Faktor Risiko yang Memengaruhi terjadinya Penyakit Jantung Koroner pada Pasien di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan Tahun 2014

(1)

FAKTOR RISIKO YANG MEMENGARUHI TERJADINYA PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT ISLAM

MALAHAYATI MEDAN

TESIS

Oleh SALMANDI 127032286/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

FAKTOR RISIKO YANG MEMENGARUHI TERJADINYA PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT ISLAM

MALAHAYATI MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SALMANDI 127032286/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : FAKTOR RISIKO YANG MEMENGARUHI TERJADINYA PENYAKIT JANTUNG

KORONER PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT ISLAM MALAHAYATI MEDAN TAHUN 2014 Nama Mahasiswa : Salmandi

Nomor Induk Mahasiswa : 127032286

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP)

Ketua Anggota

(drh. Rasmaliah, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 07 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP Anggota : 1. drh. Rasmaliah, M.Kes

2. Dr.dr. Wirsal Hasan, M.P.H 3. Drs. Jemadi, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

FAKTOR RISIKO YANG MEMENGARUHI TERJADINYA PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT ISLAM

MALAHAYATI MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014

Salmandi 127032286/IKM


(6)

ABSTRAK

Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian diseluruh dunia, dari 58 juta kematian di dunia, 17,5 juta (30%) diantaranya disebabkan oleh PJPD, terutama oleh serangan jantung (7,6 juta) dan stroke (5,7 juta). 60% dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung iskemik. Prevalensi PJK di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya (tahun 1992 16,6%, 1995 19,0%, 2001 26,0%).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor risiko terhadap kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada pasien di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan design kasus kontrol dan pengambilan sampel dengan non probability sampling (purposive sampling). Sampel terdiri dari 62 kasus dan 62 kontrol (matching).

Analisis data terdiri dari analisis univariat, analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda. Hasil analisis bivariat antara faktor risiko dangan kejadian PJK. faktor risiko yang berpengaruh terhadap PJK adalah dislipidemia (p = 0,02, OR = 2,76) dan hipertensi (p = 0,004, OR = 2,88). Yang tidak berpengaruh terhadap PJK adalah merokok (p = 0,47), aktivitas fisik (p =0,58), diet (p =0,46), obesitas (p = 0,29) dan DM (p =1,07). Dari hasil uji regresi logistik didapatkan bahwa faktor paling dominan memengaruhi terjadinya PJK adalah hipertensi (p = 0,005, OR = 2,88 dan B = 1,06). Dari hasil Population Artibutable Risk didapatkan hipertensi adalah 48%.

Disarankan: Untuk RS Islam Malahayati, Agar Yayasan/Direktur RS Islam Malahayati membentuk tim penyuluh kesehatan guna meningkatkan pengetahuan pasien yang berkunjung, berhubungan dengan faktor risiko PJK. Untuk pasien, agar memeriksakan, mempertahankan kadar kolesterol dan tekanan darah dalam batas normal serta mengkonsumsi obat-obatan sesuai indikasi. Untuk Dinas Kesehatan, agar meningkatkankan penyuluhan kesehatan tentang faktor risiko PJK. Untuk Peneliti lain, Agar penelitian yang dilakukan lebih baik dengan design yang berbeda sehingga dapat meminimalkan kesalahan dalam penelitian berikutnya berhubungan dengan PJK


(7)

ABSTRACT

Cardiovascular disease (CVD) is a major cause of morbidity and mortality throughout the world, out of the 58 million deaths in the world, 17.5 million (30%) were caused by CVD, mainly by heart attacks (7.6 million) and stroke (5.7 million). 60% of all causes of death due to ischemic heart disease. In Indonesia the CHD was increasing each year (in 1992 16.6% 1995 19.0% 2001 26.0%).

The objective of this research is to find out the influence of the risk factors of coronary heart desease (CHD) in patients in Malahayati Islamic Hospital Medan. This study is an observational analytic study with a case-control design and the sample obtained by a non-probability sampling (purposive sampling). The sample consisted of 62 cases and 62 controls (matching). The data is analysed by univariate analysis, bivariate analysis by chi-square test and multivariate analysis by a multiple logistic regresion.

The results of the bivariate analysis between risk faktor and CHD. The risk factors of CHD was influenced by dyslipidemia (p = 0.02, OR = 2.76) and hypertension (p = 0.004, OR = 2.88). the risk factors was no influenced by smoking (p = 0.47), physical activity (p = 0.58), diet (p = 0.46), obesity (p = 0.29) and DM (p = 1, 07). The results of the logistic regression showed the most dominant factor affecting the CHD was hypertension (p = 0.005, OR = 2.88 and B = 1.06).The results of population artibutable risk of hypertension showed 48%.

It in recommended that to Malahayati Islamic Hospital, the Foundation/Director of Malahayati Islamic Hospital generate the teams to improve the knowledge of the patients who spends the visit, associated by risk factors of CHD. The patients suggested, to check, maintaince their cholesterol and blood pressure to normal level and take medication as indicated. The health outhority suggested to improve the health education on risk factors of CHD. To the other researchers, suggested to actived the better investigation with different design to minimize an error in the other research of CHD.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT. karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tanpa ada pertolongan dari-Nya sulit rasanya menyelesaikan tesis yang begitu banyak rintangan dan halangan.

Tesis ini berjudul “Faktor Risiko yang Memengaruhi terjadinya Penyakit Jantung Koroner pada Pasien di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan Tahun 2014”.

Penulisan tesis ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.), selaku Rektor USU, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Sekolah Pascasarjana USU.

2. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan FKM USU beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama mengikuti pendidikan dan penulisan penelitian.


(9)

3. Dr. Ir. Evawani Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Pasca Sarjana FKM USU.

4. dr. Isfanuddin Nyak Kaoy, Sp.JP (K), selaku direktur Rumah Sakit Islam Malahayati Medan, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

5. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP (K) (pembimbing I) dan drh Rasmaliah, M.Kes (pembimbing II ), yang telah banyak memberikan waktu, pikiran, serta tenaga dalam membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan tesis ini.

6. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H (Penguji I) dan Drs. Jemadi, M.Kes (penguji II), yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam peningkatan ilmu pengetahuan demi kesempurnaan tesis ini.

7. Kedua orang tua saya yang senantiasa mendukung penulis baik dari segi moril maupun materil, adik-adik dan sanak saudara yang selalu memberikan motivasi selama pendidikan dan penulisan tesis ini.

8. Teman-teman seperjuangan Mahasiswa Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi Angkatan 2012 yang telah membantu dan memotivasi penulis selama proses penelitian ini.


(10)

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini mempunyai kekurangan dan kesalahan, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tesis ini dan juga sebagai tambahan ilmu bagi penulis untuk penelitian yang akan datang. Segala kritik dan saran yang disampaikan penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Terakhir penulis mohon maaf yang setulusnya kepada semua pihak jika ditemui kekurangan dan kekhilafan selama penulis mengikuti pendidikan dan penelitian berlangsung. Semoga Allah SWT. yang akan membalas semua kebaikan dengan berlipat ganda. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin..! Wassalam.

Medan, September 2014 Penulis

Salmandi 127032061/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Salmandi, lahir pada tanggal 02 Desember 1985 di Desa Celala Kab. Aceh Tengah. Anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Jamaluddin dan Ibu Kasmidar. Pada tahun 1993 sampai 1999 sekolah di SD Negeri Celala Kab. Aceh Tengah dengan status berijazah. Tahun 1999 sampai 2002 sekolah di SLTP Negeri 5 Silih Nara Kab. Aceh Tengah dengan status berijazah. Tahun 2002 sampai 2005 sekolah di Pondok Pesantren Modern Ta’dib Al-Syakirin Kota Medan dengan status berijazah. Tahun 2005 sampai 2008 kuliah di Akademi Keperawatan (Akper) Malahayati Medan dengan status berijazah. Tahun 2009 sampai 2011 melanjutkan pendidikan S-1 Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara (STIKes SU) Medan dengan status berijazah dan pada tahun 2012 sampai 2014 melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Universitas Sumatera Utara.

Tahun 2008 sampai sekarang bekerja di RS Islam Malahayati Medan sebagai perawat pelaksana di Ruang Gawat Darurat. Pada tahun 2011 pernah menjadi staf Pengajar tidak tetap di Akper Malahayati Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesis Penelitian ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner ... 9

2.2. Anatomi, Fisiologi Jantung dan Arteri Koroner ... 10

2.2.1 Struktur dan Fungsi Jantung ... 10

2.2.1.1 Struktur Jantung ... 10

2.2.1.2 Fungsi ... 10

2.2.1.3 Arteri Koroner Jantung ... 10

2.3. Patogenesis Plak Aterosklerosis ... 11

2.4. Patofisiologi PJK ... 13

2.5. Gejala PJK ... 16

2.6. Klasifikasi PJK ... 17

2.7. Komplikasi PJK ... 20

2.8. Epidemiologi PJK ... 20

2.9. Faktor Risiko PJK ... 22

2.9.1 Faktor Risiko PJK yang tidak Dapat Dimodifikasi ... 22

2.9.1.1 Keturunan ... 22

2.9.1.2 Umur ... 23

2.9.1.3 Jenis Kelamin ... 23

2.9.1.4 Ras/Etnis ... 25

2.9.2 Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi ... 25

2.9.2.1 Merokok ... 25

2.9.2.2 Aktivitas Fisik ... 29


(13)

2.9.2.4 Dislipidemia ... 34

2.9.2.5 Obesitas ... 38

2.9.2.6 Hipertensi ... 40

2.9.2.7 Diabetes Melitus ... 43

2.10. Pencegahan PJK ... 46

2.10.1 Pencegahan Primordial (Pre Primary Prevention)... 47

2.10.2 Pencegahan Primer (Primary Prevention) ... 47

2.10.3 Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention) ... 49

2.10.3.1 Riwayat/Anamnesis ... 49

2.10.3.2 Pemeriksaan Fisik ... 50

2.10.3.3 Pameriksaan Penunjang/Pemeriksaan Diagnostik PJK... 51

2.10.4 Pencegahan Tersier (Tertiary Prevention) ... 54

2.11. Kerangka Teori penelitian ... 55

2.12. Kerangka Konsep Penelitian ... 56

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 57

3.1. Jenis dan Desain Penelitian ... 57

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 57

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 57

3.2.2 Waktu Penelitian ... 57

3.3. Populasi dan Sampel ... 57

3.3.1 Populasi ... 57

3.3.1.1 Populasi Kasus ... 58

3.3.1.2 Populasi Kontrol ... 58

3.3.2 Sampel ... 58

3.3.2.1 Kriteria Inklusi ... 58

3.3.2.2 Kriteria Eksklusi ... 59

3.3.2.3 Besar Sampel ... 59

3.3.2.4 Cara Pengambilian Sampel ... 61

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 61

3.4.1 Data Primer ... 61

3.4.2 Data Sekunder ... 62

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 62

3.6. Aspek Pengukuran ... 65

3.7. Instrumen Penelitian dan Alat Penelitian ... 65

3.7.1 Instrumen Penelitian ... 65

3.7.2 Alat Penelitian ... 66

3.8. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 66

3.8.1 Validitas ... 66

3.8.2 Reabilitas ... 66

3.9. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 66


(14)

