Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Pesisir Timur Pulau Weh Sabang

PENGELOLAAN SUMBERDAYA TERUMBU KARANG
DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH
PESISIR TIMUR PULAU WEH SABANG

NURUL NAJMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pengelolaan
Sumberdaya Terumbu Karang Di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Pesisir
Timur Pulau Weh Sabang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Nurul Najmi
NRP C252130131

RINGKASAN
NURUL NAJMI. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Di Kawasan
Konservasi Perairan Daerah Pesisir Timur Pulau Weh Sabang. Dibimbing oleh
MENNOFATRIA BOER dan FREDINAN YULIANDA.
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting bagi
perairan dan menjadi habitat bagi ikan dan biota laut lainnya. Berbagai macam
manfaat dan tingginya produktifitas yang terjadi pada ekosistem terumbu karang
menyebabkan terjadinya pemanfaatan yang cukup besar di wilayah pesisir dan
laut seperti: aktivitas penangkapan, peningkatan jumlah wisatawan, pembangunan
di wilayah pesisir, peningkatan limbah dan pencemaran. Penelitian ini bertujuan
menganalisis kondisi terumbu karang dan permasalahan yang terjadi dalam
pengelolaan di Kawasan Konservasi Perairan Pesisir Timur Pulau Weh Sabang
serta menyusun pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang yang efektif di
Kawasan Konservasi Perairan Daerah Pesisir Timur Pulau Weh.

Penelitian dilakukan mulai Bulan Mei Tahun 2015 di kawasan Pesisir Timur
Pulau Weh Sabang. Survei kondisi terumbu karang dan ikan karang pada enam
lokasi yaitu: Sumur Tiga, Ujung Kareung, Reutek, Benteng, Anoi Itam dan Ujung
Seuke. Pengambilan data dengan mengukur, kualitas air, persentase tutupan
karang, kelimpahan ikan karang dan pertumbuhan anakan karang (karang muda).
Pengambilan data persen tutupan karang dilakukan dengan metode Point Intercept
Transect (PIT), pengambilan data anakan karang dengan menggunakan transek
kuadrat dan kelimpahan ikan menggunakan metode Underwater Fish Visual
Census (UVC). Pengambilan data sosial, ekonomi dan kelembagaan dilakukan
wawancara mendalam (depth interview), kuesioner dan FGD. Keberlanjutan
pengelolaan dilihat dengan analisis Multidimensional Scaling (MDS) dengan
menggunakan tiga dimensi yaitu dimensi ekologi, dimensi sosial-ekonomi, dan
dimensi kelembagaan.
Penilaian status keberlanjutan dengan menggunakan analisis Rapfish yang
selanjutnya dilihat dari analisis MDS. Pengelolaan ekosistem terumbu karang di
Kawasan Konservasi Perairan Daerah Pesisir Timur Pulau Weh Sabang memiliki
status cukup berkelanjutan (70.77). Persentase tutupan karang tertinggi berada di
Benteng yaitu sebesar 65% dengan genus yang dominan ditemukan yaitu Porites
sebesar 63%. Kelimpahan koloni anakan (recruitmen) karang tertinggi berada
pada lokasi Ujung Seuke yaitu sebanyak 9.2 koloni/m2. Kelimpahan ikan tertinggi

berada di Ujung Seuke yaitu sebesar ±380 ind/250 m2. Strategi pengelolaan
ekosistem terumbu karang di kawasan yaitu dengan melakukan transplantasi
karang, menyediakan substat baru untuk memancing pertumbuhan anakan
(rekruitmen) karang, meningkatkan kelimpahan ikan Herbivora, membatasi
penangkapan ikan berdasarkan ukuran, membatasi pembangunan di pesisir, sanksi
yang tegas, mensinergikan antara kebijakan kawasan konservasi dengan perizinan
tata ruang, menghitung daya dukung kawasan dan mengkaji ulang pembentukan
Kawasan Konservasi Pesisir Timur Pulau Weh Sabang yang ditetapkan sebagai
kawasan Suaka Alam Perairan (SAP).
Kata kunci: Terumbu karang, Kawasan Konservasi, Rekruitmen, Perairan Pesisir
Timur Pulau Weh.

SUMMARY
NURUL NAJMI. Coral Reefs Ecosystem Management in Area of Eastern
Coastal Water Conservation Weh Island Sabang. Supervised by MENNOFATRIA
BOER and FREDINAN YULIANDA.
Coral reef ecosystems are very important ecosystems for water and a habitat
for fish and other marine life. A wide variety of benefits and the high productivity
that occurs in coral reef ecosystems caused considerable utilization of coastal and
marine areas as: fishing activities, an increase in the number of tourists, coastal

development, increased waste and pollution. This study aimed to analyze the
condition of coral reefs and the problems that occurred in the management in Area
of Eastern Coastal Water Conservation Weh Island Sabang and compiles the
effective coral reef resource management in Area of Eastern Coastal Water
Conservation Weh Island Sabang.
The research was conducted in May 2015 in the Eastern Coastal region Weh
Island Sabang. Surveying the condition of coral reefs and reef fish at six locations,
namely: Sumur Tiga, Ujung Kareung, Reutek, Benteng, Anoi Itam, and Ujung
Seuke. Retrieval of data by measuring water quality, the percentage of coral
cover, the abundance of reef fish, and coral saplings growth (recruitment). Data
retrieval of percentage coral cover was conducted using Point Intercept Transect
(PIT), data retrieval of coral saplings using transects squares, and an abundance of
fish using the methods of Underwater Fish Visual Census (UVC). Furthermore,
data retrieval of social, economic, and institutional was conducted using depth
interviews, the questionnaire, and Focus Group Discussion (FGD). Sustainability
management viewed with the analysis of Multidimensional Scaling (MDS) that
used in three dimensions, namely ecological, socio-economic dimension, and
institutional dimensions.
The assessment of sustainability status by using Rapfish analysis hereinafter
seen from MDS analysis. Coral reef ecosystem management in Area of Eastern

Coastal Water Conservation Weh Island Sabang has sustained enough status
(70.77). The highest percentage of coral cover is in Benteng amounting to 65%
with a dominant genus Porites found that by 63%. The highest abundance colony
of saplings (recruitment) were in Ujung Seuke as many as 9.2 colonies / m2. The
highest fish abundance in Ujung Seuke was equal to ± 380 ind / 250 m2. Coral
reef management strategies in the area, namely transplanting corals, providing a
new substat for stimulating coral saplings growth (recruitment), increasing the
abundance of herbivorous fish, limiting fishing by size, limiting coastal
development, strict sanctions, synergize between policy in the conservation area
and the licensing of spatial, counting the carrying capacity of the area, and review
the formation of the Eastern Coastal Conservation Areas Weh Island Sabang
which set up as the area of Water Nature Reserve (SAP).
Keywords: Coral Reefs, Conservation Area, Recruitment, Eastern Coastal Water
Weh Island

