Formulasi Biskuit Blondo dan Tepung Ikan Gabus (Channa Striata) yang Berpotensi Mengatasi Gizi Buruk pada Balita

FORMULASI BISKUIT BLONDO DAN TEPUNG IKAN
GABUS (CHANNA STRIATA) YANG BERPOTENSI
MENGATASI GIZI BURUK PADA BALITA

QURRATU AINI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Biskuit Blondo
dan Tepung Ikan Gabus (Channa striata) yang Berpotensi Mengatasi Gizi Buruk
pada Balita adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014

Qurratu Aini
NIM. I1409000

ABSTRAK
QURRATU AINI. Formulasi Biskuit Blondo dan Tepung Ikan Gabus (Channa
Striata) untuk Mengatasi Gizi Buruk pada Balita. Dibimbing oleh RIMBAWAN
dan VERA URIPI
Gizi buruk merupakan salah satu permasalahan yang harus diatasi karena
menurut WHO (World Healt Organization) telah menyebabkan 80% kematian
anak di Indonesia. Biskuit dengan substitusi blondo dan tepung ikan gabus
(Channa striata) dapat menjadi solusi alternatif untuk mengatasi permasalahan
gizi buruk ini. Blondo sebagai pengganti margarin, tepung ikan gabus digunakan
untuk meningkatkan mutu protein biskuit. Tujuan dari penelitian ini adalah
membuat biskuit dengan substitusi blondo dan tepung ikan gabus untuk mengatasi
gizi buruk pada balita. Formula terbaik F2 biskuit yang dibuat dengan substitusi

50% blondo dan 10% tepung ikan gabus. Formula terbaik ditentukan dengan
menggunakan uji Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut
Duncan. Hasil analisis kimia dari biskuit blondo dan tepung ikan gabus yaitu
kadar air sebesar 3.92%, kadar abu sebesar 1.34%, protein sebesar 19.13%, lemak
sebesar 14.25% dan karbohidrat sebesar 61.37%. Berdasarkan hasil analisis kimia,
substitusi blondo dan tepung ikan gabus meningkatkat mutu protein biskuit.
Kata kunci: Blondo, tepung ikan gabus, gizi buruk, balita.

ABSTRACT
QURRATU AINI. Biscuit formulation with blondo and snakehead fish (Channa
striata) flour substitution as an alternative to solved undernourished problem in
children under five. Under direction of RIMBAWAN and VERA URIPI
Undernourished is the one of the problem that must be solved, caused 80%
mortality of children in Indonesia. Biscuit with blondo and the addition of
snakehead fish (Channa striata) flour as a new product could be an alternative
solution to solve this problem. Blondo instead of margarine, snakehead fish flour
used to increase protein quality biscuits. The objective of this research was to
make biscuit with blondo and snakehead fish flour as a high protein food for
undernourished children. The best biscuit formula is F2, which is consist of with
50% blondo and 10% snakehead fish flour substitution. The best formula was

determined by parametric analysis test of Kruskal Wallis then continued with
Duncan test. The chemical analysis result of water content was 3.92%, 1.34% for
ash content, 19.13% for protein content, 14.25% for fat content and 61.37% for
carbohydrate content. Based on the result of chemical analysis, the substitution of
blondo and snakehead fish flour was improve the quality of protein biscuits.
Keywords: Blondo, snakehead fish, undernourished, children under five

RINGKASAN
QURRATU AINI. Formulasi Biskuit Blondo dan Tepung Ikan Gabus

untuk Mengatasi Gizi Buruk pada Balita (Biscuit formulation with

“blondo” and snakehead fish (Channa striata) flour substitution as an alternative
to solve undernourish problem in children under five)
Saat ini gizi buruk di Indonesia belum teratasi secara maksimal, padahal
angka kematian balita yang disebabkan oleh gizi buruk terus saja meningkat.
Menurut WHO 2011, 80% kematian anak di Indonesia disebabkan oleh gizi
buruk. Salah satu langkah untuk mengatasi gizi buruk pada balita adalah dengan
memberikan makanan tambahan yang tinggi kalori dan protein yang sesuai
dengan kondisi balita. Pangan tinggi protein sangat banyak dan beragam, salah

satunya adalah hasil sampingan dari pembuatan minyak kelapa yaitu blondo.
Selain blondo, ikan gabus adalah bahan pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan biskuit karena mengandung 25,2% protein. Pemanfaatan
blondo dan tepung ikan gabus menjadi suatu inovasi pembuatan biskuit tinggi
protein.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan gizi
dari biskuit berbasis blondo dan tepung ikan gabus. Tujuan khusus dari penelitian
ini adalah: 1) Membuat biskuit tinggi protein dengan bahan tambahan blondo dan
ikan gabus, 2) Mengetahui formulasi biskuit tinggi protein dengan bahan
tambahan blondo dan ikan gabus, 3) Melakukan uji daya terima biskuit dengan
bahan tambahan blondo dan ikan gabus pada panelis semi terlatih, 4) Mengetahui
kandungan gizi biskuit dengan penambahan blondo dan ikan gabus meliputi kadar
air, kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – November 2013. Tahapan
penelitian ini dimulai dari pembuatan blondo dan biskuit, uji organoleptik dan
analisis kandungan zat gizi biskuit. Penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu
tahap pembuatan blondo dan biskuit, dilanjutkan penelitian utama yaitu uji
organoleptik dan analisis kandungan zat gizi biskuit. Pembuatan blondo
membutuhkan bahan baku berupa kelapa parut dan air kelapa. Blondo dihasilkan
dengan menggunakan pemanasan bertingkat, pemanasan tahap satu santan

dipanaskan sehingga krim santan terpisah dari air. Suhu pemanasan adalah 5060°C. Kemudian krim santan dipisahkan dan dipanaskan dengan suhu yang lebih
tinggi yaitu 100-150°C sampai membentuk blondo.
Tahapan pembuatan biskuit tahap satu didasarkan pada lima formulasi
biskuit blondo yaitu F0 (100:0), F1 (70:30), F2 (60:40), F3 (50:50) dan F4
(40:60). Formulasi biskuit blondo didasarkan pada perbandingan antara margarin
dan blondo. Pembuatan biskuit tahap dua didasarkan pada lima formulasi tepung
ikan gabus yaitu F1 (5:95), F2 (10:90), F3 (15:85), F4 (20:80) dan F5 (25:75).
Formulasi biskuit blondo dan tepung ikan gabus didasarkan pada perbandingan
antara tepung ikan gabus dan tepung terigu.
Hasil dari penelitian ini adalah lima formula biskuit dengan penambahan
blondo yaitu 0%, 30%, 40%, 50% dan 60% dari margarin. Berdasarkan hasil uji
organoleptik biskuit dengan substitusi blondo sebanyak 50% terpilih sebagai
formula biskuit terbaik. Pada tahap selanjutnya, dihasilkan lima formula biskuit

dengan penambahan blondo dan tepung ikan gabus yaitu 50% blondo dan tepung
ikan gabus sebanyak 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari tepung terigu.
Hasil analisis biskuit blondo formula F3 (50% blondo) adalah kadar air
3.00%, kadar abu 1.56%, kadar protein 9.33%, kadar lemak 14.63% dan kadar
karbohidrat 71.48%. Analisis biskuit blondo formula F2 (50% blondo dan 10%
tepung ikan gabus) adalah kadar air 3.92%, kadar abu 1.34%, kadar protein

19.13%, kadar lemak 14.24% dan kadar karbohidrat 61.37%. Berdasarkan hasil
analisis kimia, substitusi blondo dan tepung ikan gabus dapat meningkatkan mutu
protein biskuit.

