Model Integrasi Kelembagaan Adat Panglima Laot Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh, Provinsi Aceh

MODEL INTEGRASI KELEMBAGAAN ADAT
PANGLIMA LAOT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN
KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA ALAM LAUT
PULAU WEH, PROVINSI ACEH

MUHAMMAD ARIS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Model Integrasi
Kelembagaan Adat Panglima Laot dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi
Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh, Provinsi Aceh” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016
Muhammad Aris
NIM C252130121

RINGKASAN
MUHAMMAD ARIS. Model Integrasi Kelembagaan Adat Panglima Laot dalam
Pengelolaan Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh, Provinsi
Aceh. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan ETTY RIANI.
Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh memiliki keunikan dalam
pengelolaan, karena selain dikelola oleh pemerintah (Badan Konservasi Sumber
Daya Alam) juga dikelola secara adat oleh Panglima Laot Lhok Iboih. Meskipun
kedua lembaga mengelola wilayah masing-masing namun sebagian besar wilayah
yang dikelola merupakan wilayah yang sama. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengidentifikasi dan mengevaluasi sistem pengelolaan kawasan konservasi oleh
lembaga adat Panglima Laot Lhok Iboih dan Badan Konservasi Sumber Daya
Alam, menghitung dan mengestimasi tingkat keberlanjutan pengelolaan Wilayah

Hukom Adat Laot oleh Panglima Laot Lhok Iboih dan TWA Laut Pulau Weh oleh
Banda Konservasi Sumber Daya Alam, serta mendesain model integrasi sistem
pengelolaan Lembaga Adat Panglima Laot Lhok Iboih kedalam pengelolaan TWA
Laut Pulau Weh.
Penelitian dilakukan di Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut
Pulau Weh, Kota Sabang Provinsi Aceh. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan
metode wawancara mendalam terhadap responden yang dipilih secara purposive
sampling. Selain masyarakat, wawancara dilakukan terhadap instansi-instansi
yang relevan dengan penelitian ini. Data sekunder meliputi dokumen rencana
pengelolaan TWA Pulau Weh, dokumen penataan blok TWA Pulau Weh, laporan
penanggung jawaban kerja Panglima Laot Lhok Iboih, data ekosistem terumbu
karang dan data lainnya. Tahapan analisis data pada penelitian ini adalah
menganalisis kondisi sosial ekonomi masyarakat, menganalisis kebijakan,
menganalisis tingkat keberlanjutan pengelolaan kawasan dengan metode analisis
statistik multi dimensional scalling (MDS) yang di dasarkan pada perangkat lunak
RAPFISH, mementukan stakeholder, serta mendesain model integrasi sistem
Lembaga Adat Panglima Laot Lhok Iboih kedalam pengelolaan TWA Laut Pulau Weh
menggukan model konseptual.


Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem pengelolaan yang dilakukan oleh
Badan Konservasi Sumber Daya Alam di TWA Pulau Weh di wilayah perairan
menunjukan hasil kurang berkelanjutan. Tiga dimensi yang digunakan yaitu
dimensi ekologi, dimensi ekonomi sosial dan budaya dan dimensi pengelolaan
menunjukan indeks di bawah 50. Sistem pengelolaan oleh Lembaga Adat
Panglima Laot Lhok Iboih di Wilayah Hukom Adat Panglima Laot menunjukan
tingkat keberlanjutan yang cukup berkelanjutan, dari tiga dimensi, hanya dimensi
ekologi yang berada pada kategori kurang berkelanjutan. Kurang berkelanjutan
kondisi ekologi pada dua wilayah di duga di sebabkan oleh kegiatan antropegenik
dan juga oleh peristiwa pemutihan karang pada tahun 2010 di Pulau Weh dan
sekitarnya yang menyebabkan terjadi penurunan karang keras lebih dari 50 % di
TWA Laut Pulau Weh dibandingkan pada tahun 2009.

Pengelolaan TWA Laut Pulau Weh oleh BKSDA dan Wilayah Hukom Adat
Panglima Laot Lhok Iboih saat ini memiliki beberapa perbedaan. Akan tetapi pada
prakteknya terdapat kesamaan dalam pelaksanaannya. Hal tersebut memberikan
peluang untuk melakukan integrasi dua sistem pengelolaan menjadi satu sistem
pengelolaan dengan tujuan meningkatkan efektivitas pengelolaan. Integrasi
kegiatan kedua sistem pengelolaan dapat dilakukan dengan mengintegrasikan
wilayah kelola TWA Laut Pulau Weh dan Wilayah Hukom Adat Panglima Laot

Lhok Iboih, pengawasan dan pengamanan kawasan, peraturan, penegakan aturan,
dan biaya pengelolaan.
Kata kunci: Badan Konservasi Sumber Daya Alam, Integrasi sistem pengelolaan,
Lembaga Adat Panglima Laot Lhok Iboih, Taman Wisata Alam Laut
Pulau Weh, Wilayah Hukom Adat Laot Lhok Iboih.

SUMMARY
MUHAMMAD ARIS. Integrating Model of Panglima Laot Institutions Into Weh
Island Marine Recreational Park (WMRP) Conservation Area Management,
Provinsi of Aceh. Supervised by ACHMAD FAHRUDIN and ETTY RIANI.
Weh Island Marine Recreational Park possesses a unique management method
since it is both managed by the government (Natural Resources Conservation
Agency) and also managed by customary institution Panglima Laot Lhok Iboih.
Although both institution managed the area independently, they basically manage
the same area together. The purpose of this research is to identify and evaluate the
management system of conservation area by Panglima Laot Lhok Iboih and
Natural Resources Conservation Agency, to calculate and estimate of
sustainability level of the management Wilayah Hukom Adat Laot by Panglima
Laot Lhok Iboih and Weh Island Marine Recreational Park (WMRP) by Natural
Resources Conservation Agency, and to design the integration model

management system of Lembaga Adat Panglima Laot Lhok Iboih into the
management of WRMP.
Research was conducted in the Conservation Area of Weh Island Marine
Recreational Park (WMRP), Aceh Province. Data that was used are primary and
secondary data. Primary data was collected using in-depth interview method with
respondents that were selected with purposive sampling. Apart from the local
community, we also interviewed relevant government agencies. The secondary
data consisted of the Documentation Plan of WMRP management, documentation
of block WMRP, Panglima Laot Lhok Iboih accountability report, coral reef
ecosystem data, etc. The data analysis phases used in this research are analyzing
community economy social, policy, and the sustainability level of area
management with MDS (multi dimensional scalling) method based on RAPFISH
software, determining the stakeholder, and designing the integration model of
customary institution Panglima Laot Lhok Iboih into the management of WMRP
using conceptual model.
The result of this research indicates that the management system run by
Natural Resources Conservation Agency at WMRP tends to be unsustainable. The
three aspects used are ecology, economy social and culture, and management
aspects indicate index below 50. The management system of customary institution
Panglima Laot Lhok Iboih at Hukom Adat Laot area tend to be sustainable. Out of

three aspects as mentioned above, only the ecology aspect that is less sustainable.
This is caused by the anthropogenic activities as well as the coral bleaching that
occured on 2010 at Weh Island which cause more than 50% reduction of hard
coral at TWA Laut Pulau Weh compared with the condition on 2009.

