Identifikasi Zat Pewarna Makanan Pada Jelly Secara Kromatografi Kertas

(1)

IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA MAKANAN PADA JELLY SECARA KROMATOGRAFI KERTAS

TUGAS AKHIR

OLEH :

AFRIANDI BAKRI NIM 082410052

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA MAKANAN PADA JELLY SECARA KROMATOGRAFI KERTAS

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

AFRIANDI BAKRI NIM 082410052

Medan, Maret 2011 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.AppSc., Apt. NIP 195006071979031001

Disahkan Oleh: Dekan,

Prof.Dr. Sumadio Hadisahputra,.Apt. NIP 195311281983031002


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ………... i

LEMBAR PENGESAHAN ………...….. ii

KATA PENGANTAR..……….………... iii

DAFTAR ISI ……….…………..……... iv

BAB I PENDAHULUAN ………..…… 1

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Tujuan ….……….. 3

1.3 Manfaat ………...….. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….…... 4

2.1 Jelly ……….……….. 4

2.2 Bahan Tambahan Pangan……..………. 5

2.3 Pewarna Pangan ……….……… 6

2.3.1 Tujuan Penggunaan Pewarna Pangan ………... 7

2.3.2 Klasifikasi Pewarna Pangan ………. 8

2.3.2.1 Pewarna Alami ……….. 8

2.3.2.2 Pewarna Sintetis ………..……….. 10

2.4 Identifikasi Pewarna Sintetik ………..……… 14

2.1. Cara Reaksi Warna ………. 15 2.1. Metode Kromatografi Kertas dan Kromatografi Lapis Tipis. 16


(4)

BAB III METODOLOGI ………...…... 18

3.1 Tempat Pengujian ……….…….……….. 18

3.2 Alat-alat dan Bahan-bahan yang digunakan ………... 18

3.3 Sampel ……….……….…….……….. 18

3.4 Pembuatan Larutan Uji ……….…….……….. 19

3.5 Prosedur Kerja ……….…….………….……….. 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……….…...…... 21

4.1 Hasil ……….……….…….……….. 21

4.2 Pembahasan ………….………..….……….. 21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ….……….…...…... 24

5.1 Kesimpulan ……….……….…….…….……….. 24

5.2 Saran ……….……….…….……….. 24

DAFTAR PUSTAKA ………. 25 LAMPIRAN


(5)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hampir seluruh aspek kehidpuan manusia tersentuh oleh kamjuan tersebut, termasuk pula didalamnya kemajuan dalam pengolahan makanan dan minuman. Dapat kita temukan dalam masyarakat bahwa ada banyak variasi makanan dan minuman yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan masyarakat zaman dahulu.

Salah satu hal yang menunjukkan kemajuan dalam pengolahan makanan dan minuman adalah penggunaan bahan tambahan pangan. Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/IX/88 No. 1168/Menkes/Per/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak nilai gizi, yang sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan , dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).

Bahan tambahan pangan yang sering digunakan diantaranya adalah pewarna makanan. Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama berbagai produk jajan pasar serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industri kecil ataupun industri rumah


(6)

tangga meskipun pewarna buatan juga ditemukan pada berbgai jenis makanan yang dibuat oleh industri besar. Penggunaan pewarna diperbolehkan, selama penggunaanya tidak melebihi kadar yang telah ditetapkan. Namun demikian, apabila pewarna yang digunakan adalah pewarna non-makan, misalnya pewarna tekstil atau kertas ataupun pewarna makanan tetapi dalam jumlah yang berlebihan, tentulah dilarang penggunaannya, sebab akan membahayakan kesehatan konsumen (Yuliarti, 2007).

Jajanan pasar yang sering ditambahkan pewarna makanan adalah jelly. Jelly merupakan makanan setengah padat yang terbuat dari buah-buahan dan gula dengan kandungan total padatan minimal 65 persen. Komposisi bahan mentahnya ialah 45 bagian buah dan 55 bagian gula. Penambahan pewarna makanan dengan warna yang bagus akan menambah nilai estetika dari produk jelly tersebut, sehingga konsumen yang sebagian besar anak-anak tertarik untuk membelinya (Koswara, 2006).

Oleh sebab begitu banyak produk jelly yang ada di pasaran yang sangat mungkin mengandung pewarna makanan, maka penulis ingin sekali melakukan pengujian mengenai pewarna makanan pada jelly. Pengujian ini dilakukan pada Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.