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGELOLAAN SUMBERDAYA TERUMBU KARANG
DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH
PESISIR TIMUR PULAU WEH SABANG

NURUL NAJMI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

Penguji
Luar Komisi
pada Ujian
Tesis:Tesis:
Dr Ir Dr
Isdradjad
Setyobudiandi,
MSc MSc
Penguji
Luar Komisi
pada Ujian
Ir Isdradjad
Setyobudiandi,

Judul Penelitian

Nama
NRP


: Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang Di Kawasan
Konservasi Perairan Daerah Pesisir Timur Pulau Weh
Sabang
: Nurul Najmi
: C252130131

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA
Ketua

Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir

dan Lautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 20 Juli 2016

Tanggal Lulus: 16 Agustus 2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2015 ini adalah
Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang Di Kawasan Konservasi Perairan
Daerah Pesisir Timur Pulau Weh Sabang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Mennofatria Boer,
DEA dan Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir

Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku penguji pada ujian tesis yang telah banyak
memberikan saran dan masukan di dalam menyempurnakan tesis ini. Ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua Drs Alidin Banurea dan
(Alm) Aisyah atas doa dan kasih sayang tanpa batas untuk Ananda dan seluruh
keluarga tercinta Brigadir Rahmat Z dan Agustina Banurea, SKM., dr. Rahmat
Syukur Banurea, Ajmal Banurea, Sindi Hayatun Banurea, S.Farm. Keponakan
tersayang Reyhan Muhammad Azka, Zidna Arifa. Mucut dan Yahmu. Rekan
penelitian Jhon Septin M. Siregar, MSi atas bantuan dan suportnya, teman-teman
SPL-IPB angkatan tahun 2013 dan Dr Yonvitner, SPi MSi selaku Dosen
Evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal penelitian yang telah memberikan
banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan
baik. Seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Lautan.
Trimakasih pula kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sabang,
Panglima Laot Lhok Ie Meulee, Panglima Laot Anoi Itam, seluruh nelayan dan
masyarakat PTPW Sabang, BAPEDA Kota Sabang, Badan Pusat Statistik Kota
Sabang dan WCS Kota Sabang atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan tesis
ini. Ucapan terimah kasih penulis kepada seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin
disebutkan satu persatu karena telah memberikan banyak masukan dan bantuan

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

Bogor, Agustus 2016

Nurul Najmi

xiii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Penelitian

1
1
2
4
4
4

2

METODELOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan Penelitian
Metode Pengambilan Data
Jenis dan Sumber Data
Analisis Indikator Ekologi
Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat dan Kelembagaan
Analisis Strategi Pengelolaan
Rekomendasi Pengelolaan

6
6
6
6
7
7
12
13
14

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Ekologi Terumbu Karang
Kondisi Perairan Pesisir Timur Pulau Weh Sabang
Persentase Tutupan Terumbu Karang
Pertumbuhan Anakan (Rekruitmen) Karang
Kelimpahan Ikan Karang
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Pendapatan Masyarakat Pesisir
Pemahaman Masyarakat Akan Pentingnya Terumbu Karang
Kelembagaan
Permasalahan Yang Terjadi di Lapangan
Managemen Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang
Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang di
Kawasan Konservasi Perairan Sabang
Status Keberlanjutan Pengelolaan Dimensi Ekologi
Status Keberlanjutan Pengelolaan Dimensi Sosial Ekonomi
Status Keberlanjutan Pengelolaan Dimensi Kelembagaan
Status Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Terumbu
Karang di Kawasan Konservasi Perairan Sabang
Arahan Keberlanjutan Pengelolaan Terumbu Karang di
Kawasan Koservasi Perairan PTPW Sabang
Rekomendasi Pengelolaan

15
15
15
16
20
22
26
26
27
30
31
33
34
36
38
41
44
48
50

xii

4

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

53
53
54

DAFTAR PUSTAKA

55

LAMPIRAN

61

RIWAYAT HIDUP

90

xiii

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Peralatan Pengambilan Data Parameter Perairan
Jenis, Sumber dan Analisis Data
Kategori Persentase Tutupan Karang
Tingkat Kelimpahan Rekrutmen Karang dalam Kuadrat 1x1 m
Kategori Kelimpahan Ikan Karang
Kategori Kelimpahan Ikan Berdasarkan Kelompok Ikan Karang
Daftar Responden
Nilai Indeks Status Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Terumbu
Karang
Kondisi Kualitas Perairan di Kawasan PTPW Sabang
Jumlah Spesies, Spesies Dominansi, Indek Keanekaragaman, Indek
Keseragaman dan Indek dominansi Setiap Lokasi Pengamatan
Aturan dan Sanksi Adat “Hukum Panglima Laot”
Permasalahan dalam Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang
Dimensi Ekologi
Dimensi Sosial Ekonomi
Kriteria dan Skor Pada Dimensi Kelembagaan
Nilai Indeks Multidimensi Pengelolaan Sumberdaya Terumbu
Karang Di KKPD PTPW Sabang
Nilai Statistik Hasil Analisis RAPFISH Pada Dimensi Keberlanjutan
dan Multi-Dimensi

7
8
9
9
10
10
13
14
15
26
28
32
36
39
42
46
46

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Kerangka Pemikiran Penelitian
Peta Lokasi Penelitian
Tutupan Karang Keras di PTPW Sabang Tahun 2015
Persentase Genus Karang di KKPD PTPW Sabang
Tutupan Karang Hidup Di KKPD PTPW Sabang Tahun 2009 - 2015
(Data WCS dan Lapangan)
Kelimpahan Koloni Karang Muda Tahun 2015
Persentase Substat Dasar Perairan di Kawasan PTPW Sabang
Kelimpahan Ikan Karang di PTPW Sabang Tahun 2015
Kelimpahan Ikan Karang Berdasarkan Kelompok di Kawasan
PTPW Sabang
Jumlah Ikan Karang dalam Setiap Famili di Kawasan PTPW Sabang
Pendapatan/bulan Masyarakat PTPW Sabang
Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kawasan
PTPW Sabang
Hasil Analisis RAPFISH Dimensi Ekologi
Analisis Leverage Dimensi Ekologi
Analisis Monte Carlo Dimensi Ekologi
Analisis RAPFISH Dimensi Sosial Ekonomi
Analisis Leverage Dimensi Sosial Ekonomi

5
6
16
18
19
20
21
22
23
25
26
30
37
37
38
39
40

xiv

18.
19.
20.
21.
22.

