KARAKTERISASI FISIOLOGI DAN PERTUMBUHAN Bacillus thuringiensis DARI TANAH NAUNGAN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(1)

Oleh Melani Pakpahan

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

Bacillus thuringiensisDARI TANAH NAUNGAN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh Melani Pakpahan

Bacillus thuringiensisadalah bakteri gram positif berbentuk batang, dan

pembentuk spora yang banyak ditemukan tersebar di tanah yang dikembangkan sebagai bioinsektisida. KeberadaanBacillus thuringiensisdipengaruhi kondisi lingkungan. Perbedaan kondisi lingkungan dapat mengakibatkan perbedaan sifat-sifat fisiologi mikroba. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat fisiologi isolatBacillus thuringiensisyang berasal dari tanah naungan meliputi katalase, motilitas, pengaruh suhu dan pH terhadap pertumbuhan Bacillus thuringiensis.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2013 di Laboatorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Unila. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) tiga kali pengulangan. Parameter yang diamati yaitu enzim katalase dari masing-masing isolat, sifat motilitas isolat, pertumbuhan koloni isolat pada variasi pH dan suhu. Isolat yang diuji adalah isolatBtPBG2,BtPKP,BtPMH2,BtPBG1,BtPML,Bt PBR1,BtPMH1,BtPAKA,BtPBR2. Semua isolat menghasilkan enzim katalase, 8 isolat bersifat motil dan 1 isolatBtPMH1 tidak motil. IsolatBtPBG1,Bt PBR1, danBtPML menunjukkan karakterBacillus thuringiensisyaitu bersifat toksik terhadap ulat. Pertumbuhan optimumBtPBG1 terdapat pada suhu 30oC dan pH 7,5;BtPBR1 terdapat pada suhu 30oC dan pH >8;BtPML terdapat pada suhu 30oC dan pH 7,4.


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Manfaat Penelitian ... 4

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bacillus thuringiensis... 6

1. Ciri-ciri MorfologiBacillus thuringiensis... 7

2. KlasifikasiBacillus thuringiensis... 8

3. FisiologiBacillus thuringiensis... 9

B. Karakterisasi Bakteri ... 12

C. Pengaruh Suhu ... 14

D. Pengaruh pH ... 16

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian... 17

B. Alat dan Bahan ... 17

C. Metode Penelitian ... 18

D. Prosedur Kerja ... 18

1. Pengecatan Gram ... 18

2. Pengecatan Spora... 19

3. Uji Katalase ... 19

4. Uji Motilitas... 20

5. Uji Toksisitas ... 21

6. Perhitungan Sel Bakteri sdecara Langsung ... 21

7. Pengaruh pH ... 22


(6)

E. Tahapan Penelitian... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Katalase, Motilitas, dan Uji Toksisitas

Bacillus thuringiensis... 24 B. Pengaruh pH terhadap Pertumbuhan

Bacillus thuringiensis... 26 C. Pengaruh Suhu terhadap Pertumbuhan

Bacillus thuringiensis... 30

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 34 B. Saran ... 34


(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang telah dikembangkan menjadi salah satu bioinseksitisida yang patogenik terhadap larva nyamuk dan larva lalat hitam. Namun tidak toksik terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran (Carroziet al.,1991). Menurut Feitelson,et al.(1992), secara ekonomiBacillus thuringiensissangat banyak digunakan untuk produksi bioinsektisida dan telah digunakan secara luas untuk mengendalikan larva hama serangga.

Bacillus thuringiensis adalah bakteri Gram positif berbentuk batang, dan pembentuk spora yang banyak ditemukan tersebar di tanah. Salah satu karakteristikBacillus thuringiensisadalah dapat memproduksi toksin kristal protein di dalam sel yang bersama-sama dengan spora ketika mengalami sporulasi. Dalam perkembangannya, protein yang bersifat toksin terhadap serangga tersebut dinamakan sebagaiinsecticidal crystal protein(ICP) atau delta endotoksin (Gillet al., 1992). Kristal protein bersifat toksin pada serangga disebabkan adanya aktifitas proteolisis dalam sistem pencernaan serangga. Toksin akan bereaksi dalam usus serangga sehingga menyebabkan terbentuknya pori-pori di sel membran saluran pencernaan.


(8)

Hal ini mengganggu keseimbangan osmotik sel di dalam usus sehingga serangga akan berhenti makan dan mati (Bahagiawati, 2002).

Bacillus thuringiensisdapat diisolasi dari berbagai habitat, antara lain dari tanah, serangga mati, dan daun pada beberapa jenis tanaman conifer. Beberapa jenisBacillus thuringiensis jugadapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman, termasuk sayuran, kapas, tembakau, dan tanaman hutan. Namun yang lebih banyak ditemukan adalah di tanah. Menurut lay (1994), bakteri tanah perlu dilakukan identifikasi yang didasarkan pada morfologi, sifat biakan, dan sifat biokimia karena bakteri tidak memiliki ciri anatomi yang nyata.

KeberadaanBacillus thuringiensisdalam tanah dipengaruhi beberapa faktor antara lain tipe tanah, kemampuan spora untuk germinasi dan kondisi geografi. Tanah dengan kisaran pH 6,0 - 6,5 lebih baik untuk ketahanan spora

dibandingkan dengan pH 4,0 - 4,9 (Petras dan Casida, 1985). Kemampuan spora untuk germinasi tidak dipengaruhi oleh pH tanah melainkan dipengaruhi oleh kelembaban tanah.

Kondisi tanah pada setiap jenis-jenis pohon naungan berbeda-beda, dapat dilihat dari struktur dan komponen penyusun tanah. Komponen dan struktur tanah menentukan keberadaan oksigen dan air dalam tanah. Kondisi tersebut dapat menyediakan makanan dan ruang hidup bagi mikroorganisme tanah sebagai komponen pendukung keanekaragaman mikroorganisme. Populasi


(9)

mikroorganisme di dalam tanah tidak terpisah dari ketersediaan bahan organik dan mineral, keadaan iklim daerah, tanaman yang tumbuh, reaksi yang

berlangsung di dalam tanah dan kelembaban tanah (Sutedjo,et al.,1996).

