Representasi Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Iklan Torpedo (Studi Semiotik Representasi Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Iklan Torpedo versi “Gigi Palsu” di Media Televisi).

(1)

(2)

(3)

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : Representasi Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Iklan Torpedo (Studi Semiotik Representasi Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Iklan Torpedo versi “Gigi Palsu” di Media Televisi).

Penulis akui bahwa kesulitan selalu ada di setiap proses pembuatan skripsi ini, tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri sendiri. Semua proses kelancaran pada saat pembuatan skripsi penelitian tidak lepas dari segala bantuan dari berbagai pihak yang sengaja maupun tak sengaja telah memberikan sumbangsihnya.

Selama melakukan penulisan penelitian ini, tak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih pada Ibu Dra. Sumardjijati. M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Allah SWT. Karena telah melimpahkan segala karuniaNya, sehingga penulis mendapatkan kemudahan selama proses penulisan proposal skripsi ini. 2. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Juwito, S.Sos, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi. 4. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan


(5)

v

Serta tak lupa penulis memberikan rasa terima kasih secara khusus kepada: 1. Papa, Mama, Mbak Sari, Mbak Tika, My Twins Amy, Mas Ommy n Lil

Angel Kayla atas doa, dukungan moral maupun material dan kepercayaannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan baik, meskipun melebihi batas waktu. Maaf !

2. My Bestgirls Icha, Novi, Rara, Amy, dan Enna atas motivasi serta kebersamaan yang kalian berikan kepada penulis. Love y’all!

3. Angel, Mas Yanuar “Yankhestein”, Sigit, Wahyudi “Doyok” terima kasih atas ‘omelannya’, juga semua dulur-dulurku di X-PHOSE, terima kasih atas semangat yang kalian berikan.

4. Seluruh teman-teman Ilmu Komunikasi, juga kakak-kakak kelas yang telah membantu serta membimbing penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.

Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya teman-teman di Progdi Ilmu Komunikasi.

Surabaya, Juni 2012

Penulis


(6)

vi

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... ix

ABSTRAKSI ... x

Bab I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

Bab II KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.1 Landasan Teori ... 11

2.1.1 Periklanan ... 11

2.1.1.1 Iklan sebagai Bentuk Komunikasi Massa ... 13

2.1.1.2 Iklan Televisi ... 16

2.1.1.3 Iklan Komersial ... 19

2.1.2 Torpedo ... 20

2.1.3 Perempuan ... 22

2.1.4 Eksploitasi Perempuan dalam Iklan ... 26

2.1.5 Sensualitas ... 28


(7)

vii

2.1.10 Konsep Makna ... 40

2.1.11 Model Semiotika John Fiske ... 42

2.1.12 Respon Psikologi Warna ... 46

2.2 Kerangka berpikir ... 48

Bab III METODE PENELITIAN ... 51

3.1 Metode Penelitian ... 51

3.2 Kerangka Konseptual ... 52

3.2.1 Corpus ... 52

3.3 Definisi Operasional ... 60

3.3.1 Representasi ... 60

3.3.2 Eksploitasi ... 61

3.4 Unit Analisis ... 62

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 63

3.6 Teknik Analisis Data ... 64

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 67

4.1.1 Gambaran Umum Obyek ... 67

4.2 Penyajian Data dan Analisa Data ... 72

4.2.1 Penyajian Data ... 72

4.3 Analisa Data ... 73


(8)

viii

4.3.1.4 Scene 2 Shot 16 ... 83

4.3.1.5 Scene 2 Shot 17 ... 86

4.3.1.6 Scene 2 Shot 18 ... 88

4.3.1.7 Scene 2 Shot 19 ... 91

4.3.1.8 Scene 2 Shot 20 ... 94

4.3.1.9 Scene 3 Shot 27 ... 97

4.4 Analisis Keseluruhan Iklan Torpedo ... 100

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

5.1 Kesimpulan ... 102

5.2 Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105 LAMPIRAN


(9)

ix

1. Surat Imbauan dari KPI Terhadap Iklan "Torpedo versi Gigi Palsu"

Seluruh Stasiun TV... 107

2. Scene keseluruhan ... 108

3. Scene yang mengandung Unsur Eksploitasi ... 112


(10)

x versi “Gigi Palsu” di Media Televisi)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi eksploitasi tubuh perempuan dalam iklan Torpedo versi Gigi Palsu di media televisi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori menurut John Fiske, yang terbagi dalam tiga level, yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik, untuk menginterpretasikan penggambaran eksploitasi tubuh perempuan dalam iklan Torpedo.

Berdasarkan hasil penelitian, iklan Torpedo versi “Gigi Palsu” sarat akan muatan representasi eksploitasi pada tubuh perempuan. Representasi eksploitasi tubuh perempuan ini divisualisasikan dengan penggunaan pakaian yang minim, gerak tubuh serta ekspresi model perempuan yang menjadikannya tereksploitasi. Kata kunci : representasi, eksploitasi tubuh perempuan, Torpedo, Fiske

ABSTRACT

Rr HANDINING CEMPAKA HARUMSARI, REPRESENTATION OF WOMAN’S BODY EXPLOITATION IN TORPEDO ADVERTISING (Semiotic Studies of Representation of Woman’s Body Exploitation in Torpedo advertising “dentures” version on Televison)

The purpose of this study was to determine the representasion of sexual exploitation of woman body in advertising of Torpedo “Dentures” version on television. Theory used in this study is the theory according to John Fiske, divided into three levels, that is level of reality, level of representation and level of idiology.

For this research method used is a qualitative descriptive method by using semiotic analysis, to interpreted women’s body exploitation in Torpedo advertising.

Based on the results of research, advertising of Torpedo “Dentures” version will be full charge of exploitation in woman’s body representation. Exploitation of woman’s body representation is visualized with the use of minimal clothing, gestures and expressions that make female models exploited. Keywords : representasion, women’s body exploitation, Torpedo, Fiske


(11)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Pesatnya perkembangan teknologi meningkatkan arus informasi dan telekomunikasi serta meningkatnya pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah informasi. Perkembangan yang sangat pesat ini juga merambah pada perkembangan media massa. Oleh karena adanya perkembangan media massa tersebut, maka banyak sekali masyarakat yang menggunakan media massa sebagai media penyampai pesan atau informasi ke masyarakat luas.

Fungsi media massa menurut Harold Laswell berfungsi sebagai korelasi diantara bagian-bagian masyarakat dalam menanggapi lingkungannya (kontrol sosial), dan sebagai pewarisan nilai-nilai sosial dari generasi ke generasi. (Winarso, 2005:5)

Media massa bertujuan untuk menyampaikan informasi dengan benar secara efektif dan efisien. Pada praktiknya, apa yang disebut sebagai kebenaran ini sangat ditentukan oleh jalinan berbagai kepentingan. Akan tetapi diatas semua itu, yang paling utama adalah survival media itu sendiri, baik dalam pengertian bisnis maupun politik.(Sobur, 2004:114)


(12)

Salah satu cara penyampaian pesan efektif dan efisien adalah dengan menggunakan iklan. Iklan juga dapat menjadi sebuah informasi yang sangat dibutuhkan bagi khalayak untuk mengetahui produk atau jasa apa saja yang dapat memenuhi kebutuhan dalam keseharian semua manusia.

Iklan adalah berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan. Atau juga dapat bermakna sebagai pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual dipasang di dalam media massa, seperti surat kabar dan majalah. Iklan adalah penyampaian pesan untuk mempersuasi khalayak sasaran tertentu (Kasiyan, 2008 : xviii). Dan iklan juga merupakan pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat melalui media, baik media cetak maupun media elektronik. Iklan dapat dilihat sebagai salah satu bentuk budaya massa yang saat ini keberadaannya begitu marak dikalangan masyarakat.

Berdasarkan tujuannya, iklan dibagi menjadi dua yaitu iklan komersial dan iklan layanan masyarakat. Iklan komersial sering disebut pula dengan iklan bisnis. Sebagaimana namanya, iklan komersial atau iklan bisnis bertujuan mendapatkan keuntungan ekonomi, utamanya peningkatan penjualan. Produk yang ditawarkan dalam iklan ini sangat beragam, baik barang, jasa, ide, keanggotaan organisasi, dan lain-lain. Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang digunakan untuk menyampaikan informasi, mempersuasi atau mendidik khalayak yang tujuan akhirnya bukan untuk memperoleh keuntungan ekonomi, melainkan keuntungan sosial (Rendra, 2007:102-104).


(13)

Iklan sendiri hampir setiap hari selalu mewarnai kehidupan manusia. Di televisi, surat kabar, radio dan hampir di setiap sudut jalan hampir tidak bisa menghindar dari iklan. Iklan memang sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Dalam survey yang dialakukan oleh harian Kompas di sepuluh kota di Indonesia, tercatat tidak kurang dari 70% responden yang mengaku suka menirukan narasi, jingle atau lagu, gerakan hingga meniru sosok yang menjadi pemeran dalam iklan tersebut (Noviani, 2002:1).

Media televisi dan iklan terbukti merupakan media komunikasi yang paling efektif dan efisien sebagai media untuk informasi produk dan citra suatu perusahaan. Kelebihan-kelebihan dan kekuatan teknologis yang dimilikinya memungkinkan tercapainya tingkat efektivitas dan efisiensi yang diharapakan oleh suatu perusahaan atau lembaga lainnya. Luasnya jangkauan televisi yang dapat dtempuh dalam waktu bersamaan secara serentak, pesan dan informasi yang disampaikan melalui televisi mampu menjangkau jutaan khalayak sasarannya (Sumartono, 2001:20).

Televisi menyajikan berbagai macam informasi. Informasi tidak mengalir secara harfiah. Kenyataannya, informasi sendiri tidak bergerak, yang sesungguhnya terlihat adalah penyampaian suatu pesan, interpretasi penyampaian dan penciptaan penyampaian pesan itu sendiri.

