Kualitas Fisik, Kadar Air, dan Sebaran Jamur Pada Wafer Limbah Pertanian dengan Lama Simpan Berbeda

(1)

KUALITAS FISIK, KADAR AIR, DAN SEBARAN JAMUR PADA WAFER LIMBAH PERTANIAN DENGAN LAMA

SIMPAN BERBEDA

(Skripsi)

Oleh Hermawan

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRAK

KUALITAS FISIK, KADAR AIR, DAN SEBARAN JAMUR PADA WAFER LIMBAH PERTANIAN DENGAN

LAMA SIMPAN BERBEDA Oleh

Hermawan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kualitas fisik, kadar air, dan sebaran jamur ppada wafer limbah pertanian dengan lama simpan berbeda. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Wafer limbah pertanian terdiri dari empat perlakuan dan empat ulangan, yaitu R0 : Wafer tanpa

disimpan; R1 : wafer yang disimpan selama dua minggu; R2 : Wafer yang

disimpan selama empat minggu; R3 : wafer yang disimpan selama enam minggu.

Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1% dan akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT), apabila nilai analisis ragam menunjukkan hasil yang nyata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wafer dengan penyimpanan yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air dan tekstur, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap warna dan aroma wafer. Perlakuan terbaik pada wafer dengan masa simpan yang berbeda adalah wafer yang disimpan selama empat minggu. Kata kunci: limbah pertanian, wafer, lama simpan, kadar air, kualitas fisik


(3)

ABSTRACT

PHYSICAL QUALITIES, WATER CONTENT, AND MOULD DISTRIBUTION IN WATER OF AGRICULTURAL WASTE

WITH DIFFERENT STORAGE TIME

By

Hermawan

The purpose of this research was to determine physical qualities, water content, and mould distribution in wafer of agricultural waste with different storage time. The experimental design that used in this research is Randomized Complete Design (CRD) with four treatments and four replications. Agricultural waste wafer consists of four treatments and four replications, namely R0: Wafer without being stored; R1: wafer were stored for two weeks; R2: Wafer were stored for four weeks; and R3: wafer were stored for six weeks. The data were analyzed by analysis of variance on the real level of 5% or 1% and will be continued by a test of Least Significant Difference (LSD), if the value showed significant result. The results of this research indicate that the wafer with differential storage was highly significant (P <0.01) for physical qualities, there are colour, and the scent of wafer. The best treatment on wafer with differential storage was wafer that stored for four weeks.

Key words: agricultural waste, wafer, differential storage, water content, physical qualities


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bakauheni pada 16 Juni 1992, putra ketiga dari empat bersaudara buah hati pasangan Bapak Sarman dan Ibu Sugiyem.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Totoharjo pada 2005; sekolah menengah pertama di SMPN 1 Rajabasa pada 2008; sekolah menengah atas di SMAN 1 Penengahan pada 2011. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur PMPAP.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kampung Sendang Retno, Lampung Tengah pada Januari—Februari 2014 dan penulis juga melaksanakan Praktik Umum di PT. Central Avian Pertiwi Katibung, Lampung Selatan pada Juli--Agustus 2014. Selama masa studi penulis pernah menjadi Anggota Muda Forum Studi Islam (FOSI). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar, Manajemen Usaha Ternak Daging dan Ilmu Nutrisi Ternak Ruminansia.


(8)

Sesunggunya orang-orang yang berilmu itu adalah para

pewaris nabi, mereka (para nabi) tidak mewariskan dinar

dan dirham, melainkan hanya mewariskan ilmu. Barang

siapa mengambil ilmu itu, berarti ia telah mengambil barang

yang banyak .

(HR. Ibnu Majah dan Hibban)

Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk

tenang dan sabar.

(Khalifah „Umar)

“Anak muda memang minim pengalaman, karena itu ia tak

menawarkan masa lalunya. Anak muda menawarkan masa

depan”.

(Anies Baswedan)

Mencintai yang tak sempurna dengan cara yang sempurna

(Hermawan)


(9)

Allhamdulillahirobbil’alamin...

Kuhaturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya serta suri

tauladanku Nabi Muhammad SAW yang menjadi pedoman hidup dalam

berikhtiar

Ayahanda yang mulia, Ibunda yang tercintaterimakasihatassegaladoa, air mata

dan keringat perjuanganmu yang telah membawaku memasuki gerbang

kesuksesan dari rasa tidak mampu hingga rasa yakin untuk aku mencoba

bertahan atas nama perjuanganmu. Aku selalu ingin menceritakan semua tapi

aku selalu kehabisan kata-kata. Mungkin hanya inilah yang mampu

kubuktikan kepadamu bahwaaku tak pernah lupa pengorbananmu, bahwa aku

tak pernah lupa nasihat dan dukunganmu, bahwa aku tak pernah lupa

segalanya dan selamanya.

Dengan kerendahan hati karya kecil dan sederhana ini kupersembahkan

Seiklasnya kepada : Ayahanda dan Ibunda, adikku, Dosen, sertat eman

seperjuangan atas waktu dan pengorbanan kalian dalam membantuku

menyelesaikan skripsi ini, perhatian kalian selalu menjadi motivasi bagiku

You are the best things ever I have

Serta

Almamater hijau

yang turut mendampingiku, membangun diriku, mendewasakanku dalam

berpikir dan bertindak


(10)

ix

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi inidengan baik.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Perbedaan Masa Simpan terhadap Kualitas Fisik Kadar Air dan Sebaran Jamur pada Wafer Limbah Pertanian” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Jurusan Peternakan di Universitas

Lampung

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.P.—selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung—atas izin yang diberikan;

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.—selaku Ketua Jurusan Peternakan dan Pembimbing Anggota—atas gagasan, saran, bimbingan,nasehat, dan segala bantuan yang diberikan selama penulisan skripsi;

3. BapakDr. Ir. Rudy Sutrisna, M.S.—selaku Pembimbing Utama—atas saran, motivasi, arahan, ilmu, dan bimbingannya serta segala bantuan selama penulisan skripsi ini;

4. Ibu Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc.—selakuPembahas—atas bimbingan, motivasi, kritik, saran, dan masukan yang positif kepada penulis serta segala bentuk bantuan selama masa studi dan penyusunan skripsi;


(11)

x

5. Ibu Dian Septinova, S.Pt., M.T.A.— selaku Pembimbing Akademik—atas nasehat, saran, motivasi, ilmu, dan bimbingannya serta segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis hingga saat ini;

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Unila—atas bimbingan, nasehat, dan ilmu yang diberikan selama masa studi;

7. Bapak dan Ibuku tercinta atas segala do’a, dorongan, semangat, pengorbanan, dan kasih sayang yang tulus ikhlas dan senantiasa berjuang untuk keberhasilan penulis, kakakdan adik ku tercinta atas nasihat dan dukungannya dalam bentuk moril maupun materil;

8. Dua orang sahabat yang selalu memberikan dukungan, menemani dengan sabar, memberikan motivasi disaat jatuh dan selalu mengingatkan disaat salah, serta memberi masukan positif selama penulisan skripsi ini (Solihin dan Miftahudin);

9. Tias Pratama, Silvia Wulandari, Amrina, Asisten Lab. Mba Ratna, Agus, Aldi, Gusti, Hery, Imam, Irma, Mayora, Nanang, Rusmiyanto, Riawan, Semi,Zaki, kakak dan adik sekaligus rekan seperjuangan—atas persaudaraan dan

kerjasamanya selama penelitian;

10.Teman-teman terbaikku Ahmad S., Ali Rifa’i., Arrosyiqu Bik., Arista Pribadi, Decka Wira B., Depo Kurniawan, Dimas Cahyo K., Fakhri Aji A., Rahmat Nurdiyanto, Riki Dwi H, Ayu Astuti, Citra Nindya K., Devi Desnita, Dina Sari D., Fitria Maghfiroh, Nia Yulianti, Komalasari, Retno Dwi S., dan Siti Unayah—atas kekeluargaan, persahabatan, motivasi yang diberikan kepada penulis;.