The management of WMRP by Natural Resources Conservation Agency
and Hukom Adat Laot area by Panglima Laot Lhok Iboih have several
differences. However, in practice, there are similiraties upon execution. This gives
a great possibility upon integration between the two systems into one integrated
system with purpose to increase the management effectivity and efficientcy. The
integration can be achieved by integrating the management area of WMRP and
Hukom Adat Panglima Laot Lhok Iboih, the supervision and security of the area,
policies, law enforcement, and management funding.
Keywords: Hukom Adat Laot Area, Natural Resources Conservation Agency,
Management system integration, Panglima Laot Lhok Iboih, Weh
Island Marine Recreational Park.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL INTEGRASI KELEMBAGAAN ADAT
PANGLIMA LAOT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN
KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA ALAM LAUT
PULAU WEH, PROVINSI ACEH

MUHAMMAD ARIS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Zulhamsyah Imran, S.Pi, M.Si

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul “Model Integrasi Kelembagaan Adat Panglima Laot Dalam Pengelolaan
Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh, Provinsi Aceh”.
Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan tesis ini terutama kepada:
1. Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku pembimbing I serta selaku Ketua
Program Studi dan Dr Ir Etty Riani, MS selaku pembimbing II yang telah

banyak memberikan bimbingan, masukan, dan arahannya selama
pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis.
2. Dr Zulhamsyah Imran, SPi, MSi selaku dosen penguji luar komisi yang
telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.
3. Kedua orang tua saya Bapak Usman Hasyem dan Ibu Rosmini, abang saya
Khomeini yang selalu memberikan semangat dan do’anya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
4. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Banda Aceh dan Panglima Laot
Lhok Iboih, yang telah memberikan data dan informasi selama penelitian.
5. Masyarakat dan pihak institusi dan lembaga-lembaga pemerintah dari
Desa Iboih dan Kota Sabang yang telah memberikan informasi selama
penelitian.
6. Teman-teman seperjuangan SPL 2013 S2 dan S3 yang juga sangat
membantu dalam memberikan masukan terhadap penelitian ini, serta pihak
lain yang turut membantu dalam penyusunan tesis ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam
penulisan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan tulisan ini. Semoga tesis ini juga dapat bermanfaat dalam
mendukung pengambilan kebijakan, khususnya di Taman Wisata Alam Laut
Pulau Weh dan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat.


Bogor, November 2016

Muhammad Aris

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
1
3
4
4
5

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan Data Primer
Data Stakeholders
Data Sosial Ekonomi Masyarakat
Pengumpulan Data Sekunder
Data Ekologi
Studi Literatur dan Naskah Kebijakan
Metode Analisis Data
Analisis Stakeholders
Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat
Analisis Kebijakan
Analisis Ekologi
Analisis Status Keberlanjutan Pengelolaan
Model Integrasi Kelembagaan

7
7
7
7
10
10
10
10
11
11
11
12
12
13
13
13
14
16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Karakteristik Responden
Kelembagaan Pengelolaan Taman Wisata Alam Pulau Weh
Dasar Hukum
Tata Organisasi
Rencana Pengelolaan
Penataan TWA Ke dalam Blok
Perlindungan dan Pengamanan Kawasan
Rancangan dan Strategi Pendanaan
Monitoring dan Evaluasi
Ekosistem Terumbu karang di TWA Laut Pulau Weh
Kondisi Terumbu Karang
Rekrutmen Karang Keras

17
17
17
18
18
20
20
22
24
25
26
28
29
29

Kelimpahan Ikan Karang
Persepsi Masyarakat terhadap Pengelolaan TWA Laut Pulau Weh
Stakeholders TWA Laut Pulau Weh
Analisis Keberlanjutan Sistem Pengelolaan Kawasan Konservasi
TWAL Pulau Weh
Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Keberlanjutan Dimensi Sosial Ekonomi dan Budaya
Keberlanjutan Dimensi Tata Kelola
Hubungan Setiap Dimensi dalam Diagram Layang-Layang
Panglima Laot dan Hukom Adat Laot
Sejarah Panglima Laot dan Hukom Adat Laot
Panglima Laot di Pulau Weh, Kota Sabang
Kelembagaan Panglima Laot Lhok Iboih
Wilayah Hukom Adat Laot Lhok Iboih
Sistem Aturan dan Sanksi Hukom Adat Laot
Penegakan Aturan
Sistem Patroli
Biaya Pengelolaan
Ekosistem Terumbu Karang di Wilayah Panglima Laot Lhok Iboih
Kondisi Terumbu Karang
Rekrutmen Karang
Kelimpahan Ikan Karang
Persepsi Masyarakat terhadap Pengelolaan TWA Laut Pulau Weh
Stakeholders Panglima Laot Lhok Iboih
Analisis Keberlanjutan Sistem Pengelolaan Wilayah Hukom Adat
Panglima Laot Lhok Iboih
Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Keberlanjutan Dimensi Sosial Ekonomi dan Budaya
Keberlanjutan Dimensi Tata Kelola
Hubungan Setiap Dimensi
Evaluasi Pengelolaan
Integrasi Sistem Pengelolaan Panglima Laot Lhok Iboih dalam
TWA Laut Pulau Weh
Wilayah Kelola TWA Laut Pulau Weh
Pengawasan dan Pengamanan Kawasan
Integrasi Peraturan
Penegakan Aturan
Biaya Pengelolaan

30
31
32
33
34
35
36
37
38
38
40
41
42
44
45
46
47
47
48
49
50
51
51
52
52
53
55
56
57
58
60
62
63
65
66

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

68
68
68

DAFTAR PUSTAKA

69

DAFTAR TABEL
1 Matrik jenis data dan metode analisis data
2 Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders
3 Matrik indikator penilaian keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau
Weh
4 Kategori penilaian keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh
dan Wilayah Hukom Adat PLL Lhok Iboih
5 Penataan blok TWA Laut Pulau Weh
6 Program pengelolaan TWA Laut Pulau Weh
7 Koordinat lokasi pengambilan data ekosistem terumbu karang di TWA
Laut Pulau Weh
8 Stakeholders TWA Laut Pulau Weh
9 Wilayah kewenangan Panglima Laot Lhok di Kota Sabang
10 Jenis pelanggaran dan sanksi di Wilayah Hukom Adat Laot Tahun
2010-2014
11 Koordinat lokasi pengambilan data ekosistem terumbu karang di
Hukom Adat PLL Iboih Laut Pulau Weh
12 Stakeholders Panglima Laot Lhok Iboih
13 Perbandingan sistem pengawasan dan pengamanan kawasan
14 Perbedaan aturan TWA Laut Pulau Weh dan Hukom Adat Panglima
Laot Lhok Iboih
15 Perbedaan sistem pembiayaan TWA Laut Pulau Weh dan Hukom Adat
Laot Panglima Laot Lhok Iboih