Saat ini pengemasan suatu iklan telah banyak mengalami banyak perubahan. Dengan mengesampingkan norma-norma yang ada dan lebih mengutamakan kepentingan tertentu, pelanggaran-pelanggaran pun terjadi disertai dengan


(14)

kontroversi. Dalam peraturan dunia bisnis tidak jarang kaum wanita hanya menjadi objek untuk kepentingan-kepentingan komersial, dan dalam kehidupan sehari-hari cenderung menempatkan masalah-masalah perempuan yang dikarantinakan sebagai isu yang spesifik dan cenderung dilepaskan dari isu-isu publik penting lainnya. Seperti isu-isu politik,ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Isu-isu tentang perempuan jauh lebih sering dianggap sebagai bacaan ringan yang lebih tepat dibaca waktu senggang dan santai (Ridjal, 1999:114).

Keindahan yang dimiliki perempuan membentuk stereotip dan membawa mereka ke sifat-sifat di sekitar keindahan itu. Misalnya, perempuan harus tampil menawan, pandai mengurus rumah tangga, memasak, tampil prima untuk menyenangkan suami, dan pantas diajak ke berbagai acara (Kompas no.51, 1999); cerdas serta menjadi sumber pengetahuan dan moral keluarga (Burhan Bungin, 2002:128); sebagai penyambung keturunan, lemah lembut, anggun, pandai memasak, lebih emosional, fisik kurang kuat, lincah, keibuan, manja (Martadi, 2001); pasif, lemah, penakut, digambarkan sebagai obyek seksual, menekankan pada figur dan pakaian cantik (Suharko,1998).

Eksploitasi perempuan dengan segala stereotip gender tradisional cenderung mengimplisitkan kualitas pemaknaan yang dangkal dan rendah, yang akhirnya menghadirkan konsepsi pemaknaan perempuan tidak lebih sebagai sebuah benda (bukan makhluk/insani). Di sinilah tubuh dan semua atribusi “kewanitaan” perempuan dieksploitasi sebagai obyek tanda dan bukannya sebagai subyek (Kasiyan, 2001).


(15)

Sebagaimana disampaikan oleh Rosinta Situmorang, dalam wacana iklan media massa perempuan sering diposisikan bukan sebagai subyek tetapi sebaliknya sebagai obyek tanda. Obyek yang dimasukkan ke dalam sistem tanda di dalam sistem komunikasi ekonomi kapital (Rosinta Situmorang,1999). Media menjadikan tubuh dan fragmen tubuh perempuan sebagai penanda yang dikaitkan dengan makna atau pertanda tertentu, yang termanifestasikan secara dangkal, sesuai dengan tujuan “politik ekonomi libidinal” (Kasiyan,2001)

Budaya massa yang tercipta menyebabkan pembuat iklan produk seakan sengaja menonjolkan sesuatu hal yang dapat menarik perhatian, salah satunya adalah sisi perempuan, agar mendongkrak penjualan produk, dan membuat masyarakat menjadi semakin tertarik dengan iklan tersebut. Khususnya pada produk untuk laki-laki yang menarik perhatian untuk dengan menonjolkan sisi perempuan seperti sensualitas sebagai objek dalam iklan produk tersebut.

Bila tokoh pria muncul dalam iklan, tokoh itu digambarkan sebagai agresif, pemberani, jantan, mandiri, kuat, tegar, berkuasa, pintar dan rasional. Namun ketika tokoh wanita yang muncul, sosok wanita itu lebih sering dianggap lemah, emosional, bodoh, dan dikaitkan dalam hubungannya dengan pria atau untuk menyenangkan pria. Jika dicermati lagi diberbagai bidang, perempuan sering mengalami eksploitasi baik dari segi fisiknya, maupun sisi intelektual seperti kurangnya kepercayaan bahwa seorang perempuan pun mampu mengeluarkan gagasan dan pengetahuan yang dimilikinya. Dapat dilihat pula adanya dari produk maupun event-event tertentu yang lebih banyak menggunakan perempuan dibandingkan laki-laki. Mulai dari menjual produk yang tidak ada hubungannya


(16)

sama sekali dengan perempuan, tetapi memakai model perempuan-perempuan muda yang cantik dan seksi dengan busana yang sangat minim sampai produk-produk semacam pemutih atau peramping tubuh sebagai kebutuhan wajib bagi perempuan.

Iklan dengan perempuan keberadaannya tidak bisa dipisahkan, karena perempuan memiliki kekuatan dalam membantu menjual produk yang diiklankan. Oleh karena itu keberadaan perempuan dalam iklan selalu menyertai produk paling sederhana hingga yang paling mewah sekalipun.

Fenomena eksplorasi dan eksploitasi sensualitas dalam iklan khususnya di televisi patut dicermati. Karena saat ini banyak iklan-iklan televisi yang menampilkan adegan, gambar vulgar perempuan khususnya pada iklan produk untuk laki-laki. Seringkali tayangan tersebut menempatkan perempuan hanya sebagai daya tarik semata.

Ini dibuktikan pada produk untuk minumana penambah energi (yang identiknya untuk laki-laki) yang ada pada media, khususnya media elektronik. Produk yang umumnya berkaitan dengan laki-laki yang cenderung menggunakan wanita sebaga obyek dalam mempromosikan produk, salah satunya iklan Torpedo versi “Gigi Palsu” di televisi. Torpedo adalah jenis minuman penambah energi.. Dalam iklan tersebut seorang perempuan menjadi obyek dengan menggunakan pakaian minim, dress dengan belahan dress yang memprlihatkan belahan payudara dan bawahan minim di atas lutut. Pakaian yang digunakan sedemikian rupa, menunjukkan bagian-bagian tubuh si wanita dengan ekspresi wajah yang


(17)

marah karena gigi palsu si laki-laki mengenai belahan payudara si wanita, seksi dan akting yang mengasosiasi unsur-unsur sensualitas.

Hal inilah yang ditonjolkan pengiklan dengan tujuan untuk membuat produk tersebut dapat diminati, sehingga produk tersebut laku terjual. Iklan Torpedo tersebut merupakan penggambaran untuk menarik perhatian laki-laki supaya membeli produk tersebut. Dalam iklan tersebut wanita menjadi obyek daya tarik laki-laki, dikarenakan wanita tersebut menggunakan pakaian minim dan terlihat bagian payudara dan pahanya, sehingga daya tarik seks (sex appeal) dalam iklan tersebut dapat dilihat pada shot saat wanita tersebut terkena gigi palsu di belahan payudaranya lalu berjalan kearah laki-laki dengan mimik muka marah dan shot saat bangun dari duduk yang memperlihatkan paha wanita tersebut, maka terlihatlah bagian payudara dan paha wanita tersebut secara jelas. Dan beberapa iklan serupa masih sering kita lihat contohnya iklan Axe Deodorant Bodyspray versi ”Teman Kencan ”, Marina versi “UV White”, dan Mizzle (ban motor).

Sehubungan dengan ekploitasi terhadap perempuan tersebut, iklan Torpedo mendapat teguran dari KPID Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam surat teguran KPID DIY yang ditandatangani langsung Ketua KPID, S. Rahmat M. Arifin, kepada Direktur Utama MNC TV, Rabu, 26 Oktober 2011, yang tembusannya diterima KPI Pusat, Senin, 31 Oktober 2011. Dalam surat itu dijelaskan, indikasi pelanggarannya yakni terdapat adegan pameran laki-laki meminum “Torpedo” dengan menggunakan sedotan lalu gigi palsunya terlepas dan terlempar ke arah pemeran perempuan mengenai belahan payudara perempuan tersebut. Diakhir suratnya, KPID DIY meminta MNC TV supaya


(18)

merevisi atau tidak menayangkan tayangan iklan minuman Torpedo tersebut demi melindungi masyarakat dari tayangan yang tidak sehat.

(sumber:http://www.kpi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=

30211%3Akpid-diy-tegur-iklan-minuman-qtorpedoq-mnc-tv&catid=14%3Adalam-negeri-umum&lang=id).

Dan berselang 10 hari dari surat teguran dari KPID DIY, KPI Pusat mengeluarkan Imbauan Iklan "Torpedo versi Gigi Palsu" Seluruh Stasiun TV pada kamis, 10 November 2011 00:00. (lampiran I)

(sumber:http://www.kpi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=

30239%3Aimbauan-iklan-qtorpedo-versi-gigi-palsuq-seluruh-stasiun-tv&catid=12%3Aumum&lang=id ).

Dengan pemilihan model semiotika John Fiske, tanda-tanda dalam tatanan gambar bergerak (iklan) tersebut telah dikombinasikan menjadi kode-kode, untuk memungkinkan suatu pesan disampaikan dari komunikator (pengiklan) ke komunikan (penonton). Adapun tanda-tanda tersebut oleh John Fiske dikategorikan menjadi tiga level kode, yakni level realitas yang mencakup kode-kode sosial (penampilan, kostum, lingkungan, perilaku, cara berbicara, gerakan, ekspresi), level representasi yang meliputi kode-kode teknik (kamera, pencahayaan, perevisian, musik, suara) serta level ideologi yang terdiri dari kode-kode representatif (naratif, konflik, karakter, aksi, dialog, latar, pemeran). (Fiske, 1987:4)


(19)

Berdasakan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Representasi Eksploitasi Tubuh Perempuan Dalam Iklan Torpedo” (Studi Semiotik Mengenai Representasi Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Iklan Torpedo versi “Gigi Palsu” di Media Televisi).

1.2 Perumusan Masalah

Latar belakang masalah yang melandasi penelitian ini antara lain:

1. Eksplorasi dan eksploitasi tubuh perempuan dalam iklan khususnya di televisi.

2. Teguran KPI pusat sehubungan dengan iklan Torpedo versi “Gigi Palsu” yang ditayangkan di televisi.

1.3 Tujuan penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi eksploitasi tubuh perempuan dalam iklan Torpedo versi Gigi Palsu di media televisi.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Kegunaan teoritis adalah menambah kajian ilmu komunikasi yang berkaitan dengan penelitian mengenai representasi citra perempuan


(20)

dalam iklan, sehingga hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi landasan pemikiran untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan praktis adalah sebagai bahan masukan dan saran bagi perusahaan serta masyarakat luas dapat memahami dengan benar tentang makna yang terkandung di dalam iklan Torpedo versi “Gigi Palsu” di media televisi.