FORMULASI BISKUIT BLONDO DAN TEPUNG IKAN
GABUS (CHANNA STRIATA) YANG BERPOTENSI
MENGATASI GIZI BURUK PADA BALITA

QURRATU AINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Formulasi Biskuit Blondo dan Tepung Ikan Gabus (Channa Striata)
yang Berpotensi Mengatasi Gizi Buruk pada Balita
Nama
: Qurratu Aini
NIM
: I14090002

Disetujui oleh

Dr. Rimbawan
Pembimbing I

dr. Vera Uripi S.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Fonnulasi Biskuit Blondo dart Tepung Ikan Gabus (Channa
Striata) yang Berpotensi Mengatasi Gizi Buruk pada Balita
Qurratu Aini
Nama
I14090002
NIM

Disetujui oleh

Dr. Rimbawan
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

dr. Vera Uripi S.
Pembimbing II


D 4 MAR 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia–Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah
Formulasi Biskuit Berbasis Blondo dan Tepung Ikan Gabus yang Berpotensi
Mengatasi Gizi Buruk pada Balita. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih
kepada :
1. Dr. Rimbawan dan dr. Vera Uripi selaku dosen pembimbing Skripsi atas
waktu, bimbingan dan masukannya dalam penyusunan karya ilmiah ini.
2. Leily Amalia, STP, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang
telah memberikan koreksi demi perbaikan skripsi.
3. Keluarga tercinta : ibunda tersayang (Ibu Kartini), M. Bima Kusuma, M.
Arif Mutawakil dan M. Nadzir Ramadhan (Adik) serta seluruh keluarga
atas segala doa, dukungan moril dan kasih sayangnya.
4. Teman–teman terdekat : Avliya Quratul Marjan, Rammona Jayana,
Yusvita Sari, Arnati Wulansari, Ratia Yulizawati, Imam Faqih, Yulita
Farisa Harahap, Fadhila Ananda, Al Mukhlas Fikri, M. Q Aliyyan Wijaya,
Nadya Noerani, Riza Septia, Mesa Shelviani, Annizaf yang banyak

membantu dalam memberikan semangat dalam menyelesaikan karya
ilmiah ini.
5. Teman–teman satu bimbingan : Novi Rizki Ramadhani, Agustino, dan
Yohanes atas semangat dan kerjasamanya.
6. Teman–teman Laboratorium: Anggar Pamungkas, Dewi Pratiwi Ambari,
Sonia Rosselini, Daniel Pratama, Kak Yudi, yang selalu memberikan
semangat dan motivasi dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
7. Laboran dan Staf Gizi Masyarakat : Ibu Titi Riani, Audi, Eka, Ibu Susi,
Suci Nurochmah.
8. Teman–teman OMDA FKMBB angkatan 46 (Nurul Fauziah, Abdul
Hakim, Pardi Azinudin) serta Azyl Yunia Komala Sari yang selalu
memberikan semangat dan motivasi dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
9. Teman–teman pembahas seminar : Zahra Mustafavi, Defika Annisa dan
Pamila Adhi Annisa yang telah memberikan saran selama seminar.
10. Teman–teman Gizi Masyarakat 46, 47 dan 48 serta kakak kelas 45 dan
teman–teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala
perhatian, dukungan, semangat dan motivasi yang selalu diberikan kepada
penulis.
Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan hal–hal yang
tidk berkenan selama penyusunan karya ilmiah. Semoga karya ilmiah ini

bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Qurratu Aini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitan

2

Tujuan Umum

2

Tujuan Khusus

2

Manfaat Penelitian

2

METODE PENELITIAN

2

Tempat dan Waktu

2

Alat dan Bahan

3

Prosedur Kerja

3

Pembuatan Blondo

3

Pembuatan Tepung Ikan gabus

3

Pembuatan Biskuit

3

Analisis Kimia Kandungan Gizi

5

Uji Organoleptik

6

Pengolahan dan Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Pembuatan Blondo

7

Pembuatan Tepung Ikan Gabus

8

Formulasi Biskuit Blondo

9

Uji Organoleptik Biskuit Blondo

10

Formulasi Biskuit Blondo dan Tepung Ikan Gabus

13

Uji Organoleptik Biskuit Blondo dan Tepung Ikan Gabus

13

Analisis Kandungan Gizi Biskuit

15

Kontibusi Zat Gizi Terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG)

18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

18
18

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Hasil analisis sifat kimia blondo

8

Tabel 2

Formulasi biskuit blondo

9

Tabel 3

Hasil uji hedonik biskuit blondo

10

Tabel 4
Tabel 5

Hasil uji mutu hedonik biskuit blondo
Formulasi biskuit blondo dan tepung ikan gabus

10
13

Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8

Hasil uji hedonik biskuit blondo dan tepung ikan gabus
Hasil uji mutu hedonik biskuit blondo dan tepung ikan gabus
Hasil analisis kandungan gizi biskuit

14
14
16

Tabel 9

Kandungan zat gizi per takaran penyajian

18

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Digram alir pembuatan biskuit blondo dan biskuit blondo dan tepung
ikan gabus
4
Gambar 2 Blondo