3.9.2 Analisis Data ... 68

3.9.2.1 Analisis Univariat ... 68

3.9.2.2 Analisis Bivariat ... 68

3.9.2.3 Analisis Multivariat ... 69

3.10. Prosedur Penelitian ... 69

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 71

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 71

4.2. Deskripsi Penelitian ... 73

4.2.1 Analisis Univariat ... 73

4.2.1.1 Karakteristik Responden ... 73

4.2.1.2 Faktor Risiko ... 75

4.2.2 Analisis Bivariat ... 77

4.2.3 Analisis Multivariat ... 79

4.2.4 Populasi Atributabel Risk ... 79

BAB 5. PEMBAHASAN ... 80

5.1. Analisis Univariat Karakteristik Responden ... 80

5.2. Analisis Bivariat Faktor Risiko PJK... ... 82

5.2.1 Dislipidemia ... 82

5.2.2 Hipertensi ... 83

5.2.3 Rokok ... 84

5.2.4 Aktivitas Fisik ... 85

5.2.5 Diet ... 86

5.2.6 Obesitas ... 87

5.2.7 DM ... 88

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 89/

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1. Kesimpulan ... 91

6.2. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Tiga Penampilan Klinis Umum Penderita PJK ... 50

3.1. Besar Sampel Berdasarkan Beberapa Penelitian Terdahulu ... 60

3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 65

3.3. Risiko Relatif Dinyatakan dengan Besar Odds Rasio ... 68

4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, suku, Pendidikan dan Pekerjaan ... 74

4.2. Faktor Risiko Berdasarkan Kebiasaan Merokok, Aktivitas Fisik, Diet, Dislipidemia, Obesitas, Hiperensi dan DM ... 76

4.3. Hasil Analisis Bivariat Faktor Risiko Berdasarkan Kebiasaan Merokok, Aktivitas Fisik, Diet, Dislipidemia, Obesitas, Hiperensi dan DM ... 78

4.5. Hasil Analisis Regresi Logistik dislipidemia dan hipertensi dengan kejadian PJK ... 79


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner ... 15

2.2. Nomenklatur Sindroma Koroner Akut ... 19

2.3. Hazart Rasio Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah pada Perokok ... 27

2.4. Hazart Rasio Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah pada Hiperdislipidemia ... 36

2.5. Hazart Rasio Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah pada Penderita Hipertensi ... 41

2.6. Hazart Rasio PJPD pada Penderita Diabetes Melitus ... 45

2.7. Kerangka Teori Penelitian ... 55

2.8. Kerangka Konsep Penelitian ... 56


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Inform Consent Penelitian ... 103

2. Kuesioner penelitian ... 104

3. Master Data Penelitian ... 109

4. Output Penelitian ... 114

5. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 132

6. Surat Permohonan Izin Uji Kuesioner ke RS HAM ... 133

7. Balasan Surat Izin Uji Kuesioner dari RS HAM ... 134

8. Surat Permohonan Izin Penelitian ke RSIM ... 136

9. Balasan Surat Izin Penelitian dari RSIM ... 137

10.Surat Selesai Penelitian dari RSIM ... 138


(18)

ABSTRAK

Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian diseluruh dunia, dari 58 juta kematian di dunia, 17,5 juta (30%) diantaranya disebabkan oleh PJPD, terutama oleh serangan jantung (7,6 juta) dan stroke (5,7 juta). 60% dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung iskemik. Prevalensi PJK di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya (tahun 1992 16,6%, 1995 19,0%, 2001 26,0%).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor risiko terhadap kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada pasien di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan design kasus kontrol dan pengambilan sampel dengan non probability sampling (purposive sampling). Sampel terdiri dari 62 kasus dan 62 kontrol (matching).

Analisis data terdiri dari analisis univariat, analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda. Hasil analisis bivariat antara faktor risiko dangan kejadian PJK. faktor risiko yang berpengaruh terhadap PJK adalah dislipidemia (p = 0,02, OR = 2,76) dan hipertensi (p = 0,004, OR = 2,88). Yang tidak berpengaruh terhadap PJK adalah merokok (p = 0,47), aktivitas fisik (p =0,58), diet (p =0,46), obesitas (p = 0,29) dan DM (p =1,07). Dari hasil uji regresi logistik didapatkan bahwa faktor paling dominan memengaruhi terjadinya PJK adalah hipertensi (p = 0,005, OR = 2,88 dan B = 1,06). Dari hasil Population Artibutable Risk didapatkan hipertensi adalah 48%.

Disarankan: Untuk RS Islam Malahayati, Agar Yayasan/Direktur RS Islam Malahayati membentuk tim penyuluh kesehatan guna meningkatkan pengetahuan pasien yang berkunjung, berhubungan dengan faktor risiko PJK. Untuk pasien, agar memeriksakan, mempertahankan kadar kolesterol dan tekanan darah dalam batas normal serta mengkonsumsi obat-obatan sesuai indikasi. Untuk Dinas Kesehatan, agar meningkatkankan penyuluhan kesehatan tentang faktor risiko PJK. Untuk Peneliti lain, Agar penelitian yang dilakukan lebih baik dengan design yang berbeda sehingga dapat meminimalkan kesalahan dalam penelitian berikutnya berhubungan dengan PJK


(19)

ABSTRACT

Cardiovascular disease (CVD) is a major cause of morbidity and mortality throughout the world, out of the 58 million deaths in the world, 17.5 million (30%) were caused by CVD, mainly by heart attacks (7.6 million) and stroke (5.7 million). 60% of all causes of death due to ischemic heart disease. In Indonesia the CHD was increasing each year (in 1992 16.6% 1995 19.0% 2001 26.0%).

The objective of this research is to find out the influence of the risk factors of coronary heart desease (CHD) in patients in Malahayati Islamic Hospital Medan. This study is an observational analytic study with a case-control design and the sample obtained by a non-probability sampling (purposive sampling). The sample consisted of 62 cases and 62 controls (matching). The data is analysed by univariate analysis, bivariate analysis by chi-square test and multivariate analysis by a multiple logistic regresion.

The results of the bivariate analysis between risk faktor and CHD. The risk factors of CHD was influenced by dyslipidemia (p = 0.02, OR = 2.76) and hypertension (p = 0.004, OR = 2.88). the risk factors was no influenced by smoking (p = 0.47), physical activity (p = 0.58), diet (p = 0.46), obesity (p = 0.29) and DM (p = 1, 07). The results of the logistic regression showed the most dominant factor affecting the CHD was hypertension (p = 0.005, OR = 2.88 and B = 1.06).The results of population artibutable risk of hypertension showed 48%.

It in recommended that to Malahayati Islamic Hospital, the Foundation/Director of Malahayati Islamic Hospital generate the teams to improve the knowledge of the patients who spends the visit, associated by risk factors of CHD. The patients suggested, to check, maintaince their cholesterol and blood pressure to normal level and take medication as indicated. The health outhority suggested to improve the health education on risk factors of CHD. To the other researchers, suggested to actived the better investigation with different design to minimize an error in the other research of CHD.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian diseluruh dunia. Prevalensi PJPD di 13 Negara Eropa yaitu Australia (laki-laki 12,2%, perempuan 7,3% untuk penyakit jantung, laki-laki 5,2%, perempuan 3,5% untuk stroke), Belgia (laki-laki 18,8%, perempuan 11,8% untuk penyakit jantung, laki-laki 3,9%, perempuan 4,2% untuk stroke), Denmark (laki-laki 10,8%, perempuan 7,6% untuk penyakit jantung, laki-laki 6,5%, perempuan 4,6% untuk stroke), Prancis (laki-laki 19,3%, perempuan 9,8% untuk penyakit jantung, laki-laki 3,7%, perempuan 3,5% untuk stroke), Yunani (laki-laki 14,9%, perempuan 10,7% untuk penyakit jantung, laki-laki 4,1%, perempuan 3,5% untuk stroke), Jerman (laki-laki 14,3%, perempuan 9,3% untuk penyakit jantung, laki-laki 5,6%, perempuan 3,1% untuk stroke), Italia (laki-laki 12,7 %, perempuan 9,1% untuk penyakit jantung, laki-laki 3,8%, perempuan 2,5% untuk stroke), Belanda (laki-laki 14,7%, perempuan 8,9% untuk penyakit jantung, laki-laki 5,0%, perempuan 4,8% untuk stroke), Spanyol (laki-laki 11,4%, perempuan 10,0% untuk penyakit jantung, laki-laki 2,4%, perempuan 1,8% untuk stroke, Swiss (laki-laki 9,5%, perempuan 5,4% untuk penyakit jantung, laki-laki 2,9%, perempuan 2,2% untuk stroke), Amerika Serikat (laki-laki 26,4%, perempuan 19,7% untuk penyakit jantung, laki-laki 6,6%, perempuan 5,5% untuk stroke), Inggris (laki-laki 19,0%, perempuan 16,0% untuk


(21)

penyakit jantung, laki-laki 3,2%, perempuan 2,5% untuk stroke) (Lawrence dkk, 2012)

Berdasarkan laporan WHO (2005), dari 58 juta kematian di dunia, 17,5 juta (30%) diantaranya disebabkan oleh PJPD, terutama oleh serangan jantung (7,6 juta) dan stroke (5,7 juta). 60% dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung iskemik (Depkes RI, 2009).

