrotermes, Odontotermes, Rhinotermes dan Schedorhinotermes dijumpai ukuran kasta prajurit yang berbeda. Raya prajurit berukuran besar (prajurit major), berukuran kecil (prajurit minor) dan ada yang berukuran sedang (prajurit intermediet) (Nandika et al. 2003). Kasta perajurit bertugas menjaga dan mempertahankan koloni dari serangan musuh atau predator (Sigit & Hadi 2006).

Kasta reproduktif terdiri dari individu-individu seksual yaitu betina (ratu) dan jantan (raja). Kasta ini terbagi atas dua bagian yaitu kasta reproduktif suplemen (sekunder) dan kasta reproduktif primer (laron). Kasta reproduktif supleman (sekunder) terdiri atas jantan dan betina yang keduanya tidak memiliki sayap, bilapun ada sayap berukuran kecil dan relatif tidak berfungsi. Kasta reproduktif sekunder ini terbentuk dengan tujuan sebagai cadangan ratu primer bila suatu saat ratu primer mati atau sakit. Kasta reproduktif primer (laron) memiliki ciri khusus diantaranya memilki sayap (Sigit & Hadi 2006). Ukuran dan bentuk pada bagian sayap depan dan belakang sama. Ratu rayap dapat berumur mencapai 20 tahun bahkan 50 tahun lebih lama dibandingkan dengan umur Raja. Ukuran badan sang Ratu lebih besar dibandingkan Raja pada bagian abdomen (Prasetyo & Yusuf 2005), hal ini karena pertumbuhan ovari, usus, dan penambahan lemak tubuh akibat kapasitas telur yan meningkat (Borror 1992).

Rayap dalam aktivitas dan distribusinya dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan diantaranya suhu, kelembaban dan curah hujan. Suhu memiliki


(45)

peranan penting dalam aktivitas dan perkembangan rayap. Sebagian besar serangga memiliki suhu optimum berkisar antara 15–38%. Kelembaban cukup memiliki peranan dalam aktivitas jelajah rayap. Rayap tanah seperti Coptotermes, Macrotermes, Odontotermes memerlukan kelembaban yang tinggi (75–90%). Curah hujan memiliki peran dalam hal perkembangbiakan eksternal dan merangsang keluarnya kasta reproduksi keluar dari tanah. Laron tidak akan keluar bila curah hujan rendah (Nandika et al. 2003).

Rayap dapat dikelompokan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan habitatnya yaitu rayap yang hidup di dalam tanah, kayu basah dan kayu kering. Rayap tanah hidup di atas permukaan tanah, di batang-batang pohon dan dalam kayu. Genus yang termasuk ke dalam kelompok rayap tanah salah satu diantaranya Macrotermes dan Odontotermes (Rismayadi 2007).

Rayap kayu basah bersarang pada kayu lembab dan lapuk, kelompok ini diwakili oleh genus Glypototermes dan Protermes. Rayap kayu kering bersarang pada kayu-kayu kering dengan kadar air rendah dan kelembaban yang rendah. Rayap ini hidup pada pohon-pohon hidup seperti pada rayap genus Neotermes (Rismayadi 2007).

Keberadaan rayap di muka Bumi sering memberikan dampak negatif bagi manusia. Rayap sering menyerang kayu dan bangunan gedung sehingga merugikan dari segi ekonomi bagi manusia. Namun demikian rayap memberikan berbagai manfaat yang dapat kita rasakan diantaranya membuat lorong-lorong di dalam tanah dan mengakibatkan tanah menjadi gembur sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman (Sigit & Hadi 2006), membantu manusia sebagai dekomposer dengan cara menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikannya sebagai hara ke dalam tanah (Nandika et al. 2003). Keberadaan rayap di tanah mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah. Ketersediaan nutrisi tanah, porositas, aerasi dan lain-lain, tidak terlepas dari peran rayap di muka bumi (Rismayadi 2007).


