Karakteristik Warna Benang Wol Domba Batur yang Diberi Pewarna Alami

KARAKTERISTIK WARNA BENANG WOL DOMBA BATUR
YANG DIBERI PEWARNA ALAMI

DHINI NOVA WIDYASARI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Warna
Benang Wol Domba Batur yang Diberi Pewarna Alami adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014
Dhini Nova Widyasari
NIM D14100038

ABSTRAK
DHINI NOVA WIDYASARI. Karakteristik Warna Benang Wol Domba Batur
yang Diberi Pewarna Alami. Dibimbing oleh MOHAMAD YAMIN dan
MOCHAMMAD SRIDURESTA SOENARNO.
Wol domba batur dapat dijadikan sebagai kerajinan yang bernilai ekonomi
tinggi. Selama ini metode pengolahan wol domba batur menjadi kerajinan masih
menggunakan pewarna sintetis. Pewarna sintetis diketahui memiliki beberapa
efek samping bagi kesehatan maupun lingkungan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mempelajari kualitas benang wol domba batur yang diberi perlakuan
pewarna alami. Peubah yang diamati terdiri dari daya serap air, stabilitas dimensi,
intensitas warna, dan daya tahan luntur warna. Pengulangan dilakukan sebanyak
3 kali untuk pengamatan daya serap air, stabilitas dimensi, intensitas warna, dan
daya tahan luntur warna. Data dianalisis menggunakan Uji T. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa daya serap air dan daya mengkeret benang antara benang

wol domba batur yang diberi pewarna alami dengan pewarna sintetis tidak
berbeda nyata (P>0.05). Intensitas warna menunjukkan bahwa benang wol yang
diberi perlakuan pewarna alami terlihat lebih gelap warnanya dibanding pewarna
sintetis. Daya tahan luntur warna benang wol yang diberi pewarna alami kuning
menunjukkan hasil paling baik diantara yang lain.
Kata kunci: benang wol, domba batur, pewarna alami

ABSTRACT
DHINI NOVA WIDYASARI. The Characteristic Color of Wool Yarn Batur
Sheep Which are Natural Coloring. Supervised by MOHAMAD YAMIN and
MOCHAMMAD SRIDURESTA SOENARNO.
Batur sheep wool can be used as handicraft with high economic value. All
this time, during the processing of turning wool into handicraft, syntetic color is
still used. Syntetic color has side effects to both health and environment. The
aim of this research was to study Batur sheep wool quality given natural dyes
treatment. The measured variables consisted of water absorbance, dimensional
stability, color intensity, and color fade resistance. Repetition was done 3 times to
observe water absorbance, dimension stability, color intensity, and color fade
resistance. Data were analyzed using T-test. Result showed that comparison
between natural and synthetic dyes in water absorbance and shrinkage of Batur

sheep wool were not significantly different (P>0.05). Color intensity showed that
wool given natural dyes treatment appeared darker than wool given synthetic dyes.
Color fade resistance of wool given yellow natural dyes is the best from the other.
Key words: batur sheep, natural dye, wool yarn

KARAKTERISTIK WARNA BENANG WOL DOMBA BATUR
YANG DIBERI PEWARNA ALAMI

DHINI NOVA WIDYASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Karakteristik Warna Benang Wol Domba Batur yang Diberi
Pewarna Alami
Nama
: Dhini Nova Widyasari
NIM
: D14100038

Disetujui oleh

Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc
Pembimbing I

Mochammad Sriduresta Soenarno, SPt MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 sampai Maret
2014 ini ialah wol domba batur, dengan judul Karakteristik Warna Benang Wol
Domba Batur yang Diberi Pewarna Alami.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Mohamad Yamin,
MAgrSc dan Bapak Mochammad Sriduresta Soenarno, SPt MSc selaku
pembimbing skripsi, Ibu Dr Ir Henny Nuraini, MSi selaku penguji yang telah
banyak memberi masukan, serta Ibu Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSc selaku dosen
pembimbing akademik. Penulis juga mengungkapan terima kasih kepada Ibu Rr
Wiwiek Eka Mulyani, SST MT dan Bapak Totong, AT MT serta staf dari Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil Bandung yang telah banyak memberi saran dan
membantu dalam proses penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
ayah, ibu, kakak, adik serta seluruh keluarga, atas segala doa, semangat dan kasih
sayang yang telah diberikan, teman-teman satu tim penelitian saya (Kiki

Umizakiah dan Darojat Ulil Amri), sahabat (Devi, Irine, Mpy, Nenik, Sherly, dan
Yusuf Jafar Rizali), teman-teman Pondok Jaika 4 (Tika, Vika, Alfi, Rima, Via,
Hidayah, dan Nurul), IMJB, serta teman-teman IPTP 47 atas segala doa dan kasih
sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Dhini Nova Widyasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat

Prosedur
Proses Pembuatan Benang
Ekstraksi Pewarna Alami
Pewarnaan Benang
Daya Serap Air
Daya Mengkeret Benang
Intensitas Warna
Daya Tahan Luntur Warna
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daya Serap Air
Daya Mengkeret Benang
Daya Tahan Luntur
Intensitas Warna
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii

viii
viii
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
3
4
4
4
5
5
5
5

6
7
7
9
11
12
13
17

DAFTAR TABEL
1
2
3

Persentase daya serap air benang wol domba batur yang diberi
perlakuan pewarna alami
Persentase daya mengkeret benang wol domba batur yang diberi
perlakuan pewarna alami
Uji tahan luntur warna terhadap pencucian rumah tangga


