Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner (PJK) pada Lansia Berobat Jalan di RSUD Langsa Tahun 2014

(1)

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) PADA LANSIA BEROBAT JALAN DI RSUD LANGSA

TAHUN 2014

TESIS

Oleh

ARIS WINANDAR 127032061/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) PADA LANSIA BEROBAT JALAN DI RSUD LANGSA

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARIS WINANDAR 127032061/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(3)

Judul Tesis : FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) PADA LANSIA BEROBAT JALAN DI RSUD LANGSA TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Aris Winandar Nomor Induk Mahasiswa : 127032061

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sutomo Kasiman,Sp.PD, Sp.JP)

Ketua Anggota

(drh. Rasmaliah,M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 14 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman,Sp.PD, Sp.JP Anggota : drh. Rasmaliah,M.Kes

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet. M.P.H dr.Rahayu Lubis. M.Kes. Ph.D


(5)

PERNYATAAN

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER ( PJK ) PADA LANSIA BEROBAT JALAN DI RSUD LANGSA

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

(Aris Winandar) 127032061/IKM


(6)

ABSTRAK

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah kelainan pembuluh arteri koroner yang terjadi penebalan dinding dalam pembuluh darah disertai aterosklerosis yang mempersempit lumen arteri koroner akan menggangu aliran darah ke otot jantung sehingga terjadi kerusakan dan gangguan fungsi otot jantung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan faktor risiko pencetus kejadian penyakit jantung koroner pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan kajian analisis dengan desain

case control, dengan teknik cousecutive sampling dengan sampel terdiri dari 74 kasus

dan 74 kontrol pasien PJK dan non PJK yang berobat di poli penyakit dalam RSUD Langsa . Analisis data terdiri dari analiis bivariat dengan menggunakan uji chi-square dan analisis multivariate dengan menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil analisis univariat, karakteristik responden PJK sebagian besar berumur ≥76 tahun (68%), laki-laki (64%), SLTA (64%), wiraswasta (62%), merokok (60%), aktifitas fisik (60%), DM (64%), hipertensi (66%) dan obesitas (61%). Analisa bivariat antara fakto risiko dengan kejadian PJK menunjukkan hasil bahwa faktor risiko yang memiliki pengaruh bermakna terhadap kejadian PJK adalah merokok (OR=2,285 ;95% CI 1,18-4,42) diabetes mellitus (OR=3,041 ;95% CI 1,55-5,94), aktifitas fisik (OR= 2,163 ;95% CI 1,11-4,18), hipertensi (OR=3,353 ;95%), obesitas (OR=2,734 ;95% CI 1,40-5,34). Dengan uji regresi logistic diketahui bahwa faktor yang paling dominan dengan kejadian PJK adalah hipertensi (p=0,01, Exp(B)= 3,858)

Bagi pasien dengan umur yang beresiko dan memiliki risiko PJK dianjurkan untuk melakukan upaya pencegahan dengan melakukan pola hidup sehat dan menjaga nilai profil lipid dalam darah, salah satunya adalah secara rutin mengontrol tekanan darah agar tidak terjadi komplikasi seperti PJK.

Kata Kunci : Penyakit Jantung Koroner, Faktor Risiko, Hipertensi, Kasus-kontrol


(7)

ABSTRACK

Coronary heart disease (CHD) is a disorder of the coronary arteries that occurs in the blood vessel wall thickening with luminal narrowing of atherosclerotic coronary arteries to disrupt blood flow to the heart muscle, causing damage and impaired function of the heart muscle. The purpose of this study was to identify risk factors for coronary heart disease events precipitating the elderly in hospital outpatient Langsa 2014.

This research is to study the analysis of the study case-control design, with cousecutive sampling technique to sample consisted of 74 cases and 74 controls CHD and non-CHD patients who seek treatment at the hospital Langsa poly disease. Data analysis consisted of bivariate analiis using the chi-square test and multivariate analysis using multiple logistic regression.

Results of univariate analysis, most of the characteristics of respondents CHD ≥ 76 years old (68%), men (64%), high school (64%), self-employed (62%), smoking (60%), physical activity (60%) , DM (64%), hypertension (66%) and obesity (61%). Bivariate analysis between the incidence of CHD risk facto results suggest that risk factors have a significant influence on the incidence of CHD is smoking (OR = 2.285, 95% CI 1.18 to 4.42) diabetes mellitus (OR = 3.041, 95% CI 1, 55 to 5.94), physical activity (OR = 2.163, 95% CI 1.11 to 4.18), hypertension (OR = 3.353, 95%), obesity (OR = 2.734, 95% CI 1.40 to 5 , 34). With logistic regression is known that the most dominant factor in the incidence of CHD are hypertension (p = 0.01, Exp (B) = 3.858)

For patients with age at risk and have the risk of CHD is recommended for prevention efforts by maintaining a healthy lifestyle and blood lipid profile values, one of which is a regular blood pressure control to prevent complications such as CHD.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikat rahmat dan anuggrahnya sehingga. Penulis dapat menyelesaikan proposal dengan judul “ Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner (PJK) pada Lansia Berobat Jalan di RSUD Langsa Tahun 2014”.

Penulisan tesis ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Prof. dr. Sutomo Kasiman,Sp.PD, Sp.JP selaku Pembimbing I yang telah membimbing, memotivasi dan memberikan arahan dalam penyusunan proposal tesis ini.


(9)

5. Drh. Rasmaliah,M.Kes selaku Pembimbing II yang telah memberikan saran, masukan dan arahan serta motivasi dalam penyusunan proposal tesis ini.

6. Kepala Dinas Kota Langsa yang telah memberikan kesempatan dan izin dalam melakukan survey awal dalam pengambilan dan penelitian tesis

7. Kedua orang tua saya yang senantiasa mendukung penulis baik dari segi moril maupun materil.

Semoga seluruh kebaikan, bimbingan dan dukungan yang diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Peneliti menyadari, bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, maka Penulis sangat mengharapkan masukan yang berharga dan saran untuk melengkapi penulisan tesis ini.

Medan, Juli 2014

Aris Winandar 127032061/IKM


(10)

RIWAYAT HIDUP

Aris Winandar, lahir pada tanggal 3 September 1987 di Kota Binjei. Anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Agussalim,SH dan Ibu Asnifah. Saat ini masih menyandang status lajang dan belum menikah.

Pada tahun 1993 sampai 1999, sekolah di SD no.2 Sigli dengan status berijazah. Tahun 1999 sampai 2002 sekolah di SMP negeri 1 Sigli dengan status berijazah. Tahun 2002 sampai 2005 sekolah di SMA negeri 3 Langsa dengan status berijazah. Tahun 2005 sampai 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh dengan status berijazah, serta pada tahun 2012 sampai 2014 melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Administrasi Kebijakan Komunitas/Epidemiologi Universitas Sumatera Utara.

Bekerja sejak tahun 2009 bekerja sebagai administrasi di PT Mega Auto Financial. Tahun 2010 bekerja di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cut Nyak Dhien Langsa pada program studi Diploma Kebidanan sebagai penjamin mutu internal sampai saat ini.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Pengertian Lansia ... 10

2.1.1. Klasifikasi Lansia ... 11

2.1.2. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lansia... 11

2.2. Penyakit Jantung Koroner ... 15

2.2.1. Defenisi ... 15

2.2.2. Pathogenesis ... 16

2.2.3. Sirkulasi Koroner ... 25

2.2.4. Klasifikasi PJK ... 27

2.2.5. Gejala Klinis ... 31

2.2.6. Penyakit Jantung Koroner pada Lansia ... 34

2.2.7. Faktor-faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner (PJK) .... 38

2.2.8. Faktor Risiko PJK yang tidak Dapat di Modifikasi ... 39

2.2.9. Faktor-faktor Resiko PJK yang Dapat di Modifikasi ... 44

2.2.10.Pencegahan ... 54

2.3. Landasan Teori ... 63

2.4. Kerangka Teori... 65

2.5. Kerangka Konsep Penelitian ... 66

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 67

3.1. Jenis Penelitian ... 67

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 68


(12)

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 70

3.4.1. Bahan ... 70

3.4.2. Jenis Data ... 70

3.4.3. Teknik pengumpulan ... 71

3.5. Variable dan Defenisi Operasional ... 71

3.5.1. Independen Variabel ... 71

3.5.2. Dependen Variabel ... 71

3.5.3. Definisi Operasional ... 71

3.6. Teknik Pengolahan Data ... 74

3.7. Analisis Data ... 75

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 78

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 78

4.2. Karakteristik Responden ... 80

4.3. Analisa Univariat ... 81

4.4. Analisa Bivariat ... 82

4.5. Analisa Multivariat... 84

BAB 5. PEMBAHASAN ... 87

5.1. Pengaruh Faktor Risiko Merokok ... 87

5.1.1. Pengaruh Faktor Risiko Merokok terhadap Kejadian PJK pada Lansia ... 87

5.1.2. Pengaruh Faktor Risiko Aktivitas Fisik terhadap Kejadian PJK pada Lansia ... 88

5.1.3. Pengaruh Faktor Risiko Diabetes Melitus terhadap Kejadian PJK pada Lansia ... 89

5.1.4. Pengaruh Faktor Risiko Hipertensi terhadap Kejadian PJK pada Lansia ... 90

5.1.5. Pengaruh Faktor Risiko Obesitas terhadap Kejadian PJK pada Lansia ... 91

5.2. Keterbatasan Penelitian ... 92

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

6.1. Kesimpulan ... 93

6.2. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Golongan Usia Penderita Penyakit Jantung Koroner dan Kontrol ... 44