(46)

2.2 Vegetasi Pinus

Pinus merkusii merupakan famili dari Pinaceae dan memiliki berbagai nama daerah diantaranya damar batu, damar bunga, huyam, kayu sala, kayu sugi, tusam uyam (Sumatra), pinus (Jawa). Pohon ini memiliki daerah penyebaran di Indonesia mulai dari Aceh, Sumatra Utara, Suamatra Barat, dan seluruh wilayah Jawa. Pinus dapat mencapai tinggi 20 – 40 m dengan tinggi bebas cabang 2–23 m, sementara diameter dapat mencapai 100 cm. Pohon ini memiliki ciri khas secara visual dari penampakan luarnya diantaranya kulit luar kasar berwarna coklat-kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas, beralur lebar dan dalam.

Ciri-ciri umum yang lain dari pohon pinus kayu teras berwarna coklat-kuning muda dengan pita dan gambar yang berwarna lebih gelap, kayu yang berdamar berwarna coklat atau coklat tua. Kayu gubal berwarna putih atau kekuning-kuningan, tebal 6–8cm. Kayu pinus memiliki kadar selulosa 54,9% dan lignin 24,3%. Kayu pinus masukan ke dalam kelas awet IV, daya tahan terhadap rayap kayu kering termasuk kelas awet V. Kayu tusam termasuk mudah dikeringkan, mudah mengalami pencekungan, retak, pecah ujung, retak permukaan dan sangat mudah diserang jamur biru (Martawijaya 1989).

Agathis

Agathis yang merupakan salah satu anggota dari famili Araucariaceae. Pohon ini tersebar di berbagai wilayah Indonesia diantaranya Sumatra Barat, Sumatra Utara, seluruh Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya. Tinggi Pohon ini bisa mencapai 55 m, panjang batang bebas cabang 12–25 m, diameter 150 cm atau lebih, bentuk batang silindris dan lurus. Pohon ini memiliki ciri khas kayu teras berwarna keputih-putihan sampai kuning-coklat. Kayu gubal tidak berbeda dengan kayu teras. Kayu agathis termasuk ke dalam kelas awet IV. Daya tahan kayu agathis terhadap rayap Cryptotermes cyncocephalus termasuk ke dalam kelas V. Sifat kayu agathis bila dikaitkan dengan pengeringan kayu, kayu agathis mudah dikeringkan tanpa banyak cacat. Agathis tumbuh pada hutan primer pada tanah berpasir, berbatu-batu atau liat yang selamanya tidak tergenang air, dengan ketinggian 2–1.750 m dari permukaan laut (Martawijaya 1981).


(47)

Puspa

Puspa dengan nama botanis Schima wallichii merupakan salah satu anggota dari famili Theaceae. Pohon ini tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, lampung, seluruh Jawa, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur. Pohon Puspa dapat mencapai tinggi 40 m dengan tinggi bebas cabang 25 m, diameter pohon ini bisa mencapai 250 cm dan tidak berbanir. Ciri lain dari pohon ini diantaranya kulit luar berwarna merah muda, merah tua sampai hitam, beralur dangkal dan mengelupas. Kayu teras berwarna coklat-merah atau coklat-kelabu. Sementara kayu gubal berwarna lebih muda dan tidak mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Kayu ini memiliki tekstur yang halus dan permukaan kayu yang licin. Memiliki kadar selulosa 51,2%. Kayu puspa termasuk ke dalam kelas awet III. Daya tahan terhadap serangan rayap termasuk ke dalam kelas II. Sifat kayu puspa bila dikaitkan dengan pengeringan kayu, kayu puspa termasuk sulit dan lambat untuk dikeringkan karena mudah mengalami perubahan bentuk seperti pencekungan dan pemilinan serta pecah pada mata kayu (Martawijaya 1989).

Kapulaga

Kapulaga terdapat dua macam di Indonesia yaitu dengan Eletta cardamaomum Maton berasal dari marga Eletrria dan Amomum cardamomum L berasal dari marga Amomum keduanya berasal anggota dari famili Zingiberacea. E. cardamaomum memiliki umbi batang yang agak besar atau gemuk, dari umbi batangnya ini tumbuh batang semu yang tingginya 2–3 m. Daun-daun E. cardamaomum berbentuk tombak, berujung runcing, berwarna hijau tua, agak licin atau sedikit berbulu, pajang kurang lebih 1 m, lebar antara 8–15 cm. Bunga 2–3 rangkai, kelopak bunga berwarna hijau panjang 3,5 cm. Mahkota bunga kecil melebar berwarna hijau muda dengan panjang 1,5 cm. Buah berbentuk bulat telur, agak memanjang, bersegi tiga. Buah terdiri dari tiga ruas dan tiap ruas terdiri dari 5–7 biji yang berwarna coklat dan beraroma harum (Indo 1987).