Pohon naungan mampu tumbuh pada tanah kering maupun tanah yang lembab dan memiliki jenis tegakan yang berbeda-beda. Pohon naungan pada kondisi lingkungan yang berbeda memiliki ketersediaan unsur hara, kondisi faktor biotik dan abiotik yang berbeda juga. Hal ini akan mempengaruhi aktifitas dan jenis mikroorganisme yang ada dalam tanah naungan. Perbedaan kondisi lingkungan dapat mengakibatkan perbedaan sifat morfologi dan sifat fisiologi mikroba. PertumbuhanBacillus thuringiensisdipengaruhi oleh lingkungan, diantaranya suhu dan pH. Menurut Morriset al. (1996), suhu dan pH berpengaruh terhadap produksi spora dan kristal protein. Isolat yang

digunakan dalam penelitian ini adalah isolat yang berasal dari tanah naungan yang berbeda yaitu naungan pohon Bungur, Kerai Payung, Mahoni, Melinjo, Beringin, dan Akasia. Bentuk naungan dapat mempengaruhi karakter bakteri seperti motilitas, ada tidaknya enzim katalase, dan pertumbuhan bakteri terhadap pengaruh suhu dan pH lingkungan. IsolatBacillus thuringiensis yang berasal dari naungan di lingkungan Unila tersebut belum diketahui karakter fisiologi dan kebutuhan suhu dan pH pertumbuhannya.


(10)

B. Tujuan Penelitian

Mengetahui sifat-sifat fisiologi isolatBacillus thuringiensisyang berasal dari tanah naungan meliputi katalase, motilitas, pengaruh suhu dan pH terhadap pertumbuhanBacillus thuringiensis.

C. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakter fisiologi dan pertumbuhanBacillus thuringiensispada jenis-jenis tanah naungan di lingkungan Universitas Lampung sebagai kontrol biologis serangga yang dapat digunakan menjadi bioisektisida.

D. Kerangka Pemikiran

KeberadaanBacillus thuringiensisdalam tanah dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain pH dan suhu. Mikroorganisme memiliki suhu minimum dan suhu maksimum yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Suhu pertumbuhan untukBacillus thuringiensisberkisaran antara

15oC–40oC. Bacillus thuringiensisdapat tumbuh pada medium yang memiliki pH pada kisaran 5.5 - 8.5 dan tumbuh optimum pada pH 6.5 - 7.5 (Bernhard dan R. Utz, 1993).

Naungan pohon berpengaruh terhadap faktor biotik dan abiotik yang dapat mengakibatkan perbedaan sifat fisiologi mikroba. Universitas Lampung memiliki banyak jenis pohon naungan, beberapa diantaranya ditemukan isolat bakteriBacillus thuringiensisyang diisolasi dari naungan Bungur, Melinjo,


(11)

Akasia, Mahoni, Kerai Payung dan Beringin. Naungan tersebut memiliki kondisi lingkungan berbeda yang berpengaruh terhadap struktur dan

komponen penyusun tanah. Hal ini dipengaruhi oleh jenis serasah dan tingkat pencahayaan pada naungan tersebut berbeda-beda. Senyawa organik yang terkandung dalam serasah seperti kandungan lignin, selulosa dan karbohidrat dapat mempengaruhi kemampuan suatu mikroba mendekomposisi serasah. Kandungan senyawa organik pada serasah menentukan keasamaan lingkungan tanah di bawah naungan. Naungan juga berpengaruh terhadap intensitas cahaya. Naungan dengan kanopi yang luas dapat mengurangi penguapan pada tanah sehingga kondisi lingkungan lebih lembab, sedangkan naungan dengan kanopi yang sempit, pencahayaan dapat terpapar langsung ke tanah dan meningkatkan penguapan sehingga kondisi tanah lebih kering. Hal ini akan menentukan suhu suatu lingkungan pada naungan. Suhu dan keasaman tanah akan mempengaruhi pertumbuhan bakteri.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan karakter katalase, motilitas, pH optimum dan suhu optimum pada isolatBacillus


(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bacillus thuringiensis

Bacillus thuringiensismerupakan salah satu bakteri patogen bagi serangga. Bakteri ini bersifat gram positif, berbentuk batang, memilki flagella, membentuk spora secara aerob dan selama sporulasi membentuk kristal protein paraspora yang dapat berfungsi sebagai insektisida. Kristal protein ini dikenal dengan nama N-endotoksin (Shieh, 1994 ; Knowles, 1994). Menurut Gillet al. (1992) spora yang dihasilkan olehBacillus thuringiensisberbentuk oval dan berwarna terang, rata-rata memiliki dimensi 1,0 - 1,3 µm. Jika ditumbuhkan pada medium padat, koloniBacillus thuringiensisberbentuk bulat dengan tepian berkerut, memiliki diameter 5-10 mm, berwarna putih, elevasi timbul pada permukaan koloni kasar (Bucher, 1981).

Bacillus thuringiensispertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1901 dari penyakit pada jentik ulat sutera (Swadener, 1994). Ishiwata adalah orang yang pertama kali mengisolasikanBacillus thuringiensisdari larva ulat sutera yang mati (Dulmageet al., 1990). Pada saat itu, belum dikenal sebagai Bacillus thuringiensis. Tahun 1911, Berliner menemukan sejenis bakteri yang sama dengan yang ditemukan oleh Ishiwata dari kumbang tepung Mediteranian (Mediterranean flour moth), Anagasta kuehniella yang mati


(13)

(Swadener, 1994; Dulmageet al., 1990). Bakteri ini kemudian dinamakan denganBacillus thuringiensis.

1. Ciri-ciri MorfologiBacillus thuringiesis

Bacillus thuringiensismerupakan salah satu anggotaB. cereusgrup bersama denganB. anthraxis. B. thuringiensismempunyai ciri khusus yaitu

kemampuannya untuk menghasilkan protein kristal protoksin intraseluler dari kelompok -endotoksin sehingga dapat dibedakan denganB. Cereus. Endospora berbentuk oval hingga silindris, terletak parasentral atau terminal. Bakteri tersebut dapat nonmotil atau motil dengan adanya flagela tipe

peritrik (Bravo, 1997).

Pewarnaan Gram dan spora dapat dilakukan dalam uji sifat sitologi suatu bakteri. Prinsip pewarnaan Gram adalah kemampuan dinding sel terhadap zat warna dasar (Kristal violet) setelah pencucian alkohol 96%. Bakteri Gram positif terlihat berwarna ungu karena dinding selnya mengikat Kristal violet lebih kuat, sedangkan sel Gram negatif mengandung lebih banyak lipid sehingga pori-pori mudah membesar dan Kristal violet mudah larut saat pencucian alkohol (Pelczar and Chan, 2008).

