Faktor risiko mayor dapat diubah modifiable

sebagian kasus, predisposisi tersebut berkaitan dengan berkumpulnya sekelompok faktor risiko lain Robbin et al. 2012. Pada sebuah studi yang dilakukan pada populasi masyarakat di Eropa di dapati beberapa faktor genetik yang dimiliki oleh orang di Eropa yaitu rs4888378 di lokus BCAR1-CFDP1-TMEM170A di kromosom 16 sebagai penentu kode gentik yang memiliki ketebalan tertentu dari lapisan tunika intima dan tunika media di pembuluh darah arteri yang berdampak sebagai faktor risiko dari penyakit jantung koroner Gertow et al, 2012. Penelitian membuktikan bahwa terdapatnya hubungan yang erat antara penyakit ginjal kronis pada pasien diabetes melitus untuk terjadinya penyakit jantung koroner, hal ini berhubungan juga pada orang yang mempunyai gen alpha-1-kinase yang cendrung untuk terjadinya penyakit ginjal kronis pada pasien diabetes melitus. Secara tidak langsung adanya hubungan gen alpha-1-kinase sebagai faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner Fujimaki et al, 2013.

2.4.3.2. Faktor risiko mayor dapat diubah modifiable

1 Merokok Merokok tembakau atau perokok pasif dlm jangka waktu yang lama akan meningkatkan risiko PJK dan serangan jantung. Merokok memicu pembentukan plak pada arteri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan risiko PJK dengan cara menurunkan level kolesterol HDL. Semakin banyak merokok semakin besar risiko terkena serangan jantung. Studi menunjukkan jika berhenti merokok maka akan menurunkan setengah dari risiko serangan jantung selama setahun. Keuntungan berhenti merokok terjadi tidak peduli seberapa lama merokok atau seberapa banyak merokok National Heart, Lung, and Blood Institute, 2013. 2 Tinggi kolesterol dalam darah Hiperlipidemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar satu atau lebih lipid atau lipoprotein plasma. Oleh karena abnormalitas dapat juga disebabkan karena rendahnya kadar lipid tertentu, maka istilah yang dianjurkan adalah dislipidemia. Dislipidemia sendiri adalah suatu kelainan metabolisme lipid Universitas Sumatera Utara yang ditandai oleh adanya suatu kenaikan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, trigliserid, kolesterol LDL, dan penurunan kadar kolesterol HDL.Klasifikasi dislipidemia dapat berdasarkan atas primer yang tidak jelas suatu etiologinya dan sekunder yang memiliki penyakit dasar seperti pada sindroma nefrotik,diabetes melitus, hipotiroidisme.Selain itu dislipidemia dapat juga dibedakan berdasarkan profil lipid yang menonjol,seperti : hiperkolesterelomi, hipertrigliseridemia, isolated low HDL-cholesterol dan dislipidemia campuran, bentuk yang paling terakhir yang paling banyak ditemukan Sudoyo et al, 2009. Kapan disebut lipid normal, sebenarnya sulit dipatok pada satu angka, oleh karena normal untuk seseorang belum tentu normal buat orang lain yang disertai faktor risiko koroner multiple Sudoyo et al, 2009. National Cholesterol Education Program Adult Panel III NCEP-ATP III membuat batasan yang dapat digunakan secara umum tanpa melihat faktor risiko koroner seseorang Tabel 2.2.. Tabel 2.2. Kadar Lipid Serum Normal Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserid menurut NCEP ATP III 2001 mgdl Kolesterol total Keterangan 200 Optimal 200-239 Diinginkan ≥240 Tinggi Kolesterol LDL Keterangan 100 Optimal 100-129 Mendekati optimal 130-159 Diinginkan 160-189 Tinggi ≥190 Sangat tinggi Universitas Sumatera Utara Kolesterol HDL 40 Rendah ≥60 Tinggi Trigliserid 150 Optimal 150-199 Diinginkan 200-499 Tinggi ≥500 Sangat tinggi Asam lemak