Pengaruh Masa Simpan Terhadap Kualitas Fisik dan Kadar Air Pada Wafer Limbah Pertanian Berbasis Wortel

(1)

PENGARUH MASA SIMPAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN KADAR AIR PADA WAFER LIMBAH PERTANIAN BERBASIS

WORTEL

(Skripsi)

Oleh MIFTAHUDIN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRAK

PENGARUH MASA SIMPAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN KADAR AIR PADA WAFER LIMBAH PERTANIAN BERBASIS WORTEL

Oleh Miftahudin

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengetahui perubahan kualitas fisik dan kadar air pada wafer ransum limbah pertanian yang disimpan dalam rentang waktu yang berbeda; 2) mengetahui waktu penyimpanan yang paling efektif pada wafer limbah pertanian tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai November 2014 di Desa Banjar Baru, Kecamatan Sukau, Kabupaten Lampung Barat dan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Universitas Lampung. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4

perlakuan masa simpan (0, 2, 4, dan 6 minggu) dan 4 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1%. Apabila hasil analisis didapat peubah yang nyata dan atau sangat nyata maka dilanjutkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% dan atau 1% yang terencana untuk membandingkan dengan perlakuan kontrol.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa wafer dengan penyimpanan yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, tekstur, dan aroma, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap warna wafer. Rata–rata kandungan kadar air wafer limbah pertanian berbasis wortel setelah disimpan selama enam minggu sebesar 42,23 %, sehingga tidak terdapat masa simpan terbaik karena kandungan kadar air wafer limbah pertanian berbasis wortel melebihi standar kadar air bahan pakan yang akan disimpan yaitu 14%.

.


(3)

ABSTRACT

THE EFFECT OF THE SAVINGS ON THE QUALITY OF PHYSICAL AND THE WATER LEVEL IN A WAFER OF AGRICULTURAL WASTE

BASED ON CARROT By

Miftahudin

The aim of this research is to find 1) the changes of physical quality and water content on wafer of agricultural waste were kept in a range of different times; 2) the most effective time for savings an wafer of agricultural waste. The research was conducted in September-November 2014 in Banjar Baru Villages, Sukau Subdistrict, West Lampung and in the Laboratory of Nutrition and Feed

Livestock, Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Lampung. This research used Completely Randomized Design (CRD) with four treatments by saving the wafer for 0 week, 2 weeks, 4 weeks, and 6 weeks with four repetition. Data were analyzed with Analysis of Varians and continued with Least Significant Difference Test (LSD) 0,01 or 0,05. The result of this research showed that wafer with differential storage time had a signifficantly effect (P<0,01) on the water level, texture, and scent on wafer of agricultural waste. The average of water content on wafer of agricultural waste based on carrot after saved by six weeks in the amount of 42,23 %, so there was no best saving time of wafer agricultural waste based on carrot because the water content of the wafer exceeds the standard of water content of the feed material to be saved that is 14%. Keyword: wafer, agricultural waste, water content, texture, color, scent


(4)

PENGARUH MASA SIMPAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN KADAR AIR PADA WAFER LIMBAH PERTANIAN BERBASIS

WORTEL

Oleh

Miftahudin

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

Pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rejo Basuki, Lampung Tengah pada tanggal 01 November 1993 sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari Bapak Sadali dan Ibu Sukarmi.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 03 Rejo Basuki pada tahun 2005, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 01 Kotagajah pada tahun 2008, dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 01 Kotagajah pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui Jalur SNMPTN Tertulis.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Enggalrejo, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu pada periode Januari–Februari 2014. Pada Juli –Agustus 2014, penulis melaksanakan Praktik Umum di PT. Central Avian Pertiwi Farm 1, Kecamatan Tanjungan, Lampung Selatan. Selama masa studi, penulis ikut aktif dalam organisasi tingkat jurusan yaitu Himpunan Mahasiswa Peternakan sebagai anggota dan organisasi tingkat fakultas yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian sebagai Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan periode 2014–2015. Selain itu, penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar, Dasar-dasar Ilmu Nutrisi dan Bahan Pakan, dan Ilmu Nutrisi Ternak Ruminansia.


(8)

Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu

(Q.S. Al Ikhlas ayat 2)

Langit tidak perlu menjelaskan bahwa dirinya tinggi, people know

you are good if you are good

(Miftahudin)

Jangan tanyakan apa yang diberikan negara kepadamu, tetapi

tanyakanalah apa yang telah kamu berikan ke negaramu

(Ir. Soekarno)

Cobalah dulu, baru ceritakan. Pahamilah dulu, baru

menjawab. Pikirlah dulu, baru berkata. Bekerjalah dulu, baru

berharap

(Miftahudin)


(9)

Dengan penuh rasa syukur yang mendalam kepada

Allah swt

Saya persembahkan mahakarya yang sederhana ini

sebagai bentuk bakti dan terimakasih kepada:

Kedua orangtuaku tercinta, Mbak Wiwik, Mbak Wid,

Mbak Sulis, dan Mbak Risna atas doa, dukungan,

cinta, kasih sayang, kebahagiaan, dan kebersamaan

yang telah diberikan selama ini yang mengiringi

langkah kakiku dalam menelusuri hidup

Sahabat, teman, dan orang-orang yang senantiasa

memberikan motivasi selama pembelajaran sampai

akhir masa studi

Serta . . .

Almamater tercinta yang saya cintai dan banggakan

serta turut dalam pembentukan pribadi saya menjadi


(10)

SANWACANA

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah S.W.T. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Masa Simpan Terhadap Kualitas Fisik dan Kadar Air Pada Wafer Limbah Pertanian Berbasis Wortel”. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.—selaku Dekan Fakultas Pertanian—

yang telah memberikan izin;

2. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.—selaku Ketua Jurusan Peternakan—yang telah memberikan motivasi dan dukungan;

3. Dr. Kusuma Adhianto, S.Pt., M.P.—selaku Sekretaris Jurusan Peternakan—

yang telah memberikan dukungan;

4. Bapak Liman, S.Pt., M.Si.—selaku Dosen Pembimbing Utama—yang senantiasa memberikan waktu, dukungan, motivasi, dan pemahaman; 5. Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc.—selaku Dosen Pembimbing Anggota—yang

senantiasa memberikan waktu, dukungan, motivasi, dan pembelajaran; 6. Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M.S.—selaku Dosen Penguji—yang senantiasa

memberikan waktu, dukungan, dan pemahaman;

7. Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc.—selaku Dosen Pembimbing Akademik—yang senantiasa memberikan waktu, dukungan, dan bimbingan;


(11)

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan, yang telah memberikan pembelajaran dan pemahaman yang berharga;

9. Bapak, Mamak, Kakakku tercinta Wiwik Rusmiati, Widarti, Sulistiani, dan Risna Yunita atas kebersamaan dan kebahagiaan yang diberikan selama ini; 10. Hermawan dan Solihin, selaku sahabat seperjuangan dalam penelitian ini

yang tiada henti memberikan nasihat-nasihat dan lawan bertukar pikiran yang luar biasa;

11. Tim penelitian; Bang Tias, Mbak Silvi, dan Mbak Amrina atas kerja sama dan bantuannya selama penelitian.

12. Sahabat seperjuangan; Tika, Devi, Decka, Komala, Unay, Citra, Ayu, Nia, Enok, Fitria, Dina, Isti, Adul, Rahmat, Jenny, Depo, Dimas Coro, Dea, Putri, Konita, Usro, Bastian, Riki, Arista, dan teman–teman angkatan 2011 atas kasih sayang dan dukungan selama ini;

13. Penghuni Kosan, Ellyando dan Riki atas kebersamaan dan canda tawa yang diberikan selama ini;

14. Kakanda dan adinda Jurusan Peternakan yang telah memberikan semangat dan kasih sayang;

15. Seluruh pihak yang ikut terlibat selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, akan tetapi penulis berharap skripsi yang sederhana ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Bandar Lampung, 2015


(12)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi beberapa jenis limbah sayuran ... 9