Bacillus thuringiensismerupakan bakteri Gram positif. Menurut Klien, et al.(2007) bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang mengandung peptidoglikan dan juga asam teikoat dan asam teikuronat. Oleh sebab itu dinding sel bakteri Gram positif sebagian adalah polisakarida. Pada


(14)

beberapa bakteri, asam teikoat merupakan antigen permukaan (antigen dinding sel) dan ada yang merupakan selaput pada selnya. Asam teikoat ini pada umumnya terdiri dari gula netral seperti galaktosa, manosa, ramnosa, arabinosa dan glukosamin. Lapisan yang demikian itu akan menyelimuti seluruh sel bakteri sehingga menyerupai selubung yang kuat dan dinamakan murein.

2. KlasifikasiBacillus thuringiensis Klasifikasi menurut Tarumingkeng (2001) : Kingdom : Eubacteria

Division : Bakteria

Class : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Family : Bacillaceae Genus :Bacillus

Spesies :Bacillus thuringiensis


(15)

Sedikitnya terdapat 34 subspesies dariBacillus thuringiensis yang disebut serotype atau varietas dariBacillus thuringiensisdan lebih dari 800 keturunan atau benihBacillus thuringiensistelah diisolasi (Swadener, 1994). Pada beberapa subspesies dari bakteriBacillus thuringiensisyaitu kurstaki, aizawai, sotto entomocidus, berliner, san diego, tenebroid, morrisoni dan israelensis, dijumpai beberapa jenis strain, seperti HD-1, HD-5 dan sebagainya dalam satu subspesies (Bahagiawati, 2002).

3. FisiologiBacillus thuringiensis

Ciri khas yang terdapat padaBacillus thuringiesisadalah kemampuannya membentuk kristal (tubuh paraspora) bersamaan dengan pembentukan spora, yaitu pada waktu sel mengalami sporulasi. Kristal proteinBacillus

thuringiensismempunyai beberapa bentuk, diantaranya bentuk bulat pada subsp.israelensisyang toksik terhadapDiptera, bentuk kubus yang toksik terhadapDipteratertentu danLepidoptera, bentuk pipih empat persegi panjang (flat rectangular) pada subsp.tenebriosisyang toksik terhadap Coleoptera, bentuk piramida pada subsp.kurstakiyang toksik terhadap Lepidoptera(Shieh 1994), sedangkan menurut Trizelia (2001), kristal protein memiliki beberapa bentuk bedasarkan adanya hubungan nyata antara bentuk kristal dengan kisaran daya bunuhnya. Varietas yang memiliki daya bunuh terhadap serangga ordoLepidopteramemiliki kristal protein yang berbentuk bipiramida dan jumlahnya hanya satu tiap sel, sedangkan yang berbentuk kubus, oval, dan amorf umumnya bersifat toksik terhadap serangga ordo Dipteradan jumlahnya dapat lebih dari satu tiap sel. Kristal yang memiliki


(16)

daya bunuh terhadap serangga ordoColeopteraberbentuk empat persegi panjang dan datar batu pipih.

SporaBacillus thuringiensismerupakan suatu usaha perlindungan diri dari pengaruh lingkungan luar yang buruk, hal ini terjadi karena dinding bakteri yang bersifat impermeabel. Pembentukan spora juga bersamaan dengan terbentuknya kristal protein yaitu ketika sel mengalami lisis sesuda sporulasi sempurna (Zeigler, 1999).

Kristal protein yang bersifat insektisida ini sebenarnya hanya protoksin yang jika larut dalam usus serangga akan berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek (27-147 kDa). Pada umumnya, kristal protein di alam bersifat protoksin karena adanya aktivitas proteolisis dalam sistem pencernaan serangga yang mengubahBacillus thuringiensisprotoksin menjadi

polipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksin. Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel epitelium di usus tengah serangga sehingga menyebabkan terbentuknya pori-pori di sel membran saluran pencernaan serangga (Bahagiawati, 2002).

Efektifitas dari toksin tertentu juga dipengaruhi oleh kelarutan, afinitas tehadap reseptor yang ada serta pemecahan proteolitik ke dalam toksin. Secara umum dapat disimpulkan bahwa cara kerja kristal protein sebagai toksin dariBacillus thuringiensisdapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor spesifikasi dari mikroorganisme dan kerentanan dari serangga sasaran


(17)

(Milneet al. 1990). Faktor lain seperti umur dari serangga juga merupakan salah satu faktor yang menentukan toksisitas dariBacillus thuringiensisjentik serangga yang lebih muda lebih rentan jika dibandingkan dengan jentik yang lebih tua (Swadener 1994).

Gen yang mengkode kristal protein yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus thuringiensistelah diisolasi dan dikarakterisasi, dikenal dengan sebutan gen Cryyang berasal dari kata Crystal (Bahagiawati, 2002). GenCryadalah paraspora yang mengandung kristal protein dariBacillus thuringiensisyang menghasilkan toksik terhadap organisme sasaran. GenCytadalah paraspora yang mengandung kristal protein dariBacillus thuringiensis yang

menghasilkan aktivitas hemolitik atau sitolitik.

Gen Cry dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas yaitu Cry I, Cry II, Cry III dan Cry IV dilihat dari kesamaan struktur asam amino dan aktifitas insektisidanya. Masing-masing jenis gen tersebut dapat menentukan sifat toksik kristal protein yang spesifik terhadap larva. Tipe patogenesis dari ke 4 jenis gen Cry yang mengkode kristal protein dapat dikelompokkan seperti pada tabel 1.


(18)

Tabel 1.Tipe patogenitas dariBacillus thuringiensis

Tipe patogenitas Contoh Jenis Gen Contoh Produk Spesifik untuk ordo

Lepidoptera Contoh:  Moth  Kupu-kupu Bacillus thuringiensis subsp.Kurstaki

CryI  Dipel (Abbott)

 Bactospeine (Philip Duphar)

 Thuricide, Javelin (Sandoz)

Spesifik untuk ordo Diptera

Contoh:

 Two winged flies

 Midges

 Crane flies

 Lalat rumah  Nyamuk

Bacillus thuringiensis

subsp.

Israelensis

CryIII  Vectobac (Abbott)

 Bactimos (Philip Duphar)

 Teknar (Sandoz)

Spesifik untuk ordo Coleoptera

Contoh:

 Kumbang

Bacillus Thuringiensis

subsp.san diego

CryIV Trident (Sandoz)

 M-One (Mycogen) Spesifik untuk ordo

Lepidoptera dan Diptera

Bacillus thuringiensis

subsp.Aizawai

CryII Certan (Sandoz)

Sumber: Ellaret al., 2000

Mekanisme daya kerja dari endotoksin pada masing-masing gen Cry penting untuk diketahui sebagai penentuan proses kunci yang bertanggung jawab terhadap kespesifikan dari sebuah kristal protein. Faktor utama yang menentukan kerja kristal protein adalah perbedaan pada larva yang

mempengaruhi proses kelarutan, proses kristal dari yang tidak aktif menjadi aktif, dan keberadaan dari spesifik protoksin di dalam usus dari spesies-spesies serangga (Bahagiawati, 2002).

