PERSENTASE PENETASAN TELUR IKAN GABUS (Channa striata) PADA PH AIR YANG BERBEDA

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(2) : 140-151 (2016)

ISSN : 2303-2960

PERSENTASE PENETASAN TELUR IKAN GABUS (Channa striata) PADA PH AIR
YANG BERBEDA

The Hatching Percentage of Snakehead (Channa striata) Egg with
Different Water pH
Ayu Altiara1, Muslim1*, Mirna Fitrani1
1

PS.Akuakultur Fakultas Pertanian UNSRI
Kampus Indralaya Jl. Raya Palembang Prabumulih KM 32 Ogan Ilir Telp. 0711 7728874
*
Korespondensi email : [email protected]

ABSTRACT
The success in egg hatching is determined by internal and external factors. One of
external factors is the acid level. The use of pH in egg hatching is to stimulate chorionase
enzyme that can make chorion become soft. The purpose of this research is to determine

the best pH value for hatching of snakehead eggs. This research had been conducted in
Laboratorium Dasar Perikanan, Departement of Aquaculture, Agriculture Faculty,
Sriwijaya University on January until February 2016. The research method used a
completely randomized design with five treatments and three replications. The treatment
were P1 (pH 5±0.2), P2 (pH 6±0.2), P3 (pH 7±0.2), P4 (pH 8±0.2) dan P5 (pH 9±0.2). The
results showed that different values of water pH in snakehead hatching gave significant
effect on hatching percentage, incubation time and survival rate of larvae but did not
indicate significant effect on percentage of abnormal larvae. The highest hatching
percentage was in treatment P5 (90.75%), the fastest incubation time was in treatment P4
(20.00 hours), the highest survival rate of larvae was in treatment P2 (85.31%) and the
highest percentage of abnormal larvae was in treatment P1 (1.67%). During the research,
water quality were in tolerance range for hatching and snakehead larvae rearing where DO
(5.27-6.01 mg/l), ammonia (0.00-0.29 mg/l), and alkalinity (26-106 mg/l).
Key words : Snakehead, Hatching, pH different

PENDAHULUAN

semakin

meningkat,


maka

lntensitas

penangkapan ikan ini di alam juga
Ikan gabus merupakan salah satu

semakin meningkat. Semakin intensifnya

jenis ikan perairan umum yang bernilai

penangkapan ikan gabus memberikan

ekonomis tinggi. Ikan ini mulai dari

dampak terhadap menurunnya populasi

ukuran kecil sampai ukuran besar dapat


ikan gabus di alam (Muslim, 2007).

dimanfaatkan. Produksi ikan gabus di

Upaya

Sumatera Selatan masih mengandalkan

mencukupi permintaan pasar akan ikan

hasil tangkapan nelayan dari alam. Untuk

gabus dapat dilakukan dengan kegiatan

memenuhi permintaan ikan gabus yang

budidaya.

yang


dapat

Kegiatan

dilakukan

budidaya

untuk

dapat
140

Altiara, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

dilakukan

apabila


ketersediaan

benih

pada beberapa jenis ikan diantaranya

dapat terpenuhi. Keberhasilan pembenihan

penelitian

ikan gabus sangat bergantung dengan

penetasan telur ikan baung tertinggi

penetasan telur yang dihasilkan selama

(Hemibagrus nemurus Blkr) pada pH

proses pemijahan.


7±0,02. Pada penelitian Gao et.al. (2011),

Penetasan telur adalah perubahan

Irawan

(2010),

persentase

persentase penetasan telur catfish (Silorus

intracapsular ke fase kehidupan, pada

asotus)

fase

penelitian Nchedo dan Chijioke (2012),


ini

terjadi

perubahan-perubahan

tertinggi

pada

pH 7.

Pada

morfologi hewan. Penetasan merupakan

persentase penetasan telur

saat terakhir masa pengeraman sebagai


dumbo (Clarias gariepinus) tertinggi pada

hasil beberapa proses sehingga embrio

pH 8. Pada penelitian Calta dan Ural

keluar

(2001), persentase penetasan telur ikan

dari cangkangnya (Tang dan

ikan lele

dalam

mas (Cyprinus carpio L) tertinggi pada

penetasan telur sangat ditentukan oleh


pH 7,0-8,0. Pada penelitian Tataje et.al.