(12)

xi

11.Keluarga besar Angkatan 2011” (Ade Irma, Aji, Ali, Amita, Angga, Apri, Arie, Atikah, Bastian, Bekti, Bowo, Dea, Dwi, Dimas R, Edwin, Eko, Fauzan, Fery, Fitri Y, Frandy, Gusma, Haekal, Putu, Isti, Imah, Jenny, Konita, Laras, Lasmi, Linda, Lisa, Maria, Okta, Putri, Riswanda, Sarina, Sakroni, Tri Atika) atas suasana kekeluargaan dan kenangan indah selama masa studi serta

motivasi yang diberikan pada penulis;

12.Seluruh kakak-kakak (Angkatan 2009 dan 2010) serta adik-adik (Angkatan 2012, 2013 dan 2014) jurusan peternakan—atas persahabatan dan

motivasinya;

13.Semua dosen dan pegawai di jurusan peternakan yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasinya;

14.Semua aktor yang telah mengisi kehidupan dan menemaniku meskipun dari kejauhan dengan segala kasih sayang, dukungan, dan kenangan indah yang hanya menjadi persinggahan yang tidak dapat terlupa.

Semoga semua bantuan dan jasa baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat pahala dari Allah SWT, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin...

Bandar Lampung, Maret 2015


(13)

xiv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian ... 4

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Potensi Limbah Pertanian ... 9

1. Ubi Jalar ... 10

2. Kentang ... 11

3. Kembang Kol ... 12

4. Sawi Putih ... 13

5. Wortel ... 14

6. Labu Siam ... 15

7. Tomat ... 15

B. Wafer Limbah Pertanian ... 16

1. Sifat fisik Wafer Limbah Pertanian ... 17

2. Kadar Air Wafer Limbah Pertanian ... 18

3. Sebaran Jamur Wafer Limbah Pertanian ... 19

III. METODE PENELITIAN ... 21

A. Waktu dan Tempat... 21

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 21


(14)

xv

1. Rancangan Percobaan ... 22

2. Peubah yang Diamati ... 22

3. Analisis Data ... 23

D. Pelaksanaan Penelitian ... 23

1. Pembuatan Wafer Limbah Pertanian ... 23

2. Alur Pembuatan Wafer Limbah Pertanian ... 24

3. Pengujian Wafer Limbah Pertanian ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Kadar Air Wafer Limbah Pertanian... 29

B. Pengaruh Penyimpanan terhadap Tekstur Wafer Limbah Pertanian ... 31

C. Pengaruh Penyimpanan terhadap Warna Wafer Limbah Pertanian ... 33

D. Pengaruh Penyimpanan terhadap Aroma Wafer Limbah Pertanian ... 35

E. Sebaran Jamur Pada Wafer Limbah Pertanian ... 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

A. Kesimpulan ... 38

B. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan nutrisi ubi jalar ... 11

2. Kandungan nutrisi kentang ... 12

3. Kandungan nutrisi kembang kol ... 12

4. Kandungan nutrisi sawi ... 13

5. Kandungan nutrisi wortel ... 14

6. Kandungan nutrisi labu siam ... 15

7. Kandungan nutrisi tomat ... 16

8. Tata letak percobaan ... 22

9. Komposisi limbah pertanian ... 23

10. Formulir uji organoleptik ... 26

11. Kadar air wafer limbah pertanian dengan masa simpan berbeda .... 29

12. Nilai asumsi tekstur wafer limbah pertanian dengan masa penyimpanan yang berbeda ... 31

13. Nilai asumsi warna wafer limbah pertanian dengan masa penyimpanan yang berbeda ... 33

14. Nilai asumsi aroma wafer limbah pertanian dengan masa penyimpanan yang berbeda ... 35

15. Analisis ragam kadar air pada wafer limbah pertanian ... 43

16. Hasil uji BNT kadar air pada wafer limbah pertanian ... 44

17. Analisis ragam hasil uji organoleptik tekstur pada wafer limbah pertanian ... 45


(16)

xvi

18. Hasil uji BNT uji organoleptik tekstur wafer limbah pertanian ... 45 19. Analisis ragam hasil uji organoleptik warna pada wafer limbah

pertanian ... 46 20. Analisis ragam hasil uji organoleptik aroma pada wafer limbah

pertanian ... 47


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram proses pembuatan wafer limbah pertanian……… 24

1. Pengambilan sampel di lapangan ... ... 48

2. Sampel limbah pertanian ... ... 48

3. Proses pemotongan sayuran menjadi kecil ... 48

4. Proses penggilingan... ... 49

5. Proses pengepresan sampel... ... 49

6. Hasil sampel yang dipres... ... 49

7. Air bahan hasil pres... ... 50

8. Proses pencampuran limbah pertanian... 50

9. Alat pencetak wafer... ... 50

10. Proses pencetakan wafer... ... 51

11. Proses pencetakan wafer ... ... 51

12. Wafer setelah di cetak dan dikemas... .. 51

13. Analisis kadar air... ... 52

14. Uji organoleptik... ... 52


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang berpotensi besar untuk penyediaan hijauan pakan, namun sampai saat ini ketersedian hijauan pakan ternak masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh para peternak. Faktor penghambat ketersediaan hijauan pakan ternak yaitu fungsi lahan yang sebelumnya sebagai hijauan pakan ternak berubah menjadi lahan pemukiman, lahan untuk tanaman pangan dan tanaman industri. Selain itu, sumberdaya alam untuk peternakan berupa padang penggembalaan di Indonesia semakin berkurang dan secara umum ketersediaan hijauan pakan juga dipengaruhi oleh musim, sehingga pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak.

Untuk mengatasi permasalahan ketersediaan hijauan pakan ternak tersebut, diperlukan suatu inovasi pengolahan untuk menghasilkan bahan pakan dari bahan-bahan yang tersedia dan relatif murah. Coleman dan Lawrence (2000)

menyatakan bahwa keuntungan pengolahan pakan adalah 1) meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan

penyajian pakan; 2) densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan

mengurangi pakan yang tercecer; 3) mencegah “de-mixing” yaitu peruraian kembali komponen penyusun pakan sehingga konsumsi pakan sesuai dengan


(19)

2 kebutuhan standar. Sementara itu, terdapat banyak limbah pertanian seperti sayuran baik di pasar maupun di tempat sampah yang tidak dimanfaatkan dan membusuk. Limbah sayuran adalah bagian dari sayuran yang tidak terjual, tidak dapat digunakan, dan dibuang. Hal ini disebabkan sayuran merupakan jenis makanan yang mudah layu sehingga akan menurunkan minat konsumen apabila dijual kembali. Efek negatif dari kondisi tersebut dapat menyebabkan

pencemaran lingkungan yang salah satu diantaranya adalah menumpuknya limbah sayuran.

Pengolahan limbah pertanian selama ini belum banyak dilakukan, selama ini pegolahan yang telah dilakukan hanya pembuatan kompos saja, padahal jika diolah limbah tersebut dapat dijadikan sebagai pakan ternak. Hal ini akan lebih bernilai ekonomis dan lebih bermanfaat. Jika limbah organik dibuat kompos maka produk yang diperoleh hanya pupuk organik saja, tetapi jika diolah menjadi pakan, limbah tersebut dapat menghasilkan daging, susu, dan pupuk organik dari kotoran ternak sehingga diperoleh beberapa keuntungan antara lain yaitu dapat mengatasi kurangnya ketersediaan pakan hijauan ternak, mengurangi pencemaran lingkungan, dan memperoleh pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak.