(21)

11 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Periklanan

Dalam konsep bahasa yang sederhana, ‘iklan’ memiliki arti ‘menarik perhatian kepada sesuatu’ atau menunjukkan atau memberi informasi kepada seseorang atas suatu hal (Dyer, 1996:2). Dyer juga menambahkan bahwa pada awalnya fungsi utama dari sebuah iklan adalah untuk memperkenalkan berbagai variasi barang kepada publik sehingga mendukung terciptanya perekonomian bebas. Istilah iklan sendiri berasal dari bahasa inggris yaitu Advertising yang menunjukkan suatu proses atau kegiatan komunikasi yang melibatkan pihak-pihak sponsor (pemasang iklan atau advertiser), media massa, atau agen periklanan (biro iklan). Ciri utama dari kegiatan tersebut adalah kegiatan pembayaran yang dilakukan para pemasang iklan melalui biro iklan atau langsung kepada media massa terkait atas dimuatnya atau disiarkannya penawaran barang dan jasa yang dihasilkan si pemasang iklan tersebut (Aaker dalam Rendra, 2007:7).

Namun seiring dengan perkembangan jaman, dunia periklanan telah menjadi semakin jauh terlibat dalam manipulasi nilai-nilai sosial dan perilaku, menampilkan wajah komersialisasi secara dominan dengan menghadirkan beragam acara serta menggiring khalayak kepada pengiklan dan pada akhirnya semakin tidak berkaitan langsung dengan esensi


(22)

kepada pengiklan dan pada akhirnya semakin tidak berkaitan langsung dengan esensi komunikasi (dalam hal ini, media massa) mengenai informasi tentang barang dan jasa dan pada akhirnya menjadikan media sebagai bagian dari sistem kapitalisme global.

Iklan yang baik sangat penting bagi pemasaran. Iklan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada produk yang dipromosikan. Iklan dapat membuat penjualan meningkat dan memperendah biaya produksi. Tujuan dasar iklan adalah memenangkan hati dan pikiran sasaran pasar. Dalam kondisi dan situasi pasar yang makin kompetitif, pencipta iklan harus kreatif sehingga iklan yang diciptakannya dapat berdampak positif (Kuswandi, 2008:113).

Menurut pandangan Dunn dan Barban (1978) bahwa iklan merupakan bentuk kegiatan komunikasi non personal yang disampaikan lewat media dengan membayar ruang yang dipakainya untuk menyampaikan pesan yang bersifat membujuk (persuasif) kepada konsumen oleh perusahaan, lembaga non komersial, maupun pribadi yang berkepentingan (Widyatama,2007:15).

Dari beberapa pengertian iklan terdapat enam prinsip dasar yang terkandung dalam iklan, yaitu:

1. Adanya pesan tertentu, sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan.


(23)

2. Dilakukan oleh komunikator (sponsor), pesan iklan ada karena dibuat oleh komunikator.

3. Dilakukan dengan cara non personal, dari beberapa pengertian iklan, hampir semua berpendapat bahwa iklan merupakan penyampaian pesan yang dilakukan secara non personal.

4. Disampaikan untuk khalayak tertentu, iklan diciptakan oleh komunikator karena ingin ditujukan kepada khalayak tertentu.

5. Dalam penyampaian pesan tersebut, dilakukan dengan cara membayar.

6. Penyampaian pesan tersebut, mengharapkan dampak tertentu. Dalam sebuah visualisasi iklan, seluruh pesan dalam iklan semestinya merupakan pesan yang efektif (Widyatama,2007:16).

Kesimpulannya, secara prinsip iklan adalah bentuk penyajian pesan yang dilakukan oleh komunikator secara non personal melalui media untuk ditujukan pada komunikan dengan cara membayar.

2.1.1.1 Iklan sebagai Bentuk Komunikasi Massa

Periklanan adalah suatu cara untuk menciptakan kesadaran dan pilihan. Iklan ada karena ia memiliki fungsi. Dilihat sebagai alat, iklan dapat digunakan untuk mencapai berbagai tujuan, ia bergantung pada kemana komunikator hendak mengarahkan pesannya (Widyatama,2005:144).


(24)

Iklan memiliki beberapa tujuan yaitu tujuan jangka pendek yang artinya iklan diharapkan mampu memberikan dampak segera setelah iklan disampaikan di tengah masyarakat. Berbeda dengan tujuan jangka pendek iklan juga memiliki tujuan jangka panjang yaitu, dampak yang baru dapat dipetik dalam kurun waktu yang lama setelah iklan diluncurkan. Iklan tidak sekedar menjual barang; ia juga menginformasikan, membujuk, menawarkan status, membangun citra, dan bahkan menjual mimpi. Pendeknya, iklan merekayasa kebutuhan dan dan menciptakan ketergantungan psikologis (Hamelink, 1983:16). Karena sifatnya yang persuasif, iklan menurut Tilman dan Kirk Patrick merupakan komunikasi massa yang menawarkan janji kepada konsumen.

Melalui pesan yang informatif sekaligus persuasif mereka menjanjikan :

(1) Adanya barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan.

(2) Tempat memperolehnya.

(3) Kualitas dari barang dan jasa.

Menurut Alo Liliweri (1998), iklan mempunyai fungsi yang sangat luas. Fungsi-fungsi tersebut meliputi, fungsi


(25)

pemasaran, fungsi komunikasi, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi sosial.

Fungsi pemasaran adalah fungsi iklan yang diharapkan untuk membantu pemasaran atau menjual produk. Artinya, iklan digunakan untuk mempengaruhi khalayak untuk membeli dan mengkonsumsi produk. Yang kedua adalah fungsi komunikasi artinya, bahwa iklan sebenarnya merupakan sebentuk pesan dari komunikator kepada khalayaknya. Fungsi yang ketiga menurut Liliweri adalah fungsi pendidikan. Fungsi ini mengandung makna bahwa iklan merupakan alat yang dapat membantu mendidikan khalayak mengenai sesuatu agar mengetahui dan mampu melakukan sesuatu. Fungsi keempat dari iklan adalah fungsi ekonomi, yang artinya iklan mampu menjadi penggerak agar kegiatan ekonomi tetap dapat berjalan. Yang terakhir adalah fungsi sosial. Dalam fungsi ini iklan ternyata telah mampu menghasilkan dampak sosial psikologis yang cukup besar, iklan membawa berbagai pengaruh dalam masyarakat, misalnya munculnya budaya konsumerisme, menciptakan status sosial baru, menciptakan budaya pop dan sebagainya. Karena iklan ditujukan untuk khalayak ramai, maka dengan demikian iklan bukan merupakan komunikasi interpersonal melainkan non personal. Oleh karena itu, tepat rasanya bila komunikasi semacam ini digolongkan dalam


(26)

bentuk komunikasi massa. Iklan memang menonjolkan sifat persuasifnya, yakni bagaimana seorang individu berubah sikap sebagai hasil transaksi dengan pihak lain.

Komunikasi massa dapat diartikan sebagai suatu proses dimana komunikator secara profesional menggunakan media massa didalam menyebarkan pesannya guna mempengaruhi khalayak banyak, baik menggunakan media massa cetak maupun elektronik.

2.1.1.2 Iklan Televisi

Televisi sebagai media massa yang merupakan media dari jaringan komunikasi yang berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, mempunyai pesan bersifat umum atau luas sasarannya menimbulkan keserempakan serta komunikasinya bersifat heterogen. Kelebihan televisi yaitu bersifat audio visual, artinya dapat dilihat dan didengar (Effendy, 1991:24).

Iklan menjadi wacana penting dalam bisnis, terutama dalam proses membangun merek atau branding. Kegiatan periklanan yang efektif dipandang mampu mempengarui kecenderungan mengkonsumsi dalam masyarakat. Iklan yang efektif juga akan mengubah pengetahuan publik mengenai ketersediaan dan karakteristik sebuah produk, elastisitas


(27)

permintaan produk akan sangat dipengaruhi aktivitas periklanan. Iklan televisi atau TVC sesungguhnya hanya sebagian kecil dalam proses branding, masih banyak elemen-elemen lain dalam mencapai sebuah merek yang kuat dan (diharapkan) mempunyai brand life cycle yang panjang bahkan abadi.

Periklanan dipandang sebagai media paling lazim digunakan suatu perusahaan untuk mengarahkan komunikasi yang persuasif pada konsumen. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merk. Tujuan ini bermuara pada upaya mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli, meskipun tidak secara langsung berdampak pada pembelian. Iklan menjadi sarana untuk membantu pemasaran yang efektif dalam menjalin komunikasi antara perusahaan ke konsumen dan sebagai upaya perusahaan dalam menghadapi pesaing. Kemampuan ini muncul karena adanya suatu produk yang dihasilkan suatu perusahaan. Bagaimanapun bagusnya suatu produk jika harus dirahasiakan dari konsumen maka tidak ada gunanya.

Pada dasarnya media televisi bersifat transistory atau hanya sekilas dan penyampaian pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, detik). Pesan dari televisi memiliki kelebihan


(28)

tersendiri, tidak hanya didengar tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak (audio visual). Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur audio dan visual, sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya tarik iklan dibanding media lain. Televisi juga diyakini sangat berorientasi mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang disampaikan (Kasali,1992:172).

Televisi memiliki daya tarik yang sangat kuat melebihi media massa lainnya, sebab televisi memiliki unsur visual berupa gambar hidup yang menimbulkan kesan mendalam bagi penontonnya. Televisi menimbulkan dampak yang kuat bagi pemirsanya. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan pada sekaligus kedua indera, yakni pengelihatan dan pendengaran, selain itu televisi juga memiliki kombinasi gerak dan suara.

Untuk tujuan komersial, televisi dipandang sebagai media yang efektif karena televisi memiliki kemampuan menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas dan televisi memiliki kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi khalayak sasaran. Masyarakat lebih sering meluangkan waktunya didepan televisi guna mendapatkan informasi dan hiburan.


(29)

Televisi telah menjadi cerminan budaya tontonan pemirsa dalam era informasi dan komunikasi saat ini.