A. cardamomum mempunyai umbi batang dalam tanah. batang semu berdaun agak banyak dan tinggi mencapai 1–1,5 m. Daun berbentuk pisau bedah, bunga tegak lurus ke atas dan tingginya mencapai 8 cm. Kuncup pada tangkai bunga dilindungi oleh kelopak-kelopak yang kemudian menjadi daun pelindung


(48)

bunga. Kelopak bunga terdiri atas 3–8 dan memiliki warna merah. Tangkai buah memiliki panjang 6 cm, buah memiliki bentuk pipih bersegi tiga terdiri atas tiga ruang, buah memilki panjang 1–1,2 cm dengan lebar 1–1,5 cm. Biji besar dengan ukuran 4 mm, berbentuk pipih, berwarna coklat (Indo 1987).


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. Pengambilan contoh dilakukan di HPGW Sukabumi, Jawa Barat. Pengukuran spesimen, analisis data dan mengambilan foto dilakukan di Laboratorium Teknologi Pemanfaatan Mutu Kayu (TPMK) Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan.

Bahan yang digunakan yaitu rayap dari kasta prajurit dan alkohol 70%. Alat yang digunakan pinset, botol film, plastik, Global Positioning Sistem (GPS), cawan Petri dan National DC2-456 Digital Microscope.

3.3 Metodologi.

3.3.1 Pengambilan Contoh.

Pengambilan contoh rayap menggunakan metode purposive sampling dengan parameter yang digunakan adalah rayap pada permukaan tanah yang tertutup oleh serasah dan pohon-pohon yang telah rebah pada tegakan agathis, puspa, pinus, agroforestri dan mess (penginapan). Pencarian rayap dilakukan dengan cara berjalan kaki di wilayah HPGW dan pembuatan lubang pada tanah dengan kedalaman 10 cm atau pada pohon-pohon yang telah rebah yang diduga terdapat rayap. Contoh rayap yang diambil merupakan rayap yang berkasta prajurit. Rayap kasta prajurit diawetkan dan dimasukan ke dalam tabung film yang sebelumnya telah diberi alkohol 70%. Tiap tabung film diberi label dan ditulis nomor, lokasi ditemukan.

3.3.2 Identifikasi rayap.

Pengambilan foto rayap dan pengukuran tubuh rayap menggunakan National DC2-456 Digital Microscope dengan perbesaran 10x dan 30x. Identifikasi rayap dilakukan secara deskriptif dengan mengamati karakter tubuh rayap diantaranya ukuran badan, mandibula, ukuran kepala dan segmen antena. Prosedur identifikasi rayap adalah rayap difoto secara utuh kemudian dilakukan


(50)

pengukuran panjang total tubuh rayap. Tubuh rayap yang utuh kemudian dipotong pada bagian kepala. Pengambilan foto diulang kembali pada bagian kepala dan selanjutnya dilakukan pengukuran kepala rayap dari mandibel sampai pangkal kepala. Identifikasi pada penelitian ini berdasarkan kunci identifikasi oleh Tho (1992) dan Ahmad (1958).

3.4 Kondisi Umum 3.4.1 Lokasi dan Luas

HPGW terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (Desa Segog). Dari simpang Ciawi berjarak 46 km dan dari Sukabumi 12 km. Secara Geografis Hutan Pendidikan Gunung Walat berada pada 106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS. Secara administrasi pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi.Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomas) seluas 120 ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 ha.

3.4.2 Topografi dan Iklim

HPGW terletak pada ketinggian 460–715 m dpl. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan di bagian utara mempunyai topografi yang semakin curam. Pada punggung bukit kawasan ini terdapat dua patok triangulasi KN 2.212 (670 m dpl) dan KN 2.213 (720 m dpl). Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B, dengan dengan nilai Q = 14,3%–33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 1600–4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29°C dan minimum 19°C di malam hari.