B. Karakterisasi Bakteri

Karakterisasi bakteri berdasarkan morfologi, sifat biakan dan sifat biokimia sangat diperlukan karena mikroba tidak memiliki ciri anatomi yang nyata. Karakterisasi yang hanya berdasarkan bentuk penataan dan ukurannya saja


(19)

tidak cukup untuk mengetahui ciri/jenis suatu mikroba. Ciri lain yang dapat membantu dalam karakterisasi mikroba adalah pola pertumbuhan, reaksi pertumbuhan pada karbohidrat dan penggunaan asam amino ( Lay, 1994).

Uji sifat morfologi bakteri sangat penting dilakukan terhadap bakteri maupun kapang pada medium padat, berdasarkan sifat-sifat koloni seperti bentuk, ukuran, warna, sensitifitas dan spesifitas (Prabaningtyas, 2003).

Katalase dan motilitas juga merupakan salah satu sifat biakan yang dapat digunakan untuk mengkarakterisasi biakan tersebut. Uji katalase berguna dalam mengidentifikasi kelompok bakteri yang dapat menghasilkan enzim katalase. Dilakukan dengan cara : di atas kaca objek ditetesi satu tetes H2O2 3%, ditambahkan koloni bakteri dan langsung diamati terjadinya penguraian hidrogen peroksida. Dinyatakan positif bila menghasilkan enzim katalase yang ditandai dengan terbentuknya gelembung udara dan negatif bila tidak ada gelembung udara. Terbentuknya gelembung disebabkan karena bakteri yang ditambahkan hidrogen peroksida tersebut menghasilkan peroksida. Uji motilitas berperan dalam mengetahui pergerakan bakteri. Bakteri yang dinyatakan positif motil atau bergerak akan ditunjukan dengan adanya

kekeruhan pada media uji yang menunjukan pertumbuhan koloni (Aksoy dan Ozman-Sullivan, 2008).

Reaksi positif uji katalase ditunjukkan dengan membentuk gelembung-gelembung yang berarti ada pembentukkan gas Oksigen (O2) sebagai hasil


(20)

pemecahan H2O2oleh enzim katalase yang diproduksi oleh bakteri tersebut. Bakteri yang termasuk bakteri katalase negatif tidak membentuk gelembung udara yang berarti tidak terbentuk gas (Suryani, 2010).

Salah satu karakteristik danBacillus thuringiensisadalah dapat

memproduksi kristal protein dalam sel selama fase sporulasi Kristal toksin memegang peranan penting karena aktivitasnya sebagai insektisida. Untuk menumbuhkan dan memperbanyak kristal dan sporaBacillus thuringiensis telah digunakan berbagai media kimia seperti agar nutrien, media NYSMA, NYPC dan Tryptose Phosphate Broth. Beberapa peneliti tidak menggunakan media kimiawi untuk menumbuhkanBacillus thuringiensis, melainkan menggunakan media alami seperti berbagai media kelapa (air dan

endospermnya). Media kelapa relatif murah, dapat diperoleh setiap saat dan terdapat di mana-mana, sedangkan media kimia harganya mahal dan tidak mudah diperoleh. Air kelapa dan endosperm kelapa (santan) kaya akan asam amino, gula dan garam serta merupakan media yang cocok untuk

pertumbuhanBacillus Thuringiensis(Sriganti, 2000).

C. Pengaruh Suhu

Tinggi rendahnya suhu lingkungan sangat penting bagi organisme karena tidak semua tingkatan suhu cocok bagi pertumbuhan dan reproduksi

organisme. Secara umum terdapat 4 kelompok mikroorganisme berdasarkan suhu lingkungan tempat hidupnya yaitu psikrofil, mesofil, termofil,


(21)

Gambar 2. Hubungan Suhu dan Pertumbuhan pada Kelompok

Mikroorganisme dengan Temperatur yang Berbeda (Madigan, et al.,2009: 159).

Setiap jenis bakteri memiliki suhu minimum dan suhu maksimum yang berbeda-beda untuk pertumbuhan. Pada suhu minimum dan suhu lebih tinggi dari maksimum akan memperlambat pertumbuhan bakteri. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh suhu terhadap enzim, makin tinggi suhu maka aktifitas enzim juga makin cepat. Suhu yang terlalu tinggi akan

mendenaturasi enzim sehingga sel bakteri akan mengalami fase kematian.

Menurut Hidayat (2006), mikroba dapat dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan suhu pertumbuhannya:

1. Mikroba psikrofil, dapat tumbuh pada suhu antara 0oC sampai 30oC, dengan suhu optimum 15oC. Kebanyakan tumbuh di tempat-tempat dingin, baik di daratan ataupun di lautan.

2. Mikroba mesofil, mempunyai suhu optimum antara 25o- 37oC, dengan suhu minimum 15oC dan suhu maksimum antara 45o-55oC. Jasad ini banyak tumbuh dalam saluran pencernaan, tanah dan perairan.


(22)

3. Mikroba termofil, dengan suhu pertumbuhan antara 40o-75oC dengan suhu optimum 55o-60oC. Pertumbuhan antara 40o-75oC dengan suhu optimum 55o-60oC. Pada jasad termofil dikenal pula stenotermofil (termofil obligat), yaitu mikroba yang dapat tumbuh baik pada suhu 60oC dan tidak dapat tumbuh pada suhu 30oC dan euritermofil (termofil fakultatif) yaitu yang mampu tumbuh di bawah 30oC.

D. Pengaruh pH

Pengaturan nilai pH medium merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk (Ketaren, 1990). Besarnya pH untuk kecepatan pertumbuhan maksimum seringkali berkisar antara satu sampai satu setengah unit. Sewaktu pertumbuhan

mikroorganisme, seringkali terjadi perubahan pH media, sebaliknya ketika metabolisme protein dan asam amino dilepas, ion ammonium menyebabkan pH menjadi basa. Bila terjadi penyimpangan pH, pertumbuhan dan

metabolisme mikroorganisme tanah dapat terhenti (Lay, 1994).