8
12
15
16
19
20
28
32
40
45
47
51
63
64
67

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran; model integrasi Lembaga Adat Panglima Laot
dalam pengelolaan kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh
2 Peta lokasi penelitian Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh Provinsi
Aceh
3 Matrik pengaruh dan kepentingan analisis stakeholders
4 Tingkat pendidikan dan usia responden
5 Pendapaan dan jenis pekerjaan responden
6 Penataan blok perairan TWA Pulau Weh
7 Lokasi data ekologi di TWA Laut Pulau Weh
8 Persentase tutupan karang di TWA Laut Pulau Weh
9 Rata-rata rekrutmen karang baru di TWA Laut Pulau Weh tahun 2013
10 Kelimpahan ikan karang di TWA Laut Pulau Weh
11 Klasifikasi stakeholders berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruh
di TWA Laut Pulau Weh
12 Hasil analisis leverage factor dimensi ekologi yang berpengaruh di
TWA Laut Pulau Weh

6
7
12
17
18
23
28
29
30
31
33
35

13 Hasil Analisis leverage factor dimensi sosial ekonomi dan budaya yang
berpengaruh di TWA Laut Pulau Weh
14 Hasil Analisis leverage factor dimensi tata kelola yang berpengaruh di
TWA Laut Pulau Weh
15 Diagram layang-layang indeks keberlanjutan TWA Laut Pulau Weh
16 Struktur organisasi lembaga Panglima Laot Lhok Iboih
17 Wilayah Hukom Adat Laot Panglima Laot Lhok Iboih
18 Lokasi pengambilan data ekologi di Wilayah Hukom Adat Panglima
Laot Lhok Iboih
19 Persentase tutupan karang di Wilayah Hukom Adat Laot
20 Rata-rata rekrutmen karang baru di Wilayah Hukom Adat Tahun 2013
21 Kelimpahan ikan karang di Wilayah Hukom Adat Laot
22 Klasifikasi stakeholders berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruh
di Wilayah Hukom Adat Panglima Laot Lhok Iboih
23 Hasil analisis leverage factor dimensi ekologi yang berpengaruh di
Wilayah Hukom Adat
24 Hasil Analisis leverage factor dimensi sosial ekonomi dan budaya yang
berpengaruh di Wilayah Hukom Adat
25 Hasil analisis leverage factor dimensi pengelolaan yang berpengaruh di
Wilayah Hukom Adat Panglima Laot Lhok Iboih
26 Diagram layang-layang indeks keberlanjutan pengelolaan Wilayah
Hukom Adat Panglima Laot Lhok Iboih
27 Model konseptual integrasi Hukom Adat Laot Panglima Laot Lhok
Iboih ke dalam kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh
28 Peta TWA Laut Pulau Weh dan Wilayah Hukom Adat Panglima Laot
Lhok Iboih
29 Usulan SOP penegakan aturan jika terjadi pelanggaran di TWA Laut
Pulau Weh.

36
37
38
41
43
48
49
49
50
52
53
54
55
56
59
61
66

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kondisi ekologi daerah penelitian
Lampiran 2. Nilai kepentingan dan pengaruh stakeholders
Lampiran 3. Hasil penilaian semua atribut keberlanjutan sistem pengelolaan
BKSDA dan Lembaga Adat Panglima Laot Lhok Iboih
Lampiran 4. Hasil running RAPFISH dimensi ekologi, ekonomi sosial dan
budaya dan dimensi tatakelola pada sistem pengelolaan oleh
BKSDA dan Lembaga Adat Panglima Laot Lhok Iboih
Lampiran 5. Kuisinoer stakeholders
Lampiran 6. Kuisinoer masyarakat
Lampiran 7. Perbedaan aturan TWA Laut Pulau Weh dan Hukom Adat PLL
Iboih
Lampiran 8. Dokumentasi penelitian

75
77
78
79
82
86
92
99

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Weh memiliki status yang jelas ditinjau
dari aspek hukum nasional. Awal penetapannya, TWA Pulau Weh diputuskan
sebagai kawasan konservasi oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia
melalui Surat Keputusan Nomor 928/KPTS/UM/2/1982. Selain berstatus kawasan
konservasi, TWA Pulau Weh juga dapat dikategorikan sebagai Kawasan
Pelestarian Alam (KPA) sebagaimana ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan
Pelestarian Alam (KPA). Adanya UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, maka TWA Pulau Weh berada di bawah
kewenangan pengelolaan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, dengan
fungsi yang sama yaitu sebagai kawasan konservasi dan KPA.
TWA Pulau Weh dikelola oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) Aceh dengan Resort Konservasi Sumber Daya Alam Iboih sebagai
pelaksana teknis. Tatanan pengelolaan mengikuti peraturan dan perundangundangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia. Pengelolaan juga
disinergikan dengan nilai-nilai kearifan lokal. Selain melakukan kegiatan
konservasi di TWA Pulau Weh, BKSDA juga mempunyai wewenang dalam
pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam.
Pengembangan TWA Pulau Weh diarahkan sebagai kawasan wisata yang berbasis
masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan kearifan
lokal.
Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) telah menyusun beberapa
bentuk pengelolaan TWA Pulau Weh. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang
2010-2029 menegaskan bahwa visi pengelolaan TWA Pulau Weh adalah
“Mewujudkan pengembangan TWA Pulau Weh sebagai pusat pariwisata alam dan
bahari di Provinsi Aceh”. Visi ini sejalan dengan penataan TWA ke dalam zonasi
atau blok dengan membagi kepada blok perlindungan, blok pemanfaatan dan blok
khusus. Penguatan pengelolaan TWA ditegaskan kepada fokus utama terhadap
kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan terhadap ancaman kerusakan
sumber daya alam. Untuk menunjang keberlanjutan pengelolaan, maka telah
ditetapkan juga rancangan dan strategi pendanaan yang bersumber dari
pemerintah pusat dan sumber dana lainnya yang tidak mengikat. Kegiatan
monitoring dan evaluasi pun telah dirancang dan dilaksanakan untuk
mengendalikan pengelolaan kawasan agar sesuai dengan tujuan penetapan TWA
sebagai kawasan wisata dan konservasi.
TWA Pulau Weh secara administratif terletak di Kota Sabang Provinsi
Aceh. Pemerintah Kota Sabang masih mengakui adanya Hukum Adat Laot dalam
mengatur dan mengelola kegiatan-kegiatan perikanan tangkap. Aturan-aturannya
merupakan adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di bidang
penangkapan ikan dan cara menyelesaikan sengketa nelayan. Semua ketentuan
yang berlaku dalam hal mengatur dan mengelola perikanan tangkap dikendalikan
oleh satu lembaga di kalangan masyarakat Aceh yang dikenal dengan sebutan
Lembaga Adat Laot atau Panglima Laot. Lembaga yang sudah berdiri di Kota
Sabang, dipimpin oleh seorang ketua yang disebut Panglima Laot (Perda DI Aceh
No.7 tahun 2000). Berdasarkan wewenang wilayah pengelolaan, Panglima Laot