PJPD seperti stroke dan penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab utama kematian di kedua negara maju dan berkembang di dunia, setengah dari populasi dunia sekarang tinggal di negara Asia. Berdasarkan data statistik pada tahun 2002, angka kematian akibat stroke dan PJK di 9 negara Asia (3 di Asia Timur, 3 di Asia Tenggara dan 3 di Asia Selatan) jika dibandingkan dengan 3 negara Barat (Amerika Serikat, Inggris dan Australia), maka angka kematian akibat stroke dan PJK di negara Asia lebih tinggi dari pada negara Barat, kecuali di negara Jepang dan Korea Selatan. Proporsi kematian akibat PJK di negara Asia dan Barat adalah sebagai berikut: Asia Timur (Jepang 35/100.000 penduduk per tahun, Korea Selatan 35/100.000 penduduk per tahun, Cina 65/100.000 penduduk per tahun), Asia Tenggara (Thailand 60/100.000 penduduk per tahun, Malaysia 105/100.000 penduduk per tahun, Indonesia 170/100.000 penduduk per tahun), Asia Selatan (India 230/100.000 penduduk per tahun, Banglades 220/100.000 penduduk per tahun, Pakistan 230/100.000 penduduk per tahun), Barat (Amerika 110/100.000 penduduk per tahun, Inggris 100/100.000 penduduk per tahun, Australia 80/100.000 penduduk per ta


(22)

PJK menyumbang lebih dari 450.000 kematian di Amerika Serikat pada tahun 2004. Beban PJK di Amerika Serikat sangat besar, lebih dari 13 juta orang yang terkena dampak, dan biaya perawatan kesehatan langsung melebihi Rp 150.000.000.000 pertahunnya (WHO, 2010).

PJK merupakan penyebab kematian paling umum (kematian dini) di Inggris, 1 dari 5 pria dan 1 dalam 7 perempuan meninggal akibat PJK. Ada 94.000 kematian akibat PJK di Inggris setiap tahun, tingkat kematian akibat PJK mencapai sebesar 45% pada orang-orang berusia < 65 tahun dalam 10 tahun terakhir. Tingkat kematian di Inggris pada saat musim gugur lebih rendah dari pada di beberapa negara lain seperti Australia (48%) dan Norwegia (54%). Kematian akibat PJK tertinggi di Skotlandia, Inggris Utara dan terendah di Inggris Selatan. Selama lebih dari 25 tahun angka ini tertinggi di Skotlandia. Rata-rata kejadian infark miokard 600 per 100.000 penduduk pada laki berusia 30-69 tahun dan 200 per 100.000 penduduk pada wanita. Prevalensi angina sekitar 52.000 kasus baru per tahun pada pria dan 43.000 kasus baru pada wanita yang tinggal di Inggris. Sekitar 4% pada pria dan 0,5% pada wanita di Inggris mengalami serangan jantung. Prevalensi PJK di Skotlandia (4,6%), Wales (4,3%) dan Inggris (3,5%), Prevalensi lebih tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah (British Heart Foundation, 2010).

Prevalensi PJK di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya (tahun 1992 16,6%, 1995 19,0%, 2001 26,0%). Khusus di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan yaitu 2,76% pada tahun 1997, yang dirawat di rumah sakit mencapai 0,76%, dan meningkat menjadi 17,35% pada tahun 1998 dan 20,38% pada tahun


(23)

1999. Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar, tercatat jumlah kunjungan pasien di poli jantung juga meningkat dari 10.886 orang pada tahun 2006 menjadi 11.478 orang tahun 2007 (Hermansyah dkk, 2012).

Berdasarkan profil kesehatan Sumatera Utara (2000), PJK menempati urutan ketiga dari PTM (hipertensi, DM, dan PJK) dari pola penyakit penderita rawat inap di rumah sakit dengan jumlah penderita sebanyak 354 orang yang berumur > 60 Tahun dengan proporsi 2,66%. Jumlah kematian penderita PJK sebanyak 37 orang dengan CFR (Case Fatality Rate) 12,17% (Yanti, 2009). Kasus PJPD berdasarkan data rekam medik Poli klinik Kardiovaskular RSUP H. Adam Malik Medan, bulan Juni sampai Desember tahun 2010 tercatat pasien yang datang dan didiagnosa Hipertensi dan PJK sebanyak 319 orang (Malau, 2011).

Dari penelitian Damanik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2000-2004 menyebutkan bahwa jumlah penderita PJK sebanyak 230 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 13 orang CFR sebesar 5,65%. Kemudian Berdasarkan data yang ditemukan oleh Yanti (2009), jumlah penderita PJK di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2003 sebanyak 198 kasus, tahun 2004 sebanyak 274, tahun 2005 sebanyak 259 kasus, tahun 2006 sebanyak 283 kasus. Hasil Riskesdas (2007), menunjukan bahwa ada beberapa faktor risiko terjadinnya PJK seperti berat badan lebih dan obesitas (obesitas umum) 19,1%, obesitas sentral 18,8%, DM di daerah perkotaan 5,7%, ≥ 1 kali makan ikan asin 24,5%, sering makan makanan berlemak (tinggi lemak) 12,8%, kurang sayur dan buah 93,6%, kurang aktivitas fisik 48,2%, gangguan mental


(24)

emosional 11,6%, perokok setiap hari 23,7%, dan konsumsi alkohol 12 bulan terakhir 4,6% (Kepmenkes RI, 2009).

Tingginya morbiditas dan mortalitas PJK, serta pembiayaan akibat waktu perawatan dan biaya pengobatan, pemeriksaan penunjangnya tentu tidak sedikit. Belum lagi keberhasilan pengobatan sangat bergantung kepada kecepatan penanganan penyakit. Oleh karena itu upaya pencegahan PJK sangat bermanfaat karena sudah pasti lebih murah dan lebih efektif, hal ini dapat ditempuh dengan cara mengenali faktor risiko penyakit dan berprilaku hidup sehat (Supriyono, 2008).

Berdasarkan survei pendahuluan, dari rekam medik (medical record) RS Islam Malahayati tahun 2013, diperoleh data kunjungan pasien dengan PJK rawat jalan rata-rata 34 orang perbulan. Data rawat inap pada lima tahun terakhir mengalami peningkatan, pada tahun 2008 berjumlah 50 orang, tahun 2009 berjumlah 53 orang, tahun 2010 berjumlah 54 orang, tahun 2011 berjumlah 65 orang, tahun 2012 berjumlah 68 orang dan tahun 2013 meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya yaitu 156 orang. Pada beberapa pasien harus dilakukan usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan memecah plak atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung serta penanaman stant jantung yang di kenal dengan PTCA (Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty) dengan jumlah rata-rata 12 orang perbulan yang menghabiskan biaya sampai ratusan juta rupiah, selain biaya yang cukup mahal untuk perawatan bahkan banyaknya hari produktif pada penderita dan keluarga yang hilang akibat penyakit tersebut, disamping itu juga ada beberapa orang pasien yang masih usia produktif


(25)

(<50 tahun) yang masuk ke ruang unit Gawat Darurat meninggal dalam rentang waktu < 5 menit akibat serangan jantung (sindrom koroner akut/PJK) secara tiba-tiba, sehingga tindakan medis yang dilakukan tidak dapat menyelamatkan jiwanya.

Bertitik tolak dari uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh faktor risiko terhadap kejadian PJK pada pasien di RS Islam Malahayati Medan tahun 2014.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh faktor risiko terhadap kejadian PJK pada pasien di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh faktor risiko terhadap kejadian PJK.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengaruh merokok terhadap kejadian PJK. 2. Mengetahui pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian PJK. 3. Mengetahui pengaruh diet terhadap kejadian PJK.

4. Mengetahui pengaruh dislipidemia terhadap kejadian PJK. 5. Mengetahui pengaruh obesitas terhadap kejadian PJK.


(26)

7. Mengetahui pengaruh DM terhadap kejadian PJK.

8. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian PJK. 9. Mengetahui population atributable risk PJK.

1.4. Hipotesis Penelitian

Adanya pengaruh merokok, aktivitas fisik, diet, dislipidemia, obesitas, hipertensi dan DM terhadap kejadian PJK pada pasien di RS Islam Malahayati Medan tahun 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi RS Islam Malahayati, pasien RS Islam Malahayati, program kesehatan dan peneliti lain.

1. RS Islam Malahayati Medan

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah bagi pihak manajemen rumah sakit dapat mengidentifikasi dan mengetahui faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien. Selain itu, hasil akhir dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi pihak rumah sakit dalam meningkatkan kualitas layanannya khususnya berhubungan dengan PJK.

2. Pasien RS Islam Malahayati

a. Agar terhindar dari PJK bagi pasien yang tidak menderita PJK

b. Agar terhindar dari komplikasi PJK bagi yang sudah dan sedang menderita PJK


(27)

c. Agar meningkatkan harapan hidup bagi penderita PJK yang sudah mengalami komplikasi.

3. Program Pelayanan Kesehatan

a. Memberikan informasi tentang pengaruh faktor risiko terhadap kejadian PJK. b. Memberikan sumbangan bagi program pencegahan dan pengendalian penyakit

tidak menular untuk mengurangi kejadian PJK.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan ilmu kesehatan, khususnya ilmu Epidemiologi dan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.

5. Khusus bagi peneliti untuk meningkatkan ilmu pengetahuan tentang pengaruh faktor risiko terhadap kejadinya PJK.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner

PJK adalah istilah umum untuk penumpukan plak di arteri jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung (American Heart Association, 2013).

PJK juga disebut penyakit arteri koroner (CAD), penyakit jantung iskemik (IHD), atau penyakit jantung aterosklerotik, adalah hasil akhir dari akumulasi plak ateromatosa dalam dinding-dinding arteri yang memasok darah ke miokardium (otot jantung) (Manitoba Centre for Health Policy, 2013).

PJK terjadi ketika zat yang disebut plak menumpuk di arteri yang memasok darah ke jantung (disebut arteri koroner), penumpukan plak dapat menyebabkan angina, kondisi ini menyebabkan nyeri dada dan tidak nyaman karena otot jantung tidak mendapatkan darah yang cukup, seiring waktu, PJK dapat melemahkan otot jantung, hal ini dapat menyebabkan gagal jantung dan aritmia

PJK adalah penyempitan atau tersumbatnya pembuluh darah arteri jantung yang disebut pembuluh darah koroner. Sebagaimana halnya organ tubuh lain, jantung pun memerlukan zat makanan dan oksigen agar dapat memompa darah ke seluruh tubuh, jantung akan bekerja baik jika terdapat keseimbangan antara pasokan dan pengeluaran. Jika pembuluh darah koroner tersumbat atau menyempit, maka pasokan darah ke jantung akan berkurang, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara


(29)

kebutuhan dan pasokan zat makanan dan oksigen, makin besar persentase penyempitan pembuluh koroner makin berkurang aliran darah ke jantung, akibatnya timbullah nyeri dada (UPT-Balai Informasi Teknologi lipi pangan& Kesehatan, 2009) 2.2. Anatomi, Fisiologi Jantung dan Arteri Koroner

Sistem kardiovaskular dapat dianggap sebagai sistem transportasi tubuh, sistem ini memiliki tiga komponen utama yaitu jantung, pembuluh darah dan darah itu sendiri. Jantung adalah alat pemompa dan pembuluh darah adalah rute pengiriman, darah dianggap sebagai cairan yang mengandung oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh dan membawa limbah yang perlu dibuang (Virtual Medical Centre, 2013).