Analisis Monte Carlo Dimensi Sosial Ekonomi
Analisis RAPFISH Dimensi Kelembagaan
Analisis Leverage Dimensi Kelembagaan
Analisis RAPFISH Secara Multidimensi
Diagram Layang-Layang (Kite Diagram) dalam 3 (Tiga) Dimensi
Keberlanjutan Pengelolaan KKPD Sabang
23. Analisis Leverage Multidimensi
24. Pengelolaan Yang Berkelanjutan
25. Ukuran Kelompok Ikan Targer di Kawasan KKPD Sabang

41
42
43
44
45
47
49
51

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Kuisioner Penelitian
Penentuan Skoring Untuk Masing-Masing Kriteria dalam Menentukan
Status Pengelolaan di KKPD PTPW Sabang
Keberadaan Genus Karang di Setiap Lokasi Pengamatan
Life Form Yang Ditemukan Pada Masing-Masing Lokasi Pengamatan
Komposisi Tutupan Karang Keras di Kawasan PTPW Sabang
Komposisi Ikan Karang di Lokasi Penelitian
Kelompok, Famili dan Spesies Ikan Karang di Kawasan PTPW
Sabang
Komposisi Genus Anakan (rekruitmen) Karang di PTPW Sabang
Atribut, Status, Kriteria dan Skor Pada Dimensi Ekologi
Atribut, Status, Kriteria dan Skor Pada Dimensi Sosial Ekonomi
Masyarakat
Atribut, Status, Kriteria dan Skor Pada Dimensi Kelembagaan
Patahan Karang dan Karang yang Ditumbuhi Alga (DCA)
Kerusakan Terumbu Karang
Pertumbuhan Karang Keras
Kelimpahan Ikan Karang
Aktifitas Persiapan Penyelaman dan Pengambilan Data Ekologi

61
70
72
72
73
74
78
81
81
82
82
83
84
85
86
87

2

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pulau Weh Sabang merupakan titik Nol Kilometer Negara Indonesia yang
terletak pada 05o 46’ 28” LU – 05o 54’ 28” LU dan 95o 13’ 02” BT – 95o 22’ 36”
BT. Pesisir Timur Pulau Weh (PTPW) merupakan wilayah yang berada di bagian
Timur Pulau Weh dengan panjang garis pantai ±15.8 km, terbentang mulai dari
Pantai Paradiso hingga ke Ujung Seukee. Kawasan ini didominasi oleh ekosistem
terumbu karang dengan tipe karang tepi. Sebagian besar masyarakat di wilayah
tersebut memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya laut,
terutama yang berasal dari ekosistem terumbu karang.
Dalam rangka mewujudkan kelestarian, melindungi dan memanfaatkan
keanekaragaman jenis ikan dan ekosistem perairan PTPW Sabang, berdasarkan
Keputusan Walikota Sabang Nomor 729 Tahun 2010, PTPW Sabang dicadangkan
sebagai Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD). Tindak lanjut dari
pencadangan tersebut PTPW Sabang ditetapkan sebagai KKPD oleh Walikota
Sabang pada tanggal 10 Juni 2011 melalui surat Walikota Sabang No 523/2080.
Berdasarkan Laporan Hasil Evaluasi Penetapan KKPD tersebut, pada Tanggal 31
Juli 2013 Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan PTPW Sabang sebagai
Kawasan Konservasi Perairan Daerah melalui KEPMEN-KP No 57 Tahun 2013.
Kondisi terumbu karang di kawasan PTPW Sabang berdasarkan hasil
penelitian dari Wildlife Conservation Society (WCS) persentase tutupan karang di
setiap titik pengamatan tahun 2006, 2008 dan 2009 adalah 28.04%, 29.47% dan
32.71%, pada tahun 2011 kondisi terumbu karang mengalami penurunan yaitu
32.43%. Kondisi ini akibat kenaikan suhu permukaan air laut pada tahun 2010 (Ulfa
2011 dan Hastuty et al. 2013). Muttaqin (2014) menyatakan pada Bulan April 2010
NOAA mengeluarkan data yang menunjukkan suhu permukaan air laut merupakan
suhu yang paling panas dibanding dengan April pada tahun-tahun sebelumnya yaitu
mencapai 33oC. Peningkatan suhu ini mengakibatkan banyak terumbu karang di
PTPW Sabang mati. Sebesar 80% dari beberapa spesies karang mengalami
kematian dan ini salah satu kematian karang terburuk yang pernah tercatat di Aceh
(Ulfa 2011).
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting bagi
perairan dan menjadi habitat bagi ikan dan biota laut lainnya. Banyaknya manfaat
dan tingginya produktifitas yang terjadi pada ekosistem terumbu karang
menyebabkan terjadinya pemanfaatan yang cukup besar di wilayah pesisir dan laut
seperti: aktivitas penangkapan, peningkatan jumlah wisatawan, pembangunan di
wilayah pesisir, peningkatan limbah yang menyebabkan pencemaran terhadap
perairan baik dari aktivitas kapal (tumpahan minyak) dan peningkatan limbah
rumah tangga yang mengalir ke perairan.
Pemanfaatan yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan terhadap
ekosistem terumbu karang. Kerusakan-kerusakan tersebut membawa pengaruh
yang sangat besar baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekonomis
berpengaruh terhadap hasil tangkapan nelayan, secara ekologis dapat berdampak
pada kerusakan ekosistem pesisir dan laut. Untuk mengontrol setiap kegiatan agar
aspek ekonomi dan ekologi tetap berjalan secara seimbang maka diperlukan
pengelolaan yang berkelanjutan untuk menjaga kelestarian pesisir dan laut.