2.2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7 ... 48

3.1. Variabel yang Terkait Dengan Penelitian dan Telah Diteliti oleh Mira Rosmitian (2012) ... 69

3.2. Defenisi Operasional ... 72

4.1. Karakteristik Responden ... 80

4.2. Faktor Risiko Berdasarkan Variabel yang Diteliti ... 81

4.3. Pengaruh Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi terhadap Kejadian PJK pada PJK dan Non PJK ... 82

4.7 Tabel Seleksi Kandidat Multivariat ... 84


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1.Proses Aterosklerosis ... 19

2.2. Jantung Koroner di Sebabkan oleh Penyempitan dan Penyumbatan Pembuluh Arteri ... 25

2.3. Anatomi Arteri Koronaria ... 26

2.4. Kerusakan Otot Jantung dan Arteri yang Terblokir ... 32

2.5. Kerangka Teori ... 65

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 66


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Persetujuan Responden ... 97 2. Kuesioner Penelitian ... 98


(16)

ABSTRAK

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah kelainan pembuluh arteri koroner yang terjadi penebalan dinding dalam pembuluh darah disertai aterosklerosis yang mempersempit lumen arteri koroner akan menggangu aliran darah ke otot jantung sehingga terjadi kerusakan dan gangguan fungsi otot jantung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan faktor risiko pencetus kejadian penyakit jantung koroner pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan kajian analisis dengan desain

case control, dengan teknik cousecutive sampling dengan sampel terdiri dari 74 kasus

dan 74 kontrol pasien PJK dan non PJK yang berobat di poli penyakit dalam RSUD Langsa . Analisis data terdiri dari analiis bivariat dengan menggunakan uji chi-square dan analisis multivariate dengan menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil analisis univariat, karakteristik responden PJK sebagian besar berumur ≥76 tahun (68%), laki-laki (64%), SLTA (64%), wiraswasta (62%), merokok (60%), aktifitas fisik (60%), DM (64%), hipertensi (66%) dan obesitas (61%). Analisa bivariat antara fakto risiko dengan kejadian PJK menunjukkan hasil bahwa faktor risiko yang memiliki pengaruh bermakna terhadap kejadian PJK adalah merokok (OR=2,285 ;95% CI 1,18-4,42) diabetes mellitus (OR=3,041 ;95% CI 1,55-5,94), aktifitas fisik (OR= 2,163 ;95% CI 1,11-4,18), hipertensi (OR=3,353 ;95%), obesitas (OR=2,734 ;95% CI 1,40-5,34). Dengan uji regresi logistic diketahui bahwa faktor yang paling dominan dengan kejadian PJK adalah hipertensi (p=0,01, Exp(B)= 3,858)

Bagi pasien dengan umur yang beresiko dan memiliki risiko PJK dianjurkan untuk melakukan upaya pencegahan dengan melakukan pola hidup sehat dan menjaga nilai profil lipid dalam darah, salah satunya adalah secara rutin mengontrol tekanan darah agar tidak terjadi komplikasi seperti PJK.

Kata Kunci : Penyakit Jantung Koroner, Faktor Risiko, Hipertensi, Kasus-kontrol


(17)

ABSTRACK

Coronary heart disease (CHD) is a disorder of the coronary arteries that occurs in the blood vessel wall thickening with luminal narrowing of atherosclerotic coronary arteries to disrupt blood flow to the heart muscle, causing damage and impaired function of the heart muscle. The purpose of this study was to identify risk factors for coronary heart disease events precipitating the elderly in hospital outpatient Langsa 2014.

This research is to study the analysis of the study case-control design, with cousecutive sampling technique to sample consisted of 74 cases and 74 controls CHD and non-CHD patients who seek treatment at the hospital Langsa poly disease. Data analysis consisted of bivariate analiis using the chi-square test and multivariate analysis using multiple logistic regression.

Results of univariate analysis, most of the characteristics of respondents CHD ≥ 76 years old (68%), men (64%), high school (64%), self-employed (62%), smoking (60%), physical activity (60%) , DM (64%), hypertension (66%) and obesity (61%). Bivariate analysis between the incidence of CHD risk facto results suggest that risk factors have a significant influence on the incidence of CHD is smoking (OR = 2.285, 95% CI 1.18 to 4.42) diabetes mellitus (OR = 3.041, 95% CI 1, 55 to 5.94), physical activity (OR = 2.163, 95% CI 1.11 to 4.18), hypertension (OR = 3.353, 95%), obesity (OR = 2.734, 95% CI 1.40 to 5 , 34). With logistic regression is known that the most dominant factor in the incidence of CHD are hypertension (p = 0.01, Exp (B) = 3.858)

For patients with age at risk and have the risk of CHD is recommended for prevention efforts by maintaining a healthy lifestyle and blood lipid profile values, one of which is a regular blood pressure control to prevent complications such as CHD.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia, 17,5 juta (30%) diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah, terutama oleh serangan jantung (7,6 juta) dan strok (5,7 juta). Diperkirakan kematian pada ada tahun 2015, kematian akibat penyakit jantung (kardiovaskular) dan pembuluh darah akan meningkat menjadi 20 juta (Depkes RI, 2009).

Penyakit jantung masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada orang dewasa di Eropa dan Amerika Utara. Setiap tahun, di Amerika hampir 500.000 orang meninggal karena penyakit jantung iskemik. Di Asia dan Afrika, telah terjadi kecenderungan peningkatan kasus PJK dan kematian akibat penyakit jantung koroner (PJK). Di Singapura dan Malaysia, angka kejadian telah meningkat dari yang tidak bermakna menjadi penyebab 10 % seluruh kematian (Mukhtiaranti,2012).

Di Indonesia, salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang kita hadapi dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak masih banyaknya penyakit infeksi yang harus ditangani, dilain pihak semakin meningkatnya penyakit tidak menular. Proporsi angka kematian penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5% pada tahun 2007


(19)

Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia, seperti hipertensi (31,7 %), penyakit jantung (7,2%), stroke (8,3%), diabetes melitus (1,1%) dan diabetes melitus di perkotaan (5,7%), asma (3,5%), penyakit sendi (30,3%), kanker/tumor (4,3%), dan cedera lalu lintas darat (25,9%). (Riskesdas 2007).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional penyakit jantung yaitu 7,2%. Prevalensi penyakit jantung di atas prevalensi nasional ditemukan pada 13 provinsi yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara. Prevalensi penyakit jantung ini berkisar 2,6% di Provinsi Lampung dan tertinggi di NAD sebesar 12,6%, sedangkan di Sulawesi Utara sebesar 8,2% (Jeini,2011)

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) (2011) bahwa penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia dan 60 % dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung iskemik dan sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30 % kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Diperkirakan tahun 2030 bahwa 23,6 juta orang di dunia akan meninggal karena penyakit kardiovaskular (Mukhtiaranti 2012).

Penyakit Jantung Koroner merupakan gangguan pada pembuluh darah koroner berupa penyempitan atau penyumbatan yang dapat mengganggu proses transportasi bahan-bahan energi tubuh, sehingga dapat mengakibatkan terjadi


(20)

ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Ketidakseimbangan ini menimbulkan gangguan pompa jantung dan berakhir pada kelemahan dan kematian sel-sel jantung. Penyakit Jantung Koroner (PJK) termasuk bagian penyakit kardiovaskular dan merupakan penyakit yang menjadi trend di dunia modern saat ini. Laporan World Health Organization (WHO) pada September 2009 menyebutkan bahwa penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian pertama saat ini (Yahya, 2010 dalam Mira,2012).

Menurut Institut Jantung, Paru-paru dan Darah Nasional Amerika Serikat (National Heart, Lung and Blood Institute), penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu, baik pria maupun wanita di Amerika Serikat, dimana jumlah kematian akibat penyakit ini mencapai lebih dari 500.000 jiwa setiap tahunnya. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7.2% berdasarkan wawancara, sementara berdasarkan riwayat diagnosis tenaga kesehatan hanya ditemukan sebesar 0.9%. cakupan kasus jantung yang sudah didiagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 12.5% dari semua responden yang mempunyai gejala subjektif menyerupai gejala penyakit jantung. Prevalensi penyakit jantung menurut provinsi, berkisar antara 2.6% di Lampung sampai 12.6% di NAD.

PJK merupakan penyakit yang tidak disadari oleh kebanyakan orang dan tidak memberikan keluhan yang berarti, karna hanya keluhan ringan saja seperti nyeri dada sebelah kiri yang sebentar-sebentar sehingga membuat penderita kurang waspada bahkan hanya dianggap sebagai masuk angin biasa dan ditangani dengan cara sederhana seperti di kerok atau di pijat (Rizki,2012).


(21)

Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara berdasarkan gejala, meningkat seiring dengan bertambahnya umur, yaitu tertinggi pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 2,0% dan 3,6%, menurun sedikit pada kelompok umur ≥ 75 tahun. Prevalensi PJK yang di diagnosis dokter maupun berdasarkan diagnosis dokter atau gejala lebih tinggi pada perempuan (0,5% dan 1,5%). Prevalensi PJK lebih tinggi pada masyarakat tidak bersekolah dan tidak bekerja. Berdasarkan PJK terdiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi di perkotaan, namun berdasarkan terdiagnosis dokter dan gejala lebih tinggi di perdesaan dan pada kuintil indeks kepemilikan terbawah (Riskesdas,2013).

Prevalensi PJK berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 %. Prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13 %, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3 %. Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 ‰ (per mil) dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 ‰ (per mil). Jadi, sebanyak 57,9 % penyakit stroke telah terdiagnosis oleh nakes. Prevalensi PJK, gagal jantung, dan stroke terlihat meningkat seiring peningkatan umur responden. Prevalensi stroke sama banyak pada laki-laki dan perempuan.(Riskesdas,2013).