(7)

Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Kertas karena metode ini sederhana dengan hasil yang bagus untuk analisa kualitatif.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari identifikasi zat pewarna makanan pada jelly adalah untuk mengetahui apakah zat pewarna yang digunakan dalam jelly tersebut sesuai dengan persyaratan Peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88.

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari identifikasi zat pewarna makanan pada jelly adalah sebagai sumber informasi mengenai pewarna makanan yang digunakan pada jelly yang diuji.


(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jelly

Jelly merupakan makanan yang dibuat dari karaginan, yaitu senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut jenis-jenis karaginofit, seperti Eucheuma sp., Chondrus sp,. Hypnea sp., dan Gigartina sp. Karaginan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu Ioto-karaginan, Kappa-Ioto-karaginan, dan Lambda-karaginan. Ketiganya berbeda dalam sifat gel yang dihasilkan. Kappa-karaginan dan Lambda-Karaginan menghasilkan gel yang kuat (rigid), sedangkan Ioto-karaginan membentuk gel yang halus (flaccid) dan mudah dibentuk (Anggadiredja, 2009).

Komposisi jelly secara umum yakni 45 bagian buah dan 55 bagian gula, serta dibutuhkan sejumlah air (60-62 %) untuk melarutkannya hingga diperoleh produk akhir. Salah satu senyawa yang sangat berpengaruh dalam proses pembuatan jelly adalah pektin, sebab pektin mempengaruhi pembentukan gel dari jelly. Pektin merupakan senyawa yang berasal dari asam polygalakturonat. Kondisi pH optimum untuk pembentukan gel dari pektin adalah 2,8-3,2. Apabila pH diatas 3,5, maka gel tidak akan terbentuk. Sedangkan pH dibawah 2,5 gel yang terbentuk terlalu keras (Jelen, 1985).


(9)

Secara umum pembuatan jelly cukup sederhana, yakni buah-buahan yang akan dibuat jelly diperas dan diambil sarinya. Sejumlah gula kemudian ditambahkan, sesuai dengan perbandingan, yakni 45 bagian buah dan 55 bagian gula (Jellen, 1985).

Pembuatan jelly yakni, pertama buah dipotong-potong kecil, lalu direbus selama 5-10 menit. Kemudian dihaluskan dengan blender, kemudian disaring. Cairan yang diperoleh didiamkan selama 1 jam sampai semua kotoran mengendap, sehingga diperoleh cairan sari buah yang bening. Lalu masukkan 450 gram sari buah kedalam wajan, lalu ditambahkan 550 gram gula pasir dan dimasak sampai kental dan matang. Tanda kematangannya ialah bila dituangkan jatuhnya terputus-putus dan tercium aroma buah yang khas (Koswara, 2006).

2.2 Bahan Tambahan Pangan

Pengertian Bahan Tambahan Pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/IX/88 No. 1168/menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).


(10)

Tujuan penggunaan Bahan Tambahan Pangan adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan penggunaannya antara lain antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih, pengental, pengawet, pengeras, pewarna, penyedap rasa, dan sekuesteran (Cahyadi, 2008).

2.3 Pewarna Pangan

Warna merupakan salah satu aspek yang penting terhadap kualitas suatu produk makanan. Kualitas warna dianggap menunjukkan kualitas rasa dan tekstur dari suatu makanan agar makanan tersebut dapat diterima di masyarakat. Warna juga mengindikasikan bahwa telah terjadi reaksi kimia pada makanan (Deman, 1980).

Menurut International Food Information Council Foundation (1994), pewarna pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan warna suatu produk pangan, sehingga menciptakan tampilan tertentu dan membuat produk lebih menarik. Definisi yang diberikan oleh Depkes (1999) lebih sederhana, yaitu Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan (Wijaya, 2009).

Ada lima sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan berwarna, yaitu :


(11)

1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan. Misalnya klorofil berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah pada daging.

2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanasknan membentuk warna cokelat. Misalnya warna cokelat pada kembang gula karamel atau roti yang dibakar.

3. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Mailard, yaitu antara gugus amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi. Misalnya susu bubuk yang disimpan lama akan berwarna gelap. 4. Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan

warna hitam atau cokelat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim, mislanya warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong.

5. Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat warna sintetik, yang termasuk dalam golongan bahan aditif makanan (Winarno, 1992).