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

(2015), persentase penetasan telur ikan

internal diantaranya kualitas telur dari

tarpon (Prochilodus lineatus) tertinggi

induk,

eksternal

pada pH 8,5 namun pada jenis ikan-ikan

diantaranya faktor lingkungan perairan

rawa seperti ikan gabus belum pernah


seperti

ammonia,

diteliti. Dari hasil-hasil penelitian di atas

pencahayaan, salinitas dan pH (Ardias,

menunjukan bahwa nilai pH terbaik pada

2008).

setiap spesies ikan berbeda, sehingga

Affandi,

2001).

Keberhasilan


sedangkan

suhu,

faktor

alkalinitas,

Peran pH dalam proses penetasan

perlu dilakukan kajian-kajian spesifik

telur ikan ialah merangsang keluarnya

berdasarkan jenis ikan mengenai dampak

enzim

chorionase yang terdiri dari

pH terhadap penetasan telur, oleh karena

pseudokeratin dan unsur kimia lainnya

itu penelitian ini sangat penting dilakukan.

yang dihasilkan oleh kelenjar endodermal
di daerah pharink

(Effendie,

1997).

Menurut Blaxler (1969) dalam Tang dan

BAHAN DAN METODA

Affandi (2001), pada pH 7,1-9,6 kerja
enzim chorionase akan lebih optimum.
Studi tentang peran pH dalam proses

Penelitian ini telah dilakukan di
Laboratorium Dasar Perikanan, Program

penetasan telur ikan juga telah diteliti
141

Altiara, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Fakultas

berwarna merah. Induk ikan jantan yang

Pertanian, Universitas Sriwijaya pada

matang gonad ditandai dengan warna

bulan Januari-Februari 2016.

tubuh yang hitam mengkilat dan lubang

Studi

Budidaya

Bahan

yang

Perairan,

digunakan

dalam

urogenitalnya berwana merah. Induk yang

penelitian ini adalah induk ikan gabus

digunakan

(Induk betina dengan bobot 480 gram dan

didapatkan dari alam dengan bobot 480

panjang 41 cm, induk jantan dengan bobot

gram dan panjang 41 cm untuk induk

300 gram dan panjang 33 cm), ®Ovaprim,

betina dan bobot 300 gram dan panjang 33

larutan H2SO4 0,1 N, larutan NaOH 0,1 N,

cm untuk induk jantan.

timbangan,

pH-meter,

untuk

proses

pemijahan

DO-meter,

termometer, akuarium ukuran 30x30x30

Penyuntikan Hormon Gonadotropin

cm3, box stearofoam 70x40x25 cm3, spuit

Hormon yang digunakan dalam

suntik, blower , electronic heater dan

penyuntikan yaitu hormon gonadotropin

cawan petri.

yang terkandung dalam ®ovaprim dengan
dosis 0,5 ml/kg. Penyuntikan dilakukan
secara intramuscular pada otot punggung

Rancangan Penelitian
dirancang

induk. Induk betina dan induk jantan

menggunakan Rancangan Acak Lengkap

dilakukan 1 kali penyuntikan. Setelah

(RAL) terdiri dari lima perlakuan dengan

dilakukan penyuntikan antara induk jantan

tiga ulangan. Adapun perlakuan dalam

dan induk betina maka induk ikan tersebut

penelitian ini adalah P1 (pH 5±0,2), P2

dimasukkan dalam box sterofoam untuk

(pH 6±0,2), P3 (pH 7±0,2), P4 (pH 8±0,2)

melakukan proses pemijahan.

Penelitian

ini

dan P5 (pH 9±0,2).
Pemijahan
Pemijahan

Cara Kerja
Persiapan Induk

sterofoam

Seleksi dilakukan untuk memilih

dilakukan

berukuran

di

box

70x40x25

cm3

sebanyak 1 buah. Rasio jantan dan betina

untuk

adalah 1:1 (1 jantan dan 1 betina). Dalam

dipijahkan atau telah matang gonad. Ikan

box sterofoam diberi enceng gondok dan

betina

penutup

induk

yang

yang

benar-benar

matang

siap

gonad

ditandai

dibagian

dengan perut yang membesar dan lunak

terjadinya

serta di sekitar lubang urogenitalnya

dilakukan secara alami.

atasnya.

perkawinan

dan

Proses
ovulasi

142

Altiara, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Pembuatan Media Air

telur tiap akuarium adalah 100 butir telur.