2. Kandungan nutrisi kentang... 10

3. Kandungan nutrisi tomat ... 11

4. Kandungan nutrisi sawi ... 12

5. Kandungan nutrisi wortel ... 12

6. Kandungan nutrisi kembang kol... 13

7. Kandungan nutrisi ubi jalar ... 14

8. Kandungan nutrisi labu siam ... 14

9. Komposisi bahan wafer limbah sayuran... 21

10. Tata letak sampel secara acak... 21

11. Komposisi wafer limbah sayuran dan umbi–umbian ... 22

12. Tabel penilaian uji kualitas fisik/uji organoleptik ... 25

13. Parameter skoring uji kualitas fisik/uji organoleptic………. 26

14. Hasil analisis kadar air wafer limbah pertanian………. 28

15. Asumsi nilai warna wafer limbah pertanian berbasis wortel……….. 31

16. Asumsi nilai tekstur wafer limbah pertanian berbasis wortel ... 33

17. Asumsi nilai aroma wafer limbah pertanian berbasis wortel ... 35


(13)

xv 19. Uji BNT kadar air waferlimbah pertanian………..……….44 20. Hasil uji BNT kadar air wafer limbah pertanian……….………….44 21. Analisis ragam hasil uji organoleptik aroma wafer limbah pertanian…… 45 22. Uji BNT asumsi nilai aroma wafer limbah pertanian………...45 23. Hasil uji BNT asumsi nilai aroma wafer limbah pertanian…….. ………..45 24. Analisis ragam asumsi nilai warna wafer limbah pertanian………46 25. Analisis ragam hasil uji organoleptik tekstur wafer limbah pertanian……46 26. Uji BNT asumsi nilai tekstur waferlimbah pertanian……… 47 27. Hasil uji BNT asumsi nilai tekstur waferlimbah pertanian………47


(14)

xiv DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Limbah pertanian ... ... 48

2. limbah pertanian ... ... 48

3. Proses pemotongan ... ... 48

4. Alat giling... ... 49

5. Proses penggilingan... ... 49

6. Hasil penggilingan bahan... 49

7. Alat press dan cetak... ... 50

8. Proses pengepresan... ... 50

9. Proses pencetakan wafer... 50

10. Wafer yang telah dicetak... ... 51

11. Analisis kadar air... 51


(15)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hijauan pakan ternak merupakan sumber pakan utama bagi ternak yang

ketersediaannya sudah mulai berkurang. Lampung yang merupakan salah satu sentra ternak di Indonesia juga tidak luput dari permasalahan pengadaan hijauan untuk ternak-ternak. Untuk mengatasi masalah kekurangan hijauan pakan ternak perlu dilakukan upaya pencarian pakan alternatif pengganti hijauan pakan pada musim kemarau dan pada waktu pakan berkurang.

Banyak limbah pertanian seperti limbah sayuran dan umbi-umbian yang tidak dimanfaatkan dan membusuk sehingga menyebabkan polusi udara dan menjadi sumber bibit penyakit. Limbah sayuran berasal dari sisa penyiangan atau yang tidak terjual dan juga sayuran yang telah rusak. Limbah sayuran yang telah rusak akan dibuang begitu saja ke tempat sampah dan dibiarkan menumpuk.

Banyak orang yang tidak menyadari bahwa limbah pertanian bila dikelola dan diolah dengan baik dapat menjadi barang bernilai ekonomis, terlebih bila manajemen pengelolaan menggunakan teknologi pengolahan yang baik. Pengolahan limbah pertanian untuk pakan alternatif ternak berpotensi untuk membantu menekan biaya pakan yang umumnya dapat mencapai 70% dari seluruh biaya usaha tani ternak. Investasi di pengelolaan sampah dapat


(16)

2 bermanfaat dalam meningkatkan kelestarian lingkungan, menyerap tenaga kerja, dan menambah penghasilan bagi peningkatan kesejahteraan para pengelolanya (Anonimous, 2011).

Sejauh ini, tindakan pengolahan limbah pertanian telah dilakukan, namun hal tersebut belum maksimal. Selama ini pengolahan limbah atau sampah organik hanya menitikberatkan pada pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos, padahal sampah dapat dikelola menjadi bahan sumber energi dan pakan ternak yang baik. Hal ini akan lebih bernilai ekonomis dan lebih menguntungkan. Bila sampah organik langsung dikomposkan maka produk yang diperoleh hanya pupuk organik. Namun bila diolah menjadi pakan, sampah tersebut dapat menghasilkan daging pada ternak dan pupuk organik dari kotoran ternak. Dengan demikian nilai tambah yang diperoleh akan lebih tinggi sekaligus dapat memecahkan pencemaran lingkungan dan mengatasi kekurangan pakan ternak.

Menurut Harfiah (2005), limbah sayuran berpotensi sebagai bahan pakan ternak, akan tetapi limbah tersebut sebagian besar mempunyai kecenderungan mudah mengalami pembusukan dan kerusakan, sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk memperpanjang masa simpan. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan dalam upaya memanfaatkan limbah sayuran pasar yaitu dibuat dalam bentuk wafer.

Wafer ransum merupakan suatu bentuk pakan yang memiliki bentuk fisik kompak dan ringkas sehingga diharapkan dapat memudahkan dalam penanganan dan transportasi, dan menggunakan teknologi yang relatif sederhana sehingga mudah diterapkan.


(17)

3 Setelah dilakukan pengolahan terhadap limbah pertanian, permasalahan lainnya mulai bermunculan, salah satunya adalah berapa lama daya simpan dari hasil olahan limbah tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu adanya pengujian terhadap masa simpan hasil olahan limbah sayuran. Wafer ransum merupakan pakan yang diberikan kepada ternak sebagai pakan additive atau tambahan, jadi tidak diberikan setiap waktu dan biasanya akan disimpan sebagai persediaan. Terdapat beberapa hal yang perlu diingat, salah satunya yaitu sifat dari limbah pertanian itu sendiri. Seperti yang diketahui, limbah pertanian merupakan bahan yang mudah mengalami kerusakan atau pembusukan.

Meskipun dalam bentuk wafer masih ada kemungkinan mengalami kerusakan atau penurunan kualitas fisik selama masa penyimpanan. Untuk itu perlu diketahui apakah masa simpan berpengaruh terhadap kualitas fisik dan kadar air wafer limbah sayuran.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kualitas fisik dan kadar air wafer ransum limbah pertanian berbasis wortel yang disimpan dalam rentang waktu yang berbeda, serta mengetahui waktu penyimpanan yang paling efektif pada wafer limbah pertanian.

1.3. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang kualitas fisik dan kadar air pada wafer limbah pertanian berbasis wortel setelah mengalami


(18)

4 penyimpanan serta memberikan perbandingan mengenai waktu penyimpanan yang efektif.

1.4. Kerangka Pemikiran

Limbah pertanian seperti limbah sayuran dan umbi-umbian berpotensi sebagai bahan pakan ternak, akan tetapi limbah tersebut sebagian besar mempunyai kecenderungan mudah mengalami pembusukan dan kerusakan, sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk memperpanjang masa simpan. Ada teknologi pakan yang lebih canggih yaitu dalam bentuk wafer dan biskuit pakan. Manfaat dari teknologi pakan antara lain dapat meningkatkan kualitas nutrisi limbah sebagai pakan, serta dapat disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama sebagai cadangan pakan ternak saat kondisi sulit mendapatkan pakan hijauan (Saenab, 2010). Wafer adalah salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk kubus, dalam proses pembuatannya mengalami proses pencampuran (homogenisasi), pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu (Noviagama, 2002).

Kerusakan bahan pakan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi dan kapang; aktivitas-aktivitas enzim di dalam bahan pakan; serangga, parasit dan tikus; suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan; kadar air, udara; dan jangka waktu

penyimpanan (Winarno dkk., 1980).