7

Gambar 3 Biskuit dengan substitusi 50% blondo

12

Gambar 4 Biskuit dengan substitusi 50% blondo dan 10% tepung ikan gabus

15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi pembuatan biskuit

23

2 Form organoleptik uji hedonik biskuit blondo

24

3 Form organeleptik uji mutu hedonik biskuit blondo

25

4 Form organoleptik uji hedonik biskuit blondo dan tepung ikan gabus

26

5 Form organeleptik uji mutu hedonik biskuit blondo dan tepung ikan gabus 27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gizi merupakan faktor utama dalam penentu kualitas hidup manusia.
Hampir dari setengah penduduk Indonesia mengalami permasalahan gizi.
Permasalahan gizi buruk mendapatkan perhatian khusus terutama yang terjadi
pada balita. Sebagaimana yang telah diketahui, masa balita merupakan masa
pertumbuhan yang paling optimal. Pada usia 0 hingga 3 tahun otak berkembang
secara pesat, hal ini biasa disebut dengan golden age. Permasalahan gizi buruk
pada balita harus segera diatasi mengingat Indonesia menempati urutan ke-5 di
dunia dalam kasus gizi buruk. Saat ini gizi buruk di Indonesia belum teratasi
secara maksimal, padahal angka kematian balita yang disebabkan oleh gizi buruk
terus saja meningkat. Menurut World Health Organitation (WHO) 2011, 80%
kematian anak di Indonesia disebabkan oleh gizi buruk.
Gizi buruk pada balita diawali oleh konsumsi makanan serta asupan zat
gizi yang kurang berdasarkan angka kebutuhan gizi. Salah satu langkah untuk
mengatasi gizi buruk pada balita adalah dengan memberikan makanan tambahan
yang tinggi kalori dan protein yang sesuai dengan kondisi balita. Pemberian
makanan tambahan pada balita perlu mempertimbangkan faktor hedonik atau
kesukaan terhadap makanan. Biskuit dapat menjadi salah satu jenis makanan
tambahan yang sesuai bagi balita mengacu pada karakteristik biskuit menurut
Departemen Perindustrian yaitu memiliki rasa yang manis, tekstur yang renyah
serta memiliki kandungan lemak yang tinggi atau rendah. Pemilihan bahan
pangan dalam pembuatan biskuit perlu diperhatikan, khususnya pada pembuatan
biskuit yang diperuntukan bagi balita dengan status gizi buruk. Pembuatan biskuit
tinggi protein bagi balita gizi buruk memerlukan pangan tinggi protein dengan
daya cerna dan bioavailabilitas yang baik.
Banyak cara yang telah dilakukan untuk mengatasi dan mengurangi
prevalensi gizi buruk. Pemerintah pun telah banyak melakukan sosialisasi dalam
hal peningkatan status gizi masyarakat, dengan salah satu sasarannya adalah
menurunkan prevalensi gizi buruk. Permasalahan gizi buruk disebabkan oleh
ketidakmampuan ekonomi masyarakat, sehingga masyarakat tidak dapat
memenuhi kebutuhan gizi khususnya balita.
Pangan tinggi protein sangat banyak dan beragam, salah satunya adalah
hasil sampingan dari pembuatan minyak kelapa yaitu blondo. Blondo dapat
dimanfaatkan sebagai bahan substitusi margarin dalam pembuatan biskuit karena
menurut Rindengan dan Novarianto (2004) blondo diperoleh dari tahap
pemanasan krim santan dengan perkiraan bahwa blondo minyak kelapa murni
masih mengandung 10 hingga 15% minyak. Blondo juga memiliki nilai ekonomis
yang cukup rendah sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat menengah bawah.
Selain itu, blondo juga memiliki tekstur yang menyerupai margarin. Pemanfaatan
blondo sebagai pengganti margarin dalam pembuatan biskuit merupakan langkah
yang solutif mengingat sampai saat ini blondo belum termanfaatkan secara
maksimal, bahkan dianggap sebagai limbah. Selain blondo sebagai substitusi
margarin diperlukan bahan pangan lain yang dapat meningkatkan nilai gizi dari
biskuit. Ikan gabus merupakan bahan pangan dengan kandungan gizi protein yang
cukup tinggi. Sediaoetama (2004) mengatakan bahwa ikan gabus (Channa

Striata) merupakan ikan yang mempunyai kandungan albumin yang cukup tinggi.
Albumin dalam ikan gabus memiliki jenis asam amino yang bervariasi. Anak
yang diberikan biskuit dengan kandungan albumin ikan gabus, berat badannya
naik lebih cepat dibandingkan anak yang diberikan biskuit tanpa kandungan
albumin ikan gabus (Ansar 2010). Pemanfaatan tepung ikan gabus menjadi suatu
inovasi pembuatan biskuit tinggi protein.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui nilai gizi biskuit tinggi protein dengan penambahan blondo
dan tepung ikan gabus untuk mengatasi gizi buruk pada balita
Tujuan Khusus
1. Membuat biskuit tinggi protein dengan bahan tambahan blondo dan
ikan gabus.
2. Mengetahui formulasi biskuit tinggi protein dengan bahan tambahan
blondo dan ikan gabus.
3. Melakukan uji daya terima biskuit dengan bahan tambahan blondo dan
ikan gabus pada panelis semi terlatih.
4. Mengetahui kandungan gizi biskuit dengan penambahan blondo dan
ikan gabus meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, karbohidrat
dan serat pangan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi karakteristik dan
nilai gizi kepada masyarakat mengenai produk biskuit tinggi protein dengan
tambahan blondo sebagai bahan subsitusi margarin dan ikan gabus sebagai
sumber protein. Selain itu dengan membuat biskuit tinggi protein dengan bahan
tambahan blondo dan ikan gabus ini masyarakat mengetahui potensi blondo dan
ikan gabus sehingga dapat dimanfatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan
produk lain. Produk biskuit tinggi protein yang dihasilkan diharapkan dapat
digunakan sebagai pangan fungsional yang dapat memperbaiki status gizi anak
khususnya balita.

METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Desember 2013.
Tahapan penelitian ini dimulai dari pembuatan biskuit, uji organoleptik dan
analisis kandungan zat gizi biskuit yang dilakukan di Laboratorium Percobaan
Makanan, Laboratorium Organoleptik serta Laboratorium Metabolisme Zat Gizi,
Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian untuk pembuatan biskuit tepung
terigu, margarin, tepung ikan gabus, blondo, telur, baking powder dan vanilly.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah alat-alat untuk pembuatan
biskuit (mixer, oven), alat untuk mengalisis kandungan gizi biskuit seperti
inkubator, oven, neraca analitik, timbangan, desikator, gelas ukur, cawan petri,
cawan porselen, tabung silinder kimia, tabung Soxhlet, labu Kjedahl, labu takar,
pipet tetes, Erlenmeyer dan mikropipet.
Prosedur Kerja
Pembuatan blondo
Pembuatan blondo membutuhkan bahan baku berupa kelapa parut dan air
kelapa. Buah kelapa yang parut dicampurkan dengan air kelapa, kemudian diperas
sehingga menghasilkan santan. Blondo dihasilkan dengan menggunakan metode
pemanasan bertingkat, pemanasan tahap satu santan dipanaskan sehingga krim
santan terpisah dari air. Suhu pemanasan adalah 50-60°C, suhu pemanasan tidak
boleh lebih tinggi dari 60°C karena santan akan pecah dan tidak membentuk krim
santan. Kemudian krim santan dipisahkan dan dipanaskan dengan suhu yang lebih
tinggi yaitu 100-150°C sampai membentuk minyak. Minyak dipisahkan dengan
cara dipres untuk blondo yang dihasilkan benar-benar kering dan tidak
mengandung minyak.
Pembuatan Tepung Ikan Gabus
Ikan gabus yang telah dicuci, dipisahkan dari jeroan dan kepalanya.
Setelah itu, ikan gabus yang telah bersih dikukus sampai matang. Ikan gabus yang
telah matang diangkat dan didinginkan. Proses selanjutnya ikan gabus dipisahkan
dari tulang dan sisiknya. Setelah itu ikan dikeringkan menggunakan oven dengan
suhu sebesar 60OC selama 24 jam. Daging ikan yang telah kering digiling dengan
menggunakan blender sampai halus. Setelah halus, tepung ikan gabus diayak
untuk memisahkan tepung halus dan tepung kasar.
Pembuatan biskuit blondo dan biskuit blondo dan tepung ikan gabus
Penelitian ini melakukan dua tahapan pembuatan biskuit. Tahapan
pembuatan biskuit pertama didasarkan pada formulasi substitusi blondo terhadap
margarin. Formulasi biskuit blondo terpilih akan dikombinasikan dengan
formulasi substitusi tepung ikan gabus terhadap tepung terigu. Pembuatan biskuit
tahap satu membutuhkan bahan-bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan
biskuit. Bahan baku yang harus disiapkan berupa tepung terigu, gula bubuk,
margarin, telur, mentega, blondo, baking powder dan vanili. Setelah persiapan dan
penentuan formulasi bahan, dilakukan pengocokan telur, gula, margarin dan
blondo dengan menggunakan mixer selama kurang lebih 15 menit. Sementara itu,
dilakukan pencampuran tepung terigu dengan bahan tambahan seperti baking
powder dan vanili yang dimaksudkan agar tepung terigu dan bahan tambahan
tercampur merata.