Pembuatan media dengan nilai pH

Telur yang digunakan adalah telur-telur

5±0,2 dan 6±0,2 dengan menambahkan

yang terbuahi, yang ditandai dengan ciri-

larutan H2SO4 0,1 N, sedangkan untuk

ciri berwarna putih kekuningan.

membuat media air dengan nilai pH
7±0,2, 8±0,2, dan 9±0,2 digunakan larutan

Pemeliharaan Larva

NaOH 0,1 N. Pembuatan media air

Larva ikan gabus hasil penetasan

dilakukan setelah proses penyuntikan

dipelihara selama 20 hari dalam akuarium

induk ikan gabus. Dalam pembuatan pH

pada pH sesuai perlakuan. Larva yang

perlakuan air didalam akuarium, terlebih

mati dibuang dengan menggunakan pipet

dahulu pH air diukur dengan pH meter.

tetes agar kualitas air tetap baik.

Setelah pH air media diketahui maka
untuk membuat kisaran pH perlakuan

Parameter

adalah dengan memberikan larutan H2SO4

Persentase Penetasan

atau NaOH yang telah diperoleh dengan

Persentase penetasan telur adalah

jumlah tertentu. Cara menjaga nilai pH

persentase jumlah telur yang menetas

agar tetap berada pada kisaran perlakuan

menjadi larva dari telur yang dibuahi

pada masing-masing akuarium adalah

dengan menggunakan rumus Slamet et al.,

dilakukannya pengecekan setiap 30 menit

(1989) dalam Putri et.al. (2013) :

sekali.

Persentase penetasan =

Penetasan Telur
Telur ikan yang telah dibuahi
dimasukkan ke dalam 15 akuarium yang
sudah diatur pH airnya sesuai dengan
perlakuan masing-masing yang diisi air
sebanyak 10 liter dan dilengkapi dengan
sistem aerasi. Pengamatan terhadap telur
ikan gabus terus dilakukan hingga telur
menetas. Telur ikan gabus yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak 1500 telur

Lama Waktu Penetasan Telur
Lama waktu penetasan telur (T)
diketahui dengan cara menghitung waktu
terjadi pembuahan (T0) hingga telur
menetas maksimal 90% dari 100 butir
telur yang ditebar (Tn) berdasarkan Putri
et al., (2013) yaitu :

T = Tn – T0

yang ditebar dalam 15 akuarium, jumlah
143

Altiara, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Analisis Data

Persentase Larva Abnormal
merupakan

Data yang diperoleh dari hasil

persentase jumlah telur yang menetas

penelitian disajikan dalam bentuk tabel

menjadi larva cacat (abnormal). Menurut

dan

Nirmala

persentase

Microsoft Excel 2007. Data persentase

abnormalitas larva dihitung berdasarkan

penetasan telur, waktu penetasan dan

rumus berikut:

kelangsungan hidup prolarva dianalisa

% abnormalitas larva =

dengan analisa sidik ragam (uji F).

Abnormalitas

et

larva

al.,

(2006)

diolah

menggunakan

program

Apabila hasil uji F menunjukkan pengaruh
berbeda nyata dilakukan dengan uji lanjut
BNJ dengan selang kepercayaan 95%.
Sedangkan data kualitas air dianalisa
secara deskriptif.

Kelangsungan Hidup Larva
Kelangsungan hidup larva ikan
gabus

selama

pemeliharaan

dihitung

dengan menggunakan rumus Effendie

HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Penetasan

(1997) adalah sebagai berikut :

Persentase penetasan telur ikan

SR =

gabus selama penelitian disajikan pada
Tabel 1.
Berdasarkan analisis ragam pH air
yang berbeda berpengaruh nyata terhadap
persentase penetasan telur ikan gabus. Uji

Kualitas Air
Kualitas air yang diukur selama
penetasan telur

yaitu

suhu,

oksigen

terlarut, alkalinitas, dan ammonia. Suhu
diukur 30 menit sekali, oksigen terlarut
diukur

sebanyak

tiga

kali

selama

pemeliharaan yaitu pada awal, tengah, dan
akhir

pemeliharaan,

alkalinitas

dan

BNJ

menunjukkan

bahwa

persentase

penetasan paling tinggi terdapat pada
perlakuan P5 namun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan P4 dan P3. Sementara
itu, perlakuan P1 menghasilkan persentase
penetasan telur ikan gabus terendah dan
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

ammonia diukur sebanyak dua kali yaitu
pada awal dan akhir pemeliharaan.
144

Altiara, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Tabel 1. Persentase penetasan telur ikan gabus selama penelitian
Perlakuan