Meningkatnya jumlah lansia membutuhkan penanganan yang serius karena secara alamiah lansia itu mengalami penurunan baik dari segi fisik, biologi maupun mentalnya dan hal ini tidak terlepas dari masalah ekonomi, sosial dan budaya, sehingga perlu adanya peran serta keluarga dan adanya peran sosial dalam


(22)

penanganannya. Menurunnya fungsi berbagai organ lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis. Ada kecenderungan terjadi penyakit degeneratif, penyakit metabolik, gangguan psikososial dan penyakit infeksi meningkat (Nugroho, 2000. Dalam Eko Setiawan).

Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan usia harapan hidup (UHH) di Indonesia. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-2005 UHH adalah 66 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan usia harapan hidup (UHH) menjadi 77 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). Begitu pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan usia harapan hidup (UHH). Pada tahun 2000 usia harapan hidup (UHH) di Indonesia adalah 64 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69 tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 70 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%) (Rizky,2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Mira Rosmiatin mengenai Analisis Faktor-faktor risiko terhadap kejadian penyakit jantung koroner pada wanita lanjut usia di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dengan menggunakan metode analitik dengan studi cros sectional yang dilakukan pada 136 responden dengan analisa multivariate dan didapatkan bahwa faktor risiko yang paling berhubungan dengan terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) adalah usia (OR=3,64), dimana usia


(23)

sebagai faktor risiko yang bermakna dalam memprediksi terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) (p<0,001).

Disamping itu penelitian yang dilakukan oleh Eko Setiawan tahun 2012 mengenai Faktor risiko kejadian jantung koroner pada lansia di instalasi geriatric dan ruang penyakit dalam RS,Dr Kariadi semarang menunjukkan hasil penelitian bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara dislipidimia dengan kejadian jantung koroner di Instalasi Geriatri dan Ruang Penyakit Dalam RS. Dr Kariadi Semarang dengan p-value 1.000 dan nilai (odds rasio) OR= 1.00 dengan Convidence Interval (CI=95%).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Langsa, angka kematian akibat penyakit tidak menular di Kota Langsa selama lima tahun berturut-turut dari tahun 2008 sampai dengan 2013 terus mengalami peningkatan. Penyakit Jantung menempati urutan ke delapan baik dalam mortalitas maupun morbiditas. Pada tahun 2008, jumlah kasus 1.290 kasus (21,7%), tahun 2009 ada 2.548 kasus (2,67%), tahun 2010 terdapat 2.132 kasus (1,45%), tahun 2011 ada 3.485 kasus (2,70%), dan tahun 2012 terdapat 3.532 kasus (2,52%),. Sementara itu, jumlah kasus pada tahun 2013 terdapat 5.336 kasus (2,10%). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kasus Penyakit Jantung Koroner kenaikan yang fluktuatif.

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka perlu dilakukan tentang Faktor risiko kejadian penyakit jantung koroner pada lansia yang berobat jalan di poli jantung rumah sakit umum daerah kota Langsa tahun 2014.


(24)

1.2.Perumusan Masalah

Masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh antara faktor risiko dengan kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor risiko pencetus kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengetahui faktor risiko merokok pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.3.2.2. Mengetahui faktor risiko obesitas pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.3.2.3. Mengetahui faktor risiko aktivitas fisik pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.3.2.4. Mengetahui faktor risiko hipertensi pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.3.2.5. Mengetahui faktor risiko diabetes melitus pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.3.2.6. Mengetahui population atribut risk pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.


(25)

1.4.Hipotesis

1.4.1. Ada pengaruh dari faktor risiko merokok pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.4.2. Ada pengaruh dari faktor risiko obesitas pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.4.3. Ada pengaruh dari faktor risiko aktivitas fisik pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.4.4. Ada pengaruh dari faktor risiko hipertensi pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.4.5. Ada pengaruh dari faktor risiko diabetes melitus pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Mengetahui dengan lebih jelas tentang penelitian yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner pada lansia berobat jalan berdasarkan beberapa faktor penyebabnya sehingga dapat dijadikan informasi untuk pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

1.5.2. Agar dapat mengetahui factor utama penyebab penyakit jantung koroner sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan agar tidak mengalami kejadian atau dapat mengurangi keparahan bagi masyarakat.

1.5.3. Menjadi bahan masukan atau informasi bagi pihak rumah sakit RSUD Langsa agar dapat mengambil langkah-langkah tepat dan bijaksana dalam memberikan


(26)

pelayanan pasien lansia penderita jantung koroner yang ada di poli jantung RSUD Langsa.

1.5.4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk dapat dilakukan penelitian yang lebih lanjut.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Lansia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).

Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia) dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk kategori lansia. Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu


(28)

perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Eko,2012)

2.1.1. Klasifikasi Lansia

Batasan Lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60-74 tahun dan usia lanjut tua (Old) antara 75-90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun ( Nugroho, 2008 ). Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun ( prasenilis ), seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih ( lansia ), seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih ( lansia resiko tinggi ), lansia yang mampu melakukan pekerjaan dan / atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang / jasa (lansia Potensial), lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain atau lansia tidak potensial ( Maryam, 2008 ).

2.1.2. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, mental, psikologi (Nugroho, 2008).

2.1.2.1. Perubahan-perubahan Fisik a. Sel

Sel menjadi berkurang jumlahnya/lebih sedikit, ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun, jumlah sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, otak menjadi atropi, beratnya berkurang hingga 5-10% (Nugroho, 2008).


(29)

b. Sistem Persyarafan

Sistem panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stress. Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan reflek (Nugroho, 2008).

c. Sistem Pendengaran

Gangguan pendengaran, membran timpani menjadi artropi menyebabkan otosklerosis, terjadi pengumpalan serumen, fungsi pendengaran semakin menurun, tinnitus, vertigo (Nugroho, 2008).

d. Sistem Penglihatan

Spingter pupil timbul sklerosis dan respon terhadap sinar menghilang, kornea lebih berbentuk speris (bola), lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam gelap, penurunan / hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopia, seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa, lapang pandang menurun, daya membedakan warna menurun (Nugroho, 2008).

e. Sistem Kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas dinding aorta menurun, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, curah jantung menurun, kehilangan elastisitas pembuluh darah, kinerja


(30)

jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan pendarahan, tekanan darah meningkat akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat (Nugroho, 2008). f. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh

Yang sering ditemui antara lain temperature tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis lebih kurang ± 35ºC ini akibat metabolism yang menurun,keterbatasan reflex menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak seningga terjadi penurunan aktivitas otot (Nugroho, 2008).

g. Sistem Pernapasan

Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atropi, kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, aktivitas silia menurun, paru kehilangan elastisitas, ukuran alveoli melebar, berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, karbon dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan kemampuan untuk batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis (Nugroho, 2008).

h. Sistem Pencernaan

Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendir yang kronis, atropi indra pengecap (+80%), hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah, terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit, esophagus melebar, rasa lapar menurun, peristaltik lemah, fungsi absorbsi melemah, hati semakin mengecil dan tempat menurun, aliran darah berkurang (Nugroho, 2008).


(31)

i. Sistem Reproduksi

Pada wanita terjadi penciutan ovary, uterus, payudara, vulva mengalami atropi, selaput lender vagina menurun sedangkan pada pria testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun ada penurunan secara berangsur-angsur (Nugroho, 2008).

j. Sistem Genitourinaria

Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun,penyaringan di glomerulus menurun,dan fungsi tubulusmenurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urine ikut menurun (Nugroho, 2008).

k. Sistem Integument

Kulit mengerut atau keriput,permukaan kulit cendrung kusam, kasar dan bersisik, timbul bercak pigmentasi, terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, respon terhadap trauma menurun, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang (Nugroho, 2008).

l. Sistem Musculoskeletal

Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh, permukaan sendi tulang penyangga rusak dan aus, gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas,gangguan gaya berjalan, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sklerosis (Nugroho, 2008).


(32)

2.2. Penyakit Jantung Koroner 2.2.1. Definisi

Menurut WHO, PJK adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan jantung dan pembuluh darah, dan termasuk penyakit jantung koroner (serangan jantung), penyakit serebrovaskular (stroke), peningkatan tekanan darah (hipertensi), penyakit arteri perifer, penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan dan gagal jantung. Penyebab utama penyakit kardiovaskular adalah penggunaan tembakau, aktivitas fisik, diet yang tidak sehat dan penggunaan berbahaya alcohol (WHO,2013).

Menurut National Library of Medicine (NLM 2012) penyakit jantung koroner

(coronary heart diseases) merupakan suatu penyempitan dari pembuluh darah kecil

yang menyuplai darah dan oksigen ke jantung. Penyakit jantung koroner juga disebut penyakit arteri koroner (Fatimah,2012).

Menurut National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI 2011), penyakit jantung koroner, disebut juga penyakit arteri koroner, yaitu suatu kondisi dimana terbentuknya plak pada bagian dalam arteri koronaria. Arteri ini menyuplai darah yang kaya akan oksigen untuk otot jantung.

Penyakit jantung koroner (PJK) sendiri dapat diartikan sebagai penyakit jantung yang timbul akibat penyempitan pada arteri koronaria. Penyempitan terbanyak dari penyempitan tersebut adalah arterosklerosis yang merupakan suatu kelainan yang terdiri atas fibrilipid dalam bentuk plak yang menonjol atau penebalan pada tunika intima dan pada bagian dalam tunika media (Fatimah,2012).


(33)

Proses arterosklerosis ini sudah dimulai pada masa kanak-kanak dan menjadi nyata secara klinik pada kehidupan dewasa. Lebih dari setengah insiden penyakit ini dapat diterangkan kejadiannya oleh hiperkolesterolemia, hipertensi, dan merokok. Terdapat beberapa faktor risiko lain yang juga berperan akan tetapi dalam derajat yang lebih kecil misalnya obesitas, dan aktiviitas fisik yang kurang. Pengendalian terhadap faktor risiko kardiovaskular dihubungkan dengan pencegahan PJK harus sudah dimulai sedini mungkin sebelum terjadi perubahan yang irreversibel pada dinding pembuluh darah (Yusnidar,2010).