6
7
8

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Intensitas warna ekstrak bunga telang berwarna hunter green (kiri) dan
pewarna sintetis biru berwarna lavender (kanan)
Intensitas warna ekstrak kunyit berwarna buttercup yellow (kiri) dan
pewarna sintetis kuning berwarna canary (kanan)
Intensitas warna ekstrak kayu secang berwarna scarlet (kiri) dan
pewarna sintetis merah berwarna rose (kanan)

9
10
10


DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Uji T daya serap air benang wol domba batur (pewarna biru)
Uji T daya serap air benang wol domba batur (pewarna kuning)
Uji T daya serap air benang wol domba batur (pewarna merah)
Uji T stabilitas dimensi benang wol domba batur (pewarna biru)
Uji T stabilitas dimensi benang wol domba batur (pewarna kuning)
Uji T stabilitas dimensi benang wol domba batur (pewarna merah)
Color chart untuk mengukur intensitas warna
Laundrymeter (alat uji daya tahan luntur warna)
Skala perubahan warna (staining scale)

13
14
14
14
14
14
15
16
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Domba merupakan salah satu jenis ternak yang telah lama dikembangkan di
Indonesia. Menurut Ditjenak (2013) jumlah populasi domba di Indonesia setiap
tahun selalu mengalami peningkatan hingga mencapai 14 560 480 ekor pada tahun
2013 dan 90% tersebar di Pulau Jawa. Salah satu jenis domba yang ada di
Indonesia yaitu domba batur. Selama ini peternak hanya mengambil produk
daging dari domba batur serta menganggap wol domba masih sebagai limbah
seperti feses, sehingga pemanfaatannya masih kurang. Pemanfaatan wol domba
belum banyak dilakukan karena keterbatasan pengetahuan peternak, padahal jika
dimanfaatkan menjadi sebuah produk, akan menghasilkan nilai ekonomi yang
tinggi.
Wol domba di Indonesia memiliki karakter berbeda dengan domba tipe wol
di negara lain. Negara-negara yang memiliki bangsa domba tipe wol akan
menghasilkan wol yang berkualitas sehingga dapat dipintal secara modern untuk
berbagai produk seperti pakaian, kaus kaki, kerajinan, dan lain sebagainya. Di
Indonesia umumnya domba memiliki jumlah wol lebih sedikit dan tidak halus
dengan diameter besar sehingga sulit jika dilakukan pengolahan secara modern.
Menurut Gatenby (1991) domba yang berada di iklim tropis umumnya memiliki
karakter wol yang rata-rata diameternya antara 26-65 µm. Oleh karena itu, wol
domba lokal di Indonesia hanya cocok digunakan sebagai bahan pembuatan
barang-barang non sandang seperti kerajinan.
Nilai rendemen dan kualitas wol yang dihasilkan domba batur lebih baik
dibandingkan dengan jenis wol domba garut, sehingga memiliki potensi yang baik
untuk diolah menjadi tenunan (Amri 2014). Yamin dan Mulatsih (2012)
menyatakan bahwa produksi kerajinan wol di Indonesia memiliki potensi yang
besar baik dari produk itu sendiri atau potensi ekonominya. Penelitian terdahulu
mengenai pengolahan wol domba lokal menjadi kerajinan, yaitu menggunakan
metode pewarnaan sintetis (Yamin dan Rahayu 1995). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan bahan kimia beracun dalam pengolahan pakaian
dapat menimbulkan reaksi alergi dan risiko lainnya terhadap kesehatan (Mayasari
2012). Menurut Christina et al. (2007), zat warna tekstil dapat mencemari
lingkungan karena bersifat non-biodegradable. Zat warna tekstil umumnya dibuat
dari senyawa azo dan turunannya yang merupakan gugus benzena. Diketahui
bahwa gugus benzena sangat sulit didegradasi, kalaupun dimungkinkan
dibutuhkan waktu yang lama. Senyawa azo bila terlalu lama berada di lingkungan,
akan menjadi sumber penyakit karena sifatnya karsinogen dan mutagenik
(Christina et al. 2007).
Abad ke-21 merupakan abad yang berorentasi lingkungan, adanya
kekhawatiran akan dampak lingkungan dari zat warna sintetik yang nonbiodegradable dan kadangkala menganggu kesehatan, maka keadaan ini
diperkirakan akan membangkitkan kembali citra zat warna alam. Oleh karena itu
berbagai tumbuh-tumbuhan yang mampu menghasilkan zat warna akan
mempunyai prospek yang baik. Indonesia sendiri merupakan negara yang kaya
akan tumbuh-tumbuhan. Beberapa jenis tumbuhan dapat digunakan sebagai