2.3.1 Tujuan Penggunaan Pewarna Pangan

Berdasarkan survey yang telah dilakuakan Walford (1980), ada beberapa tujuan penggunaan pewarna pangan, yaitu :

1. Untuk memberikan penampilan yang menarik dari produk makanan yang telah berubah warna ketika proses pembuatan.


(12)

2. Untuk memeberikan warna kepada produk makanan sesuai dengan sifat makanan tersebut.

3. Untuk menguatkan warna suatu produk makanan yang memiliki warna yang lemah.

4. Untuk memastikan keseragaman suatu bets dari sumber yang berbeda (Walford, 1980).

2.3.2 Klasifikasi Pewarna Pangan

Pewarna pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu pewarna alami, identik alami, dan sintetik. Pewarna pangan yang berasal dari bahan alam disebut pewarna alami. Pewarna identik alami adalah pewarna yang dibuat melalui sintesis secara kimia, tetapi mempunyai sifat kimia yang identik dengan pewarna alami. Pewarna sintetik adalah pewarna yang dibuat melalui sintesis secara kimia (Wijaya, 2009).

2.3.2.1 Pewarna Alami

Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan dapat digunakan sebagai pewarna makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi, memberikan bumbu atau pemberi rasa ke bahan olahannya. Dewasa ini ada beberapa bahan pewarna alami yang digunakan untuk menggantikan pewarna sintetik. Sebagai contohnya serbuk beet menggantikan pewarna merah sintetik FD & C No. 2. Pewarna alami juga dapat memberikan fungsi tambahan sebagai antioksidan, antimikroba, dan fungsi lainnya. Hal ini menyebabakan pertumbuhan


(13)

penggunaan pewarna alami cenderung menjadi dua kali lipat bila dibandingkan dengan pewarna sintetis, terutama di negara-negara maju. Meskipun pewarna alami ini jauh lebih aman untuk dikonsumsi, akan tetapi penggunaan pewarna alami belum dapat dilakukan secara menyeluruh, sebab beberapa kendala, seperti rasa yang kurang sedap, penggumpalan pada saat penyimpanan, dan ketidakstabilan dalam penyimpanan (Cahyadi, 2008 ; Wijaya, 2009).

Umumnya pewarna alami diperoleh dari ekstrak kasar dari suatu tumbuhan yang pada dasarnya tidak stabil. Jelas terlihat stabilitas warna pada beberapa makanan dari penggunaan pewarna alami ini. Sebagai contoh adalah antosianin. Antosianin dapat digunakan pada beberapa produk, akan tetapi variasi warna yang ada terlalu sempit penggunaannya. Hal ini disebabkan ketidakstabilan antosianin terhadap pH tertentu, terutama pH asam (Walford, 1984).

Pada umumnya pewarna alami rentan terhadap pH, sinar matahari, dan suhu tinggi. Pewarna alami sebaiknya disimpan pada suhu 4-8oC untuk meminimumkan pertumbuhan mikroba dan degradasi pigmen. Pewarna alami berbentuk bubuk pada umumnya higroskopis. Beberapa sifat dari pewarna alami ditunjukkan pada tabel 1 (Wijaya, 2009).


(14)

Tabel 1. Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami

Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas Karamel cokelat gula

dipanaskan air

stabil

Antosianin jingga,

merah, biru tanaman air

peka terhadap panas dan pH

Flavonoid kuning tanaman air

stabil terhadap panas Batalain kuning,

merah tanaman air

sensitif terhadap panas Quinon

kuning-hitam tanaman air

stabil terhadap panas

Xanthon kuning tanaman air

stabil terhadap panas Karotenoid kuning,

merah tanaman/hewan air

stabil terhadap panas Klorofil hijau tanaman lipid dan air

sensitif terhadap panas Heme merah,

cokelat hewan air

sensitif terhadap panas Sumber : Cahyadi (2008)

2.3.2.2 Pewarna Sintetis

Pewarna sintetik adalah pewarna yang dibuat melalui sintesis secara kimia. Berdasarkan kelarutannya, dikenal dua macam pewarna sintetis, yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat pewarna yang umunya bersifat larut dalam air, sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat


(15)

digunakan untuk mewarnai bahan. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah propilen glikol, gliserin, atau alkohol. Sedangkan dalam semua jenis pelarut organik, dyes tidak dapat larut. Dyes terdapat dalam bentuk bubuk, granula, cairan, campuran warna, dan pasta. Lakes adalah zat pewarna yang dibuat melalui proses pengendapan dan absorpsi dyes pada radikal (A atau Ca) yang dilapisi dengan alumina. Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lakes ini tidak larut dalam air. Pada pH 3,5-9,5 stabil, dan di luar selang tersebut lapisan alumina pecah, sehingga dyes yang dikandungnya akan terlepas (Cahyadi, 2008).