Bahan-bahan itu kemudian dicampurkan ke dalam adonan margarin dan
diaduk merata. Setelah adonan siap dan kalis, adonan digiling dengan
menggunakan rolling pin dan dicetak. Adonan yang sudah dicetak diletakan di
atas loyang yang telah diolesi dengan margarin dan dipanggang dalam oven pada
suhu 160-165oC selama 20-25 menit. Pembuatan biskuit tahap dua dilakukan
dengan tahapan yang hampir sama yang berbeda hanya pada saat tahap
pencampuran tepung terigu, pada tahapan ini tepung terigu dicampur dengan
tepung ikan gabus. Diagram alir pembuatan biskuit dapat dilihat pada Gambar 1.
Margarin, telur, blondo dan gula bubuk dikocok dengan
menggunakan mixer selama 15 menit

Pembuatan biskuit tahap satu:
Ditambahkan tepung terigu,
baking powder dan vanili

Pembuatan biskuit tahap dua:
Ditambahkan tepung terigu,
tepung ikan gabus baking powder
dan vanili

Adonan dipipihkan dengan rolling pin, lalu dicetak

Dipanggang dalam oven dengan suhu 160-165OC selama 20-25 menit

Uji organoleptik biskuit blondo

Formulasi biskuit blondo terpilih diformulasikan dengan lima formulasi
substitusi tepung ikan gabus terhadap tepung terigu

Uji organoleptik biskuit blondo dan tepung ikan gabus

Formulasi terpilih

Gambar 1 Diagram alir pembuatan biskuit berbasis blondo dan tepung ikan gabus

Analisis Kimia Kandungan Gizi
Penentuan kadar air diawali dengan pengeringan cawan aluminium dalam
oven dengan menggunakan suhu 100oC selama 15 menit, kemudian cawan
didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Cawan dan sampel ditimbang
dengan menggunakan neraca analitik, sampel ditimbang sebanyak 5 gram. Sampel
dan cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC selama kurang lebih 6 jam,
kemudian didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (Apriyantono et al.
1989).
100 %
Kadar air (basis kering) = b-(c-a) x 100%
berat sampel
Keterangan :
b= bobot sampel (g)
c= bobot sampel dan cawan sesudah dikeringkan (g)
a= bobot cawan kosong (g)
Penentuan kadar abu diawali dengan penimbangan sampel sebanyak 2
hingga 3 gram, lalu dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dipanaskan dalam
oven selama 30 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 °C
selama 4-5 jam. Sampel lalu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang
(Apriyantono et al. 1989).
% kadar abu = berat abu x 100%
berat sampel
Penentuan kadar protein sampel menggunakan metode mikro Kjeldhal.
Sampel ditimbang sebanyak 0.2 g. Sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl
dan ditambahkan 10 gram selenium mix dan 7 ml H2SO4 pekat, kemudian
didestruksi selama 1 hingga 3 jam (sampai larutan berwarna jernih). Labu
Kjeldhal didinginkan dan dipindahkan ke labu didih sambil ditambah air (250-300
ml) lalu diberi indicator mm-mb sebanyak 3 tetes. Setelah itu, sampel
ditambahkan larutan NaOH 30% sampai berubah warna menjadi hijau, lalu
dimasukkan ke dalam alat destilasi. Asam borat digunakan setelah ditambahkan
indikator campuran merah metil dan metil biru 3 tetes. Larutan didestilasi sampai
mendapatkan 75 ml destilat. Hasil ini kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N
sampai titik akhir dari titrasi. Titik akhir titrasi ketika warna titrat berubah dari
hijau menjadi ungu.
% N = (ml HClcontoh – ml HClblanko) x N HCl x 14.007 x 100
mgcontoh
Protein = 6.25 x %N
pro

Kadar lemak sampel ditentukan dengan menggunakan metode ekstraksi
langsung (Soxhlet). Sampel ditimbang ± 5 gram kemudian dimasukkan kedalam

selongsong kertas dan diikat. Kertas berisi sampel dimasukkan ke dalam alat
soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah diketahui
bobotnya. Ekstraksi dilakukan selama 6 jam dengan menggunakan pelarut heksan.
Setelah diperoleh labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi dan pelarut, labu
dikeringkankan dengan oven 105°C. Labu lemak dimasukkan dalam desikator dan
setelah itu ditimbang berat labu berisi lemak.
bobot lemak
% Lemak = bobot sampel

x 100

Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan perhitungan
Carbohydrate by Difference. Perhitungan ini bukan berdasarkan analisis tetapi
berdasarkan perhitungan sebagai berikut:
% Karbohidrat = 100% - %(protein + lemak + abu + air)

Uji Organoleptik
Untuk mengetahui daya terima biskuit substitusi blondo dan tepung ikan
gabus, dilakukan uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik. Uji hedonik dan
mutu hedonik dilakukan pada 30 panelis semi terlatih. Uji hedonik meliputi empat
atribut penilaian yaitu warna, rasa, tekstur dan aroma. Penilaian hedonik
dilakukan dengan menggunakan skor 1 sampai dengan 7 dengan kriteria : (1)
sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) sedikit suka, (4) biasa, (5) sedikit tidak suka,
(6) suka, (7) sangat suka. Penilaian mutu hedonik biskuit dilakukan untuk
mengetahui penilaian terhadap mutu biskuit yang meliputi warna, rasa, aroma,
tekstur dan after taste. Penilaian mutu hedonik dilakukan dengan menggunakan
skor 1 sampai dengan 7. Formula biskuit yang memiliki penerimaan tertinggi
berdasarkan uji hedonik dan mutu hedonik kemudian dianalisis kandungan
gizinya.
Pengolahan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian utama adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu
substitusi blondo dan substitusi tepung ikan gabus. Faktor substitusi blondo terdiri
dari empat taraf (substitusi 30%, 40%, 50% dan 60% blondo terhadap margarin).
Faktor subsitusi tepung ikan gabus terdiri dari lima taraf (substitusi tepung ikan
gabus terhadap tepung terigu sebesar 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%). Model
matematisnya (Sudjana 1995) adalah sebagai berikut :
Yij = μ + Ai + ε(ij)
Keterangan :
Yij
= Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-i dan ulangan ke-j
μ
= Nilai tengah populasi
Ai
= Pengaruh penambahan taraf ke-i
ε(ij) = Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-i
i
= Taraf perlakuan (penambahan blondo, tepung ikan gabus)
j
= Ulangan perlakuan