2.2.2. Patogenesis

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuannya untuk melebar. Dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga akan membahayakan miokardium yang terletak di sebelah distal dari daerah lesi (Jeini,2011).

Aterosklerosis pada arteri besar dan kecil ditandai dengan penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit, dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endothel) dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos).


(34)

Pembuluh koroner pada penampang lintang akan terlihat 3 lapisan, yaitu tunika intima (lapisan dalam), tunika media (lapisan tengah), dan tunika adventitia (lapisan luar). Permukaan pembuluh darah bagian dalam dilapisi dengan lapisan sel-sel yang disebut endothelium (Jeini,2011).

Tunika intima terdiri dari 2 bagian. Lapisan tipis sel-sel endotel merupakan lapisan yang memberikan permukaan licin antara darah dan dinding arteri serta lapisan subendothelium. Sel-sel endothel ini memproduksikan zat-zat seperti prostaglandin, heparin dan activator plasminogen yang membantu mencegah agregasi trombosit dan vasokonstriksi. Selain itu endotel juga mempunyai daya regenerasi cepat untuk memelihara daya anti trombogenik arteri. Jaringan ikat menunjang lapisan endotel dan memisahkannya dengan lapisan lain (Jeini,2011).

Tunika media merupakan lapisan otot di bagian tengah dinding arteri yang mempunyai 3 bagian : bagian sebelah dalam disebut membran elastis internal, kemudian jaringan fibrous otot polos dan sebelah luar membrane jaringan elastic eksterna. Lapisan tebal otot polos dan jaringan kolagen, memisahkan jaringan membrane elastik eksterna dan yang terakhir ini memisahkan tunika media dan adventisia.Tunika adventitia umumnya mengandung jaringan ikat dan dikelilingi oleh vasa vasorum yaitu jaringan arteriol (Furqan,2011).

Lapisan endothelium bertindak sebagai saringan selektif (selective filter) untuk dinding pembuluh darah dan bertindak sebagai penghubung (interface) antara darah dan dinding pembuluh darah karena endothel adalah lapisan terdalam dari pembuluh darah, dia mengadakan kontak langsung dengan darah (Rizki,2012).


(35)

Berbagai teori telah dilontarkan untuk menerangkan pathogenesis aterosklerosis ini. Seperti teori infiltrasi/incrustation, dan teori pertumbuhan klonal/clonal growth yang dikemukakan oleh Benditt.12 Pada tahun 1976, Russel Ross mengemukakan aterosklerosis bukan merupakan suatu proses degeneratif, tetapi merupakan proses inflamasi kronik yang diikuti oleh suatu proses reparasi di dinding arteri. Hal inilah yang mendasari hipotesis response to injury yang dikemukakan olehnya. Hipotesis ini menyatakan bahwa lesi aterosklerosis terjadi sebagai respons platelet karena kerusakan sel endothel oleh hiperkolesterolemi. Hipotesis ini telah mengalami banyak perubahan seiring dengan perkembangan jaman (Rizki,2012).

Ketidakseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menyebabkan penyakit jantung koroner atau infark miokardium. Terdapat suatu keseimbangan kritis antara penyediaan dan kebutuhan oksigen miokardium. Berkurangnya penyediaan oksigen atau meningkatnya kebutuhan oksigen ini dapat mengganggu keseimbangan ini dan membahayakan fungsi miokardium. Bila kebutuhan oksigen meningkat maka penyediaan oksigen juga meningkat. Sehingga aliran pembuluh koroner harus ditingkatkan, karena ekstraksi oksigen miokardium dari darah arteri hamper maksimal pada keadaan istirahat. Rangsangan yang paling kuat untuk mendilatasi arteria koronaria dan meningkatkan aliran pembuluh darah koroner adalah hipoksia jaringan lokal. Pembuluh koroner normal dapat melebar dan meningkatkan aliran darah sekitar lima sampai enam kali di atas tingkat istirahat. Namun, pembuluh darah yang mengalami stenosis atau gangguan tidak dapat melebar, sehingga terjadi kekurangan oksigen apabila kebutuhan oksigen meningkat kapasitas pembuluh untuk


(36)

meningkat aliran. Iskemia adalah kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan reversible. Iskemia yang lama akan menyebabkan kematian oto atau nekrosis.secara klinis, nekrosis miokardium dikenal dengan nama infark

miokardium.(Yusndar,2012).

Gambar 2.1. Proses Aterosklerosis

Pada proses aterosklerosis ada 3 tahap dan ketiga tahap ini dapat dijumpai pada satu penderita (gambar 2).

1) Tahap I-Lapisan berlemak (fatty streak)

Intima arteri di infiltrasi oleh lipid dan terdapat fibrosis yang minimal. Lapisan berlemak yang memanjang atau berkerut-kerut terdapat pada permukaan sel otot polos. Kelainan ini sudah dijumpai di aorta pada bayi yang baru lahir dan akan dijumpai dalam jumlah yang lebih banyak pada anak-anak berumur 8-10 tahun pada aterosklerosis aorta di negara-negara barat. Lapisan berlemak pada arteri koronaria mulai terlihat pada umur 15 dan jumlahnya akan bertambah sampai pada dekade ke-3 dari umur manusia. Lapisan berlemak ini berwarna agak kekuning-kuningan dan belum atau sedikit menyebabkan penyumbatan dari arteri koronaria (Agri,2012).


(37)

Sel endothelial yang dilapisi oleh fatty streak akan memberikan gambaran histologi dan fungsi yang abnormal. Fatty streak biasanya berkembang pada lokasi dimana terjadi sel endothel yang luka, sehingga menyebabkan molekulmolekul besar seperti LDL dan dapat masuk ke dalam jaringan subendothelium. Jika LDL sudah masuk ke dalam jaringan subendothelium, maka akan terjebak dan akan tetap berada di dalam jaringan subendothelium hal ini disebabkan karena terikatnya LDL dengan glikomynoglikan. LDL yang terjebak ini lama kelamaan akan mengalami modifikasi karena adanya radikal oksigen yang bebas di sel endothelial, yang merupakan inhibisi dari aterosklerosis (Agri,2012).

Modifikasi LDL in akan mengalami 3 proses penting yaitu (a) mereka akan dimakan oleh monosit menjadi makrofag, (b) makrofag ini akan menetap pada jaringan subendothelium dan (c) modifikasi LDL ini akan membantu sel mengambil lipid dalam jumlah yang besar (Yusnidar,2012).

2) Tahap II-Fibrous plaque

Lapisan berlemak menjadi satu dan membentuk lapisan yang lebih tebal, yang berkomposisi lemak atau jaringan ikat. Plak ini kemudian mengalami perkapuran. Tahap ini sering dijumpai mulai umur 25 tahun di aorta dan arteri koronaria di negara-negara dimana ada insidens yang tinggi dari aterosklerosis. Plak yang fibrous ini berwarna agak keputih-putihan. Karena plak yang fibrous ini agak tebal, ia dapat menonjol ke dalam lumen, dan menyebabkan penyumbatan parsial dari arteri koronaria (Rizki,2012).


(38)

Salah satu penyebab terjadinya perubahan dari fatty streak ke lesi fibrotic adalah adanya lesi fokal yaitu hilangnya jaringan endothelial yang melapisi fatty

streak. Hilangnya lapisan tersebut disebabkan oleh adanya peregangan dari sel-sel

yang mengalami gangguan fungsi pada deformasi dinding arteri atau karena toksin oleh sel busa. Pada lokasi sel yang hilang ini, platelet akan melekat dan akan terjadi pengeluaran faktor-faktor yang akan menyebabkan perkembangan dari lesi (Eko,2012).

Heparinase, merupakan salah satu enzim yang memecah heparin sulfat (sebuah polisakarida pada matriks ekstraselular) yang menghambat migrasi dan proliferasi dari sel otot polos. Kombinasi dari penurunan kadar heparin dan kurangnya PGI2 dan EDRF-NO karena el endothelial yang luka menyebabkan sel otot polos berubah dari sel yang dapat berkontraksi menjadi sel tidak dapat berkontraksi lagi sehingga terjadi pengeluaran sekresi enzim-enzim pada matriks ekstraselular, yang membuat mereka dapat bermigrasi ke dalam intima dan berproliferasi. Migrasi sel otot polos ke dalam intima dibantu oleh (Plattelet Derived

Growth Factor) PDGF yang mengalami mitosis (Eko,2012).

3) Tahap III-Plak yang mengalami komplikasi

Tahap ke-3 ini terdapat dalam jumlah banyak dengan meningkatnya umur. Bagian inti dari plak yang mengalami komplikasi ini akan bertambah besar dan dapat mengalami perkapuran. Ulserasi dan perdarahan menyebabkan trombosis, pembentukan aneurisma dan diseksi dari dinding pembuluh darah yang menimbulkan gejala penyakit (Yusnidar,2012).


(39)

Faktor-faktor yang menyebabkan pecahnya plak adalah adanya aliran turbulensi atau mekanisme stress peregangan, perdarahan intraplak karena rupturnya vasa vasorum, peningkatan stress pada dinding sirkumferensial dinding arteri pada penutup fibrotik karena adanya penimbunan lipid, dan adanya pengeluaran enzim-enzim yang dikeluarkan oleh makrofag untuk memecah matriks (Yusnidar,2012).

Sejalan dengan pecahnya plak maka proses lainnya seperti thrombosis, adhesi platelet, agregasi platelet dan koagulasi akan terjadi. Koagulasi akan dimulai oleh karena bercampurnya darah dengan kolagen di dalam plak dan factor jaringan tromboplastin yang diproduksi oleh sel endothelial dan makrofag di dalam lesi fibrotik (Yusnidar,2012).