Menurut Asae (1994), teknologi proses pengolahan yang mudah, murah dan dapat meningkatkan daya simpan sangat dibutuhkan untuk mengatasi kelangkaan


(19)

5 ketersediaan pakan di musim kemarau. Teknologi pengepresan dengan mesin kempa dapat menghasilkan produk pakan berbentuk wafer. Wafer adalah pakan sumber serat alami yang dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan dan pemanasan sehingga mempunyai bentuk ukuran panjang dan lebar yang sama. Sifat-sifat bahan serta perubahan-perubahan yang terjadi pada pakan dapat digunakan untuk menilai dan menentukan mutu pakan, selain itu pengetahuan tentang sifat fisik digunakan juga untuk menentukan keofisien suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan (Muchtadi dan Sugiono, 1989).

Trisyulianti (1998) menyatakan, wafer dengan kemampuan daya serap air tinggi akan berakibat terjadinya pengembangan tebal yang tinggi pula, karena semakin banyak volume air hasil penyerapan yang tersimpan dalam wafer akan diikuti dengan peningkatan perubahan muai wafer. Daya serap air berbanding terbalik dengan kerapatan. Semakin tinggi kerapatan wafer menyebabkan kemampuan daya serap air yang lebih rendah. Wafer pakan yang mempunyai kerapatan tinggi akan memberikan tekstur yang padat dan keras sehingga mudah dalam

penanganan baik penyimpanan maupun goncangan pada saat transportasi dan diperkirakan akan lebih lama dalam penyimpanan.

Kerapatan adalah kekompakan partikel dalam lembaran dan sangat tergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran. Kerapatan wafer menentukan stabilitas dimensi dan penampilan fisik wafer pakan komplit (Jayusmar dkk., 2002).


(20)

6 Kualitas wafer pakan tergantung dari bentuk fisik, tekstur, warna, aroma dan kerapatan. Bentuk fisik wafer yang terbentuk padat dan kompak sangat menguntungkan, karena mempermudah dalam penyimpanan dan penanganan, tekstur menentukan mudah tidaknya menjadi lunak dan mempertahankan bentuk

fisik serta kerenyahan, semakin tinggi kerapatannya wafer pakan akan semakin baik, karena pertambahan airnya semakin rendah. Hasil reaksi karbohidrat,

khususnya gula pereduksi dengan gugus amino primer menyebabkan wafer berwarna coklat. Hasil reaksi maillard mengeluarkan bau dan aroma khas karamel (Eka Setiawan, 2014).

Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa akan terjadi perubahan kondisi fisik dan juga kadar air pada wafer limbah sayuran selama masa penyimpanan.

1.5. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah masa simpan berpengaruh terhadap kualitas fisik, kandungan kadar air, dan sebaran jamur pada wafer limbah pertanian berbasis wortel. Terdapat masa simpan terbaik terhadap kualitas fisik, kadar air, dan sebaran jamur pada wafer limbah pertanian berbasis wortel.


(21)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Limbah Sayuran

Menurut Apriadji (1990), limbah atau sampah merupakan zat-zat atau bahan-bahan yang sudah tidak terpakai lagi. Hadiwiyoto (1983), mengelompokkan sampah atau limbah berdasarkan beberapa faktor yaitu menurut bentuk dan sifatnya. Berdasarkan bentuknya, sampah dibedakan menjadi sampah padat, cair dan gas. Berdasarkan sifatnya, sampah dibedakan menjadi sampah yang

mengandung senyawa organik yang berasal dari tanaman, hewan dan mikroba dan sampah anorganik yaitugarbage(bahan yang mudah membusuk) danrubbish (bahan yang tidak mudah membusuk). Salah satu sampah atau limbah yang banyak terdapat di sekitar kota adalah limbah pasar. Limbah pasar merupakan bahan-bahan hasil sampingan dari kegiatan manusia yang berada di pasar dan banyak mengandung bahan organik.

Limbah sayuran pasar berpotensi sebagai bahan pakan ternak, akan tetapi limbah tersebut sebagian besar mempunyai kecenderungan mudah mengalami

pembusukan dan kerusakan, sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk memperpanjang masa simpan serta untuk menekan efek anti nutrisi yang

umumnya berupa alkaloid. Dengan teknologi pakan, limbah sayuran dapat diolah menjadi bahan pakan dalam bentuk seperti tepung dan silase yang dapat


(22)

8 digunakan sebagai pakan ternak. Bahkan ada teknologi pakan yang lebih canggih lagi yaitu dalam bentuk wafer dan biskuit pakan. Manfaat dari teknologi pakan antara lain dapat meningkatkan kualitas nutrisi limbah sebagai pakan, serta dapat disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama sebagai cadangan pakan ternak saat kondisi sulit mendapatkan pakan hijauan (Saenab, 2010).

Sampah pasar yang banyak mengandung bahan organik adalah sampah-sampah hasil pertanian seperti sayuran, buah-buahan dan daun-daunan serta dari hasil perikanan dan peternakan. Limbah sayuran adalah bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak dapat digunakan atau dibuang. Limbah buah-buahan terdiri dari limbah buah semangka, melon, pepaya, jeruk, nenas dan lain-lain sedangkan limbah sayuran terdiri dari limbah daun bawang, seledri, sawi hijau, sawi putih, kol, limbah kecambah kacang hijau, klobot jagung, daun kembang kol dan masih banyak lagi limbah-limbah sayuran lainnya. Namun yang lebih

berpeluang digunakan sebagai bahan pengganti hijauan untuk pakan ternak adalah limbah sayuran karena selain ketersediaannya yang melimpah, limbah sayuran juga memiliki kadar air yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan limbah buah-buahan sehingga jika limbah sayuran dipergunakan sebagai bahan baku untuk pakan ternak maka bahan pakan tersebut akan relatif tahan lama atau tidak mudah busuk (Hadiwiyoto, 1983)

Menurut Anonim (2011), Jenis limbah sawi yang banyak di pasaran yaitu limbah sawi hijau/caisim dan sawi putih. Sawi memiliki kadar air yang cukup tinggi, mencapai lebih dari 95%,sehingga umumnya sawi cenderung lebih mudah untuk diolah menjadi asinan. Jika akan diolah menjadi silase, terlebih dahulu sawi harus


(23)

9 dilayukan/dijemur atau dikering-anginkan untuk mengurangi kadar airnya. Nilai energy dan protein kedua jenis sawi ini setelah ditepungkan hampir sama, berada pada kisaran 3200–3400 kcal/kg dan 25–32 g/100g. Limbah kol yang

didapatkan di pasar, merupakan bagian kol hasil penyiangan. Limbah kol termasuk sayuran dengan kadar air tinggi (> 90%) sehingga mudah mengalami pembusukan/kerusakan. Daun kembang kol merupakan bagian sayuran yang umumnya tidak dimanfaatkan untuk konsumsi manusia. Meski demikian, hasil analisa menunjukkan bahwa tepung daun kembang kol mempunyai kadar protein yang cukup tinggi, yaitu 25,18 g/100g dan kandungan energi metabolis sebesar 3523 kcal/kg.

Tabel 1. Komposisi beberapa jenis limbah sayuran

Menurut hasil penelitian, diketahui bahwa sampah yang sering dianggap lebih banyak menyebabkan masalah karena mencemari lingkungan ternyata juga banyak mengandung mineral, nitrogen, fosfat, kalium serta B-12. Vitamin B-12


(24)

10 terkandung dalam sampah karena adanya sejenis bakteri yang dapat

memfermentasikan sampah dan mensintesa vitamin B-12. Unsur-unsur tersebut di atas merupakan unsur yang sangat diperlukan untuk ternak. Sebagai pakan

pendukung, tentu saja sampah, tersebut akan lebih aman digunakan sebagai pakan apabila di proses terlebih dahulu, misalnya dengan cara pengeringan atau

fermentasi (Widyawati dan Widalestari, 1996).

2.1.1. Kentang

Tabel 2. Kandungan nutrisi kentang

No. Kandungan nutrisi Jumlah

/100g

1 Energi (kcal) 77,00

2 Protein (g) 2,00

3 Lemak (g) 0,10

4 Karbohidrat (g) 19,00

5 Air (g) 75,00

6 Serat Kasar (g) 2,20

7 Pati (g) 15,00

8 Thiamin (mg) 0,08

9 Kalium (mg) 421,00

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981)dalamJamrianti (2007)

Kentang merupakan sayuran batang yang kaya akan karbohidrat dan mineral, namun memiliki kandungan protein dan kandungan provitamin A yang rendah. Kentang merupakan satu-satunya sayuran umbi yang kaya akan vitamin

C.mengkonsumsi sekitar 100 gram kentang, mak hampir sebagian dari kebutuhan vitamin C harian telah terpenuhi. Akan tetapi, tingginya kandungan vitamin C ini juga menyebabkan kentang sangat mudah mengalami pencoklatan (browning).