2.2.1 Struktur dan Fungsi Jantung 2.2.1.1 Struktur Jantung

Jantung adalah otot seukuran kepalan tangan dan berbentuk kerucut dengan panjang 12 cm, lebar 9 cm dan tebal 6 cm, terletak di antara dua paru-paru di sebelah kiri dari tengah dada, memiliki empat ruang yaitu atrium kiri, atrium kanan, ventrikel kiri dan ventrikel kanan (Virtual Medical Centre, 2013).

2.2.1.2 Fungsi

Jantung berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Virtual Medical Centre, 2013).


(30)

2.2.1.3Arteri Koroner Jantung

Jantung manusia normal memiliki dua arteri koroner mayor yang keluar dari aorta yaitu right coronary artery dan left main coronary artery, dinamakan koroner karena bersama dengan cabangnya melingkari jantung seperti crown (mahkota

corona). Arteri koroner meninggalkan aorta lebih kurang ½ inci di atas katup semilunar aorta, Left main coronary artery bercabang menjadi dua, yaitu left anterior descendens yang memberikan perdarahan pada area anterior luas ventrikel kiri, septum ventrikel dan muskulus papillaris anterior, sementara left circumflex

memberikan perdarahan pada area lateral ventrikel kiri dan area right coronary artery

dominan kiri. Right coronary artery memberikan perdarahan pada SA node, AV node, atrium kanan, ventrikel kanan, ventrikel kiri inferior, ventrikel kiri posterior dan muskulus papillaris posterior (Kasma, 2011).

2.3. Patogenesis Plak Aterosklerosis

Struktur arteri koroner jantung yang sehat terdiri atas 3 lapisan, yaitu: intima, media dan adventitia. Intima merupakan lapisan monolayer sel-sel endotel yang menyelimuti lumen arteri bagian dalam. Sel-sel endotel menutupi seluruh bagian dalam sistem vaskular hampir seluas 700 m2 dan berat 1,5 kg. Sel endotel memiliki berbagai fungsi, diantaranya menyediakan lapisan nontrombogenik dengan menutupi permukaannya dengan sulfat heparan dan melalui produksi derivat prostaglandin seperti prostasiklin yang merupakan suatu vasodilator poten dan penghambat agregasi


(31)

platelet, rusaknya lapisan endotel akan memicu terjadinya aterosklerosis sebagaimana yang akan dijelaskan dibawah ini.

Ada beberapa hipotesis yang menerangkan tentang proses terbentuknya aterosklerosis, seperti monoclonal hypothesis, lipogenic hypothesis dan response to injure hypothesis. Namun yang banyak diperbincangkan adalah mengenai response to injure hypothesis sebagai berikut:

a. Stage A : Endothelial Injure

Endotelial yang licin berfungsi sebagai barrier yang menjamin aliran darah koroner lancar. Faktor risiko yang dimiliki pasien akan memudahkan masuknya lipoprotein densitas rendah yang teroksidasi maupun makrofag ke dalam dinding arteri. Interaksi antara endotelial injure dengan platelet, monosit dan jaringan ikat (collagen), menyebabkan terjadinya penempelan platelet (platelet adherence) dan agregasi trombosit (trombosit agregation).

b. Stage B : Fatty Streak Formation

Pembentukan fatty streak merupakan pengendapan kolesterol-kolesterol yang telah dioksidasi dan makrofag di bawah endothelium arteri. Low Density Lipoprotein (LDL) dalam darah akan menyerang endotel dan dioksidasi oleh radikal-radikal bebas pada permukaan endotel, lesi ini mulai tumbuh pada masa kanak-kanak, makroskopik berbentuk bercak berwarna kekuningan, yang terdiri dari sel-sel yang disebut foam cells. Sel-sel ini ialah sel-sel otot polos dan makrofag yang mengandung lipid, terutama dalam bentuk ester cholesterol.


(32)

c. Stage C: Fibrosis Plaque Formation

Formasi plak fibrosis terdiri atas inti atau central cholesterol dan tutup jaringan ikat (cap fibrous). Formasi ini memberikan dua gambaran tipe yaitu Stable fibrous plaque dan Unstable fibrous plaque (Kasma, 2011).

2.4. Patofisiologi PJK

Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal. Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah. Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke area cedera, sel darah putih melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang


(33)

mengaktifkan siklus inflamasi, pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area cedera, sal darah putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel darah putih, pada saat menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai berimigrasi di antara sel-sel endotel keruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang matang menjadi makrofag dan bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi. Sitokin proinflamatori juga merangsan ploriferasi sel otot polos yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima. Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium sehingga menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan


(34)

dengan angina pectoris. Ketika kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel otot jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka terjadilah kematian otot jantung yang di kenal sebagai miokard infark (Corwin, 2009).

Patofisiologi PJK

Gambar 2.1. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner zat masuk arteri

Arteri

Proinflamatori Permeabelitas

Reaksi inflamasi Cedera sel endotel

Sel darah putih menempel di arteri imigrasi keruang interstisial

Aliran darah pembuluh kaku & sempit

Pembentukan Trombus monosit makrofag

Lapisan lemak sel otot polos tumbuh

Nyeri

Asam laktat terbentuk MCI


(35)

2.5 Gejala PJK

Gejala PJK yang biasanya timbul adalah:

1. Dada terasa sakit, terasa tertimpa beban, terjepit, diperas, terbakar dan tercekik. Nyeri terasa di bagian tengah dada, menjalar ke lengan kiri, leher, bahkan menembus ke punggung. Nyeri dada merupakan keluhan yang paling sering dirasakan oleh penderita PJK.

2. Sesak nafas 3. Takikardi

4. Jantung berdebar-debar 5. Cemas

6. Gelisah

7. Pusing kepala yang berkepanjangan

8. Sekujur tubuhnya terasa terbakar tanpa sebab yang jelas 9. Keringat dingin

10.Lemah 11.Pingsan

12.Bertambah berat dengan aktivitas

Tapi kebanyakan orang yang menderita PJK tidak mengalami beberapa gejala di atas, tiba-tiba saja jantung bermasalah dan dalam kondisi yang kronis (UPT-Balai Informasi Teknologi lipi, 2009).


(36)

2.6. Klasifikasi PJK

Menurut Braunwald (2001), PJK memiliki beberapa klasifikasi sebagai berikut:

1. Angina Pektoris Stabil

Angina pektoris stabil adalah keadaan yang ditandai oleh adanya suatu ketidaknyamanan (jarang digambarkan sebagai nyeri) di dada atau lengan yang sulit dilokalisasi dan dalam, berhubungan dengan aktivitas fisik atau stres emosional dan menghilang dalam 5-15 menit dengan istirahat dan atau dengan obat nitrogliserin sublingual (Yusnidar, 2007). Angina pektoris stabil adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium yang merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen miokard. Iskemia miokard dapat disebabkan oleh stenosis arteri koroner, spasme arteri koroner dan berkurangnya kapasitas oksigen di dalam darah (Aladdini, 2011). 2. Angina pektoris tak stabil adalah angina pektoris (atau jenis ekuivalen

ketidaknyamanan iskemik) dengan sekurang-kurangnya satu dari tiga hal berikut; a. Timbul saat istirahat (atau dengan aktivitas minimal) biasanya berakhir

setelah lebih dari 20 menit (jika tidak diberikan nitrogliserin).

b. Lebih berat dan digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan merupakan onset baru (dalam 1 bulan).

c. Timbul dengan pola crescendo (bertambah berat, bertambah lama, atau lebih sering dari sebelumnya). Pasien dengan ketidaknyamanan iskemik dapat datang dengan atau tanpa elevasi segmen ST pada EKG (yusnidar, 2007).


(37)

Istilah angina tidak stabil pertama kali digunakan 3 dekade yang lalu dan dimaksudkan untuk menandakan keadaan antara infark miokard dan kondisi lebih kronis dari pada angina stabil. Angina tidak stabil merupakan bagian dari sindrom koroner akut, dimana tidak ada pelepasan enzim dan biomarker nekrosis miokard. Angina dari sindrom koroner akut (SKA) cenderung merasa lebih parah dari angina stabil, dan biasanya tidak berkurang dengan istirahat beberapa menit atau bahkan dengan tablet nitrogliserin sublingual. SKA menyebabkan iskemia yang mengancam kelangsungan hidup otot jantung. Kadang-kadang obstruksi menyebabkan SKA hanya berlangsung selama waktu yang singkat dan tidak ada nekrosis jantung yang terjadi, SKA memiliki dua dua bentuk gambaran EKG yantu:

1. Infak Otot Jantung tanpa ST Elevasi (Non STEMI)

Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak, erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh pada lumen arteri koroner. Non STEMI memiliki gambaran klinis dan patofisiologi yang mirip dengan angina tidak stabil, sehingga penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis angina tidak stabil menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.


(38)

2. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI)

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya (Kasma, 2011).

Bagan dibawah 2.2. memperlihatkan suatu reorganisasi manifestasi klinis infark miokard akut yang sekarang disebut sindroma koroner akut.

Gambar 2.2. Nomenklatur Sindroma Koroner Akut

Sumber : Braunwald. Acute myocardial Infarction. Heart Disease. 2001

2.7. Komplikasi PJK

Adapun komplikasi PJK adalah: 1. Disfungsi ventricular

2. Aritmia pasca STEMI 3. Gangguan hemodinamik 4. Ekstrasistol ventrikel

Sindroma Koroner Akut

Elevasi ST Tanpa Elevasi ST

Infark miokard Angina tak stabil


(39)

5. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel 6. Syok kardiogenik

7. Gagal jantung kongestif 8. Perikarditis

9. Kematian mendadak (Karikaturijo, 2010). 2.8. Epidemiologi PJK

PJK merupakan penyakit tidak menular (noncommunacable disease) yang tidak hanya menyerang laki-laki saja, namun wanita juga berisiko, meskipun kasusnya tidak sebesar pada laki-laki. Pada orang yang berumur > 65 tahun ditemukan 20 % PJK pada laki-laki dan 12 % pada wanita (Supriyono, 2008).