2
dibagi menjadi tiga yaitu Panglima Laot Provinsi Aceh, Panglima Laot
Kabupaten/Kota, dan Panglima Laot Lhok Kemukiman/Kecamatan.
TWA Laut Pulau Weh berada di Desa Iboih dan masuk ke dalam Wilayah
Hukom Adat Panglima Laot Lhok Iboih. Hukum Adat Laot yang berlaku di
Perairan Iboih dalam konteks pengelolaan adalah (1) larangan penangkapan ikan
dengan menggunakan bom (pemboman ikan), menggunakan kompresor,
menggunakan pukat, dan penangkapan ikan hias, (2) larangan penangkapan
ikan/biota dengan menggunakan jaring ikan dan menggunakan senjata tembak
ikan (speargun), larangan melakukan penangkapan ikan dengan cara mancing
intip maupun melakukan penangkapan ikan/biota pada malam hari.
Pengelolaan oleh Panglima Laot beserta dengan masyarakat telah dilakukan
jauh sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan konservasi oleh
pemerintah pada tahun 1982. Chaliluddin et al. (2014) menyatakan bahwa
Panglima Laot merupakan lembaga tradisional tertua di dunia dalam pengelolaan
perikanan berbasis kearifan lokal. Panglima Laot Lhok Iboih (selanjutanya
disingkat PLL Iboih) yang dulunya banyak berurusan dengan aktivitas nelayan
dan usaha penangkapan ikan, saat ini lebih fokus pada perlindungan ekosistem
pesisir yang ada di wilayah tersebut. Hal ini selain disebabkan oleh keberadaan
nelayan di Desa Iboih semakin berkurang karena beralih profesi sebagai pelaku
wisata, juga disebabkan oleh kekhawatiran terhadap kerusakan ekosistem pesisir.
Cinner dan Aswani (2007) menguatkan pernyataan tersebut dan menjelaskan
bahwa penerapan pengelolaan kawasan konservasi secara adat pada umumnya
dinamis dan berkembang secara adaptif mencerminkan perubahan sosial, politik,
ekonomi dan kondisi budaya.
PLL Iboih dan BKSDA memiliki wilayah pengelolaan kawasan konservasi
yang hampir sama. PLL Iboih mengelola Wilayah Hukom Adat Laoh Lhok Iboih
berdasarkan aturan adat yang telah disepakati oleh masyarakat dan di kalangan
masyarakat menyebut Hukom Adat Laot Lhok Iboih. Di sisi lain, Badan
Konservasi Sumber daya Alam Banda Aceh mengelola wilayah TWA Laut Pulau
Weh berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990. Namun Wilayah Hukom Adat PLL
Iboih dan TWA Laut Pulau Weh sebagian besar sama, artinya ke dua lembaga
mengelola wilayah yang sama dengan sistem pengelolaan yang berbeda.
Meskipun undang-undang pemerintah merupakan dasar hukum dalam penetapan
kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh, tetapi implementasi nyata dalam
pengelolaan berdasarkan pada hukum adat (Kusumawati dan Huang 2015).
Ada beberapa isu yang berkembang dalam proses pengelolaan TWA Laut
Pulau Weh. Otoritas TWA Pulau Weh menyebutkan bahwa mereka mendapatkan
permasalahan dari komunitas lokal dan masyarakat yang memanfaatkan wilayah
konservasi tersebut, terutama dalam hal penangkapan ikan. Selain itu, kapasitas
dari BKSA yang terbatas dan banyaknya urusan di hutan menyebabkan
pengelolaan TWA Laut Pulau Weh tidak berjalan dengan baik (Kusumawati dan
Huang 2015).
Di sisi lainnya, kapasitas Lembaga Adat Panglima Laot dalam mengelola
Wilayah Hukom Adat Lhok Iboih cukup terbatas. Lembaga adat ini sangat
terbatas ketersediaan biaya tetap untuk mengelola Wilayah Hukom Adat PLL
Iboih. Akibatnya, PLL Iboih lebih fokus pada sebagian kecil Wilayah Hukom
Adat PLL Iboih yang juga merupakan lokasi utama (favorit) kegiatan wisata di
wilayah Perairan Iboih.

3
Kondisi-kondisi tersebut memberikan peluang untuk mengintegrasikan
kedua sistem pengelolaan untuk mengoptimalkan pengelolaan TWA Laut Pulau
Weh. Namun, hingga saat ini kajian tentang pengintegrasian pengelolaan berbasis
adat Panglima Laot dalam pengelolaan kawasan konservasi belum ada. Integrasi
pengelolaan diharapkan terjadinya sinkronisasi dan harmonisasi pengelolaan
kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh.
Integrasi pengelolaan kelembagaan adat PLL Iboih dalam pengelolaan
TWA Laut Pulau Weh yang dihasilkan dalam penelian ini akan disederhanakan
dalam model konseptual. Model konseptual membantu dalam penataan masalah,
mengidentifikasi faktor-faktor relevan, dan kemudian memberikan koneksi yang
membuatnya lebih mudah untuk memetakan bingkai masalahnya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Jonker (2011).
Perumusan Masalah
TWA Laut Pulau Weh memiliki keunikan dalam pengelolaan, karena
selain dikelola oleh pemerintah (Badan Konservasi Sumber Daya Alam) juga
dikelola secara adat oleh PLL Iboih. Meskipun kedua lembaga mengelola wilayah
masing-masing, namun sebagian besar wilayah yang dikelola merupakan wilayah
yang sama. BKSDA dan Lembaga Adat PLL Iboih memiliki sistem pengelolaan
yang berbeda, namun mempunyai tujuan yang sama yaitu melindungi sumber
daya alam yang ada di TWA Laut Pulau Weh atau Wilayah Hukom Adat PLL
Iboih dari kerusakan dan pemanfaatannya secara lestari.
Sistem pengelolaan yang diterapkan oleh BKSDA lebih sistematis
dibandingkan sistem pengelolaan yang diterapkan oleh PLL Iboih. Pengelolaan
kawasan oleh BKSDA sudah diatur mulai dari tahap perencanaan sampai tahap
evaluasi. Perencanaan pengelolaan disusun berdasarkan hasil dari penelitian, baik
penelitian yang dilakukan oleh tim BKSDA maupun penelitian dari lembaga lain.
Namun, ketersedian sumber daya manusia dari BKSDA di Resort Konservasi
Sumber Daya Alam Iboih yang berjumlah tiga orang dinilai belum mencukupi
untuk mengelola seluruh Wilayah TWA secara keseluruhan. Sebaliknya, Lembaga
Adat PLL Iboih tidak memiliki perencanaan pengelolaan yang konkrit. Kegiatan
pengelolaan dilakukan berdasarkan pada kesepakatan masyarakat yang dihasilkan
dari musyawarah dan mufakat serta, menerapkan aturan-aturan adat laot yang
sudah ada dan berlaku di seluruh Provinsi Aceh. Aturan yang dimaksud misalnya,
menjaga dan mengawasi agar pohon-pohon di tepi sungai tidak ditebang, karena
ikan akan menjauh sampai tengah laut. Lembaga Adat PLL Iboih memiliki
sumber daya manusia yang cukup berdasarkan jumlah untuk melakukan
pengelolaan karena pengelolaan dilakukan bersama-sama dengan masyarakat
Desa Iboih, namun belum memiliki kapasitas yang memadai.
Pelaksanaan pengelolaan oleh kedua lembaga dinilai masih kurang
maksimal karena fokus pada sebagian kecil wilayah saja. Selain itu, kedua
lembaga mempunyai sistem patroli masing-masing padahal kawasan yang di
awasi sebagian besar sama. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang dimiliki
kedua lembaga dan juga sistem pengelolaan belum terintegrasi.