2
pewarna alami untuk menggantikan pewarna sintetis. Zat pewarna alami dapat
diperoleh dengan cara ekstraksi atau perebusan secara tradisional. Kulit kayu,
batang, daun, akar, bunga, biji dan getah merupakan bagian dari tanaman yang
dapat dipergunakan untuk zat pewarna alami karena mengandung pigmen alam.
Beberapa contoh tanaman yang dapat dijadikan pewarna yaitu rimpang kunyit
(Curcuma domestica Val) menghasilkan warna kuning, bunga telang (Clitoria
ternatea) menghasilkan warna biru, dan kayu secang (Caesalpinia sappan L)
menghasilkan warna merah. Selain mengurangi dampak pencemaran lingkungan,
pewarna alam akan menghasilkan warna-warna elegan (menampilkan kesan
lembut dan terasa sejuk) (Sutara 2009). Pengembangan teknik pewarnaan alami
dalam pengolahan wol domba belum banyak dilakukan, padahal hal ini akan
sangat membantu dalam mempengaruhi warna produk tenunan wol. Penggunaan
warna alam lebih dikaitkan dengan unsur seni sehingga sasarannya adalah untuk
dikonsumsi oleh golongan menengah ke atas dan luar negeri, oleh sebab itu, harga
jualnya lebih tinggi (Lestari et al. 2001). Penelitian ini perlu dilakukan untuk
mendapatkan teknik-teknik dan prinsip-prinsip pewarnaan yang lebih baik
sehingga diperoleh informasi yang jelas mengenai alternatif metode pewarnaan
secara alami terhadap wol domba batur.

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mempelajari kualitas benang wol
domba batur yang diberi perlakuan pewarna alami. Peubah yang diamati yaitu
daya serap air, daya mengkeret benang, intensitas warna, dan daya tahan luntur
warna.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian skala laboratorium yang dimaksudkan
untuk mengetahui karakteristik benang wol yang diberi pewarna alami. Ekstraksi
pewarna alami yang digunakan merupakan 3 warna dasar yaitu ekstrak kunyit
(Curcuma domestica Val) (kuning), bunga telang (Clitoria ternatea) (biru) dan
kayu secang (Caesalpinia sappan L) (merah). Benang wol yang digunakan
adalah benang wol yang berasal dari domba batur.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2014. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Pengolahan Bulu Domba bagian Teknologi Hasil
Ternak Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Evaluasi Kimia Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.

3
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah wol domba batur.
Bahan untuk pencucian meliputi air, deterjen, dan desinfektan, serta bahan untuk
fixer yaitu mordan tawas. Pewarna alami yang digunakan berasal dari ekstrak
rimpang kunyit (Curcuma domestica Val), bunga telang (Clitoria ternatea) dan
kayu secang (Caesalpinia sappan L).

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi kantong plastik, carder
(hand carder dan drum carder), alat pintal, ember plastik, pengaduk, gunting,
penggaris, timer, timbangan digital, panci, kompor dan tempat penjemuran.
Selain itu juga digunakan gelas piala 250 mL, gelas piala 1 L, keranjang kawat
tembaga, Cushing’s Perfection Direct Dyes color chart, laundrymeter, dan
staining scale.

Prosedur
Wol domba batur yang digunakan berasal dari pencukuran domba batur
betina dengan umur 11-12 bulan. Menurut Amri (2014), setiap tahap pengolahan
wol menjadi benang akan selalu mengalami penyusutan. Pada proses penyortiran
didapatkan rendemen 97.38%, pencucian dan penjemuran 61.50%, pemisahan
92.43%, penyisiran 59.40%, serta pemintalan sebesar 83.06% (Amri 2014).
Proses Pembuatan Benang
Proses pengolahan wol menjadi benang wol meliputi beberapa tahap.
Proses pengolahannya sendiri diawali dengan pencukuran wol yang kemudian
dilanjutkan dengan penyortiran, pencucian, pemisahan wol, penyisiran wol dan
pemintalan. Proses pencucian dibagi menjadi 3 tahapan proses yaitu perendaman
wol dalam air bersih, perendaman dengan menggunakan deterjen dan perendaman
dengan desinfektan, selanjutnya wol dijemur.
Wol yang telah kering kemudian dibersihkan kembali dari kotoran-kotoran
yang menempel dengan cara disuir-suir. Wol yang telah bersih kemudian disisir
dengan alat hand carder dan dilanjutkan dengan drum carder beberapa kali
sehingga didapatkan lembaran wol berserat. Lembaran wol kemudian dipintal
dengan menggunakan alat pintal sampai terbentuk benang mentah atau benang
tunggal. Benang tunggal tersebut kemudian dipintal lagi hingga menjadi benang
ganda (Yamin dan Rahayu 2012).
Ekstraksi Pewarna Alami
Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode ekstraksi
pewarna alam secara tradisional.
Ekstraksi Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val). Proses ekstraksi zat
warna alam dari rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) meliputi beberapa
tahap. Pertama, kunyit yang telah dikupas dipotong kecil-kecil dan hasil