Zat warna yang termasuk golongan dyes telah melalui prosedur sertifikasi yang ditetapkan oleh US-FDA. Sedangkan zat pewarna lakes yang hanya terdiri dari satu warna, tidak merupakan campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certified colour terdapat spesifikasi yang mencantumkan keterangan yang penting mengenai zat pewarna tertentu, misalnya bentuk garam, kelarutan, dan residu yang terdapat didalamnya. Pada umumnya pewarna sintetis lebih stabil terhadap pH, cahaya, dan faktor lainnya selama pengolahan dan penyimpanan (Tabel 2). (Cahyadi, 2008 ; Wijaya, 2009).


(16)

Tabel 2. Kestabilan Beberapa Pewarna Sintetis

Pewarna Kestabilan terhadap

Cahaya Oksidasi pH

Eritrosin Sangat baik Rendah Sangat rendah

Merah Allura Sangat baik Rendah Baik

Kuning FCF Sedang Rendah Baik

Hijau FCF Rendah Sangat rendah Baik

Biru Berlian Rendah Sangat rendah Baik Indigotin Sangat rendah Sangat rendah Baik

Tartrazin Baik Rendah Baik

Sumber : Wijaya (2009)

Pewarna sintetik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia yang terdapat pada pewarna tersebut (Tabel 3), yakni Azo dyes, Triarylmethane dyes, Quinophthalon dyes, Xanthene dyes, dan Indigo dyes. Struktur beberapa pewarna sintetik terlihat pada Gambar 1 (Socaciu, 2008).

Tabel 3. Golongan Pewarna Sintetik

Golongan Contoh Pewarna

Azo Dyes

Allura Red (Merah Allura)

Amaranth, Azorubin (Carmoisin), Briliant Black, Brown FK, Brown HT, Litol Rubin BK, Ponceau 4R, Merah 2G, Sunst Yellow,

Tartrazine

Triarylmethane Dyes Briliant Blue FCF, Fast Green FCF, Green S, Patent Blue V

Quinophthalon Dyes Quinoline Yellow (Kuning Kuinelin)

Xanthene Dyes Erythrosine (Eritrosin)

Indigo Dyes Indigotine (Indigotin)


(17)

Merah Allura Briliant Blue (Brilian Biru)

Carmoisin Tartrazin

Sunset Yellow Quinoline Yellow (Kuning Kuinelin)

Gambar 1. Beberapa Struktur Kimia Pewarna Sintetik. Sumber : Socaciu (2008)

Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan pewarna yang dilarang (Tabel 4) diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 722/menkes/Per/IX/88 mengenai Bahan Tambahan pangan (BTP) (Cahyadi, 2008).


(18)

Tabel 4. Pewarna Sintetik yang diizinkan dan yang dilarang di Indonesia Pewarna yang Diizinkan

Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I. No)

Amaran 16185

Biru Berlian 42090

Eritrosin 45430

Hijau FCF 42053

Hijau S 44090

Indigotin 73015

Ponceau 4R 16255

Kuning Kuinelin 15980

Sunset Yellow 15985

Tartrazin 19140

Carmoisin 14720

Pewarna yang Dilarang

Citrus Red 12156

Ponceau 3R 16155

Ponceau SX 14700

Rhodamin B 45170

Buinea Green B 42085

Magentha 42510

Chrysoidine 11270

Butter Yellow 11020

Sudan I 12055

Methanil Yellow 13065

Auramine 41000

Oil Orange SS 12100

Oil Orange XO 12140

Oil Yellow AB 11380

Oil Yellow OB 11390

Sumber : Cahyadi (2008)

2.4 Identifikasi Pewarna Sintetik

Identifikasi pewarna sintetik dapat dilakukan dengan beberapa metode. Umumnya metode identifiksi yang digunakan adalah metode kromatografi maupun metode spektrofotometri, ataupun gabungan kedua


(19)

metode ini. Metode yang dapat digunakan anatara lain reaksi warna, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, spektrofotometri, dan kromatografi cair kinerja tinggi (Cahyadi, 2008 ; Walford, 1984; Socaciu, 2008).