4
TWA Laut Pulau Weh telah dikelola berbasis adat oleh PLL Iboih dan
dikelola berbasis tatakelolaan yang baik (good governance) oleh pemerintah.
Kedua lembaga memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pengelolaan. Belum
terintegrasinya kedua model pengelolaan yang dilakukan oleh kedua lembaga
tersebut, mengakibatkan tidak efektifnya fungsi konservasi dan pengelolaan SDA
dalam kawasan TWA Laut Pulau Weh. Untuk itu, diperlukan suatu upaya untuk
mengintegrasikan kedua sistem pengelolaan. Integrasi tersebut berupa penyatuan
sistem pengelolaan kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh dibawah
pengelolaan pemerintah (BKSDA) dengan pengelolaan berbasis adat oleh PLL
Iboih. Memperhatikan kepada masalah-masalah utama tersebut, maka beberapa
pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah sistem pengelolaan oleh lembaga adat PLL Iboih dan BKSDA
sudah dikaji secara konferhensif ?
2. Apakah pengelolaan sumber daya alam TWA Laut Pulau Weh sudah
dikelola secara berkelanjutan? Mengapa status keberlanjutan pengelolaan
SDA TWA Laut Pulau Weh belum diketahui.
3. Apakah integrasi dan pelibatan PLL Iboih dalam pengelolaan kawasan
konservasi dapat diterapkan dengan merumuskan model pengelolaan baru
di TWA Laut Pulau Weh?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi sistem pengelolaan kawasan
konservasi oleh Lembaga Adat PLL Iboih dan Badan Konservasi Sumber
daya Alam.
2. Menghitung dan mengestimasi tingkat keberlanjutan pengelolaan kawasan
konservasi perairan TWA Laut Pulau Weh.
3. Mendesain model integrasi sistem pengelolaan kawasan konservasi PLL
Iboih kedalam pengelolaan TWA Laut Pulau Weh.
Manfaat Penelitian
Model integrasi yang dihasilkan diharapkan dapat bermanfaat untuk
pengeloaan kawasan konservasi berbasis adat dalam pengelolaan kawasan
konservasi TWA Laut Pulau Weh. Penelitian ini juga dapat mengevaluasi
pengelolaan saat ini dan memberikan masukan dalam perumusan kebijakan
pengelolaan kawasan TWA Laut Pulau Weh. Manfaat lainnya adalah penerapan
model integrasi kepada kawasan konservasi perairan yang memiliki kondisi yang
sama.

5
Kerangka Pemikiran
Pengelolaan sebuah kawasan konservasi harus didukung oleh kelembagaan
pengelolaan yang baik, masyarakat dan stakeholder terkait dengan kegiatan
konservasi. Kelembagaan merupakan faktor penting yang menggerakkan kinerja
dari pengelolaan kawasan konservasi. Setiap lembaga tentunya memiliki sebuah
model pengelolaan yang menghasilkan peraturan atau kebijakan yang merupakan
aturan main dalam pengelolaan sumber daya alam.
Saat ini kebanyakan pengelolaan kawasan konservasi perairan di Indonesia
dijalankan sesuai kebijakan dan kelembagaan formal yang ada dan ditetapkan
berdasarkan peraturan undang-undang. Namun, Provinsi Aceh memiliki
perbedaan karena daerah ini masih mempertahankan kearifan lokal dalam
mengelola sumber daya alam khususnya sumber daya perikanan. Sumber daya
perikanan di perairan Provinsi Aceh secara adat di kelola oleh lembaga adat
Panglima Laot. Panglima Laot merupakan orang yang memimpin dan mengatur
adat istiadat dibidang pesisir dan kelautan (Qanun Aceh Nomor 10, 2008).
Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh merupakan kawasan konservasi
yang dikelola dengan dua model pengelolaan yaitu berbasis adat dan modern.
Pengelolaan kawasan tersebut dilakukan oleh lembaga adat PPL Iboih dan
BKSDA. Kedua lembaga tersebut memiliki karakteristik yang berbeda namun
mengelola kawasan yang sama. Dalam menerapkan model pengelolaan masingmasing lembaga, tentunya memiliki kekurangan dan kelebihan, sehingga
diperlukan sebuah model integrasi pengelolaan kedua lembaga agar lebih efektif
(Gambar 1).

6
INPUT

PROCES

OUTCOME

OUTPUT

 Analisis kebijakan
 Analisis deskriptif
 Analisis stakeholders

Peraturan dan UU
Kelembagaan

Status pengelolaan

Tata kelola

BKDA
Dukungan masyarakat
Partisipasi masyarakat
Pendapatan masyarakat
Pengetahuan masyarakat
Pemahaman masyarakat
Kepatuhan masyarakat
Rekrutmen karang

TWA Laut
(BKSDA)
Kondisi sosial ekonomi
WHA Lho Iboih
(PL Lhok Iboih

Analisis deskriptif

Status
keberlanjutan

PL Lhok
Iboih

Integrasi
sistem
pengelolaan

Integrasi
sistem
pengelolaan
BKSDA dan
PL Lhok
Iboih

Model
Konseptual

Kondisi ekologi

Kelimpahan ikan karang
Tutupan karang

 Analisis persentase tutupan karang
 Analisis kelimpahan ikan karang
 Analisis rekrutmen karang

Gambar 1 Kerangka pemikiran model integrasi lembaga adat Panglima Laot dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan TWA Laut Pulau Weh.

7

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2015 di
TWA Laut Pulau Weh Kota Sabang. TWA Laut Pulau Weh memiliki luas
perairan ± 2600 hektar (Gambar 2).

Gambar 2 Peta lokasi penelitian Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh Provinsi
Aceh.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam pengamatan di lapangan adalah kuesioner,
peralatan tulis, alat perekam, kamera dan GPS.
Jenis dan Sumber Data
Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama dan belum diolah, yang
diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan responden. Data sekunder
adalah data yang telah diolah oleh pihak lain, yang diperoleh dari hasil studi
kepustakaan. Adapun jenis data dan metode pengumpulan data berdasarkan tujuan
penelitian dijelaskan pada Tabel 1.