(25)

11 Kentang juga memiliki tekstur yang mudah dicerna sehingga sangat baik bagi yang memerlukan asupan energi (Zulkarnain, 2013).

2.1.2. Tomat

Buah tomat matang merupakan sumber vitamin A dan C yang potensial.

Kandungan kedua vitamin ini meningkat seiring dengan matangnya buah. Pada tanaman yang tumbuh dibawah kondisi intesitas cahaya rendah, kandungan asam askorbatnya juga rendah (Zulkarnain,2013).

Tabel 3. Kandungan nutrisi tomat

No. Kandungan nutrisi Jumlah/100g

1 Karbohidrat (g) 4,20

2 Protein (g) 1,00

3 Lemak (g) 0,30

4 Kalsium (mg) 5,00

5 Fosfor (mg) 27,00

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981)dalamJamrianti (2007)

2.1.3. Sawi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawabrassininyang dikandung oleh sawi dapat membantu mencegah timbulnya tumor. Ditambah denganindolesdan isothiocynatesawi bermanfaat untuk menyehatkan mata dan mengendalikan kadar kolesterol di dalam darah sehingga mengkonsumsi sawi dapat menghindari


(26)

12 Tabel 4. Kandungan nutrisi sawi

No. Kandungan nutrisi Jumlah

/100g

1 Energi (kal) 22,00

2 Protein (g) 2,30

3 Lemak (g) 0,30

4 Karbohidrat (g) 4,00

5 Serat Kasar (g) 1,20

6 Kalsium (mg) 220,50

7 Fosfor (mg) 38,40

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981)dalamJamrianti (2007)

2.1.4. Wortel

Wortel merupakan tanaman sayur yang ditanam sepanjang tahun. Ketika musim panen tiba wortel yang tidak laku dijual, petani menjadikan sebagai pakan ternak dan bahkan membiarkan membusuk di ladang. Untuk itu perlu suatu alternatif pemanfaatan wortel menjadi suatu produk olahan lain selain digunakan menjadi sayur juga bisa digunakan sebagai pakan ternak.

Tabel 5. Kandungan nutrisi wortel

No. Kandungan nutrisi Jumlah/100g

1 Energi (kcal) 41,00

2 Protein (g) 1,00

3 Lemak (g) 0,20

4 Karbohidrat (g) 9,00

5 Serat Kasar (g) 3,00

6 Pati (g) 5,00

7 Kalsium (mg) 33,00

8 Magnesium (mg) 18,00


(27)

13 2.1.5. Kembang Kol

Kembang kol merupakan salah satu jenis bunga yang umum dijadikan sayuran. Terdapat beberapa jenis kembang kol yaitu kembang kol yang berwarna hijau, ungu, oranye danromanesco, ketiga jenis kembang kol tersebut memiliki kandungan nutrisi yang hampir sama, hanya terdapat perbedaan warna pada daunnya.

Tabel 6. Kandungan nutrisi kembang kol

No. Kandungan nutrisi Jumlah/100g

1 Energi (kcal) 25,00

2 Protein (g) 1,92

3 Lemak (g) 0,28

4 Karbohidrat (g) 4,97

5 Serat Kasar (g) 2,00

6 Kalium (mg) 229,00

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981)dalamJamrianti (2007)

2.1.6. Ubi Jalar

Ubi jalar dengan masa panen 4 bulan dapat menghasilkan produk lebih dari 30 ton/Ha, tergantung dari bibit, sifat tanah dan pemeliharaannya. Walaupun saat ini rata-rata produktivitas ubi jalar nasional baru mencapai 12 ton/Ha, tetapi jumlah ini masih lebih besar, jika kita bandingkan dengan produktivitas padi (± 4.5 ton/ha) (Jamrianti, 2007).


(28)

14 Tabel 7. Kandungan nutrisi ubi jalar

No. Kandungan nutrisi

Banyaknya dalam 100g Ubi Putih Ubi Merah Ubi

Kuning Daun

1 Kalori (kal) 123,00 123,00 136,00 47,00

2 Protein (g) 1,80 1,80 1,10 2,80

3 Lemak (g) 0,70 0,70 0,40 0,40

4 Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30 10,40

5 Air (g) 68,50 68,50 - 84,70

6 Serat Kasar (g) 0,90 1,20 1,40

-7 Kadar Gula (Pati) 0,40 0,40 0,30

-8 Beta Karoten (mg) 31,20 174,,20 -

-Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981)dalamJamrianti (2007)

2.1.7. Labu Siam

Labu siam (Sechium edule) adalah tanaman sayuran yang tumbuh merambat dan bisa tumbuh merambat ke atas. Tanaman ini memiliki bentuk buah bulat

memanjang dan memiliki daun yang permukaannya berbulu.

Tabel 8. Kandungan nutrisi labu siam

No. Kandungan nutrisi Jumlah/100g

1 Energi (kcal) 26,00

2 Protein (g) 0,60

3 Lemak (g) 0,10

4 Karbohidrat (g) 6,70

5 Serat Kasar (g) 3,00

6 Pati (g) 5,00

7 Kalsium (mg) 33,00

8 Magnesium (mg) 18,00


(29)

15 2.2. Deskripsi Wafer

Wafer merupakan suatu bahan yang mempunyai dimensi (panjang, lebar, dan tinggi) dengan komposisi terdiri dari beberapa serat yang sama atau seragam (ASAE, 1994). Wafer adalah salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk cube, dalam proses pembuatannya mengalami proses

pencampuran (homogenisasi), pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu. Bahan baku yang digunakan terdiri dari sumber serat yaitu hijauan dan konsentrat dengan komposisi yang disusun berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak dan dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan 12 kg/cm2 dan pemanasan pada suhu 120°C selama 10 menit (Noviagama, 2002)

Menurut Winarno (1997) tekanan dan pemanasan tersebut menyebabkan

terjadinya reaksiMaillardyang mengakibatkan wafer yang dihasilkan beraroma harum khas karamel. Prinsip pembuatan wafer mengikuti prinsip pembuatan papan partikel. Proses pembuatan wafer membutuhkan perekat yang mampu mengikat partikel-partikel bahan sehingga dihasilkan wafer yang kompak dan padat sesuai dengan densitas yang diinginkan. Menurut Sutigno (1994), perekat adalah suatu bahan yang dapat menahan dua buah benda berdasarkan ikatan permukaan.

Adapun keuntungan wafer menurut Trisyulianti (1998) adalah : (1) kualitas nutrisi lengkap, (2) bahan baku bukan hanya dari hijauan makanan ternak seperti rumput dan legum, tetapi juga dapat memanfaatkan limbah pertanian, perkebunan, atau limbah pabrik pangan, (3) tidak mudah rusak oleh faktor biologis karena mempuyai kadar air kurang dari 14%, (4) ketersediaannya berkesinambungan


(30)

16 karena sifatnya yang awet dapat bertahan cukup lama sehingga dapat

mengantisipasi ketersediaan pakan pada musim kemarau serta dapat dibuat pada saat musim hujan ketika hasil hijauan makanan ternak dan produk pertanian melimpah, dan (5) kemudahan dalam penanganan karena bentuknya padat kompak sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan transportasi. Beberapa penelitian telah dilakukan di Indonesia dengan tujuan mencari cara untuk memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan. Upaya ini meliputi penggunaan langsung dalam pakan, pengolahan untuk mempertinggi nilai pakannya, dan pengawetan agar dapat mengatasi fluktuasi penyediaan (Lebdosukoyo, 1983).

Coleman and Lawrence (2000) menjelaskan keuntungan pakan olahan adalah 1) meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan penyajian pakan; 2) densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan

mengurangi pakan yang tercecer; 3) mencegah “de-mixing” yaitu peruraian

kembali komponen penyusun pakan sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar.