Bacillus thuringiensisdapat tumbuh pada medium yang memiliki pH pada kisaran 5.5 - 8.5 dan tumbuh optimum pada pH 6.5 - 7.5 (Benhard dan Utz, 1993). Bakteri ini dapat ditemukan di beberapa habitat seperti tanah, pepohonan, pakan ternak, dan serangga mati. Spora berbentuk oval dan berwarna hijau kebiruan, berukuran 1,0–1,3 µm dengan posisi terminal,


(23)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kompor listrik, gelas ukur, erlenmeyer,beaker glass, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, mikropipet, mikrotip, jarum ose, kapas, kertas kopi, tisu, aluminium foil, pH meter, spektro,laminar air flow,inkubator bakteri, oven, vortex mixer dan alat-alat pendukung lainnya.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), garam fisiologis, H2O2, BaCl21%, H2SO41%, akuades, isolatBacillus thuringiensis yang berasal dari tanah naungan (bringin, bungur, kerai payung, mahoni, akasia, pohon tangkil) koleksi


(24)

Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung, alkohol 70%, spritus, cat Gram A, B, C, dan D. Larutan catmalachite green, dan minyak imersi.

C. Metode Penelitian

Sifat fisiologi isolatBacillus thuringiensisdiperoleh dengan melakukan uji toksisitas, uji katalase, uji motilitas, uji pengaruh pH dan suhu terhadap pertumbuhan bakteri. Hasil uji toksisitas, uji katalase, dan uji motilitas disajikan dalam bentuk data deskriptif. Uji pengaruh pH dan suhu terhadap pertumbuhan bakteri menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 3 ulangan. Variasi pH yang akan diuji adalah pH 4, 5, 6, 7, dan 8 dan variasi suhu yang diuji adalah suhu 20oC, 30oC, 40oC, 50oC, dan 60oC. Data yang diperoleh adalah jumlah sel bakteri berdasarkan absorbansi yang diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Data yang diperoleh dilakukan analisis ragam. Perlakuan yang terdapat perbedaan nyata pada taraf= 5%, dilanjutkan dengan menggunakan analisis polinomial orthogonal.

D. Prosedur Kerja 1. Pengecatan Gram

Pengecatan gram dilakukan dengan cara mengambil satu ose dari masing-masing isolat bakteri tanah naungan,lalu diletakkan pada gelas preparat, diratakan, lalu difiksasi sebentar di atas api bunsen (± 5 detik). Setelah itu isolat bakteri ditetesi larutan gram A 3 tetes dan didiamkan selama 1


(25)

menit, lalu dibilas dengan akuades, kemudian ditetesi kembali dengan larutan Gram B 3 tetes dan didiamkan selama 1 menit, lalu dibilas. Setelah itu diteteskan larutan Gram C 3 tetes, diamkan selama 30 detik, lalu dibilas dengan akudes. Lalu diteteskan dengan larutan Gram D 3 tetes, diamkan selama 2 menit, setelah itu dibilas dengan akuades dan dikeringanginkan. Dikatakan Gram positif jika hasil pengecatan berwarna ungu, dan Gram negatif jika berwarna merah.

2. Pengecatan Spora

Pengecatan spora dilakukan dengan cara mengambil satu ose dari masing-masing isolat bakteri tanah naungan,lalu diletakkan pada gelas preparat, diratakan, lalu difiksasi dengan melewatkannya di atas bunsen sebanyak 10 kali. Kemudian preparat tersebut ditetesi catmalachite greendan didiamkan selama 10 menit, setelah itu dibilas dengan aquades dan

dikeringanginkan. Membedakan endospora dan sel vegetatif, diberikan cat penutup yaitu larutansafraninselama 5 detik kemudian dibilas dengan aquades dan dikeringanginkan. Hasil pengecatan ini akan menunjukkan spora tampak berwarna hijau, sedangkan sel vegetatifnya berwarna merah.

3. Uji Katalase

Uji katalase dilakukan dengan mengambil satu mata jarum ose koloni bakteri dari stok kultur, kemudian dioleskan pada gelas objek. H2O2 diteteskan pada preparat bakteri tersebut kemudian diamati keberadaan gelembung udara (O2) yang timbul setelah bakteri ditetesi H2O2tersebut.


(26)

Contoh tahapan uji katalase dapat dilihat pada Gambar 3a. Uji katalase dikatakan positif bila terjadi gelembung udara (O2), sedangkan dikatakan negatif bila tidak terjadi gelembung udara (Gambar 3b).

(a) (b)

Gambar 3. (a) Tahapan Uji Katalase, (b) Contoh Hasil Uji Katalase Sumber: Pradhika (2010)

4. Uji Motilitas

Uji motilitas dilakukan dengan mengambil satu ose masing-masing isolat bakteri tanah naungan dengan ose runcing, lalu ditusukkan secara lurus atau vertikal pada media NA padat yang telah disiapkan pada tabung reaksi, kemudian diinkubasi 2 hari dalam inkubator. Dikatakan motil jika pertumbuhan koloni bakteri menyebar, sedangkan non-motil jika


(27)

5. Uji Toksisitas

Uji toksisitas dilakukan dengan menggunakan ulat (larva Lepidoptera). Ulat tersebut dimasukkan dalam wadah dan diberikan makanan berupa daun yang telah dioleskan dengan isolatBt. Wadah tersebut ditutup menggunakan plastik dan dilubangi secukupnya untuk saluran udara. Uji toksisitas ini dilakukan selama 72 jam.

6. Perhitungan Sel Bakteri secara Langsung (Mikroskopis)

Perhitungan sel bakteri secara mikroskopis dilakukan dengan membuat pengenceran. Pengenceran pertama (10-1) diperoleh dengan mengambil 1 ml suspensi bakteri kemudian ditambahkan ke dalam 9 ml aquades dan dihomogenkan mengunakan vortek selama 1-2 menit. 1 ml dari

pengenceran pertama ditambahkan ke dalam 9 ml aquades berikutnya sehingga diperoleh pengenceran 10-2, kemudian dari pengenceran 10-2 diambil 0,01 ml suspensi bakteri dan diletakkan pada gelas objek yang berukuran 1 cm X 1 cm dan dilakukan pengecatan gram. Perhitungan kepadatan sel bakteri secara langsung dilakukan dengan melihat jumlah sel pada luas lapang pandang mikroskop. Penentuan luas lapang pandang mikroskop dilakukan dengan mengukur diameter areal pandang mikroskop menggunakan mikrometer objektif yang mempunyai skala terkecil 0,01 mm. Nilai diameter areal pandang mikroskop digunakan untuk


(28)

Luas areal pandang mikroskop =

Dimana r= jari-jari areal pandang mikroskop

Sedangkan rumus penentuan perhitungan kepadatan sel bakteri secara langsung yaitu sebagai berikut:

Konsentrasi Sel =

( ) ( )

7. Pengaruh pH

Uji pengaruh pH terhadap isolatBacillus thuringiensis(kuantitatif) dilakukan dengan menggunakan media cair Nutrient Broth (NB) yang diatur pada pH dengan perlakuan pH 4, pH 5, pH 6, pH 7, pH 8. Masing-masing perlakuan diinokulasi kultur isolatBacillus thuringiensis/ bakteri uji sebanyak 106CFU/ml. Sebagai kontrol adalah media NB cair tanpa penambahan bakteri. Kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam suhu 37oC. Pertumbuhan sel ditentukan berdasarkan absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-vis pada panjang gelombang 620 nm.