4
potongan ditimbang seberat 500 gram (Fitrihana 2008). Kemudian bahan
pewarna dihancurkan atau diblender hingga membentuk bubur (Widhiana 2000).
Kedua, bubur pewarna dimasukkan ke dalam panci yang ditambah dengan air
dengan perbandingan 1:10. Ketiga, bahan direbus hingga volume air menjadi
setengahnya. Keempat, hasil proses ekstraksi disaring dengan kasa penyaring
larutan hasil tersebut untuk memisahkan dengan sisa bahan yang diesktrak
(residu). Larutan ekstrak hasil penyaringan ini disebut larutan zat warna alam.
Larutan dapat digunakan setelah dingin (Fitrihana 2008).
Ekstraksi Bunga Telang (Clitoria ternatea). Metode ekstraksi untuk bunga
telang (Clitoria ternatea) yaitu sampel yang telah disortir, dijemur terlebih dahulu
kemudian perbandingan sampel dengan pelarut (air) yang digunakan yaitu 3:100
(Mastuti et al. 2013).
Ekstraksi Kayu Secang (Caesalpinia sappan L). Untuk ekstraksi kayu secang
(Caesalpinia sappan L), perbandingan sampel dengan pelarut (air) yang
digunakan yaitu 1:10 (Ramdhan dan Maharani 2003). Ketiga jenis bahan tersebut
diekstrak dengan perbandingan literatur yang berbeda. Hal ini dikarenakan pada
masing-masing perbandingan tersebut menghasilkan ekstrak pewarna paling baik.
Pewarnaan Benang
Benang wol hasil pintalan direndam dengan air panas selama 15 menit,
perendaman diulang sebanyak 2 kali dan dibilas dengan air biasa. Kemudian
dilakukan pewarnaan. Pewarnaan dilakukan di dalam panci yang diletakkan
diatas kompor pada suhu 60 oC. Banyaknya larutan zat warna alam yang
diperlukan tergantung dari jumlah berat bahan tekstil yang akan diproses.
Perbandingan larutan zat warna alam dengan bahan tekstil (benang wol)
yang digunakan adalah 1:30 (Fitrihana 2008). Setelah proses pewarnaan,
dilakukan pemberian mordan dengan metode after mordant atau mordan akhir.
Mordan yang diberikan yaitu tawas sebanyak 90 gL-1 (Mahmudah 2013). Tawas
sebanyak 90 g dilarutkan dalam 1 L air. Larutan dibiarkan mengendap dan
diambil larutan beningnya (larutan fixer) (Fitrihana 2008). Perendaman ke dalam
mordan tawas dilakukan selama 10 menit (Maryani 2013). Sampel dibilas dan
dicuci lalu keringkan (Fitrihana 2008).
Daya Serap Air
Daya serap air diuji dengan metode keranjang menurut SNI 08-0404-1989.
Daya Mengkeret Benang
Daya mengkeret benang merupakan persentase antara panjang benang
sebelum dan sesudah pewarnaan. Benang yang akan diuji, ditimbang sebanyak
0.6 g pada masing-masing sampel. Benang dengan berat 0.6 g tersebut rata-rata
mempunyai panjam 35 cm. Untuk mengukur panjang awal (A) sebelum
pewarnaan, masing-masing sampel diberi beban pemberat agar pengukuran
panjangnya stabil. Rumus beban pemberat benang yaitu:
j

5
Setelah diberi beban pemberat, benang digantung, diukur 30 cm dan diberi tanda.
Benang yang telah diwarna, diukur kembali panjangnya (B) dengan cara dipasang
beban pemberat lagi. Daya mengkeret benang diukur dengan rumus:

Intensitas Warna
Intensitas warna diukur dengang menggunakan Cushing’s Perfection Direct
Dyes (Cushing 2014).
Cara mengukur intensitas warna yaitu dengan
membandingkan benang wol yang telah diwarnai dengan warna yang tertera pada
Cushing’s Perfection Direct Dyes.
Daya Tahan Luntur Warna
Daya tahan luntur warna diuji terhadap pencucian rumah tangga dan
komersial menurut SNI ISO 105-C06:2010.
Analisis Data
Data hasil pengujian daya serap air dan daya mengkeret benang dan
dianalisis dengan menggunakan uji T. Rumus uji T menurut Walpole (1995)
yaitu:
T
Keterangan:

s
n

√ ⁄

√ ⁄

: rataan variabel yang diamati
: selisih dua rataan yang berbeda (selalu nol)
: simpangan baku, akar KT (G)
: ulangan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karyana dan Elly (2005) menyatakan bahwa serat wol merupakan serat
protein yang strukturnya berupa polipeptida. Gugus amina (-NH2) dan karboksil
(-COOH) pada serat protein merupakan gugus fungsi yang berperan untuk
mengadakan ikatan dengan ion zat warna berupa ikatan ionik (elektrovalen).
Serat protein umumnya lebih tahan asam tapi kurang tahan suasana alkali,
sehingga proses pencelupannya biasa dilakukan dalam suasana asam. Zat warna
asam dapat mencelup serat wol karena adanya tempat-tempat positif pada bahan.
Jumlah tempat positif pada bahan sangat tergantung pada 2 faktor yaitu jumlah
gugus amida dan jumlah gugus amina dalam serat serta keasaman dari larutan
celup (Karyana dan Elly 2005).
Mekanisme terbentuknya tempat-tempat bermuatan positif pada bahan wol
dibagi menjadi 2, yaitu pada suasana netral dan suasana asam. Pada suasana
netral (pH 7), bila serat wol dimasukkan dalam air pada suasana netral sebagian
akan terionisasi sebagai berikut (Karyana dan Elly 2005):
HOOC—Wol—NH2  OOC—Wol—N+H3

6
Jika pada larutan celup ditambahkan asam, maka terbentuk muatan positif yang
nyata pada serat akibat adanya ion H+ yang terserap gugus amina dari wol.
Mekanismenya sebagai berikut (Karyana dan Elly 2005):
HCl  H+ +ClHOOC—Wol—N+H3 + H+ + Cl-  HOOC—Wol— N+H3....ClAdanya tempat-tempat positif pada wol memungkinkan terjadinya ikatan ionik
antara zat warna asam dengan wol yang sudah menyerap ion H+. Ikatan ionik
antara zat warna asam dengan wol sebagai berikut (Karyana dan Elly 2005):
Zat warna (ZW)—SO3Na  ZW—SO3- + Na+
-

