kecantikan, kegemukan, wajah, dan seks yang menjadi berpengaruh untuk kegiatan bersosialisasi. Tubuh menampung sebuah wilayah
yang luas dari makna yang terus menerus berubah, tubuh juga menjadi unsur pokok identitas personal dan sosial Raditya, 2014.
Tubuh menjadi suatu hal penting yang memengaruhi kehidupan sosial seseorang. Semua yang digunakan oleh tubuh dalam
kehidupan sosial menunjukkan citra penampilan bagi seseorang, citra penampilan tersebut dapat menaikkan atau menurunkan nilai
jualtukar seseorang seiring dengan dimiliki atau tidaknya citra-citra tertentu yang dianggap bernilai dan memiliki identitas dalam
kehidupan sosial Raditya, 2014. Berkaitan dengan konsep Bourdieu tentang “body capital” sebagai bagian dari modal, yaitu bahwa aset-
aset fisik tubuh dapat berfungsi sebagai modal yang dapat ditukar untuk mendapatkan keuntungan Bourdieu dalam Lee, 2006.
2. Kekerasan Simbolis dalam Media Massa
Media massa sebagai sarana komunikasi bisa berupa cetak, audio, visual dan cyber. Eriyanto 2006 mengatakan bahwa pekerjaan
media pada hakikatnya adalah mengkonstruksi realitas, isi media menurutnya adalah hasil para pekerja media mengkonstruksikan
berbagai realitas yang dipilih. konstruksi-konstruksi yang diciptakan media direpresentasikan oleh media sehingga menimbulkan simbol-
simbol atau unsur budaya yang mendominasi hal ini yang kemudian memunculkan kekerasan secara simbolik. Konsep kekerasan simbolik
menurut Bourdieu merupakan sebuah mekanisme yang digunakan kelompok dominan dalam struktur masyarakat untuk memaksakan
secara halus habitus ideologi, budaya, kebiasaan, atau gaya hidup terhadap kelompok minoritas dalam Martono, 2012:39
Berbagai penelitian mengenai representasi dan kekerasan simbolik dalam media telah banyak dilakukan secara luas, sehingga melalui
penelitian tersebut lahirlah konsep yang memanfaatkan berbagai kajian. Penelitian yang dilakukan Murama 2004 dengan judul tesis “Representasi
Tubuh Perempuan dalam Media: Suatu Analisis Wacana terhadap Majalah Male Emporium”. Studi ini memfokuskan diri pada representasi tubuh
perempuan dalam majalah khusus pria Male Emporium, yang terbit pada Februari 2001 dan ditujukan khusus untuk laki-laki dewasa yang sudah
mapan usia 25-35 tahun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana kritis critical discourse analysis yang bertujuan
mengungkap konsep dan ideologi majalah Male Emporium. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa majalah ME adalah majalah yang
cenderung menjadi agen kapitalis yang menjadikan tubuh perempuan sebagai komoditi kepada para konsumennya, dalam hal ini adalah kaum
laki-laki. Representasi tubuh perempuan dalam majalah Male Emporium, menguatkan stereotip bahwa perempuan adalah kelompok yang
tersubordinasikan dan terpinggirkan di dalam kehidupan masyarakat yang cenderung patriarkis.
Persamaan penelitian Murama dengan penelitian penulis adalah melihat representasi tubuh perempuan di media massa. Penelitian yang
dilakukan oleh Murama lebih memfokuskan pada sisi pandang konsumen, sedangkan penelitian penulis melihat kekerasan simbolis yang dialami
perempuan, kaitannya dengan representasi tubuh perempuan di media. Perbedaan
antara penelitian
Murama dengan
penelitian penulis
memungkinkan untuk memperoleh hasil penelitian yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Morris dan Nichols 2013 dalam
jurnal berjudul “Conceptualizing Beauty: A Content Analysis of U.S. and
French Women’s Fashion Magazine Advertisements” penelitian ini berokus terhadap representasi konsep cantik pada iklan majalah fashion perempuan
di Perancis dan Amerika Serikat. Lebih dari 570 iklan dari sepuluh majalah fashion perempuan dianalisis menggunakan metode analisis isi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa majalah fashion perempuan di Amerika dan Perancis memasukkan banyak iklan untuk perawatan tubuh, parfum dan
make-up. Model dalam iklan majalah tersebut adalah perempuan cantik yang menunjukkan senyum bahagia dan keseksian tubuh, senyum tersebut
digunakan media iklan untuk membuat konsumen percaya bahwa jika konsumen membeli produk tertentu, konsumen akan menjadi bahagia
seperti model dalam iklan. Selain itu terdapat pula penggambaran stereotip jender di media tersebut, yakni laki-laki dalam peran berwibawa dan wanita
dalam peran sekunder.
Persamaan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya adalah melihat representasi perempuan di media massa. Penelitian yang dilakukan
oleh Morris dan Nichols lebih memfokuskan pada representasi perempuan dan stereotip terhadap perempuan dalam media iklan majalah fashion
perempuan di Perancis dan Amerika Serikat, sedangkan penelitian penulis melihat kekerasan simbolis yang dialami perempuan, kaitannya dengan
representasi tubuh perempuan di media. Perbedaan penelitian tersebut memungkinkan untuk memperoleh hasil penelitian yang berbeda.