8. Pengaruh Suhu

Uji pengaruh suhu terhadap pertumbuhan isolatBacillus thuringiensis (kuantitatif) dilakukan menggunakan media cair yaitu Nutrient Broth (NB) yang disterilisasikan dengan ketetapan pH optimum pertumbuhan,

kemudian diinokulasi dengan kultur isolatBacillus thuringiensis/ bakteri uji sebanyak 106CFU/ml. Kemudian diinkubasi pada variasi suhu 20oC, 30oC, 40oC, 50oC, dan 60oC selama 24 jam. Sebagai kontrol adalah media NB cair tanpa penambahan bakteri. Pertumbuhan sel ditentukan


(29)

berdasarkan abso panjang gelom

E. Tahapan Peneliti

Gambar 4. Diagram A Identifika

Isola

Uji Katalase

Uji Toksisitas

Spektrofotometer =

Pengar pH 7, da

Pengar 50oC, da Uji Motilitas

absoransi menggunakan spektrofotometer UV-ombang 620 nm.

litian

Alir Tahapan penelitian

Penge Gram Pen Spo P Kr

ifikasiBacillus thuringiensis

solatBacillus thuringiensis

Spektrofotometer =

Pembuatan Kurva Standar

aruh pH ( pH 4, pH 5, pH 6, 7, dan pH 8)

aruh suhu (20oC, 30oC, 40oC, , dan 60oC)

V-vis pada gecatan m engecatan pora Pengecatan Kristal Protein

Spektrofotometer =

620 nm urva


(30)

I. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan identifikasi terhadap 9 isolat bakteri tanah terdapat 3 isolat

yaitu isolatBtPBG1,BtPBR1, danBtPML yang menunjukkan karakter Bacillus thuringiensis yaitu bersifat toksik terhadap ulat, menghasilkan enzim katalase dan bersifat motil.

2. IsolatBtPBG1,BtPBR1, danBtPML merupakan golongan bakteri mesofilik dengan pertumbuhan sel optimum terletak antara suhu 30oC dan 40oC.

3. IsolatBtPBG1,BtPBR1, danBtPML tumbuh dengan baik pada pH basa yaitu dengan perkiraan pH 7,5 pada isolatBtPBG1, pH >8 pada isolatBt PBR1, dan pH 7,4 pada isolatBtPML.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian uji toksisitas, uji katalase, uji motilitas, pengaruh suhu dan pH terhadap pertumbuhan isolatBtPBG1,BtPBR1, danBtPML belum cukup untuk menentukan perbedaan karakter fisiologi Bacillus thuringiensis. Selanjutnya perlu diadakan penelitian mengenai


(31)

karakteristik fisiologi dengan melihat bentuk-bentuk kristal protein untuk mengetahui perbedaan dari isolatBtPBG1,BtPBR1, danBtPML.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., K. Nugroho, dan S. Karama. 1998. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan untuk mendukung program Gema Palagung 2001.

Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Komda HITI 1998.

Buku 1. hlm. 1-11.

Ahdianto D. F. 2006. Kajian Pengaruh ph dan Suhu Terhadap Produksi

Bioinsektisida oleh Bacillus thuringiensis subsp.israelensis Menggunakan Substrat Onggok Tapioka.SkripsiFakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bahagiawati. 2002. PenggunaanBacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida. Buletin Agrobio 5(1): 21-28. Bogor.

Benson, H. J. 2002.Microbiology Applications Laboratory Manual in General Microbiological,. Mc Graw Hill Companies, New York.

Bernhard K., R. Utz. 1993. Production ofBacillus thuringiensis Insecticides for Experimental and Commeercial Uses. Di dalam P. F. Entwilse, J. S. Cory, M. J. Bailey dan S. Higgs (Penyunting).Bacillus thuringiensis an Enviromental Biopesticide theory and Practice.John Wiley and Sons, Chichester.Hlm. 255-265.

Buchner, G. E. 1981.Identification of Bacteria Found in Insect. Di dalam H. D. Gurges (editor). Microbial Control Pest and Plant Disease 1970-1980. Academic Press, New York.

Carozzi, N.B., V.C. Kramer, G.W. Warren, S. Evola, and M.G. Koziel. 1991. Prediction of insecticidal activity ofBacillus thuringiensisstrains by polymerase chain reaction product profiles.Appl. Environ. Microbiol. 57: 3057–3061.

Deacon J . W. 1983.Microbial Control of Plant and Diseases. Van Nostrand Reinhold (VK) Co, Ltd.

Dulmage, H. T. 1981.Insecticidal Activity of Isolated of Bacillus thuringiensis and Their Potential for Pest Control. Dalam H. D. Burges (editor). Microbial Control of Pest and Plant Disease 1970–1980. Academic Press, New York.


(33)

Dulmage, H. T., J. A. Corea dan G. G. Morales. 1990. Potential for Improved Formulation of Bacillus thuringiensis israelensis through Standarization and Fermentation Development. Dalam H. de Barjac dan D. J.

Surtherland (editor).Bacterial Control of Mosquitos and Blackfleis : Biochemistry, Genetic and Application of Bacillus thuringiensis israelensis & Bacillus sphaericus. Rotgers University Press. New Brunswick, New Jersey, USA : 110-133.

Ellar, D.J. dan B. Promdonkoy. 2000. Membrane Pore Architecture of A Cytolitycoxin fromBacillus thuringiensis.Biochemical Journal. 350, 275-282.

Feitelson, J. S., Payne, L. Kim. 1992.Bacillus thuringiensis: Insects and Beyond. Biotechnology. 10 : 271–275. Dalam Bahagiawati (2002). Penggunaan Bacillus thuringiensissebagai Bioinsektisida.Bulletin Agrobio5 (1) : 21-28.

Gill, S. S., E. A. Cowles dan P. V. Pietrantonio. 1992.The Mode of Action of Bacillus thuringiensis. Endotoxin. Annu, Rev. Entomol. 37 : 615-636. Gumbira-Sa’id, E. 1987.Bioindustri. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Hidayat, Nur. 2006.Mikrobiologi Industri.Andi Yogyakarta. Yogyakarta. Ketaren, S. 1990.Kinetika Reaksi Biokimia. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi PAU Bioteknologi. IPB, Bogor.