2.4.1 Cara Reaksi Warna

Identifikasi pewarna sintetik dengan cara reaksi warna biasanya dilakukan sebagai identifikasi pendahuluan. Penggunaan cara reaksi kimia ini dilakukan dengan penambahan HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10%, dan NH4OH 12 %. Kemudian warna yang dihasilkan dengan penambahan pereaksi-pereaksi tersebut disesuaikan dengan tabel. Reaksi warna untuk pewarna sintetik Carmoisin, Tartrazin, Ponceau 4R, Briliant Blue, dan Sunset Yellow terdapat pada Tabel 5 (Apriyantono, 1989).

Tabel 5. Perubahan Warna dengan Penambahan Pereaksi

Pewarna

Perubahan Warna dengan Penambahan Pereaksi HCl pekat H2SO4

pekat

NaOH 10% NH4OH 12%

Carmoisin Sedikit berubah

Violet Merah Merah

Tartrazin Sedikit gelap Sedikit gelap Sedikit berubah Sedikit berubah Sunset Yellow

Kemerahan Kecoklatan Kecoklatan Tidak berubah Briliant Blue Kuning Kuning Tidak

berubah

Tidak berubah Ponceau 4R Merah pucat Violet Cokelat

kuning

Merah Sumber : Apriyantono (1989)


(20)

2.4.2 Metode Kromatografi Kertas dan Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi Kertas dan Kromatografi Lapis Tipis merupakan metode kromatografi yang sederhana. Kromatografi Kertas merupakan jenis kromatografi partisi, dimana fasa diam adalah air yang disokong oleh molekul-molekul selulosa dari kertas, dan fasa gerak merupakan campuran dari satu atau lebih pelarut-pelarut organik dan air. Kromatografi Kertas sudah sering digunakan untuk mengidentifikasi pewarna sintetik pada makanan. Bahkan metode ini hingga saat ini masih digunakan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (POM) (Gritter, 1991; Badan POM, 2007).

Prosedur penyiapan sampel dari kedua metode kromatografi ini sama yakni, sejumlah cuplikan ditambahkan asam asetat encer kemudian masukkan benang wool bebas lemak secukupnya, lalu dipanaskan diatas nyala api kecil selama 30 menit sambil diaduk. Benang wool dicuci dengan air hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan ammonia 10% diatas penangas air hingga sempurna. Totolkan pada kertas kromatografi (pada Kromatografi Kertas) ataupun plat lapis tipis (pada Kromatografi Lapis Tipis), juga totolkan baku pembanding. Elusi dengan eluen yang sesuai pada suhu kamar (Cahyadi, 2008).

Penelitian yang telah dilakukan Charles (1990) eluen yang baik digunakan untuk identifikasi pewarna sintetik dengan metode


(21)

Kromatografi Kertas adalah etilmetalketon:aseton:air (70:30:30). Menurut penelitian yang telah dilakukan Wadds (1984) eluen yang baik digunakan untuk identifikasi pewarna sintetik dengan metode Kromatografi Lapis Tipis adalah isobutanol:etanol:air (25:50:25). Sedangkan menurut Gritter (1991) eluen yang baik digunakan untuk identifikasi pewarna sintetik dengan metode Kromatografi Lapis tipis adalah Kloroform:Asetat anhidrat (75:2). Amati bercak yang timbul, kemudian hitung harga Rf dari masing-masing bercak (sampel maupun baku). Perhitungan harga Rf dengan cara membagi jarak rambat zat terlarut dengan jarak zat pelarut.

Rf =

Lalu bandingkan Rf sampel dengan Rf baku (Walford, 1984; Cahyadi, 2008; Gritter, 1991; Sastrohamidjodjo, 1985).


(22)

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat Pengujian

Identifikasi zat pewarna tambahan makanan pada jelly dilakukan di Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.

3.2 Alat-alat dan Bahan-bahan yang digunakan

Alat yang digunakan adalah Gelas piala 10 ml, 100 ml, 250 ml, Pengaduk kaca, Bejana, kromatografi, Penangas air, Benang wol bebas lemak, Kertas saring biasa, Kertas saring Whatman No. 1. Bahan yang digunakan dalam pengujian ini kecuali dinyatakan lain adalah asam asetat glasial pa, larutan asam asetat, ammonia NH4OH +bj 0,88, larutan elusi II (isobutanol : etanol : air = 3:2:2).