8

Tabel.1 Matrik jenis data dan metode analisis data.
No
1

Tujuan

Jenis Data

Identifikasi
dan
evaluasi
sistem
pengelolaan kawasan
konservasi
oleh
Lembaga Adat PLL
Iboih
dan
Badan
Konservasi
Sumber
daya Alam.

1. Peraturan dan undang-undang
TWA Laut :
- Undang-undang
- Peraturan pemerintah
- Peraturan Menteri
- Peraturan Daerah
2. Kelembagaan TWA Laut :
- Struktur kelembagaan
- Tugas pokok dan fungsi
- Stakeholders
- Peran dan fungsi stakeholders
3. Pengelolaan
- Rencana pengelolaan
- Penataan blok
- Perlindungan dan pengmanan
kawasan
- Monitoring dan evaluasi
4. Kondisi Sosial Ekonomi Budaya.
- Tingkat pendidikan
- Mata pencaharian
- Pendapatan
- Persepsi masyarakat

Sumber Data
1.Dokumen peraturan
dan perundangundangan.
2.Dokumen kebijakan
pemerintah pusat,
pemerintah daerah,
BKSDA, lembaga adat
Panglima Laot, dan
pengamatan lapangan.
3.Data dari BPS Kota
Sabang.
4.Pengamatan lapangan

Metode
Pengumpulan Data
1. Pengumpulan dan
penelusuran
dokumen peraturan
dan perundangundangan
2. Pengumpulan
dokumen kebijakan
dan wawancara
mendalam.
3. Pengisian kuisioner
dan wawancara
mendalam

Analisis
1. Content
Analisis
2.Analisis
stakeholder
3.Analisis
Persepsi
masyarakat
4.Analisis
deskriptif

Hasil
1. Menggambarkan kebijakan
pemerintah pusat pusat,
pemerintah daerah, BKSDA
dan Panglima Laot yang
menjadi landasan pengelolaan
TWA Laut Pulau Weh.
2. Memberi gambaran
kelembagaan pengelola TWA
Laut Pulau Weh dan PLL
Iboih
3. Kondisi adat dan budaya
masyarakat Pulau Weh yang
sangat mempengaruhi
pengelolaan kawasan TWA
Laut Pulau Weh.

9
Tabel 1 Matrik jenis data dan metode analisis data (lanjutan)
No
2

3

Tujuan

Menghitung dan
mengestimasi tingkat
keberlanjutan
pengelolaan kawasan
konservasi perairan
TWA Laut Pulau Weh

Mendesain
model
integrasi dua sistem
pengelolaan kawasan
konservasi TWA Laut
Pulau Weh berbasis
adat PLL Iboih dan
model pengelolaan oleh
BKSDA

Jenis Data
1. Data ekologi
- Tutupan karang
- Rekrutmen karang
- Kelimpahan ikan karang
2. Data sosial, ekonomi dan budaya
- Tingkat dukungan masyarakat
terhadap pengelolaan TWAL
- Tingkat partisipas masyarakat
- Pendapatan masyarakat
- Tingkat pengetahuan masyakakat
terhadap kawasan konservasi
- Pemahaman masyarakat terhadap
aturan dan sanksi
- Tingkat kepatuhan masyarakat
terhadap aturan
3. Data tata kelola
- Rencana pengelolaan dan zonasi
- Pengawasan kawasan
- Penegakan hukum
- Tingkat interaksi antara pengelola
dengan stakeholders
- Ketersediaan SDM untuk
pengelolaan
- Ketersediaan biaya pengelolaan
- Monitoring ekologi
Data-data dari tujuan satu dan dua

Sumber Data

Metode Pengumpulan
Data
1. Penelusuran
1. Pengamatan
dokumen-dokumen
lapangan
hasi penelitian.
2. Data time series
2.
Kuisioner dan
dari Wildlife
wawancara
Conservation Society
mendalam

Analisis
Analisis multi
dimensional
scalling (MDS)

Hasil
1. Status keberlanjutan
pengelolaan TWA Laut

(WCS) – Marine
Program Indonesia
2009 dan 2011)dan
Dari hasil penelitian
Muttaqin, 2014
3. Data dari BPS Kota
Sabang.

Data-data dari tujuan
satu dan dua

Data-data dari tujuan
satu dan dua

Analisis
deskriptif

Model konseptual integrasi
Lembaga Adat Panglima Laot
dalam pengelolaan TWA Laut
Pulau Weh.

10

Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan Data Primer
Data Stakeholders
Pengumpulan data stakeholder dilakukan dengan wawancara mendalam
terhadap responden. Data yang dikumpulkan di dalam wawancara (daftar
pertanyaan pada lampiran) menggunakan teknik pendekatan informan kunci.
Pendekatan ini mencoba mengumpulkan data melalui orang-orang tertentu yang
dipandang sebagai pemimpin, pengambil keputusan atau juga dianggap sebagai
juru bicara dari kelompok atau komunitas yang jadi obyek pengamatan, dan orang
tersebut dianggap akan bisa memberikan informasi akurat dalam mengidentifikasi
masalah-masalah dalam komunitas tersebut (Rudito dan Femiola 2008).
Responden pertama merupakan pihak yang memiliki kewenangan dalam
pengelolaan TWA Laut Pulau Weh. Berdasarkan kriteria tersebut, lembaga adat
PLL Iboih, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Banda Aceh dan
Resort Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sabang dipilih menjadi
responden awal. Responden selanjutnya dipilih menggunakan metode snowball,
yang mana aktor yang akan menjadi responden selanjutnya merupakan responden
yang disebutkan atau direkomendasikan oleh responden yang telah diwawancara,
dengan pertimbangan responden selanjutnya akan memberikan informasi yang
dibutuhkan dengan memadai dan memenuhi kriteria pemilihan responden.
Data Sosial Ekonomi Masyarakat
Keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi sering didasarkan pada
dukungan masyarakat lokal yang sangat dipengaruhi oleh persepsi masyarakat
akan dampak yang dialami oleh masyarakat lokal dan pendapat mereka mengenai
managemen dan tata kelola kawasan konservasi (Bennett 2014). Berdasarkan
kondisi tersebut kondisi sosial ekonomi terutama persepsi masyarakat sangat
penting untuk diketahui pada penelitian ini.
Metode yang dilakukan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi
masyarakat di Desa Iboih terhadap kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh dan
Wilayah Hukom Adat PLL Iboih dilakukan dengan wawancara mendalam
terhadap responden yang dipilih secara purposive sampling. Responden yang
dipilih adalah masyarakat yang memiliki keterkaitan dengan kawasan konservasi
seperti nelayan, pelaku wisata, tokoh masyarakat, tokoh adat, pemerintah desa dan
lain-lain.
Penentuan banyaknya jumlah responden dilakukan berdasarkan dua
pendekatan yaitu apabila populasinya kecil (≤10) digunakan pendekatan sensus
dan apabila populasinya besar (>10) digunakan pendekatan rule of thumbs
(pendekatan aturan statistik, yaitu minimal 30 responden) (Sugiyono 2011).
Survey sosial ekonomi pada penelitian ini mengambil 30 responden yang
berada di sekitar TWA Laut Pulau Weh dan merupakan masyarakat Desa Iboih.
Responden ini merupakan masyarakat yang dipilih berdasarkan pengetahuannya
terkait dengan kondisi pengelolaan TWA Laut Pulau Weh Wilayah Hukom Adat
PLL Iboih.