2.1.1.3 Iklan Komersial

Iklan komersial sering disebut pula dengan iklan bisnis. Sebagaimana namanya, iklan komersial atau iklan bisnis bertujuan mendapatkan keuntungan ekonomi, utamanya peningkatan penjualan. Produk yang ditawarkan dalam iklan ini sangat beragam, baik barang, jasa, ide, keanggotaan organisasi, dan lain-lain.

Iklan komersial dapat dibagi dalam tiga jenis iklan, yaitu iklan konsumen, untuk bisnis dan iklan untuk professional. Perbedaan yang esensial antara ketiganya adalah pada khalayak sasaran yang dituju. Namun semua iklan tersebut tetap dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan komersial.

Iklan konsumen dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan bisnis dimana pesan iklan ditujukan kepada konsumen akhir, yaitu pengguna terakhir suatu produk. Seseorang yang membeli produk dimana produk tersebut akan digunakannya sendiri, maka ia disebut dengan konsumen pengguna akhir. Ibu rumah tangga adalah pengguna akhir produk sabun cuci, minyak goreng, mentega dan sebagainya.


(30)

Anak sekolah adalah pengguna akhir produk alat tulis, sepatu dan tas sekolah.

Iklan bisnis adalah iklan yang disampaikan dengan maksud mendapatkan keuntungan ekonomi dimana sasaran pesan yang dituju adalah untuk seseorang atau lembaga yang akan mengolah dan atau menjual produk yang diiklankan tersebut kepada konsumen akhir. Toko yang akan menjual kembali barang-barang yang dibelinya adalah contoh pelaku bisnis.

Iklan profesional adalah iklan yang dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan bisnis dimana khalayak sasaran iklan adalah segmen khusus yaitu professional. Kaum profesional adalah kelompok orang yang memilikipekerjaan spesifik, ia dibayar karena keterampilan dan keahlian spesifiknya tersebut. Misalnya para dokter, guru, manager, pilot, pelaut, dan sebagainya yang bekerja secara profesional.

2.1.2 Torpedo

Torpedo adalah proyektil berpenggerak sendiri yang ditembakkan di atas atau di bawah permukaan laut dan kemudian meluncur di bawah permukaan laut dan dirancang untuk meledak pada kontak atau pada jarak tertentu dengan target. Dan torpedo merupakan senjata peledak


(31)

berbentuk cerutu besar diluncurkan dr kapal, kapal selam, atau pesawat terbang untuk menenggelamkan kapal lain atau musuh. Torpedo dapat diluncurkan dari kapal selam, kapal permukaan, helikopter atau pesawat. Torpedo juga dapat menjadi senjata dari senjata lainnya. Torpedo Mark 46 dari Amerika Serikat dapat menjadi bagian dari ASROC (Anti-Submarine ROCket) dan ranjau CAPTOR yang menggunakan sensor khusus yang akan melepaskan torpedo ketika mendeteksi musuh.

Torpedo 2000-SI Berat dari Swedia Bofors Underwater System AB adalah produsen dan pemasok Torpedo 2000, sebuah torpedo kelas berat kegunaan ganda (untuk peperangan permukaan laut dan bawah laut) untuk aplikasi pertahanan angkatan laut.

Torpedo 2000 (TP-62 nama dari AL kerajaan Swedia) memperkenalkan, sistem penggerak hawa panas torpedo paling maju yang ada untuk dunia angkatan laut. Kebutuhan rancangan diperuntukkan bagi sebuah torpedo yang tidak berisik dan biaya sangat efektif. Mesinnya setenang torpedo paling elektrik pada kecepatan yang dapat diperbandingkan. Kemampuan-kemampuan Torpedo Kelas Berat (HWT) ini termasuk peluncuran dari kapal permukaan, instalansi lepas pantai, dan kapal selam dengan penampilan luar biasa di perairan terbatas secara akustik dan dangkal di Baltik. Sebagai tambahan, untuk kebutuhan-kebutuhan peluncuran termasuk peluncuran dari kapal selam


(32)

di kedalaman manapun dan mampu bertempur dari sebuah kapal selam yang nongkrong di dasar laut (Cakrawala,1999:29).

Dan produk minuman berenergi torpedo adalah minuman berenergi bagi pria dewasa khususnya yang menghendaki stamina prima. Dengan meluncurkan produk dalam kemasan siap minum dengan harga yang terjangkau sehingga target market minuman kemasan bermerk torpedo ini yaitu pria dewasa yang menghendaki stamina prima di kalangan menengah ke bawah.

2.1.3 Perempuan

Menurut definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai vagina,dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui. Perempuan adalah satu dari dua jenis kelamin manusia, yang satu lagi adalah laki-laki atau pria.

Perempuan dan tubuhnya adalah esensi suatu keindahan dari nilai-nilai kehidupan, ini bukanlah takdir dari realitas keindahan itu sendiri, tetapi suatu hal yang hadir dalam segala manifestasi ataupun ekspresi dari esensi tersebut. Demikian juga dengan laki-laki dan tubuhnya yang memiliki esensi keindahan tersendiri. Namun realita historis perkembangan masyarakat telah menempatkan perempuan dan


(33)

tubuhnya sebagai antitesis dari ke-esensiannya, ataupun sebagai bagian dari praktis eksploitasi yang terkadang dicitrakan secara ekstrem untuk memarginalisasi perempuan dan tubuhnya kepada beragam bentuk yang dikonotasikan secara liar.

Perempuan sebagai objek tanda dalam iklan yang arus utamanya cenderung bermakna negatif, misalnya tampak dalam sistem tanda iklan yang begitu mengedepankan serangkaian bentuk-bentuk eksploitasi organ-organ tubuh sensitif dan daya tarik seksual yang dimiliki oleh kaum perempuan. Pengamatan sepintas terhadap sebuah iklan di media massa yang paling sederhana sekali pun, akan segera memverifikasi bagian tubuh yang menjadi daya tarik tersebut. Untuk sekedar contoh misalnya: tubuh perempuan yang muda, mulus, montok, indah,dan menggairahkan, yang biasanya disertai dengan busana yang sangat merangsang, digunakan sebagai penanda untuk berbagai produk seperti mobil, sepeda motor, handphone, aneka produk elektronik, dan sebagainya. Bahkan dalam penggambaran daya tarik organ-organ tubuh dan seksualitas perempuan, seperti bibir, buah dada, pinggul, betis, dan lain sebagainya, dalam iklan tersebut, kerap kali disertai dengan serangkaian ilustrasi erotis, dalam bentuk ungkapan-ungkapan yang diucapkan, yang semakin memperbesar asosiasi dan gairah rangsangan seksual kepada audience-nya (Kasiyan,2008:4).


(34)

Tiap bagian tubuh perempuan mengandung daya tarik seksual tersendiri dan memberikan sensasi sensual yang berbeda-beda. Kriteria daya tarik perempuan diantaranya adalah :

a. Postur Tubuh

Postur tubuh yang baik adalah yang padat berisi, dalam arti tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk itu dapat dikatakan memiliki postur tubuh proporsional.

b. Rambut

Rambut panjang dan lurus akan memberi kesan cantik dan anggun tetapi akan terkesan kurang seksi. Perlakuan dengan menguncir rambut satu belakang akan lebih memberikan kesan seksi bagi para laki-laki. Rambut keriting kecil dan panjang akan memberikan kesan yang lebih seksi sedangkan rambut bergelombang akan memberikan kesan sensual yang kuat.

c. Mata

Mata seorang perempuan yang terlihat besar dan bulat dengan disertai alis yang tebal akan memancarkan kecantikan seorang wanita secara utuh karena akan memberi kesan anggun, teduh, dan tenang. Mata yang sedikit sipit dengan kantung mata yang sedikit tebal serta


(35)

sorot mata yang nakal adalah tatapan yang sangat menggoda bagi para pria.

d. Bibir

Bibir yang tipis identik dengan kecantikan seorang wanita, tipis sekaligus identik dengan kelembutan sedangkan yang agak panjang lebih bermakna pada keanggunan. Sementara bibir yang sensual memiliki kriteria yang berbeda, yakni agak tebal, merah delima, dengan ukuran bagian bawah sedikit tebal.

e. Dada

Dada adalah daya tarik seksual utama bagi wanita, bentuk dada yang menonjol dapat sangat menarik perhatian lawan jenis.

f. Perut

Perut yang langsing akan menambah daya tarik wanita, tapi dalam hal ini bukan perut yang terlihat kurus, tetapi terlihat ramping mengikuti lekuk tubuh.

g. Pinggul atau bokong

Bagian ini menjadi daya tarik utama kedua bagi perempuan. Bokong yang bagus adalah besarnya cukup


(36)

padat tapi tidak terlalu besar.

h. Paha

Bagian ini juga akan merangsang bagi para pria yang melihat, paha yang besar yang dimiliki oleh perempuan akan terlihat lebih seksi.

i. Betis

Bagi sebagian laki-laki, perempuan yang seksi dapat dilihat dari betisnya. Betis perempuan yang seksi adalah yang memiliki betis panjang, dan mulus.

( http://sensualitaswanitadimatapria<<salimin’ssite.htm )

2.1.4 Eksploitasi Perempuan dalam Iklan

Definisi eksploitasi adalah pengusahaan atau pendayagunaan, tindakan pemanfaatan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain demi mendapatkan keuntungan.

Hampir seluruh tampilan iklan, baik media cetak maupun elektronik menggunakan perempuan dalam tampilannya, baik perempuan sebagai sebagai model utama atau sebagai figuran. Bagi para pengiklan, tubuh perempuan tidak akan pernah surut memberi peluang yang menguntungkan, mulai dari urusan kuku hingga urusan


(37)

kepala, mulai dari produk untuk perempuan itu sendiri hingga produk untuk laki-laki.