2

Menurut Permen No. 60 Tahun 2007 Kawasan Konservasi Perairan yaitu
kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi untuk
mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara
berkelanjutan. Kawasan konservasi perairan ditetapkan berdasarkan kriteria
ekologi, sosial budaya dan ekonomi. Penetapan kawasan konservasi perairan
dengan tujuan: (a) melindungi dan melestarikan sumber daya ikan serta tipe-tipe
ekosistem penting di perairan untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologisnya;
(b) mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistemnya serta jasa
lingkungannya secara berkelanjutan; (c) melestarikan kearifan lokal dalam
pengelolaan sumber daya ikan di dalam dan/atau di sekitar kawasan konservasi
perairan; (d) meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi
perairan.
KKPD PTPW Sabang ditetapkan sebagai Suaka Alam Perairan (SAP)
dengan luas kawasan lebih kurang 3.207, 98 Ha. Berdasarkan Permen KP No. 02
Tahun 2009 tentang tata cara penetapan kawasan konservasi perairan menyatakan
SAP ditetapkan dengan tujuan pengelolaan untuk perlindungan keanekaragaman
jenis ikan dan ekosistem. Dengan kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki satu atau lebih jenis ikan yang khas, unik, langka, endemik dan/atau
yang terancam punah di habitatnya yang memerlukan upaya perlindungan dan
pelestarian, agar dapat terjamin keberlangsungan perkembangannya secara
alami;
b. Memiliki satu atau beberapa tipe ekosistem yang unik dan/atau yang masih
alami;
c. Memiliki luas perairan yang mendukung keberlangsungan proses ekologis
secara alami serta dapat dikelola secara efektif.
Adanya peran Lembaga Panglima Laot dan masyarakat setempat yang
bekerjasama dengan pemerintah dalam mengelola kawasan ini menjadikan wilayah
tersebut menarik untuk dikaji, terutama tentang pengelolaan sumberdaya terumbu
karang di KKPD PTPW Sabang yang berbasis kearifan lokal “Panglima Laot”.
Untuk mempelajari sistem pengelolaan yang sedang berjalan diperlukan kajian
yang komprehensif terkait antara sosial ekonomi yang dapat mendukung pelestarian
ekologis dimasa yang akan datang dalam struktur kelembagaan yang sesuai. Alasan
ini yang menjadi dasar dilakukannya penelitian tentang Pengelolaan sumberdaya
Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Sabang. Untuk
mengetahui status pengelolaan di kawasan saat ini, maka perlu melihat kondisi
sumberdaya ekosistem terumbu karang dengan menganalisis kondisi ekologi, sosial
ekonomi masyarakat serta kekuatan kelembagaan yang berjalan saat ini.
Perumusan Masalah
Kawasan konservasi dibentuk dengan tujuan untuk melindungi habitat
sumberdaya pesisir, salah satunya yaitu menjaga sumberdaya terumbu karang.
Kawasan PTPW Sabang ditetapkan sebagai kawasan konservasi oleh Menteri
Kelautan dan Perikanan pada tahun 2013 dengan tujuan untuk melindungi
ekosistem terumbu karang dari eksploitasi berlebihan, namun yang terjadi adalah
tutupan karang mengalami penurunan. Berdasarkan hasil monitoring yang
dilakukan oleh lembaga WCS-Marine pada tahun 2009 kondisi tutupan karang di
kawasan PTPW Sabang rata-rata 56.04 % dan pada tahun 2013 persentase tutupan

3

karang menurun menjadi 30.12 %. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan mengingat
bahwa terumbu karang merupakan tempat hidup dan berlindung biota-biota laut,
sebagai sumber pendapatan nelayan dan penyedia lapangan pekerjaan bagi
masyarakat di kawasan pesisir, selain itu terumbu karang juga berfungsi sebagai
pelindung pantai dari hempasan ombak.
Permasalahan lain adalah wilayah penangkapan yang awalnya berjarak 300
m dari pesisir pantai kini mulai menjauh hingga mencapai 1 mil dari pesisir pantai.
Perubahan ini merupakan penyebab ketersediaan ikan karang di kawasan mulai
mengalami penurunan. Berkurangnya ikan di kawasan telah terjadi beberapa tahun
silam akibat penggunaan alat tangkap yang merusak dimasa lalu, hal yang sama
terjadi pada kondisi terumbu karang. Berkurangnya tutupan karang dan ikan karang
memengaruhi mata pencaharian nelayan dan perekonomian masyarakat. Kondisi
ini berdampak pada aspek sosial ekonomi masyarakat PTPW Sabang. Sebagian
besar masyarakat PTPW Sabang sangat bergantung pada perikanan dan wisatawan.
Ketergantungan ini menyebabkan masyarakat melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan perekonomian, salah satunya melakukan penangkapan di zona inti.
Aspek antar sosial juga sering muncul seperti konflik antar nelayan akibat
perbedaan cara pandang nelayan terhadap wilayah tangkap antara nelayan di
kawasan dengan nelayan dari luar kawasan.
Aspek lain yang dapat menggaggu pertumbuhan karang adalah peningkatan
jumlah penduduk dan wisatawan. Peningkatan tersebut berdampak pada
peningkatan pembangunan skala besar. Pembangunan berlebihan yang terjadi di
daratan dapat mengganggu pertumbuhan terumbu karang, baik dari segi perubahan
struktur kawasan maupun pencemaran yang diakibatkan dari proses pembangunan
tersebut. Kerusakan terumbu karang lainnya juga dipengaruhi oleh tingginya
pencemaran, seperti tumpahan minyak kapal, sampah yang dibuang ke laut dan
bahan kimia berupa limbah rumah tangga. Kerusakan lain seperti, buangan jangkar
kapal dan penangkapan ikan dengan menggunkan speargun dapat menyebabkan
karang patah dan tercabut dari substatnya. Jika hal ini terus berlanjut dikhawatirkan
sumberdaya terumbu karang akan terancam punah sehingga berdampak pada
perekonomian dan sosial masyarakat. Olek karena itu perlu kebijakan yang sinergis
untuk mengatur aktifitas yang terjadi di PTPW Sabang dalam mengoptimalkan
tujuan dari pembentukan kawasan konservasi. Berdasarkan permasalahanpermasalahan di atas, maka perlu untuk mempelajari sistem pengelolaan yang telah
ada untuk memperbaiki dan melanjutkan pengelolaan kedepan secara
berkelanjutan.
Pengelolaan terumbu karang yang baik harus mencakup beberapa aspek,
yaitu pengelolaan pada aspek/dimensi ekologi, sosial ekonomi dan kelembagaan.
Hal yang penting untuk diperhatikan bahwa dimensi ekologi merupakan kunci
dalam mewujudnya keberlanjutan pengelolaan di kawasan. Melalui tiga dimensi
tersebut diharapkan pengelolaan sumberdaya terumbu karang menjadi lebih
optimal. Untuk mempelajari status pengelolaan di kawasan PTPW Sabang maka
perlu melihat gambaran kondisi terumbu karang dan permasalahan yang terjadi di
kawasan sebagai penyebabnya. Dengan mempelajari status pengelolaan yang ada,
selanjutnya dapat merekomendasi strategi terhadap keberlanjutan pengelolaan
ekosistem terumbu karang di masa yang akan datang.