O3S—ZW
Ikatan ionik

HOOC—Wol—N+H3

Daya Serap Air
Benang wol yang diuji merupakan benang yang telah diberi perlakuan
pewarnaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar benang wol
dapat menyerap air selama 10 detik. Data hasil pengamatan daya serap air dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Persentase daya serap air benang wol domba batur yang diberi perlakuan
pewarna alami
Perlakuan
Pewarna
Alami
Sintetis
%
Bunga telang
1.2070 ± 0.3160
1.3570 ± 0.4450
Kunyit
1.5284 ± 0.0705
1.6980 ± 0.5960
Kayu secang
1.5680 ± 0.4910
1.1877 ± 0.0731
Tabel 1 menunjukkan hasil persentase daya serap air pada benang wol
domba batur yang diberi pewarna alami dibanding dengan pewarna sintetis. Pada
setiap warna menunjukkan bahwa benang wol domba batur yang diberi pewarna
alami tidak berbeda nyata dengan pewarna sintetis (P>0.05). Dalam 10 detik,
benang wol domba batur yang telah diberi pewarna baik alami maupun sintetis
dapat menyerap air antara 1.18% hingga 1.69%. Menurut Leeder (1984), wol
merupakan penyerap air paling baik diantara serat tekstil lainnya. Wol memiliki
kemampuan menyerap air sebanyak 18% dari beratnya tanpa terasa basah
Ensminger (1991), proses penyerapan tersebut tidak dilakukan selama 10 detik.
Hal yang menyebabkan wol sebagai penyerap air paling baik dikarenakan pada
wol terkandung banyak asam amino berbeda yang dibangun dari kelompok materi
kimia berbeda. Beberapa asam amino tersebut bersifat hidrofilik yang berarti
asam amino tersebut menarik dan menyerap molekul air. Molekul air yang
terserap sebenarnya mengelilingi struktur wol dengan ikatan kimia yang disebut
ikatan hidrogen yang memiliki kemampuan dapat berbalik (Leeder 1984).

7
Daya Mengkeret Benang
Rataan daya mengkeret benang antara pewarna alami dan pewarna sintetis
berbeda-beda. Daya mengkeret benang wol domba batur dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2 Persentase daya mengkeret benang wol domba
perlakuan pewarna alami
Perlakuan
Pewarna
Alami
%
Bunga telang
3.52 ± 1.45
Kunyit
3.04 ± 1.11
Kayu secang
3.85 ± 1.00

batur yang diberi

Sintetis
3.481 ± 0.945
2.222 ± 0.909
2.037 ± 0.834

Persentase daya mengkeret benang wol domba batur yang diberi pewarna
alami setelah pencelupan tidak berbeda nyata dengan benang wol domba batur
yang diberi pewarna sintetis (P>0.05). Pada pewarna ekstrak bunga telang,
persentase daya mengkeret benang wol domba batur sebesar 3.52 ± 1.45%, pada
ekstrak kunyit sebesar 3.04 ± 1.11%, serta 3.85 ± 1.00% pada ekstrak kayu
secang. Kim dan Kang (2002) menyebutkan bahwa selama proses produksi wol
menjadi pakaian, stabilitas dimensi struktur wol akan berubah. Hal ini disebabkan
karena terpapar kelembaban yang berbeda, termasuk saat pencelupan (Kim dan
Kang 2002).
Kondisi pencelupan saat penelitian yaitu 60 oC. Wartiono dan Subiyati
(2010) menambahkan jika nomer benang juga mempengaruhi daya mengkeret
benang. Nomor benang diperoleh dari perbandingan antara panjang dan berat
benang. Semakin besar bilangan nomornya, maka daya mengkeret benangnya
rendah. Hal ini dikarenakan semakin besar nomor benang, maka bentuk benang
akan semakin besar, serat yang ada pada benang semakin banyak juga. Serat yang
semakin banyak akan menambah kekuatan benang untuk mempertahankan daya
mengkeretnya setelah pencucian (Wartiono dan Subiyati 2010).

Daya Tahan Luntur
Bird (1972) menyatakan bahwa bagian wol terpenting dalam proses
pewarnaan yaitu epikutikula. Epikutikula ini bersifat hidrofobik dan menyediakan
penghalang pada area pewarnaan, karena lapisan ini begitu tipis (50-100 µm),
lapisan ini sudah rusak saat proses fisik dan kimia, epikutikula ini menentukan
mudahnya pewarnaan (Bird 1972). Daya tahan luntur warna benang wol domba
batur diuji terhadap pencucian rumah tangga. Hasil penodaan terhadap benang
wol domba batur dinilai dengan skala penodaan (Staining Scale). Hasil penilain
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

8
Tabel 3 Uji tahan luntur warna terhadap pencucian rumah tangga
Perlakuan
Alami

Sintetis

Sampel

Perbedaan warna Staining Scale

CD

Bunga telang
Kunyit
Kayu secang
Bunga telang
Kunyit
Kayu secang

3
5
3
3
4
3

8.0
0.0
8.0
8.0
4.0
8.0

CD : Color difference (perbedaan warna)