Eksploitasi perempuan dalam iklan teridentifikasi melalui wacana seksual yang diekspos secara vulgar dalam iklan, tubuh perempuan dipertontonkan secara erotisme dan eksotis. Paha, bokong, payudara, atau alat kelamin menjadi magnet tersendiri dan batas ini sering dilanggar pengiiklan. Sayangnya, perempuan dalam iklan dijadikan alat memasarkan produk, tubuhnya dieksploitasi untuk mengumbar definisi cantik versi standarisasi pasar dengan cara memamerkan rambut yang lurus dalam iklan sampo, kulit wajah yang mulus dalam iklan perawatan kecantikan, perut langsing dalam iklan pelangsing perut, betis indah dan tubuh yang ramping dalam iklan obat diet.

Figur perempuan dalam iklan, lebih mendekatkan pada asosiasi seksual kepada para audience, digambarkan sosok muda cantik, dan bahkan dengan menggunakan baju yang sangat ketat dan seksi, sehingga menonjolkan lekuk tubuhnya, terutama di sekitar wilayah dadanya (Kasiyan, 2008:238).

Ekspresi eksploitasi stereotip daya tarik seksualitas dan organ-organ sensitif tubuh perempuan dalam iklan media massa tersebut, cenderung mengimplisitkan kualitas pemaknaan yang dangkal, dan akhirnya lebih jauh menghadirkan konsepsi, bahwa perempuan itu sendiri tak lebih sebagaimana sebuah (bukan sebagai insani), sehingga


(38)

harkat dan martabatnya menjadi terniscayakan kehadirannya (Kasiyan, 2008:245).

Seperti seorang perempuan yang hadir dengan pakaian ‘minim’ yang menunjukkan keindahan pada bagian perut, dada, atau pinggulnya, mungkin secara vulgar, tetapi eksploitasi itu sendiri akan terjadi dengan merasionalisasikan proses tindakan kepada perempuan dan tubuhnya tersebut bermacam manifestasi praksis eksploratif. Ataupun eksploitasi dalam bentuk modal, yang mengondisikan perempuan dan tubuhnya sebagai bagian dari ‘alat’ untuk kepentingan modal dan mengeksploitasinya kepada ragam ekspresi menurut kepentingan modal, bukan berdasarkan kebebasan dan kesadaran berekspresi.

( http://groups.yahoo.com/group/PPDi/message/13093 )

Iklan adalah media promosi produk tertentu, dengan tujuan produk yang ditawarkan terjual laris. Untuk itu iklan dibuat semenarik mungkin, sehingga terkadang dapat dinilai terlalu berlebihan, serta mengabaikan sisi psikologis, sosiologis, ekologis dan estetika penonton atau sasaran produk yang diiklankan.

2..1.5 Sensualitas

Sensual adalah sesuatu yang berhubungan dengan kenikmatan yang bersifat naluri. Dan sensualisme yaitu, ajaran yang menganggap


(39)

bahwa segala pengetahuan manusia itu didasarkan pada suatu hal yang dapat ditangkap oleh panca indera. Sedangkan sensualitas merupakan segala sesuatu yang mengenai badani bukan rohani. (Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, 2008) Kata “sensualitas” berasal dari kata “sense” yang umumnya dalam kaitan dengan karya seni itu diterjemahkan menjadi “rasa” (dalam arti yang luas, terutama aspek visual yang ada di dalam karya seni itu.) sedangkan kata “seksualitas” itu berasal dari kata “sex”, maka jelaslah antara “sex” dengan “sense” itu berbeda. Pengertian sensualitas itu memang luas, termasuk adegan ranjang, atau foto telanjang dan semacamnya, tetapi tetap itu bukan pornografi dan itu bukan satu-satunya yang bisa digolongkan ke dalam seksualitas. Sensualitas tidak selamanya ada kaitannya dengan seks. (http://www.mailarchive.com/ppiindia@yahoogroups.com/msgs1047. html)

Sensualitas ini adalah kaitan langsung dengan yang iderawi (sense=indera). Jadi, secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa sensualitas ini menekankan kepada “rasa”, sehingga bisalah dikatakan lawan dari kata sensualitas adalah “intelek”. Nah, di dalam karya seni apapun, kedua unsur ini (sensualitas dan intelektualitas) itu selalu ada saling imbang mengimbangi. Unsur utama dalam sensualitas adalah perasaan atau sentimentalitas. Unsur sensualitas lebih dikaitkan dengan perempuan, mengapa? Karena ideologi dominan yang ada


(40)

dalam masyarakat. Ideologi patriarki yang memosisikan perempuan sebagai objek, memberikan kontribusi pada pengkomodasian tubuh perempuan sebagai objek, memberikan kontribusi pada pengkomodasian tubuh perempuan oleh pihak media sebagai sarana untuk mengeruk keuntungan. Sebagai contoh, cover majalah dewasa kerap kali menampilkan tubuh perempuan dalam balutan pakaian yang mengesankan citra sensual (Baria, 2005:4).

Kriteria pornografisnya suatu tayangan yang telah disajikan oleh televisi swasta seringkali ada eksposur gambar, cerita, tontonan tertentu yang dapat secara spontan membangkitkan rangsangan seksual pada individu yang menontonnya. Rangsangan seksual tersebut dengan kata lain adalah sensualitas. Hal tersebut juga terjadi pada iklan audio visual atau lebih spesifiknya iklan di televisi.

Dalam konteks Film yang dalam hal ini berkaitan dengan dunia periklanan berkonsep audio visual, bahwa sensualitas adalah sesuatu yang berkaitan langsung dengan yang inderawi ( sense = indera ). Maka penekanannya pada gambar (semua content yang menjadi visualisasi) dan warna - warninya, untuk mencapai nilai estetika yang maksimal. Hal tersebut bertujuan untuk menempatkan kadar tinggi kenikmatan inderawi.

(http://www.google.co.id/gwt/n?site=search&mrestrict=mobile&q=de finisi+sensualitas.multiply.com)


(41)

2..1.6 Pornografi

Pornografi berasal dari bahasa Yunani, istilah ini terdiri dari kata porne yang berarti wanita jalang dan graphos atau graphien yang berarti gambar atau tulisan, pornografi menunjuk pada gambar atau photo yang mempertontonkan bagian-bagian terlarang tubuh perempuan. Pengertian ini secara implisit menunjuk bahwa pornografi selalu dan hanya berkaitan dengan tubuh perempuan. Dalam konteks Indonesia, kata porno berubah menjadi cabul, sementara istilah pornografi sendiri diartikan sebagai bentuk penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan untuk membangkitkan nafsu birahi atau bahan yang dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi dalam seks (Lutfan,2006:11).

Tepat kiranya apa yang dikemukakan oleh Johan Suban dalam buku Lutfan. Menurutnya, pornografi dapat dipahami sebagai suatu penyajian seks secara terisolir dalam bentuk tulisan, gambar, foto, video kaset, pertunjukkan dan kata-kata ucapan dengan maksud untuk merangasang nafsu birahi (Lutfan,2006:13).

Pornografi selalu berkaitan dengan persoalan seksual, lebih dari itu, disebut pornografi jika tampilan tersebut bertujuan untuk merangsang nafsu birahi. Lesmana memberikan beberapa kriteria untuk dapat memasukkan suatu gambar, tulisan, gerakan, atau apapun dalam kategori pornografi atau tidak, yaitu, (Lutfan,2006:39) :


(42)

1. Terdapat unsur kesengajaan untuk membangkitkan nafsu birahi orang lain.

2. Bertujuan atau mengandung maksud untuk merangsang nafsu birahi (artinya, sejak semula memang sudah ada rencana atau maksud di benak pembuat atau pelaku untuk merangsang nafsu birahi khalayak atau setidaknya dia mestinya tahu kalau hasilnya dapat menimbulkan rangsangan di pihak lain).

3. Produk tersehut tidak mempunyai nilai lain kecuali sebagai sexual simultant semata-mata.

4. Berdasarkan standar kotemporer masyarakat setempat, termasuk sesuatu yang tidak pantas diperlihatkan atau dipegakan secara umum.

Dari berbagai kenyataan empiris dan melalui pertimbangan yang matang, serta merujuk pada rumusan-rumusan pengertian yang sudah ada sebelumnya. Menurut Lutfan Muntaqo, pornografi dapat dirumuskan sebagai berikut :

”Pornografii adalah pengungkapkan permasalahan seksual yang erotis dan sensual melalui suatu media yang bertujuan atau dapat mengakibatkan bangkitnya nafsu birahi atau timbulnya rasa muak, malu, jijik bagi orang yang melihat, mendengar atau menyentuhnya, yang bertentangan dengan agama dan atau adat istiadat setempat.” (Lutfan,2006:40-41).


(43)

persoalan tersendiri, ia dihujat tetapi juga dibutuhkan, ia ingin mengekspresikan (norma/adat), keyakinan (agama) dan seterusnya yang selama ini terbentuk dan menjadi acuan teologis-normatif bagi setiap komunitas (Lutfan,2006:159).

Teks pornografi mendefinisikan hasrat-hasrat erotik dengan mengasingkannya dari konteks makna alamiahnya, selain terluput juga dari analisis estetika. Sebagai teks, pornografi biasanya memanfaatkan dan mereduksi tubuh perempuan sebagai tanda. Menurut Thelma McCormack dalam buku Kasiyan bahwa ada beberapa ciri menonjol dari teks pornografi, diantaranya adalah pertama, pornografi melakukan pelanggaran atas kaidah-kaidah sosial baku, karena ia menampilkan bentuk-bentuk perilaku seksual yang tak terima bagi masyarakatnya. Kedua, pelanggaran atas kaidah-kaidah baku di dalam pornografi ditampilkan seolah-olah ia merupakan bagian alamiah dari kehidupan sehari-hari, seakan-akan ia memang diperbolehkan dan dipraktikkan secara luas oleh masyarakat (Kasiyan,2008:258-259).