Data sifat kimia dan sifat fisik ditabulasi dan dirata-ratakan menggunakan
Microsoft Excel. Untuk mengetahui pengaruh biskuit dilakukan analisis statistik
parametrik Kruskal Wallis. Jika hasil uji berbeda nyata di antara perlakuan, maka
dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Blondo
Proses pembuatan blondo membutuhkan pemanasan bertingkat. Pemanasan
tahap awal, blondo dipanaskan dengan suhu sekitar 50 hingga 60°C selama 30
hingga 40 menit. Suhu pemanasan tahap awal harus selalu dipantau agar tidak
lebih dari 60°C, jika suhu pemanasan melebihi 60°C santan akan pecah dan krim
blondo tidak akan terbentuk. Proses selanjutnya, setelah krim blondo terbentuk
dan menggumpal di permukaan, krim blondo diangkat dan dipisahkan dari larutan
air.
Proses pemanasan tahap dua, krim blondo yang telah dipisahkan dari larutan
air dipanaskan dengan suhu 100 hingga 150°C selama 3 hingga 4 jam. Blondo
harus tetap diaduk untuk mencegah terjadinya proses browning. Selain itu suhu
harus tetap stabil pada suhu 100 hingga 150°C, diusahakan agar suhu pemanasan
tidak lebih dari 150°C karena akan mempengaruhi kualitas blondo dari segi warna
dan aroma. Setelah dua jam pemanasan, minyak mulai terbentuk, pada tahap ini
blondo harus terus diaduk sampai minyak benar-benar terpisah dengan blondo.
Tahap terakhir blondo yang masih berminyak diproses untuk memisahkan blondo
dan minyak.
Pembuatan blondo dilakukan sebanyak tiga kali yang kemudian
digabungkan menjadi satu. Blondo campuran yang diperoleh dari tiga kali
pembuatan tersebut berbentuk bubur berwarna keabu-abuan. Berat blondo kering
yang diperoleh dari tiga kali proses pembuatan adalah sebesar 478 gram. Blondo
kering diperoleh dari berat kelapa parut sebesar 3365 gram dan berat air kelapa
sebesar 5547.5 gram (1: 1.5).

Gambar 2 Blondo
Sifat Kimia Blondo
Analisis kimia pada blondo untuk mengetahui kandungan gizi dalam
blondo yang meliputi energi total, kadar air, kadar abu, lemak, asam lemak bebas,
protein, karbohidrat, serat pangan, kalsium, fosfor, zat besi, selenium, vitamin A.
Analisis kimia blondo dilakukan oleh laboratorium yang telah tersertifikasi. Hasil
analisis blondo dapat dilihat pada Tabel 1.

Kadar air blondo pada penelitian ini cukup tinggi, yaitu sebesar 28.05%
(Tabel 1), sedangkan kadar air maksimum blondo menurut mulyasari (2006)
adalah sebesar 24%. Tingginya kadar blondo pada penelitian ini diduga terjadi
karena blondo belum kering sepenuhnya. Tingginya kadar air pada blondo dapat
memicu terjadinya kerusakan pada blondo, sehingga proses penyimpanan blondo
harus diperhatikan. Sebaiknya blondo disimpan pada suhu rendah untuk
menghidari terjadinya kerusakan. Kadar protein yang terkandung pada blondo
juga cukup tinggi, yaitu sebesar 5.54%. Hal ini dapat disebabkan oleh kelapa yang
digunakan dalam pembuatan blondo tergolong tua. Menurut Sutarmi dan Rozaline
(2006) dan Ketaren (1986) kelapa tua mengandung protein sekitar 3.4%, nilai
tersebut jauh lebih besar dibandingkan kelapa muda yang hanya mengandung
sekitar 1% protein.
Tabel 1 Hasil analisis sifat kimia blondo
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Parameter
Energi total
Kadar air
Kadar abu
Lemak
Protein
Karbohidrat
Serat pangan
Asam lemak bebas
Kalsium
Fosfor
Zat besi
Seng
Selenium
Vitamin A

Satuan
kkal / 100 g
%
%
%
%
%
%
%
mg / 100 g
mg / 100 g
Ppm
Ppm
mcg / 100 g
mcg / 100 g

Hasil
487.42
28.05
2.92
42.26
11.50
15.27
9.04
1.82
100.27
137.85
69.54
43.4 6
5.05
16.01

Kandungan lemak yang diperoleh dari hasil analisis tergolong tinggi yaitu
sebesar 42.26%. Sementara menurut Rindengan dan Novarianto (2004) kadar
lemak blondo adalah sebesar 10% hingga 15%. Tingginya kandungan lemak
blondo hasil analisis ini diduga disebabkan oleh belum sempurnanya proses
penirisan blondo. Seharusnya dilakukan pengepresan terhadap blondo agar
seluruh minyak yang melekat dapat terpisah. Pengepresan blondo seharusnya
dilakukan dengan menggunakan mesin pengepresan. Proses pembuatan blondo
dalam penelitian ini dilakukan dengan cara manual dan peralatan sederhana
sehingga blondo tidak dapat terpisah sempurna dengan minyak kelapa.
Pembuatan Tepung Ikan Gabus
Tepung ikan untuk pangan masih jarang pemanfaatannya dibandingkan
tepung ikan untuk pakan, sehingga perlu dilakukan upaya untuk memanfaatkan
tepung ikan dalam penganekaragaman produk pangan misalnya dalam pembuatan
biskuit (Mervina, 2012). Pembuatan tepung ikan gabus diawali dengan
membersihkan ikan gabus, selanjutnya ikan gabus yang telah dibersihkan dikukus
dengan suhu 100°C sampai ikan matang. Setelah matang, tulang, sisik dan kepala
ikan gabus disisihkan dari dagingnya. Proses selanjutnya daging ikan dikeringkan
dengan menggunakan oven dengan suhu 40°C selama 24 jam. Daging ikan yang

sudah kering dihaluskan dengan menggunakan blender, lalu diayak sehingga
mendapatkan tekstur halus dari tepung ikan gabus.
Proses pembuatan tepung ikan gabus pada penelitian ini dilakukan sebanyak
tiga kali. Berat ikan gabus segar pada pembuatan tepung ikan yang pertama adalah
sebesar 1324 gram dan menghasilkan tepung ikan gabus halus seberat 176 gram.
Berat ikan gabus segar pada pembuatan ikan gabus kedua adalah sebesar 1545
gram dan menghasilkan tepung ikan gabus halus sebesar 176 gram. Pada
pembuatan ikan gabus yang ketiga, berat ikan gabus sebesar 1084 gram dan
menghasilkan tepung ikan gabus halus seberat 145 gram.
Formulasi Biskuit Blondo
Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu
protein rendah, gula bubuk, kuning telur, margarin, baking powder, vanilli.
Formulasi biskuit blondo ditentukan berdasarkan substitusinya terhadap margarin.
Terdapat lima formulasi biskuit yang terdiri dari F0 dengan 0% blondo dan 100%
margarin, F1 dengan 30% blondo dan 70% margarin, F2 dengan 40% blondo dan
60% margarin, F3 dengan 50% blondo dan 50% margarin, serta F4 dengan 60%
blondo dan 40% margarin.
Tabel 2 Formulasi biskuit blondo
Komposisi bahan
Tepung terigu
Kuning telur
Gula
Margarin
Blondo
Jumlah
Bahan tambahan
Vanili
Baking powder

F0
62
14
12
12
0
100
0.5
0.5

Berat bahan (100 g)
F1
F2
F3
62
62
62
14
14
14
12
12
12
8.4
7.2
6
3.6
4.8
6
100
100
100
0.5
0.5