Menurut Harfiah (2005), limbah sayuran pasar berpotensi sebagai bahan pakan ternak, akan tetapi limbah tersebut sebagian besar mempunyai kecenderungan mudah mengalami pembusukan dan kerusakan, sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk memperpanjang masa simpan serta untuk menekan efek anti nutrisi. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan dalam upaya memanfaatkan limbah sayuran pasar yaitu dibuat dalam bentuk wafer. Menurut Noviagama


(20)

3 (2002), wafer adalah salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk cube, dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu. Setelah dilakukan pengolahan terhadap limbah pertanian, akan ada permasalahan-permasalahan yang muncul salah satunya yaitu berapa lama daya simpan dari hasil olahan limbah tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu adanya pengujian terhadap masa simpan hasil pengolahan limbah pertanian.

Banyaknya potensi yang dapat dimanfaatkan dari limbah pertanian, juga terdapat kelemahan yang dimiliki dari limbah pertanian. Hal ini karena limbah sayuran merupakan bahan organik dan memiliki kandungan air yang tinggi sehingga mudah mengalami kerusakan atau pembusukan. Meskipun dalam bentuk wafer masih ada kemungkinan mengalami kerusakan atau penurunan kualitas fisik selama masa penyimpanan. Untuk itu perlu diketahui apakah masa simpan berpengaruh terhadap kualitas fisik wafer limbah pertanian.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui kualitas fisik, kadar air, dan sebaran jamur pada wafer limbah pertanian dengan lama simpan berbeda;


(21)

4 C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para peternak dan masyarakat umum mengenai masa simpan yang terbaik pada wafer limbah pertanian.

D. Kerangka Pemikiran

Menurut Syamsu dkk. (2003), salah satu cara untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan ternak adalah pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan dan perlu diupayakan alternatif pengawetan limbah pertanian yang dapat menghasilkan produk pakan yang mempunyai kualitas.

Limbah pertanian akan bernilai guna jika dimanfaatkan sebagai pakan melalui pengolahan. Hal tersebut karena pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pakan harus bebas dari efek anti-nutrisi, terlebih toksik yang dapat menghambat pertumbuhan ternak yang bersangkutan. Menurut Rusmana (2007), limbah sayuran mengandung anti nutrisi berupa alkaloid dan rentan oleh pembusukan sehingga perlu dilakukan pengolahan ke dalam bentuk lain agar dapat

dimanfaatkan secara optimal dalam susunan ransum ternak. Menurut Saenab (2010), manfaat dari teknologi pakan antara lain dapat meningkatkan kualitas nutrisi limbah sebagai pakan, serta dapat disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama sebagai cadangan pakan ternak saat kondisi sulit mendapatkan pakan


(22)

5 Menurut Asae (1994), teknologi proses pengolahan yang mudah, murah dan dapat meningkatkan daya simpan sangat dibutuhkan untuk mengatasi kelangkaan ketersediaan pakan di musim kemarau. Teknologi pengepresan dengan mesin kempa dapat menghasilkan produk pakan berbentuk wafer. Wafer adalah pakan sumber serat alami yang dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan dan pemanasan sehingga mempunyai bentuk ukuran panjang dan lebar yang sama.

Menurut Winarno (1997), tekanan dan pemanasan menyebabkan terjadinya reaksi maillard yang mengakibatkan wafer yang dihasilkan beraroma harum khas karamel. Prinsip pembuatan wafer mengikuti prinsip pembuatan papan partikel. Proses pembuatan wafer membutuhkan perekat yang mampu mengikat partikel-partikel bahan sehingga dihasilkan wafer yang kompak dan padat sesuai dengan densitas yang diinginkan.

Menurut Winarno dkk. (1980), kerusakan bahan pakan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi dan kapang; aktivitas-aktivitas enzim di dalam bahan pakan; serangga, parasit dan tikus; suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan; kadar air, udara; dan jangka waktu penyimpanan. Kadar air pada permukaan bahan pakan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara di sekitarnya. Bila kadar air bahan pakan rendah, RH di sekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air menjadi lebih tinggi.


(23)

6 Menurut Jayusmar (2000), daya serap air merupakan parameter yang

menunjukkan kemampuan untuk menyerap air disekelilingnya agar berikatan dengan partikel bahan atau tertahan pada pori antar partikel bahan.

Trisyulianti (1998) menyatakan, wafer dengan kemampuan daya serap air tinggi akan berakibat terjadinya pengembangan tebal yang tinggi pula, karena semakin banyak volume air hasil penyerapan yang tersimpan dalam wafer akan diikuti dengan peningkatan perubahan muai wafer. Daya serap air berbanding terbalik dengan kerapatan. Semakin tinggi kerapatan wafer menyebabkan kemampuan daya serap air yang lebih rendah.

Syarif dan Halid (1993) menyatakan, metode pengukuran yang umum dilakukan di laboratorium adalah dengan pemanasan didalam oven atau dengan cara destilasi. Kadar air bahan merupakan pengukuran jumlah air total yang terkandung dalam bahan pakan, tanpa memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan air.

Retnani dkk. (2009) menyatakan, kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan ukuran partikel dalam lembaran dan sangat bergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran. Trisyulianti dkk. (2001) menambahkan bahwa kerapatan wafer menentukan stabilitas dimensi dan penampilan fisik wafer pakan komplit.

Menurut Lalitya (2004), wafer ransum komplit yang terdiri dari campuran hijauan dan konsentrat dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan karena ternak tidak dapat memilih antara pakan hijauan dan konsentrat, bedasarkan hal tersebut diharapkan dapat tercukupi kebutuhan nutrisinya.


(24)

7 Trisyulianti dkk. (2003) menyatakan, wafer pakan yang mempunyai kerapatan tinggi akan memberikan tekstur yang padat dan keras sehingga mudah dalam penanganan, baik dalam penyimpanan maupun pada saat transportasi dan diperkirakan akan lebih tahan lama dalam penyimpanan. Kualitas wafer pakan ternak tergantung dari bentuk fisik, tekstur, warna, aroma dan kerapatan. Bentuk fisik wafer yang padat dan kompak sangat menguntungkan, karena mempermudah dalam penyimpanan dan penanganan. Tekstur menentukan mudah tidaknya menjadi lunak dan mempertahankan bentuk fisik serta kerenyahan. Warna wafer sebagai hasil reaksi karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amino primer menyebabkan wafer berwarna coklat dengan aroma khas karamel. Kerapatan wafer yang semakin tinggi maka pertambahan airnya semakin rendah.

Muchtadi dan Sugiono (1989) menyatakan, prinsip pembuatan wafer mengikuti prinsip pembuatan papan partikel. Sifat fisik merupakan bagian dari karakteristik mutu yang berhubungan dengan nilai kepuasan konsumen terhadap bahan. Sifat-sifat bahan serta perubahan-perubahan yang terjadi pada pakan dapat digunakan untuk menilai dan menentukan mutu pakan, selain itu pengetahuan tentang sifat fisik digunakan juga untuk menentukan koefisien suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan.

Uraian di atas tampak bahwa akan terjadi perubahan kondisi fisik wafer limbah pertanian selama penyimpanan. Hal ini yang menjadi dasar pemikiran peneliti untuk menguji lebih lanjut masa simpan wafer limbah pertanian terhadap kualitas fisik, kadar air dan sebaran jamur.


(25)

8 E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

a. terdapat pengaruh masa simpan terhadap kualitas fisik, kadar air, dan sebaran jamur pada wafer limbah pertanian,

b. masa simpan terbaik wafer limbah pertanian yaitu pada masa simpan empat minggu (R2).


(26)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Potensi Limbah Pertanian

Menurut Fahlepi (2013), sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral yang bernilai ekonomi tinggi. Produksi sayuran Indonesia meningkat setiap tahun dan konsumsinya tercatat 44 kg/kapita/tahun. Laju pertumbuhan produksi sayuran di Indonesia berkisar antara 7,7--24,2%/tahun.