Dalam hal erotisme pornografi, kebutuhan dapat berarti mendua. Pertama, objek pornografi (pemilik tubuh dalam gambar porno) atau pencipta pornografi, umumnya memperoleh bayaran yang cukup besar atas pemuatan gambar porno miliknya yang di muat si suatu media massa. Artinya, objek pornografi menghasilkan sejumlah uang untuk kepentingan pribadi. Kedua, erotisme-pornografi dibutuhkan masyarakat, karena itu masyarakat memiliki andil yang besar terhadap


(44)

munculnya erotisme di media massa. Alasan kedua ini merupakan persoalan substansi yang menjadikan erotisme media mssa sebagai benang kusut yang sulit ditanggulangi dari masa ke masa. Substansi ini pula yang menyebabkan kontrol sosial masyarakat terhadap pemberitaan erotisme di media massa menjadi sangat longgar, sementara perintah (penguasa) sendiri tidak mampu berbuat lebih banyak karena kesulitan piranti hukum. Inilah persoalan, sehingga erotisme media massa menjadi sisi gelap media massa dan eksploitasi perempuan terbesar oleh media massa sepanjang masa (Burhan,2005:109).

2.1.7 Komunikasi Sebagai Proses Simbolik

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS Poerwadinata disebutkan, simbol atau lambang adalah semacam tanda, lukisan, perkataan, lencana dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal, atau mengandung maksud tertentu. Misalnya warna putih merupakan lambang kesucian, lambang padi merupakan lambang kemakmuran, dan kopiah merupakan salah satu tanda pengenal bagi warga negara Indonesia (Sobur,2004:156).

Dalam “bahasa” komunikasi, simbol seringkali diistilahkan sebagai lambang. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang dipergunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan


(45)

objek maknanya disepakati bersama, misalnya memasang bendera di halaman rumah untuk menyatakan penghormatan atau kecintaan kepada negara. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dengan objek tersebut (Sobur,2004:157).

Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dengan objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks, namun ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah suatu benda fisik(dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Representasi itu ditandai dengan kemiripan, misalnya patung Soekarno adalah ikon Soekarno dan foto anda pada KTP adalah ikon anda (Mulyana,2005:84).

Pada intinya dalam berkomunikasi, secara tidak langsung pesan yang kita komunikasikan terhadap orang lain akan mengandung simbol-simbol yang dalam penerimaannya simbol-simbol tersebut dapat dimengerti bergantung sesuai dengan kehidupan sosial budaya dari masing-masing individu yang menerima pesan tersebut.

2.1.8 Representasi

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia representasi berarti apa yang mewakili atau perwakilan. Piliang (2003:21), dalam bukunya


(46)

Hipersemiotika, mengungkapkan bahwa representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia; dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa.

Ada empat komponen dasar dalam industri media yang mengemas pesan dan produk :

1. Khalayak yang memperoleh pesan dan mengkonsumsi produk

2. Pesan atau produk itu sendiri

3. Teknologi yang selalu berubah, yang membentuk baik industri maupun bagaimana pesan tersebut dikomunikasikan.

4. dan penampakan akhir dari produk itu tersebut.

Komponen – komponen ini yang secara bersamaan berinteraksi di sekitar dunia sosial dan budaya, menempati suatu ruang yang diperjuangkan secara terus – menerus. Perubahan garis bentuk ruang ini dapat menimbulkan pola-pola dominasi dan representasi yang berbeda-beda. Film dan televisi mempunyai bahasa sendiri dengan sintaksis (susunan kalimat) dan tata bahasa yang berbeda.

Tata bahasa ini terdiri dari bermacam unsur yang akrab, seperti pemotongan gambar (cut), pengambilan gambar jarak dekat (close up),


(47)

pengambilan dua gambar (two shot), dan lain-lain. Akan tetapi, bahasa tersebut juga meliputi kode-kode representasi yang lebih halus, yang tercakup dalam kompleksitas dari penggambaran visual yang harfiah hingga simbol-simbol yang paling abstrak dan arbiter (berubah-ubah) serta metafora. Tingkatan representasi yang paling sederhana mencakup sekedar penggambaran informasi budaya nyata. Tetapi bahasa film atau video mulai bermain begitu khalayak ingin melakukan lebih banyak, misalnya memperlihatkan wajahnya dari jarak dekat, memperlihatkan dari depan bergerak menuju kamera, dan dari belakang menjauhi kamera, dan seterusnya. Representasi gabungan akan mengedit seluruh pengambilan gambar yang berbeda ke dalam satu rangkaian. Rangkaian-rangkaian ini merupakan sumber dasar film (Sardar, Ziaudin, 2005: 156).

Menurut Stuart Hall (1977), representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada di situ membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasanya yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.

Bahasa adalah medium yang menjadi perantara khalayak dalam memahami sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua ini karena ia beroperasi sebagai sistem


(48)

representasi lewat bahasa (simbol-simbol dalam tanda tertulis, lisan, atau gambar) khalayak mengungkapkan pikiran, konsep dan ide-ide tentang sesuatu makna sesuatu hal sangat tergantung dari cara khalayak mempresentasikannya. Dengan mengamati kata-kata dan image yang khalayak gunakan dalam merepresentasikan sesuatu atau bisa terlihat jelas nilai-nilai yang khalayak berikan pada sesuatu tersebut.

Untuk menjelaskan bagaimana representasi makna lewat bahasa bekerja, khalayak bisa memaknai representasi. Pertama adalah pendekatan reflektif. Dalam hal ini bahasa berfungsi sebagai cermin yang merefleksikan makna yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada di dunia. Kedua, pendekatan intensional di mana khalayak menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandang khalayak terhadap sesuatu. Dan yang ketiga adalah pendekatan konstruksionis, pendekatan ini khalayak percaya bahwa khalayak mengkonstruksikan makna lewat bahasa yang khalayak pakai.

Bagi Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang “sesuatu” yang ada dikepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua, adalah bahasa, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada di dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang “lazim”, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.


(49)

2.1.9 Semiotika

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda dan makna (Sobur,2004:15). Secara etimologis istilah semiotika berasal dari kata yunani Semeion yang berarti ”tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.

Menurut Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal sama objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes dan Kurniawan dalam Alex Sobur,2004:15).

Sedangkan menurut John Fiske, semiotika adalah studi tentang penandaan dan makna dari sistem tanda; ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna dibangun dalam “teks” media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna (Fiske,2004:282).

Terdapat tiga bidang penting dalam studi semiotik,yakni:


(50)

yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara-cara itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.

2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dilambangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.

3. Kebudayaan tempat tanda dan kode bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.

(Fiske,2004:60).

Dari beberapa pendapat di atas maka diketahui bahwa semiotika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tanda, tentang bagaimana memaknai tanda yang ada dalam pesan komunikasi.

2.1.10 Konsep Makna

Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of meaning, Ogden dan Ricardsi telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna. Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah,


(51)

sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang linguistic dalam penjelesan Umberto Reeo, makna dari sebuah wahana tanda (sign-vehicle) adalah satuan cultural yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya serta dengna begitu secara semantik mempertunjukkan pula ketidaktergantungan pada wahana tanda yang sebelumnya.

Makna ada dalam diri manusia. Menurut Devito, makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Manusia menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin dikomunikasikan. Tetapi kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang dimaksudkan. Demikian pula makna yang didapat dari pendengar dari pesan-pesan, akan sangat berbeda dengan makna yang ingin digunakan untuk memproduksi pesan dibenak pendengar. Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bias salah. Ada tiga hal yang dijelaskan para filsuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu, yakni:

1. Menjelaskan makna secara alamiah.

2. Mendeskripsikan kalimat secara alamiah.

3. Menjelaskan makna dalam proses komunikasi. (http://groups.google.co.id)


(52)

2.1.11 Model Semiotika John Fiske

John Fiske adalah salah satu tokoh semiotika komunikasi dalam bukunya Cultural And Communication Studies, disebutkan bahwa terdapat dua perspektif dalam mempelajari ilmu komunikasi sebagai transmisi pesan, sedangkan perspektif yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi perspektif yang kedua, studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan, metode studinya yang utama adalah semiotika (ilmu tentang tanda dan makna) (Fiske, 2006:9).

John Fiske memperkenalkan konsep the codes of television atau kode-kode televisi. Dalam konsep tersebut menunjukkan kode yang digunakan dan muncul pada sebuah tayangan televisi dan bagaimana kode-kode tersebut saling berhubungan dalam membentuk sebuah makna. Menurut Fiske, sebuah kode tidak ada begitu saja. Namun sebuah kode dipahami secara komunal oleh komunitas penggunanya. Lebih lanjut mengenai teori ini, kode ini digunakan sebagai penghubung antara produser, teks dan penonton.

Teori yang dikemukakan John Fiske dalam The Codes of Television (Fiske,1987) menyatakan bahwa peristiwa yang telah dinyatakan telah diencode oleh kode-kode sosial adalah sebagai berikut:


(53)

1. Level Realitas (Reality)

Level ini menjelaskan suatu peristiwa yang dikonstruksikan sebagai realitas oleh media, yang berhubungan dengan kode-kode sosial antara lain: penampilan (appearance), kostum (dress), riasan (make up), lingkungan (environment), kelakuan (behaviour), dialog (speech), gerakan (gesture), ekspresi (expression), dan suara (sound).

2. Level Representasi

Di sini kita menggunakan perangkat secara teknis. Level representasi berhubungan dengan kode-kode sosial antara lain: kamera (camera), pencahayaan (lighting), perevisian (editing), musik (music) dan suara (sound) yang ditranmisikan sebagai kode-kode representasi yang besifat konvensional.

a. Teknik kamera, jarak dan sudut pengambilan.

- Long shot : Pengambilan yang menunjukkan semua bagian dari objek, menekankan pada background. Shot ini biasanya dipakai dalam shot yang lebih lama dan lingkungannya dari pada individu sebagai fokusnya.

- Estabilishing shot : Biasanya digunakan untuk mebuka suatu adegan.

- Medium Shot : Menunjukkan subjek atau aktornya dan lingkungannya dalam ruang yang sama. Biasanya


(54)

digunakan untuk memperlihatkan kehadiran dua atau tiga aktor secara dekat.

- Close Up : Menunjukkan sedikit dari scene, seperti karakter wajah dalam detail sehingga memenuhi layar, dan mengaburkan objek dengan konteksnya. Pengambilan ini memfokuskan pada perasaan dan reaksi dari seseorang, dan kadangkala digunakan dalam percapakan untuk menunjukkan emosi seseorang.