Penyakit jantung adalah penyakit negara maju atau negara industri, lebih tepatnya, penyakit ini disebut sebagai penyakit masyarakat modern, dengan pola hidup modern. Karena itu penyakit jantung tidak saja monopoli negara maju, tetapi juga di negara yang sedang berkembang yang menunjukkan kecendrungan peningkatannya sesuai dengan kecundrungan modernisasi masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena penyebab penyakit jantung berkaitan dengan keadaan dan perilaku masyarakat maju misalnya tingginya stres, salah makan dan gaya hidup modern seperti rokok dan minum alkohol yang berlebihan (Bustam, 2007).

Sementara itu PJPD di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia cenderung meningkat sebagai modernisasi yang meniru gaya hidup negara sudah berkembang. PJPD pada dasarnya bukanlah penyakit menular yang disebabkan oleh


(40)

suatu organisme tertentu, namun penularan penyakit ini melalui peniruan gaya hidup sehingga penyakit ini ada yang menyebut sebagai ‘new communicable disease’. Menurut WHO (1990), kematian karena PJPD adalah sebesar 12 juta jiwa pertahun, sehingga dianggap sebagai pembunuh nomor satu umat manusia jika dibandingkan dengan kematian yang disebabkan oleh penyakit lain seperti diare 5 juta jiwa, kanker 4,8 juta jiwa, dan TBC 3 juta jiwa/tahun. Padahal dikatakan bahwa PJPD ini adalah suatu prevantable disease (penyakit yang dapat dicegah), di mana 50% kematian dini dapat dicegah dengan upaya-upaya memodifikasi gaya hidup (Bustam, 2007).

Menurut PERKI (2004), PJPD saat ini menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di Indonesia. Berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) yang dilakukan secara berkala oleh departeman kesehatan menunjukkan bahwa PJPD memberikan kontribusi sebesar 19,8% dari seluruh penyebab kematian pada tahun 1993 dan meningkat menjadi 24,4% pada tahun 1998 (Muttaqin, 2009). 2.9. Faktor Risiko PJK

Faktor risiko seseorang untuk menderita SKA ditentukan melalui interaksi dua atau lebih faktor risiko yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable factors) dan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable factors), Faktor yang dapat dimodifikasi yaitu; merokok, aktivitas fisik, diet, dislipidemia, obesitas, hipertensi dan DM. Sedangkan faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, suku/ras, dan riwayat penyakit keluarga (Bender et al, 2011).


(41)

2.9.1 Faktor Risiko yang tidak dapat Dimodifikasi 2.9.1.1 Keturunan

Fakta menyebutkan bahwa faktor keturunan telah lama dikenal memainkan peran terhadap kejadian PJK, Sebuah studi yang dipimpin oleh Profesor Kristina Sundquist dari Pusat Penelitian Perawatan Kesehatan Primer di Malmo (Swedia) yang diterbitkan dalam American Heart Journal. Penelitian ini dimulai pada tahun 1973 sampai 2008, terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan jumlah 80.214 responden yang diadopsi pada tahun ≤ 1932. Penelitian ini mengungkapkan bahwa individu yang memiliki setidaknya satu orang tua biologis yang menderita PJK memiliki risiko 40-60% terkena PJK jika dibandingkan dengan anak yang orang tuanya tidak memiliki riawayat PJK, meskipun kedua orang tua angkatnya menderita PJK. Kemudian Profesor Sundquist menyimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko PJK tidak ditransfer melalui gaya hidup yang tidak sehat dalam keluarga, melainkan melalui gen. Akan tetapi bukan berarti gaya hidup seseorang bukanlah faktor risiko terhadap peningkatan kejadian PJK (Medical New Today, 2011).

2.9.1.2 Umur

PJK berkembang semakin bertambahnya umur seseorang, Semakin bertambah usia semakin besar kemungkinan untuk menderita PJK dan menderita serangan jantung fatal. Setelah umur 40 tahun risiko terkena PJK adalah 49% untuk laki-laki dan 32% untuk perempuan. Lebih dari 4/5 atau 81% orang-orang yang meninggal akibat PJK adalah ≥ 65 tahun. Data statistik ini melaporkan bahwa bertambahnya usia


(42)

merupakan faktor risiko yang membuat orang-orang merasa agak tidak berdaya dalam memerangi PJK (Garko, 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Delima dkk (2009), dengan menggunakan studi kasus kontrol dengan tingkat kepercayaan 95% (CI 95%), jumlah responden 661.165 orang, menyebutkan bahwa risiko menderita penyakit jantung cenderung meningkat dengan bertambahnya umur, risiko cenderung meningkat hingga > 2,2 kali pada kelompok umur > 55 tahun, 2,49 kali pada kelompok umur > 75 tahun jika dibandingkan dengan kelompok umur 15-24 tahun.

2.9.1.3 Jenis Kelamin

American Heart Association (AHA) (2004), melaporkan bahwa 1 dari 3 wanita dewasa menderita PJPD, sejak tahun 1984 jumlah kematian akibat PJPD pada perempuan lebih tinggi dari pada pada laki-laki. sekitar tiga juta wanita memiliki riwayat serangan jantung akibat PJK. 38% wanita yang menderita serangan jantung akan meninggal lebih awal dalam waktu satu tahun dibandingkan dengan laki-laki hanya 25%, meskipun wanita memiliki serangan jantung pada usia yang lebih tua daripada laki-laki, perempuan mungkin meninggal dalam beberapa minggu setelah menderita PJK. Namun 64% dari wanita yang meninggal mendadak akibat PJK tidak mengalami gejala sebelumnya. Peningkatan kejadian PJK pada wanita itu terjadi setelah menopause dan kematian 2-3 kali lebih besar daripada wanita sebelum menopause. Oleh karena itu, wanita pasca-menopause harus ekstra waspada terhadap PJK. Usia rata-rata untuk laki-laki yang memiliki serangan jantung pertama akibat PJK adalah usia 65,8 tahun sedangkan usia rata-rata untuk perempuan adalah 70,4


(43)

tahun. Risiko PJK meningkat setelah umur > 40 tahun pada laki-laki yaitu 49% dan perempuan 32%, meskipun kejadian PJK bagi perempuan lebih lambat 10-20 tahun dari pada laki-laki, namun pada wanita yang lebih serius mengalami serangan jantung dan kematian mendadak (Garko dan Michael, 2012).

Prevalensi penyakit jantung di Indonesia menunjukkan perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Hasil SKRT (2001) menunjukkan prevalensi penyakit jantung pada populasi semua umur lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki (4,9% vs 3,4%), hasil SKRT (2004), prevalensi penyakit jantung menurut gejala pada populasi umur 15 tahun juga lebih tinggi pada perempuan (2,3% vs 1,3%), Bahkan hasil penelitian tahun 1985 di masyarakat pedesaan di Kabupaten Semarang berbeda dengan gambaran di rumah sakit saat itu, ternyata prevalensi penyakit jantung iskemik pada wanita lebih tinggi dibanding laki-laki (Delima dkk, 2009).

2.9.1.4 Ras/Etnis

Studi statistik menunjukkan bahwa ras/etnis memiliki peran penting terhadap kejadian PJK. Pada orang Afrika, Meksiko, India, Hawaii asli dan beberapa orang Asia memiliki risiko lebih tinggi untuk PJK dari pada pada orang Kaukasia (Inggris) dan Jepang (Asia Timur). Hal ini terjadi karena orang kulit hitam (terutama Afrika) memiliki faktor risiko kelebihan berat badan dan obesitas lebih tinggi, DM dan hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling serius bagi PJK (Garko dan Michael, 2012).


(44)

2.9.2 Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi

Adapun faktor risiko PJK yang dapat dimodifikasi adalah: 2.9.2.1 Merokok

Merokok dalam jangka waktu yang lama akan meningkatkan risiko PJK dan serangan jantung, merokok memicu pembentukan plak pada arteri, beberapa penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan risiko PJK dengan cara menurunkan level kolesterol HDL (Hight density lifid). Semakin banyak merokok semakin besar risiko terkena serangan jantung. Studi menunjukkan jika berhenti merokok selama setahun maka akan menurunkan setengah dari risiko serangan jantung (Ramandika, 2012).

Menurut Depkes (2007), Penggunaan rokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar pada penyakit tidak menular. Menurut data Susenas tahun 2001, jumlah perokok di Indonesia sebesar 31,8%. Jumlah ini meningkat menjadi 32% pada tahun 2003, dan meningkat lagi menjadi 35% pada tahun 2004. Pada tahun 2006, The Global Youth Survey (GYTS) melaporkan 64,2% atau 6 dari 10 anak sekolah yang disurvei terpapar asap rokok selama mereka di rumah. Lebih dari sepertiga (37,3%) pelajar biasa merokok dan yang lebih mengejutkan lagi adalah 30,9% atau 3 diantara 10 pelajar menyatakan pertama kali merokok pada umur dibawah 10 tahun. Data Riskesdas tahun 2007 juga memperlihatkan tingginya prevalensi penduduk yang merokok. Jumlah perokok aktif umur > 15 tahun adalah 35,4% (65,3% laki-laki dan 5,6% perempuan), berarti 2 diantara 3 laki-laki adalah perokok aktif. Lebih bahaya lagi 85,4 % perokok aktif merokok dalam rumah bersama anggota keluarga sehingga


(45)

mengancam keselamatan kesehatan lingkungan. Merokok dapat merubah metabolisme khususnya dengan meningkatnya kadar kolersterol darah, di samping itu dapat menurunkan HDL. Tingginya kadar kolesterol darah mempunyai pengaruh yang besar terhadap terjadinya PJK (Arief, 2011).