Penodaan warna sampel uji (benang wol domba batur) diukur menggunakan
Staining Scale, deskripsi skala pada Staining Scale didasarkan pada penelitian
Kwartiningsih et al. (2010). Pada benang wol domba batur dengan pewarna alami
dan sintetis (biru dan merah), skala menunjukkan nilai 3 artinya cukup baik,
perbedaan terjadi pada warna kuning. Pada pewarna alami, skala menunjukkan
nilai 5 artinya baik sekali, sedangkan pada pewarna sintetis bernilai 4 (baik).
Nilai CD Staining Scale pada pewarna alami yaitu antara 8.0 hingga 0.0 (cukup
baik hingga baik sekali). Nilai CD pada pewarna sintetis yaitu 8.0 hingga 4.0
(cukup baik hingga baik).
Berdasarkan Tabel 3, penilaian daya tahan luntur warna dengan
menggunakan Staining Scale, menunjukkan bahwa benang wol domba batur yang
diberi pewarna alami ekstrak kunyit hasilnya terlihat tidak luntur jika dibanding
benang wol yang diberi pewarna alami lain (ekstrak bunga telang dan kayu
secang). Daya tahan luntur benang wol domba batur yang diberi pewarna alami
belum dapat dikatakan sangat baik. Hal ini dikarena setelah pewarnaan, benang
hanya diberi pengunci warna berupa larutan mordan tawas sebanyak 90 g dalam 1
L air selama 10 menit. Walaupun tawas (Al2(SO4)3) bersifat asam (Kusriniati et
al. 2008), larutan mordan tawas tidak terlalu membantu benang wol untuk
mempertahankan daya tahan lunturnya.
Menurut Kusriniati et al. (2008), penggunaan mordan tawas dengan
konsentrasi yang tinggi dengan waktu yang lama akan menghasilkan ketahanan
luntur warna terhadap pencuciannya semakin baik dan warna yang dihasilkan
semakin tua. Kusriniati et al. (2008) menambahkan jika konsentrasi optimal
pemakaian mordan tawas untuk serat protein pada pewarnaan zat warna alam
yaitu sebanyak 150 gL-1 selama 60 menit. Menurut Derisa (2012), untuk
pencelupan bahan wol, perlu diberi penambahan zat pembantu seperti zat asam,
karena pada tahap penyerapan zat warna, zat asam akan membantu terjadinya
fiksasi. Fiksasi yang tidak sempurna mengakibatkan hasil pencelupan yang tidak
merata (Derisa 2012). Supandi (2009) menambahkan jika penambahan asam cuka
dalam pewarnaan juga membantu untuk mempertahankan warna benang dalam
waktu yang lama.
Warna yang diperoleh lebih tahan terhadap sinar dan
pencucian (Supandi 2009).
Karyana dan Elly (2005) menyatakan zat warna asam termasuk zat warna
yang larut dalam air karena mempunyai gugus pelarut sulfonat atau karboksilat
dalam struktur molekulnya. Gugus-gugus tersebut berfungsi sebagai gugus fungsi
untuk mengadakan ikatan ionik dengan dengan tempat-tempat positif dalam serat

9
wol. Zat warna asam yang mempunyai 1 gugus sulfonat dalam struktur
molekulnya disebut zat warna asam monobasik yang mempunyai 2 gugus sulfonat
salah satunya zat warna asam dibasik. Zat warna asam dibasik mempunyai gugus
pelarut lebih banyak, sehingga kelarutannya semakin tinggi dan pencelupannya
menjadi mudah rata, tetapi tahan luntur hasil celupan terhadap pencucian akan
berkurang. Oleh sebab itu untuk mendapatkan daya tahan luntur warna yang baik,
digunakan zat warna asam monobasik, karena jumlah maksimum zat warna asam
yang dapat terserap oleh serat wol lebih tinggi. Hal ini disebabkan suasana
larutan celup yang lebih asam dibanding zat warna asam dibasik dan tempattempat positif pada bahan tidak terbatas (Karyana dan Elly 2005).

Intensitas Warna
Intensitas warna dapat dilihat dari kesamaan antara warna benang wol
domba batur dengan color chart. Color chart yang digunakan yaitu Cushing’s
Perfection Direct Dyes (Cushing 2014). Intensitas warna benang wol domba
batur dapat dilihat pada Gambar 1, 2, dan 3.

Gambar 1 Intensitas warna ekstrak bunga telang berwarna hunter green (kiri) dan
pewarna sintetis biru berwarna lavender (kanan)

10

Gambar 2 Intensitas warna ekstrak kunyit berwarna buttercup yellow (kiri) dan
pewarna sintetis kuning berwarna canary (kanan)

Gambar 3 Intensitas warna ekstrak kayu secang berwarna scarlet (kiri) dan
pewarna sintetis merah berwarna rose (kanan)
Berdasarkan Cushing’s Perfection Direct Dyes, warna ekstrak bunga telang
benang wol domba batur termasuk dalam warna hunter green, warna ekstrak
kunyit termasuk dalam warna buttercup yellow dan warna kayu secang termasuk
dalam warna scarlet. Pada pewarna pewarna sintetis, warna biru termasuk dalam
warna lavender, warna kuning masuk dalam warna canary dan warna merah
termasuk dalam warna rose.
Perbedaan terlihat pada warna biru, pada pewarna biru alami, warna
mengarah ke warna hijau, hal ini disebabkan masih adanya kelopak bunga telang
yang tidak terbuang saat proses ekstraksi, selain itu tidak adanya larutan asam saat