3. 3 Sampel

Sampel yang digunakan pada pengujian ini adalah sampel yang diperoleh dari Balai Besar POM di medan tahun anggaran 2010. Berikut data lengkap mengenai sampel :

Nama contoh : 2000 Jelly No. Kode contoh : 409/IL/MM/10 Wadah/Kemasan : Bungkus plastik

Pabrik : PD CHUP CHUP


(23)

sitrat, aroma buah, pengawet Na.Benzoat, Pemanis buatan Na. Siklamat, pewarna

makanan CI 15985, CI 19140, CI 42090, CI 14720, CI 16255

Waktu daluarsa : 30 Oktober 2011 3.4 Pembuatan Laruan Uji

Kurang lebih 30 g sampel dimasukkan kedalam gelas piala, lalu diasamkan sedikit dengan penambahan asam asetat atau kalium hidrogen sulfat (KHSO4). Masukkan benang wol secukupnya kedalam sampel yang sudah dipersiapkan tadi. Panaskan diatas api sambil diaduk-aduk selama 10 menit. Ambil benang wol, cuci berulang-ulang dengan air hingga bersih. Masukkan benang wol kedalam gelas piala 100 ml. tambahkan larutan ammonia encer. Panaskan diatas penangas air hingga zat warna pada benang wol luntur. Ambil benang wol nya, saring larutan berwarna tersebut dan pekatkan diatas penangas air (Badan POM, 2007).

3.5 Prosedur Kerja

Metode Kromatografi Kertas yang digunakan sesuai dengan prosedur yang tercantum pada Instruksi Kerja Pengujian Bidang II Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya BBPOM (2007).

Kertas Kromatografi yang digunakan adalah kertas Whatmann No. 1 dengan ukuran 20 x 20 cm. Larutan uji dan zat warna pembanding, yaitu


(24)

Eritrosin, Sunset Yellow, Cokelat HT, Ponceau 4R, Carmoisin, Tartrazin, Merah Allura, dan Brilian Blue ditotolkan pada plat dengan menggunakan pipa kapiler pada jarak 2 cm dari bagian bawah kertas dan jarak antar noda adalah 2 cm. Kemudian dibiarkan beberapa saat hingga mengering. Kertas Whatmann No. 1 yang telah mengandung cuplikan dimasukkan kedalam chamber yang terlebih dahulu telah dijenuhkan dengan fasa gerak berupa isobutanol, etanol, dan akuades (3:2:2). Dibiarkan fasa gerak naik sampai jarak rambat yang telah ditetapkan, yakni 12 cm. Kemudian Kertas Whatmann diangkat dan dibiarkan kering pada suhu kamar. Diamati noda yang diperoleh secara visual, kemudian dihitung harga Rf-nya. Bandingkan harga Rf bercak larutan uji dengan Rf bercak zat warna pembanding (Badan POM, 2007).


(25)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Kromatogram hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 2. Hasil identifikasi zat pewarna makanan pada jelly secara kromatografi kertas diperoleh tiga pewarna sintetik (Tabel 6), yakni Tartrazine, Sunset Yellow, dan Carmoisin.

Tabel 6. Hasil identifikasi pewarna makanan pada jelly secara Kromatografi Kertas.

Nama Zat Nilai Rf

Baku Sampel Jelly

Tartrazin 0,258 0,258

Carmoisin 0,625 0,616

Sunset

Yellow 0,5 0,508

4.2 Pembahasan

Pemilihan metode kromatografi kertas pada identifikasi ini karena dari sekian banyak metode pengujian kualitatif untuk zat pewarna sintetis, metode kromatografi kertas yang paling sederhana dan memeberikan hasil yang baik (Walford, 1984).

Disamping itu, pada pengujian dilakukan dengan metode kromatografi kertas karena acuan dari Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya Balai Besar POM di Medan adalah SNI 01-2895-1992, yang


(26)

menyebutkan bahwa identifikasi zat pewarna dilakukan dengan metode kromatografi kertas (Badan POM, 2007).

Pemilihan larutan elusi isobutanol:etanol:akuades (3:2:2) sebagai eluen karena petunjuk dari Metode Analisa Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya BBPOM. Sementara itu apabila digunakan larutan elusi lain bisa juga, seperti yang telah dikemukakan Gritter (1991) bahwa laruten elusi untuk pewarna makanan dapat juga digunakan Metil etil keton:Asam Aseta:Metanol (40:5:5). Sedangkan menurut Charles (1990) dan Indraswari (2002) larutan elusi yang dapat digunakan untuk pewarna makanan adalh etilmetalketon:aseton:air (70:30:30). Sementara itu menurut Walford (1984) larutan elusi yang dapat digunakan cukup beragam, diantaranya adalah butanon:aseton:air (70:30:30) (Cahyadi, 2008; Badan POM, 2007; Gritter, 1991; Walford, 1984).