- View Point : Jarak dan sudut nyata darimana kamera memandang dan merekam objek.

- Point of view : Sebuah pengambilan kamera yang mendekatkan posisinya pada pandangan seseorang yang ada dan sedang memperlihatkan aksi lain.

- Selective focus : Memberikan efek dengan menggunakan peralatan optikal untuk mengurangi ketajaman dari image atau bagian lainnya. Misalnya : Wide angle shot, title shot, angle shot dan two shot.

b. Teknik Editing

- Cut : Perubahan secara tiba-tiba dari suatu pengmbilan sudut pandang atau lokasi lainnya. Ada bermacam-macam cut yang mempunyai efek untuk merubah scene,


(55)

mempersingkat waktu, memperbanyak point of view, anda membentuk kesan terhadap image atau ide.

- Jump cut : Untuk membuat suatu adegan yang dramatis.

- Motived cut : Bertujuan untuk membuat penonton segera ingin melihat adegan selanjutnya yang tidak ditampilkan sebelumnya.

c. Penggunaan Suara

- Commentar voice-over narration : Biasanya digunakan untuk memperkenalkan bagian orang tertentu dari suatu program, menambah informasi yang tidak ada dalam gambar, untuk menginterpretasikan kesan pada penonton dari suatu sudut pandang, menghubungkan bagian atau sequences dan program secara bersamaan.

- Sound effect : Untuk memberikan tambahan ilusi pada suatuu kajian.

- Musik : Untuk mempertahankan kesan dari suatu fase untuk mengiringi suatu adegan, warna emosional pada musik turut mendukung keadaan emosional suatu adegan.

d. Pencahayaan


(56)

menjadi unsur media visual, karena cahayanya informasai dapat dilihat. Cahaya ini pada mulanya hanya merupakan unsur teknis yang membuat benda dapat dilihat. Namun dalam perkembangannya ternyata fungsinya berkembang semakin banyak. Yakni mampu menjadi informasi waktu, menunjang mood atau bisa menunjang dramatik adegan (Biran,2006:43).

3. Level ideologi.

Ideologi tidak hanya berisi kompleksitas arti sebuah pesan dimana sebuah pesan yang dangkal ternyata mempunyai arti yang lebih dalam dan mempunyai efek buat penontonnya. Kode sosialnya antara lain, narrative (narasi), conflict (konflik), character (karakter), action (aksi), dialogue (dialog), casting (pemeran).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan model semiotika John Fiske karena tayangan iklan Torpedo di televisi ini memiliki kode-kode yang memunculkan makna tertentu, sehingga dapat diteliti menggunakan level-level yang dikemukakan oleh Fiske.

2.1.12 Respon Psikologi Warna

Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal. Warna juga dianggap sebagai suatu fenomena psikologi.


(57)

Respon psikologi dari masing-masing warna:

1. Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresif,bahaya. Merah jika dikombinasikan dengan putih,akan mempunyai arti “Bahagia” di budaya Oriental.

2. Biru : Kepercayaan,konservatif,keamanan, teknologi, kebersihan, keteraturan.

3. Hijau : Alami,sehat, keberuntungan pembaharuan.

4. Kuning : Optimis, harapan, filosofi, ketidakjujuran, pengecut (untuk budaya barat), pengkhianat.

5. Ungu/Jingga : Spiritual,misteri,kebangsawanan, tranformasi, kekerasan, keangkuhan

6. Orange : Energi, keseimbangan, kehangatan.

7. Coklat : Tanah/Bumi, reability, comfort, daya tahan.

8. Abu-abu : Intelektual, masa depan (kaya warna millenium), kesederhanaan, kesedihan.

9. Putih : Kesucian, kebersihan, ketepatan, ketidakbersalahan, kematian, ketakutan, kesedihan,keanggunan.


(58)

10. Hitam : Power, seksualitas, kecanggihan, kematian, misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan.

( http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna.1html )

Hampir semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna. Hal ini dapat dilihat pada bendera nasional masing-masing, serta upacara-upacara ritual lainnya yang sering dilambangkan dengan warna-warni. (Cangara,2005:109)

Warna mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sesuatu yang dilekatinya. Warna juga memberi arti terhadap suatu objek.

2.2 Kerangka Berpikir

Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam memahami suatu peristiwa objek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman (field of experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang berbeda-beda pada setiap individu. Begitu juga penulis dalam memahami tanda dan lambang dalam objek, yang berdasarkan pengalaman dan pengetahuan penulis.

Televisi merupakan media massa elektronik yang menyajikan berbagai macam informasi-informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat dan juga dapat memberikan hiburan yang luas kepada khalayak, bukan hanya melalui film atau program acara-acara


(59)

televisi lainnya, melainkan juga iklan-iklan yang ditayangkan, dikemas semenarik dan sekreatif mungkin sehingga iklan-iklan tersebut tidak hanya memiliki tujuan memberikan informasi tentang sebuah produk atau jasa, melainkan juga dapat memberikan hiburan.

Iklan produk banyak menggunakan media televisi, menayangkan dan mempromosikan produknya agar masyarakat tahu dan berminat. Salah satunya produk minuman berenergi yang juga mempromosikan produknya menggunakan media elektronik karena dapat cepat diterima oleh masyarakat. Dan dalam iklan minuman berenergi tersebut, perempuan ikut menjadi objek laki-laki. Iklan minuman berenergi tersebut salah satunya adalah iklan Torpedo, yang menggunakan perempuan sebagai model dalam iklannya.

Penulis tertarik untuk meneliti iklan Torpedo versi “Gigi Palsu” yang ditayangkan di televisi. Karena menurut penulis terdapat beberapa scene yang mengeksploitasi tubuh perempuan dalam iklan tersebut.

Dalam iklan Torpedo versi “Gigi Palsu”, terdapat beberapa shot yang mengeksploitasi tubuh perempuan dan kurang pantas untuk ditampilkan karena terdapat sisi yang memberikan dampak kurang baik bagi masyarakat yang melihatnya, terlebih anak-anak. Misalnya dengan menampilkan sisi sensualitas perempuan dengan memperlihatkan seorang perempuan yang menggunakan pakaian minim (dress dengan belahan dada yang terbuka) sehingga cukup terlihat bagian-bagian tubuh seperti paha dan dadanya.


(60)

Penelitian representasi eksploitasi tubuh perempuan dalam iklan produk Torpedo versi “Gigi Palsu”, menggunakan kategori tersebut yang ditentukan penulis berdasarkan isi eksploitasi perempuan dalam iklan tersebut. Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan analisis semiotik John Fiske yang membagi film atau video, dalam hal ini iklan, menjadi tiga level yaitu pada level realitas, level representasi dan level ideologi dalam iklan Torpedo versi “Gigi Palsu” di media televisi sehingga diperoleh representasi menyeluruh dari tampilan iklan tersebut.

Adapun hasil kerangka berpikir diatas digambarkan dalam bentuk bagan :

Gambar 2.1

Bagan kerangka berpikir penelitian tentang representasi eksploitasi tubuh perempuan dalam iklan Torpedo versi “Gigi Palsu".

Iklan Torpedo versi “Gigi

Palsu"

Analisis semiotik John Fiske melalui tiga tingkatan dalam proses

representasi melalui penanda dan petanda dalam tiap shot Iklan Torpedo versi “Gigi

Palsu" Hasil representasi eksploitasi tubuh perempuan dalam iklan Torpedo versi “Gigi Palsu"


(61)

51 3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Di dalam representasi eksploitasi tubuh perempuan dalam iklan produk Torpedo ini harus diketahui terlebih dahulu tanda-tanda yang terdapat di dalamnya. Adapun digunakannya metode deskriptif kualitatif karena metode ini akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ditemukan kenyataan ganda, kemudian metode deskriptif kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong,1995:5), selanjutnya akan menjadi corpus dalam penelitian ini.

Selain itu pada dasarnya pendekatan semiotik bersifat kualitatif interpretatif, yaitu sebuah metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek kajiannya serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode (decoding) tanda dan teks tersebut (Piliang,2003:270). Semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dapat diambil sebagai penanda yang mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. (Berger dalam Sobur,2004:18)

Pada penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik, untuk menginterpretasikan penggambaran


(62)

eksploitasi perempuan pada iklan Torpedo. Dengan menggunakan metode ini, peneliti berusaha menggali realitas yang didapatkan melalui interpretasi simbol-simbol dan tanda yang ditampilkan dalam iklan tersebut. Selanjutnya akan menjadi corpus dalam penelitian analisis yang dikemukakan oleh John Fiske untuk menginterpretasikan atau memaknai adegan yang menunjukkan eksploitasi yang terdapat pada iklan Torpedo versi “Gigi Palsu”. Karena iklan ini merupakan bidang kajian yang sangat relevan bagi analisis struktural atau semiotika.

3.2 Kerangka Konseptual

3.2.1 Corpus

Di dalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu pembahasan masalah yang disebut corpus. Corpus adalah sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis kesewenangan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsur akan memelihara sebuah system kemiripan dan perbedaan yang lengkap, Corpus juga bersifat homogen mungkin, baik homogeni pada taraf waktu (sinkroni) (Kurniawan, 2000:70).

Corpus adalah kata lain dari sample, bertujuan tetapi khusus untuk analisis semiologi dan analisis wacana. Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi alternatif.


(63)

Corpus-corpus dalam penelitian adalah potongan gambar dalam iklan atau “Scene” yang dipilih oleh peneliti untuk memaknai iklan Torpedo versi “Gigi Palsu”. Pada setiap scene yang terdapat dalam iklan tersebut scene yang bisa dianalisis sebagai berikut :

1. Scene 2 Shot 11

Keterangan

Model perempuan duduk sedang menikmati makanannya. Model laki-laki 1 tak senngaja giginya terlepas hingga menjadi frame gigi menuju ke tubuh model perempuan. Model perempuan mengenakan dress dengan bagian dada yang terbuka dan menonjolkan bagian dada (belahan payudara).