trans dihasilkan dari proses hidrogenasi lemak tak jenuh atau melalui proses biohidrogenasi di perut dari hewan ruminansia. Vanaspati ghee dan margarin memiliki kadar asam lemak trans yang tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dari konsumsi asam lemak trans dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Peningkatan ini karena asam lemak trans meningkatkan rasio kolesterol LDL. Food and Agriculture Organization of the United Nations dan World Health Organization merekomendasikan untuk menurunkan konsumsi asam lemak trans dalam makanan sehari-hari sebanyak 4. Tingginya prevalensi penyakit jantung koroner di Pakistan akibat dari tingginya konsumsi vanaspati ghee yang terdiri dari asam lemak trans sebanyak 14.2-34.3 yang bisa menjadi salah satu faktor risiko meningkatnya PJK di Pakistan. Riset lain membuktikan bahwa terjadi penurunan kejadian PJK di Asia bagian selatan dengan mengonsumsi rendah asam lemak trans. Riset di Denmark dalam periode 20 tahun terjadi penurunan insiden PJK sekitar 50 akibat mengonsumsi rendah asam lemak trans Iqbal, 2014. Dalam studi yang dilakukan di Finlandia, fatty liver meningkatkan terjadinya penyakit jantung koroner sebagai salah satu faktor risiko yang terjadi pada usia muda, disamping terdapatnya faktor risiko lain seperti kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, tingginya kadar kolesterol LDL, indeks masa tubuh yang abnormal dan hipertensi Pisto et al, 2014. Universitas Sumatera Utara 3 Hipertensi Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer untuk membedakan dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Hipertensi esensial merupakan 95 dari seluruh kasus hipertensi Sudoyo et al, 2009. Klasifikasi hipertensi pada orang dewasa menurut The Eight report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure JNC 8 terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan hipertensi derajat 2 Tabel 2.3.. Tabel 2.3. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 8 Klasifikasi tekanan darah Tekanan darah sistolik mmHg Tekanan darah diastolik mmHg Normal 120 80 Prehipertensi 120-139 80-90 Hipertensi derajat 1 140-159 90-99 Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100 Mekanisme kerusakan vaskular pada hipertensi. Naiknya tekanan darah, sistolik maupun diastolik, meningkatnya risiko dari berkembangnya proses aterosklerosis, penyakit jantung koroner, dan stroke. Hubungan naiknya tekanan darah dengan kejadian penyakit jantung koroner tidak berdampak langsung, namun akibat dari lamanya tekanan darah yang meninggi dari normal. Tingginya tekanan sistolik berdampak langsung dari pada tingginya tekanan diastolik, khususnya pada orang tua. Hipertensi bisa mempercepat proses ateroskeloris melalui beberapa mekanisme. Studi yang dilakukan pada hewan Universitas Sumatera Utara percobaan menunjukkan kerusakan endotelium pembuluh darah akibat naiknya tekanan darah dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah yang mengakibatkan lipoprotein mudah melewatinya. Selain itu, meningkatnya hemodinamik stress menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah melalui mekanisme menambah reseptor scavenger pada makrofag, kemudian meningkatkan perkembangan sel busa. Ketengangan dinding pembuluh darah meningkat pada hipertensi yang berdampak pada peningkatan sel otot polos memproduksi proteoglikan dan berikatan dengan partikel LDL, meningkatkan akumulasi pada tunika intima dan perubahan proses oksidatif. Ang II sebagai mediator inflamasi bertindak tidak hanya sebagai vasokonstriktor tapi juga sebagai stimulasi terbentuknya stress oksidatif melalui mekanisme aktivasi NADPH oksidase, anion superoksida, dan sebagai sitokin proinflamasi Lilly, 2011. 