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteria koronaria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteria koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti dengan perubahan vascular yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar (Yusnidar,2012).

Dengan demikian keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menjadi genting, membahayakan miokardium distal dari daereh lesi. Terhalang atau tersumbatnya pembuluh arteri dapat disebabkan oleh pengendapan kalsium, kolesterol lemak dan lain-lain substansi, yang dikenal sebagai plak (Yusnidar,2012).


(40)

Dalam periode tersebut deposit ini tertimbun secara perlahan-lahan yang akhirnya diameter di arteri koroner yang masih dapat dilalui darah makin lama semakin sempit, sampai pembuluh tersebut tidak dapat dilewati darah sesuai dengan kebutuhan otot jantung. Terhalangnya aliran darah seperti di atas disebut sebagai

fixed blockage13. Plak sering timbul pada tempat-tempat dimana terjadi turbulensi

maksimum seperti pada percabangan, daerah dengan tekanan tinggi, daerah yang pernah terkena trauma dimana terjadi deskuamasi endothel yang menyebabkan adesi trombosit (Agri,2102).

a. Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) kini telah menjadi pembunuh utama di Indonesia, khususnya hipertensi, stroke dan penyakit jantung koroner. Menurut World Health Organitation (WHO), penyakit kardiovaskular merupakan 28% penyebab kematian di negara-negara Asia- Pasifik, dimana penyakit ini banyak menyerang golongan usia produktif, terutama di negara-negara berkembang sehingga berpotensi mengurangi GDP (Gross Domestic Product) dan menambah angka kemiskinan. Di Indonesia sendiri penyakit jantung merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas paling tinggi, hal tersebut seiiring dengan meningkatnya umur harapan hidup, adanya perubahan pola gaya hidup, makin tinggi paparan faktor risiko, dan adanya kondisi lingkungan yang merugikan kesehatan seperti pencemaran udara dan rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat.(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011, dalam Fatimah,2012).


(41)

Di Amerika Serikat sejak tahun 1960 tingkat kematian penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan usia sudah mengalami penurunan secara terus menerus. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan angka kematiaan akibat PJK ini, termasuk pengontrolan yang baik akan faktor risiko yang menyebabkan penurunan insidensi PJK, ditambah lagi ada nya kemajuan dalam terapi yang dilakukan. Di tahun 2010, prevalensi terjadinya penyakit jantung koroner meningkat pada usia ,65 tahun (19,8%), diikuti dengan usia 45-64 tahun (7,1%), dan usia 18-44 tahun (1,2%). Prevalensi penyakit jantung koroner juga meningkat pada laki-laki (7,8%) dibandingkan dengan wanita (4,6%), tetapi akan terjadi peningkatan yang drastis pada wanita setelah menopause (CDC, 2011).

Kenyataan lain menunjukkan bahwa, di Inggris penyakit kardiovaskular membunuh satu dari dua penduduk dalam populasi, dan menyebabkan hampir sebesar 250.000 kematian pada tahun 1998. Satu dari empat laki-laki dan satu dari lima perempuan meninggal setiap tahun karena penyakit jantung koroner, yang mempersentasikan sekitar setengah kematian akibat penyakit kardiovaskular. Merupakan konsep dihitung berdasarkan harapan hidup yang lebih panjang. Meskipun penyakit jantung koroner tetap merupakan penyebab utama kematian dini di inggris, tingkat kematian turun secara progresif selama 20 tahun terakhir. Penurunan ini terutama pada kelompok usia yang lebih muda, dimana, sebagai contoh, terdapat penurunan sebesar 33% pada laki-laki berusia 35-74 tahun dan penurunan sebesar 20% pada perempuan dengan kisaran usia serupa dalam 10 tahun terakhir (Fatimah,2012).


(42)

Gambar 2.2. Jantung Koroner di Sebabkan oleh Penyempitan dan Penyumbatan Pembuluh Arteri

2.2.3. Sirkulasi Koroner

Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi otot jantung. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil (Agri ,2012).

1) Arteria Koronaria

Arteria koronaria adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Muara arteria koronaria ini terdapat di dalam sinus valsava dalam aorta, tepat di atas katup aorta. Sirkulasi koroner terdiri dari: arteria koronaria kanan dan kiri. Arteria koronaria kiri mempunyai dua cabang besar, arteria desendens anterior kiri dan arteria sirkumfleksa kiri.


(43)

Gambar 2.3. Anatomi Arteri Koronaria

Setiap pembuluh utama mencabangkan pembuluh epikardial dan intramiokardial yang khas. Arteria desendens anterior kiri membentuk percabangan septum yang memasok dua pertiga bagian anterior septum, dan cabang-cabang diagonal yang berjalan di atas permukaan anterolateral dari ventrikel kiri, permukaan posterolateral dari ventrikel kiri diperdarahi oleh cabang-cabang marginal dari arteria sirkumfleksa. Jalur-jalur anatomis ini menghasilkan suatu korelasi antara arteria koronaria dan penyediaan nutrisi otot jantung. Pada dasarnya arteria koronaria dekstra memberikan darah ke atrium kanan, ventrikel kanan dan dinding inferior ventrikel kiri. Arteria sirkumfleksa sinistra memberikan darah pada atrium kiri dan dinding posterolateral ventrikel kiri. Arteria desendens anterior kiri memberikan darah ke dinding depan ventrikel kiri yang massif.


(44)

2.2.4. Klasifikasi PJK

Klasifikasi penyakit jantung koroner (PJK) sampai saat ini masih belum ada yang spesifik, hal ini disebabkan karena manifestasi klinisnya yang berbeda dan bervariasi diantara satu penderita dengan penderita yang lain. Saat timbulnya juga tidak menentu, gejala yang ditimbulkan juga tidak sesuai dengan penemuan patologik. Dengan demikian penderita PJK mungkin tampil dengan : (Iman Soeharto, 2004, Jantung Koroner dan Serangan Jantung, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama) 1) Angina Pektoris Stabil

2) Angina Pektoris Tidak Stabil (ATS)

3) Infark Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI) 4) Infark Miokard dengan ST-elevasi (STEMI)

Selain bisa juga bermanifestasi sebagai payah jantung atau gangguan irama jantung.

(1) Angina Stabil

Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koronaria yang arterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan alirannya sewaktu kebutuhan oksigen meningkat. Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktivitas misalnya berolah raga atau naik tangga.

Apabila plak ateroma yang berada di Arteri Koronaria stabil, maka serangan angina pektoris selalu timbul pada kondisi yang sama yaitu pada waktu terjadi peningkatan beban jantung. Dengan demikian diagnosis angina pektoris stabil dapat ditegakkan pada anamnesis apabila didapati bahwa serangan timbul setiap kali melakukan aktivitas fisik dan hilang dengan istirahat atau dengan pemberian


(45)

nitrat, lamanya serangan tidal lebik dari 5 menit, tidak disertai keluhan sistemik, gejala angina pektoris sudah dialami lebih dari 1 bulan, dan beratnya tidak berubah dalam masa beberapa tahun terakhir.

(2) Angina Pektoris tidak Stabil (ATS)

Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas dan segera hilang bila aktivitas dihentikan. Merupakan kompleks gejala tanpa kelainan morfologik permanen miokardium yang disebabkan oleh insufisiensi relatif yang sementara di pembuluh darah koroner.

Angina pektoris dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang atau ke daerah abdomen. Penyebab angina pektoris adalah suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium dibandingkan kebutuhan. Jika beban kerja suatu jaringan meningkat maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Pada jantung yang sehat, arteria koronaria berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun jika arteria koronaria mengalami kekakuan atau menyempit akibat arterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemi miokardium.

Sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Cara ini tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan


(46)

energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri angina pektoris berkurang. Dengan demikian, angina pektoris merupakan suatu keadaan yang berlangsung singkat.

Angina pektoris tidak stabil adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal. Dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koronaria. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat arterosklerosis koronaria, yang ditandai oleh trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spasme. Apabila keadaan plak pada arteria koronaria menjadi tidak stabil, misalnya mengalami pendarahan, ruptur atau terjadi fissura, sehingga terbentuk trombus di daerah plak yang menghambat aliran darah koronaria dan terjadi serangan angina pektoris. Serangan angina pektoris jenis ini datangnya tidak tentu waktu, dapat terjadi pada waktu penderita sedang melakukan aktivitas fisik atau dalam keadaan istirahat, dan gejalanya bervariasi tergantung bentuk ukuran dan keadaan trombus.

Beberapa kriteria dapat dipakai untuk mendiagnosis angina pektoris tidak stabil, yaitu:

a. Angina pektoris kresendo yaitu angina yang terjadi peningkatan dalam intensitas, frekuensi, dan lamanya episode angina pektoris yang dialami selama ini.


(47)

c. ”new-onset exertional Angina” yaitu yang baru timbul dalam kurang 2 bulan. d. Nyeri dada yang timbul 2 minggu sebelum kejadian infark miokard akut

(IMA).

(3) Infark Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI)

Angina tidak stabil dikelompokkan bersama-sama NSTEMI dimana NSTEMI ditemukan bukti kimiawi yang menunjukkan adanya nekrosis miokard.

(4) Infark Miokard dengan ST-elevasi (STEMI / IMA)

Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.

a. Infark Subendokard

Infark yang terjadi pada sepertiga sampai seperdua dari ketebalan dinding ventrikel. Umumnya diakibatkan oleh hipoperfusi dari jantung seperti pada stenosis aorta, syok hemoragik, dan dapat pula akibat trombus pada arteri koronaria yang lisis sebelum terjadi nekrosis pada miokard.

b. Infark Transmural

Nekrosis miokard yang terjadi pada seluruh atau hampir seluruh ketebalan dinding miokard (endokardium sampai epikardium). Umumnya disebabkan oleh aterosklerosis arteri koronaria, perubahan plak secara akut, dan trombosis.