Ulangan
2
56
70
87
87
93

1
53
65
85
85
90

P1 (pH 5±0,2)
P2 (pH 6±0,2)
P3 (pH 7±0,2)
P4 (pH 8±0,2)
P5 (pH 9±0,2)

3
49
69
79
83
89

Rerata (%)
BNJ 0.05 = 8.06
52,67a
68,00b
83,67c
85,00c
90,67c

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf superscrib yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Tingginya persentase penetasan

kematian pada embrio. Pada pH media

ikan gabus pada perlakuan P3, P4 dan P5

penetasan yang asam dapat menyebabkan

dibandingkan dengan perlakuan P2 dan P1

metabolisme yang terjadi dalam telur

diduga

tidak optimal sehingga kerja mekanik

kondisi

pH

air

7-9

dapat

merangsang kinerja enzim chorionase.

tidak

berjalan

dengan

baik

yang

Blaxter (1969) dalam Tang dan Affandi

mengakibatkan embrio kesulitan dalam

(2001), menyatakan bahwa pada pH 7,1-

membebaskan diri dari cangkang bahkan

9,6 enzim chorionase akan bekerja secara

akan dapat mengalami kematian pada

optimum. Enzim chorionase adalah enzim

embrio (Irawan, 2010).

protease yang diproduksi oleh sel-sel
kelenjar

penetasan

berpengaruh

telur

dalam

ikan

proses

dan

penetasan

Persentase telur menetas terendah
yaitu pada perlakuan P1. Hal ini diduga
pH

air

yang

Lama waktu penetasan telur ikan
gabus selama penelitian disajikan pada

(Luberda et.al., 1990).

karena

Lama Waktu Penetasan Telur

asam

akan

menyebabkan terganggunya metabolisme

Tabel 2.
Berdasarkan analisis ragam pH air
yang berbeda berpengaruh nyata terhadap
lama waktu penetasan telur ikan gabus.

dalam telur dan dapat menyebabkan
Tabel 2. Lama waktu penetasan telur ikan gabus selama penelitian
Ulangan
Rerata (jam)
Perlakuan
BNJ 0.05 = 1,07
1
2
3
P1 (pH 5±0,2)
29,25
27,93
27,82
28,33d
P2 (pH 6±0,2)
27,57
27,62
27,72
27,64d
P3 (pH 7±0,2)
23,80
23,57
23,72
23,70c
P4 (pH 8±0,2)
20,25
20,50
19,93
20,23a
P5 (pH 9±0,2)
22,47
22,05
22,00
22,17b
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf superscrib yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

145

Altiara, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

bahwa

semakin cepat sehingga proses pemecahan

waktu penetasan paling cepat terdapat pada

cangkang telur semakin cepat dan waktu

perlakuan P4 dan berbeda nyata dengan

yang dibutuhkan untuk penetasan akan

perlakuan lainnya. Sementara itu, waktu

semakin singkat.

Uji

BNJ

menunjukkan

penetasan telur paling lama terdapat pada

Waktu penetasan paling lama yaitu

perlakuan P1, namun tidak berbeda nyata

pada perlakuan P1. Hal ini diduga karena

dengan perlakuan P2.

pada media penetasan yang asam, kerja

Lama waktu penetasan tercepat

enzim chorionase tidak bekerja dengan

pada perlakuan P4 yang diikuti dengan

baik sehingga membuat chorion menjadi

perlakuan P5 dan P3, hal ini diduga karena

lebih lama. Sukendi (2003) dalam Irawan

pada pH 7-9 merupakan pH yang baik

(2010), menyatakan bahwa pH dalam

untuk

chorionase.

media penetasan tidak optimal maka kerja

Menurut Tang dan Affandi (2001), pada

enzim chorionase akan terganggu yang

pH 7,1-9,6 kerja enzim chorionase yang

mengakibatkan

dikeluarkan oleh kelenjar endodermal di

bergerak sehingga waktu yang dibutuhkan

daerah phrynk embrio akan optimum

telur untuk menetas akan semakin lama.

mereduksi

mereduksi

chorion

enzim

yang

terdiri

embrio

tidak

aktif

dari

pseudokeratine hingga menjadi lembek.