3.4.3Tanah dan Hidrologi

Tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian di barat daya terdapat areal peralihan dengan spesies batuan


(51)

karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping). HPGW merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri. 3.4.4 Vegetasi

Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (A. lorantifolia), pinus (P. merkusii), puspa (S. wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan spesies lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp., Shorea sp., dan akasia (Acacia mangium). Di HPGW paling sedikit terdapat 44 spesies tumbuhan, termasuk 2 spesies rotan dan 13 spesies bambu. Selain itu terdapat spesies tumbuhan obat sebanyak 68 spesies. Potensi tegakan hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul.


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi

Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima lokasi yaitu, tegakan pinus, puspa, agathis, agroforestri dan di sekitar mess. Setelah melakukan pengamatan, pengambilan dan identifikasi sampel maka jumlah species yang dapat ditemukan pada wilayah HPGW yaitu delapan belas spesies, lima genus yang dikelompokan ke dalam dua famili (Tabel 1 dan Gambar 1). Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (A. lorantifolia), pinus (P. merkusii), puspa (S. wallichii), dan spesies lainnya seperti sengon (P. falcataria), mahoni (S. macrophylla) kayu afrika (M. eminii), rasamala (A. excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp., Shorea sp., dan akasia (A. mangium). Penelitian ini hanya mengamati lima lokasi yaitu damar (A. lorantifolia), pinus (P. merkusii), puspa (S. wallichii), agroforestri dan disekitar mess (penginapan).

Tabel 1 Sebaran famili, genus dan species rayap berdasarkan lokasi di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

No Lokasi Jumlah

Contoh

Famili Genus Species

1 Agathis 7 Rhinotermitidae Macrotermes 6

Termitidae Odontotermes

Pricapritermes

Schedorhinotermes

2 Agroforestri 1 Termitidae Odontotermes 1

3 Mess 4 Termitidae Macrotermes 4

Odontotermes

4 Pinus 10 Rhinotermitidae Macrotermes 6

Termitidae Schedorhinotermes

Odontotermes

5 Puspa 4 Termitidae Macrotermes 4

Nasutitermes Odontotermes


(1)

23

4.3. Potensi rayap sebagai hama di HPGW

Dari kelima genus yang berhasil ditemukan hanya dua genus yang berpotensi sebagai hama yaitu Macrotermes dan Odontotermes. Nandika (2003) melaporkan bahwa serangan Macrotermes pada tegakan kayu putih tahun 1976 di Tasikmalaya menyebabkan kematian sebesar 91%. Rahmat (1984) melaporkan terjadi kerusakan kayu di TPK Pongpok Landak yang disebabkan M. gilvus. Kayu yang diserang merupakan kayu kualitas IV, kayu yang memilik diameter 4–19 cm. Kayu-kayu tersebut tidak bisa dijual atau menimbulkan kerugian ekonomi karena bagian dalam kayu telah habis dimakan rayap.

Santoso (1995) melaporkan bahwa terjadi kerusakan tanaman Shorea spp. di RPH Jasinga yang disebabkan oleh rayap M. gilvus. Tingkat kerusakan yang ditimbulkan M. gilvus mulai dari ringan hingga berat. M. gilvus menimbulkan kerusakan berat pada akar tanaman S. pinanga dan menimbulkan kerusakan berat pada batang S. stenoptera. Nandika (2003) melaporkan Odontotermes menyerang tegakan kayu putih di Gunung Kidul dengan menyebabkan kematian sebesar 87,07%.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan dua famili rayap yaitu Rhinotermitidae dan Termitidae. Genus yang berhasil ditemukan pada famili Rhinotermitidae di antaranya Macrotermes, Nasutitermes, Odontotermes dan Pericapritermes. Famili Termtidae hanya satu genus yang dapat ditemukan yaitu Schedorhinotermes. Genus Macrotermes dan Odontotermes merupakan genus yang paling banyak ditemukan dan memiliki sebaran yang luas tersebar dihampir semua lokasi. Pericapritermes dan Nasutitermes adalah genus yang paling sedikit ditemukan hanya berada di satu lokasi.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan pengamatan di luar lima lokasi yang telah dilakukan sehingga mencakup keseluruhan area HPGW.

2. Perlu dilakukan pengamatan rayap pada berbagai musim untuk memperoleh kelengkapan data pada musim yang berbeda.


(3)

VI. DAFTAR PUSTAKA

Ahmad M. 1958. Key to the Indomalayan Termites Biologi. Volume ke-4. Departement of Zoology University of the Panjab Lahore.