Klein E, DL.Smith, Laxminarayan. 2007. Hospitalizations and Deaths Caused by Methicillin Resistant Staphylococcus aureus, United States, 1999–2005. Emerg Infect Dis13 (12): 1840–6.

Lay, B. W. and Hastowo. 1992.Mikrobiologi.Rajawali Press. Jakarta. Lay, B. W. 1994.Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Madigan, T.M., J.M. Martinko, P.V. Dunlap, and D.P. Clark. 2009.Biology of Microorganisms. Ed ke 12. Pearson Benyamin Cummings. San Fransisco. Hlm: 149, 390, 624.

Milne, R. AZ. Ge. De. Rivers, and D. H. Dean. 1990.Specificity of Insecticidal Crystal Proteins : Implication for Industrial Standardization. Dalam Hickle, L. A. dan W. L. Petch (Editor). Analytical Chemistry ofBt. American Chemical Society. Washington DC.


(34)

Nurwijayanti, R. 2005. Daya Bunuh Bacillus thuringiensis Isolat Bangkalan Madura terhadap Berbagai Instar Larva Nyamuk.SkripsiJurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Malang.

Pelczar, M. J. and Chan E. C. S. 2008.Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 1. Hadioetomo (penerjemah), Terjemahan dari:Elements of Microbiology. UI press. Jakarta.

Petras, S. F. and L. E. Casida. 1985. Survival of Bacillus thuringiensis spores in soil.Appl. Environ. Microbiol.50: 1496-1501.

Shieh, T. R. 1994. Identification and Clasification of Bacillus thuringiensis. DalamKumpulan Makalah Seminar Bacillus thuringiensis. Komisi Pestisida, Departemen Pertanian. Jakarta.

Sriganti E.2000. ToksisitasBacillus thuringiensis subspberlinerdansubs aizaway Terhadap LarvaCrocodoloma binotalis zell(Lepidoptera: Pyralidae) dan Spodopteralitura(Lepidopotera;Noctuidae).SkripsiFakultas MIPA Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suryani, Y. Astuti, B. Oktavia, dan S. Umniyati. 2010.Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Limbah Kotoran Ayam Sebagai Agensi

Probiotik dan Enzim Kolesterol Reduktase.Prosiding Seminar Nasional Biologi. 138-147

Sutedjo, M. M., A. G. Kartasapoetra, R. D. S. Sastroadmodjo. 1996.Mikrobiologi Tanah. Penerbit Rinekha Cipta, Jakarta.

Swadener, C. 1994. Bacillus thuringiensis. Journal of Pesticides Reform vol. 14, No 3: 13-20. Northwest Coalition for Alternative to Pesticides.Ottawa. Taruminkeng, Rudy C. 2001.Makalah Falsafah Sains (Pps 702). Program

Pascasarjana/S3. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Trizelia. 2001.Makalah Falsafah Sains(PPs 702). Program Pascasarjana/SC. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Zeigler, D. R. 1999.Bacillus Genetic Stock Center of Strains, Part 2:Bacillus thuringiensis dan Bacillus Cereus.The Ohio State University. USA.


(35)

Lampiran 1.Hasil Uji Absorbansi Pertumbuhan Sel Standar Tabel 5. Data hubungan jumlah sel dengan absorbansi 620nm

Absorbansi Jumlah sel

0,161 3,075

0,121 2,075

0,064 1,075

0,038 0,075

Persamaan regresi menggunakan metode Least Square Y = a + bx

Y = jumlah sel

X = nilai absorbansi pada panjang gelombang 620 nm

=

( )( )

( ) ( )²

a =Y̅-bX̅

Tabel 6. Perhitungan Regresi

X Y XY X²

0,161 3,075 0,495 0,026

0,121 2,075 0,251 0,015

0,064 1,075 0,069 0,004

0,038 0,075 0,003 0,001

∑ X =0,384 ∑ Y = 6,3 ∑ XY = 0,818 ∑ X² = 0,046 ̅

X = 0,096 ̅Y = 1,575 Diketahui n = 4

Maka :

= 0,818

(0,384)(6,3) 4

0,046 (0,384)4 ²

= 23,056

a = 1,575–(23,056) (0,096) = -0,638


(36)

Gambar 10. Kurva Standar PertumbuhanBacillus thuringiensdengan Persamaan linear

✌✍ ✎✏ ✑

✒✍ ✎✏ ✑

✓✍ ✎✏ ✑

✎✍ ✎✏✑

y = 23,✎✑✔ - 0,638 R² = 0,982

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

0 0,05 0,1 0,15 0,2

Ju

m

la

h

s

e

l

Absorbansi

Series1 Linear (Series1)


(1)

☎ ✆

karakteristik fisiologi dengan melihat bentuk-bentuk kristal protein untuk mengetahui perbedaan dari isolatBtPBG1,BtPBR1, danBtPML.


(2)

✝6

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., K. Nugroho, dan S. Karama. 1998. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan untuk mendukung program Gema Palagung 2001.

Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Komda HITI 1998. Buku 1. hlm. 1-11.

Ahdianto D. F. 2006. Kajian Pengaruh ph dan Suhu Terhadap Produksi

Bioinsektisida oleh Bacillus thuringiensis subsp.israelensis Menggunakan Substrat Onggok Tapioka.SkripsiFakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bahagiawati. 2002. PenggunaanBacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida. Buletin Agrobio 5(1): 21-28. Bogor.

Benson, H. J. 2002.Microbiology Applications Laboratory Manual in General Microbiological,. Mc Graw Hill Companies, New York.

Bernhard K., R. Utz. 1993. Production ofBacillus thuringiensis Insecticides for Experimental and Commeercial Uses. Di dalam P. F. Entwilse, J. S. Cory, M. J. Bailey dan S. Higgs (Penyunting).Bacillus thuringiensis an Enviromental Biopesticide theory and Practice.John Wiley and Sons, Chichester.Hlm. 255-265.

Buchner, G. E. 1981.Identification of Bacteria Found in Insect. Di dalam H. D. Gurges (editor). Microbial Control Pest and Plant Disease 1970-1980. Academic Press, New York.

Carozzi, N.B., V.C. Kramer, G.W. Warren, S. Evola, and M.G. Koziel. 1991. Prediction of insecticidal activity ofBacillus thuringiensisstrains by polymerase chain reaction product profiles.Appl. Environ. Microbiol. 57: 3057–3061.