Coleman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah 1) pemberian kepada ternak harus disesuaikan dengan kebutuhan agar ternak tidak mengalami kelebihan berat badan maupun gangguan pencernaan; 2) gudang penyimpanan wafer memerlukan area dan penanganan khusus untuk menghindari kelembaban udara; 3) pengolahan bahan pakan menjadi wafer membutuhkan biaya tambahan yang akan


(31)

17 2.3. Deskripsi Kualitas Fisik Wafer

Furqaanida, 2004, kerapatan menentukan bentuk fisik dari wafer ransum komplit yang dihasilkan dan menunjukkan kepadatan wafer ransum komplit dalam teknik pembuatannya.

Kerusakan bahan pakan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi dan kapang; aktivitas-aktivitas enzim di dalam bahan pakan; serangga, parasit dan tikus; suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan; kadar air, udara; dan jangka waktu

penyimpanan. Kadar air pada permukaan bahan pakan dipengaruhi oleh

kelembaban nisbi (RH) udara di sekitarnya. Bila kadar air bahan rendah, RH di sekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air menjadi lebih tinggi. (Winarno dkk.,, 1980). Prinsip pembuatan wafer mengikuti prinsip pembuatan papan partikel. Sifat fisik merupakan bagian dari karakteristik mutu yang berhubungan dengan nilai

kepuasan konsumen terhadap bahan. Sifat-sifat bahan serta perubahan-perubahan yang terjadi pada pakan dapat digunakan untuk menilai dan menentukan mutu pakan, selain itu pengetahuan tentang sifat fisik digunakan juga untuk

menentukan keofisien suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan (Muchtadi dan Sugiono, 1989).

Menurut Winarno (1997), tekanan dan pemanasan tersebut menyebabkan terjadinya reaksi Maillard yang mengakibatkan wafer yang dihasilkan beraroma harum khas karamel. Prinsip pembuatan wafer mengikuti prinsip pembuatan papan partikel. Proses pembuatan wafer membutuhkan perekat yang mampu


(32)

18 mengikat partikel-partikel bahan sehingga dihasilkan wafer yang kompak dan padat sesuai dengan densitas yang diinginkan.

Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan dari partikel dalam lembaran dan sangat tergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran. Wafer pakan yang mempunyai kerapatan tinggi akan memberikan tekstur yang padat dan keras sehingga mudah dalam penanganan baik penyimpanan maupun goncangan pada saat transportasi dan diperkirakan akan lebih lama dalam penyimpanan

(Trisyulianti, 1998), sebaliknya pakan yang memiliki kerapatan rendah akan memperlihatkan bentuk wafer pakan yang tidak terlalu padat dan tekstur yang lebih lunak serta porous (berongga), sehingga diperkirakan hanya dapat bertahan dalam penyimpanan beberapa waktu saja. Menurut Jayusmar (2000), wafer dengan nilai kerapatan yang tinggi tidak begitu disukai oleh ternak, karena terlalu padat sehingga ternak sulit untuk mengkonsumsinya. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Elita (2002) yang menyatakan bahwa pada umumnya ternak tidak menyukai pakan yang terlalu keras atau memiliki kerapatan tinggi, namun ternak lebih memilih pakan yang lebih remah.

2.4. Deskripsi Kadar Air dan Jamur

Trisyulianti (1998) menyatakan, wafer dengan kemampuan daya serap air tinggi akan berakibat terjadinya pengembangan tebal yang tinggi pula, karena semakin banyak volume air hasil penyerapan yang tersimpan dalam wafer akan diikuti dengan peningkatan perubahan muai wafer. Daya serap air berbanding terbalik


(33)

19 dengan kerapatan. Semakin tinggi kerapatan wafer menyebabkan kemampuan daya serap air yang lebih rendah.

Kadar air suatu bahan dapat diukur dengan berbagai cara. Metode pengukuran yang umum dilakukan di laboratorium adalah dengan pemanasan di dalam oven atau dengan cara destilasi. Kadar air bahan merupakan pengukuran jumlah air total yang terkandung dalam bahan pakan, tanpa memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan air (Syarief dan Halid, 1993).Menurut Trisyulianti dkk., (2003), aktivitas mikroorganisme dapat ditekan pada kadar air 12%-14%,

sehingga bahan pakan tidak mudah berjamur dan membusuk. Kondisi

penyimpanan kemungkinan akan meningkatkan kadar air. Hal ini terjadi akibat

adanya pengaruh dari kelembaban, dan suhu lingkungan tempat penyimpanan.

Kadar air wafer adalah jumlah air yang masih tertinggal di dalam rongga sel,

rongga intraseluler dan antar partikel selama proses pengerasan perekat dengan

kempa panas (Trisyulianti dkk., 2001). Kadar air wafer dengan kandungan bahan

yang memiliki rongga lebih sedikit dibandingkan dengan wafer yang rapat,

sehingga penguapan lebih lambat. Tinggi rendahnya kadar air pada wafer dapat

menyebabkan penurunan kualitas bahan atau pakan akibat tumbuhnya jamur atau


(34)

20

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2014 sampai November 2014. Tahap pertama yaitu pembuatan wafer pakan dari limbah pertanian bertempat di Desa Bandar Baru, Kecamatan Sukau, Kabupaten Lampung Barat dan tahap kedua adalah uji kualitas fisik wafer dan kadar air di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Lampung.

3.2. Alat dan Bahan

Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin giling rumput, cetakan ukuran 5,5x3,5x1 cm, alatpress, cawan porselein, oven, gegep, nampan, timbangan analitik, pisau, karung/plastik, spidol, dan gunting. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah sayuran berupa ubi jalar, kentang, daun kembang kol, sawi putih, wortel, labu siam, tomat, molasses, garam dan air.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini diuji dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan terdiri atas:


(35)

21 R0= wafer ransum tanpa penyimpanan

R1= wafer ransum dengan penyimpanan dua minggu; R2= wafer ransum dengan penyimpanan empat minggu; R3= wafer ransum dengan penyimpanan enam minggu.

Tabel 9. Komposisi bahan wafer limbah sayuran

Bahan Komposisi (%)

Ubi jalar 8

Kentang 3

Daun kembang kol 5

Sawi putih 10

Wortel 50

Labusiam 5

Tomat 15,99

Molasses 3

Garam 0,01

Total 100

Tabel 10. Tata letak penyimpanan sampel secara acak

R1U1 R0U3 R0U4 R1U3

R3U1 R3U2 R1U4 R2U3

R0U2 R3U4 R2U3 R2U1

R3U4 R2U2 R1U2 R0U1

3.4. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1%. Apabila hasil analisis didapat peubah yang nyata dan atau sangat nyata maka dilanjutkan


(36)

22 uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% dan atau 1% yang terencana untuk membandingkan dengan perlakuan kontrol (Steel dan Torrie, 1991).

3.5. Prosedur Penelitian 3.5.1. Cara Pembuatan Wafer

1. menyusun wafer limbah pertanian dengan komposisi sebagai berikut; Tabel 11. Komposisi wafer limbah sayuran dan umbi-umbian

No Limbah Sayuran dan Umbi-umbian Adonan Bahan Kering Wafer (%) Kadar Air (%) Komposisi (%)

1 Labu siam 86,58 5,00 3,38

2 Sawi 88,62 10,00 5,74

3 Wortel 81,81 50,00 45,87

4 Tomat 90,00 15,99 8,07

5 Ubi jalar 56,61 8,00 17,51

6 Kentang 76,47 3,00 3,56

7 Daun kembang kol 87,08 5,00 3,26

8 Molases 17,06 3,00 12,55

9 Garam 0,00 0,01 0,05

Total 100 100

2. menyiapkan limbah pertanian (wortel, labu siam, ubi jalar, kentang, sawi putih, tomat, dan daun kembang kol,molases, dan garam) yang diperoleh dari Desa Bandar Baru, Kecamatan Sukau, Kabupaten Lampung Barat; 3. memotong-motong limbah pertanian dengan menggunakan pisau lalu

digiling menggunakan mesin giling, kemudian dipressdan dijemur selama + 4 jam;

4. mencampur bahan dengan formulasi perlakuan hingga homogen dengan kandungan kadar air bahan yaitu: labu siam 4,33 % , sawi 8,86 % , wortel 40,91 % , tomat 14,39 % , ubi jalar 4,53 % , 2,29 % , daun kembang kol


(37)

23 4,35 % , dan molasses 0,51 % . Setelah dicampur secara homogen,

kandungan kadar air bahan yaitu 80,18 %.