4

Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kondisi terumbu karang dan permasalahan yang terjadi dalam
pengelolaan di Kawasan Konservasi Perairan Pesisir Timur Pulau Weh
Sabang.
2. Menyusun pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang yang efektif di Kawasan
Konservasi Perairan Daerah Pesisir Timur Pulau Weh.
Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada
pemerintah setempat dalam upaya peningkatan pengelolaan sumberdaya terumbu
karang di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Pesisir Timur Pulau Weh (KKPD
PTPW) Sabang untuk mewujudkan pengelolaan ekosistem terumbu karang yang
berkelanjutan.
Kerangka Pemikiran
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang memiliki nilai
ekonomis penting bagi wilayah pesisir dan masyarakat sekitarnya. Banyaknya
manfaat yang dihasilkan oleh ekosistem terumbu karang baik dari fisik maupun
biologi, sehingga terjadi ketidak seimbangan antara pemanfaatan dengan
perlindungan yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir.
Untuk melindungi dan mempertahankan keberadaan terumbu karang yang memiliki
banyak potensi tersebut, maka perlu dilakukan pengelolaan ekosistem terumbu
karang dengan konsep keseimbangan, kelestari dan berkelanjutan.
Partisipasi aktif masyarakat lokal dan lembaga adat merupakan kunci utama
dalam keberhasilan kawasan konservasi yang berkelanjutan yang disebabkan oleh
beberapa alasan, yaitu (1) ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya laut
cukup tinggi, sehingga masyarakat berupaya seoptimal mungkin menjaga
sumberdaya tersebut; (2) masyarakat lebih memahami permasalahan sekitarnya,
sehingga memudahkan pengelolaan sumberdaya tersebut; (3) pengelolaan berbasis
masyarakat dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan
sumberdaya laut, dan (4) pengawasan dan kontrol oleh masyarakat akan lebih
efektif, karena masyarakat berada di sekitar sumberdaya itu berada.
Untuk mengetahui kondisi pengelolaan Ekosisten Terumbu Karang di
KKPD PTPW Sabang, maka dilakukan pendekatan terhadap beberapa dimensi,
yaitu dimensi ekologi, dimensi sosial ekonomi dan dimensi kelembagaan. Dengan
melakukan pendekatan terhadap beberapa dimensi tersebut diharapkan dapat
meningkatkan pertumbuhan habitat pesisir khususnya terumbu karang, sehingga
dengan pertumbuhan terumbu karang yang sehat dapat meningkatkan sosial
ekonomi masyarakat di kawasan. Kesadaran dan kepedulian masyarakat sangat
penting untuk meningkatkan kelestarian ekologis wilayah pesisir dimasa
mendatang. Menaati aturan-aturan yang menyokong keberlanjutan ekologis untuk
peningkatan sosial ekonomi masyarakat dengan bantuan kelembagaan “Panglima
Laot” dalam menegakkan aturan yang ada. Adapun diagram alir kerangka
pemikiran ditunjukkan oleh Gambar 1.

5

Ekosistem Terumbu Karang

Degradasi Ekosistem Terumbu Karang

Faktor Alami
- Pemutihan karang

Faktor Manusia
- Pembangunan daerah pesisir
- Aktifitas penangkapan yang merusak

Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang

Analisis strategi

Dimensi Ekologi
- - Kondisi perairan
- Persen tutupan karang
- - Kelimpahan ikan
- - Anakan karang

Dimensi Sosial ekonomi
- Persepsi masyarakat
- Aturan tentang pengelolaan
- Partisipasi masyarakat
- Konflik antar nelayan
- Pemanfaatan SDTK
- Tingkat pendidikan
- Penghasilan
- Sumber modal
- Keterkaita dengan wisatawan
- Ukuran ikan

Dimensi Kelembagaan
- Peran masyarakat
- Peran NGO
- Peran pemerintahan/DKP
- Peran Panglima Laot
- Aturan Panglima Laot
- Pengelolaan perikanan

Analisis keberlanjutan
Multidimensionsal Scaling (MDS)

Rekomendasi pengelolaan terumbu
karang di KKPD PTPW Sabang

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

6

2

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Pesisir Timur Pulau Weh (PTPW) Sabang. Untuk
pengambilan data kondisi terumbu karang dan ikan karang dilakukan pada enam
lokasi pengamatan di Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Sabang (Gambar 2).
Lokasinya yaitu: Sumur Tiga, Ujung Kareung, Reutek, Benteng, Anoi Itam dan
Ujung Seuke. Penentuan lokasi pengambilan data ekologi didasari karena lokasi
tersebut telah dilakukan survey terhadap kondisi terumbu karang dan ikan karang
beberapa tahun pengamatan yang dilakukan oleh Wildlife Conservation Society
(WCS). Selain itu juga untuk membandingkan data primer dengan data sekunder
terhadap pertumbuhan ekologi di kawasan PTPW Sabang. Penelitian ini dilakukan
mulai Bulan Mei-April Tahun 2015.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan pada pengambilan data ekologi di lapangan dalam
penelitian ini terdiri dari rubber boat, transek (150 m), transek kuadrat (50x50 cm),
Global Positioning System (GPS), kamera digital bawah air, alat tulis bawah air dan
peralatan selam dengan menggunakan Self Contained Underwater Buoyancy
Apparatus (SCUBA) serta peralatan untuk pengambilan data parameter perairan
(Tabel 1). Sedangkan untuk pengambilan data sosial ekonomi dan kelembagaan
menggunakan kuisioner.
Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survei untuk data primer dan data sekunder dengan penelusuran literature.
Pengambilan data untuk indikator biofisik yaitu dengan mengukur, kualitas air,

7

persentase tutupan karang, kelimpahan ikan karang dan pertumbuhan anakan
karang (karang muda). Pengambilan data yang berhubungan dengan indikator
sosial ekonomi masyarakat yang menjadi fokus permasalahan adalah persepsi
masyarakat, kepatuhan masyarakat akan aturan tentang pengelolaan, partisipasi
masyarakat, konflik antar nelayan, pemanfaatan sumberdaya terumbu karang,
tingkat pendidikan masyarakat, penghasilan masyarakat, sumber modal, ukuran
ikan dan keterkaitan masyarakat terhadap wisatawan. Data untuk indikator
kelembagaan adalah peran masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang, peran
NGO, peran pemerintah/DKP Sabang, peran Panglima Laot, aturan Panglima Laot
dan adanya pengelolaan perikanan (zonasi).
Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder berupa data kualitatif dan kuantitatif yang dijabarkan berdasarkan jenis,
sumber dan analisis data (Tabel 2). Data dikumpulkan dengan cara penyebaran
kuisioner dan wawancara berbentuk data kuantitatif, kemudian data tersebut
ditabulasikan berupa data skoring. Ketika pertanyaan-pertanyaan yang dibutuhkan
untuk menjawab data kuantitatif belum mampu untuk menjawab permasalahan,
maka dibutuhkan data-data kualitatif untuk mempertajam data kuantitatif tersebut.
Analisis Indikator Ekologi
Pengukuran dan analisis data untuk indikator biofisik yaitu dengan
mengukur, kualitas air, persentase tutupan karang, kelimpahan ikan karang dan
pertumbuhan anakan karang (karang muda) pada enam stasiun pengamatan yaitu
stasiun Sumur Tiga, Ujung Kareung, Reuteuk, Benteng, Anoi Itam dan ujung
Seuke. Pengambilan data terhadap enam stasiun ini dengan pertimbangan bahwa
stasiun-stasiun tersebut telah mewakili dari beberapa zonasi diantaranya zona inti,
zona pemanfaatan dan zona perikanan berkelanjutan.
a) Kualitas Perairan
Pengukuran dan pengambilan kualitas air dilakukan selama penelitian
sebanyak satu kali dalam tiga kali pengulangan pada masing-masing stasiun
pengamatan. Variabel-variabel yang diukur langsung di lapangan meliputi suhu
(°C), salinitas (‰), kedalaman (m), kecerahan (m) dengan alat ukur masing-masing
adalah thermometer, refractometer, deep gauge, secchi disc (Tabel 1).
Tabel 1 Peralatan pengambilan data parameter perairan.
Parameter
Kecerahan
Kedalaman
pH
Salinitas
Suhu