Hadiwiyoto (1983), mengelompokkan sampah atau limbah berdasarkan beberapa faktor yaitu menurut bentuk dan sifatnya. Berdasarkan bentuknya, sampah dibedakan menjadi sampah padat, cair, dan gas. Berdasarkan sifatnya, sampah dibedakan menjadi sampah yang mengandung senyawa organik yang berasal dari tanaman, hewan dan mikroba dan sampah anorganik yaitu garbage (bahan yang mudah membusuk) dan rubbish (bahan yang tidak mudah membusuk). Salah satu sampah atau limbah yang banyak terdapat di sekitar kota adalah limbah pasar. Limbah pasar merupakan bahan-bahan hasil sampingan dari kegiatan manusia yang berada di pasar dan banyak mengandung bahan organik.


(27)

10 Limbah sayuran memiliki potensi untuk menjadi alternatif hijauan pakan.

Limbah sayuran bersifat perishable, bulky, dan voluminous serta ketersediaannya yang melimpah (Retnani dkk. 2009).

Menurut Saenab (2010), limbah sayuran pasar berpotensi sebagai bahan pakan ternak, akan tetapi limbah tersebut sebagian besar mempunyai kecenderungan mudah mengalami pembusukan dan kerusakan, sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk memperpanjang masa simpan serta untuk menekan efek anti nutrisi yang umumnya berupa alkaloid. Dengan teknologi pakan, limbah sayuran dapat diolah menjadi bahan pakan dalam bentuk seperti tepung dan silase yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Bahkan ada teknologi pakan yang lebih canggih lagi yaitu dalam bentuk wafer dan biskuit pakan. Manfaat dari teknologi pakan antara lain dapat meningkatkan kualitas nutrisi limbah sebagai pakan, serta dapat disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama sebagai cadangan pakan ternak saat kondisi sulit mendapatkan pakan hijauan.

1. Ubi Jalar

Produktivitas ubi jalar cukup tinggi dibandingkan dengan padi. Ubi jalar dengan masa panen 4 bulan dapat menghasilkan produk lebih dari 30 ton/ha, tergantung dari bibit, sifat tanah dan pemeliharaannya. Walaupun saat ini rata-rata

produktivitas ubi jalar nasional baru mencapai 12 ton/ha, tetapi jumlah ini masih lebih besar, jika kita bandingkan dengan produktivitas padi (± 4.5 ton/ha). Selain itu, masa tanam ubi jalar juga lebih singkat dibandingkan dengan padi (Jamrianti, 2007)


(28)

11 Tabel 1. Kandungan nutrisi ubi jalar

No. Kandungan nutrisi

Banyaknya dalam 100g Ubi Putih Ubi Merah Ubi

Kuning Daun 1 Kalori (kal) 123,00 123,00 136,00 47,00

2 Protein (g) 1,80 1,80 1,10 2,80

3 Lemak (g) 0,70 0,70 0,40 0,40

4 Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30 10,40

5 Air (g) 68,50 68,50 - 84,70

6 Serat Kasar (g) 0,90 1,20 1,40 -

7 Kadar Gula (Pati) 0,40 0,40 0,30 - 8 Beta Karoten (mg) 31,20 174,,20 - - Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Jamrianti (2007)

Tabel di atas menunjukkan ubi jalar selain sebagai sumber karbohidrat yang baik, juga sebagai sumber serat pangan dan sumber betakaroten yang baik.

2. Kentang

Kentang, (Solamun tuberosum L.) adalah tanaman dari suku Solanance yang memiliki umbi batang yang dapat dimakan. Kentang mengandung vitamin dan mineral, serta bermacam-macam phytochemical, seperti karotenoid dan polifenol. Kentang ukuran sedang 150 g dengan kulit memberikan 27 mg vitamin C (45% dari nilai harian), 620 mg potasium (18% ), 0,2 mg vitamin B6 (10% ) dan terdapat thiamin, riboflavin, folat, niacin, magnesium, fosfor, besi, dan seng. Isi serat kentang dengan kulit (2g) adalah setara dengan banyak roti gandum, pasta, dan sereal.


(29)

12 Tabel 2. Kandungan nutrisi kentang

No. Kandungan nutrisi

Jumlah

/100g No.

Kandungan nutrisi

Jumlah /100g 1 Energi (kkal) 77,00 10 Ribovlafin (mg) 0,03 2 Protein (g) 2,00 11 Niacin (mg) 1,10 3 Lemak (g) 0,10 12 Vitamin B6 (mg) 0,25 4 Karbohidrat (g) 19,00 13 Vitamin C (mg) 20,00 5 Air (g) 75,00 14 Kalsium (mg) 12,00 6 Serat Kasar (g) 2,20 15 Besi (mg) 1,80 7 Pati (g) 15,00 16 Magnesium (mg) 23,00 8 Thiamin (mg) 0,08 17 Fosfor (mg) 57,00 9 Kalium (mg) 421,00 18 Sodium (mg) 6,00 Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Jamrianti (2007)

3. Kembang Kol

Kembang kol merupakan salah satu jenis bunga yang umum dijadikan sayuran. Terdapat beberapa jenis kembang kol yaitu kembang kol yang berwarna hijau, ungu, oranye dan romanesco, ketiga jenis kembang kol tersebut memiliki kandungan nutrisi yang hampir sama, hanya terdapat perbedaan warna pada daunnya.

Tabel 3. Kandungan nutrisi kembang kol

No. Kandungan

nutrisi Jumlah/100g No.

Kandungan

nutrisi Jumlah/100g 1 Energi (kkal) 25,00 7 Ribovlafin (mg) 0,06 2 Protein (g) 1,92 8 Vitamin B9 (mcg) 57,00 3 Lemak (g) 0,28 9 Vitamin C (mg) 48,20 4 Karbohidrat (g) 4,97 10 Kalsium (mg) 22,00 5 Serat Kasar (g) 2,00 11 Besi (mg) 0,42 6 Kalium (mg) 229,00 12 Magnesium (mg) 15,00 Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Jamrianti (2007)


(30)

13 4. Sawi Putih

Sawi merupakan jenis sayur yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Konsumennya mulai dari golongan masyarakat kelas bawah hingga golongan masyarakat kelas atas. Kelebihan sawi yaitu mampu tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Kandungan gizi setiap 100 g bahan yang dapat dimakan pada sawi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan nutrisi sawi

No. Kandungan nutrisi

Jumlah

/100g No.

Kandungan nutrisi

Jumlah /100g 1 Energi (kal) 22,00 8 Besi (mg) 2,90 2 Protein (g) 2,30 9 Vitamin A (SI) 969,00 3 Lemak (g) 0,30 10 Vitamin B1 (mg) 0,09 4 Karbohidrat (g) 4,00 11 Vitamin B2 (mg) 0,10 5 Serat Kasar (g) 1,20 12 Vitamin B3 (mg) 0,70 6 Kalsium (mg) 220,50 13 Vitamin C (mg) 102,00 7 Fosfor (mg) 38,40

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Jamrianti (2007)

Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan (2009) dalam Jamrianti (2007), produksi tanaman sawi selama periode tahun 2005 sampai tahun 2008 mengalami penurunan minus 1,44% per tahun, hal ini terjadi karena

berkurangnya luas lahan. Pada tahun 2008 produksi sawi sebesar 77.147 ton, naik sebesar 2.036 ton, bila dibandingkan produksi tanaman sawi pada tahun 2007 sebesar 75.111 ton. Tanaman sawi terdapat hampir di semua daerah di Sumatera Selatan.