5. memasukkan bahan yang sudah tercampur ke dalam cetakan segi empat berukuran 5,5 x 3,5 x 1 cm untuk membuat wafer, setelah itu di jemur dibawah sinar matahari selama 3 hari.

6. memasukkan wafer yang telah kering (kadar air rata–rata 46,96 %) ke dalam plastik sebanyak 250 gram/persatuan perlakuan, kemudian disimpan sesuai masa perlakuan yaitu selama 0 minggu, 2 minggu, 4 minggu, dan 6 minggu.

7. wafer tersebut kemudian disimpan dalam suhu ruang.

Wafer yang telah kering kemudian dianalisis proksimat untuk mengukur kadar air: 1. memanaskan cawan porselen beserta tutupnya yang bersih ke dalam oven

dengan suhu 105oC selama + 1 jam;

2. mendinginkan cawan porselen di dalam desikator selama 15 menit; 3. menimbang cawan porselen beserta penutupnya dan mencatat bobotnya; 4. memasukkan sampel wafer limbah pertanian kedalam cawan porselen

sekitar 1 gram dan kemudian dicatat bobotnya;

5. memanaskan cawan porselen berisi sampel di dalam oven dengan suhu 105oC selama > 6 jam (penutup jangan dipasang);

6. mendinginkan cawan porselen berisi sampel di dalam desikator selama 15 menit;

7. menimbang cawan porselen berisi sampel analisa tersebut dan mencatat bobotnya;


(38)

24 8. menghitung kadar air dengan rumus:

Kadar Air (%) = A (gram) x 100% B (gram)

Keterangan :

A = Banyaknya air yang hilang karena pemanasan oven 1050C B = Banyaknya sampel awal

Kemudian dilanjutkan uji kualitas fisik dalam bentuk uji organoleptik; Prosedur analisis kualitas fisik / uji organoleptik :

1. setelah 0 minggu, 2 minggu, 4 minggu, dan 6 minggu penyimpanan; 2. melakukan uji organoleptik yang menilai aroma, warna dan tekstur wafer; 3. pengujian organoleptik ini menggunakan panelis tidak terlatih (panelis non

standar) sebanyak 30 orang;

4. pengujian organoleptik dilakukan pada saat panelis tidak dalam kondisi lapar atau kenyang yaitu sekitar pukul 09.00--11.00 WIB dan pukul 14.00--16.00 WIB;

5. panelis yang akan melakukan uji organoleptik harus konsisten dalam mengambil keputusan, tidak alergi, tidak melakukan uji organoleptik satu jam sesudah makan, menunggu minimal 20 menit setelah panelis merokok atau makan dan minum, tidak melakukan uji organoleptik saat influenza, sakit mata atau dalam kondisi tubuh yang tidak sehat, tidak memakai parfum dan lipstik serta mencuci tangan dengan bersih lalu dikeringkan dengan lap bersih;

6. panelis akan memasuki ruangan uji organoleptik secara bergantian dan setiap panelis yang masuk akan mendapatkan formulir dan wajib memakai jas laboratorium;


(39)

25 7. panelis menilai sampel berdasarkan 3 skala penilaian warna, aroma, dan

tekstur sesuai dengan tabel di bawah ini;

Tabel 12. Tabel penilaian uji kualitas fisik/uji organoleptik

Perlakuan Ulangan Nilai Rata - rata

1 2 3

R0

I II III IV

R1

I II III IV

R2

I II III IV

R3

I II III IV Total

Keterangan : beri tanda (√ ) pada kolom nilai menurut saudara

Setelah dilakukan uji organoleptik, kemudian dilakukan analisis sebaran jamur dengan langkah sebagai berikut:

1. analisis sebaran jamur dilakukan pada masa simpan 0 minggu, 2 minggu, 4 minggu dan 6 minggu penyimpanan;


(40)

26 2. mengamati sebaran jamur pada wafer limbah pertanian berbasis wortel

yang terdapat pada permukaan wafer kemudian dipersentase berdasarkan luasan jamur yang tumbuh pada wafer;

3. mencatat wafer limbah pertanian berbasis wortel yang terdapat jamur dan tidak terdapat jamur.

3.6. Peubah yang Diamati

Peubah yang akan diamati dalam penelitian ini terdiri dari kualitas fisik dan kadar air pada wafer limbah sayuran.

Tabel 13. Parameter skoring uji kualitas fisik/ uji organoleptik

Asumsi Nilai Warna Aroma Tekstur

1 Coklat Muda Busuk Tidak Padat

2 Coklat Tidak Busuk Padat

3 Coklat Tua Khas Sayur

& karamel Sangat Padat

1. Warna

Skoring warna dilakukan dengan melihat tingkatan warna pada wafer ransum yang telah dicetak. Coklat tua diasumsikan bernilai 3 karena warna ini merupakan warna terbaik wafer yang telah mengalami proses Maillard, sehingga memiliki warna coklat tua seperti karamel. Warna coklat dan coklat muda berturut-turut bernilai 2 dan 1 karena warna tidak sesuai dengan hasil dari proses Maillard.


(41)

27 2. Aroma

Aroma wafer sesuai dengan aroma komposisi bahannya, yaitu khas sayur. Wafer dengan aroma khas sayur bernilai 3. Aroma tidak busuk bernilai 2, sedangkan aroma busuk bernilai 1 karena menandakan kondisi wafer yang sudah tidak baik.

3. Tekstur

Wafer dengan tekstur padat bernilai 3, karena wafer dengan kerapatan tinggi lebih tahan terhadap penyimpanan dan menandakan kadar airnya rendah. Wafer dengan tekstur padat dan tidak padat berturut-turut bernilai 2 dan 1.

4. Kadar air

Pengukuran kadar air (KA) berdasarkan rumus Henneberg dan Stohmann (1985) dilakukan dengan rumus :

KA (%) = x 100%

5. Sebaran jamur

Pengamatan sebaran jamur pada wafer limbah pertanian dilakukan dengan melihat jamur yang terdapat pada permukaan wafer kemudian dipersentase berdasarkan luasan jamur yang tumbuh pada wafer.


(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan yaitu; 1. masa simpan berpengaruh nyata terhadap kadar air, aroma, dan tekstur wafer

limbah pertanian berbasis wortel, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap warna wafer limbah pertanian berbasis wortel;

2. rata–rata kandungan kadar air wafer limbah pertanian berbasis wortel setelah disimpan selama enam minggu sebesar 42,23 %, tidak terdapat masa simpan terbaik karena kandungan kadar air wafer limbah pertanian berbasis wortel melebihi standar kadar air bahan pakan yang akan disimpan yaitu 14%.

5.2. Saran

1. perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengolahan limbah pertanian berbasis wortel dalam bentuk pakan ternak lainnya, karena limbah pertanian yang diolah dalam bentuk wafer masih memiliki kandungan kadar air yang tinggi.

2. perbaikan metode pembuatan wafer perlu dilakukan, yaitu memperpanjang proses penjemuran bahan setelah dilakukan penggilingan dan pengepresan. 3. mengurangi ketebalan wafer agar pada saat proses penjemuran lebih banyak


(43)

40

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1993. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Bhratara. Jakarta. 59 hlm.

Apriadji, W. H. 1990. Memproses Sampah. Penebar Swadaya Masyarakat. Jakarta.

Anonimous, 2011. InvestasiPengelolaan Sampah Pasar.12 Oktober 2014. http://id.wikipedia.org/wiki/limbahpasar.