Dari hasil identifikasi zat pewarna makanan pada jelly secara kromatografi kertas diketahui bahwa zat pewarna yang digunakan pada jelly tersebut memenuhi persyaratan Permenkes 722, yakni Tartrazin CI 19140, Carmoisin CI 14720, Sunset Yellow CI 15985 (Cahyadi, 2008).

Hasil ini diperoleh dengan cara membandingkan harga Rf dari pembanding dengan harga Rf sampel yang ditotolkan. Oleh sebab harga Rf antara pembanding dengan harga Rf sampel identik sama maka dapat dikatakan bahwa sampel tersebut mangandung zat pewarna yang sama dengan pembanding (Walford, 1984).


(27)

Berdasarkan komposisi yang terdapat pada kemasan jelly, bahwa pewarna yang digunakan ada lima, yakni pewarna makanan CI 15985(Sunset Yellow) , CI 19140 (Tartrazin), CI 42090 (Biru berlian), CI 14720 (Carmoisin) , CI 16255( Ponceau 4R). akan tetapi hasil yang diperoleh hanya tiga, yakni Carmoisin CI 14720, Tartrazin CI 19140, Sunset Yellow CI 15985. Hal ini disebabkan oleh sampel yang diterima dari pihak Balai Besar POM hanya satu bungkus plastik jelly dengan tiga warna yang berbeda, yaitu jingga, merah, dan kuning, sehingga pewarna sintetik yang diperoleh dari identifikasi hanya tiga, yakni Sunset Yellow (jingga), Kuning (Tartrazin), dan Carmoisin (merah).


(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil identifikasi zat pewarna tambahan makanan pada jelly secara kromatografi kertas, diketahui bahwa pewarna yang digunakan dalam jelly tersebut sesuai dengan Peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88.

5.2 Saran

Dari pihak BBPOM sendiri hendaknya terus melakukan pengujian terhadap produk-produk makanan dan jajanan yang beredar di pasaran untuk menjaga keselamatan masyrakat dari produk-produk makanan yang dapat merusak kesehatan.


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, T. Jana. (2009). Rumput Laut ; Pembudidayaan, Pengolahan, & Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Depok : Penebar Swadaya. Hal. 65.

Apriyantono, A. (1989). Analisi Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal. 228.

Badan POM. (2007). Instruksi Kerja Pengujian Bidang II Laboratorium pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta : Departemen kesehatan RI. Hal. 3

Cahyadi, Wisnu. (2008). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : PT Bumi Aksara. Hal. 53-56; Hal. 60; Hal. 63; Hal. 66.

Deman, John. M. (1980). Priciples of Food Chemstry. New York : Van Nostrand Reinhold Company. Hal. 189.

Gritter, R.J, Schawrting, A.E., dan Bobbitt, J.M. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung : Penerbit ITB Bandung. Hal. 101.

Jelen, Pavel. (1985). Introduction to Food Processing. Virginia : Reston Publishing Company. Hal. 83-84.

Koswara, Sutrisno. (2006). Cara Sederhana Membuat Jam dan Jelly. Diambil dari : http:/www.ebookpangan.com. Tgl. 30 Januari 2011.


(30)

Sastrohamidjodjo, Hardjono. (1985). Kromatografi. Yogyakarta : Penerbit Liberty Yogyakarta. Hal.13.

Socaciu, Carmen. (2008). Food Colorants: Chemical and Functional Properties. New York : CRC Press. Hal. 534 ; Hal. 606.

Walford, John. (1984). Developments in Food Colours 2. New York : Elsevier Science Publishing Co., Inc. Hal. 25-28.

Walford, John. (1980). Developments in Food Colours 1. New York : Elsevier Science Publishing Co., Inc. Hal. 3 ; Hal. 48.

Wijaya, C. Hanny dan Mulyono, Noryawati. (2009). Bahan Tambahan Pangan : Pewarna; Spesifikasi, Regulasi, dan Aplikasi Praktis. Bogor : IPB Press. Hal. 3; Hal. 57-58; Hal. 71.

Winarno, F.G. (1992). Kimia Pandan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 172.