Persentase Larva Abnormal

Pada saat akan terjadi penetasan gerakan

Persentase larva abnormal dengan

embrio akan semakin aktif bergerak.

pH air berbeda selama penelitian disajikan

Bersamaan dengan gerakan tersebut akan

pada Tabel 3.

diikuti oleh gerakan tubuh melingkar yang

Tabel 3. Persentase larva abnormal selama penelitian
Perlakuan
P1 (pH 5±0,2)
P2 (pH 6±0,2)
P3 (pH 7±0,2)
P4 (pH 8±0,2)
P5 (pH 9±0,2)

1
1,89
1,54
0
0
0

Ulangan
2
1,79
0
1,15
0
0

3
0
1,45
0
1,20
1,12

Rerata (%)
1,23
1,00
0,38
0,40
0,37

146

Altiara, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

dalam

abnormalitas larva ikan gabus yang didapat

Yusiana (2016), keabnormalitasan (cacat)

pada masing-masing perlakuan terlihat dari

larva ikan dapat diamati dari bentuk

bentuk tubuh yang bengkok, bentuk sirip

kepala, tubuh dan atau ekor yang bengkok,

ekor dan sirip dada yang tidak sempurna.

Menurut

Mukti

(2005)

tubuh menyusut atau lebih pendek dari

Gambar larva ikan gabus normal

ukuran normal maupun perbesaran kelopak

dan larva ikan gabus abnormal disajikan

mata

pada Gambar 1 dan Gambar 2.

dan

kepala

ikan.

Sedangkan

Gambar 1. Larva normal

(A)

(B)

(C)

Gambar 2. Larva abnormal : sirip dada tidak ada satu (A), sirip ekor tidak sempurna
(B) dan bentuk tulang punggung bengkok (C)

Kelangsungan Hidup Larva
Kelangsungan hidup larva dengan pH air berbeda selama penelitian disajikan
pada Tabel 4 :
Tabel 4. Kelangsungan hidup larva ikan gabus selama penelitian
Perlakuan
P1 (pH 5±0.2)
P2 (pH 6±0.2)
P3 (pH 7±0.2)
P4 (pH 8±0.2)
P5 (pH 9±0.2)

1
75,47
86,15
85,88
61,18
47,78

Ulangan
2
71,43
85,71
81,61
55,17
43,01

3
75,51
84,06
86,08
60,24
41,57

Rerata (%)
BNJ 0.05 = 7.04
74,14c
85,31d
84,52d
58,86b
44,12a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf superscrib yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

147

Altiara, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Berdasarkan analisis ragam pH
media

berpengaruh

nyata

terhadap

hari menunjukkan nilai tertinggi terdapat
pada pH 6-6,5.
Kelangsungan

kelangsungan hidup larva ikan gabus. Uji

hidup

larva

BNJ menunjukkan bahwa kelangsungan

terendah pada perlakuan P5 (pH 9±0,2).

hidup larva paling tinggi terdapat pada

Hal ini diduga nilai pH yang sudah tidak

perlakuan P2 (pH 6±0,2) namun tidak

dapat ditolelir oleh larva ikan gabus

berbeda nyata pada perlakuan P3 (pH

sehingga

7±0,2).

mampu

Sementara

itu,

kelangsungan

banyak

larva

beradaptasi.

yang

belum

Surbakti

(2015)

hidup larva ikan gabus paling rendah pada

menyatakan kandungan pH yang tidak

perlakuan P5 (pH 9±0,2) dan berbeda

optimum akan menyebabkan ikan stres

nyata dengan perlakuan lainnya.

dan

Kelangsungan hidup larva ikan

mengalami

gangguan

fisiologis

bahkan dapat menyebabkan kematian.

gabus paling tinggi pada perlakuan P2 (pH
6±0,2) dan P3 (pH 7±0,2), hal ini diduga

Kualitas Air

pada perlakuan P2 (pH 6±0,2) dan P3 (pH

Data hasil kualitas air beberapa

7±0,2) merupakan pH yang sesuai untuk

parameter dalam penetasan telur ikan

media hidup larva ikan gabus. Menurut

gabus selama penelitian disajikan pada

Surbakti (2015), kelangsungan hidup larva

Tabel 5.

ikan gabus setelah dipelihara selama 24
Tabel 5. Data kualitas air selama penelitian
Perlakuan
P1 (pH 5±0,2)
P2 (pH 6±0,2)
P3 (pH 7±0,2)
P4 (pH 8±0,2)
P5 (pH 9±0,2)
Referensi

DO (mg/l)
5,55-5,84
5,33-5,87
5,27-5,68
5,58-6,01
5,77-5,93
>51)

Parameter (satuan)
Amonia (mg/l)
Alkalinitas (mg/l) CaCO3
0,02-0,24
26-34
0,00-0,19
40-48
0,00-0,28
50-60
0,00-0,29
68-74
0,00-0,19
80-106

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24