0.5
0.5

0.5
0.5

F4
62
14
12
4.8
7.2
100
0.5
0.5

Bahan baku utama dalam pembuatan biskuit ini adalah terigu, telur, gula,
minyak, dan lemak (margarin dan blondo), sedangkan bahan pembantu yang
digunakan adalah baking powder dan vanili. Menurut Matz (1978), lemak pada
pembuatan biskuit berfungsi sebagai bahan pengemulsi sehingga menghasilkan
tekstur produk yang renyah. Selain margarin, lemak yang ditambahkan dalam
formula biskuit adalah blondo. Berdasarkan hasil analisis kimia, blondo memiliki
kandungan lemak sebesar 42.26%, dengan demikian blondo memiliki kandungan
lemak yang cukup tinggi dan mendekati kandungan lemak dari margarin yaitu
sebesar 81% sehingga penambahan blondo dapat menghasilkan tesktur biskuit
yang baik.
Tahapan pertama dalam pembuatan biskuit adalah proses mixing atau
pencampuran dan pengadukan bahan. Proses mixing dibagi menjadi dua tahap,
yaitu tahap pembentukan krim dan pencampuran bahan kering. Pada tahap
pembentukan krim, margarin diaduk dengan kecepatan sedang, kemudian
masukan gula bubuk, setelah tercampur rata masukan kuning telur lalu dikocok
dengan kecepatan tinggi. Setelah warna krim berubah menjadi kuning pucat,

tambahkan baking powder dan vanilly. Terakhir tambahkan blondo, aduk dengan
kecepatan sedang.
Selanjutnya tepung terigu dimasukkan ke dalam adonan krim lalu diaduk
sampai kalis. Untuk menghasilkan biskuit yang berkualitas, lama pengadukan
tepung terigu dilakukan tidak terlalu banyak atau kurang. Pengadukan yang terlalu
lama menurut Manley (1998) dapat memungkinkan pembentukan matriks gluten,
sebaliknya menurut Sunaryo (1985) jika waktu pengadukan kurang maka adonan
akan kurang menyerap air sehingga adonan kurang elastis.
Proses berikutnya adalah proses pemipihan dan pencetakan. Adonan
digiling menggunakan rolling pin menjadi lembaran. Pemipihan adonan dilakukan
berulang-ulang, menurut Sunaryo (1985) pelempengan atau pemipihan adonan
harus dilakukan berulang-ulang agar lembaran yang dihasilkan halus dan kompak.
Setelah berbentuk lembaran adonan dicetak dengan ketebalan dan berat yang
seragam yaitu 0.4cm dan berat 5g. Tujuan adonan dicetak seragam, agar saat
biskuit dipanggang didalam oven dapat matang secara merata dan tidak hangus
(Sultan 1992).
Tahap selanjutnya adalah pemanggangan biskuit. Pemanggangan dilakukan
menggunakan oven. Pada penelitian ini pemanggangan dilakukan selama 20 menit
dengan suhu 150°C. Menurut Matz (1992), suhu dan waktu pemanggangan di
dalam oven tergantung pada jenis oven dan jenis produk. Menurut Sunaryo (1985)
semakin tinggi gula dan lemak dalam suatu adonan, biskuit dapat dipanggang
pada suhu yang lebih tinggi. Biskuit menggunakan margarin dan gula yang
banyak sehingga suhu pemanggangan yang digunakan adalah 150°C. Pada proses
pemanggangan kadar air adonan berkurang dari 20% menjadi kurang dari 5%,
sehingga terjadi penyusutan berat pada biskuit yang telah dipanggang.
Sifat Organoleptik Biskuit Blondo
Penilaian citarasa pada makanan dengan menggunakan indera manusia
dikenal dengan istilah penilaian organoleptik. Pengujian organoleptik dapt
dilakukan dalam berbagai cara, antara lain adalah uji hedonik (kesukaan) dan uji
mutu hedonik. Pengujian sifat organoleptik digunakan untuk memilih formula
terbaik, melihat daya terima serta kesukaan panelis. Uji hedonik meliputi empat
atribut yaitu warna, aroma, tekstur dan rasa. Uji keragaman Kruskal Wallis
menunjukan bahwa tidak terdapat terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) pada
atribut warna, bau, rasa dan tekstur.
Tabel 3 Hasil uji hedonik biskuit blondo
Formula
F0
F1
F2
F3
F4

Warna
5.54bc
4.84a
5.42abc
5.84c
5.06ab

Aroma
5.54bc
5.00ab
5.27abc
5.72c
4.87a

Tekstur
5.27b
4.75b
5.00b
4.69b
3.81a

Rasa
5.45b
4.63a
4.69a
4.66a
4.21a

Keseluruhan
5.38c
4.75b
4.97bc
4.90bc
4.16a

Tabel 4 hasil uji mutu hedonik biskuit blondo
Formula
F0
F1
F2
F3
F4

Warna
3.93ab
3.39a
3.30a
4.45b
3.18a

Aroma
5.54bc
5.00ab
5.27abc
5.72c
4.87a

Tekstur
4.51c
3.48b
4.30c
4.12b
2.75a

Rasa
3.42a
3.69a
3.03a
3.21a
3.36a

After taste
4.51a
4.36a
4.45a
4.15a
4.15a

Warna
Warna merupakan salah satu atribut penampilan produk yang sering
menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk secara keseluruhan
(Meilgaard et al. 1999). Warna biskuit dipengaruhi oleh bahan-bahan dalam
pembuatan biskuit. Pada umumnya warna biskuit berkisar antara warna cokelat
muda sampai coklat. Pada produk biskuit, warna kecokelatan yang timbul setelah
pemanggangan merupakan akibat dari terjadinya reaksi pencokelatan, yaitu reaksi
Maillard. Hasil uji hedonik menunjukan bahwa formula yang memiliki
penerimaan terendah pada atribut warna dengan menggunakan uji Kruskal Wallis
adalah F1 yang merupakan formula biskuit dengan penambahan blondo sebesar
10%, sedangkan formula biskuit yang memilki penerimaan paling tinggi adalah
formula F3 yang merupakan formula biskuit dengan penambahan blondo sebesar
50%. Menurut uji lanjut Duncan (p>0.05), warna biskuit formula F1 berbeda
nyata dengan biskuit formula F0 (standar) serta berbeda nyata dengan biskuit
formula F3.
Warna biskuit dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan didalam
adonan. Blondo yang ditambahkan sebagai pengganti margarin dalam adonan
biskuit menimbulkan bercak berwarna cokelat kehitaman, semakin banyak blondo
yang ditambahkan semakin banyak bercak cokelat kehitaman pada biskuit yang
dihasilkan. Berdasarkan penilaian panelis dengan menggunakan uji mutu hedonik
dengan menggunakan skala penilaian 1 sampai 7 yang terdiri dari 1=cokelat
gelap, 2=cokelat, 3=cokelat muda, 4=krem, 5=krem kekuningan, 6=kuning muda,
7=kuning keemasan. Formula biskuit yang memiliki penilaian paling tinggi secara
mutu hedonik pada atribut warna adalah formula F3 yang merupakan biskuit
dengan penambahan blondo sebesar 50%. Warna formula F3 tidak berbeda nyata
dengan formula F0 yang merupakan biskuit standar. Hal ini menunjukan bahwa
dengan subsitusi blondo sebesar 50% tidak berpengaruh nyata pada warna yang
dihasilkan oleh biskuit.
Aroma
Berdasarkan uji keragaman Kruskal Wallis aroma dari biskuit blondo secara
signifikan tidak menunjukan perbedaan nyata dengan selang kepercayaan 95%.
Aroma biskuit yang memiliki penerimaan terendah pada uji hedonik adalah
formula F4 yang merupakan formula biskuit dengan penambahan blondo sebesar
60%, sedangkan formula dengan penerimaan tertinggi adalah formula F3 yang
merupakan formula biskuit dengan penambahan blondo sebesar 50%.
Berdasarkan uji lanjut Duncan, atribut aroma formula F4 berbeda nyata dengan F0
serta berbeda nyata dengan formula F3 pada selang kepercayaan 95%.