Yuliarti, Nurheti. (2007). Awas ! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta : CV Andi Offset. Hal. 79.


(31)

Lampiran 1. Perhitungan Harga Rf

Harga Rf =

Jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal = 12 cm

Harga Rf Baku Pembanding dan Bercak Sampel :

Eritrosin =

Sunset Yellow = 00

Cokelat HT =

Ponceau 4R =

Carmoisin =

Tartrazin =

Merah Allura =

Briliant Blue =


(32)

Bercak II (Jingga) =

Bercak III (Merah) =


(1)

Berdasarkan komposisi yang terdapat pada kemasan jelly, bahwa pewarna yang digunakan ada lima, yakni pewarna makanan CI 15985(Sunset Yellow) , CI 19140 (Tartrazin), CI 42090 (Biru berlian), CI 14720 (Carmoisin) , CI 16255( Ponceau 4R). akan tetapi hasil yang diperoleh hanya tiga, yakni Carmoisin CI 14720, Tartrazin CI 19140, Sunset Yellow CI 15985. Hal ini disebabkan oleh sampel yang diterima dari pihak Balai Besar POM hanya satu bungkus plastik jelly dengan tiga warna yang berbeda, yaitu jingga, merah, dan kuning, sehingga pewarna sintetik yang diperoleh dari identifikasi hanya tiga, yakni Sunset Yellow (jingga), Kuning (Tartrazin), dan Carmoisin (merah).


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil identifikasi zat pewarna tambahan makanan pada jelly secara kromatografi kertas, diketahui bahwa pewarna yang digunakan dalam jelly tersebut sesuai dengan Peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88.

5.2 Saran

Dari pihak BBPOM sendiri hendaknya terus melakukan pengujian terhadap produk-produk makanan dan jajanan yang beredar di pasaran untuk menjaga keselamatan masyrakat dari produk-produk makanan yang dapat merusak kesehatan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, T. Jana. (2009). Rumput Laut ; Pembudidayaan, Pengolahan, & Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Depok : Penebar Swadaya. Hal. 65.

Apriyantono, A. (1989). Analisi Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal. 228.

Badan POM. (2007). Instruksi Kerja Pengujian Bidang II Laboratorium pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta : Departemen kesehatan RI. Hal. 3

Cahyadi, Wisnu. (2008). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : PT Bumi Aksara. Hal. 53-56; Hal. 60; Hal. 63; Hal. 66.

Deman, John. M. (1980). Priciples of Food Chemstry. New York : Van Nostrand Reinhold Company. Hal. 189.

Gritter, R.J, Schawrting, A.E., dan Bobbitt, J.M. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung : Penerbit ITB Bandung. Hal. 101.

Jelen, Pavel. (1985). Introduction to Food Processing. Virginia : Reston Publishing Company. Hal. 83-84.

Koswara, Sutrisno. (2006). Cara Sederhana Membuat Jam dan Jelly. Diambil dari : http:/www.ebookpangan.com. Tgl. 30 Januari 2011.


(4)

Sastrohamidjodjo, Hardjono. (1985). Kromatografi. Yogyakarta : Penerbit Liberty Yogyakarta. Hal.13.

Socaciu, Carmen. (2008). Food Colorants: Chemical and Functional Properties. New York : CRC Press. Hal. 534 ; Hal. 606.

Walford, John. (1984). Developments in Food Colours 2. New York : Elsevier Science Publishing Co., Inc. Hal. 25-28.

Walford, John. (1980). Developments in Food Colours 1. New York : Elsevier Science Publishing Co., Inc. Hal. 3 ; Hal. 48.

Wijaya, C. Hanny dan Mulyono, Noryawati. (2009). Bahan Tambahan Pangan : Pewarna; Spesifikasi, Regulasi, dan Aplikasi Praktis. Bogor : IPB Press. Hal. 3; Hal. 57-58; Hal. 71.

Winarno, F.G. (1992). Kimia Pandan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 172.

Yuliarti, Nurheti. (2007). Awas ! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta : CV Andi Offset. Hal. 79.


(5)

Lampiran 1. Perhitungan Harga Rf

Harga Rf =

Jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal = 12 cm

Harga Rf Baku Pembanding dan Bercak Sampel :

Eritrosin =

Sunset Yellow = 00

Cokelat HT =

Ponceau 4R =

Carmoisin =

Tartrazin =

Merah Allura =

Briliant Blue =


(6)

Bercak II (Jingga) =

Bercak III (Merah) =