Unit
m
m
ppm
o
C

Alat
Secchi disc
Deep Gauge
pH meter
Refractometer
Thermometer

Keterangan
In situ
In situ
In situ
In situ
In situ

b) Persentase Tutupan Karang
Pengambilan data persen tutupan karang dilakukan dengan metode Point
Intercept Transect (PIT) atau disebut dengan transek titik (Yulianto et al. 2013).
PIT bertujuan untuk mengidentifikasi substrat dasar terumbu karang. Metode ini
dilakukan dengan mencatat jenis substrat dasar yang bersinggungan dengan transek

8

Tabel 2 Jenis, sumber dan analisis data
No
Tujuan
1. Menganalisis kondisi
terumbu karang dan
permasalahan yang terjadi
dalam pengelolaan di
kawasan

2. Menyusun pengelolaan
Sumberdaya Terumbu
Karang yang efektif di
Kawasan

Data Perdimensi
Ekologi
 Kondisi perairan
 Persen Tutupan
karang
 Kelimpahan ikan
karang
 Rekrutmen karang
Sosial ekonomi
 Persepsi masyarakat
 Partisipasi masyarak
 Pemanfaatan SDTK
 Sumber modal
 Penghasilan
 Pendidikan
 Konflik antar nelayan
 Aturan lokal
 Ketergantungan
terhadap wisatawan
 Ukuran ikan
Kelembagaaan
 Peran masyarakat
 Peran NGO
 Peran pemerintahan
 Aturan Panglima Laot
 Aturan P.L
 Pengelolaan perikanan
Kondisi biofisik, sosial
ekonomi dan aturan
yang dijalankan

Jenis Data
Primer/
Sekunder

Sumber Data
Analisis
Observasi
 Kualitas air
 Point Intercept
Transect (PIT)
 Underwater Fish
Visual Census
(UVC)

Primer/
Sekunder

Observasi,
wawancara,
kuisioner dan
literatur

Primer/
Sekunder

Observasi,
wawancara,
kuisioner dan
literatur

Output
 Kondisi ekologi di
KKPD PTPW
Sabang

 Skoring (Adrianto  Tingkat pemahaman,  Kondisi
et al. 2013)
partisipasi dan
ekologi, Sosial
ekonomi dan
 Analisis deskriptif persepsi masyarakat
akan pentingnya
kelembagaan di
pengelolaan ekosistem kawasan
terumbu karang
 Permasalahan
terhadap sosial
yang terjadi di
ekonomi msayarakat. lapangan

Analisis MDS
 Ekologi
 Sosial ekonomi (Multidimensional
 Kelembagaan Scaling dengan
RAPFISH)

Modifikasi Hill dan Obura (2004), Pomeroy et al. (2005), Garces et al. (2012), Adrianto (2013), Bennett dan Dearden (2014)

 Tingkat kepatuhan
masyarakat terhadap
aturan yang berlaku

 Rekomendasi
pengelolaan
ekosistem
terumbu karang

8

9

garis. Panjang transek 50 m dengan tiga kali ulangan yang diletakkan sejajar dengan
garis pantai sepanjang tepi terumbu karang. Jenis yang di catat berupa genus karang
dan bentuk pertumbuhan (life form), biota dan komponen abiotik lain yang
menyinggung dengan transek setiap jarak 0.5 m. Metode ini digunkan untuk
mengetahui persentase penutupan substat dasar habitat terumbu karang dan
keanekaragaman jenis ikan.
Identifikasi genus karang menggunakan buku identifikasi coral id oleh
Veron (1995). Metode PIT ini secara teknis hampir sama dengan motede Line
intercept transect (LIT) namun lebih mudah dilakukan. Untuk pengamatan
persentase tutupan karang lebih direkomendasikan menggunakan metode LIT
dengan keakuratan data yang cukup tinggi hingga tingkat sentimeter dibandingkan
menggunakan PIT. Persentase tutupan karang dihitung berdasarkan persamaan
sebagai berikut:
�� =



X

%

Dimana: Ni = Persentase life form ke i (%)
Li = Banyaknya point life form ke-i
L = Jumlah point life form per transek (50 m)
Kondisi penilaian ekosistem terumbu karang berdasarkan persentase tutupan
karang berdasarkan Gomez dan Yap (1988) dan Yulianda et al. (2010) (Tabel 3).
Tabel 3 Kategori persentase tutupan karang
Skor
0
1
2
3

Persen tutupan
0 - 24.9 %
25 - 49.9 %
50 - 74.9 %
75 - 100 %

Kategori
Rusak
Sedang
Baik
Sangat baik

c) Pertumbuhan anakan karang (karang muda).
Pengambilan data anakan karang (karang muda) dilakukan dengan
menggunakan metode transek kuadrat, dicatat dengan menggunakan 50 cm x 50 cm
ditempatkan pada transek substrat bentik mengikuti transek tutupan karang dengan
interval 10 meter (Hill and Wilkinson 2004). Karang dengan ukuran 10

Penilaian rekrutment karang
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

Engelhardt (2001)

d) Ikan Karang
Pengambilan data ikan karang menggunakan metode Underwater Fish
Visual Census (UVC) termodifikasi yang diadopsi dari English et al. (1997), ikan
diamati di atas roll meter yang telah di bentangkan sepanjang 50 meter pada metode
PIT dengan tiga kali pengulangan. Pengamatan dan pengambilan data ikan berupa
genus dan kelimpahan ikan karang dilakukan secara visual pada radius 2.5 meter di
sebelah kiri dan kanan sepanjang garis transek untuk ikan ukuran > 10 cm dan untuk
ikan < 10 cm pengambilan data dengan radius satu meter kekiri dan kekanan.
Untuk mengetahui kelimpahan ikan karang pada masing-masing stasiun
dihitung menurut Hill and Wilkinson (2004) dengan rumus:
� � ��ℎ� � � =

∑ spesies ikan
Luas area

Keterangan: Jumlah spesies ikan = Individu (i)
Luas area
= 250 m2
Pengolahan data dilakukan dengan bantuan excell dan pivot table.
Komunitas ikan karang yang diamati dikelompokkan dalam tiga kelompok
utama. Kelompok ikan target adalah ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomis
tinggi yang hidup di perairan terumbu karang. Kelompok ikan indikator adalah ikan
yang hidupnya berasosiasi sangat erat dengan terumbu karang. Kelompok ikan
mayor, yaitu semua ikan yang tidak termasuk di kedua kelompok tersebut.
Kelimpahan ikan karang pada setiap stasiun pengamatan dikelompokkan ke dalam
beberapa dikategorikan (Tabel 5). Kategori ini yang nantinya menjadi nilai skoring
dalam menghitung status keberlanjutan pengelolaan di kawasan. Selain nilai skor
terhadap kelimpahan ikan juga dimasukkan nilai skor terhadap kategori data
lainnya seperti, persentase tutupan terumbu karang, rekruitmen (karang muda) dan
nilai skor terhadap kondisi perairan di kawasan. Dari nilai skor tersebut dengan
menggunakan analisis RAPFISH akan menampilkan nilai keberlanjutan
pengelolaan yang sedang berjalan.
Tabel 5 Kategori kelimpahan ikan karang
Skor
0
1
2
3
4