Anonimous. 2014. Perdagangan luar negeri ekspor-impor Sumatera Selatan. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan. Sumatera Selatan. 10hal. ASAE Standart. 1994. Wafer, pellet and crumbles-definitions and methods for

determining specific weight, durability and moisture content. In: R. R. Mc Ellhiney (Editor). Feed Manufacturing Technology IV. American Feed Industry.

Asyuhandar, A. 2013. Uji Kualitas Fisik Wafer Limbah Sayuran segar dan Silase selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institutut Pertanian Bogor.

Coleman, R.J. dan L.M. Lawrence. 2000. Alfalfa Cubes for Horses.

Department of Animal Sciences; Jimmy C. Henning, Department of Agronomy. University of Kentucky Cooperative Extension Service. Kentucky.

D'Mello, J.P.F. dan A.M.C. Macdonald. 1998. Fungal toxins as disease

elicitors. In J. Rose, ed. Environmental toxicology: current developments. Amsterdam, the Netherlands, Gordon and Breach Science Publishers : 253-289.

Elita, M. 2002. Upaya pemanfaatan hijauan dan sumber serat limbah pertanian dalam pembuatan wafer ransum komplit. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Furqaanida, N. 2004. Pemanfaatan klobot jagung sebagai substitusi sumber serat ditinjau dari kualitas fisik dan palatabilitas wafer ransum komplit untuk domba. Skripsi. Fakultas Peternakan.


(44)

41 Handjani, N.S., dan T. Purwoko. 2008. Aktivitas ekstrak rimpang lengkuas

(Alpinia galanga) terhadap pertumbuhan jamur Aspergillus spp. pengahasil aflatoksin dan fusarium moniliforme.

Handayani, S., Joko, S., 2000. Analisis Keragaman Kapang Pencemar Pakan Unggas. Balitbang Mikrobiologi. Puslitbang Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Harfiah. 2005. Penentuan nilai indek beberapa pakan hijauan ternak domba. J. Sains dan Teknologi 5(3): 114–125.

Hadiwiyoto. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Indayu, Jakarta.

Jamrianti, R. 2007. Potensi tepung ubi jalar sebagai bahan pangan. Prosiding Jurnal Litbang Pertanian. Hlm. 133-135.

Jayusmar. 2000. Pengaruh suhu dan tekanan pengempaan terhadap sifat fisik wafer ransum komplit dari limbah pertanian sumber serat dan leguminosa untuk ternak ruminansia. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kurtanto, T. 2008. Reaksi Maillard pada Produk Pangan. IPB : Bogor.

Kushartono, B. 1996. Pengendalian jasad penggangu bahan pakan ternak selama Penyimpanan. Prosiding Lokakarya Fungsional Non Peneliti. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hlm. 94–97.

Kusumaningrum, H.et al. 2010. Cemaran Aspergillus Flavus Dan Aflatoksin Pada Rantai Distribusi Produk Pangan Berbasis Jagung Dan Faktor Yang Mempengaruhinya. Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, Vol XXI No.2.

Lalitya, D. 2004. Pemanfaatan serabut kelapa sawit dalam wafer ransum komplit domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Manley, D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies 3rd Ed. Woodhead Publishing Limited, Cambridge.

Muchtadi, R. T. dan Sugiono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.


(45)

42 Nangudin, B. 1982. Pengaruh lama penyimpanan bahan makanan dalam

beberapa macam pembungkus terhadap pertumbuhan jamur dan hubungannya dengan aflatoksin. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Noviagama, V. R. 2002. Penggunaan tepung gaplek sebagai bahan perekat alternatif dalam pembuatan wafer ransum komplit. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nuraliah, S. 2012. Perubahan Jumlah Bahan Kering dan Produksi Gas Campuran Limbah Pasar dan Tepung Daun Murbei (Morus alba) yang Difermentasi dengan Kadar Air yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan.

Universitas Hasanuddin.

Ramli N, M. Ridla , T. Toharmat, dan L. Abdullah. 2009. Produksi dan kualitas susu sapi perah dengan pakan silase ransum komplit berbasis sumber serat sampah sayuran pilihan. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 1: 34.

Retnani, Y,. S. Basymeleh, L. Herawati. 2009. Pengaruh jenis hijuan pakan dan lama penyimpanan terhadap sifat fisik wafer. Jurnal Ilmu–Ilmu

Peternakan Vol. XII. No. 4.

Retnani, Y., W. Widiarti, I. Amiroh, L. Herawati, dan K.B. Satoto. 2009. Uji daya simpan dan palatabilitas wafer ransum komplit pucuk dan ampas tebu untuk sapi pedet. Media Peternakan. 32 (2): 130-136.

Retnani, Y., F.P. Syananta, W. Widiarti, L. Herawati dan A. Saenab. 2010. Physical characteristic and palatability of market vegetable waste wafer for sheep. J. Anim. Prod. 12(1): 29–33.

Retnani, Y., S. Kamesworo, L. Khotidjah, dan A. Saenab. 2010. Pemanfaatan wafer limbah sayuran pasar untuk ternak domba. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Rukmana, R. 1997. Wortel: Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. Rukmana, R. 2002. Sawi: Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. Rusmana, D., Abun, dan D. Saefulhadjar. 2007. Pengaruh Pengolahan Limbah

Sayuran secara Mekanis terhadap Kecernaan dan Efisiensi Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Saenab, A. 2010. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Sayuran Pasar Sebagai Pakan Ternak Ruminansia di DKI Jakarta. Balai Pengkajian Teknologi Jakarta.


(46)

43 Saenab, A., dan Y. Retnani. 2011. Beberapa Model Teknologi Pengolahan

Limbah Sayuran Pasar Sebagai Pakan Alternatif Pada Ternak

(Kambing/Domba) di Perkotaan. Balai Pengkajian Teknologi Jakarta. Sutigno, P. 1994. Teknologi Papan Partikel. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor.

Syarief, R dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Trisyulianti, E. 1998. Pembuatan wafer rumput gajah untuk pakan ruminansia

besar. Proc. Seminar Hasil-hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Trisyulianti, E., J. Jahcja, dan Jayusmar. 2001. Pengaruh suhu dan tekanan pengempaan terhadap sifat fisik wafer ransum dari limbah pertanian sumber serat dan leguminosa untuk ternak ruminansia. Media Peternakan 24 (3): 76-81.

Trisyulianti, E., Suryahadi, d a n V. N. Rakhma. 2003. Pengaruh penggunaan molases dan tepung gaplek sebagai bahan perekat terhadap sifat fisik wafer ransum komplit. Media Peternakan. 26 (2): 35-40.

Triyanto, E., B.W.H.E. Prasetyono, dan S. Mukodiningsih. 2013. Pengaruh bahan pengemas dan lama simpan terhadap kualitas fisik dan kimia wafer pakan komplit berbasis limbah agroindustri. Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1. 400–409.

Widiarti, W. 2008. Uji sifat fisik dan palatabilitas ransum komplit wafer pucuk dan ampas tebu untuk pedet sapi fries holland. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Widyawati, E dan Widalestari, Y. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Penerbit Trubus. Agrisarana, Jakarta.

Winarno, F G. 1997. Kimia Pangan Gizi. Edisi Kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.

Zuhran, C.F. 2006. Cita Rasa (Flavour). Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Universitas Sumatra Utara. Medan.


(1)

27 2. Aroma

Aroma wafer sesuai dengan aroma komposisi bahannya, yaitu khas sayur. Wafer dengan aroma khas sayur bernilai 3. Aroma tidak busuk bernilai 2, sedangkan aroma busuk bernilai 1 karena menandakan kondisi wafer yang sudah tidak baik.

3. Tekstur

Wafer dengan tekstur padat bernilai 3, karena wafer dengan kerapatan tinggi lebih tahan terhadap penyimpanan dan menandakan kadar airnya rendah. Wafer dengan tekstur padat dan tidak padat berturut-turut bernilai 2 dan 1.

4. Kadar air

Pengukuran kadar air (KA) berdasarkan rumus Henneberg dan Stohmann (1985) dilakukan dengan rumus :

KA (%) = x 100%

5. Sebaran jamur

Pengamatan sebaran jamur pada wafer limbah pertanian dilakukan dengan melihat jamur yang terdapat pada permukaan wafer kemudian dipersentase berdasarkan luasan jamur yang tumbuh pada wafer.


