PENINGKATAN EFEKTIVITAS CUKA SEBAGAI HERBISIDA DENGAN PENAMBAHAN LARUTAN BUAH LERAK TERHADAP BEBERAPA JENIS GULMA

(1)

Muhammad Reza Gemilang

ABSTRAK

PENINGKATAN EFEKTIVITAS CUKA SEBAGAI HERBISIDA DENGAN PENAMBAHAN LARUTAN BUAH LERAK TERHADAP BEBERAPA

JENIS GULMA

Oleh

Muhammad Reza Gemilang

Gulma merupakan tumbuhan pengganggu yang dapat menghambat pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Cuka dapat dimanfaatkan sebagai herbisida karena memiliki mekanisme kerja mirip paraquat. Pada aplikasinya, konsentrasi cuka yang dibutuhkan masih terlalu tinggi sehingga diperlukan bahan tambahan yang dapat menurunkan konsentrasi cuka tanpa mengurangi efektivitas

pengendaliannya. Buah Lerak (Sapindus rarak) mengandung saponin yang diduga dapat meningkatkan efektivitas cuka. Penelitian ini bertujuan untuk 1). Menguji larutan buah lerak (Sapindus rarak) sebagai ajuvan herbisida untuk meningkatkan efektivitas cuka dalam mengendalikan gulma ; 2). Mendapatkan kombinasi campuran cuka dan larutan buah lerak pada konsentrasi cuka yang lebih rendah dari 20% tanpa mengurangi efektivitas dalam mengendalikan gulma. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan April hingga bulan Mei 2016. Percobaan faktorial disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi cuka 0, 5, 10, 15, dan 20%. Faktor kedua adalah


(2)

Muhammad Reza Gemilang konsentrasi larutan buah lerak 0, 2,5 dan 5%. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% digunakan untuk menguji nilai tengah antar perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1). Penambahan larutan buah lerak 2,5 dan 5% kedalam cuka 15% sebagai ajuvan mampu meningkatkan keracunan terhadap gulma Cyperus rotundus, Cyperus kyllingia, Eleusine indica, Asystasia gangetica, serta Paspalum conjugatum ; 2). Campuran cuka 15% + 2,5% dan 5% larutan buah lerak yang diaplikasikan pada gulma Cyperus kyllingia dan campuran cuka 15% + 5% larutan buah lerak yang diaplikasikan pada gulma Paspalum

conjugatum memiliki efektivitas yang sama dengan cuka 20%.


(3)

PENINGKATAN EFEKTIVITAS CUKA SEBAGAI HERBISIDA DENGAN PENAMBAHAN LARUTAN BUAH LERAK TERHADAP BEBERAPA

JENIS GULMA (SKRIPSI)

Oleh

MUHAMMAD REZA GEMILANG

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

Muhammad Reza Gemilang

ABSTRAK

PENINGKATAN EFEKTIVITAS CUKA SEBAGAI HERBISIDA DENGAN PENAMBAHAN LARUTAN BUAH LERAK TERHADAP BEBERAPA

JENIS GULMA

Oleh

Muhammad Reza Gemilang

Gulma merupakan tumbuhan pengganggu yang dapat menghambat pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Cuka dapat dimanfaatkan sebagai herbisida karena memiliki mekanisme kerja mirip paraquat. Pada aplikasinya, konsentrasi cuka yang dibutuhkan masih terlalu tinggi sehingga diperlukan bahan tambahan yang dapat menurunkan konsentrasi cuka tanpa mengurangi efektivitas

pengendaliannya. Buah Lerak (Sapindus rarak) mengandung saponin yang diduga dapat meningkatkan efektivitas cuka. Penelitian ini bertujuan untuk 1). Menguji larutan buah lerak (Sapindus rarak) sebagai ajuvan herbisida untuk meningkatkan efektivitas cuka dalam mengendalikan gulma ; 2). Mendapatkan kombinasi campuran cuka dan larutan buah lerak pada konsentrasi cuka yang lebih rendah dari 20% tanpa mengurangi efektivitas dalam mengendalikan gulma. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan April hingga bulan Mei 2016. Percobaan faktorial disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi cuka 0, 5, 10, 15, dan 20%. Faktor kedua adalah


(5)

Muhammad Reza Gemilang konsentrasi larutan buah lerak 0, 2,5 dan 5%. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% digunakan untuk menguji nilai tengah antar perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1). Penambahan larutan buah lerak 2,5 dan 5% kedalam cuka 15% sebagai ajuvan mampu meningkatkan keracunan terhadap gulma Cyperus rotundus, Cyperus kyllingia, Eleusine indica, Asystasia gangetica, serta Paspalum conjugatum ; 2). Campuran cuka 15% + 2,5% dan 5% larutan buah lerak yang diaplikasikan pada gulma Cyperus kyllingia dan campuran cuka 15% + 5% larutan buah lerak yang diaplikasikan pada gulma Paspalum

conjugatum memiliki efektivitas yang sama dengan cuka 20%.


(6)

PENINGKATAN EFEKTIVITAS CUKA SEBAGAI HERBISIDA DENGAN PENAMBAHAN LARUTAN BUAH LERAK TERHADAP BEBERAPA

JENIS GULMA

Oleh

Muhammad Reza Gemilang Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(7)

Judul Skripsi

I.lama Mahasisua

Ilomor

Pokok Jurusan

F:akultas

Dr. trtda;tat

HIP 1975L2L7200/50LL

ETIEITTIVIIAIT CTIITA NEBBISIDA DEIIGAI{

IJTRITTAN BI}AIT LENAK

BEBENAPA JENIS GITLIIA

NrP 19620101 1986052001

Jurusan

Agoteknologi

a

Q3sc

CenrfilffiS

4t2at43

1. Komisi Pembimbing


(8)

1. Tim Pengqji

K€tua

'

Seknetaris

Pengqji

Bukan Perhbimbing

Tanqgal Lulus Ujian

Ir.

Nanlk

$rl;anl,

I}l.Sc.


(9)

Se5nayaog

b€ddril

TEI\INGKAT

ITENGAN

BEBERAPA JEI\IIS

hsil

oranglain. Semua

kaidah penulisan karya i t€$ukti balura skripsi ini

mal€ saya bersedia b€rtaku.

Bandar Lampung, Penulis,

Muhammad Reza

NPM 1214121t43

PER}IYATAAI\

ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang AS CTIKA SEBAGAI

MRBISIDA

AII

BUAH LERAK TERHADAP

hasil karya saya sendiri dan bukan

dalam skripsi ini telah mengikuti

itas Lampung. Apabila dikemudian hari hasil salinan atau dibuat oleh orang lain,

sesuai dengan ketenftran akademik yang yang

. Uni\


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Tengah pada tanggal 17 Oktober 1994. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sukirno dan Ibu Sukowati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Islam Terpadu (TKIT) Bustanul Ulum Terbanggi Besar Lampung Tengah pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 02 Sendang Agung Lampung Tengah pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 01 Bandar Mataram pada tahun 2009, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 01 Seputih Mataram Lampung Tengah pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Tertulis.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten Dosen untuk mata kuliah Fisiologi Tumbuhan (2014) dan Pengendalian Gulma Perkebunan (2015). Selain itu, penulis juga aktif sebagai Ketua Umum di Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (UKM-U Pencak Silat PSHT) (2015-2016).


(11)

Pada tahun 2015, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Nusantara Tropical Farm, Kabupaten Lampung Timur dan pada tahun 2015 penulis

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Way Tuba, Kecamatan Gunung Labuhan, Kabupaten Way Kanan, Lampung.


(12)

“Manusia dapat dihancurkan, manusia dapat dimatikan, tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu masih setia pada hatinya atau berSH pada dirinya

sendiri”

(Persaudaraan Setia Hati Terate)

Sepiro gedene sengsoro yen tinompo amung dadi cobo. (RM. Imam Koesopangat)

Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka, serakah, dan tamak.

(Anonim)

“Ilmu lebih utama daripada harta sebab ilmu warisan para nabi dan harta warisan qorun. Ilmu lebih utama daripada harta karena ilmu menjaga kamu, sedangkan

harta kamulah yang menjaganya” (Ali Bin Abi Thalib)


(13)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena atas segala rahmat, karunia, dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PENINGKATAN EFEKTIVITAS CUKA SEBAGAI HERBISIDA DENGAN PENAMBAHAN LARUTAN BUAH

LERAK TERHADAP BEBERAPA JENIS GULMA”. Melalui tulisan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam pelaksanaan penelitian maupun dalam penulisan hasil penelitian, khususnya kepada :

1. Bapak Dr. Hidayat Pujisiswanto, S.P., M.P., selaku Pembimbing Utama atas bimbingan, arahan, saran, motivasi, dan ilmu yang diberikan.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M.Sc., selaku Pembimbing Kedua atas arahan, saran, motivasi, dan ilmu yang diberikan.

3. Ibu Ir. Herawati Hamim, M.S., selaku Pembahas atas ilmu, saran, nasehat, dan pengarahan yang diberikan.

4. Bapak Sukirno dan Ibu Sukowati, serta adikku tercinta Muhammad Reza Pahlevi atas doa, kasih sayang, kesabaran dan selalu memberikan semangat kepada penulis.


(14)

5. Bapak Dr. Ir. Dwi Hapsoro, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan, arahan, dan nasehat yang diberikan.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Bidang Agronomi atas saran, nasehat dan pengarahan yang diberikan.

7. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Universitas Lampung.

8. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banua, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

9. Teman-Teman Seperjuangan Muhammad Pambudi Am, Muhammad Andi Safei, Nova Adelina Lubis, Mesva Riza Lista, Nia Nurmala S, Nur Aeni, Rahmadyah Hamiranti, Lesty Mantia Sari, Misluna, Adriyanus Ivan Pratama, dan Meilan Angraini.