(31)

14 5. Wortel

Menurut Rukmana (1997), wortel (Daucus carota L.) merupakan tanaman sayuran termasuk ke dalam jenis tanaman semak, dan tumbuh baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Tanaman wortel mempunyai struktur batang yang pendek, akar yang berakar tunggang dapat berubah bentuk menjadi bulat dan disebut dengan umbi. Umbi wortel ini tampak berwarna kuning kemerahan, yang mengandung tinggi senyawa karoten dan flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan.

Tanaman wortel memiliki daun majemuk bergaris dengan 4--7 tangkai daun yang berukuran panjang, tangkai daun agak tebal dan kaku namun permukaan daunnya halus. Pada bagian batangnya, berukuran sangat kecil sehingga terkadang hampir tidak terlihat. Biasanya batang wortel berdiameter 1 cm sampai 1,5 cm, memiliki tekstur yang keras, bulat dan tidak berkayu.

Tabel 5. Kandungan nutrisi wortel

No. Kandungan

nutrisi Jumlah/100g No.

Kandungan

nutrisi Jumlah/100g 1 Energi (kkal) 39,00 8 Fosfor (mg) 37,00

2 Protein (g) 1,00 9 Besi (mg) 0,66

3 Lemak (g) 0,30 10 Vitamin A (mg) 805,00 4 Karbohidrat (g) 7,00 11 Vitamin B1 (mg) 0,06 5 Serat Kasar (g) 2,00 12 Vitamin B2 (mg) 0,03 6 Pati (g) 5,00 13 Vitamin B3 (mg) 1,10 7 Kalsium (mg) 31,00 14 Vitamin C (mg) 6,00 8 Magnesium (mg) 17,00 15 Beta karoten (mg) 8345,00 Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Jamrianti (2007)


(32)

15 6. Labu siam

Labu siam (Sechium edule) adalah tanaman sayuran yang tumbuh merambat dan bisa tumbuh merambat ke atas. Tanaman ini memiliki bentuk buah bulat

memanjang dan memiliki daun yang permukaannya berbulu.

Tabel 6. Kandungan nutrisi labu siam

No. Kandungan

nutrisi Jumlah/100g No. Kandungan nutrisi Jumlah/100g 1 Energi (kkal) 41,00 8 Fosfor (mg) 35,00 2 Protein (g) 1,00 9 Besi (mg) 0,66 3 Lemak (g) 0,20 10 Vitamin A (mg) 835,00 4 Karbohidrat (g) 9,00 11 Vitamin B1 (mg) 0,04 5 Serat Kasar (g) 3,00 12 Vitamin B2 (mg) 0,05 6 Pati (g) 5,00 13 Vitamin B3 (mg) 1,20 7 Kalsium (mg) 33,00 14 Vitamin C (mg) 7,00 8 Magnesium (mg) 18,00 15 Beta karoten (mg) 8285,00 Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Jamrianti (2007)

7. Tomat

Tomat (Solanum lycopersicum L.) adalah famili dari terong-terongan (Solanaceae) dan keluarga dekat dari kentang (Solanum). Hal ini karena

keduanya memiliki nama famili dan genus yang sama. Meski secara penampakan kentang sangat jauh berbeda dengan tomat, kentang berbentuk umbi sedangkan tomat berbentuk buah.


(33)

16 Tabel 7. Kandungan nutrisi tomat

No. Kandungan

nutrisi Jumlah/100g No.

Kandungan

nutrisi Jumlah/100g 1 Karbohidrat (g) 4,20 6 Besi (mg) 0,50 2 Protein (g) 1,00 7 Vitamin A (SI) 1500,00 3 Lemak (g) 0,30 8 Vitamin B1 (mg) 60,00 4 Kalsium (mg) 5,00 9 Vitamin C (mg) 40,00 5 Fosfor (mg) 27,00

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Jamrianti (2007)

B. Wafer Limbah Pertanian

Menurut Manley (2000) wafer pada awalnya terdapat pada pangan manusia yang berarti biskuit tipis dan renyah yang dipanggang diantara lempengan besi panas. Wafer adalah jenis biskuit khusus yang membutuhkan peralatan berbeda untuk membuatnya, lembaran wafer dibentuk dengan dipanggang diantara sepasang lempengan besi panas, bentuk lapisan wafer biasanya tipis dan memiliki pola tertentu pada bagian permukaannya akibat dari tekanan lapisan besi.

Noviagama (2002) menyatakan, wafer adalah salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk cube, dalam proses pembuatannya mengalami proses pencampuran (homogenisasi), pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu. Bahan baku yang digunakan terdiri dari sumber serat yaitu hijauan dan konsentrat dengan komposisi yang disusun berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak dan dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan 12 kg/cm2 dan pemanasan pada suhu 120°C selama 10 menit.


(34)

17 Menurut Trisyulianti (1998), keuntungan dari wafer adalah : (1) kualitas nutrisi lengkap, (2) bahan baku bukan hanya dari hijauan makanan ternak seperti rumput dan legum, tetapi juga dapat memanfaatkan limbah pertanian, perkebunan, atau limbah pabrik pangan, (3) tidak mudah rusak oleh faktor biologis karena mempuyai kadar air kurang dari 14%, (4) ketersediaannya berkesinambungan karena sifatnya yang awet dapat bertahan cukup lama sehingga dapat

mengantisipasi ketersediaan pakan pada musim kemarau serta dapat dibuat pada saat musim hujan ketika hasil hijauan makanan ternak dan produk pertanian melimpah, dan (5) kemudahan dalam penanganan karena bentuknya padat kompak sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan transportasi.

1. Sifat fisik wafer limbah pertanian

Muchtadi dan Sugiono (1989) menyatakan, prinsip pembuatan wafer mengikuti prinsip pembuatan papan partikel. Sifat fisik merupakan bagian dari karakteristik mutu yang berhubungan dengan nilai kepuasan konsumen terhadap bahan. Sifat-sifat bahan serta perubahan-perubahan yang terjadi pada pakan dapat digunakan untuk menilai dan menentukan mutu pakan, selain itu pengetahuan tentang sifat fisik digunakan juga untuk menentukan koefisien suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan.

Trisyulianti (1998) menyatakan, kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan dari partikel dalam lembaran dan sangat tergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran. Wafer pakan yang mempunyai kerapatan tinggi akan memberikan tekstur yang padat dan keras sehingga mudah dalam penanganan baik


(35)

18 penyimpanan maupun goncangan pada saat transportasi dan diperkirakan akan lebih lama dalam penyimpanan, sebaliknya pakan yang memiliki kerapatan rendah akan memperlihatkan bentuk wafer pakan yang tidak terlalu padat dan tekstur yang lebih lunak serta porous (berongga), sehingga diperkirakan hanya dapat bertahan dalam penyimpanan beberapa waktu saja.

Menurut Furqaanida (2004), kerapatan menentukan bentuk fisik dari wafer ransum komplit yang dihasilkan dan menunjukkan kepadatan wafer ransum komplit dalam teknik pembuatannya.

Menurut Winarno (1997), tekanan dan pemanasan menyebabkan terjadinya reaksi maillard yang mengakibatkan wafer yang dihasilkan beraroma harum khas karamel. Proses pembuatan wafer membutuhkan perekat yang mampu mengikat partikel-partikel bahan sehingga dihasilkan wafer yang kompak dan padat sesuai dengan densitas yang diinginkan.

Menurut Tomy (2008), proses pencoklatan dapat terjadi akibat vitamin C yang dapat bertindak dalam pembentukan warna coklat non-enzimatis. Asam-asam askorbat berada dalam keseimbangan dengan asam dehidroaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam de-hidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa diketogulonat dan kemudian berlangsunglah reaksi Maillard dan proses pencoklatan.

2. Kadar air wafer limbah pertanian

Syarief dan Halid (1993) menyatakan bahwa kadar air suatu bahan dapat diukur dengan berbagai cara. Metode pengukuran yang umum dilakukan di laboratorium


(36)

19 adalah dengan pemanasan didalam oven atau dengan cara destilasi. Kadar air bahan merupakan pengukuran jumlah air total yang terkandung dalam bahan pakan, tanpa memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan air.