11

Pengumpulan Data Sekunder
Data Ekologi
Data ekologi diperoleh dari Wildlife Conservation Society (WCS)–Marine
Program Indonesia berupa data time series persentase karang hidup dan ikan
karang tahun 2009 dan 2011. Selain itu, data juga diperoleh dari hasil penelitian
Muttaqin (2014) berupa persentase karang hidup, kelimpahan ikan karang dan
rekrutmen karang tahun 2013. Data dari Wildlife Conservation Society (WCS)–
Marine Program Indonesia dan Muttaqin (2014) dikumpulkan dengan metode
sebagai berikut:
1. Persentase tutupan karang
Data persentase tutupan karang diperoleh dengan menggunakan metode
PIT ((point intercept transect) (English et al. 1997). Tujuan dari metode ini
untuk melihat kondisi karang dan benthik substrat lainnya seperti penutupan
alga dan karang lunak (Hill dan Wilkinson 2004). Transek dibentangkan
sejajar dengan garis pantai pada daerah dangkal dengan kedalaman 2-3 meter.
Panjang transek yang digunakan adalah 50 meter sebanyak tiga kali ulangan
dengan total 150 meter. Karang keras dicatat setiap 50 cm, berdasarkan
bentuk pertumbuhan dan genus karang.
2. Rekrutmen karang
Pengumpulan data rekrutmen karang dilakukan dengan menggunakan
metode transek kuadrat 50 x 50 cm sepanjang 150 meter dengan interval 10 m
(Hill dan Wilkinson 2004). Karang dengan ukuran < 4 cm dihitung dalam
setiap transek dan dilakukan pada kedalaman dangkal (3 m) dan dalam (78m) (Hill dan Wilkinson 2004).
3. Kelimpahan ikan karang
Pengumpulan data kelimpahan ikan karang dilakukan dengan
menggunakan metode UVC (underwater fish visual census) (English et al.
1997). Ikan diamati di atas transek yang telah dibentangkan sepanjang 150
meter, pengambilan data ikan berupa jenis dan kelimpahan ikan karang
dilakukan secara visual pada radius 2.5 meter di sebelah kiri dan kanan
sepanjang garis transek.
Studi Literatur dan Naskah Kebijakan
Data dikumpulkan dengan menelusuri dokumen hasil dari penelitianpenelitian terdahulu dan naskah-naskah kebijakan dalam bentuk cetak dan digital
yang diterbitkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pengumpulan
data dilakukan juga terhadap kebijakan lokal, aturan dan kesepakatan adat.

12
Metode Analisis Data
Analisis Stakeholders
Data stakeholder yang diperoleh dari hasil wawancara ditranformasikan
menjadi data kuantitatif (skoring) dengan membuat kriteria kepentingan dan
kriteria pengaruh stakeholders terhadap pengelolaan TWA Laut Pulau Weh.
Penetapan skoring menggunakan pertanyaan untuk mengukur tingkat kepentingan
dan pengaruh stakeholders adalah modifikasi dari model yang dikembangkan oleh
Abbas (2005) yaitu pengukuran data berjenjang lima yang disajikan pada Tabel 2.
Nilai skor dari lima pertanyaan dijumlahkan dan nilainya dipetakan ke dalam
bentuk matriks kepentingan dan pengaruh.
Tabel 2 Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders
Skor
Nilai
Kriteria
Keterangan
Kepentingan stakeholders
Sangat
Sangat bergantung pada keberadaan sumber daya
5
20-25
tinggi
4
16-20
Tinggi
Ketergantungan tinggi pada keberadaan sumber daya
Cukup
3
11-15
Cukup bergantung pada keberadaan sumber daya
tinggi
Kurang
2
6-10
Ketergantungan pada keberadaan sumber daya kecil
tinggi
1
0-5
Rendah
Tidak bergantung pada keberadaan sumber daya
Pengaruh stakeholders
Sangat
5
20-25
Sangat mempengaruhi pengelolaan TWA Laut
tinggi
4
16-20
Tinggi
Mempengaruhi pengelolaan TWA Laut
Cukup
Cukup mempengaruhi pengelolaan TWA Laut
3
11-15
tinggi
Kurang
Kurang mempengaruhi pengelolaan TWA Laut
2
6-10
tinggi
1
0-5
Rendah
Tidak mempengaruhi pengelolaan TWA Laut

Modifikasi Abbas (2005)

KEPENTING
Rendah Tinggi

Setelah diberikan skor terhadap setiap stakeholders kemudian dilakukan
penafsiran matrik kepentingan dan pengaruh stakeholders terhadap pengelolaan
TWA Laut Pulau Weh dengan mengunakan stakeholders grid dengan bantuan
microsoft exel. Hasil analisis stakeholders dikategorikan menurut tingkat
kepentingan dan pengaruh yang diilustrasikan pada Gambar 3.

Rendah

Subjects

Key player

Crowd

Context setters
PENGARUH

Tinggi

Gambar 3 Matrik pengaruh dan kepentingan analisis stakeholders (Reed et al.
2009).

13
Posisi kuadran dapat menggambarkan ilustrasi posisi dan peranan yang
dimainkan oleh masing-masing stakeholders terkait pengelolaan kawasan
konservasi TWA Laut Pulau Weh dan Wilayah Hukom Adat PLL Iboih. Kuadran
pengaruh dan kepentingan terdiri dari kategori:
 Subjects: stakeholders mempunyai kepentingan tinggi dan pengaruh rendah.
 Key players: stakeholders mempunyai kepentingan dan pengaruh tinggi
 Context setters: stakeholders mempunyai kepentingan rendah dan pengaruh
tinggi.
 Crowd: stakeholders mempunyai kepentingan dan pengaruh rendah.
Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan
grafik. Analisis deskriptif pada parameter sosial ekonomi masyarakat bertujuan
untuk mengkaji karakteristik responden berupa: tingkat pendidikan, usia,
pekerjaan, pendapatan dan persepsi masyarakat terhadap pengelolaan TWA Laut
Pulau Weh maupun Wilayah Hukom Adat PLL Iboih.
Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan pengelolaan kawasan konservasi dilakukan dengan
content analysis. Content analysis merupakan teknik penelitian yang digunakan
untuk menganalisis dokumen-dokumen tertulis seperti laporan, surat, transkrip
wawancara, dan bentuk-bentuk tertulis lainnya (Henderson 1991 dan Krippendorf
1980). Teknik penelitian ini dapat berupa teknik kuantitatif yang sistematis dan
dapat direplikasi yang digunakan untuk menjelaskan atau memahami konsep yang
sedang dipelajari (Riffe et al. 1998). Analisis dilakukan terhadap produk hukum
dan kebijakan yang telah dihasilkan oleh lembaga adat Panglima Laot, pemerintah
pusat, pemerintah daerah dan BKSDA.
Analisis Ekologi
1. Persentase tutupan karang
Rumus yang digunakan untuk menghitung persentasse tutupan biota
karang berdasarkan English et al. (1997) adalah sebagai berikut:

L1 

ni
x 100 %
L

Keterangan :
Li = persentase penutupan biota karang ke-i
ni = jumlah boita yang ditemukan
L = jumlah titik yang ditemukan.
2. Rekrutmen karang
Rumus yang digunakan untuk menghitung rekrutmen karang berdasarkan
Odum (1994) sebagai berikut:
ni
Xi 
A

14
Keterangan:
Xi = Kelimpahan komunitas terpilih
ni = jumlah total biota pada stasiun pengamatan
A = Luas transek pengamatan
3. Kelimpahan ikan karang
Kelimpahan ikan karang merupakan jumlah biota ikan karang yang
ditemukan pada suatu lokasi pengamatan persatuan luas transek pengamatan.
Kelimpahan ikan karang dapat dihitung dengan rumus:

ni
A
Keterangan: N = Kelimpahan (individu/750 m2)
ni = Jumlah individu ikan spesies ke i
A = Luas area sensus ikan (750 m2)
N

Analisis Status Keberlanjutan Pengelolaan
Analisis status keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi TWA Laut
Pulau Weh dan Wilayah Hukom Adat PLL Iboih dilakukan dengan metode
analisis statistik multi dimensional scalling (MDS) yang di dasarkan pada
perangkat lunak RAPFISH (rapid appraisal technique for evaluating fisheries
sustainability) (Kavanagh dan Pitcer 2004). Analisis multidimensi ini menentukan
status keberlanjutan penatakelolaan relatif terhadap dua titik acuan utama yaitu
titik “baik” (good) dan titik “buruk” (bad). Untuk mengetahui keberlanjutan
pengelolaan TWA Laut Pulau Weh maka digunakan tiga dimensi yaitu (1) ekologi,
(2) sosial ekonomi dan budaya, dan (3) tata kelola. Setiap dimensi terdiri dari
beberapa atribut yang diberi skor sesuai dengan kondisi yang diperoleh dari hasil
penelitian (Tabel 3).
Terdapat beberapa tahapan untuk melakukan analisis menggunakan MDS.
Pertama, menentukan terlebih dahulu dimensi dan atribut keberlanjutan. Kedua,
memberikan skor untuk setiap atribut, pemberian skor pada setiap atribut dapat
menggambarkan kondisi keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh,
apakah baik atau buruk. Tahapan ketiga, ordinasi RAPFISH dengan tujuan untuk
menentukan satu titik (nilai) yang dapat menggambarkan posisi relatif dari
pengelolaan TWAL Pulau Weh dengan nilai stress (S) dan koefisien determinasi
(R2) untuk mengukur goodness of fit. Hasil analisi yang baik ditunjukan dengan
nilai stress lebih kecil dari 0.25 (S29,42
2
Rekrutmen karang
1
3
1 = 7,52-17,9 koloni per m2,
2 = 17,9-28,28 koloni per m2
3 = >28,28 koloni per m2
3
Kelimpahan ikan
1
3
1 = 1 - 250 ekor,
karang
2 = 251 - 1.000 ekor
3 = > 1.000 ekor
4
Tingkat resistensi
1
3
1 = >79,4,
terhadap bleaching
2 = 67,8-79,4,
3 = 56,3 - 67,8
5
Tingkat pemanfaatan
1
3
1 = rendah, 2 = sedang,
wisata bahari
3 = tinggi
Dimensi ekonomi, sosial dan budaya
1
3
1 = < 50 %, 2 = 50-100 %,
6
Tingkat dukungan
3 = 100 %
masyarakat terhadap
pengelolaan
7
Tingkat partisipasi
1
3
1 = < 50 % 2 = 50-100 %,
masyarakat
3 = 100%
8
Pendapatan masyarakat
1
3
1 = dibawah UMR, 2 = Setara
UMR, 3= diatas UMR
1
3
1 = < 50 %, 2 = 50-100 %,
9
Tingkat pengetahuan
3 = 100%
masyarakat terhadap
kawasan konservasi
1
3
1 = < 50 %, 2 = 50 -100 %,
10 Tingkat ketergantungan
3 = 100%
masyarakat terhadap
kawasan
11 Pemahaman
1
3
1 = < 25 % paham,
masyarakat terhadap
2 = 26 - 50 % paham,
aturan dan sanksi
3 = >51 % paham
1
3
1 = < 50%, 2 = 50 -100 %,
12 Tingkat kepatuhan
3 = 100%
masyarakat terhadap
aturan
Dimensi Pengelolaan
13 Rencana pengelolaan
1
3
1 = tidak ada,
dan zonasi
2 = ada tetapi tidak
dilaksanakan dengan
maksimal,
3 = ada dan dilaksanakan
dengan maksimal
14 Pengawasan kawasan
1
3
1 = < 2 kali / bulan
2 = 2-5 kali / bulan
3 = > 5 kali / bulan

16

Tabel 3 Matrik indikator penilaian keberlanjutan pengelolaan TWAL
Pulau Weh dan Wilayah Hukom Adat PLL Iboih (lanjutan)

15

Penegakan hukum

1

3

16

Tingkat interaksi antara
pengelola dengan
stakeholders
Ketersediaan SDM
untuk pengelolaan

1

3

1

3

17

18

Ketersediaan biaya
pengelolaan

1

3

19

Monitoring ekologi

1

3

Modifikasi dari Boli (2014)

1 = tidak ada kelembagaan dan
penindakan tidak ada,
2 = ada kelembagaan dan
penindakan tidak efektif,
3 = ada kelembagaan dan
penindakan efektif
1 = < 2 kali interaksi pertahun,
2 = 2- 4 kali interaksi pertahun,
3 = > 4 kali interaksi
1 = Tidak tersedia SDM
2 = Tersedia SDM namun
kurang memadai
3 = Tersedia SDM yang
memadai.
1 = tidak ada sumber dana,
2 = sumber dana tidak tetap,
3 = Sumber dana tetap
1 = tidak pernah dilakukan
pertahun,
2 = satu kali pertahun,
3 = lebih dari satu kali
pertahun

Hasil analisis total atribut yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan
TWA Laut Pulau Weh akan diperoleh nilai pada skala 0-100. Dalam rangka
mensintesis tingkat keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh, digunakan
empat kategori sebagai berikut (Tabel 4).
Tabel 4 Kategori penilaian keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh
No
Skala Indeks
Status
K