10. Sedulur-sedulurku di UKM-U PSHT Unila yang selalu memberikan motivasi dan dorongan.

11. Teman-Teman AGT 2012 dan khususnya untuk kelas C yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini diridhoi Allah SWT dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Desember 2016 Penulis,


(15)

i

Dengan segala kerendahan hati, tiada kata yang lebih indah selain mengucapkan syukur kepada Allah atas segala rahmat dan nikmat yang Kau

berikan selama ini.

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk manusia yang paling aku cintai Rasulullah SAW, Semua hamba yang mencintai Allah SWT dan Rasulullah

SAW, Mujahid dan Mujahidah yang senantiasa istiqomah di jalan-Nya.

Kupersembahkan karya kecil ini kepada Bapak Sukirno dan Ibu Sukowati yang setiap sujudnya selalu mendoakan keberhasilanku. Adikku Reza yang selalu memberikan semangat kepadaku, serta keluarga besarku atas dukungan

dan doa yang diberikan.

Serta almamater tercinta Universitas Lampung


(16)

ii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Kerangka Pemikiran ... 4

1.4 Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Klasifikasi Gulma ... 7

2.1.1 Gulma Golongan Teki (Sedges) ... 7

2.1.1.1 Cyperus rotundus ... 8

2.1.1.2 Cyperus kyllingia ... 8

2.1.2 Gulma Golongan Rumput (Grasses) ... 9

2.1.2.1 Paspalum conjugatum ... 9

2.1.2.2 Eleusine indica ... 10

2.1.3 Gulma Golongan Daun Lebar (Broad Leaved) ... 10

2.1.3.1 Asystasia gangetica ... 10

2.1.3.2 Synedrella nodiflora ... 11

2.2 Asam Asetat ... 12

2.2.1 Asam Asetat Sebagai Bioherbisida ... 15

2.3 Penambahan Larutan Buah Sebagai Ajuvan ... 16

2.3.1 Ajuvan ... 17


(17)

iii

III. BAHAN DAN METODE ... 22

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.2 Bahan dan Alat ... 22

3.3 Metodologi Penelitian ... 22

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 23

3.4.1 Tata Letak Percobaan ... 23

3.4.2 Penetapan Gulma Sasaran ... 24

3.4.3 Penanaman Gulma ... 25

3.4.4 Pemeliharaan Gulma ... 25

3.4.5 Aplikasi Cuka dan Larutan Buah Lerak ... 26

3.4.5.1 Prosedur Pembuatan Larutan Lerak ... 26

3.4.5.2 Kalibrasi ... 26

3.4.5.3 Aplikasi ... 26

3.5 Pengamatan ... 27

3.5.1 Fitotoksisitas (Tingkat Keracunan) Gulma ... 27

3.5.2 Tingkat Kehijauan Daun Gulma ... 28

3.5.3 Pengamatan Anatomi Stomata Daun ... 28

3.5.4 Bobot Kering Gulma ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Fitotoksisitas (Tingkat Keracunan) Gulma ... 32

4.1.1 Cyperus rotundus ... 32

4.1.2 Cyperus kyllingia ... 34

4.1.3 Paspalun conjugatum ... 36

4.1.4 Eleusine indica ... 37

4.1.5 Asystasia gangetica ... 39

4.1.6 Synedella nodiflora ... 42

4.2. Tingkat Kehijauan Daun Gulma ... 43

4.2.1 Cyperus rotundus ... 44

4.2.2 Cyperus kyllingia ... 45

4.2.3 Paspalun conjugatum ... 45

4.2.4 Eleusine indica ... 47

4.2.5 Asystasia gangetica ... 48

4.2.6 Synedella nodiflora ... 48

4.3 Struktur Stomata Daun ... 49

4.3.1 Cyperus rotundus ... 50

4.3.2 Cyperus kyllingia ... 52

4.3.3 Paspalun conjugatum ... 54

4.3.4 Eleusine indica ... 56


(18)

iv

4.3.6 Synedella nodiflora ... 60

4.4 Bobot Kering Gulma ... 62

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1. Kesimpulan ... 65

5.2. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(19)

v DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Perlakuan asam cuka (asam asetat) dan larutan buah lerak ... 23 2. Rangkuman Analisis Ragam pada Variabel Pengamatan Gulma

Teki ... 31 3. Rangkuman Analisis Ragam pada Variabel Pengamatan Gulma

Rumput ... 31 4. Rangkuman Analisis Ragam pada Variabel Pengamatan Gulma

Daun Lebar ... 31 5. Pengaruh Perlakuan Asam Asetat + Larutan Buah Lerak Terhadap

Tingkat Keracunan Gulma Cyperus rotundus pada 3 HSA ... 33 6. Pengaruh Perlakuan Asam Asetat + Larutan Buah Lerak Terhadap

Tingkat Keracunan Gulma Cyperus kyllingia pada 3 HSA ... 35

7. Pengaruh Perlakuan Asam Asetat + Larutan Buah Lerak Terhadap

Tingkat Keracunan Gulma Paspalum conjugatum pada 3 HSA ... 37 8. Pengaruh Perlakuan Asam Asetat + Larutan Buah Lerak Terhadap

Tingkat Keracunan Gulma Eleusine indica pada 3 HSA ... 39 9. Pengaruh Perlakuan Asam Asetat + Larutan Buah Lerak Terhadap

Tingkat Keracunan Gulma Asystasia gangetica pada 3 HSA ... 41

10. Pengaruh Perlakuan Asam Asetat + Larutan Buah Lerak Terhadap

Tingkat Keracunan Gulma Synedrella nodiflora pada 3 HSA ... 43 11. Pengaruh Perlakuan Cuka + Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat

Kehijauan Daun Gulma Cyperus rotundus pada 3 HSA ... 44 12. Pengaruh Perlakuan Cuka + Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat


(20)

vi 13. Pengaruh Perlakuan Cuka + Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat

Kehijauan Daun Gulma Paspalum conjugatum pada 3 HSA ... 46

14. Pengaruh Perlakuan Cuka + Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Eleusine indica pada 3 HSA ... 47

15. Pengaruh Perlakuan Cuka + Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Asystasia gangetica pada 3 HSA ... 48

16. Pengaruh Perlakuan Cuka + Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Synedrella nodiflora pada 3 HSA ... 49

17. Jumlah Stomata Normal Daun Gulma Cyperus rotundus ... 51

18. Jumlah Stomata Normal Daun Gulma Cyperus kyllingia ... 53

19. Jumlah Stomata Normal Daun Gulma Paspalum conjugatum ... 55

20. Jumlah Stomata Normal Daun Gulma Eleusine indica ... 57

21. Jumlah Stomata Normal Daun Gulma Asystasia gangetica ... 59

22. Jumlah Stomata Normal Daun Gulma Synedrella nodiflora ... 61

23. Pengaruh Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Bobot Kering Gulma Cyperus rotundus, Eleusine indica, Asystasia gengetica, dan Synedrella nodiflora ... 62

24. Pengaruh Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Bobot Kering Gulma Cyperus kyllingia ... 63

25. Pengaruh Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Bobot Kering Gulma Paspalum conjugatum ... 64

26. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Cyperus rotundus pada Pengamatan 3 HSA ... 70

27. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Cyperus rotundus pada Pengamatan 3 HSA ... 71

28. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Cyperus rotundus pada Pengamatan 3 HSA ... 71


(21)

vii 29. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah

Lerak Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Cyperus kyllingia

pada Pengamatan 3 HSA ... 72

30. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh

Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Cyperus kyllingia pada Pengamatan

3 HSA ... 73 31. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Cyperus kyllingia pada

Pengamatan 3 HSA ... 73 32. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah

Lerak Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Paspalum conjugatum

pada Pengamatan 3 HSA ... 74 33. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh

Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Paspalum conjugatum pada

Pengamatan 3 HSA ... 75 34. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Paspalum conjugatum

pada Pengamatan 3 HSA ... 75 35. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah

Lerak Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Eleusine indica

pada Pengamatan 3 HSA ... 76 36. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh

Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Eleusine indica pada Pengamatan

3 HSA ... 77 37. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Eleusine indica pada

Pengamatan 3 HSA ... 77 38. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah

Lerak Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Asystasia gangetica

pada Pengamatan 3 HSA ... 78 39. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh

Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Asystasia gangetica pada


(22)

viii 40. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Asystasia gangetica pada

Pengamatan 3 HSA ... 79 41. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah

Lerak Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Synedrella nodiflora

pada Pengamatan 3 HSA ... 80 42. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh

Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Synedrella nodiflora pada

Pengamatan 3 HSA ... 81 43. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Tingkat Keracuanan Gulma Synedrella nodiflora pada

Pengamatan 3 HSA ... 81 44. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah

Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Cyperus

rotundus pada Pengamatan 3 HSA ... 82 45. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh

Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Cyperus rotundus

pada Pengamatan 3 HSA ... 83 46. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Cyperus rotundus

pada Pengamatan 3 HSA ... 83 47. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah

Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Cyperus kyllingia

pada Pengamatan 3 HSA ... 84 48. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh

Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Cyperus kyllingia pada

Pengamatan 3 HSA ... 85 49. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Cyperus kyllingia pada

Pengamatan 3 HSA ... 85 50. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah

Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Paspalum


(23)

ix 51. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh

Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Paspalum conjugatum pada

Pengamatan 3 HSA ... 87 52. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Paspalum conjugatum

pada Pengamatan 3 HSA ... 87 53. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah

Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Eleusine indica

pada Pengamatan 3 HSA ... 88 54. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh

Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Eleusine indica pada

Pengamatan 3 HSA ... 89 55. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Eleusine indica pada

Pengamatan 3 HSA ... 89 56. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah

Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Asystasia

gangetica pada Pengamatan 3 HSA ... 90 57. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh Kombinasi

Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Asystasia gangetica pada

Pengamatan 3 HSA ... 91 58. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Asystasia gangetica

pada Pengamatan 3 HSA ... 91 59. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah

Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Synedrella

nodiflora pada Pengamatan 3 HSA ... 92 60. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh

Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Synedrella nodiflora pada

Pengamatan 3 HSA ... 93 61. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Tingkat Kehijauan Daun Gulma Synedrella nodiflora


(24)

x 62. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah

Lerak Terhadap Bobot Kering Gulma Cyperus rotundus ... 94 63. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh Kombinasi

Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Bobot Kering

Gulma Cyperus rotundus ... 95 64. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap

Bobot Kering Gulma Cyperus rotundus ... 95 65. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Bobot Kering Gulma Cyperus kyllingia ... 96 66. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh Kombinasi

Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Bobot Kering

Gulma Cyperus kyllingia ... 97 67. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap

Bobot Kering Gulma Cyperus kyllingia ... 97 68. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Bobot Kering Gulma Paspalum conjugatum ... 98 69. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh Kombinasi

Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Bobot Kering

Gulma Paspalum conjugatum ... 99 70. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap

Bobot Kering Gulma Paspalum conjugatum ... 99 71. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Bobot Kering Gulma Eleusine indica ... 100 72. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh Kombinasi

Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Bobot Kering

Gulma Eleusine indica ... 101 73. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap

Bobot Kering Gulma Eleusine indica ... 101 74. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Bobot Kering Gulma Asystasia gangetica ... 102 75. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh Kombinasi

Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Bobot Kering


(25)

xi 76. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap

Bobot Kering Gulma Asystasia gangetica ... 103 77. Data Pengaruh Kombinasi Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak

Terhadap Bobot Kering Gulma Synedrella nodiflora ... 104 78. Uji Bartlett Untuk Homogenitas Ragam Data Pengaruh Kombinasi

Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap Bobot Kering

Gulma Synedrella nodiflora ... 105 79. Analisis Ragam Perlakuan Cuka dan Larutan Buah Lerak Terhadap


(26)

xii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Struktur kimia asam asetat ... 12 2. Struktur kimia saponin steroid ... 20 3. Struktur kimia saponin triterpenoid ... 21 4. Tata letak petak percobaan ... 24 5. Skema petak aplikasi ... 27 6. Gejala keracunan gulma Cyperus rotundus pengamatan 3 HSA .... 32 7. Gejala keracunan gulma Cyperus kyllingia pengamatan 3 HSA .... 34 8. Gejala keracunan gulma Paspalum conjugatum pengamatan

3 HSA ... 36 9. Gejala keracunan gulma Eleusine indica pengamatan 3 HSA ... 38 10. Gejala keracunan gulma Asystasia gangetica pengamatan

3 HSA ... 40 11. Gejala keracunan gulma Synedrella nodiflora pengamatan

3 HSA ... 42 12. Jaringan epidermis bawah daun gulma Cyperus rotundus dengan

pembesaran mikroskop 100x10 m ... 50 13. Jaringan epidermis bawah daun gulma Cyperus kyllingia dengan

pembesaran mikroskop 100x10 m ... 52 14. Jaringan epidermis bawah daun gulma Paspalum conjugatum

dengan pembesaran mikroskop 100x10 m ... 54 15. Jaringan epidermis bawah daun gulma Eleusine indica dengan


(27)

xiii 16. Jaringan epidermis bawah daun gulma Asystasia gangetica dengan

pembesaran mikroskop 100x10 m ... 58 17. Jaringan epidermis bawah daun gulma Synedrella nodiflora dengan

pembesaran mikroskop 100x10 m ... 60 18. Jaringan epidermis bawah daun gulma Cyperus rotundus dengan

pembesaran mikroskop 40x10 m ... 106 19. Jaringan epidermis bawah daun gulma Cyperus kyllingia dengan

pembesaran mikroskop 40x10 m ... 107 20. Jaringan epidermis bawah daun gulma Paspalum conjugatum

dengan pembesaran mikroskop 40x10 m ... 108 21. Jaringan epidermis bawah daun gulma Eleusine indica dengan

pembesaran mikroskop 40x10 m ... 109 22. Jaringan epidermis bawah daun gulma Asystasia gangetica dengan

pembesaran mikroskop 40x10 m ... 110 23. Jaringan epidermis bawah daun gulma Synedrella nodiflora dengan


(28)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia terutama dalam proses budidaya tanaman. Gulma menjadi salah satu faktor penting yang dapat menyebababkan turunnya produksi tanaman.

Kehadiran gulma pada lahan budidaya mengakibatkan terjadinya kompetisi unsur-unsur penunjang kehidupan tanaman seperti kompetisi unsur-unsur hara, air, dan cahaya matahari. Gulma juga dapat merugikan petani atau perusahan agribisnis dengan cara menurunkan kualitas produk pertanian, mengganggu proses produksi seperti pemupukan dan pemanenan, dan sebagai inang sementara atau tempat sembunyi hama dan penyakit (Pujisiswanto, 2012). Kompetisi tersebut sangat merugikan bagi tanaman budidaya karena dapat menghambat pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.

Pengendalian gulma dapat dilakukan secara preventif, mekanis, biologis, kultur teknis, kimiawi dan terpadu. Pengendalian gulma secara kimiawi dengan menggunakan herbisida menjadi pilihan utama dibandingkan dengan cara yang lain karena dinilai lebih efektif dalam mengendalikan gulma dan lebih efisien dalam hal waktu dan biaya. Meskipun menjadi pilihan utama, kendala utama pengendalian gulma secara kimiawi menggunakan herbisida yang sama secara


(29)

2

terus menerus adalah munculnya resiko pencemaran lingkungan akibat residu bahan aktif herbisida dan munculnya resistensi gulma. Oleh karena itu diperlukan alternatif herbisida dengan bahan aktif yang lebih ramah lingkungan.

Menurut Chinery (2002), cuka makanan (asam asetat) dapat digunakan sebagai bioherbisida. Mekanisme kerja dari asam asetat adalah mirip dengan paraquat dimana asam asetat menyebabkan pembubaran cepat keutuhan membran sel yang mengakibatkan pengeringan jaringan daun, dan akhirnya kematian tumbuhan. Hasil penelitian Dayan et al. (2009) menunjukkan bahwa larutan asam asetat (10-20%) mampu mengendalikan lebih dari 80% gulma muda. Hasil Penelitian Evans et al. (2009) menunjukkan bahwa asam asetat 20% yang diterapkan pada volume 636 l/ha memberikan pengendalian Amaranthus retroflexus 100% pada 6 hari setelah aplikasi (6 HSA ). Hasil penelitian Pujisiswanto (2015) menunjukkan bahwa aplikasi asam asetat pascatumbuh 20% efektif menekan pertumbuhan gulma, menyebabkan pertumbuhan dan hasil jagung setara dengan aplikasi asam asetat pratumbuh + pascatumbuh dan penyiangan mekanis 2 kali.

Penelitian lain menunjukkan bahwa aplikasi asam asetat dapat menekan

penutupan gulma total suatu lahan. Hasil pengamatan visual persentase penutupan gulma total secara umum memperlihatkan bahwa di seluruh petak perlakuan asam asetat mempunyai tingkat penutupan gulma yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol pada 2 MSA, sedangkan pada 4 MSA terlihat bahwa asam asetat 10% dan 20% mempunyai tingkat penutupan yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi cuka 10% dan 20% pada 2 dan 4 MSA mampu mengendalikan pertumbuhan gulma total. Konsentrasi asam


(30)

3

asetat 10-20% mampu mengendalikan pertumbuhan gulma daun lebar Asystasia gangética, sedangkan gulma daun lebar lain yaitu kacangan (LCC) dan Mikania micranta mampu dikendalikan dengan konsentrasi 20% sampai dengan 4 MSA. Gulma golongan rumput yaitu Digitaria longiflora tidak mampu dikendalikan oleh cuka sampai 4 MSA (Pujisiswanto, 2012).

Namun dalam aplikasinya, konsentrasi cuka yang digunakan sebagai herbisida masih terlalu tinggi sehingga perlu penambahan ajuvan untuk menurunkan konsentrasi cuka. Menurut Djojosumarto (2008), dalam suatu formulasi terdapat bahan aktif, bahan pembantu (adjuvan), dan bahan pembawa (carier). Adjuvan yaitu bahan atau senyawa yang ditambahkan didalam proses formulasi agar pestisida mudah diaplikasikan. Carier yaitu bahan yang digunakan untuk

menurunkan konsentrasi produk pestisida tergantung bagaimana cara penggunaan yang diinginkan.

Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban dari rumusan masalah berikut ini :

1. Apakah efikasi cuka ditambah larutan buah lerak (Sapindus rarak) mampu mengendalikan berbagai jenis gulma?

2. Apakah akan didapat konsentrasi terendah cuka jika dicampur ajuvan yang berasal dari larutan buah lerak ?


(31)

4

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menguji larutan buah lerak (Sapindus rarak) sebagai ajuvan herbisida untuk meningkatkan efektivitas cuka dalam mengendalikan gulma

2. Mendapatkan kombinasi campuran cuka dan larutan buah lerak pada konsentrasi cuka yang lebih rendah dari 20% tanpa mengurangi efektivitas dalam mengendalikan gulma

1.3 Kerangka Pemikiran

Kehadiran gulma di lahan budidaya menyebabkan terjadinya kompetisi unsur penunjang kehidupan seperti air, unsur hara, dan cahaya matahari. Pertumbuhan gulma yang lebih cepat dari tanaman budidaya juga mengakibatkan kerugian di awal penanaman karena dapat menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman.