(2)

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan yaitu; 1. masa simpan berpengaruh nyata terhadap kadar air, aroma, dan tekstur wafer

limbah pertanian berbasis wortel, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap warna wafer limbah pertanian berbasis wortel;

2. rata–rata kandungan kadar air wafer limbah pertanian berbasis wortel setelah disimpan selama enam minggu sebesar 42,23 %, tidak terdapat masa simpan terbaik karena kandungan kadar air wafer limbah pertanian berbasis wortel melebihi standar kadar air bahan pakan yang akan disimpan yaitu 14%.

5.2. Saran

1. perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengolahan limbah pertanian berbasis wortel dalam bentuk pakan ternak lainnya, karena limbah pertanian yang diolah dalam bentuk wafer masih memiliki kandungan kadar air yang tinggi.

2. perbaikan metode pembuatan wafer perlu dilakukan, yaitu memperpanjang proses penjemuran bahan setelah dilakukan penggilingan dan pengepresan. 3. mengurangi ketebalan wafer agar pada saat proses penjemuran lebih banyak


(3)

40

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1993. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Bhratara. Jakarta. 59 hlm.

Apriadji, W. H. 1990. Memproses Sampah. Penebar Swadaya Masyarakat. Jakarta.

Anonimous, 2011. InvestasiPengelolaan Sampah Pasar.12 Oktober 2014. http://id.wikipedia.org/wiki/limbahpasar.

Anonimous. 2014. Perdagangan luar negeri ekspor-impor Sumatera Selatan. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan. Sumatera Selatan. 10hal. ASAE Standart. 1994. Wafer, pellet and crumbles-definitions and methods for

determining specific weight, durability and moisture content. In: R. R. Mc Ellhiney (Editor). Feed Manufacturing Technology IV. American Feed Industry.

Asyuhandar, A. 2013. Uji Kualitas Fisik Wafer Limbah Sayuran segar dan Silase selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institutut Pertanian Bogor.

Coleman, R.J. dan L.M. Lawrence. 2000. Alfalfa Cubes for Horses.

Department of Animal Sciences; Jimmy C. Henning, Department of Agronomy. University of Kentucky Cooperative Extension Service. Kentucky.

D'Mello, J.P.F. dan A.M.C. Macdonald. 1998. Fungal toxins as disease

elicitors. In J. Rose, ed. Environmental toxicology: current developments. Amsterdam, the Netherlands, Gordon and Breach Science Publishers : 253-289.

Elita, M. 2002. Upaya pemanfaatan hijauan dan sumber serat limbah pertanian dalam pembuatan wafer ransum komplit. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Furqaanida, N. 2004. Pemanfaatan klobot jagung sebagai substitusi sumber serat ditinjau dari kualitas fisik dan palatabilitas wafer ransum komplit untuk domba. Skripsi. Fakultas Peternakan.


(4)

Unggas. Balitbang Mikrobiologi. Puslitbang Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Harfiah. 2005. Penentuan nilai indek beberapa pakan hijauan ternak domba. J. Sains dan Teknologi 5(3): 114–125.

Hadiwiyoto. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Indayu, Jakarta.

Jamrianti, R. 2007. Potensi tepung ubi jalar sebagai bahan pangan. Prosiding Jurnal Litbang Pertanian. Hlm. 133-135.

Jayusmar. 2000. Pengaruh suhu dan tekanan pengempaan terhadap sifat fisik wafer ransum komplit dari limbah pertanian sumber serat dan leguminosa untuk ternak ruminansia. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kurtanto, T. 2008. Reaksi Maillard pada Produk Pangan. IPB : Bogor.

Kushartono, B. 1996. Pengendalian jasad penggangu bahan pakan ternak selama Penyimpanan. Prosiding Lokakarya Fungsional Non Peneliti. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hlm. 94–97.

Kusumaningrum, H.et al. 2010. Cemaran Aspergillus Flavus Dan Aflatoksin Pada Rantai Distribusi Produk Pangan Berbasis Jagung Dan Faktor Yang Mempengaruhinya. Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, Vol XXI No.2.

Lalitya, D. 2004. Pemanfaatan serabut kelapa sawit dalam wafer ransum komplit domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Manley, D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies 3rd Ed. Woodhead Publishing Limited, Cambridge.

Muchtadi, R. T. dan Sugiono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.


(5)

42 Nangudin, B. 1982. Pengaruh lama penyimpanan bahan makanan dalam

beberapa macam pembungkus terhadap pertumbuhan jamur dan hubungannya dengan aflatoksin. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Noviagama, V. R. 2002. Penggunaan tepung gaplek sebagai bahan perekat alternatif dalam pembuatan wafer ransum komplit. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nuraliah, S. 2012. Perubahan Jumlah Bahan Kering dan Produksi Gas Campuran Limbah Pasar dan Tepung Daun Murbei (Morus alba) yang Difermentasi dengan Kadar Air yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan.

Universitas Hasanuddin.

Ramli N, M. Ridla , T. Toharmat, dan L. Abdullah. 2009. Produksi dan kualitas susu sapi perah dengan pakan silase ransum komplit berbasis sumber serat sampah sayuran pilihan. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 1: 34.

Retnani, Y,. S. Basymeleh, L. Herawati. 2009. Pengaruh jenis hijuan pakan dan lama penyimpanan terhadap sifat fisik wafer. Jurnal Ilmu–Ilmu

Peternakan Vol. XII. No. 4.

Retnani, Y., W. Widiarti, I. Amiroh, L. Herawati, dan K.B. Satoto. 2009. Uji daya simpan dan palatabilitas wafer ransum komplit pucuk dan ampas tebu untuk sapi pedet. Media Peternakan. 32 (2): 130-136.

Retnani, Y., F.P. Syananta, W. Widiarti, L. Herawati dan A. Saenab. 2010. Physical characteristic and palatability of market vegetable waste wafer for sheep. J. Anim. Prod. 12(1): 29–33.

Retnani, Y., S. Kamesworo, L. Khotidjah, dan A. Saenab. 2010. Pemanfaatan wafer limbah sayuran pasar untuk ternak domba. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Rukmana, R. 1997. Wortel: Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. Rukmana, R. 2002. Sawi: Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. Rusmana, D., Abun, dan D. Saefulhadjar. 2007. Pengaruh Pengolahan Limbah

Sayuran secara Mekanis terhadap Kecernaan dan Efisiensi Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Saenab, A. 2010. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Sayuran Pasar Sebagai Pakan Ternak Ruminansia di DKI Jakarta. Balai Pengkajian Teknologi Jakarta.


(6)

Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor.

Syarief, R dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Trisyulianti, E. 1998. Pembuatan wafer rumput gajah untuk pakan ruminansia

besar. Proc. Seminar Hasil-hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Trisyulianti, E., J. Jahcja, dan Jayusmar. 2001. Pengaruh suhu dan tekanan pengempaan terhadap sifat fisik wafer ransum dari limbah pertanian sumber serat dan leguminosa untuk ternak ruminansia. Media Peternakan 24 (3): 76-81.

Trisyulianti, E., Suryahadi, d a n V. N. Rakhma. 2003. Pengaruh penggunaan molases dan tepung gaplek sebagai bahan perekat terhadap sifat fisik wafer ransum komplit. Media Peternakan. 26 (2): 35-40.

Triyanto, E., B.W.H.E. Prasetyono, dan S. Mukodiningsih. 2013. Pengaruh bahan pengemas dan lama simpan terhadap kualitas fisik dan kimia wafer pakan komplit berbasis limbah agroindustri. Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1. 400–409.

Widiarti, W. 2008. Uji sifat fisik dan palatabilitas ransum komplit wafer pucuk dan ampas tebu untuk pedet sapi fries holland. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Widyawati, E dan Widalestari, Y. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Penerbit Trubus. Agrisarana, Jakarta.

Winarno, F G. 1997. Kimia Pangan Gizi. Edisi Kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.

Zuhran, C.F. 2006. Cita Rasa (Flavour). Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Universitas Sumatra Utara. Medan.