Menurut laporan WHO (2002), tingkat merokok di Asia pada laki-laki (sekitar > 40%) jauh lebih tinggi dari pada laki-laki di Barat (30-40%). Sebaliknya, tingkat merokok di Asia pada perempuan (< 20%) jauh lebih rendah dibandingkan pada wanita Barat (20-40 %). Merokok merupakan faktor risiko untuk stroke dan PJK. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Korea dengan menggunakan metode Prospektive Cohort Study dengan jumlah 648.346 laki-laki Korea usia ≥10 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah rokok yang dihisap perhari semakin tinggi risiko terjadinya PJK dan penyakit penyakit lain yang ber hubungan dengan PJPD


(46)

Gambar 2.3. Hazart Rasio Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah pada Perokok

Sumber

Dari gambar diatas maka dapat dijelaskan bahwa ada kecenderungan linier yang kuat dari peningkatan risiko stroke iskemik, perdarahan subarachnoid dan MI akibat dari banyaknya jumlah rokok yang dihisap per hari. Namun merokok tidak berhubungan dengan perdarahan intraserebral. Dalam penelitian APCSC (Asia Pacific Cohort Studies Collaboration) tahun 2005 dengan desain studi kohort dan CI 95% membandingkan antara perokok dengan bukan perokok, hasil penelitian tersebut


(47)

menunjukkan hasil resiko relatif (RR) 1,32 (1,24 -1.40) untuk stroke dan 1,60 (1,49-1,72) untuk PJK. Ada hubungan dosis-respons yang jelas antara jumlah rokok dihisap per hari dengan kejadian stroke dan PJK. Untuk mantan perokok, dibandingkan dengan perokok saat ini dengan hasil RR 0,84 (0,76-0,92) untuk stroke dan 0,71 (0,64-0,78) untuk PJK, jadi dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa berhenti merokok memiliki manfaat yang jelas

Menurut penelitian Supriyono (2008), dengan design kasus kontol, dari hasil analisisi bivariat menunjukkan bahwa kebiasaan merokok memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian PJK (p = 0,011), kebiasaan merokok juga berisiko untuk terjadinya PJK pada usia > 45 tahun sebesar 2,4 kali dibandingkan dengan yang tidak merokok (OR=2,4 ; 95% CI=1,3-4,5).

Penelitian Framingham dalam Anwar (2004), memaparkan bahwa kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki perokok 10x lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4,5x lebih tinggi dari pada bukan perokok. Hal ini disebabkan meningkatnya beban miokard yang dipicu oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi O2 akibat inhalasi CO sehingga menimbulkan takikardi, vasokonstriksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10% Hb menjadi karboksi -Hb. Semakin sering menghisap rokok akan menyebabkan kadar HDL kolesterol makin menurun. Efek merokok ini akan berdampak langsung pada peningkatan tingkat diabetes disertai obesitas dan hipertensi, sehingga orang yang merokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan perokok (Arief, 2011).


(48)

Ringkasnya, merokok merupakan faktor risiko untuk PJK dan stroke (stroke iskemik) pada orang Asia. Karena tingkat merokok pada orang Asia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang Barat, berhenti merokok sangat penting untuk pencegahan PJPD di Asi

2.9.2.2 Aktivitas Fisik

Aktifitas fisik dianjurkan terhadap setiap orang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesegaran tubuh. Aktifitas fisik berguna untuk melancarkan peredaran darah dan membakar kalori dalam tubuh (Hermansyah, 2012). Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah. Kegiatan aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila kegiatan dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Namun hampir separuh penduduk (47,6%) kurang melakukan aktivitas fisik (Riskesdas Sumsel, 2007).

Latihan/olahraga merupakan suatu aktivitas aerobik, yang bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru, peredaran darah, otot-otot dan sendi-sendi. Suatu latihan olahraga yang dilakukan secara teratur akan memberikan pengaruh yang besar terhadap tubuh kita. Latihan fisik dengan pembebanan tertentu akan mengubah faal tubuh yang selanjutnya akan mengubah tingkat kesegaran jasmani. Aktivitas aerobik teratur menurunkan risiko PJK meskipun hanya 11% laki-laki dan 4% perempuan (Salim dan Nurrohmah, 2013).


(49)

Hasil penelitian Febriani (2011), Hariadi dan Ali (2005), menjelaskan bahwa orang yang tidak mempunyai kebiasaan olahraga beresiko lebih besar terkena PJK daripada orang yang mempunyai kebiasaan olahraga, serta olahraga teratur bisa mengurangi risiko PJK (Salim dan Nurrohmah, 2013).

Menurut penelitian Salim dan Nurrohmah (2013), di RSUD dr. Moewardi menyebutkan bahwa responden yang tidak rutin melakukan olah raga berisiko mengalami kejadian PJK 2.250 lebih besar dibandingkan dengan responden yang rutin melakukan olah raga.

Menurut Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI (2006), Aktivitas fisik secara teratur memiliki efek yang menguntungkan terhadap kesehatan yaitu:

1. Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, DM dan lain-lain

2. Berat badan terkendali

3. Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat 4. Bentuk tubuh menjadi ideal dan proporsional 5. Lebih percaya diri

6. Lebih bertenaga dan bugar


(50)

Beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti:

a. Berjalan kaki, misalnya turunlah dari bus lebih awal menuju tempat kerja kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang berhenti di halte yang menghabiskan 10 menit berjalan kaki menuju rumah

b. Lari ringan/jogging c. Push-up

d. Naik turun tangga

e. Mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness) f. Berkebun

g. Menimba air

h. Berkebun/bercocok tanam i. Mencangkul

j. Bermain tenis

k. Bermain bulu tangkis

l. Bermain Sepak bola/basket/ volly m. Senam aerobik

n. Berenang o. Bersepeda

p. Latihan beban seperti dumble dan modifikasi lain q. Mendaki gunung


(51)

2.9.2.3 Diet

Diet dapat didefenisikan sebagai usaha seseorang dalam mengatur pola makan dan mengurangi makan untuk mendapatkan berat badan yang ideal.

Diet terbagi 2 yaitu : 1. Diet sehat

2. Diet tidak sehat

Diet tidak sehat terbagi dua macam a. Makanan Tinggi Lemak

Makan tinggi lemak sangat berhubungan dengan tingginya jumlah kolesterol dalam darah. Makanan orang Amerika rata-rata mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol cenderung tinggi, sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi, sayur-sayuran dan ikan sehingga orang Jepang rata-rata memiliki kadar kolesterol rendah sehingga prevaleni PJK lebih rendah di Jepang dari pada Amerika (Malau, 2011).

b. Kurang Konsumsi Sayuran dan Buah-buahan

Menurut Reine (2005), Sayuran dan buah-buahan merupakan makanan rendah kalori, kaya serat vitamin dan mineral untuk menjaga kesehatan (Dewi, 2013). Perilaku makan sehat merupakan perilaku mengkonsumsi beberapa variasi kelompok makanan yang direkomendasikan yaitu karbohidrat, protein, lemak, Sayuran dan buah-biahan secara universal (Ogden, 2010). Data frekuensi dan porsi asupan sayuran dan buah dikumpulkan dengan menghitung jumlah hari konsumsi dalam seminggu dan jumlah porsi rata-rata dalam sehari. Penduduk dikategorikan cukup konsumsi


(52)

sayuran dan buah-buahan apabila makan sayur dan atau buah minimal 5 porsi per hari (400 g) selama 7 hari dalam seminggu. Dikategorikan kurang apabila konsumsi sayuran dan buah-buahan kurang dari ketentuan di atas. Secara keseluruhan, penduduk umur > 10 tahun kurang konsumsi sayuran dan buah-buahan sebesar 97,0%. (Riskesdas Sumatera Selatan, 2007).

Riskesdas (2007), menyebutkan bahwa hanya 5,5 % warga Sumatera Utara usia > 10 tahun yang mengonsumsi Sayuran dan buah yang mengandung serat sesuai anjuran WHO (Starberita Medan, 2012).

Menurut Almatsier (2004), porsi sayuran dalam bentuk tercampur yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 150 – 200 gram dan porsi buah yang dianjurkan sehari untuk dewasa adalah sebanyak 200-300 gram (Gustiara, 2012).

Dalam jangka panjang sedikit konsumsi sayuran dan buah-buahan dapat menyebabkan penyakit kronis misalnya hipertensi, kanker, PJK, diabetes dan obesitas (Ogden, 2010). Dalam penelitan studi meta-analisis, yang diterbitkan pada tahun 1992 dan 2004 menunjukkan bahwa konsumsi > 5 porsi buah dan sayuran/hari (> 391 g) menyebabkan 17% penurunan risiko PJK (p < 0,001). kemudian penelitian serupa yang dilakukan He dkk (2007), dengan menggunakan metode studi meta-analisis yang diterbitkan tahun sebelumnya menunjukkan bahwa konsumsi buah dan sayuran > 5 porsi/hari akan menyebabkan penurunan risiko PJK sebesar 4% (Produse for Better Health Foudatian, 2011).


(53)

Sejak studi meta-analisis diatas dipublikasikan maka Nikolic dkk (2008), melakukan sebuah studi di Serbia dengan menggunakan metode kasus-kontrol yang terdiri dari 290 responden (67% laki-laki dan 33% perempuan usia 23-79 tahun), dari hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, subyek yang mengkonsumsi sedikit sayuran (< 1 cawan per minggu p < 0,01) akan mengalami 3 kali kemungkinan lebih tinggi terkena PJK jika dibandingkan dengan subjek yang mengkonsumsi lebih dari satu cawan perhari dan untuk buah/jus buah, studi meta-analisis independen

menunjukkan bahwa orang yang mengkonsumsi sedikit buah/jus buah akan mengalami 1,78 kali terjadinyan PJK (P < 0,05 , < 0.001) jika dibandingkan dengan orang yang banyak mengkonsumsi buah/jus buah (>1 porsi perhari) (Produse for Better Health Foudatian, 2011).

2.9.2.4 Dislipidemia (Kolestrol dalam Darah)

Pada buku Hurst’s dijelaskan bahwa kolesterol merupakan prasyarat terjadi PJK, kolesterol akan berakumulasi di lapisan intima dan media pembuluh arteri koroner. Jika hal tersebut terus berlangsung maka akan membentuk plak sehingga pembuluh arteri koroner yang mengalami inflamasi atau terjadi penumpukan lemak kemudian mengalami aterosklerosis (Fuster dkk, 2010). Hiperlipidemia juga disebabkan karena abnormal lipoprotein dalam darah, hal ini disebabkan karena meningkatnya LDL dan menurunnya HDL (Kumar dkk, 2010).

Pada awalnya di negara-negara Barat, PJK berhubungan dengan kolesterol yang tinggi, sedangkan di negara-negara Asia, kolesterol total (TC) umumnya lebih rendah dan kejadian PJK juga rendah. Namun dengan adanya industrialisasi dan


(54)

urbanisasi tumbuh di Asia, maka kadar kolesterol total pada negara-negara Asia mengalami peningkatan selama 50 tahun terakhir. Misalnya, studi Hisayama di Japan melaporkan bahwa prevalensi hiperkolesterolemia (total kolesterol [TC] ≥ 5,7

mmol/L) meningkat dari 2,8% menjadi 25,8% pada pria dan dari 6,6% menjadi 41,6% pada wanita selama tahun 1961-2002. Peningkatan kolesterol di negara-negara Asia dapat dikaitkan dengan peningkatan dalam asupan makanan yang berlemak. Banyak penelitian epidemiologi di Asia telah memberikan informasi tentang hubungan kolesterol dengan risiko PJPD. Studi kohort yang dilakukan oleh Korean National Health selama 11 tahun yang terdiri dari 787.442 pria dan wanita berusia 30-64 tahun, untuk hubungan antara kolesterol dengan peningkatan kejadian stroke iskemik, MI, stroke hemoragik, seperti pada gambar 2.4.