Pengendalian gulma pada lahan budidaya tanaman sangat penting dilakukan. Pengendalian gulma baik secara mekanis, kultur teknis, dan kimiawi menjadi alternatif pilihan yang dapat dilakukan untuk menekan pertumbuhan dan

keberadaan gulma di lahan budidaya. Pengendalian secara kimiawi (penggunaan herbisida) menjadi yang paling populer karena dianggap efektif dalam menekan pertumbuhan gulma dan efisien dalam hal biaya dan waktu. Namun jika

digunakan secara terus menerus dan dalam jangka panjang, masalah pencemaran lingkungan dan resistensi gulma akan timbul.

Penggunaan cuka makan atau asam asetat dinilai menjadi alternatif pengganti herbisida yang beredar dipasaran. Menurut Pujisiswanto (2015), mekanisme asam


(32)

5

asetat pascatumbuh menghambat gulma melalui membran sel bocor, penurunan konduktansi stomata dan menginduksi penutupan stomata, penurunan laju transpirasi, penurunan serapan CO2, dan peningkatan O2, menghambat sintesis protein dan penurunan kadar klorofil sehingga menghambat laju fotosintesis.

Namun dalam aplikasinya, dibutuhkan sekitar 20% konsentrasi cuka dari 500 l/ha untuk mendapatkankan hasil efikasi yang baik. Penggunaan konsentrasi cuka yang masih tinggi mendorong untuk mencari cara dan formulasi baru dalam penggunaannya. Salah satu caranya adalah dengan mencampur cuka tersebut dengan berbagai bahan campuran lain untuk mendapatkan spektrum daya berantas yang luas. Penambahan bahan campuran ini akan dapat meningkatkan daya efikasi cuka sehingga konsentrasi cuka yang digunakan menurun dan secara langsung juga akan menekan biaya untuk pengendalian gulma. Oleh karena itu perlu dicari alternatif cara pengendalian yang dapat menekan penggunaan konsentrasi cuka tanpa mengurangi daya efikasi terhadap pertumbuhan gulma.

Berdasarkan hasil penelitian yang dimuat di beberapa jurnal menyebutkan bahwa buah, kulit batang, biji, dan daun tanaman lerak (Sapindus rarak) mengandung saponin, alkaloid, steroid, antikuinon, polifenol, dan tanin. Menurut Widowati (2003) dalam Syahroni et al. (2013), saponin terdapat pada semua bagian tanaman Sapindus dengan kandungan tertinggi terdapat pada bagian buah. Saponin berasal dari bahasa latin “Sapo” yang berarti sabun karena sifatnya yang menyerupai sabun. Diperkirakan penambahan zat saponin yang terkandung dalam buah lerak dapat menambah efikasi asam cuka dan menurunkan konsentrasi cuka yang diperlukan tanpa menurunkan efektivitas dalam mengendalikan gulma.


(33)

6

1.5 Hipotesis

Menurut kerangka pemikiran yang telah diutarakan, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Penambahan larutan buah lerak (Sapindus rarak) pada cuka efektif mengendalikan gulma.

2. Pencampuran cuka dan larutan buah lerak dengan konsentrasi tertentu mampu mengendalikan gulma.


(34)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Gulma

Gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang merugikan kepentingan manusia baik dari segi ekonomi, ekologis, kesehatan, maupun estetika. Kehadiran gulma selama proses budidaya tanaman tidak selalu berkonotasi dengan kemampuan gulma tersebut berkompetisi dengan tanaman dalam memperebutkan sarana tumbuh, seperti hara, air, cahaya, maupun ruang tumbuh, tetapi gulma juga dapat merugikan petani atau perusahan agribisnis dengan cara menurunkan kualitas produk pertanian, mengganggu proses produksi seperti pemupukan dan

pemanenan, sebagai inang sementara atau tempat sembunyi hama dan penyakit, dan mengganggu keindahan lahan (Pujisiswanto, 2012).

Penggolongan gulma didasarkan pada aspek yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya. Penggolongan gulma dapat dilakukan berdasarkan siklus hidup, habitat, atau berdasarkan tanggapan gulma terhadap herbisida (Sembodo, 2010).


(35)

8

2.1.1 Gulma Golongan Teki (Sedges)

2.1.1.1 Cyperus rotundus

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermathophyta Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Cyperales

Famili : Cyperaceae Genus : Cyperus

Spesies : Cyperus rotundus

Tumbuh di dataran rendah dengan ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Umumnya rumput ini tumbuh liar di Afrika Selatan, Korea, Cina, Jepang, Taiwan, Malaysia, Indonesia, dan Kawasan Asia Tenggara. Rumput teki banyak tumbuh di tempat terbuka atau tidak terkena sinar matahari secara langsung seperti tumbuh di lahan pertanian yang tidak terlalu kering, ladang, kebun, tegalan, pinggir jalan, yang hidup sebagai gulma karena sangat susah untuk diberantas (Gunawan et al.,1998).

2.1.1.2 Cyperus kyllingia

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermathophyta Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Cyperales


(36)

9

Genus : Cyperus

Spesies : Cyperus kyllingia.

Rumput teki banyak ditemukan pada tempat yang menerima curah hujan lebih dari 1000 mm pertahun yang memiliki kelembapan 60-85%. Suhu terbaik untuk pertumbuhan rumput teki adalah suhu dengan rata-rata 25˚C, pH tanah untuk menumbuhkan rumput teki berkisar antara 4,0-7,5 (Syarif, 2013).

2.1.2 Gulma Golongan Rumput (Grasses)

2.1.2.1 Paspalum conjugatum

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotiledoneae Ordo : Poales

Famili : Poaceae Genus : Paspalum

Spesies : Paspalum conjugatum

P. Conjugatum berasal dari daerah Amerika tropis dan memiliki beberapa nama lokal antara lain rumput pait (Melayu), paitan (Jawa), dan jukut pahit (Sunda). Gulma ini merupakan rumput tahunan yang tumbuh menjalar dan memiliki stolon, yang pada setiap ruasnya dapat berbentuk akar. Batang atau rumpun P. conjugatum dapat tumbuh tegak atau miring dengan ketinggian mencapai 60 cm (Situs Peternakan, 2014).


(37)

10

2.1.2.2 Eleusine indica

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Poales Famili : Poaceae Genus : Eleusine Spesies : Eleusine indica

E. indica (Gulma lulangan) merupakan gulma semusim berumur pendek dan memiliki alat perkembangbiakan berupa biji. E. indica dapat tumbuh hingga 2000 m dpl. Gulma ini merupakan gulma yang memiliki daun sempit, batang

berbentuk cekungan dan menempel pipih, pelepah menempel kuat, lidah daun berbentuk selaput pendek dan tumbuh dalam rumpun, dan batang seringkali bercabang. Akar E. indica sangat kuat, tumbuh liar dipinggir jalan atau dilapangan (Moenandir, 1988).

2.1.3 Gulma Golongan Daun Lebar ( Broad Leaved )

2.1.3.1 Asystasia gangetica

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Scrophulariales Famili : Acanthaceae


(38)

11

Genus : Asystasia

Spesies : Asystasia gangetica

Di kawasan Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia, A. gangetica merupakan gulma penting yang telah tersebar luar di perkebunan karet, kopi, kakao, nanas dan terutama kelapa sawit sejak tahun 1970-an. Dewasa ini,

dominasi A.gangetica di banyak perkebunan tersebut berkaitan dengan pengunaan glifosat secara terus menerus (Purba, 2009).

2.1.3.2 Synedrella nodiflora

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Asterales Famili : Asteraceae Genus : Synedrella

Spesies : Synedrella nodiflora

S. nodiflora termasuk gulma berdaun lebar yang hanya berkembang biak dengan biji sehingga apabila disiangi maka gulma tidak mampu tumbuh kembali. Produksi biji gulma S. nodiflora dapat mencapai 6.330 pertanaman dan masa dormansinya yang lama. Gulma ini efektif jika dikendalikan pada periode generatif (Setyowati et al., 2007)


(39)

12

2.2 Asam Asetat

Nama asam asetat berasal dari kata Latin “asetum”. Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang merupakan asam karboksilat yang paling penting di perdagangan, industri, dan laboraturium dan dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam asetat memiliki rumus kimia CH3COOH. Asam asetat merupakan asam lemah yang terionisasi sebagian dalam air, walaupun demikian, keasaman asam asetat tetap lebih tinggi dibanding dengan keasaman air (Hardoyo et al., 2007).

Bentuk murni dari asam asetat ialah asam asetat glacial. Asam asetat glacial mempunyai ciri-ciri tidak berwarna, mudah terbakar (titik beku 17°C dan titik didih 118°C) dengan bau menyengat, dapat bercampur dengan air dan banyak pelarut organik. Dalam bentuk cair atau uap, asam asetat sangat korosif terhadap kulit dan jaringan lain. Suatu molekul asam asetat mengandung gugus OH dan dengan sendirinya dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Karena adanya ikatan hidrogen ini, maka asam asetat yang mengandung atom karbon satu sampai empat dan dapat bercampur dengan air (Gambar 1) (Hewitt, 2003).

H O

H C C

H O H


(40)

13

Asam asetat atau lebih di kenal sebagai asam cuka (CH3COOH) adalah suatu senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut di dalam air, alkohol, gliserol, dan eter. Pada tekanan

asmosferik, titik didihnya 118,1oC. Asam asetat mempunyai aplikasi yang sangat luas di bidang industri dan pangan (Hardoyo et al., 2007).

Asam asetat adalah asam lemah monoprotik basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO−). Asam asetat adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan

kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas dalam industri kimia dan laboratorium seperti sebagai pelarut, reagen, dan katalis. Asam asetat juga digunakan sebagai bahan penyusun cat, pernis dan glasir, serta digunakan dalam perawatan medis, misalnya dalam pengobatan sengatan ubur-ubur ( Hart dan Craine, 2003).