Winarno dkk. (1980) menyatakan bahwa kadar air pada permukaan bahan pakan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara disekitarnya. Bila kadar air bahan rendah, RH disekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air menjadi lebih tinggi.

Suhu ruang adalah besaran yang menunjukkan derajat panas pada suatu ruangan yang dapat diukur dengan termomoter. Menurut KepMen Kesehatan No. 261/MenKes/SK/II/1998 suhu ruangan adalah 220--260 C.

Trisyulianti (1998) menyatakan, wafer dengan kemampuan daya serap air tinggi akan berakibat terjadinya pengembangan tebal yang tinggi pula, karena semakin banyak volume air hasil penyerapan yang tersimpan dalam wafer akan diikuti dengan peningkatan perubahan muai wafer. Daya serap air berbanding terbalik dengan kerapatan. Semakin tinggi kerapatan wafer menyebabkan kemampuan daya serap air yang lebih rendah.

3. Sebaran jamur wafer limbah pertanian

Winarno dkk. (1980) menyatakan, kerusakan bahan pakan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi dan kapang; aktivitas-aktivitas enzim di dalam bahan pakan; serangga, parasit dan tikus; suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan; kadar air, udara; dan jangka waktu penyimpanan.


(37)

20 Menurut Trisyulianti dkk. (2003), wafer yang akan terserang jamur lebih cepat adalah yang memiliki kadar air lebih tinggi. Aktivitas mikroorganisme dapat ditekan pada kadar air 12%--14%, sehingga bahan pakan tidak mudah berjamur dan membusuk. Kondisi penyimpanan kemungkinan akan meningkatkan kadar air. Hal ini terjadi akibat adanya pengaruh dari kelembaban, dan suhu

lingkungan tempat penyimpanan.

Alexopoulus dkk. (1996) menyatakan bahwa penyebab penyakit busuk daun adalah kapang patogen Phytophthora infestans. Kapang dapat menyerang daun, batang, juga umbi di dalam tanah. Kapang patogen Phytophthora infestans bukan merupakan kapang asli tanah, namun biasa menyerang organ- organ tanaman kentang di dalam tanah dan di atas tanah (daun, batang, cabang, akar dan umbi).

Menurut Nangudin (1982), waktu penyimpanan dapat meningkatkan kadar air bahan pakan, hal ini akan menunjang pertumbuhan jamur dan akan lebih mempercepat kerusakan bahan pakan. Perbedaan jumlah koloni jamur yang terbentuk dapat pula dipengaruhi oleh faktor masa simpan dan kadar air.

Menurut Rukmana (1997), salah satu prioritas pengembangan agribisnis kentang di Indonesia adalah di Jawa Tengah (Wonosobo), namun produksinya masih rendah oleh serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) khususnya kapang patogen Phytophthora infestans penyebab busuk daun dan umbi.


(38)

21

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai Oktober 2014. Tahap pertama yaitu pembuatan wafer pakan dari limbah pertanian bertempat di Desa Bandar Baru Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat, kemudian disimpan dengan masa simpan yang berbeda-beda dari nol sampai enam minggu dan tahap kedua adalah uji kualitas fisik, análisis kadar air, dan uji sebaran jamur wafer bertempat di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin kempa wafer, termometer, cawan porselen, oven, gegep, nampan, timbangan analitik, pisau, plastik berwarna transparan, spidol, dan gunting. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah pertanian berupa ubi jalar, kentang, daun kembang kol, sawi putih, wortel, labu siam, tomat, molases, dan garam dibuat menjadi wafer.


(39)

22 C. Metode Penelitian

1. Rancangan Percobaan

Penelitian ini diuji dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang dilakukan adalah: R0 : Tanpa disimpan

R1 : Masa simpan wafer limbah pertanian selama 2 minggu R2 : Masa simpan wafer limbah pertanian selama 4 minggu R3 : Masa simpan wafer limbah pertanian selama 6 minggu

Tabel 8. Tata letak percobaan

R3U2 R1U3 R3U1 R2U1

R2U3 R2U2 R3U4 R0U4

R0U1 R0U3 R1U1 R1U4

R0U4 R1U2 R2U4 R3U3

2. Peubah yang Diamati

Peubah yang akan diamati dalam penelitian ini terdiri dari kualitas fisik (organoleptik), kadar air, dan sebaran jamur pada wafer limbah pertanian.


(40)

23 3. Análisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf nyata 5% dan dilanjutkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Sebaran jamur pada wafer limbah pertanian, diuraikan secara deskriptif.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan Wafer Limbah Pertanian

1. menyusun formulasi wafer limbah pertanian, seperti pada Tabel 9; Tabel 9. Komposisi wafer limbah pertanian

No Limbah Pertanian %

1. Ubi Jalar 20

2. Kentang 7

3. Daun Kembang Kol 15

4. Sawi Putih 20

5. Wortel 23

6. Labu siam 8

7. Tomat 3,99

8. Molases 3

9. Garam 0.01

Total 100

2. menyiapkan masing-masing 25 kg limbah pertanian (wortel, labu siam, ubi jalar, kentang, sawi putih, daun kembang kol, tomat, molases, dan garam);

3. memotong limbah pertanian dengan pisau dan digiling menggunakan mesin giling kemudian di pres dan dijemur selama 1 hari;

4. mencampur bahan sesuai dengan formulasi hingga homogen dengan kadar air: wortel 18,82 % , labu siam 6,92 %, ubi jalar 11,32 %, kentang


(41)

24 5,35 %, sawi putih 11,72 %, daun kembang kol 13,06 %, tomat 3,59 %, dan molases 0,53 %;

5. bahan setelah dicampur secara homogen, mengandung kadar air 77,31%; 6. memasukkan bahan yang sudah tercampur kedalam cetakan segi empat

berukuran 3,5 x 3,5 x 2 cm, setelah itu di jemur di bawah sinar matahari selama 3 hari;

7. wafer yang telah kering (kadar air 42,78%) dimasukkan kedalam plastik sebanyak 250g kemudian disimpan sesuai dengan masa perlakuan yaitu 0 minggu, 2 minggu, 4 minggu, dan 6 minggu;

8. penyimpanan wafer dilakukan pada suhu ruang (220--260 C).

2. Alur Pembuatan Wafer Limbah Pertanian

Gambar 1. Diagram proses pembuatan wafer limbah pertanian menyiapkan limbah pertanian (ubi jalar, kentang, daun kembang kol, sawi putih, wortel, labu siam, dan tomat)

memotong-motong limbah pertanian dengan pisau dan menggiling menggunakan mesin giling kemudian dipressdan dijemur selama 1 hari

mencampur limbah sayuran sesuai dengan formulasi yang telah ditentukan, disertai dengan penambahan molases 3% dan garam 0,01% hingga homogen

mencetak bahan dalam cetakan segi empat berukuran 3,5 x 3,5 x 2 cm

menjemur wafer di bawah sinar matahari selama 3 hari

melakukan penyimpanan wafer dengan masa simpan 2 minggu, 4 minggu, dan 6 minggu


(42)

25 3. Pengujian Wafer Limbah Pertanian

a. Analisis kualitas fisik (uji organoleptik) :

1. setelah 0 minggu, 2 minggu, 4 minggu, dan 6 minggu penyimpanan; 2. melakukan uji organoleptik yang menilai aroma, warna dan tekstur

wafer;

3. pengujian organoleptik ini menggunakan panelis tidak terlatih (panelis non standar) sebanyak 30 orang;

4. pengujian organoleptik dilakukan pada saat panelis tidak dalam kondisi lapar atau kenyang yaitu sekitar pukul 09.00--11.00 WIB dan pukul 14.00--16.00 WIB;