Berdasarkan penilaian panelis pada uji mutu hedonik dengan skala penilaian
1 sampai 7 pada kisaran aroma sangat tengik sampai sangat harum. Formula
biskuit yang memiliki penilaian tertinggi adalah formula F3 sedangkan formula
biskuit dengan penilaian terendah adalah formula F4. Substitusi blondo 50%
terhadap margarin secara signifikan meningkatkan penerimaan panelis terhadap
aroma biskuit.
Tekstur
Formula biskuit yang memiliki penerimaan yang paling rendah pada atribut
tekstur pada uji hedonik adalah formula F4 dan formula biskuit dengan
penerimaan paling tinggi pada atribut tekstur adalah formula F2 sedangkan
formulasi yang memiliki penerimaan paling rendah adalah formula F4 dengan
selang kepercayaan 95%. Berdasarkan uji lanjut Duncan atribut tekstur formula
F4 berbeda nyata dengan formula lainnya.
Salah satu parameter tekstur yang biasa dipakai pada produk biskuit adalah
kerenyahan. Pada umumnya panelis menginginkan agar biskuit memiliki tekstur
yang lembut dan renyah. Penilaian tekstur biskuit pada uji mutu hedonik berkisar
antara sangat keras sampai dengan sangat renyah dengan skala 1 sampai 7.
Tekstur biskuit dengan penilaian tertinggi adalah formula F3 dan berdasarkan uji
lanjut Duncan (p=0.05) tidak berbeda nyata dengan biskuit standar atau formula
F0. Sementara tekstur biskuit dengan penerimaan terendah adalah formula F4 dan
berdasarkan uji lanjut Duncan (p=0.05) tekstur biskuit formula F4 berbeda nyata
dengan formula biskuit yang lainnya. Kandungan lemak sebesar 42.62% pada
blondo sudah mencapai lebih dari setengah kandungan lemak pada margarin.
Menurut Matz 1978 lemak berfungsi sebagai bahan pengemulsi sehingga
menghasilkan tekstur biskuit yang renyah. Kandungan lemak blondo yang cukup
tinggi menghasilkan tekstur biskuit yang renyah.
Rasa
Biskuit yang ditambahkan blondo menghasilkan rasa manis dan gurih yang
dominan. Rasa gurih yang dihasilkan diperoleh dengan penambahan blondo dan
margarin. Berdasarkan hasil uji hedonik formula F2 mempunyai penerimaan
atribut rasa tertinggi, sedangkan formula F4 memiliki penerimaan atribut rasa
terendah pada selang kepercayaan 95%. Berdasarkan uji Duncan biskuit dengan
formula F4 pada atribut rasa tidak berbeda nyata dengan formula lainnya dengan
selang kepercayaan 95%. Menurut Fizsman P. et al. (2013) ketika lemak
(margarin) dalam biskuit diganti dengan lemak lain maka konsumer akan dapat
membedakan rasa dan teksturnya.
Keseluruhan
Berdasarkan uji lanjut Duncan (p=0.05) formula biskuit F2 yang merupakan
formula biskuit dengan penambahan blondo sebesar 40% memiliki penerimaan
yang paling tinggi. Formula F2 secara keseluruhan tidak berbeda nyata dengan
biskuit standar atau F0, F3 dan F2. Berdasarkan uji ranking formula F3 secara
keseluruhan atribut yang meliputi warna, bau, rasa dan tekstur memiliki
penerimaan paling tinggi. Berdasarkan uji lanjut Duncan formula F2 terpilih
sebagai formula terbaik dan pada uji ranking formula F3 terpilih sebagai formula

terbaik. Formula F3 terpilih sebagai formula biskuit yang akan digunakan pada
pembuatan biskuit tahap selanjutnya, yaitu biskuit dengan penambahan tepung
ikan gabus.

Gambar 3 Biskuit dengan Substitusi Blondo 50%

Formulasi Biskuit Blondo dan Ikan Gabus
Setelah melakukan uji organoleptik pada formulasi biskuit blondo, terpilih
formula F3. Formula F3 akan dikombinasikan dengan formulasi ikan gabus,
terdapat lima formulasi biskuit blondo dan ikan gabus. Lima formulasi biskuit
blondo dan ikan gabus terdiri dari formula F1 dengan penambahan 5% tepung
ikan gabus, formula F2 dengan penambahan 10% tepung ikan gabus, formula F3
dengan penambahan 15% tepung ikan gabus, formula F4 dengan penambahan
20% tepung ikan gabus serta formula F5 dengan penambahan 25% ikan gabus.
Tabel 5 Formulasi biskuit blondo dan ikan gabus
Komposisi bahan
Tepung terigu
Kuning telur
Gula
Margarin
Blondo
Tepung ikan gabus
Jumlah
Bahan tambahan
Vanili
Baking powder

F1
59
14
12
6
6
3
100
0.5
0.5

Berat bahan
F2
F3
56
53
14
14
12
12
6
6
6
6
6
9
100
100
0.5
0.5

0.5
0.5

F4
50
14
12
6
6
12
100

F5
46
14
12
6
6
16
100

0.5
0.5

0.5
0.5

Proses pembuatan biskuit blondo dan ikan gabus hampir sama dengan
proses pembuatan biskuit blondo. Tepung ikan gabus dimasukan bersama dengan
tepung terigu setelah adonan margarin, gula, telur, baking powder, vanili, tbm dan
blondo telah dikocok sampai rata. Penambahan tepung ikan gabus membuat
adonan menjadi lebih liat dan susah untuk dicetak. Proses pencetakan adonan
dilakukan dengan cara yang sama pada pembuatan biskuit blondo, yaitu adonan
digiling menggunakan rolling pin menjadi lembaran dan memiliki ketebalan yang
seragam yaitu 0.4 cm dan berat 5 g. Tahap selanjutnya adalah pemanggangan
dengan menggunakan suhu pemanggangan yang sama seperti pembuatan biskuit
blondo yaitu suhu 150°C selama 20 menit.