Uji toksisitas adalah uji yang dirancang untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang akan terjadi dalam waktu yang singkat setelah pemajanan atau pemberiannya dalam takaran tertentu. Data kuantitatif yang diperoleh dari uji toksisitas ini adalah LD50 (lethal dose 50). LD50 yaitu konsentrasi atau dosis yang dalam kondisi spesifik menyebabkan mortalitas separuh populasi organisme dalam jangka waktu tertentu. Dari data tentang LD50, suatu senyawa dapat digolongkan sebagai bahan yang sangat toksik (extremely toxic) hingga bahan yang tidak toksik (practically non toxic) (Donatus, 2001).


(41)

14

LD50 asam asetat setelah diuji yakni LD50 oral-tikus (rat): 3310 mg/kg, LD50 kulit-kelinci: 1060 mg/kg, sedangkan LD50 paraquat yakni yakni LD50 oral-tikus (rat): 100 mg/kg, LD50 kulit-tikus: 236 mg/kg. Data tersebut menunjukkan bahwa asam asetat lebih ramah terhadap lingkungan karena memiliki LD50 yang lebih tinggi dibanding dengan paraquat. (BPOMRI, 2011).

Dekomposisi maupun degradasi asam asetat pada lingkungan dapat terjadi melalui bantuan sinar ultra violet dan mikroorganisme. Park dan Lee (2009)

menunjukkan bahwa asam asetat terurai dalam waktu 120 menit oleh radiasi UV dibawah konsentrasi 500 ppm. Penelitian lain menunjukkan bahwa campuran kultur bakteri dari tanah ( Bacillus sp.) dapat membantu biodegradasi asam asetat. Campuran kultur bakteri mengakibatkan hilangnya asam asetat 100% dalam 72 jam pada konsentrasi cuka 1% dan 4%, dan 97% pada konsentrasi cuka 7%. Biodegradasi aerobik tampaknya menjadi pendekatan yang relevan untuk menanggulangi limbah cuka komersial(Kumbha et al., 2013).

Aplikasi asam asetat yang ditemukan di tanah (menjadi biomassa mikroba atau diserap ke partikel tanah) sekitar 26% dalam bentuk COOH dan 36% sebagai CH3. Mikroba menggunakan secara khusus C-CH3 sebagai pertumbuhan mereka, sedangkan kelompok C-COOH cenderung dekarboksilasi. Asam asetat dalam tanah menyediakan sumber karbon untuk proses dekomposisi dalam memproduksi karbon dioksida. Mikroorganisme menggunakan CH3 sebagai bahan anabolisme. Selama pertumbuhan mereka, penyerapan C dari CH3 bukan dari COOH karena C hampir sepenuhnya teroksidasi (Fischer dan Kuzyakov, 2010).


(42)

15

2.2.1 Asam Asetat Sebagai Bioherbisida

Menurut Chinery (2002), cuka makanan dapat digunakan sebagai bioherbisida, namun penelitian yang mendukung masih terbatas. Sejak laporan tersebut, para ilmuwan mulai meneliti daya racun asam asetat sebagai herbisida organik (Johnson et al., 2003).

Mekanisme kerja dari asam asetat adalah mirip dengan paraquat dimana asam asetat menyebabkan pembubaran cepat keutuhan membran sel mengakibatkan pengeringan jaringan daun, dan akhirnya kematian tanaman. Paraquat merupakan salah satu herbisida kontakyang banyak digunakan dalam persiapan lahan (Owen, 2002).

Mekanisme asam asetat pascatumbuh menghambat gulma melalui membran sel bocor, penurunan konduktansi stomata dan menginduksi penutupan stomata, penurunan laju transpirasi, penurunan serapan CO2, dan peningkatan O2,

menghambat sintesis protein dan penurunan kadar klorofil sehingga menghambat laju fotosintesis. ATP dan NADPH diduga terakumulasi dalam stroma pada kloroplas, sehingga bereaksi dengan O2 membentuk superoksida (O2-) dan hydrogen peroksida (H2O2) di kloroplas. Peningkatan pembentukan radikal O2- dan H2O2 menyebabkan peningkatan enzim SOD dan POD sebagai ketahanan gulma Cyperus rotundus dan Paspalum distichum. Peningkatan radikal O2- dan H2O2 pada gulma Cleome viscosa menyebabkan penurunan enzim SOD dan POD mengakibatkan kerusakan sel mesofil daun gulma (Pujisiswanto, 2015).


(43)

16

Aplikasi cuka 10 dan 20% pada 2 dan 4 MSA mampu mengendalikan

pertumbuhan gulma total. Hasil pengamatan visual persentase penutupan gulma total secara umum memperlihatkan bahwa di seluruh petak perlakuan cuka mempunyai tingkat penutupan gulma yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol pada 2 MSA, sedangkan pada 4 MSA terlihat bahwa cuka 10 dan 20% mempunyai tingkat penutupan yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (Pujisiswanto, 2012).

Aplikasi asam asetat pascatumbuh 20% efektif menekan pertumbuhan gulma, menyebabkan pertumbuhan dan hasil jagung setara dengan aplikasi asam asetat pratumbuh + pascatumbuh dan penyiangan mekanis 2 kali. Pengendalian gulma dengan aplikasi asam asetat pratumbuh + pascatumbuh, pascatumbuh dan penyiangan mekanis 2 kali menyebabkan penurunan hasil jagung lebih rendah yaitu masing-masing sebesar 19,48% 20,86% dan 16,79% dibandingkan dengan perlakuan bergulma sebesar 47,67% (Pujisiswanto, 2015).

2.3 Penambahan Larutan Buah Lerak Sebagai Ajuvan

Kecenderungan penggunaan herbisida di Indonesia telah mengalami

perkembangan ke arah efisiensi penggunaan yang lebih tinggi. Aktivitas yang terjadi antara lain mencampur herbisida dengan berbagai bahan aktif untuk mendapatkan spektrum daya berantas yang luas, mencampur urea dengan

herbisida untuk menambah efektivitas bahan aktif, mencampur herbisida dengan berbagai surfaktan atau ajuvan untuk mengurangi dosis bahan aktif (Sukman dan Yakup, 2002).


(44)

17

2.3.1 Ajuvan

Ajuvan merupakan bahan yang ditambahkan dalam formulasi herbisida untuk menambah aktivitasnya. Ajuvan dapat meningkatkan daya peracunan (toksisitas), membantu membentuk emulsi, menambah sifat penyebaran larutan,

mempermudah retensi dan penetrasi. Ajuvan dapat berupa surfaktan, sticker, emulsifier, sequesting agent, dispersing agent, anti caking agent dan sebagainya (Rakian dan Muhidin, 2008).

Jelas bahwa selektivitas herbisida dapat berubah ketika kita menggunakan ajuvan. Aksi ajuvan terhadap herbisida dapat diklasifikasikan sebagai bahan aditif ketika ajuvan tidak menambah efikasi herbisida tersebut; sinergis ketika ajuvan yang diberikan memungkinkan untuk menurunkan dosis herbisida tanpa kehilangan efektivitasnya, dan antagonis ketika adjuvan yang diberikan memungkingkan untuk meningkatkan dosis herbisida untuk mendapatkan efek yang sama. Sinergisme dan antagonisme sama-sama penting dalam penelitian herbisida. Sebuah synergizer dapat meningkatkan efikasi atau daya racun dengan meningkatkan retensi dan atau penyerapan herbisida, atau dapat menghalangi degradasi herbisida pada tanaman. Efek sinergi mampu mengurangi dosis herbisida dan ketahanan bahan aktif untuk tetap bekerja yang disebabkan oleh fluktuasinya lingkungan. Misalnya meningkatnya ketahanan herbisida terhadap hujan sehingga setelah penyemprotan tidak akan memengaruhi daya racun herbisida tersebut. Efek sinergis dalam penambahan ajuvan dapat memperluas spektrum pengendalian gulma untuk herbisida. Efek antagonis dapat menurunkan aktivitas herbisida dengan mengurangi (Streibig, 2003).


(45)

18

Hasil penelitian menunjukkan penambahan ajuvan sangat berpengaruh nyata terhadap penggunaan dosis. Campuran ajuvan ammonium sulfat dan glifosat lebih efektif untuk mengendalikan gulma apabila digunakan secara bersama-sama dibandingkan dengan penggunaan secara individu. Perlakuan pemberian

herbisida dengan dosis 3 l/ha tanpa ammoniumm sulfat, kurang efektif untuk menekan pertumbuhan alang-alang dibandingkan dengan pemberian herbisida pada dosis 3 l/ha tetapi diberi ammonium sulfat (Rakian dan Muhidin, 2008).

Penelitian lain menunjukkan interaksi herbisida dengan surfaktan berpengaruh nyata terhadap persen penutupan gulma, bobot kering gulma total dan bobot kering Borreria alata. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas herbisida yang dicampur dengan surfaktan berbeda dibanding tanpa surfaktan. Konsentrasi surfaktan yang memberikan peningkatan efektivitas herbisida besarnya berbeda utnuk jenis herbisida yang berbeda. Glifosat clan sulfosat yang dicampur surfaktan 0,2% dapat mengendalikan gulma lebih baik dibanding parakuat. Hingga 12 MSA campuran herbisida dan surfaktan tersebut masih dapat menekan penutupan gulma. Hasil yang sama juga terlihat pada bobot kering gulma. Dengan konsentrasi surfaktan 0,2% glifosat dan sulfosat dapat mengendalikan gulma dengan baik (Sulistyono et al., 1999)

2.3.2 Buah Lerak (Sapindus rarak)

Sapindus rarak De Candole merupakan nama binomial dari lerak yang dikenal di Jawa sebagai klerek, di Sunda sebagai rerek, di Palembang sebagai lamuran, di Kerinci sebagai kalikea, dan di Minang sebagai kanikia. Lerak termasuk dalam divisi Spermatophyta yang tumbuh di daerah Jawa dan Sumatera dengan


(46)

19

ketinggian 450-1500 m di atas permukaan air laut. Tinggi tanaman dapat

mencapai 15-42 m dan batang kayu yang berwarna putih kusam berbentuk bulat, keras, dan dapat berukuran 1 m. Biji tanaman berbentuk bulat, keras, dan

berwarna hitam. Buahnya berbentuk bulat, keras, diameter ± 1,5 cm, dan

berwarna kuning kecoklatan. Di dalam buah terdapat daging buah yang aromanya wangi. Tanaman lerak mulai berbuah pada umur 5-15 tahun. Pada umumnya musim berbuah pada awal musim hujan dan menghasilkan biji sebanyak 1.000-1.500 biji (Syahroni et al., 2013).