11
proses pencelupan menyebabkan warna tidak terlalu terserap benang wol. Untuk
pewarna biru sintetis, warna mengarah ke warna ungu. Pada pewarna merah dan
kuning, pewarna alami terlihat lebih tua dibanding pewarna sintetis. Menurut
Ramdhan (2003), suhu, pH dan waktu saat pewarnaan akan mempengaruhi
kestabilan pigmen warna yang dihasilkan. Selain itu sinar matahari saat
penyimpanan berpengaruh terhadap kestabilan pigmen warna (Mastuti et al. 2013).
Suhu pemanasan saat pewarnaan yaitu 60 oC, semakin tinggi suhu pemanasan
maka nilai absorbansi zat warna ekstrak semakin turun. Suhu ideal untuk
mempertahankan warna ekstrak bunga telang yaitu antara 6 oC sampai 28 oC
(Mastuti et al. 2013). Suhu ini merupakan suhu ideal ekstrak bunga telang untuk
bahan pewarna makanan. Perubahan intensitas warna disebabkan oleh reaksi
kopigmentasi dan diduga ekstrak masih mengandung enzim polifenolase. Enzim
polifenolase mengoksidasi senyawa fenolik menjadi o-benzoquinon yang
kemudian dapat mengalami kondensasi dengan antosianin (pigmen dari bunga
telang) sehingga terdegradasi menjadi senyawa tidak berwarna (Mastuti et al.
2013).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil daya serap air dan daya mengkeret benang antara benang wol domba
batur yang diberi pewarna alami dengan pewarna sintetis adalah tidak berbeda.
Intensitas warna menunjukkan bahwa benang wol yang diberi perlakuan pewarna
alami ekstrak bunga telang cenderung memiliki warna hunter green, ekstrak
kunyit menghasilkan warna buttercup yellow dan ekstrak kayu secang cenderung
memiliki warna scarlet, dibandingkan dengan pewarna sintetis, pewarna alami
memiliki warna yang lebih gelap. Daya tahan luntur warna secara umum benang
wol domba batur yang diberi pewarna alami menunjukkan hasil lebih baik
dibanding benang wol yang diberi pewarna sintetis. Daya tahan luntur warna
benang wol domba batur paling baik yaitu pada pewarna ekstrak kunyit.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka pewarna alami untuk proses pewarnaan
kerajinan memiliki potensi yang besar, sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang komposisi pewarna alami yang
menggunakan larutan asam. pH air juga harus diperhatikan dalam proses
ekstraksi. Selain itu perlakuan suhu juga harus diperhatikan agar mendapatkan
intensitas warna yang baik dan persentase daya mengkeret benang yang lebih
kecil.

12

DAFTAR PUSTAKA
Amri DU. 2014. Persentase rendemen berat wol domba garut dan domba batur
selama proses pengolahan serta kualitas benang yang dihasilkan [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bird CL. 1972. The Theory and Practice of Wool Dyeing. Yorkshire (UK):
Perkin House Grattan.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1989. Cara Uji Serap Kain Terhadap Air
(Cara Keranjang) (SNI 08-0404-1989). Jakarta (ID): Badan Standardisasi
Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. Cara Uji Tahan Luntur Warna (SNI
ISO 105-C06-2010 Bagian C06: Tahan luntur warna terhadap pencucian
rumah tangga dan komersial). Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
Ch i i M, Mu’ i u S, S
ji R, M j o D. 2007. Studi pendahuluan
mengenai degradasi zat warna azo (metil orange) dalam pelarut air
menggunakan mesin berkas elektron 350 keV/10 ma. JFN. 1(1):31-44.
Cushing W. 2014. Cushing’s Perfection Direct Dyes [Internet]. Maine (US): W.
Chushing & Company.
[diunduh 2014 Mei 14]. Tersedia pada:
http://www.wcushing.com/.
Derisa. 2012. Pengaruh garam terhadap hasil pencelupan bahan sutera dengan
ekstrak kulit pohon mahoni [skripsi]. Padang (ID): Universitas Padang.
[Ditjenak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Ensminger. 1991. Animal Science. Ed ke-9. Danville Illionis (US): The
Interstate Printers of Publisher, Inc.
Fitrihana N. 2008. Teknik eksplorasi zat pewarna alam dari tanaman di sekitar
kita untuk pencelupan bahan tekstil. Laporan Penelitian. Yogyakarta (ID):
Universitas Negeri Yogyakarta.
Gatenby RM. 1991. Sheep. London (GB): Macmillan Education Ltd.
Karyana S, Elly K. 2005. Pencelupan I (Pencelupan Serat Kapas, Wol, dan
Sutra). Bandung (ID): Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Kim MS, Kang TJ. 2002. Dimensional and properties surface of plasma and
silicone treated wool fabric. Textile Res J. 72(2):113-120.
Kusriniati D, Setyowati E, Achmad U. 2008. Pemanfaatan daun sengon (albizia
falcataria) sebagai pewarna kain sutera menggunakan mordan tawas dengan
konsentrasi yang berbeda. Teknobuga. 1(1):7-14.
Kwartiningsih E, Andani A, Budiastuti S, Nugroho A, Rahmawati F. 2010.
Pemanfaatan getah berbagai jenis dan bagian dari pohon pisang sebagai zat
pewarna alami tekstil. Ekuilibrium. 9(1):5-10.
Leeder JD. 1984. Wool, Nature’s Wonder Fibre. Geelong (AU): CSIRO
Division of Textille Industry.
Lestari KWF, Wijiati, Hartono, Sumardi. 2001. Pemanfaatan Tumbuhan sebagai
Zat Warna Alam.
Yogyakarta (ID): Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik.