5. panelis yang akan melakukan uji organoleptik harus konsisten dalam mengambil keputusan, tidak alergi, tidak melakukan uji organoleptik satu jam sesudah makan, menunggu minimal 20 menit setelah panelis merokok atau makan dan minum, tidak melakukan uji organoleptik saat influenza, sakit mata atau dalam kondisi tubuh yang tidak sehat, tidak memakai parfum dan lipstik serta mencuci tangan dengan bersih lalu dikeringkan dengan lap bersih;

6. panelis akan memasuki ruangan uji organoleptik secara bergantian dan setiap panelis yang masuk akan mendapatkan formulir dan wajib memakai jas laboratorium;

7. panelis menilai sampel berdasarkan 3 skala penilaian warna, aroma, dan tekstur sesuai dengan tabel di bawah ini;


(43)

26 Tabel 10. Formulir uji organoleptik

Nama panelis : Tanggal pengujian : Jenis sampel yang diuji :

Peubah : tekstur/warna/aroma (lingkari salah satu peubah yang diuji)

Perlakuan Ulangan Skala penilaian

1 2 3

R0 1 2 3 4 R1 1 2 3 4 R2 1 2 3 4 1

R3 2

3 4

Keterangan : diberi tanda (√) pada kolom skala penilaian menurut saudara Skala penilaian

Tekstur : 1,00 = tidak padat, 2,00 = padat, 3,00 = sangat padat Warna : 1,00 = coklat muda, 2,00 = coklat, 3,00 = coklat tua Aroma : 1,00 = busuk, 2,00 = tidak busuk, 3,00 = khas karamel


(44)

27 b. Analisis proksimat kadar air:

1. memanaskan cawan porselen beserta tutupnya yang bersih ke dalam oven dengan suhu 105oC selama + 1 jam;

2. mendinginkan cawan porselen di dalam desikator selama 15 menit; 3. menimbang cawan porselen beserta penutupnya dan mencatat

bobotnya;

8. memasukkan sampel wafer limbah pertanian kedalam cawan porselen sekitar 1 gram dan kemudian dicatat bobotnya;

9. memanaskan cawan porselen berisi sampel di dalam oven dengan suhu 105oC selama > 6 jam (penutup jangan dipasang);

10. mendinginkan cawan porselen berisi sampel di dalam desikator selama 15 menit;

11. menimbang cawan porselen berisi sampel analisa tersebut dan mencatat bobotnya;

12. menghitung kadar air dengan rumus: A (gram)

Kadar Air (%) = x 100% B (gram)

Keterangan : A = Banyaknya air yang hilang karena pemanasan oven 1050 C

B = Banyaknya sampel awal

c. Analisis sebaran jamur:

1. pada masa simpan 0 minggu, 2 minggu, 4 minggu dan 6 minggu penyimpanan;


(45)

28 2. mengamati sebaran jamur pada wafer limbah pertanian yang terdapat

pada permukaan wafer kemudian dipersentase berdasarkan luasan jamur yang tumbuh pada wafer;

3. mencatat wafer limbah pertanian yang terdapat jamur dan tidak terdapat jamur.


(46)

1

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. masa penyimpanan wafer limbah pertanian berpengaruh nyata terhadap kadar air dan tekstur, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap warna dan aroma; 2. masa penyimpanan terbaik terdapat pada masa penyimpanan selama empat

minggu dengan kadar air terendah dan tekstur terpadat.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penyimpanan wafer limbah pertanian dengan kadar air awal 12--14%.


(47)

39

DAFTAR PUSTAKA

Alexopolous, C.J., C.W. Mims., and M. Blackwell. 1996. Introductory Mycology. John Wiley & Sons, Inc. Canada America.

Anonimous. 2002. Pedoman Penerapan Agen Hayati Dalam Pengendalian OPT Tanaman Sayuran. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura Direktorat Perlindungan Hortikultura. Jakarta. 49 hlm.

Anonimous. 1993. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Bhratara. Jakarta. 59 hlm.

Anonimous. 2002. Pedoman Penerapan Agen Hayati Dalam Pengendalian OPT Tanaman Sayuran. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura

Direktorat Perlindungan Hortikultura. Jakarta. 49 hlm.

Anonimous. 2014. Perdagangan luar negeri ekspor-impor Sumatera Selatan. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan. Sumatera Selatan. 10 hlm.

ASAE Standart. 1994. Wafer, pellet and crumbles-definitions and methods for determining specific weight, durability and moisture content. In: R. R. Mc Ellhiney (Editor). Feed Manufacturing Technology IV. American Feed Industry.

Coleman, R.J. dan L.M. Lawrence. 2000. Alfalfa Cubes for Horses.

Department of Animal Sciences; Jimmy C. Henning, Department of Agronomy. University of Kentucky Cooperative Extension Service. Kentucky.

Fahlepi, R. 2013. Perkebunan dan hortikultura yang makin menawan. E-petani. 21 Nov 2013. Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Lampung Barat. 15 Juni 2014. http://epetani.deptan.go.Id / budidaya / perkebunan-hortikultura-yang-makin-menawan-8391 Furqaanida, N. 2004. Pemanfaatan klobot jagung sebagai substitusi sumber

serat ditinjau dari kualitas fisik dan palatabilitas wafer ransum komplit untuk domba. Skripsi. Fakultas Peternakan.


(48)

40 Harfiah. 2005. Penentuan nilai indek beberapa pakan hijauan ternak domba.

J. Sains dan Teknologi 5(3): 114 – 125.

Hadiwiyoto. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Indayu, Jakarta.

Jamrianti, R. 2007. Potensi tepung ubi jalar sebagai bahan pangan. Prosiding Jurnal Litbang Pertanian. Hlm. 133-135.

Jayusmar. 2000. Pengaruh suhu dan tekanan pengempaan terhadap sifat fisik wafer ransum komplit dari limbah pertanian sumber serat dan leguminosa untuk ternak ruminansia. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

KepMen Kesehatan No. 261/MenKes/SK/II/1998.

Kurtanto, T. 2008. Reaksi Maillard pada Produk Pangan. IPB : Bogor.

Lalitya, D. 2004. Pemanfaatan serabut kelapa sawit dalam wafer ransum komplit domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Manley, D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies 3rd Ed. Woodhead Publishing Limited, Cambridge.

Muchtadi, R. T. dan Sugiono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Nangudin, B. 1982. Pengaruh lama penyimpanan bahan makanan dalam beberapa macam pembungkus terhadap pertumbuhan jamur dan hubungannya dengan aflatoksin. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Noviagama, V. R. 2002. Penggunaan tepung gaplek sebagai bahan perekat alternatif dalam pembuatan wafer ransum komplit. Skripsi. Fakultas Peternakan.

Retnani, Y., W. Widiarti, I. Amiroh, L. Herawati, dan K.B. Satoto. 2009. Uji daya simpan dan palatabilitas wafer ransum komplit pucuk dan ampas tebu untuk sapi pedet. Media Peternakan. 32 (2): 130-136.

Retnani, Y., F.P. Syananta, W. Widiarti, L. Herawati dan A. Saenab. 2010. Physical characteristic and palatability of market vegetable waste wafer for sheep. J. Anim. Prod. 12(1): 29 – 33.


(49)

41 Rukmana, R. 2002. Sawi: Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. Rusmana, D., Abun, dan D. Saefulhadjar. 2007. Pengaruh Pengolahan Limbah

Sayuran secara Mekanis terhadap Kecernaan dan Efisiensi Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Saenab, A. 2010. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Sayuran Pasar Sebagai Pakan Ternak Ruminansia di DKI Jakarta. Balai Pengkajian Teknologi Jakarta. Syamsu, J.A., L.A.Sofyan, K.Mudikdjo dan E.G.Said. 2003. Daya Dukung

Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Indonesia. Wartazoa, 13:30-37.