Berdasarkan hasil penelitian yang dimuat di beberapa jurnal menyebutkan bahwa buah, kulit batang, biji, dan daun tanaman lerak mengandung saponin, alkaloid, steroid, antikuinon, polifenol, dan tanin (Syahroni et al., 2013).

Saponin terdapat pada semua bagian tanaman Sapindus dengan kandungan tertinggi terdapat pada bagian buah. Saponin berasal dari bahasa latin “Sapo” yang berarti sabun karena sifatnya yang menyerupai sabun. Saponin merupakan senyawa kimia yang berasal dari metabolit sekunder yang banyak diperoleh dari tumbuh-tumbuhan. Saponin memiliki sifat berasa pahit, berbentuk busa stabil dalam air, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin (seperti : ikan, siput, dan serangga), dapat menstabilkan emulsi, dan menyebabkan hemolisis (rusaknya sel darah merah) (Syahroni et al, 2013).

Saponin temasuk glikosida yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan sakarida (bersifat hidrofilik) dan sapogenin (bersifat lipofilik). Adanya kandungan saponin yang bersifat hidrofilik dan lipofilik tersebut menjadikan buah lerak bersifat surfaktan sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku sabun (Fatmawati, 2014).


(47)

20

Berdasarkan struktur aglikon (sapogenin)nya dikenal 2 macam saponin, yaitu : tipe steroid dan triterpenoid. Saponin tipe steroid (Gambar 2) mengandung aglikon polisiklik yang merupakan sebuah steroid cholin. Di alam, saponin tipe steroid tersebar luas pada beberapa keluarga Monocotyledoneae (contoh:

Dioscorea spp.), terutama keluarga Dioscoreaceae dan keluarga Amaryllidaceae (contoh: Agave sp.). Saponin steroid penting karena mempunyai kesamaan struktur inti senyawa-senyawa vitamin D, glikosida jantung, dan kortison sehingga biasa digunakan sebagai bahan baku untuk sintesa senyawa-senyawa tersebut (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Gambar 2. Struktur kimia saponin steroid

Saponin tipe triterpenoid (Gambar 3) jarang ditemukan pada tanaman golongan Monocotyledoneae tetapi banyak terkandung dalam tanaman Dicotyledoneae, terutama pada keluarga Caryophylaceae, Sapindaceae, Polygalaceae, dan Sapotaceae. Kebanyakan saponin triterpenoid mempunyai struktur pentasiklik dan sapogeninnya terikat pada rantai dari gula (dapat berupa glukosa, galaktosa, pentosa dan metil pentosa) atau unit asam uronat ataupun keduanya pada posisi C3 (Gunawan dan Mulyani, 2004).


(48)

21


(49)

22

BAB III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan di Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan April 2016.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan didalam penelitian ini adalah cuka makan 25% , larutan buah lerak, bibit gulma (2 golongan teki : C. rotundus dan C. kyllingia, 2 golongan rumput : P. conjugatum dan E. indica dan 2 golongan daun lebar : A. gangetica dan S. nodiflora), dan cat kuku. Sedangkan alat yang digunakan adalah pot (diameter 8,5 cm dan tinggi 11,5 cm), timbangan digital, gelas ukur, knapsack sprayer dengan nosel warna biru (lebar bidang semprot 1,5 m), SPAD 502, mikroskop, gelas preparat, ruber bulb, pipet, oven, kantong plastik, gunting, selotip dan amplop.

3.3 Metodologi Penelitian

Percobaan faktorial disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah cuka dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15, dan 20%. Faktor kedua adalah konsentrasi larutan buah lerak yaitu 0, 2,5 dan 5%.


(50)

23

Tabel 1. Perlakuan Cuka + Larutan Buah Lerak

Cuka (%) 0% Larutan Buah Lerak (%) (L0)

2,5% (L1)

5% (L2)

0% (C0) C0L0 C0L1 C0L2

5% (C1) C1L0 C1L1 C1L2

10% (C2) C2L0 C2L1 C2L2

15% (C3) C3L0 C3L1 C3L2

20% (C4) C4L0 C4L1 C4L2

Perlakuan sebanyak 15 perlakuan diulang sebanyak 4 kali dengan 6 jenis gulma sasaran sehingga diperoleh 360 satuan percobaan. Perlakuan campuran asam asetat dan larutan buah lerak diuji dengan macam-macam konsentrasi untuk melihat pengaruhnya terhadap gulma . Uji Bartlett digunakan untuk menguji homogenitas ragam dan Uji Tukey untuk menguji additifitas data. Jika asumsi terpenuhi, analisis data akan dilanjutkan dengan sidik ragam dan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% digunakan untuk menguji perbedaan nilai tengah.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Tata Letak Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Tata letak pot diatur dengan jarak yang cukup agar tidak terjadi kontaminasi antar perlakuan.


(51)

24

U I U II U III U IV

COL0 C2L0 C3L0 C1L2

COL1 C4L0 C2L1 C2L1

COL2 C1L0 C0L2 C3L2

C1L0 C3L2 C0L1 C4L0

C1L1 C3L1 C1L1 C0L2

C1L2 C1L2 C2L0 C3L1

C2L0 C0L0 C3L2 C1L1

C2L1 C0L2 C4L1 C2L2

C2L2 C1L1 C1L0 C2L0

C3L0 C0L1 C2L2 C3L0

C3L1 C2L2 C4L0 C1L0

C3L2 C4L1 C4L2 C0L0

C4L0 C2L1 C0L0 C4L1

C4L1 C4L2 C1L2 C4L2

C4L2 C3L0 C3L1 C0L1

Gambar 4. Tata letak percobaan

Keterangan :

CnLn : Perlakuan cuka + larutan buah lerak U : Ulangan

3.4.2 Penetapan Gulma Sasaran

Gulma sasaran terdiri atas 6 spesies gulma dari 3 golomgan berdasarkan tanggapan gulnma terhadap herbisida. Pada setiap golongan terdiri dari 2 jenis gulma sasaran yaitu golongan teki (C. rotundus dan C. kyllingia), golongan


(52)

25

rumputan (P. conjugatum dan E. indica), dan golongan daun lebar (A. gangetica dan S. nodiflora).

3.4.3 Penanaman Gulma

Penanaman gulma dilakukan dengan menanam gulma yang masih muda. Bibit gulma diambil di sekitar Universitas Lampung dan Politeknik Negeri Lampung. Media yang digunakan adalah tanah dengan kondisi sama dengan tempat

pengambilan gulma dengan berat masing-masing pot berisi 300 g tanah. Untuk mengantisipasi matinya gulma di pot, maka penanaman gulma dilakukan lebih dari jumlah satuan percobaan dan ditanam di pot tersendiri sehingga

mempermudah dalam melakukan penyulaman.

3.4.4 Pemeliharaan Gulma

Gulma yang telah ditanam tersebut dipelihara dengan dilakukan penyiraman, penyiangan gulma nontarget, dan pengendalian hama penyakit jika diperlukan. Penyiraman gulma dilakukan hingga tanah mengalami kapasitas lapang dengan tujuan agar gulma tidak kekurangan air dan layu. Penyiraman dilakukan setiap pagi hari. Penyiangan gulma nontarget dilakukan agar pertumbuhan gulma target tidak terganggu. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma nontarget dan membuangnya.


(53)

26

3.4.5 Aplikasi Cuka dan Larutan Buah Lerak

3.4.5.1 Prosedur Pembuatan Larutan Lerak

Larutan buah lerak dibuat dengan cara menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan. Buah lerak sebanyak ± 60 gram atau setara dengan ± 15 biji buah lerak dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi 250 ml air panas, didiamkan beberapa saat sampai buah menjadi lunak. Setelah buah lerak lunak, tumbuk daging buahnya menggunakan lumpang dan alu porselin lalu didiamkan di dalam air tersebut selama ± 24 jam, kemudian disaring.

3.4.5.2 Kalibrasi

Alat semprot dikalibrasi untuk mengetahui keluaran nosel persatuan luas.

Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan metode luas untuk mengetahui volume semprot. Volume semprot yang dibutuhkan sebesar 500 l/ha.

3.4.5.3 Aplikasi

Aplikasi campuran cuka dan larutan buah lerak dilakukan hanya satu kali selama pengujian pada umur tanaman 2 minggu setelah tanam (MST), dimulai dari dosis paling rendah sehingga menghindari bias data. Sebelum pengaplikasian, terlebih dahulu dihitung jumlah konsentrasi yang dibutuhkan untuk satu petak percobaan. Berikut adalah petak aplikasi setiap perlakuan dengan susunan gulma secara acak (Gambar 5).