Borror DJ, Thriphelehorn CA, Johnson NF. 1992. Pengenalan Serangga Edisi 6 (terjemahan). Yogyakarta: UGM Press.

Faszly R, Idris AB and Sajap AS. 2005. Termites (Insecta: Isoptera) Assemblages from Sungai Bebar Peat Swamp Forest, Pahang. Biodeversity Expedition Sungai Bebar, Pekan, Pahang 4:137–140.

FAO. 2000. Termite Biology and Management Workshop. Geneva: Food and Agriculture Organitation

Hutan Pendidikan Gunung Walat. 2012. Hutan Pendidikan Gunung Walat “Leuweung Sakolaan Sagala Bangsa. http://gunungwalat.net/id [21 Mei 2012].

Indo MABD. 1987. Kapulaga Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Indonesia, Departemen Kehutanan.

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Muhamadiyah University Press.

Prasetyo WK, Yusuf S. 2007. Mencegah dan Membasmi rayap secara Ramah Lingkungan. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Rahmat E. 1984. Studi tentang akibat serangan rayap terhadap kayu bulat jati (Tectona grandis L.F.) di tempat penimbuanan kayu (TPK) Pongpok Landak KPH, Cianjur [skripsi]. Bandung: Akademi Ilmu Kehutanan Bandung.

Rismayadi Y. 1999. Penelahaan daya jelajah dan ukuran populasi koloni rayap tanah Schedorhinotermes javanicus Kemmer (Isoptera:Rhinotermitidae) serta Microtermes inspiratus Kemmer (Isoptera:Termitidae)[tesis]. Bogor: Teknologi Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor


(4)

26

Šobotník J, Bourguignon T, Roisin Y, Hanus R, Weyda F. 2012. Biologi of

Glossotermes oculus (Isoptera: Serritermitidae). http://www.uochb.cz/ infochem/termites/termitesglossotermes.htm [12 Juli 2012].

Santosa I. 1995. Inventarisasi dan deskripsi serangga perusak tanaman muda Shorea spp. di RPH Jasinga, BKPH Jasinga, KPH Bogor [skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor

Setyawan DA. 2000. Tumbuhan efipit pada tegakan pohon Schima Wallichii (D.C.) Khorth. di Gunung Lawu [skripsi]. Surakarta: Jurusan Biologi Fakultas MIPA UNS Surakarta.

Sigit SH. Hadi UK. 2006. Hama Pemukiman Indonesia. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Subekti N, Duryadi D, Nandika D, Surjokusumo S dan Anwar S. 2008. Sebaran dan karakter morfologi rayap tanah Macrotermes givus Hagen di habitat hutan alam. Jurnal dan Teknologi Hasil Hutan 1:27–33.

Tho YP. 1992. Termites of Peninsular Malaysia. Kualalumpur: Forest Research Institute Malaysia.

Tyler CI. 2012. The Classification of Termites. http://www.ehow.com/info 8004197 classification-termites.html [12 Juli 2012].


(5)

RINGKASAN

ANDRI FIRMANSYAH. Keanekaragaman Rayap Tanah Di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Dibimbing oleh NOOR FARIKHAH HANEDA.

Rayap merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Blatodea. Rayap mudah di jumpai di dataran rendah tropik hal ini dikarenakan penyebaran dan aktivitas rayap sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan curah hujan. Rayap banyak memberikan manfaat bagi ekosistem bumi, sebagai makrofauna tanah rayap memiliki peran dalam pembuatan lorong-lorong di dalam tanah dan mengakibatkan tanah menjadi gembur sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman (Sigit & Hadi 2006), rayap memiliki peran dalam membantu manusia sebagai dekomposer dengan cara menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikan sebagai hara ke dalam tanah (Nandika et al. 2003). Sebagian masyarakat beranggapan bahwa rayap merupakan serangga perusak, hal tersebut tidak terlepas dari berbagai kegiatan rayap yang menimbulkan kerusakan pada tanaman dan kerusakan pada bangunan yang terbuat dari kayu sehingga merugikan dari sisi ekonomi.