Sifat Organoleptik Biskuit Blondo dan Ikan Gabus
Uji organoleptik biskuit blondo dan tepung ikan gabus dilakukan pada 30
panelis semi terlatih. Uji organoleptik meliputi empat atribut yaitu warna, aroma,
terstur dan rasa. Uji keragaman Kruskal Wallis menunjukan bahwa tidak terdapat
terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) pada atribut warna, bau, rasa dan tekstur.
Tabel 6 hasil uji hedonik biskuit blondo dan tepung ikan gabus
Formula
F0
F1
F2
F3
F4
F5

Warna
5.86bc
5.70bc
5.66bc
5.10b
4.16a
4.20a

Aroma
5.83b
5.76b
5.53b
4.20a
3.96a
3.66a

Tekstur
5.90c
4.93ab
5.33bc
4.30a
4.63ab
4.86ab

Rasa
5.50b
4.90b
5.40b
3.86a
3.96a
3.60a

Keseluruhan
6.35c
5.66b
5.96bc
4.66a
4.71a
4.66a

Tabel 7 hasil uji mutu hedonik biskuit blondo dan tepung ikan gabus
Formula
F0
F1
F2
F3
F4
F5

Warna
5.40d
4.30c
4.60bc
3.80b
2.90a
2.53a

Aroma ikan
5.83c
5.86c
5.50c
3.39b
3.30ab
3.06a

Tekstur
4.51c
3.48b
4.30c
4.12b
2.75a
2.75a

Rasa
4.43b
3.83b
4.30b
3.16a
2.83a
2.56a

After taste
4.20b
4.63b
4.23b
3.33a
3.23a
3.20a

Warna
Proses pemanggangan menghasilkan warna kecoklatan pada produk biskuit
yang merupakan akibat dari terjadinya reaksi maillard. Reaksi maillard adalah
reaksi antara protein dan gula pereduksi. Sumber protein pada biskuit ini adalah
tepung ikan gabus, sedangkan gula berasal dari gula halus. Formula biskuit
blondo dan tepung ikan gabus yang memiliki penerimaan paling rendah
berdasarkan uji hedonik pada atribut warna adalah F4 dan formulasi yang memilki
penerimaan paling tinggi adalah F1. Menurut uji lanjut Duncan, atribut warna
formula F1 tidak berbeda nyata dengan formula F0 yang merupakan formula
standar dan formula F2 pada selang kepercayaan 95%.
Berdasarkan uji mutu hedonik, biskuit dengan penilaian mutu warna
tertinggi adalah biskuit formula F2 yang merupakan biskuit dengan substitusi
tepung ikan gabus sebanyak 10% sedangkan biskuit dengan penilaian terendah
adalah biskuit formula F5 yang merupakan biskuit dengan penambahan tepung
ikan gabus sebesar 25%. Hal ini menunjukan bahwa semakin banyak subtitusi
tepung ikan gabus terhadap tepung terigu maka akan pengaruhi penerimaan
panelis terhadap warna yang dihasilkan biskuit.
Aroma
Substitusi tepung ikan gabus cenderung menghasilkan aroma amis pada
biskuit. Formula blondo dan tepung ikan gabus yang memiliki penerimaan
terendah berdasarkan uji hedonik pada atribut aroma adalah formula F5 dan
formula dengan penerimaan tertinggi adalah formula F1. Berdasarkan penilaian
uji mutu hedonik dengan skala penilaian 1 sampai 7 dalam kisaran aroma ikan

(amis) sangat kuat sampai aroma ikan (amis) sangat lemah, biskuit yang memiliki
penilaian tertinggi adalah biskuit formula F1 sedangkan biskuit dengan penilaian
terendah adalah biskuit dengan formula F5. Hal ini menunjukan bahwa semakin
banyak penambahan tepung ikan gabus pada biskuit akan menurunkan
penerimaan panelis terhadap aroma biskuit.
Tekstur
Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan
seseorang terhadap produk pangan. Pada umumnya panelis menginginkan biskuit
dengan tekstur yang lembut dan renyah. Formulasi yang memiliki penerimaan
yang paling tekstur terendah berdasarkan uji hedonik adalah formula F4
sedangkan formula biskuit dengan penerimaan tertinggi adalah formula F2 dan
formulasi yang memiliki penerimaan paling rendah adalah formula F4 dengan
selang kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil uji mutu hedonik, formula biskuit F2
memiliki penilaian tertinggi pada atribut tekstur, sedangkan formula biskuit
dengan penilaian terendah adalah formula F3. Hal ini menunjukan substitusi
tepung ikan gabus sebanyak 10% meningkatkan penerimaan panelis terhadap
tesktur produk.
Rasa
Substitusi tepung ikan gabus terhadap tepung terigu menghasilkan rasa yang
berbeda pada biskuit. Penambahan tepung ikan gabus berpengaruh nyata pada
rasa dan after taste dari biskuit. Semakin banyak substitusi tepung ikan gubus
terhadap tepung terigu maka rasa yang dihasilkan oleh biskuit akan semakin pahit.
Menurut Setiawan et al. (2013) semakin banyak penambahan ikan gabus akan
mempengaruhi rasa dari produk. Berdasarkan hasil uji organoleptik formula F2
mempunyai penerimaan atribut rasa yang paling tinggi, sedangkan formula F5
memiliki penerimaan atribut rasa paling rendah dengan selang kepercayaan 95%.
Hal ini menunjukan bahwa penambahan tepung ikan gabus sebanyak 10%
meningkatkan penilaian panelis terhadap rasa biskuit.
Keseluruhan
Secara keseluruhan dari atribut warna, bau, tekstur dan rasa formulasi
biskuit blondo dan tepung ikan gabus yang memiliki penerimaan paling tinggi
adalah formula F2. Formula F2 secara signifikan tidak berbeda nyata dengan
formula F0 yang merupakan standar dan formula F1 pada selang kepercayaan
95%. Penambahan tepung ikan gabus sebanyak 10% meningkatkan penilaian
panelis terhadap warna, rasa, tesktur dan aroma dari biskuit. Formula F2 yang
merupakan formula biskuit dengan substitusi tepung ikan gabus sebesar 10% tidak
berbeda nyata dengan biskuit standar.

Gambar 4 Biskuit dengan substitusi 50% blondo dan 10% tepung ikan gabus

Analisis Kandungan Gizi
Analisis kandungan gizi yang dilakukan pada ketiga biskuit meliputi analisis
kadar air, kadar abu, protein, lemak dan karbohidrat. Ketiga biskuit tersebut
meliputi biskuit standar yang menggunakan 100% margarin dalam pembuatannya,
kemudian biskuit dengan substitusi blondo terhadap margarin sebesar 50% yaitu
formula F3, yang terakhir biskuit dengan substitusi blondo terhadap margarin
sebesar 50% dan substitusi tepung ikan gabus terhadap tepung terigu sebesar 10%
yang merupakan formula F1. Kandungan gizi ketiga biskuit dapat dilihat pada
Tabel 8.
Kadar Air
Kadar air biskuit blondo yang diperoleh adalah 3% sementara kadar air
biskuit blondo dan ikan gabus adalah sebesar 3.92%. Syarat mutu biskuit
berdasarkan SNI 01-2973-1992 menyatakan kadar air maksimum yang biskuit
adalah 5%, sehingga dapat dikatakan bahwa kadar air biskuit blondo dan biskuit
ikan gabus dan blondo memenuhi persyaratan mutu biskuit berdasarkan SNI.
Menurut Winarno (1997), kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan
penerimaan, kesegaran dan daya tahan pangan tersebut. Kadar air sangat penting
untuk menentukan keawetan suatu nahan pangan. Pada proses pemanggangan
biskuit, terjadi proses pemanasan dan proses pengurangan kadar air. Kandungan
air pada produk makanan menentukan stabilitas dan kualita