Penelitian yang dilakukan oleh Winarnita 2011 dengan judul jurnal “Asian Women in Australian Soap Operas: Questioning Idealized Hybrid
Representation”. Penelitian yang dilakukan oleh Winarnita melihat representasi perempuan Asia dalam karakter sinetron dan drama televisi di
Australia yang berokus pada perdebatan tentang penggabungan etnis identitas dalam multikultural Australia. Teori yang digunakan untuk
menganalisis penelitian tersebut adalah teori Hibriditas. Hasil Analisis karakter ini menunjukkan bahwa wanita Asia masih ditampilkan sebagai
identitas yang terpinggirkan di dalam identitas masyarakat Australia, melalui stereotip mereka sebagai perempuan yang feminin, eksotis dan
mesum. Persamaan penelitian penulis dengan penelitian yang dilakukan
Winarnita adalah melihat representasi perempuan di media massa. Namun teori yang digunakan memiliki perbedaan, penelitian penulis menggunakan
teori kekerasn simbolik sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Winarnita
menggunakan teori Hibriditas. Berdasarkan persamaan dan perbedaan tersebut, dapat dikatakan bahwa penelitian yang akan dilakukan penulis
memperoleh hasil yang berbeda. Martono 2012 dalam bukunya “Kekerasan Simbolik di Sekolah”
mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa buku pembelajaran BSE Buku Sekolah Elektronik di sekolah menjadi salah satu media kekerasan
simbolik. Hasil penelitian mengenai Kekerasan simbolik dalam BSE tersebut adalah adanya dominasi kelas sosial, yakni sebagian besar kalimat
dan gambar dalam buku tersebut dominan memuat habitus kelas atas, sedangkan habitus kelas bawah yang digambarkan dalam buku tersebut
jumlahnya lebih sedikit. Penelitian penulis memiliki persamaan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Martono yakni penggunaan teori kekerasan simbolik oleh Pierre Bourdieu. Teori tersebut digunakan untuk mengungkapkan
bagaimana kekerasan simbolik dalam media. Perbedaan terletak pada fokus penelitian, Martono mengambil fokus kekerasan simbolik buku
pembelajaran BSE di sekolah kaitannya dengan kelas sosial, sedangkan penilitian penulis lebih berfokus pada kekerasan simbolik di media massa
online website Wolipop terhadap tubuh perempuan. Terdapat pula perbedaan dalam metode yang digunakan, penelitian yang dilakukan penulis
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan semiotika sosial Halliday, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh martono menggunakan
metode kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian lain dilakukan oleh Roekhan 2009 dengan judul jurnal “Kekerasan Simbolik di Media Massa”, memperoleh hasil penelitian
mengenai beberapa aspek kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik tersebut meliputi bentuk-bentuk, strategi, dan dampak terhadap pembaca berkaitan
dengan pemberitaan kasus semburan lumpur lapindo di koran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekerasan simbolik yang terdapat dalam
koran belum tampak secara nyata pengaruhnya. Penelitian Roekhan menggunakan metode analisis wacana kritis yang dikembangkan oleh
Airclough, sumber data diperoleh dari teks berita di koran dan teks penerimaan pembaca.
Penelitian yang dilakukan penulis memiliki kesamaan dengan penelitian Roekhan yaitu pada kekerasan simbolik dalam media massa.
Perbedaan terletak pada fokus penelitian, di mana Roekhan berfokus pada aspek kekerasan simbolik berupa bentuk-bentuk, strategi, dan dampak.
Penulis memfokuskan penelitian pada representasi kekerasan simbolik dalam media massa online website Wolipop dan habitus dominan dalam
media tersebut terhadap perempuan. Berdasarkan persamaan dan perbedaan tersebut, dapat dikatakan bahwa penelitian yang akan dilakukan penulis
memperoleh hasil yang berbeda. Penelitian selanjutnya oleh Alnashava 2012 dengan judul tesis
“Representasi Kekerasan Simbolik pada Hubungan Romantis dalam Serial Komedi Situasi Komedi
How I Met Your Mother”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serial komedi tersebut menampilkan kekerasan
simbolik dengan memproduksi mitos perempuan. Kekerasan dapat dilihat pada hubungan romantis sebagai objek seks, makhluk yang emosional, dan
pihak yang harus rela berkorban. Penelitian menggunakan teori kekerasan simbolik Pierre Bourdieu mengungkapkan pula adanya ideologi patriarki
yang dominan dibalik komedi situasi How I Met Your Mother. Penelitian yang dilakukan penulis memiliki persamaan dengan
penelitian Alnashava, yakni melihat kekerasan simbolik pada media massa terhadap perempuan. Perbedaan terletak pada metode yang digunakan
Alnashava yaitu analisis semiotika Roland Barthes, sedangkan metode yang digunakan pada penelitian penulis adalah kualitatif dengan pendekatan
semiotika sosial Halliday. Perbedaan metode tersebut akan menjadikan hasil penelitian penulis berbeda dengan penelitian Alnashava.
B. Landasan Teoritik