13
Mahmudah R. 2013. Pengaruh jenis mordan terhadap hasil pewarnaan alami
ranting pohon mangga untuk pewarnaan batik pada rok. eJournal.
2(01):82-86.
Maryani S. 2013. Pengaruh jumlah tawas dan tekniknya terhadap hasil
pewarnaan pada kain katun. eJournal. 2(01):87-93.
Mastuti E, Fristianingrum G, Andika Y. 2013. Ekstraksi dan uji kestabilan warna
pigmen antosianin dari bunga telang (Clitoria Ternatea L.) sebagai bahan
pewarna makanan. Simposium Nasional RAPI XII; 5 Desember 2013;
Surakarta, Indonesia. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Hlm 44-51.
Mayasari L. 2012. Stop pakai langsung baju baru tanpa dicuci [Internet]. Jakarta
(ID): Detikcom Digital Life. [diunduh 2014 Juli 6]. Tersedia pada:
http://www.health.detik.com/.
Ramdhan T, Maharani K. 2003. Stabilitas pigmen kayu secang (Caesalpinia
sappan L.) sebagai pewarna alami sebagai pewarna alami. Prosiding
Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Pangan Tradisional. 29-30
Juni 2013; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hlm
110-115.
Supandi. 2009. Pengetahuan Tekstil. Bandung (ID): Universitas Pendidikan
Indonesia.
Sutara PK. 2009. Jenis tumbuhan sebagai pewarna alam pada beberapa
perusahan tenun di Gianyar. J Bumi Lestari. 9(2): 217-223.
Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta (ID): PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Wartiono T, Subiyati. 2010. Pengaruh jenis konstruksi kain terhadap kualitas
kain tenun untuk bahan sandang tekstil. J Teknik ATW. 7(1):11-18.
Widhiana E. 2000. Ekstraksi bit (Beta vulgaris l. var. rubra l.) sebagai alternatif
pewarna pangan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yamin M, Mulatsih S. 2012. Potency of wool handicrafts production in
Indonesia. Proceeding of the 2nd International Seminar on Animal
Industry; 2012 July 5-6; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor. Hlm 618-623.
Yamin M, Rahayu S. 1995. Pengolahan limbah bulu domba untuk kerajinan
hiasan dinding dan keset. Laporan Penelitian. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Yamin M, Rahayu S. 2012. Wool fibre of local and crossbred sheep: production,
processing, technique and performance.
Proceeding of the 2nd
International Seminar on Animal Industry; 2012 July 5-6; Bogor, Indonesia.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hlm 589-594.

LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji T daya serap air benang wol domba batur (pewarna biru)
Perlakuan
n
Rataan
StDev
SE Mean
Nilai P
Alami
3
1.207
0.316
0.18
0.667
Sintetis
3
1.357
0.445
0.26

14
Lampiran 2 Uji T daya serap air benang wol domba batur (pewarna kuning)
Perlakuan
n
Rataan
StDev
SE Mean
Nilai P
Alami
3
1.5284
0.0705
0.041
0.673
Sintetis
3
1.6980
0.5960
0.340
Lampiran 3 Uji T daya serap air benang wol domba batur (pewarna merah)
Perlakuan
n
Rataan
StDev
SE Mean
Nilai P
Alami
3
1.5680
0.4910
0.280
0.316
Sintetis
3
1.1877
0.0731
0.042
Lampiran 4 Uji T stabilitas dimensi benang wol domba batur (pewarna biru)
Perlakuan
n
Rataan
StDev
SE Mean
Nilai P
Alami
3
3.520
1.450
0.83
0.973
Sintetis
3
3.481
0.945
0.55
Lampiran 5 Uji T stabilitas dimensi benang wol domba batur (pewarna kuning)
Perlakuan
n
Rataan
StDev
SE Mean
Nilai P
Alami
3
3.04
1.110
0.64
0.399
Sintetis
3
2.22
0.909
0.53
Lampiran 6 Uji T stabilitas dimensi benang wol domba batur (pewarna merah)
Perlakuan
n
Rataan
StDev
SE Mean
Nilai P
Alami
3
3.850
1.000
0.58
0.095
Sintetis
3
2.037
0.834
0.48

15
Lampiran 7 Color chart untuk mengukur intensitas warna

16
Lampiran 8 Laundrymeter (alat uji daya tahan luntur warna)

Lampiran 9 Skala perubahan warna (staining scale)

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jember, Jawa Timur pada tanggal 24 November 1992
dari pasangan Drs H Dwi Setyo Nusantara, MM MSi dan Hj Wiwik Eko
Handayani, SPd MSi. Penulis merupakan anak kedua dari 3 bersaudara yang
terdiri dari 1 saudara perempuan yaitu Alfina Rahma Laily dan 1 saudara laki-laki
yaitu Shahansyah Aluf Bintang Nusantara. Penulis menyelesaikan pendidikan di
SD Negeri Jember Lor 3 tahun 2004, SMP Negeri 3 Tanggul tahun 2007, dan di
SMA Negeri 1 Jember tahun 2010. Penulis diterima di Fakultas Peternakan
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2010.
Penulis pernah aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER) 2012-2014 divisi Informasi dan
Komunikasi (Infokom) dan Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Mahasiswa
Jember di Bogor (OMDA IMJB) 2011-2013 sebagai bendahara. Penulis juga
pernah mengikuti beberapa kepanitiaan yaitu Livestock Vaganza 2012, Try Out
dan Canvasing IPB di Jember tahun 2012 dan 2013, serta Hari Minum Susu 2014.
Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Tingkah Laku
dan Kesejahteraan Ternak (TLKT) serta Teknologi Hasil Ikutan Ternak tahun
2014.