Pada publikasi akhir-akhir ini lebih lazim dipergunakan sebutan Infark Miokard Non Q wave daripada Infark Miokard Subendokard, atau


(48)

Transmural. Sebutan ini juga membedakan diri daripada infark miokard dengan gelombang Q yang patologis.

2.2.5. Gejala Klinis

Gejala umum dari penyakit jantung koroner adalah angina. Angina adalah nyeri atau ketidaknyamanan di dada jika pada daerah otot jantung tidak mendapatkan cukup darah yang kaya oksigen. Angina mungkin terasa seperti tertekan atau seperti diremas di daerah dada. Dapat juga dirasakan di bahu, lengan, leher, rahang, atau punggung. Nyeri cenderung memburuk saat aktivitas dan hilang saat istirahat. Stress emosional juga dapat memicu rasa sakit. (Agri,2012)

Gejala umum lain PJK adalah sesak napas. Gejala ini terjadi jika PJK menyebabkan gagal jantung. Bila memiliki gagal jantung, jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sehingga terbentuk cairan didalam paru-paru, yang mengakibatkan sulit untuk bernapas.(Fatimah,2012)

Tingkat keparahan gejala ini bervariasi. Mungkin 31act lebih parah jika penumpukan plak terus menerus yang mempersempit arteri koroner. Beberapa orang yang memiliki PJK, mereka biasanya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala, suatu kondisi yang disebut “Silent CHD”. Penyakit ini tidak dapat didiagnosis sampai seseorang tersebut memiliki tanda-tanda atau gejala serangan jantung, gagal jantung, atau aritmia (detak jantung tidak teratur) (Yusnidar,2010).


(49)

1) Serangan Jantung

Sebuah serangan jantung terjadi jika aliran darah yang kaya oksigen ke bagian otot jantung tiba-tiba menjadi tersumbat. Hal ini dapat terjadi jika daerah plak dalam arteri koroner pecah. Fragmen sel darah yang disebut platelet menempel ke lokasi cedera dan dapat mengumpul untuk membentuk bekuan darah. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka sebagian besar atau benar-benar akan memblokir aliran darah di arteri koroner. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, bagian dari otot jantung yang diberi makan oleh arteri tersebut akan mulai mati. Jaringan jantung sehat digantikan dengan jaringan parut. Kerusakan jantung ini mungkin tidak jelas, atau mungkin menjadi parah atau menimbulkan masalah yang lama.

2) Kerusakan otot jantung dan arteri yang terblokir

Gambar 2.4. Kerusakan Otot Jantung dan Arteri yang Terblokir

Gambar A adalah gambaran dari arteri koroner jantung dan menunjukkan kerusakan (otot jantung yang mati) disebabkan oleh serangan jantung. Gambar B adalah penampang dari arteri koroner dengan penumpukan plak dan bekuan darah.


(50)

Gejala serangan jantung yang paling umum adalah nyeri dada atau rasa yang tidak nyaman. Sebagian besar serangan jantung melibatkan ketidaknyamanan seperti tekanan yang tidak nyaman, seperti diremas-remas, terasa penuh, atau rasa nyeri di daerah tengah atau samping kiri dada yang sering berlangsung selama lebih dari beberapa menit, dan dapat hilang dan muncul kembali.

Nyeri serangan jantung kadang terasa seperti terbakar atau heartburn. Gejala-gejala angina mirip dengan Gejala-gejala serangan jantung. Nyeri angina biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan hilang dengan istirahat. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman tidak hilang begitu saja atau berubah dari pola yang biasa (misalnya, terjadi lebih sering atau saat sedang istirahat) hal ini dapat menjadi tanda serangan jantung.

Tanda-tanda umum dan gejala serangan jantung lainnya mencakup: (Iman Soeharto, 2004, Jantung Koroner dan Serangan Jantung, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama) a) Ketidaknyamanan tubuh bagian atas pada satu atau kedua lengan,punggung,

leher, rahang, atau bagian atas dari lambung.

b) Sesak napas, yang mungkin terjadi dengan atau sebelum rasa tidak nyaman pada dada.

c) Mual, muntah, pusing atau pingsan, atau keluar keringat dingin. d) Masalah tidur, kelelahan, atau kekurangan 33actor.


(51)

3) Gagal Jantung

Gagal jantung adalah suatu kondisi di mana jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Gagal jantung tidak berarti bahwa jantung telah berhenti atau akan berhenti bekerja. Tanda-tanda dan gejala paling umum gagal jantung adalah sesak napas atau kesulitan bernapas, kelelahan, dan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai kaki, perut, dan vena di leher. Semua gejala ini adalah hasil dari penumpukan cairan dalam tubuh. Ketika gejala dimulai, maka akan merasa lelah dan sesak napas setelah melakukan.

4)Aritmia

Aritmia adalah sebuah masalah dengan irama detak jantung. Bila memiliki aritmia, jika diperhatikan jantung akan melewatkan ketukannya atau berdenyut terlalu cepat. Beberapa orang menggambarkan perasaan aritmia dengan pulsasi yang cepat dan terus menerus di daerah dada. Perasaan ini disebut palpitasi. Beberapa aritmia dapat menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti berdetak. Kondisi ini disebut serangan jantung mendadak (SCA). SCA biasanya menyebabkan kematian jika tidak diobati dalam hitungan menit.

2.2.6. Penyakit Jantung Koroner pada Lansia

Pada proses penuaan, jantung dengan berat sekitar 250 gram ini justru mengalami hipertrofi (pembesaran jantung karena sel-sel otot jantung membesar), sementara itu organ-organ lain kebanyakan mengalami penciutan atau pengecilan. Dinding bilik jantung menebal, katup-katup jantung menebal dan kaku, sehingga


(52)

kontraktilitas (daya pompa otot jantung) menurun dan para lansia merasa cepat lelah jika berjalan jauh, dan mengeluh sesak nafas jika menaiki beberapa anak tangga (Hanna Santoso, Andar Ismail (2008).

Dinding pembuluh darah juga mengalami penebalan dan pergeseran sehingga menjadi kaku. Diameter rongga pembuluh darah mengecil atau menyempit sehingga aliran darah tidak selancar pada orang yang berusia muda. Hal ini menyebabkan kelenturan pembuluh darah berkurang. Sehingga mengakibatkan pengerasan pembuluh darah (Arteriosklerosis). Terkadang terasa nyeri di dada kiri karena ada penyempitan pembuluh darah jantung, sehingga aliran darah kurang lancer. Penebalan dan pengerasan dinding pembuluh darah ini terjadi karena adanya penambahan jaringan ikat, klasifikasi, dan penimbunan lemak. Kolesterol darah yang tinggi serta faktor-faktor berisiko lain, misalnya merokok, kurangnya latihan fisik atau olahraga, mengidap penyakit darah tinggi, diabetes, dan alin-lain, sangat berperan dalam mempercepat proses arterosklerosis dan penyakit jantung koroner. (Hanna Santoso, Andar Ismail (2008). Memahami krisis lanjut usia. Jakarta

Angka kematian akibat penyakit jantung koroner (PJK) diperkirakan meningkat 50% selama 30 tahun ke depan. Meningkatnya usia juga dikaitkan dengan keadaan atherosklerosis yang lebih berat dan menyeluruh serta sering disertai kerusakan ventrikel kiri, dengan kejadian tiga penyakit pembuluh dan penyakit arteri koroner kiri utama menjadi dua kali lipat antara usia 40-80 tahun. Penilaian klinis penderita penyakit arteri koroner yang berusia lanjut sering terhambat oleh penyakit : penerbit PT BPK Gunung Mulia).


(53)

dasar lain yang membuat interpretasi gejala iskemi menjadi sulit. Komorbid yang telah ada, turut membuat tes diagnostik dan terapi di bidang kardiologi lebih menantang untuk mereka yang berusia lanjut. (Lakatta, 2008,dalam Eko ,2011)

a. Perubahan Arteri pada Usia Lanjut

Secara alami tubuh manusia akan mengalami proses penuaan termasuk system kardiovaskuler. Pengetahuan mengenai perubahan struktur dan fungsi arteri terkait usia dapat menjelaskan mengapa penuaan merupakan prediktor komplikasi penyakit kardiovaskuler. Penuaan vaskuler ditandai oleh adanya proses degeneratif, penurunan fungsi endotel dan kekakuan arteri. Perubahan tersebut dapat merupakan refleksi adaptatif atau proses degeneratif.

1) Perubahan Degeneratif dan Remodeling Arteri

Penebalan intima-media pada arteri sering disebut arterosklerosis subklinis. Pada individu tanpa penyakit kardiovaskuler, penebalan intima-media yang berlebihan pada usianya dapat memprediksi penyakit arteri koroner asimptomatis (silent) dan dapat berkembang menjadi penyakit jantung iskemi yang simptomatis. Menurut Cardiovascular Health study (CHS), pada usia diatas 65 tahun, penebalan intima-media adalah prediktor independen kejadian infark miokard dan stroke dimasa mendatang. (Rizky,2012).

Perubahan molekuler, seluler dan enzimatik pada dinding arteri terdiri dari migrasi sel otot polos vaskuler yang teraktivasi menuju intima, disertai oleh peningkatan produksi bahan matriks akibat menurunnya fungsi matrix metalloproteinase, angiostensin II, transforming growth factor β (TGF-β),


(54)

intercellular cell adhesion molecules, produksi kolagen serta collagen cross-linking, dan hilangnya serat elastik peningkatan fibronektin dan kalsifikasi. (Eko,2011)

Penurunan rasio elastin dan kolagen yang menjadi kunci viskoelastisitas pembuluh darah menyebabkan kekakuan arteri. Kekakuan arteri terjadi pada seluruh lanjut usia, tak terkecuali normotensi, perbedaan etnis maupun gaya hidup. Kekakuan arteri (arterial stiffness) berhubungan dengan struktur intrinsik dinding pembuluh darah yang berkaitan dengan peningkatan pulse wave velocity dan semakin dini dan kuatnya pulse wave reflection yang kembali ke jantung. (Eko, 2011)

2) Disfungsi Endotel

Sel endotel merupakan regulator vaskuler yang kuat dan sangat penting. Penurunan control endotel pada tonus vasomotor menggagalkan adaptasi vaskuler terhadap perubahan aliran terutama saat aktivitas atau iskemia. Selain itu penurunan makromolekul transport dan sintesis prostasiklin (PGI2) memfasilitasi pembentukan atherosklerosis dan thrombosis (Agri,2012).