Kelimpahan ikan (ind/ 250 m2 )
1 – 25
26 - 50
51 – 100
101 – 250
> 250

Modifikasi, Djamali dan Darsono (2005)

Kategori
Sangat jarang
Jarang
Kurang melimpah
Melimpah
Sangat melimpah

11

Untuk menghitung kelimpahan ikan berdasarkan kelompok dijabarkan oleh
Coremap (2005) dengan kategori sebagai berikut:
Tabel 6 Kategori kelimpahan ikan berdasarkan kelompok ikan karang
Parameter Penilaian
Total jumlah (spesies)
Ikan Indikator (individu)
Ikan Mayor (individu)
Ikan Target (individu)

Kategori (individu/250 m2)
Rendah (0)
Sedang (1)
1 - 15
16 - 60
1 - 10
11 – 30
1 - 30
31 - 100
1 - 210
211 - 870

Tinggi (2)
> 60
> 30
> 100
> 870

Critic Coremap (2005)

Data yang didapatkan kemudian dihitung untuk mendapatkan nilai indeks
keanekaragaman, keseragaman dan dominansi. Indeks Indeks keanekaragaman
jenis yang digunakan yaitu dari jenis Shannon-Wiener dengan logaritma
alami. Formulasi Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener terurai sebagai berikut:


Keterangan :

H′ = ∑ �� ln ��
i=

H’ = Indeks keanekaragaman jenis (Shannon-wienner)
pi = Proporsi jumlah ikan karang spesies ke-i (Total N = ni/N)
N = Jumlah individu seluruh spesies
ni = Jumlah individu dari spesies ke-i
S = Jumlah total jenis
i = 1,2,3,..., n

Nilai indeks keragaman (H’) berkisar antara 0-∞, ketegori keragaman
menurut Shanon-Wiener dalam Krebs (1972) adalah sebagai berikut:
H’ < 1
: Keanekaragaman kecil
1 ≤ H’ < 3 : Keanekaragaman sedang
H’ ≥ 3
: Keanekaragaman tinggi
Indeks keseragaman jenis (equitability) untuk menggambarkan penyebaran
spesies yang berbeda dalam suatu komunitas ( Krebs 1972) dihitung dengan rumus:

Keterangan:

�=

�′
� ��

E
= Indeks keseragaman
H’ = Keseimbangan spesies
Hmax = Indeks keanekaragaman maksimum = ln S
Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1 dimana:
E < 0.4
: Keseragamannya kecil
0.4 ≤ E < 0.6 : Keseragamannya sedang
E ≥ 0.6
: Keseragamannya tinggi
Rendahnya nilain indeks keanekaragaman dan keserahaman menandakan
adanya dominasi dari satu spesies terhadap spesies-spesies lainnya. Untuk melihat

12

dominansi suatu jenis digunakan indeks dominansi menurut Simpson dalam Krebs
(1972) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


Keterangan :

C = ∑ pi
i=

C = Indeks dominansi
pi = Proporsi jenis ke-i terhadap jumlah total penutupan biota
Kriteria indeks dominansi sebagai berikut:
0 < C ≤ 0.5
: Dominansi rendah
0.5 < C ≤ 0.75 : Dominansi sedang
0.75 < C ≤ 1 : Dominansi tinggi
Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat dan Kelembagaan
Pengambilan data untuk mengumpulkan informasi yang terkait dengan
indikator sosial ekonomi masyarakat dan informasi tentang aturan dan sanksi pada
indikator kelembagaan dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang dikumpulkan
melalui Focus Group Discussion (FGD), penyebaran kuisisoner dan wawancara
langsung. Target responden yaitu masyarakat, nelayan, pelaku wisata, kepala desa,
tokoh masyarakat, Panglima laut, Non Government Organisation (NGO) dan Dinas
Kelautan dan Perikanan Kota Sabang.
Pemilihan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
purposive sampling (sampel terpilih). Melalui teknik purposive sampling ini,
sampel dipilih berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya mengenai
populasi, yaitu pengetahuan mengenai elemen-elemen yang terdapat pada populasi,
dan tujuan penelitian yang hendak dilakukan (Morissan, 2012). Sampel yang
diamati atau diteliti dipilih berdasarkan pertimbangan penelitian dalam hal unit
yang dianggap paling bermanfaat dan representatif.
Pengambilan jumlah responden di lokasi penelitian dibagi kepada 2 Lhok.
Lhok adalah sistem pembagian wilayah pesisir dan laut berdasakan hukum adat
laut. Biasanya dalam satu Lhok terdapat satu sampai dua Desa/Gampong.
Responden yang akan di wawancara pada studi ini adalah nelayan yang tinggal di
Pesisir Timur Pulau Weh Sabang yang telah melaut selama 5 tahun atau lebih.
Selain itu target responden adalah pelaku wisata seperti operator atau
pemilik/pengurus selam, guide, pemilik rumah makan dan penginapan serta
masyarakat setempat. Penentuan jumlah responden dilakukan bedasarkan diagram
Nomogram Harry king (Sugiyono 2013). Tehnik dalam menentukan persentase
responden yang diwawancarai yaitu dengan menarik garis lurus pada graik
nomogram antara jumlah ukuran sampel di suatu kawasan (1306 kk) dengan derajat
kepercayaan 90% dan tingkat kesalahan 10%, didapatkan persentase sebesar 6 %
dari jumlah ukuran sampel sehingga jumlah sampel yang di pilih yaitu sebanyak 78
sampel, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
N=nxs
N = 1306 x 6 %
N = 78 responden