(55)

Gambar 2.4. Hazart Rasio PJPD pada Penderita Hyperdislipidemia

Sumber :

Gambar diatas menggunakan design meta-analisis study dengan CI 95%, menjelaskan bahwa peningkatan 1 mmol/L kolesterol maka HR akan menjadi 1,20 (1,16-1,24) untuk stroke iskemik, HR 0,91 (0,87-0,95) untuk stroke hemoragik dan HR 1,48 (1,43-1,53) untuk infark. Penelitian APCSC dengan design studi kohort selama 5,5 tahun dengan CI 95%, menjelaskan bahwa adanya hubungan TC (kolesterol total) dengan kejadian PJPD dan menginformasikan bahwa peningkatan ≥ 1 mmol/L akan menyebabkan terjadinya peningkatan risiko PJPD, dengan RR 1,35 (1,26-1,44), stroke iskemik fatal dan stroke iskemik non fatal dengan RR 1,25


(56)

(1,13-1,40), penurunan risiko stroke hemoragik fatal RR 0,80 (0,70-0,92 )

Penelitan Hisayama di Jepang (2009), menunjukkan bahwa risiko terkena infark pada otak nonembolic dan PJK megalami peningkatan pada responden dengan LDL yang tinggi, tetapi tidak ada hubungan yang jelas dengan kejadian stroke hemoragik. Penelitan arteriosklerosis yang dilakukan di Jepang pada tahun 2010 dengan mengunakan longitudinal cohort study melaporkan bahwa non–highdensity lipoprotein (non- HDL) lebih dapat dipercaya sebagai prediktor untuk peningkatan terjadinya MI akut dari pada TC, singkatnya, hiperkolesterolemia umumnya merupakan faktor risiko untuk penyakit aterosklerotik seperti stroke iskemik dan MI pada orang Asia. Karena prevalensi hiperkolesterolemia telah meningkat di Asia selama setengah abad terakhir, oleh karena itu pentingnya manajemen kolesterol untuk mencegah penyakit aterosklerosis di masa depan (Imamura dkk, 2009).

Menurut Yayasan Jantung Indonesia (2003), kadar kolesterol dikatakan tinggi apabila kadar kolesterol total ≥ 240 mg/L.

Menurut laboratorium RS Islam Malahayati, kadar kolesterol dikatakan tinggi apabila :

1. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl. 2. Kadar kolesterol LDL ≥ 160 mg/dl. 3. Kadar kolesterol HDL ≤ 55 mg/dl. 4. Kadar trigliserida > 150 mg/dl.


(57)

2.9.2.5 Obesitas

Obesitas sudah menjadi sebuah epidemi di negara maju, ukuran objektif obesitas biasanya dinilai dari nilai IMT, dimana ukuran international untuk obesitas adalah IMT ≥ 30 kg/m2, sedangkan untuk ukuran orang Asia obesitas didefinisikan dengan nilai IMT ≥ 25 kg/m 2 (WHO/IOTF/IASO, 2011). Obesitas memiliki hubungan yang erat dengan tingginya kejadian PJPD. Obesitas dapat meningkatkan kadar trigliserida yang buruk untuk kesehatan jantung dan menurunkan kadar HDL yang bersifat kardioprotektif (Nursalim, 2011). Selain itu, seiring meningkatnya obesitas, maka hipertensi juga meningkat. Obesitas juga dapat menyebabkan disfungsi diastolik dan berhubungan dengan memburuknya fungsi sistolik (Artham, 2009).

Berdasarkan data WHO (2008), prevalensi obesitas pada usia dewasa di Indonesia sebesar 9,4% dengan pembagian pada laki-laki mencapai 2,5% dan pada perempuan 6,9%. Survey sebelumnya pada tahun 2000, persentase penduduk Indonesia yang obesitas hanya 4,7% (±9,8 juta jiwa).Ternyata hanya dalam 8 tahun, prevalensi obesitas di Indonesia telah meningkat dua kali lipat, Sehingga kita perlu mewaspadai peningkatan yang lebih pesat dikarenakan gaya hidup sekarang yang semakin sedentary (santai dan bermalas-malasan) sebagai akibat dari kemudahan teknologi. Obesitas merupakan faktor risiko terhadap kejadian PJPD. Kelebihan berat badan mempengaruhi faktor resiko penyakit kardiovaskular seperti peningkatan level LDL, trigliserida, tekanan darah, kadar gula darah dan menurunkan kadar HDL serta meningkatkan resiko perkembangan PJK, gagal jantung, stroke dan aritmia.


(58)

Mencapai dan menjaga berat badan yang sehat selama hidup merupakan salah satu faktor utama untuk menurunkan resiko PJPD. (Dinkes Prov Yogyakarta, 2014).

Data dari Framingham (2008), menunjukkan bahwa apabila setiap individu mempunyai berat badan optimal, maka akan terjadi penurunan kejadian PJK sebanyak 25% dan stroke/cerebro vascular accident (CVA) sebanyak 3,5%. Penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki sensitivitas insulin, pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia (Malau, 2011).

Laporan FAO/WHO/UNU (1985), menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI). Di Indonesia istilah Body Mass Indeks diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang penggunaan IMT berlaku untuk orang yang berumur > 18 tahun (Lutfah, 2013).

Adapun rumus perhitungan IMT menurut Lutfah (2013) adalah sebagai berikut:

IMT = Berat Badan (kg)

Tinggi Badan (m)x Tinggi Badan (m)

Menurut Waspadji (2003), obesitas merupakan faktor independen terhadap PJK, berhubungan erat dengan kadar kolesterol serum, tekanan darah, dan toleransi


(59)

glukosa. Pada penelitiannya menunjukkan bahwa penderita yang memiliki IMT >25 lebih banyak yang menderita PJK dari pada kontrol (Arief, 2011).

2.9.2.6 Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu kondisi peningkatan tekanan darah arterial yang menetap (Dorlan, 2002). Pada tahun 2003, JNC VII mengklasifikasikan tekanan darah sistolik normal < 120 mmHg dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg (Fuster dkk, 2010). menurut Eighth Joint National Committee (JNC VIII), tekanan darah dikatakan tinggi apabila tekanan sistolik ≥ 140 dan diastolik ≥ 90 mmHg (Culpeper, 2013).

Menurut penelitian Hata dan Kiyohara (2013), menyebutkan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko yang kuat terhadap kejadian stroke dan PJK. Prevalensi hipertensi pada usia dewasa berjumlah 38,3% di Jepang, 27,7% di Cina, 23,7% di Taiwan, 21,7% di Thailand, 23,8 % di India Utara (urban) dan 30,7% di India Barat (daerah perkotaan). Prevalensi hipertensi di Jepang tampaknya lebih tinggi dari pada di negara-negara Asia lainnya, tetapi sulit untuk membuat akurat perbandingan karena metode untuk pengumpulan data dan pengukuran tekanan darah yang tidak standar antara studi memeriksa masalah ini. Dalam hal apapun kita dapat menyimpulkan secara kasar bahwa seperempat atau sepertiga dari populasi orang dewasa di Asia memiliki hipertensi. Prehipertensi terbukti menjadi faktor predisposisi untuk hipertensi di masa depan, dan lebih jauh lagi, sudah ada beberapa studi yang telah menjelaskan hubungan langsung antara prehipertensi dan risiko PJK. Penelitain APCSC lebih dari 7 tahun dengan jumlah responden yang cukup besar, mengunakan


(60)

studi meta-analisis dari design 44 studi kohort dengan 600.000 responden dari Asia (Cina, Hong Kong, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Singapura dan Thailand) dan Oceania (Australia dan Selandia Baru) untuk mencari pengaruh tekan darah tinggi terhadap kejadian stroke dan PJK. Penelitian ini menggunakan kategori tekan darah normal (TDS (tekanan darah sistolik) < 120 mmHg dan TDD (tekanan darah diastolik) < 80 mmHg ) , prehipertensi (TDS 120-139 mmHg dan TDD 80-89 mmHg), hipertensi diastolik terisolasi (TDS < 140 mmHg dan DBP ≥ 90 mmHg ), hipertensi sistolik terisolasi (TDS ≥ 140 mmHg dan DBP < 90 mmHg ) dan hipertensi sistolik-diastolik (TDS ≥ 140 mmHg dan TTD ≥ 90 mmHg ).

Gambar 2.5. Hazart Rasio PJPD pada Penderita Hipertensi


(61)

Dari gambar diatas dapat dipahami bahwa hazart rasio (HR) dari multivariabel dengan CI 95%, maka kejadian PJK adalah 1,41 (1,31-1,53) untuk prehipertensi, 1,81 ( 1,61-2,04 ) untuk hipertensi diastolik terisolasi, 2,18 ( 2,00-2,37) untuk hipertensi sistolik terisolasi dan 3,42 (3,17-3,70) untuk hipertensi sistolik-diastolik jika dibandingkan dengan tekanan darah yang normal. Dalam analisis yang lain, keadaan prehipertensi dan hipertensi itu sendiri akan mengakibatkan terjadinya peningkatan PJPD seperti stroke iskemik, stroke hemoragik dan PJK. Hisayama Study (2012) melakukan penelitian dengan design cohort study selama 19 tahun yang dimulai pada tahun 1988 dengan total responden 2.634 usia ≥ 40 tahun menggunakan standar JNC7 untuk klasifikasi tekanan darah dengan CI 95%, melaporkan bahwa adanya hubungan antara tingkatan tekanan darah dengan kejadian PJPD dengan hasil RR 1,58 (1,11– 2,26) untuk penderita prehipertensi, 1,70 (1,18–2,44) pada responden yang memiliki tekanan darah prehipertensi, 1,93 kali (1,37–2,72) pada responden yang menderita hipertensi derajat satu, 2,78 (1,93–4,01) pada responden yang menderita hipertensi derajat dua jika dibandingkan dengan responden yang tidak menderita hipertensi, setelah dilakukan standarisari dari faktor perancu. Hipertensi lebih sering megakibatkan stroke hemoragik dari pada stroke iskemik dan PJK. Temuan ini menunjukkan bahwa tidak hanya hipertensi tetapi juga prehipertensi merupakan faktor risiko penting untuk PJPD di Asia. Untuk itu modifikasi gaya hidup seperti diet rendah garam, latihan fisik dan berhenti merokok dianjurkan untuk mengurangi prevalensi prehipertensi dan hipertensi dimasa yang akan data 2013).