Fungsi barier sel endotel menurun seiring usia sehingga terjadi peningkatan permeabilitas. Akibatnya terjadi perpindahan makromolekul plasma melalui endotel lalu terperangkap di intima yang pada akhirnya member kontribusi terhadap modifikasi intima. (Agri, 2012)

Beberapa faktor resiko penyakit arteri koroner dikaitkan dengan adanya disfungsi dari sel endotel, seperti hiperkolestrolemia, resistensi insulin dan merokok, yang memberi kontribusi terjadinya atherosklerosis. Endotel menghasilkan beberapa


(55)

substansi vasoreaktif diantaranya NO (nitric oxide) dan endothelin. Substansi ini menurun seiring dengan penambahan usia. (Eko, 2012)

Pemendekan telomer juga dikaitkan dengan proses atherosklerosis. Fungsi telomer yang terhenti akibat penuaan menginduksi terjadinya disfungsi endotel pada pembuluh darah. Kemampuan regenerasi sel juga terhenti sehingga menyebabkan kegagalan angiogenesis. Proses angiogenesis memerlukan sel endotel yang berproliferasi dan bermigrasi sebagai respon terhadap sitokin. (Lakatta, 2008 dalam Eko, 2012).

Perubahan lingkungan intravaskular turut dipengaruhi oleh usia seperti fibrinogen, 38actor koagulasi (V, VII, IX dan XIIa) dan faktor von Willebrand yang meningkat tanpa diimbangi oleh peningkatan factor antikoagulasi. Peningkatan plasminogen activator inhibitor (PAI-1) terutama saat stress mengakibatkan gagalnya fibrinolisis. (Scwart, 2011 dalam Eko, 2012)

2.2.7. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner (PJK) a. Definisi Risiko

Risiko adalah sebuah cara untuk mengungkapkan kemungkinan bahwa sesuatu akan terjadi. Risiko adalah ukuran asosiasi antara paparan sesuatu dan apa yang terjadi (hasilnya). Risiko sama dengan menggambarkan kemungkinan sebuah peristiwa yang merugikan.(Kamus keshatan.com./arti/risiko)


(56)

Faktor usia, jenis kelamin dan keluarga) dan kebiasaan (seperti aktivitas seksual, merokok dan penyalahgunaan narkoba) yang lebih umum di antara orang yang terkena penyakit tertentu dibandingkan orang yang tidak terjangkit penyakit itu. Faktor risiko biasanya tidak menyebabkan penyakit tetapi hanya mengubah probabilitas seseorang (atau risiko) untuk mendapatkan penyakit.(

b. Etiologi

Penyebab penyakit jantung koroner secara umum dibagi atas dua, yakni menurunnya asupan oksigen yang dipengaruhi oleh aterosklerosis, tromboemboli, vasopasme, dan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Dengan perkataan lain, ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dengan masukannya. Dikenal 2 keadaan ketidakseimbangan masukan terhadap kebutuhan oksigen itu, yaitu hipoksemia (iskemia) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskuler (arteri koronaria) dan hipoksia (anoksia) yang disebabkan kekurangan oksigen dalam darah. Perbedaannya ialah pada iskemia terdapat kelainan vaskuler sehingga perfusi ke jaringan berkurang dan eliminasi metabolit yang ditimbulkannya (misal asam laktat) menurun juga sehingga gejalanya akan lebih cepat muncul. (Rizki,2012)

Ruptur dari plak aterosklerosis dianggap penyebab terpenting dari angina pektoris tidak stabil (APTS) sehingga tiba-tiba terjadi oklusi (sumbatan) subtotal atau total dari arteri koronaria yang sebelumnya mempunyai penyumbatan/penyempitan minimal. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang


(57)

normal. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi timbulnya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan menyebabkan infark dengan elevasi segmen, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

2.2.8. Faktor Risiko PJK yang tidak Dapat di Modifikasi

Menurut Smeiltzer and Bare (2002), Faktor resiko penakit jantung koroner yang tidak dapat dimodifikasi meliputi keturunan (riwayat keluarga), jenis kelamin , umur dan suku bangsa/ ras. Penjelasan dari faktor-faktor resiko tersebut yaitu : 1. Umur

Aterosklerosis merupakan penyakit yang mengikuti pertambahan umur dan seluruh faktor-faktor yang menyertainya, umur mempunyai hubungan yang kuat.

Fatty streak muncul di aorta pada akhir dekade awal umur seseorang dan terdapat

progresi pengerasan dari aterosklerosis pada sebagian besar arteri dengan bertambahnya umur. Sehubungan dengan konsep terkini pathogenesis aterosklerosis, terdapat respon inflamasi fibroproliferatif terhadap suatu injury dalam proses degeneratif yang berhubungan dengan usia.(Yusnidar,2012)

Jantung ketika usia tua cenderung tidak bekerja dengan baik. Dindingdinding jantung akan menebal dan arteri dapat menjadi kaku dan mengeras, membuat jantung kurang mampu memompa darah ke otot-otot tubuh. Karena perubahan ini, risiko perkembangan penyakit kardiovaskular meningkat dengan bertambahnya usia. Karena hormon seks mereka, perempuan biasanya dilindungi dari penyakit jantung


(58)

sampai menopause, dan kemudian meningkatkan risiko mereka. Risiko aterosklerosis meningkat setelah usia 45 pada pria dan setelah usia 55 tahun pada wanita. Perempuan dengan umur 65 tahun atau lebih tua memiliki risiko penyakit kardiovaskular yang sama dengan laki-laki dari usia yang sama (Yusnidar,2012).

Menurut yang dilansir oleh CDC (Centers for Disease Control and

Prevention), Prevalence of Coronary Heart Disease, United States, 2006-2010. Pada

tahun 2010, prevalensi PJK terbesar terjadi diantara orang berusia ≥ 65 tahun (19,8%), diikuti oleh orang-orang berusia 45 – 64 tahun (7,1%) dan mereka yang berusia 18 – 44 tahun (1,2%). Prevalensi PJK lebih besar pada laki-laki (7,8%)

Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat penyakit jantung koroner. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Juga diadapatkan hubungan antara umur dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan bertambahnya umur. Di Amerika Serikat kadar kolesterol pada laki-laki maupun perempuan mulai meningkat pada umur 20 tahun. Pada laki-laki kadar kolesteroi akan meningkat sampai umur 50 tahun dan akhirnya akan turun sedikit setelah umur 50 tahun. Kadar kolesterol perempuan sebelum menopause (45-60 tahun) lebih rendah daripada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan biasanya akan meningkat menjadi lebih tinggi daripada laki-laki


(59)

Dari penelitian Cooper pada 2000 laki-laki yang sehat didapatkan peningkatan kadar kolesterol total dengan bertambahnya umur. Akan tetapi kadar HDL(High-

Density Lipoprotein). Kolesterol akan tetap konstan sedangkan kadar LDL (Low- Density Lipoprotein) Kolesterol cenderung meningkat (Agri,2012).

Penelitian Cooper pada 589 perempuan didapatkan respons peningkatan kolesterol sedikit berbeda yaitu kadar LDL (Low- Density Lipoprotein) kolesterol cenderung meningkat lebih cepat sedangkan kadar HDL (High- Density Lipoprotein) kolesterol juga meningkat sehingga rasio kadar kolesterol total/HDL (High- Density

Lipoprotein) menjadi rendah. Rasio yang rendah tersebut akan mencegah penebalan

dinding arteri sehingga perempuan cenderung lebih sedikit terjadi risiko penyakit jantung koroner (Agri,2012).

Karena risiko penyakit jantung koroner terutama meninggi pada akhir dekade kehidupan, maka menurunkan kadar kolesterol pada usia tua sangat bermanfaat. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penderita dengan kadar kolesterol yang tinggi bila dapat menurunkan kadar kolesterol total 1%, maka terjadi penurunan 2% serangan jantung. Jadi bila kadar kolesterol dapat diturunkan 15% maka risiko penyakit jantung koroner akan berkurang 30% (Rizki,2012).

2. Jenis Kelamin

Morbiditas akibat penyakit jantung koroner pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki daripada perempuan. Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun setelah menopause insidensi penyakit jantung koroner meningkat dengan


(60)

cepat dan sebanding dengan insidensi pada laki-laki. Perokok mengalami menopause lebih dini daripada bukan perokok. Di Amerika serikat gejala penyakit jantung koroner umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini menunjukkan risiko penyakit jantung koroner lebih tinggi daripada perempuan (Furqan,2011).

Gejala PJK pada perempuan dapat atipikal: hal ini, bersama dengan bias jender, kesulitan dalam interpretasi pemeriksaan standart (misalnya tes latihan treadmill) menyebabkan perempuan lebih jarang diperiksa dibandingkan laki-laki. Selain itu, manfaat prosedur revaskularisasi lebih menguntungkan pada laki-laki dan berhubungan dengan tingkat komplikasi periopratif yang lebih tinggi pada perempuan. Penggunaan kontrasepsi oral meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sekitar tiga kali lipat tetapi beberapa bukti menunjukkan bahwa risiko preparat generasi ketiga terbaru lebih rendah. Terdapat hubungan sinergis antara pengguna kontrasepsi oral dan merokok, dengan risiko relatif infark miokard lebih dari 20:1 (Fatimah,2012).