13

Keterangan : N = Jumlah responden
n = Jumlah ukuran sampel
s = Penyesuaian garis antara jumlah ukuran sampel dengan tingkat
kesalahan data.
Pengambilan data terhadap responden dilakukan di setiap Lhok agar
mengkafer untuk semua kelompok masyarakat (Tabel 7). Untuk menjawab
permasalahan dari penelitian ini dilakukan wawancara dan penyebaran kuisioner
kepada stakeholder agar dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi aspek
munculnya masalah yang berkaitan dengan indikator sosial ekonomi masyarakat
dan indikator kelembagaan di kawasan (Pomeroy et al. 2005). Pengambilan data
yang berhubungan dengan indikator sosial ekonomi masyarakat yang menjadi
fokus permasalahan agar menjawab kondisi yang terjadi di kawasan adalah persepsi
masyarakat, kepatuhan masyarakat akan aturan tentang pengelolaan, partisipasi
masyarakat, konflik antar nelayan, pemanfaatan sumberdaya terumbu karang,
tingkat pendidikan masyarakat, penghasilan masyarakat, sumber modal, ukuran
ikan dan keterkaitan masyarakat terhadap wisatawan. Untuk menjawab kondisi
yang terjadi di kawasan pada indikator kelembagaan, pengambilan data untuk fokus
permasalahannya adalah peran masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang,
peran NGO, peran pemerintah/DKP Sabang, peran Panglima Laot dan adanya
pengelolaan perikanan (zonasi).
Tabel 7 Daftar responden
No

Responden

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan
NGO
Panglima laot
Anggota hukum Adat Laot
Tokoh masyarakat
Nelayan
Pedagang
Usaha wisata
Masyarakat sekitar KKP

Unit Analisis Kawasan
Lhok Ie Meulee
Lhok Anoi Itam
1 orang
2 orang
1 orang
1 orang
2 orang
2 orang
3 orang
3 orang
10 Orang
10 Orang
5 Orang
5 Orang
5 Orang
5 Orang
12 Orang
12 Orang

Keterangan: Responden yang tinggal di sekitaran KKP selama 5 tahun atau lebih.

Prosedur yang dilakukan dalam analisis data adalah pengolahan data yang
diperoleh dari lapangan, selanjutnya dilakukan pemeriksaan kelengkapan dalam
pengisian kuisioner oleh responden, memeriksa kesesuaian seluruh jawaban dari
responden, memeriksa relevansi jawaban dan menyeragamkan data. Selanjutnya
mengadakan tabulasi data (skor dan persentase) dari setiap jenis jawaban responden
kemudian dimasukkan dalam tabel (Budiyanto 2002). Untuk setiap data dan item
yang dihasilkan ditransfer dalam bentuk skoring berdasarkan skala likert yang
disesuaikan dengan kondisi dilapangan dengan interval skor 0-4, 0 ditetapkan pada
skor yang paling rendah dan angka 4 untuk skor yang paling tinggi (Modifikasi dari
Adrianto et al. 2013). Keterangan lebih lanjut mengenai data scoring dapat dilihat
pada Lampiran 1. Keseluruhan data diberi nilai untuk setiap parameter, sehingga
diperoleh hasil dari yang terendah hingga yang tertinggi. Selanjutnya dilakukan
Analisis Rapfish untuk melihat variable-variabel yang paling sensitif yang dapat
merusak pengelolaan.

14

Analisis Strategi Pengelolaan
Pengelolaan ekosistem terumbu karang dapat diketahui dengan
mengidentifikasi variabel-variabel yang berperan dalam menunjang keberlanjutan
pengelolaan itu sendiri yaitu dengan melihat atribut-atribut sensitif dari setip
dimensi. Keberlanjutan pengelolaan dapat dilihat dengan analisis Multidimensional
Scaling (MDS) dengan menggunakan tiga dimensi yaitu dimensi ekologi, dimensi
sosial-ekonomi, dan dimensi kelembagaan. Dimensi ekologi adalah dimensi kunci
karena arahan pembangunan berkelanjutan mensyaratkan kesinambungan
pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan untuk generasi yang akan
datang (Sambali 2013).
Pembuatan skor (nilai) didasarkan pada pengamatan di lapangan, hasil
wawancara dan kuisioner. Adapun skor yang diberikan berkisar antara 0-4
bergantung pada keadaan masing–masing, serta modifikasi dari modul EAFM
(Ecological Aproach to Fisheries Management) dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan, WWF dan PKSPL-IPB 2012. Nilai buruk mencerminkan kondisi paling
tidak menguntungkan bagi pengelolaan keberlanjutan, sedangkan nilai baik
mencerminkan kondisi paling menguntungkan bagi pengelolaan keberlanjutan.
(Pitcher 1999 dalam Susilo 2003) sedangkan diantara nilai buruk dan baik ada nilai
yang disebut dengan nilai tengah.
1. Skala Indeks Keberlanjutan, Analisis Monte Carlo dan Analisis Leverage
Skala indeks keberlanjutan mempunyai selang 0-100. Dalam penelitian ini
disusun empat kategori status keberlanjutan (Susilo 2003) (Tabel 8). Kavanagh dan
Pitcher (2004) menyatakan bahwa untuk mengetahui nilai galat maka dilakukan
analisis Monte Carlo, yang dilakukan sebanyak 25 kali ulangan pada metode
RAPFISH. Analisis Leverage dilakukan untuk mengetahui atribut apa saja yang
sensitif pada setiap dimensi keberlanjutan yang digunakan, selanjutnya dianalisis
kembali secara multidimensi untuk mengetahui status keberlanjutan.
Tabel 8 Nilai indeks status keberlanjutan pengelolaan sumberdaya terumbu karang
No
1
2
3
4

Indeks
0 – 25
26 – 50
50 – 75
76 - 100

Status keberlanjutan
Tidak berkelanjutan
Kurang berkelanjutan
Cukup berkelanjutan
Berkelanjutan

2. Nilai Stress dan Ordinasi dalam RAPFISH
Nilai stress dapat mengukur seberapa dekat nilai jarak dua dimensi dengan
nilai jarak multidimensi. Nilai stress yang dilambangkan dengan S dan koefisien
determinasi (R2) digunakan dalam mengukur goodness of fit. Hasil analisis yang
baik ditunjukkan dengan nilai stress yang rendah S < 0.25 dan nilai R2 yang tinggi
(Fauzi dan Anna 2002).
Atribut dalam setiap dimensi di ukur secara kualitatif dan kuantitatif, dan di
analisis menggunakan software Rapfish yang disebut Rap-CSM (Rapid Assessment
for Coral and Sand Mining). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan maka
dimensi dan atribut-atribut ditentukan sesuai kondisi yang terjadi saat ini dalam
pengelolaan kawasan (Salim 2013). Dari setiap variabel memiliki skoring yang
berbeda-beda menurut literatur yang ada dan disesuaikan dengan kondisi
dilapangan.

15

Rekomendasi Pengelolaan
Analisis Multidimensional Scaling (MDS) menunjukkan pengelolaan
ekosistem terumbu karang berdasarkan nilai sensitivitas tertinggi dari atributatribut yang telah ditentukan dan berkaitan dengan kondisi di lapangan. Selanjutnya
menyusun rekomendasi pengelolaan dari atribut yang paling sensitif berdasarkan
analisis Leverage dan permasalahan yang didapatkan dari hasil FGD, gabungan dari
kedua permasalahan tersebut sehingga di dapatkan pengelolaan sumberdaya
te