Deacon J . W. 1983.Microbial Control of Plant and Diseases. Van Nostrand Reinhold (VK) Co, Ltd.

Dulmage, H. T. 1981.Insecticidal Activity of Isolated of Bacillus thuringiensis and Their Potential for Pest Control. Dalam H. D. Burges (editor). Microbial Control of Pest and Plant Disease 1970–1980. Academic Press, New York.


(3)

✞ ✟

Dulmage, H. T., J. A. Corea dan G. G. Morales. 1990. Potential for Improved Formulation of Bacillus thuringiensis israelensis through Standarization and Fermentation Development. Dalam H. de Barjac dan D. J.

Surtherland (editor).Bacterial Control of Mosquitos and Blackfleis : Biochemistry, Genetic and Application of Bacillus thuringiensis israelensis & Bacillus sphaericus. Rotgers University Press. New Brunswick, New Jersey, USA : 110-133.

Ellar, D.J. dan B. Promdonkoy. 2000. Membrane Pore Architecture of A Cytolitycoxin fromBacillus thuringiensis.Biochemical Journal. 350, 275-282.

Feitelson, J. S., Payne, L. Kim. 1992.Bacillus thuringiensis: Insects and Beyond. Biotechnology. 10 : 271–275. Dalam Bahagiawati (2002). Penggunaan Bacillus thuringiensissebagai Bioinsektisida.Bulletin Agrobio5 (1) : 21-28.

Gill, S. S., E. A. Cowles dan P. V. Pietrantonio. 1992.The Mode of Action of Bacillus thuringiensis. Endotoxin. Annu, Rev. Entomol. 37 : 615-636. Gumbira-Sa’id, E. 1987.Bioindustri. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Hidayat, Nur. 2006.Mikrobiologi Industri.Andi Yogyakarta. Yogyakarta. Ketaren, S. 1990.Kinetika Reaksi Biokimia. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi PAU Bioteknologi. IPB, Bogor.

Klein E, DL.Smith, Laxminarayan. 2007. Hospitalizations and Deaths Caused by Methicillin Resistant Staphylococcus aureus, United States, 1999–2005. Emerg Infect Dis13 (12): 1840–6.

Lay, B. W. and Hastowo. 1992.Mikrobiologi.Rajawali Press. Jakarta. Lay, B. W. 1994.Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Madigan, T.M., J.M. Martinko, P.V. Dunlap, and D.P. Clark. 2009.Biology of Microorganisms. Ed ke 12. Pearson Benyamin Cummings. San Fransisco. Hlm: 149, 390, 624.

Milne, R. AZ. Ge. De. Rivers, and D. H. Dean. 1990.Specificity of Insecticidal Crystal Proteins : Implication for Industrial Standardization. Dalam Hickle, L. A. dan W. L. Petch (Editor). Analytical Chemistry ofBt. American Chemical Society. Washington DC.


(4)

✠8

Nurwijayanti, R. 2005. Daya Bunuh Bacillus thuringiensis Isolat Bangkalan Madura terhadap Berbagai Instar Larva Nyamuk.SkripsiJurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Malang.

Pelczar, M. J. and Chan E. C. S. 2008.Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 1. Hadioetomo (penerjemah), Terjemahan dari:Elements of Microbiology. UI press. Jakarta.

Petras, S. F. and L. E. Casida. 1985. Survival of Bacillus thuringiensis spores in soil.Appl. Environ. Microbiol.50: 1496-1501.

Shieh, T. R. 1994. Identification and Clasification of Bacillus thuringiensis. DalamKumpulan Makalah Seminar Bacillus thuringiensis. Komisi Pestisida, Departemen Pertanian. Jakarta.

Sriganti E.2000. ToksisitasBacillus thuringiensis subspberlinerdansubs aizaway Terhadap LarvaCrocodoloma binotalis zell(Lepidoptera: Pyralidae) dan Spodopteralitura(Lepidopotera;Noctuidae).SkripsiFakultas MIPA Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suryani, Y. Astuti, B. Oktavia, dan S. Umniyati. 2010.Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Limbah Kotoran Ayam Sebagai Agensi

Probiotik dan Enzim Kolesterol Reduktase.Prosiding Seminar Nasional Biologi. 138-147

Sutedjo, M. M., A. G. Kartasapoetra, R. D. S. Sastroadmodjo. 1996.Mikrobiologi Tanah. Penerbit Rinekha Cipta, Jakarta.

Swadener, C. 1994. Bacillus thuringiensis. Journal of Pesticides Reform vol. 14, No 3: 13-20. Northwest Coalition for Alternative to Pesticides.Ottawa. Taruminkeng, Rudy C. 2001.Makalah Falsafah Sains (Pps 702). Program

Pascasarjana/S3. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Trizelia. 2001.Makalah Falsafah Sains(PPs 702). Program Pascasarjana/SC. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Zeigler, D. R. 1999.Bacillus Genetic Stock Center of Strains, Part 2:Bacillus thuringiensis dan Bacillus Cereus.The Ohio State University. USA.


(5)

✡9

Lampiran 1.Hasil Uji Absorbansi Pertumbuhan Sel Standar Tabel 5. Data hubungan jumlah sel dengan absorbansi 620nm

Absorbansi Jumlah sel

0,161 3,075

0,121 2,075

0,064 1,075

0,038 0,075

Persamaan regresi menggunakan metode Least Square Y = a + bx

Y = jumlah sel

X = nilai absorbansi pada panjang gelombang 620 nm

=

( )( )

( ) ( )²

a =Y̅-bX̅

Tabel 6. Perhitungan Regresi

X Y XY X²

0,161 3,075 0,495 0,026

0,121 2,075 0,251 0,015

0,064 1,075 0,069 0,004

0,038 0,075 0,003 0,001

∑ X =0,384 ∑ Y = 6,3 ∑ XY = 0,818 ∑ X² = 0,046

̅

X = 0,096 ̅Y = 1,575 Diketahui n = 4

Maka :

= 0,818

(0,384)(6,3) 4

0,046 (0,384)4 ²

= 23,056

a = 1,575–(23,056) (0,096) = -0,638


(6)

☛ ☞

Gambar 10. Kurva Standar PertumbuhanBacillus thuringiensdengan Persamaan linear

✌✍ ✎✏ ✑

✒✍ ✎✏ ✑

✓✍ ✎✏ ✑

✎✍ ✎✏✑

y = 23,✎✑✔ - 0,638 R² = 0,982

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

0 0,05 0,1 0,15 0,2

Ju

m

la

h

s

e

l

Absorbansi

Series1 Linear (Series1)