Rayap bersifat polimorfis yaitu hidup secara berkoloni yang memiliki sistem kasta. Setiap kasta memiliki morfologi tubuh yang berbeda. Kasta prajurit memiliki bentuk mandibula yang khas. Rayap dapat diidentifikasi dengan mengamati ukuran kepala serta mandibel dari kasta prajurit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman rayap di wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. Rayap yang ditemukan selanjutnya diawetkan ke dalam tabung film yang berisi alkohol 70%. Berdasarkan hasil penelitian rayap dari lima lokasi yaitu pada tegakan agathis, pinus, puspa, agroforestri dan disekitar mess (penginapan). Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. Pengambilan contoh dilakukan di HPGW Sukabumi, Jawa Barat. Pengukuran spesimen, analisis data dan mengambilan foto dilakukan di Laboratorium Teknologi Pemanfaatan Mutu Kayu (TPMK) Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Schedorhinotermes merupakan genus dari anggota famili Rhinotermitidae yang paling sering dijumpai, dari dua puluh enam contoh yang diperoleh tiga belas diantaranya merupakan spesies rayap dari anggota genus Schedorhinotermes. Tiga belas contoh rayap lainnya berasal dari genus Macrotermes, Odontotermes, Pericapritermes dan Nasutitermes. Genus Macrotermes memiliki enam spesies, Odontotermes memiliki lima spesies, genus Pericapritermes dan Nasutitermes masing-masing berjumlah satu contoh. Genus Macrotermes dan Odontotermes merupakan genus yang paling banyak ditemukan dan memiliki sebaran yang luas tersebar dihampir semua lokasi. Pericapritermes dan Nasuitermes adalah genus yang paling sedikit ditemukan hanya berada di satu lokasi.

Perlu dilakukan pengamatan di luar lima lokasi yang telah dilakukan sehingga mencakup keseluruhan area HPGW. Perlu dilakukan pengamatan rayap pada berbagai musim untuk memperoleh kelengkapan data pada musim yang berbeda.

Kata kunci: Hutan Pendidikan Gunung Walat, kasta prajurit, rayap, Schedorinotermes


(6)

iv

SUMMARY

ANDRI FIRMANSYAH. Termite diversity of Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Under Supervised of NOOR FARIKHAH HANEDA.

Termites are social insects are included in the order blatodea. Termites are easily encountered in the lowland tropics and this is due to the spread of termite activity is influenced by temperature and precipitation. Termites are many benefits to the ecosystem of the earth, as makrofauna ground termites have a role in the manufacture of passageways in the soil and cause soil to be loose, so good for plant growth (Sigit & Hadi 2006), termites have a role in helping people as a way to destroy wood decomposers or other organic material and return the nutrients to the soil (Nandika et al. 2003). Most of the people thought that termites are destructive insects, it is not out of the activities of termites that cause damage to crops, properties, and damage to buildings made of wood to the detriment of the economy.

Which is polymorphic termites live in colonies that have a caste system. Each caste has a different body morphology. Soldier caste has a distinctive form of the mandible. Termites can be identified by observing the size of the head and mandibel of the warrior caste. This study aims to determine the diversity of termites in the area of Mount Forest Education Walat Sukabumi West Java. Termites are found preserved into the film canister containing 70% alcohol. Based on the results of the study of termites from five locations: on the stand agathis, pine, puspa, agroforestry and mess around. The study was conducted in December 2011 to February 2012. Sampling occurs in HPGW Sukabumi, West Java. Specimen measurement, data analysis and image retrieval conducted at the Teknologi Pemanfaatan Mutu Kayu (TPMK) Department of Forest Products, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University.

The results of this study indicate that Schedorhinotermes is a genus of Rhinotermitidae family members are most often found, of twenty-six samples obtained thirteen species of termites of whom are members of the genus Schedorhinotermes. Thirteen samples were from termite genus Macrotermes, Odontotermes, Pericapritermes and Nasutitermes. Has six species of the genus Macrotermes, Odontotermes has five species, genus Nasutitermes, Pericapritermes and each amounted to one example. Genus Macrotermes and Odontotermes is the most common genus and has a widespread distribution in almost all locations. Pericapritermes and Nasutitermes is the least genus is found only in one location. Observation needs to be done outside of the five locations that have been made to cover the entire area HPGW. Termite observation needs to be done at various seasons to obtain the completeness of data in different seasons.

Keywords: Hutan Pendidikan Gunung Walat, the warrior caste, termite, Schedorinotermes