4 Aktifitas fisik Aktifitas fisik mengurangi aterogenesis melalui beberapa cara, hal ini ditandai dari keadaan lipid profil dan tekanan darah, olahraga meningkatkan sensitifitas dari insulin dan produksi NO oleh sel endotel. Sebuah studi yang dilakukan pada laki-laki dan perempuan dengan aktifitas fisik yang cukup seperti berjalan kaki minimal 30 menit per hari dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner Lilly, 2011. Sebuah studi yang dilakukan di Denmark oleh sebuah Departemen Kardiologi Rumah Sakit Universita Bispebjerg Denmark dengan lama penelitan dari tahun 1976 sampai 2003 menunjukan bahwa aktifitas fisik selama 30 menit perhari dengan olah raga jalan kaki dan 20 menit olah raga berat menurunkan risiko terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung koroner Saevereid, Schnohr, Prescott, 2014. 5 Berat badan lebih dan obesitas Berat badan lebih dan obesitas mengacu pada berat badan yang berlebihan daripada yang dinilai sehat untuk tinggi yang sesuai. Lebih dari dua per tiga orang Amerika dewasa memiliki berat badan lebih, dan hampir sepertiga tersebut obesitas. Penentuan berat badan lebih untuk anak-anak dan remaja berbeda Universitas Sumatera Utara dengan dewasa. Anak-anak masih tumbuh, dan kematangan anak laki-laki dan perempuan pada keadaan yang berbeda Sudoyo, 2009. Obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan lemak dalam tubuh. Ukuran untuk menentukan seorang obes atau berat badan lebih adalah berdasarkan berat badan dan tinggi badan yaitu indek massaa tubuh IMT berdasarkan berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter pangkat dua BB kg TB m2 Sudoyo, 2009. Tahun 2004 WHO membuat klasifikasi berat badan berdasarkan IMT yang dibagi menjadi BB kurang, normal dan lebih tabel 4, oleh karena rata-rata BB orang Eropa Amerika serikat lebih tinggi dibandingkan orang Asia, maka pada tahun 2000 telah disusun pula oleh WHO klasifikasi IMT yang dianggap sesuai dengan orang Asia Tabel 2.4.. Tabel 2.4. Klasifikasi Internasional untuk dewasa berat badan kurang, berat badan lebih dan obesitas menurut IMT, WHO 2004 Klasifikasi IMT kgm2 cut-off points utama cut-off points tambahan Berat badan kurang 18.50 18.50 Sangat kurus 16.00 16.00 Sedang 16.00 - 16.99 16.00 - 16.99 Ringan 17.00 - 18.49 17.00 - 18.49 Normal 18.50 - 24.99 18.50 - 22.99 23.00 - 24.99 Berat Badan Lebih ≥25.00 ≥25.00 Pre-obesitas 25.00 - 29.99 25.00 - 27.49 27.50 - 29.99 Obesitas ≥30.00 ≥30.00 Obesitas I 30.00 - 34.99 30.00 - 32.49 32.50 - 34.99 Obesitas II 35.00 - 39.99 35.00 - 37.49 Obesitas III ≥40.00 ≥40.00 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.5. Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT dan lingkar perut menurut kriteria Asia Pasifik menurut WHO WPRIASOIOTF dalam The Asia-Pacific Perspective : Redefining Obesity and its Treatment 2000 Klasifikasi IMT kgm2 Risiko Ko-Morbiditas Lingkar Perut 90cm Laki-laki ≥ 90cm Laki-laki 80cmPerempuan ≥80cmPerempuan Berat Badan Kurang 18,5 Rendah risiko meningkat pada masalah klinis lain Sedang Kisaran Normal 18,5 – 22, 9 Sedang Meningkat Berat Badan Lebih ≥ 23,0 Berisiko 23,0 – 24,9 Meningkat Moderat Obes I 25,0 – 29,9 Moderat Berat Obes II ≥ 30,0 Berat Sangat Berat Distribusi lemak dalam tubuh kita terdapat dua jenis penimbunan lemak yaitu: ginekoid dan android. Bentuk ginekoid adalah penimbunan lemak terutama dibagian bawah tubuh bokong sedangkan penimbunan lemak dibagian perut disebut bentuk android atau lebih dikenal dengan obesitas sentralobesitas viseral. Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan erat antara obesitas sentral dan faktor resiko penyakit kardiovaskuler yang tergolong dalam sindroma metabolik yaitu diabetes mellitus tipe 2, toleransi glukosa terganggu, hipertensi dan dislipidemia. Penurunan berat badan dengan diet, olahraga dan obat dapat memperbaiki profil lipid dan kendali glikemi yang lebih baik Sudoyo, 2009. Universitas Sumatera Utara Dalam hal ini berat badan lebih dan obesitas dapat meningkatkan risiko terjadinya PJK dan serangan jantung. Hal ini dikarenakan berat badan lebih dan obesitas dihubungkan dengan faktor risiko PJK lainnya, seperti tinggi kolesterol dalam darah, trigliserid, hipertensi, dan diabetes Sudoyo, 2009. Sebuah studi yang dilakukan pada anak-anak Estonian didapatkan hasil bahwa terdapat hasil yang signifikan penurunan akumulasi lemak dibagian tubuh bawah dengan perbandingan umur dan berat badan yang ideal Wallner-Liebmann et al, 2012. 6 Diabetes Mellitus DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa terganggu TGT dan glukosa darah puasa terganggu GDPT sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 13 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 13 tetap dan 13 lainnya kembali normal. Adanya TGT seringkali berhubungan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT seringkali berkaitan dengan penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan gula darah sewaktu GDS atau kadar glukosa darah puasa GDP dengan puasa paling sedikit 8 jam, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral TTGO stándar, setelah pembebanan glukosa 75 gr orang dewasa atau 1,75 grkgBB untuk anak-anak, kemudian diperiksa kadar glukosa darahnya setelah 2 jam beban glukosa Sudoyo, 2009. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.6. Kadar GDS dan GDP sebagai patokan penyaring dan diagnostik Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM mgdl Bukan DM Belum Pasti DM DM Kadar GDS mgdl Plasma vena 100 100-199 ≥200 Darah kapiler 9 90-199 ≥200 Kadar GDP mgdl Plasma vena 100 100-125 ≥126 Darah kapiler 90 90-99 ≥100 Kriteria diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa bila kadar GDS plasma vena ≥ 200 mgdl atau kadar GDP ≥ 126 mgdl atau kadar gluko sa plasma ≥ 200 mgdl pada 2 jam sesudah minum larutan glukosa 75 gram pada TTGO. Individu dengan DM mudah terjadi penyakit yang berhubungan dengan aterosklerosis, dan diyakini bahwa lebih dari dua pertiga kematian pasien DM akibat penyakit arterial Sudoyo, 2009. Predisposisi pasien diabetes untuk aterosklerosis berhubungan dengan proses non-enzimatik glikasi dari lipoprotein yang meningkatkan ambilan kolesterol oleh reseptor scavenger di makrofag atau kecendrungan protrombotik dan fase antifibrinolitik. Diabetes mempengaruhi fungsi dari endotel pembuluh darah dengan menurunkan bioavaibilitas NO dan meningkatkan perlengketan leukosit. Mengontrol kadar gulah darah pasien diabetes menurunkan risiko untuk komplikasi mikrovaskular seprti retinopati dan nefropati. Penelitian sebelumnya juga membuktikan bahwa menurunkan faktor risiko komplikasi makrovaskular seperti penyakit jantung koroner dan stroke. Pada pasien dengan diabetes tipe I dengan pengobatan yang intensif dan pemberian obat anti diabetes serta Universitas Sumatera Utara mengontrol hipertensi dan dislipidemia menurunkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke Fauci et al, 2011.

2.4.3.3. Faktor lainnya yang dapat menyebabkan PJK