Hukum Internasional 001

Nama : Hubertus Riko Gardareisha
NPM : 150512141
Kelas : D

Tugas Hukum Internasional
Kasus Tembakau Bremen
Pemerintah menjadi bersengketa dengan Negara Belanda karena berupaya mengambil
alih perusahaan-perusahaan Belanda pada tahun 1958, dan berkaitan dengan perjuangan
mengembalikan Irian Barat (Papua), dari pendudukan Belanda. Dikarenakan upaya nasionalisasi
ini, timbulah gugatan perusahaan tembakau Belanda di Bremen (Jerman), ketika tembakau dari
perkebunan di Deli akan dilelang pada pasar tembakau di Bremen. Kasus ini terkenal dengan
kasus tembakau Bremen.
Semua bermula dari bekas perusahaan Belanda yang dinasionalisasi oleh Pemerintah
Indonesia, pemilik perusahaan yang dinasionalisasi itu mengklaim bahwa tembakau tersebut
adalah sebagai miliknya. Dengan dasar itulah pihak Belanda menggugat pihak Pemerintah
Indonesia, Sedangkan Indonesia sendiri menyatakan bahwa tindakan pengambilalihan dan
nasionalisasi itu merupakan tindakan suatu Negara yang berdaulat dalam rangka perubahan
struktur ekonomi bangsa Indonesia dari struktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional.
Pihak Indonesia dengan Maskapai Tembakau Jerman-Indonesia digugat oleh pihak
Belanda di pengadilan negeri Bremen. Namun dalam putusan pengadilan negeri Bremen secara
tidak langsung membenarkan nasionalisasi perusahaan dan perkebunan milik Belanda oleh

pemerintah Indonesia.
Karena menganggap putusan pengadilan kurang memuaskan, maka pihak Belanda
(Verenigde Deli Maatschapijen) mengajukan banding dan mendalilkan bahwa tindakan Indonesia
dalam menasionalisasi bekas perusahaan Belanda tidak sah karena ganti rugi yang di tawarkan
tidak memenuhi apa yang pihak Belanda anggap sebagai dalil hukum internasional yaitu bahwa
ganti rugi itu harus prompt, effective dan adequate (Tunai, Efektif, dan Layak). Pihak perusahaan
tembakau Jerman-Indonesia dan pemerintah Indonesia membantah dalil Belanda yang
dikemukakan di atas dengan mengatakan bahwa nasionalisasi yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia adalah usaha untuk mengubah struktur ekonomi Indonesia dari ekonomi kolonial ke
ekonomi yang bersifat nasional secara radikal. Menurut pihak tergugat nasionalisasi tersebut
perlu dilakukan dalam rangka perubahan struktur ekonomi tersebut.
Dikarenakan perbedaan pendapat tersebut, maka pihak Belanda mengajukan Banding ke
Pengadilan Tinggi Bremen. Dan pada akhirnya keputusan dari oberlandesgericht Bremen tanggal
21 Agustus 1959 ini adalah pengadilan tidak mempersoalkan keabsahan tindakan nasionalisasi
pemerintah Indonesia. Mengenai ganti rugi, Indonesia sudah menyediakan ganti kerugian dengan

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1959 Pasal 3 ditentukan bahwa dari hasil penjualan hasil
perkebunan tembakau dan perkebunan lainnya akan disisihkan suatu presentasi tertentu untuk
disediakan pembayaran ganti rugi. Maka pembayaran ganti rugi yang dimaksud dalam pasal
tersebut adalah dengan cara di angsur, hal tersebutlah yang menjadi pokok perkara karena

pembayaran ganti rugi tidak sesuai dengan prinsip prompt, effective dan adequate.
Namun kesimpulan dari keputusan Pengadilan Negeri Bremen yakni bahwa pengadilan
tidak mencampuri sah tidaknya tindakan ambil alih dan nasionalisasi pemerintah Indonesia itu,
secara tidak langsung dapat diartikan sebagai membenarkan tindakan terhadap perusahaan dan
perkebunan milik Belanda tersebut (keputusan Landsgericht Bremen tanggal 21 April 1959)
Lalu banding dari Pihak Belanda akhirnya diputuskan oleh Pengadilan Tinggi Bremen
(oberlandesgericht Bremen) yang menetapkan bahwa pengadilan tidak mempersoalkan
keabsahan tindakan nasionalisasi pemerintah Indonesia yang secara tidak langsung menyatakan
bahwa tindakan nasionalisasi pemerintah Indonesia atas perkebunan Belanda adalah sah
(keputusan oberlandesgericht Bremen, tanggal 21 Agustus 1959)
Maka Pengadilan Bremen dalam putusannya, antara lain, menyatakan nasionalisasi yang
dilakukan Pemerintah Indonesia adalah hak negara yang berdaulat dan memenangkan pihak
Indonesia dengan menggunakan Hukum Nasional Indonesia yaitu Peraturan Pemerintah No. 9
Tahun 1959 Pasal 3.