(54)

27

Gambar 5. Skema petak aplikasi

3.5 Pengamatan

3.5.1. Fitotoksisitas (Tingkat Keracunan) Gulma

Tingkat keracunan gulma akibat aplikasi cuka dan larutan buah lerak (sesuai perlakuan) dilihat secara visual dengan penggunaan metode skoring yang disesuaikan dengan aturan dari Komisi Pestisida (2011) dalam

metode standar pengujian efikasi herbisida adalah sebagai berikut:

0 = Tidak ada keracunan 0-5% bentuk dan atau warna daun dan atau pertumbuhan tidak normal

1 = Keracunan ringan >5-20% bentuk dan atau warna daun dan atau pertumbuhan tidak normal

2 = Keracunan sedang >20-50% bentuk dan atau warna daun dan atau P. conjugatum

A. gangetica C. rotundus

E. indica S. nodiflora C. kyllingia


(55)

28

pertumbuhan tidak normal

3 = Keracunan berat >50-75% bentuk dan atau warna daun dan atau pertumbuhan tidak normal

4 = Keracunan sangat berat >75% bentuk dan atau warna daun dan atau pertumbuhan tidak normal sampai mati

Pengamatan dilakukan pada 3 hari setelah aplikasi (HSA) .

3.5.2 Tingkat Kehijauan Daun Gulma

Pengamatan tingkat kehijauan daun dilakukan pada 3 HSA diukur dengan menggunakan alat SPAD-502 Plus chlorophyll meter. Alat ini secara digital mencatat tingkat kehijauan (Farhana et al., 2007). Daun yang diamati adalah daun yang telah membuka sempurna yakni daun pertama atau daun kedua.

3.5.3 Pengamatan Anatomi Stomata Daun

Pengamatan anatomi stomata daun dilakukan pada 3 HSA. Metode yang digunakan untuk mengamati stomata adalah menggunakan cat kuku transparan diolesi pada daun gulma abaksial (bagian bawah). Pembuatan preparat dilakukan dengan cara cat kuku bening dioleskan pada bagian abaksial luar daun gulma. Setelah cat kering (5-10 menit), cat diangkat dengan menggunakan potongan selotip transparan. Pengamatan dilakukan dengan cara memilih dua bagian daun yang sama antara kontrol dan perlakuan cuka dan larutan buah lerak. Pengamatan dibawah mikroskop dengan mengamati sn (stomata normal), len (lekukan


(56)

29

(struktur rusak parah) pada perbesaran 100x10 . Jumlah stomata yang terbuka normal juga diamati pada perbesaran mikroskop 40x10 .

3.5.4 Bobot Kering Gulma

Pemanenan dilakukan pada 6 HSA dengan cara memotong gulma yang berada dipermukaan media kemudian dipilih bagian gulma yang masih hidup kemudian dipisahkan berdasarkan spesiesnya untuk diukur bobot keringnya. Gulma hasil pemanenan dimasukkan kedalam amplop dan dioven selama 48 jam dengan suhu 800C hingga bobot gulma konstan.


(57)

65

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penambahan larutan buah lerak 2,5% dan 5% sebagai ajuvan pada cuka 15% memiliki tingkat keracunan lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi cuka tunggal terhadap gulma C. rotundus, C. kyllingia, E. indica, A. gangetica dan P. conjugatum.

2. Campuran cuka 15% + 2,5% dan 5% larutan buah lerak yang diaplikasikan pada gulma C. kyllingia memiliki efektivitas yang sama dengan cuka 20%. 3. Campuran cuka 15% + 5% larutan buah lerak yang diaplikasikan pada gulma

P. conjugatum memiliki efektivitas yang sama dengan cuka 20%.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah waktu pengamatan minimal 2 minggu setelah aplikasi (MSA) agar diketahui apakah gulma benar-benar mati atau regrowth atau kembali pulih.


(58)

66

DAFTAR PUSTAKA

Ai, N. S. Dan Y. Banyo. 2011. Konsentrasi Klorofil Daun Sebagai Indikator Kekurangan Air Pada Tanaman. Jurnal Ilmiah Sains 11 (2) : 166-173. BPOMRI. 2011. Asam Asetat (Acetic Acid). Sentra Informasi Keracunan Nasional

(SIKerNas). Jakarta.

Chinery, D. 2002. Using Acetic Acid (Vinegar) As A Broad-Spectrum Herbicide. Cooperatif Extension Educator, Cornell Cooperative Extentsion of

Rensselaer Country, 61 state street, try NY.

Dayan, F.E, Charles L. Cantrell, Stephen and O. Duke. 2009. Natural products in crop protection. Natural Products Utilization Research Unit, Agricultural Research Service, United States Department of Agriculture, University. Bioorganic & Medicinal Chemistry Vol.17 : 4022–4034.

Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.

Donatus, I.A. 2001. Toksikologi Dasar. Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta. Evans, G. J., Bellinder, R.R. and M. C. Goffinet. 2009. Herbicidal Effects of

Vinegar and a Clove Oil Product on Redroot Pigweed (Amaranthus retroflexus) and Velvetleaf (Abutilon theophrasti). Weed Technology 23 (2) : 292-299.

Fatmawati, Ira. 2014. Efektivitas Buah Lerak (Sapindus rarak De Candole) sebagai Bahan Pembersih Logam Perak, Perunggu, dan Besi. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur 8 (2) : 24-31.

Farhana, M.A., M.R. Yusop, M.H. Harun, A.K. Din. 2007. Performance of tenera population for the chlorophyll contents and yield component. in:

International Palm Oil Congress (Agriculture, Biotechnology & Sustainability). Proceedings of the PIPOC Vol. 2 : 701-705. Fischer, H. dan Y. Kuzyakov. 2010. Sorption, Microbial Uptake and

Decomposition of Acetate in Soil: Transformation Revealed by Position-Specific 14C Labeling. Soil Biology and Biochemistry 42 : 186-192.


(59)

67

Gunawan, Didik, et al.. 1998. Tumbuhan Obat Indonesia. Pusat Penelitian Obat Tradisional (PPOT UGM). Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Penebar

Swadaya. Jakarta.

Hardoyo, Agus Eko Tjahjono, Dyah Primarini, Hartono dan Musa. 2007. Kondisi Optimum Fermentasi Asam Asetat Menggunakan Acetobacter aceti. J. Sains MIPA Vol. 13, No. 1

Hart, H dan Craine, L. 2003. Kimia Organik. Edisi II. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hewitt, P.G. 2003. Conseptual Integrated Science Chemistry. San Fransisco:

Pearson Education, Inc.

Johnson, E N., Wolf, T M. and B. C. Caldwell. 2003. Vinegar (Acetic acid) For Pre-Seed And Post- Emergence Control Of Broadleaf Weeds in Spring Wheat (Triticum aestivum L.). Canadian Weed Sci. Soc. 57th Annual Meeting. Halifax, Nova Scotia, Canada, 57: 87.

Kumbha, S.R., V. Ramanjaneyulu dan A.V.N. Swamy. 2013. Aerobic

Biodegradation of Vinegar Containing Waste Water by Mixed Culture Bacteria From Soil. International Journal of Recent Scientific Research 4 (10) :1598-1601.

Moenandir, J. 1988. Fisiologi Herbisida (Ilmu Gulma:Buku Jilid II). Rajawali Pers. Jakarta.

Nurtjahyani, S. N. dan I. Murtini. 2015. Karakterisasi Tanaman Cabai Yang Terserang Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci). University Research Colloquium.

Owen, M. D. K. 2002. Acetic Acid (Vinegar) for Weed Control Revisited. Organic weed management workshop, July 1, IC-488 (11), page 91. Park, J. Y. dan I. H. Lee. 2009. Decomposition of Acetic Acid by Advanced

Oxidation Processes. Korean J. Chem. Eng. 26 (2) : 387-391 Pujisiswanto, H. 2012. Kajian Daya Racun Cuka (Asam Asetat) Terhadap

Pertumbuhan Gulma Pada Persiapan Lahan. Agrin Vol. 16, No.1.

Pujisiswanto, H. 2015. Mekanisme dan Efektivitas Asam Asetat Sebagai Herbisida Terhadap Gulma Pada Jagung (Zea mays L.). Disertasi S3 Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.


(60)

68

Purba, E. 2009. Keanekaragaman herbisida dalam pengendalian gulma mengatasi populasi gulma resisten dan toleran herbisida. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Gulma. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Rakian, Tresjia C dan Muhidin. 2008. Peningkatan Efektivitas Herbisida Glifosat Dengan PenambahanAjuvan Ammonium Sulfat Untuk Mengendalikan Alang-Alang. Jurnal Warta Wiptek Vol. 16.

Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. Setyowati, N., U. Nurjanah dan L. S. Sipayung. 2007. Pergeseran Gulma Pada Tanaman Cabai Besar Akibat Perbedaan Waktu Pengendalian Gulma. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.

http://www.nanik.al-nib.net/2011/02/. Diakses pada tanggal 9 Februari 2016. Situs Peternakan. 2014. Rumput Paitan (Paspalum conjugatum).

http://www.situs-peternakan.com/2014/11/rumput-paitan-paspalum-conjugatum. Diakses pada tanggal 9 Februari 2016.

Streibig, Jens C. 2003. Assessment of herbicide effects. Chapter 1 :1-44. Solihin, A. 2014. Morfologi Daun, Kadar Klorofil dan Stomata Glodogan

(Polyalthia longifolia) Pada Daerah Dengan Tingkat Paparan Emisi Kendaraan yang Berbedadi Yogyakarta. Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Sukman, Y. dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sulistyono, Eko, A. Pieter Lontoh, dan Hady Widagdo. 1999. Studi Efektivitas Pencampuran Surfaktan Dengan Herbisida Untuk Jalur Tanaman Karet Belum Menghasilkan. Bul. Agron 27 (1) : 25-29.

Syahroni, Yan Yanuar dan Djoko Prijono. 2013. Aktivitas Insektisida Ekstrak Buah Piper aduncum L. (Piperaceae) dan Sapindus rarak DC.

(Sapindaceae) serta Campurannya Terhadap Larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera : Crambidae). Jurnal Entomologi Indonesia 10 (1) : 39 – 50.