(62)

2.9.2.7 Diabetes Melitus

DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM, Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap dan 1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT seringkali berhubungan dengan resistensi insulin, pada kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT seringkali berkaitan dengan penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) atau kadar glukosa darah puasa (GDP) dengan puasa paling sedikit 8 jam, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) stándar setelah pemberian glukosa 75 gr pada orang dewasa atau 1,75 gr/kgBB untuk anak-anak, kemudian diperiksa kadar glukosa darahnya setelah 2 jam pemberian glukosa (Gustaviani, 2006).

Individu dengan DM mudah terjadi penyakit yang berhubungan dengan aterosklerosis dan diyakini bahwa lebih dari dua pertiga kematian pasien DM akibat penyakit arterial. Pada satu penelitian Helsinki policeman study, menjelaskan bahwa angka kematian PJK 3x lipat lebih tinggi pada pasien DM daripada individu normal. Mekanisme yang mungkin adalah berhubungan dengan abnormalitas metabolisme


(63)

lipid yang dapat meningkatkan aterogenesis dan advanced glycation endproducts

(AGE) yang menggambarkan metabolisme abnormal pada DM yang berdampak pada injuri endotelium (Ramandika, 2012).

Intoleransi glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh darah (Malau,2011). Penelitian Anwar (2004) menunjukkan bahwa laki-laki yang menderita DM berisiko mengalami PJK sebesar 50% lebih tinggi dari pada orang normal, sedangkan pada perempuan risikonya menjadi 2x lipat. Pada penelitian Waspadji (2003) menunjukkan bahwa adanya hubungan penderita DM dengan kejadian PJK (Arif, 2011).

Menurut data APCSC yang representatif (2007), prevalensi DM 2,6% di China, 3,1% di Mongolia, 4,3% di India, 5,1% di Taiwan, 6,4% di Filipina, 6,9% di Malaysia, 5,7% di Indonesia, 8,2% di Singapura, 9,6% di Thailand, 9,7% di Hong Kong dan 10,5% di Korea Selatan. Dalam penelitian Hisayama Study pada penduduk Jepang dengan total 2.421 responden yang diikuti selama selama 14 tahun untuk memperkirakan hubungan antara status toleransi glukosa dengan kejadian peningkatan PJPD. Dalam penelitian tersebut, Status toleransi glukosa ditentukan dengan kriteria WHO tahun 1998, yaitu:

1. Toleransi glukosa normal (puasa glukosa < 6.1 mmol/L dan 2 jam setelah makan < 7,8 mmol/L)

2. Gangguan glikemia puasa (6,1-6,9 mmol/L dan 2 jam setelah makan > 7,8 mmol/L)


(64)

4. Diabetes ≥ 7,0 mmol/L dan atau 2 HPG ≥ 11,0 mmol/L), Seperti ditunjukkan dalam gambar 2.6

Gambar 2.6. Hazart Rasio PJPD pada Penderita Diabetes Melitus

Sumber

Menurut penelitian APCSC diikuti selama 5,4 tahun untuk mencari hubungan antara DM dengan kejadian PJPD, status DM masing-masing peserta ditentukan berdasarkan riwayat medis dengan menggunakan CI 95% maka nilai RR 2.02 (1,57-2,59) untuk stroke fatal, 2.19 (1,81-2,66 ) untuk PJK Fatal, 2,09 (1,65-2,64) untuk total (fatal dan nonfatal ) stroke dan 1,73 ( 1,34-2,22 ) untuk total PJK. Untuk semua hasil adalah sama pada populasi Asia baik yang pesisir maupun non-pesisir. Singkatnya, diabetes merupakan faktor risiko penting untuk stroke dan PJK pada


(65)

populasi Asia. Penelitian APCSC menunjukkan bahwa hiperglikemia berhubungan dengan peningkatan risiko PJPD

2.10. Pencegahan PJK

Untuk berhasilnya upaya pencegahan PJK, tidak hanya diperlukan tenaga medis semata, namun perlu adanya kerja-sama dengan penderita, niat yang kuat dari penderita, kesadaran keluarga, lingkungan dan pekerjaan sangat penting untuk berhasilnya usaha ini. Pencegahan yang berhasil akan dapat menghemat biaya dari pemondokan di rumah sakit, tindakan intervensi jantung baik untuk diagnosa maupun terapi bahkan tindakan operasi jantung dan belum lagi menurunnya kemampuan fisik setelah menderita serangan jantung (Martohusodo, 2007).

Penanggulanagan PJK baik dengan obat-obatan atau dengan tindakan lain belum memberi hasil yang memuaskan. Oleh sebab itu, usaha pencegahan adalah yang paling penting untuk menaggulang PJK. Pencegahan PJK dapat dibagi menjadi Pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer adalah usaha menjaga agar orang tidak menderita PJK, usah pencegahan ini harus sudah di mulai sejak dini, yaitu pada masa remaja karena seperti yang telah di ketahui bahwa fatty streat atau proses awal aterosklerosis sudah ditemukan pada usia remaja, sedangkan Pencegahan sekunder adalah usaha yang dilakukan agar tidak terjadi serangan jantung dengan segala komplikasinya bagi mereka yang sudah terkena PJK.

Berhubung aterosklerosis pada arteri koroner dipicu oleh berbagai faktor risiko seperti stres, tekanan darah tinggi, DM dan lain-lain yang semuanya dapat diperoleh


(66)

dengan mengubah gaya hidup yang meterialistis, konsumtif dan hedonistis (Kabo, 2008).

Dalam pencegahan PJK ada 4 tingkatan yaitu:

2.10.1 Pencegahan Primordial (Pre Primary Prevention)

Pencegahan primordial adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah munculnya faktor predisposisi PJK pada suatu wilayah dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko PJK (Bustam, 2007). Dalam Noor (1997), Upaya pencegahan primordial dapat berupa kebijaksanaan nutrisi nasional dalam sektor agrokultural, industri makanan, impor dan ekspor makanan, penanganan konprehensif rokok, pencegahan hipertensi dan promosi aktivitas fisik/olah raga (Nasution, 2012). 2.10.2 Pencegahan Primer (Primary Prevention)

Pencegahan primer adalah upaya awal pencegahan PJK sebelum seseorang menderita. Dilakukan dengan pendekatan komuniti berupa penyuluh faktor risiko PJK terutama pada kelompok risiko tinggi. Pencegahan primer ditujukan kepada pencegahan terhadap berkembangnya proses atherosklerosis secara dini (Bustam, 2007).

Untuk mencegah berkembangnya atherosklerosis maka ada hal yang harus dilakukan yaitu:

1. Diet

Adapun metode diet yang benar adalah:

a. Baca label makanan dan minuman yang dibeli untuk menentukan pilihan yang terbaik


(67)

b. Minimalisir asupan makanan dan minuman yang menggunakan pemanis tambahan

b. Batasi porsi makan

c. Pilih produk-produk non-fat

d. Kurangi penggunaan garam dalam makanan dan hindari makanan yang asin, konsumsi makanan tinggi serat dan kaya antioksidan

e. Tingkatkan konsumsi kacang kedelai, kacang-kacangan, ikan Salmon, alpukat, bawang putih, bayam, margarin dari minyak biji bunga kanola dan teh

f. Konsumsi ikan sedikitnya dua kali seminggu. 2. Pola hidup sehat

1. Berolah raga secara teratur 2. Menjaga berat badan yang sehat 3. Mengurang jumlah alkohol

4. Hindari merokok dan asap rokok (UPT-Balai Informasi Teknologi lipi pangan dan Kesehatan, 2009).

2.10.3 Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)

Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan pada penderita yang sudah tekena PJK agar tidak berulang atau menjadi lebih berat. Disini diperlukan perubahan pola hidup (terhadap faktor-faktor yang dapat dikendalikan) dan kepatuhan berobat bagi mereka yang sudah menderita PJK. Pencegahan tingkat ketiga ini ditujukan untuk mempertahankan nilai prognostik yang lebih baik dan menurunkan mortalitas


(68)

(Bustam, 2007). Untuk menghindari terjadinya penyakit yang lebih parah atau komplikasi yang tidak diinginkan maka perlu dilakukan penegakan diagnosa dengan cepat dan tepat seperti:

2.10.3.1 Riwayat/Anamnesis

Diagnosa adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat, tepat dan didasarkan pada tiga kriteria, yaitu: gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut:

1. Lokasi: substermal, retrostermal dan prekordial

2. Sifat nyeri: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir

3. Penjalaran ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula dan dapat juga ke lengan kanan

4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat

5. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin dan sesudah makan 6. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin dan lemas.

Berat ringannya nyeri bervariasi sehingga sulit untuk membedakan antara gejala APTS/NSTEMI dan STEMI.

Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut, gejala yang tidak tipikal seperti: rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita,


(1)

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 2(a)

Variables diabetes_melitus

,077 1 ,781

Overall Statistics ,077 1 ,781

Step 3(b)

Variables Rokok

,452 1 ,502

Diabetes_Melitus ,063 1 ,802

Overall Statistics

,529 2 ,768 Step

4(c)

Variables Rokok

,322 1 ,570

Obesitas ,884 1 ,347

Diabetes_Melitus ,040 1 ,842

Overall Statistics 1,402 3 ,705

Step 5(d)

Variables Rokok

,303 1 ,582

Diet ,904 1 ,342

Obesitas ,710 1 ,399

Diabetes_Melitus ,055 1 ,814

Overall Statistics 2,299 4 ,681

Step 6(e) Variables

Rokok ,208 1 ,649

Aktivitas_Fisik

1,370 1 ,242

Diet 1,019 1 ,313

Obesitas ,513 1 ,474

Diabetes_Melitus ,079 3,609 1 5 ,779 ,607 Overall Statistics Step 7(f)

Variables Rokok

,072 1 ,788

Aktivitas_Fisik ,846 1 ,358

Diet ,902 1 ,342

Dislipidemia 2,304 1 ,129

Obesitas ,501 1 ,479

Diabetes_Melitus ,000 1 ,990


(2)

Dekumentasi


(3)

(4)

(5)

(6)