Dari survei Waspadji (2003), memperlihatkan bahwa penderita penyakit jantung koroner banyak diderita pada usia antara 50-59 tahun. Pada usia 30-39 tahun telah dijumpai penderita penyakit jantung koroner. Pada umur tersebut telah terjadi komplikasi plak-plak dalam pembuluh darah dan dapat mengalami perkapuran. Plak-plak ini terus meningkat dengan bertambahnya umur. (Furqan,2011).


(61)

Tabel 2.1. Golongan Usia Penderita Penyakit Jantung Koroner dan Kontrol

Golongan Umur PJK Kontrol

n % n %

30-39 6 12,8 6 12,8

40-49 8 17,0 8 17,0

50-59 20 42,5 20 42,5

60-69 6 12,8 6 12,8

≥70 7 14,9 7 14,9

Jumlah 47 100,0 47 100,0

Risiko penyakit jantung koroner pada penurunkan kadar kolesterol pada usia tua sangat bermanfaat. Hal tersebut dibuktikan dengan penurunkan kadar kolesterol total 1% pada penderita, maka terjadi penurunan 2% serangan jantung sehingga bila kadar kolesterol dapat diturunkan 15% maka risiko penyakit jantung koroner akan berkurang 30%. (Fuqan,2011)

2.2.9. Faktor-faktor Resiko PJK yang Dapat di Modifikasi 1. Merokok

Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko utama Penyakit Jantun Koroner disamping hipertensi dan hiperkolesterolami. Orang yang merokok > 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya. (Rizki,2012)

Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki perokok 10X lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4.5X lebih dari pada bukan perokok. Efek rokok adalah Menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi 02 akibat inhalasi co atau dengan perkataan


(62)

lain dapat menyebabkan Tahikardi, vasokonstrisi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi – Hb. Disamping itu dapat menurunkan HDL (High-Density Lipoprotein) kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas . Makin banyak jumlah rokok yang dihidap, kadar HDL (High-Density Lipoprotein) kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL (High-Density Lipoprotein) kolesterolnya lebih besar dibandingkan proinflamasi.(Yusnidar,2010)

Disamping itu meningkatkan level produk oksidasi termasuk (Low-Density

Lipoprotein) LDL-Oks dan menurunkan kolesterol HDL (High-Density Lipoprotein).

Tobacco glycoprotein juga menunjukkan sebagai bahan mitogenik pada kultur pembuluh darah halus sel otot sapi dan terdapat perubahan factor hemostasis seperti meningkatnya faktor VIII RAGE (Receptor Advance Glycation End Products) dan agregasi trombosi terhadap adenosine diphosphate.(Yusnidar,2010)

Merokok tembakau atau perokok pasif dlm jangka waktu yang lama akan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan serangan jantung. Merokok memicu pembentukan plak pada arteri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dengan cara menurunkan level kolesterol HDL (High-Density Lipoprotein). Semakin banyak merokok semakin besar risiko terkena serangan jantung. Studi menunjukkan jika berhenti merokok maka akan menurunkan setengah dari risiko serangan jantung selama setahun. Keuntungan berhenti merokok terjadi tidak peduli seberapa lama merokok atau seberapa banyak merokok (Eko,2012).


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Agri, Erasta Ramandika,2012 "Hubungan Faktor Risiko Mayor Penyakit Jantung Koroner Dengan Skor Pembuluh Darah Koroner Dari Hasil Angiografi Koroner Di RSUP Dr. Kariadi Semarang",(Skripsi) Undip Semarang. Alvin, Nursalim,2011 “Paradox obesitas pada pasien gagal jantung” Jurnal

Kardiologi Indonesia.

Boedhi, D.(2011). Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut.Jakarta: FKUI Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia.

. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Desember 2008; 2008.

. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Donal Nababan, 2008. Hubungan faktor risiko dan karakteristik penderit dengan

kejadian penyakit jantung koroner di RSU DR.Pringadi Medan.(Tesis) Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat

Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2011

Effendi, N. (1998). Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. Eko Setiawan, 2012. Faktor Resiko kejadian penyakit jantung koroner pada lansia di

instalasi geriatric dan rung penyakit dalam RS.Dr kariadi semarang.(Tesis)

Fatimah,2012. Faktor-faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner Pada Penderita Penyakit Jantung Koroner Usia ≤ 45 Tahun Di RSUP H. Adam Malik, Medan. (Tesis)

Furqan Arif,2011 Faktor yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi pada penderita sindroma koroner akut di RSUP.H.Adam Malik Medan (Tesis)


(2)

contraction matching. Implications for coronary heart disease and hibernation)

Hanna Santoso, Andar Ismail ( 2008 ). Memahami krisis lanjut usia. Jakarta : penerbit PT BPK Gunung Mulia.

Iman Soeharto, 2004, Jantung Koroner dan Serangan Jantung, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Jeini Ester Nelwan,2011. Karakteristik individu penderita penyakit jantung koroner di Sulawesi Utara tahun 2011

Mukhtiaranti 2012, Gambaran faktor risiko pada pasien PJK di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2011 – Desember 2011 (Skripsi)

Malau Mutiara Aini, 2010 Hubungan Penyakit Jantung Koroner dengan Tingkat Hipertensi di RSUP H.ADAM MALIK.

Maryam, R. Siti,dk.(2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika

Mugin Rarao,2011. Gambaran Diabetes Melitus Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.(Skripsi)

Mira Rosmiatin,2012 Analisis factor-faktor risiko terhadap kejadian penyakit jantung koroner pada wanita lanjut usia di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.(Tesis)

Mamad Supriyono,2008. Faktor-faktor kejadian Jantung Koroner (PJK) Pada Kelompok Usia < 45 Tahun. (Studi Kasus di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RS Telogorejo Semarang.(Tesis)

Notoadmodjo,2010.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta. Nugroho,200., Keperawatan Gerontik. EGC, Jakarta

Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 2. Jakarta: EGC


(3)

Nelvan Ester Jieni,2011. Karakteristik individu penderita penyakit jantung di Sulawesi utara.

Pane, 2013 Perilaku Merokok Pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Klinik Bambu Dua Medan (Skripsi)

Profil dinas kesehatan kota langsa tahun 2013 tentang Penyakit jantung koroner (PJK)

Rizki Rahmadani, 2012. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit jantung koroner pada pasien berobat jalan di poli jantung rumah sakit umum daerah kota langsa. (Skripsi)

Ritonga,2013. Kualitas Hidup Lansia Yang Berkunjung ke Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Padangmatinggi Daerah Kota Padangsidimpuan. (Tesis)

Sarwono,J.2006,Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS, Penerbit ANDI, Yogyakarta

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001.

Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika WHO. 2013. About Cardiovascular diseases. World Health Organization. Geneva.

Availableat

th

Wasyanto, 1996. Pola penyakit jantung dan pembuluh darah pada guru-guru SMA negeri kotamadya Surabaya. Surabaya. Jurnal Kardiologi Indonesia Volume XXI (No.1)

, 2013

Yusnidar,2010. Faktor-Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner Pada Wanita Usia > 45 Tahun di RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2010. (Tesis)


(4)

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : ……….

Umur : ……….

Alamat : ……….

Setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian ini maka saya menyatakan bersedia berpartisipasi menjadi subjek dalam penelitian yang akan dilakukan oleh saudara Aris Winandar mengenai “Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner (PJK) pada Lansia Berobat Jalan di RSUD Langsa Tahun 2014”.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini sangat bermanfaat untuk kepentingan ilmiah dan upaya untuk mengetahui faktor utama pencetus kejadian Penyakit Jantung Koroner (PJK). Identitas responden digunakan hanya untuk keperluan penelitian dan akan dijaga kerahasiaannya.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun agar dapat dipergunakan sesuai keperluan.

Langsa, …………2014

Peneliti Responden


(5)

KUESIONER

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER ( PJK ) PADA LANSIA BEROBAT JALAN DI RSUD LANGSA

TAHUN 2014

A. Identitas Responden

1. Tanggal Wawancara :

2. Jenis Kelamin Responden : 1.Wanita 2. Pria 3. Pendidikan : 1) SD 2)SLTP 3) SLTA 4)PT

4. Pekerjaan : 1) PNS 2) Pedangan 3) Petani 4) Pensiunan 5. Umur Responden :

1. Pria dan Wanita . ≥76 tahun 2. Pria dan Wanita 66-75 Tahun

6. Apakah Bpk/Ibu ada menderita penyyakit jantung koroner ? 1. Ya 2. Tidak

B. Diabetes Melitus

1. Ya bila kadar gula darah puasa > 100 mg/dl dan gula darah pp> 140 mg/Dl 2. Tidak bila : kadar gula darah puasa dan pp normal

C. Merokok

a. Apakah anda merokok? 1. Tidak 2. Ya

b. Jika ya, berapa batang anda merokok dalam satu hari? 1. Merokok < 10 batang

2. Merokok ≥ 10 batang

c. Sudah berapa lama anda merokok? 1. Menghisap rokok < 10 tahun 2. Menghisap rokok ≥ 10 tahun


(6)

D. Aktivitas fisik/Olah raga

1. Apakah ada melakukan kegiatan aktivitas sedang <1,5 jam/minggu (Menyapu,Berjalan kaki, lama duduk) dalam satu hari yang anda lakukan? a. Ada b. Tidak

2. Berapa kali anda dalam seminggu berolah raga ? a. ≥ 4 kali b.< 4 kali

E. Hipertensi

Tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan diastolic > 90 mmHg a. Ya b. Tidak

F. Obesitas

Apakah anda pernah mengalami kegemukan atau menderita obesitas? a. Ada b. Tidak ada