Syarief, R dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Trisyulianti, E. 1998. Pembuatan wafer rumput gajah untuk pakan ruminansia besar. Proc. Seminar Hasil-hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Trisyulianti, J. Jacja dan E., Jayusmar. 2001. Pengaruh suhu dan tekanan pengempaan terhadap sifat fisik wafer ransum dari limbah pertanian sumber serat dan leguminosa untuk ternak ruminansia. Media Peternakan 24 (3): 76-81.

Trisyulianti, E., Suryahadi, d a n V. N. Rakhma. 2003. Pengaruh penggunaan molases dan tepung gaplek sebagai bahan perekat terhadap sifat fisik wafer ransum komplit. Media Peternakan. 26 (2): 35-40.

Winarno, F G. 1997. Kimia Pangan Gizi. Edisi Kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.


(1)

27 b. Analisis proksimat kadar air:

1. memanaskan cawan porselen beserta tutupnya yang bersih ke dalam oven dengan suhu 105oC selama + 1 jam;

2. mendinginkan cawan porselen di dalam desikator selama 15 menit; 3. menimbang cawan porselen beserta penutupnya dan mencatat

bobotnya;

8. memasukkan sampel wafer limbah pertanian kedalam cawan porselen sekitar 1 gram dan kemudian dicatat bobotnya;

9. memanaskan cawan porselen berisi sampel di dalam oven dengan suhu 105oC selama > 6 jam (penutup jangan dipasang);

10. mendinginkan cawan porselen berisi sampel di dalam desikator selama 15 menit;

11. menimbang cawan porselen berisi sampel analisa tersebut dan mencatat bobotnya;

12. menghitung kadar air dengan rumus: A (gram)

Kadar Air (%) = x 100% B (gram)

Keterangan : A = Banyaknya air yang hilang karena pemanasan oven 1050 C

B = Banyaknya sampel awal

c. Analisis sebaran jamur:

1. pada masa simpan 0 minggu, 2 minggu, 4 minggu dan 6 minggu penyimpanan;


(2)

28 2. mengamati sebaran jamur pada wafer limbah pertanian yang terdapat

pada permukaan wafer kemudian dipersentase berdasarkan luasan jamur yang tumbuh pada wafer;

3. mencatat wafer limbah pertanian yang terdapat jamur dan tidak terdapat jamur.


(3)

1

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. masa penyimpanan wafer limbah pertanian berpengaruh nyata terhadap kadar air dan tekstur, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap warna dan aroma; 2. masa penyimpanan terbaik terdapat pada masa penyimpanan selama empat

minggu dengan kadar air terendah dan tekstur terpadat.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penyimpanan wafer limbah pertanian dengan kadar air awal 12--14%.


(4)

39

DAFTAR PUSTAKA

Alexopolous, C.J., C.W. Mims., and M. Blackwell. 1996. Introductory Mycology. John Wiley & Sons, Inc. Canada America.

Anonimous. 2002. Pedoman Penerapan Agen Hayati Dalam Pengendalian OPT Tanaman Sayuran. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura Direktorat Perlindungan Hortikultura. Jakarta. 49 hlm.

Anonimous. 1993. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Bhratara. Jakarta. 59 hlm.

Anonimous. 2002. Pedoman Penerapan Agen Hayati Dalam Pengendalian OPT Tanaman Sayuran. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura

Direktorat Perlindungan Hortikultura. Jakarta. 49 hlm.

Anonimous. 2014. Perdagangan luar negeri ekspor-impor Sumatera Selatan. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan. Sumatera Selatan. 10 hlm.

ASAE Standart. 1994. Wafer, pellet and crumbles-definitions and methods for determining specific weight, durability and moisture content. In: R. R. Mc Ellhiney (Editor). Feed Manufacturing Technology IV. American Feed Industry.

Coleman, R.J. dan L.M. Lawrence. 2000. Alfalfa Cubes for Horses.

Department of Animal Sciences; Jimmy C. Henning, Department of Agronomy. University of Kentucky Cooperative Extension Service. Kentucky.

Fahlepi, R. 2013. Perkebunan dan hortikultura yang makin menawan. E-petani. 21 Nov 2013. Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Lampung Barat. 15 Juni 2014. http://epetani.deptan.go.Id / budidaya / perkebunan-hortikultura-yang-makin-menawan-8391 Furqaanida, N. 2004. Pemanfaatan klobot jagung sebagai substitusi sumber

serat ditinjau dari kualitas fisik dan palatabilitas wafer ransum komplit untuk domba. Skripsi. Fakultas Peternakan.


(5)

40 Harfiah. 2005. Penentuan nilai indek beberapa pakan hijauan ternak domba.

J. Sains dan Teknologi 5(3): 114 – 125.

Hadiwiyoto. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Indayu, Jakarta.

Jamrianti, R. 2007. Potensi tepung ubi jalar sebagai bahan pangan. Prosiding

Jurnal Litbang Pertanian. Hlm. 133-135.

Jayusmar. 2000. Pengaruh suhu dan tekanan pengempaan terhadap sifat fisik wafer ransum komplit dari limbah pertanian sumber serat dan leguminosa untuk ternak ruminansia. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

KepMen Kesehatan No. 261/MenKes/SK/II/1998.

Kurtanto, T. 2008. Reaksi Maillard pada Produk Pangan. IPB : Bogor.

Lalitya, D. 2004. Pemanfaatan serabut kelapa sawit dalam wafer ransum komplit domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Manley, D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies 3rd Ed. Woodhead Publishing Limited, Cambridge.

Muchtadi, R. T. dan Sugiono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Nangudin, B. 1982. Pengaruh lama penyimpanan bahan makanan dalam beberapa macam pembungkus terhadap pertumbuhan jamur dan hubungannya dengan aflatoksin. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Noviagama, V. R. 2002. Penggunaan tepung gaplek sebagai bahan perekat alternatif dalam pembuatan wafer ransum komplit. Skripsi. Fakultas Peternakan.

Retnani, Y., W. Widiarti, I. Amiroh, L. Herawati, dan K.B. Satoto. 2009. Uji daya simpan dan palatabilitas wafer ransum komplit pucuk dan ampas tebu untuk sapi pedet. Media Peternakan. 32 (2): 130-136.

Retnani, Y., F.P. Syananta, W. Widiarti, L. Herawati dan A. Saenab. 2010. Physical characteristic and palatability of market vegetable waste wafer for sheep. J. Anim. Prod. 12(1): 29 – 33.


(6)

41 Rukmana, R. 2002. Sawi: Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. Rusmana, D., Abun, dan D. Saefulhadjar. 2007. Pengaruh Pengolahan Limbah

Sayuran secara Mekanis terhadap Kecernaan dan Efisiensi Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Saenab, A. 2010. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Sayuran Pasar Sebagai Pakan Ternak Ruminansia di DKI Jakarta. Balai Pengkajian Teknologi Jakarta. Syamsu, J.A., L.A.Sofyan, K.Mudikdjo dan E.G.Said. 2003. Daya Dukung

Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Indonesia. Wartazoa, 13:30-37.

Syarief, R dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Trisyulianti, E. 1998. Pembuatan wafer rumput gajah untuk pakan ruminansia besar. Proc. Seminar Hasil-hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Trisyulianti, J. Jacja dan E., Jayusmar. 2001. Pengaruh suhu dan tekanan pengempaan terhadap sifat fisik wafer ransum dari limbah pertanian sumber serat dan leguminosa untuk ternak ruminansia. Media Peternakan 24 (3): 76-81.

Trisyulianti, E., Suryahadi, d a n V. N. Rakhma. 2003. Pengaruh penggunaan molases dan tepung gaplek sebagai bahan perekat terhadap sifat fisik wafer ransum komplit. Media Peternakan. 26 (2): 35-40.

Winarno, F G. 1997. Kimia Pangan Gizi. Edisi Kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.