Syarif, Ahmad. 2013. Identifikasi dan Analisis Vegetasi Gulma.

http://arekpekalongan.blogspot.co.id/2013/10/identifikasi-dan-analisis-vegetasi-gulma.html. Diakses pada tanggal 9 Februari 2016.


(1)

pertumbuhan tidak normal

3 = Keracunan berat >50-75% bentuk dan atau warna daun dan atau pertumbuhan tidak normal

4 = Keracunan sangat berat >75% bentuk dan atau warna daun dan atau pertumbuhan tidak normal sampai mati

Pengamatan dilakukan pada 3 hari setelah aplikasi (HSA) .

3.5.2 Tingkat Kehijauan Daun Gulma

Pengamatan tingkat kehijauan daun dilakukan pada 3 HSA diukur dengan menggunakan alat SPAD-502 Plus chlorophyll meter. Alat ini secara digital mencatat tingkat kehijauan (Farhana et al., 2007). Daun yang diamati adalah daun yang telah membuka sempurna yakni daun pertama atau daun kedua.

3.5.3 Pengamatan Anatomi Stomata Daun

Pengamatan anatomi stomata daun dilakukan pada 3 HSA. Metode yang digunakan untuk mengamati stomata adalah menggunakan cat kuku transparan diolesi pada daun gulma abaksial (bagian bawah). Pembuatan preparat dilakukan dengan cara cat kuku bening dioleskan pada bagian abaksial luar daun gulma. Setelah cat kering (5-10 menit), cat diangkat dengan menggunakan potongan selotip transparan. Pengamatan dilakukan dengan cara memilih dua bagian daun yang sama antara kontrol dan perlakuan cuka dan larutan buah lerak. Pengamatan dibawah mikroskop dengan mengamati sn (stomata normal), len (lekukan


(2)

(struktur rusak parah) pada perbesaran 100x10 . Jumlah stomata yang terbuka normal juga diamati pada perbesaran mikroskop 40x10 .

3.5.4 Bobot Kering Gulma

Pemanenan dilakukan pada 6 HSA dengan cara memotong gulma yang berada dipermukaan media kemudian dipilih bagian gulma yang masih hidup kemudian dipisahkan berdasarkan spesiesnya untuk diukur bobot keringnya. Gulma hasil pemanenan dimasukkan kedalam amplop dan dioven selama 48 jam dengan suhu 800C hingga bobot gulma konstan.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penambahan larutan buah lerak 2,5% dan 5% sebagai ajuvan pada cuka 15% memiliki tingkat keracunan lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi cuka tunggal terhadap gulma C. rotundus, C. kyllingia, E. indica, A. gangetica dan

P. conjugatum.

2. Campuran cuka 15% + 2,5% dan 5% larutan buah lerak yang diaplikasikan pada gulma C. kyllingia memiliki efektivitas yang sama dengan cuka 20%. 3. Campuran cuka 15% + 5% larutan buah lerak yang diaplikasikan pada gulma

P. conjugatum memiliki efektivitas yang sama dengan cuka 20%.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah waktu pengamatan minimal 2 minggu setelah aplikasi (MSA) agar diketahui apakah gulma benar-benar mati atau regrowth atau kembali pulih.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ai, N. S. Dan Y. Banyo. 2011. Konsentrasi Klorofil Daun Sebagai Indikator Kekurangan Air Pada Tanaman. Jurnal Ilmiah Sains 11 (2) : 166-173. BPOMRI. 2011. Asam Asetat (Acetic Acid). Sentra Informasi Keracunan Nasional

(SIKerNas). Jakarta.

Chinery, D. 2002. Using Acetic Acid (Vinegar) As A Broad-Spectrum Herbicide. Cooperatif Extension Educator, Cornell Cooperative Extentsion of

Rensselaer Country, 61 state street, try NY.

Dayan, F.E, Charles L. Cantrell, Stephen and O. Duke. 2009. Natural products in crop protection. Natural Products Utilization Research Unit, Agricultural Research Service, United States Department of Agriculture, University.

Bioorganic & Medicinal Chemistry Vol.17 : 4022–4034.

Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.

Donatus, I.A. 2001. Toksikologi Dasar. Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta. Evans, G. J., Bellinder, R.R. and M. C. Goffinet. 2009. Herbicidal Effects of

Vinegar and a Clove Oil Product on Redroot Pigweed (Amaranthus

retroflexus) and Velvetleaf (Abutilon theophrasti).Weed Technology 23

(2) : 292-299.

Fatmawati, Ira. 2014. Efektivitas Buah Lerak (Sapindus rarak De Candole) sebagai Bahan Pembersih Logam Perak, Perunggu, dan Besi. Jurnal

Konservasi Cagar Budaya Borobudur 8 (2) : 24-31.

Farhana, M.A., M.R. Yusop, M.H. Harun, A.K. Din. 2007. Performance of tenera population for the chlorophyll contents and yield component. in:

International Palm Oil Congress (Agriculture, Biotechnology & Sustainability). Proceedings of the PIPOC Vol. 2 : 701-705. Fischer, H. dan Y. Kuzyakov. 2010. Sorption, Microbial Uptake and

Decomposition of Acetate in Soil: Transformation Revealed by Position-Specific 14C Labeling. Soil Biology and Biochemistry 42 : 186-192.


(5)

Gunawan, Didik, et al.. 1998. Tumbuhan Obat Indonesia. Pusat Penelitian Obat Tradisional (PPOT UGM). Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Penebar

Swadaya. Jakarta.

Hardoyo, Agus Eko Tjahjono, Dyah Primarini, Hartono dan Musa. 2007. Kondisi Optimum Fermentasi Asam Asetat Menggunakan Acetobacter aceti. J.

Sains MIPA Vol. 13, No. 1

Hart, H dan Craine, L. 2003. Kimia Organik. Edisi II. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hewitt, P.G. 2003. Conseptual Integrated Science Chemistry. San Fransisco:

Pearson Education, Inc.

Johnson, E N., Wolf, T M. and B. C. Caldwell. 2003. Vinegar (Acetic acid) For Pre-Seed And Post- Emergence Control Of Broadleaf Weeds in Spring Wheat (Triticum aestivum L.). Canadian Weed Sci. Soc. 57th Annual

Meeting. Halifax, Nova Scotia, Canada, 57: 87.

Kumbha, S.R., V. Ramanjaneyulu dan A.V.N. Swamy. 2013. Aerobic

Biodegradation of Vinegar Containing Waste Water by Mixed Culture Bacteria From Soil. International Journal of Recent Scientific Research 4 (10) :1598-1601.

Moenandir, J. 1988. Fisiologi Herbisida (Ilmu Gulma:Buku Jilid II). Rajawali Pers. Jakarta.

Nurtjahyani, S. N. dan I. Murtini. 2015. Karakterisasi Tanaman Cabai Yang Terserang Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci). University Research Colloquium.

Owen, M. D. K. 2002. Acetic Acid (Vinegar) for Weed Control Revisited.

Organic weed management workshop, July 1, IC-488 (11), page 91.

Park, J. Y. dan I. H. Lee. 2009. Decomposition of Acetic Acid by Advanced Oxidation Processes. Korean J. Chem. Eng. 26 (2) : 387-391

Pujisiswanto, H. 2012. Kajian Daya Racun Cuka (Asam Asetat) Terhadap Pertumbuhan Gulma Pada Persiapan Lahan. Agrin Vol. 16, No.1.

Pujisiswanto, H. 2015. Mekanisme dan Efektivitas Asam Asetat Sebagai Herbisida

Terhadap Gulma Pada Jagung (Zea mays L.). Disertasi S3 Universitas


(6)

Purba, E. 2009. Keanekaragaman herbisida dalam pengendalian gulma mengatasi populasi gulma resisten dan toleran herbisida. Pidato Pengukuhan Jabatan

Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Gulma. Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Rakian, Tresjia C dan Muhidin. 2008. Peningkatan Efektivitas Herbisida Glifosat Dengan PenambahanAjuvan Ammonium Sulfat Untuk Mengendalikan Alang-Alang. Jurnal Warta Wiptek Vol. 16.

Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. Setyowati, N., U. Nurjanah dan L. S. Sipayung. 2007. Pergeseran Gulma Pada

Tanaman Cabai Besar Akibat Perbedaan Waktu Pengendalian Gulma.

Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. http://www.nanik.al-nib.net/2011/02/. Diakses pada tanggal 9 Februari 2016. Situs Peternakan. 2014. Rumput Paitan (Paspalum conjugatum).

http://www.situs-peternakan.com/2014/11/rumput-paitan-paspalum-conjugatum. Diakses pada tanggal 9 Februari 2016.

Streibig, Jens C. 2003. Assessment of herbicide eects. Chapter 1 :1-44. Solihin, A. 2014. Morfologi Daun, Kadar Klorofil dan Stomata Glodogan

(Polyalthia longifolia) Pada Daerah Dengan Tingkat Paparan Emisi

Kendaraan yang Berbedadi Yogyakarta. Skripsi S1 Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Sukman, Y. dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sulistyono, Eko, A. Pieter Lontoh, dan Hady Widagdo. 1999. Studi Efektivitas Pencampuran Surfaktan Dengan Herbisida Untuk Jalur Tanaman Karet Belum Menghasilkan. Bul. Agron 27 (1) : 25-29.

Syahroni, Yan Yanuar dan Djoko Prijono. 2013. Aktivitas Insektisida Ekstrak Buah Piper aduncum L. (Piperaceae) dan Sapindus rarak DC.

(Sapindaceae) serta Campurannya Terhadap Larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera : Crambidae). Jurnal Entomologi Indonesia 10 (1) : 39 – 50.

Syarif, Ahmad. 2013. Identifikasi dan Analisis Vegetasi Gulma.

http://arekpekalongan.blogspot.co.id/2013/10/identifikasi-dan-analisis-vegetasi-gulma.html. Diakses pada tanggal 9 Februari 2016.