Dialog

Tidak ada dialog, hanya latar suara berupa suara hembusan benda terbang, namun model laki-laki mengeluarkan suara “hemm..aah..”.

Sudut pengambilan gambar

Long shoot. Model perempuan tampak dari depan dan objek berada di tengah.


(64)

2. Scene 2 Shot 12

Keterangan

Model perempuan masih tetap duduk. Gigi tetap menjadi frame menuju ke tubuh model perempuan. Model perempuan mengenakan dress dengan bagian dada yang terbuka dan menonjolkan bagian dada (belahan payudara) .

Dialog

Tidak ada dialog, hanya latar suara berupa suara hembusan benda terbang.

Sudut pengambilan gambar

Medium close up. Fokus pada bagian dada dan sedikit bagian background. Objek berada di tengah dengan pengambilan gambar dari sisi depan posisi.


(65)

Keterangan

Model perempuan masih tetap duduk. Gigi telah tertancap di tubuh bagian dada (belahan payudara) sang model perempuan.. Model perempuan mengenakan dress dengan belahan dada yang terbuka dan menonjolkan bagian dada (belahan payudara).

Dialog

Tidak ada dialog, hanya latar suara berupa suara hembusan benda terbang dan berhenti.

Sudut pengambilan gambar

Close up. Objek berada di tengah, dan terlihat jelas dari depan fokus pada gigi yang tertancap serta tubuh bagian dada (belahan payudara) model perempuan.

4. Scene 2 Shot 16

Keterangan

Model perempuan masih tetap duduk. Gigi telah tertancap di tubuh bagian dada (belahan payudara) sang model perempuan.. Model perempuan mengenakan dress dengan belahan dada yang terbuka dan menonjolkan bagian dada (belahan payudara).


(66)

Dialog

Laki-laki : (menertawakan perempuan) “he..heee..” Sudut pengambilan gambar

Close up. Objek berada di tengah, dan terlihat jelas dari depan fokus pada gigi yang tertancap serta tubuh bagian dada (belahan payudara) model perempuan.

5. Scene 2 Shot 17

Keterangan

Model perempuan masih tetap duduk dan menunduk melihat tubuhnya bagian dada (belahan payudara). Gigi telah tertancap di tubuh bagian dada (belahan payudara) sang model perempuan.. Model perempuan mengenakan dress dengan belahan dada yang terbuka dan menonjolkan bagian dada (belahan payudara).

Dialog

Perempuan : “huuuuuuh” dengan mimik muka marah Sudut pengambilan gambar

Medium close up. Objek berada di tengah, dan terlihat jelas dari depan fokus pada gigi yang tertancap tubuh bagian dada (belahan


(67)

payudara) dan menunduk melihat tubuhnya bagian dada (belahan payudara) sang model perempuan.

6. Scene 2 Shot 18

Keterangan

Model perempuan masih tetap duduk dan dengan mimik muka marah setelah melihat tubuhnya bagian dada (belahan payudara). Gigi telah tertancap di tubuh bagian dada (belahan payudara) sang model perempuan.. Model perempuan menatap dengan penuh emosi kepada model laki-laki 1. Model perempuan mengenakan dress dengan belahan dada yang terbuka dan menonjolkan bagian dada (belahan payudara).

Dialog

Perempuan : “huuuuuuh” dengan mimik muka marah Sudut pengambilan gambar

Medium shoot. Objek berada di tengah, dan terlihat jelas dari depan, gigi yang tertancap tubuh bagian dada (belahan payudara) model perempuan.


(68)

7. Scene 2 Shot 19

Keterangan

Model perempuan masih tetap duduk dan mulai beranjak dari tempat duduk setelah melihat tubuhnya bagian dada (belahan payudara) ada gigi tertancap di tubuh sang model perempuan. Model perempuan mengenakan dress mini dan mengenakan aksesoris dipergelangan tangan.

Dialog

Perempuan : “huuuuuuh” sambil beranjak dari tempat duduk. Sudut pengambilan gambar

Medium shoot. Objek berada di tengah, dan terlihat jelas dari samping, bagian paha dan pantat model perempuan.


(69)

Keterangan

Model perempuan berdiri dari tempat duduk dan mulai berjalan ke arah model laki-laki 1 dan terlihat bagian paha dan betis model perempuan. Model perempuan mengenakan dress merah mini.

Dialog

Perempuan : “huuuuuuh” sambil beranjak dari tempat duduk dan berjalan ke arah model laki-laki 1.

Sudut pengambilan gambar

Medium shoot. Objek tampak dari samping dengan kaki, paha dan betis model perempuan yang berdiri di tengah, dan kursi berada di sebelah kiri, dan meja berada di sebelah kanan.

9. Scene 3 Shot 27

Keterangan


(70)

setelah menampar model laki-laki 1. Model laki-laki 2 duduk dengan membawa minuman Torpedo lalu tersenyum melihat model laki-laki 1 melongo kesakitan setelah ditampar model perempuan. Model perempuan mengenakan dress dengan belahan dada yang terbuka dan menonjolkan bagian dada (belahan payudara).

Dialog

Tidak ada dialog hanya terdengar suara lagu dari backsound.

Sudut pengambilan gambar

Long shot. Objek tampak dari depan dengan model perempuan tampak di sebelah kanan dan model laki-laki 1 dan 2 berada di tengah sedang duduk.

3.3 Definisi Operasional

3.3.1 Representasi

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia representasi berarti apa yang mewakili atau perwakilan. Piliang (2003:21), dalam bukunya Hipersemiotika, mengungkapkan bahwa representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol.


(71)

Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia; dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa.. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan representasi eksploitasi yaitu eksploitasi itu sendiri yang dihadirkan atau diperlihatkan melalui tanda-tanda pada model perempuan dalam iklan Torpedo versi “Gigi Palsu”.

3.3.2 Eksploitasi

Definisi eksploitasi adalah pengusahaan atau pendayagunaan, tindakan pemanfaatan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain demi mendapatkan keuntungan.

Eksploitasi perempuan dalam iklan teridentifikasi melalui wacana seksual yang diekspos secara vulgar dalam iklan, tubuh perempuan dipertontonkan secara erotisme dan eksotis. Sayangnya, perempuan dalam iklan dijadikan alat memasarkan produk, tubuhnya dieksploitasi untuk mengumbar definisi cantik versi standarisasi pasar dengan cara memamerkan rambut yang lurus dalam iklan sampo, kulit wajah yang mulus dalam iklan perawatan kecantikan, perut langsing dalam iklan pelangsing perut, betis indah dan tubuh yang ramping dalam iklan obat diet.


(72)

Ekspresi eksploitasi stereotip daya tarik seksualitas dan organ-organ sensitif tubuh perempuan dalam iklan media massa tersebut, cenderung mengimplisitkan kualitas pemaknaan yang dangkal, dan akhirnya lebih jauh menghadirkan konsepsi, bahwa perempuan itu sendiri tak lebih sebagaimana sebuah (bukan sebagai insani), sehingga harkat dan martabatnya menjadi terniscayakan kehadirannya.

Penggunaan figur perempuan tersebut, kecenderungannya sebatas sebagai objek tanda (sign object), dan bukan sebaliknya sebagai subjek tanda, dan karenanya maknanya menjadi cenderung negatif. Eksploitasi perempuan sebagai objek tanda dalam iklan yang arus utamanya cenderung bermakna negatif tersebut, misalnya tampak dalam sistem tanda iklan yang begitu mengedepankan serangkaian bentuk-bentuk eksploitasi organ-organ tubuh sensitif dan daya tarik seksual yang dimiliki oleh kaum perempuan. (Kasiyan,2008:4)

3.4 Unit Analisis

Unit analisis pada iklan ini adalah keseluruhan tanda dan lambang yang menunjukkan eksploitasi berdasarkan pembagian level analisis John Fiske, yang terdapat pada aktor-aktor utama dalam pada iklan Torpedo versi “Gigi Palsu”. Pembagian level tanda lambang menurut John Fiske yaitu :


(73)

1. Level pertama adalah Reality (realitas), adalah suatu pesan yang dikode dimana kenyataannya disesuaikan berdasarkan kebudayaan kita. Kode sosialnya antara lain, appearance (penampilan), dress (kostum), make up (riasan), environment (lingkungan), behaviour (kelakuan), speech (dialog), gesture (gerakan), expressions (ekspresi), sound (suara) yang terdapat pada iklan Torpedo versi “Gigi Palsu”.

2. Level kedua representation (representasi), adalah kode-kode sosial yang sudah ditetapkan berdasarkan realita yang sudah ditetapkan dan benar di dalam sebuah medium yang sudah di ekspresikan. Kode sosial antara lain camera (kamera), lighting (pencahayaan), editing (perevisian), music (musik), sound (suara) yang terdapat pada iklan Torpedo versi “Gigi Palsu”.

3. Level ideologi.

Ideologi tidak hanya berisi kompleksitas arti sebuah pesan dimana sebuah pesan yang dangkal ternyata mempunyai arti yang lebih dalam dan mempunyai efek buat penontonnya. Kode sosialnya antara lain, narrative (narasi), conflict (konflik), character (karakter), action (aksi), dialogue (dialog), casting (pemeran).

3.5 Teknik Pengumpulan Data


(74)

yang dibagi menjadi beberapa scene dan mengamati iklan Torpedo versi “Gigi Palsu” di media televisi secara langsung serta melakukan studi kepustakaan untuk melengkapi data-data dan bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai referensi.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan sign/sistem tanda yang tampak pada adegan yang menunjukkan eksploitasi yang muncul pada iklan Torpedo versi “Gigi Palsu”. Kemudian akan dianalisis menggunakan model semiotika yang dikemukakan oleh John Fiske, dengan cara memotong gambar dari tiap scene yang mempunyai relevansi dengan adegan yang menunjukkan eksploitasi yang muncul pada iklan Torpedo versi “Gigi Palsu”. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kerangka analisis semiotik pada film (video),dalam hal ini iklan, yang dikemukakan oleh John Fiske. Analisis ini dibagi menjadi level realitas (reality), dan level representasi (representation). Pada level realitas, di analisis beberapa kode-kode sosial yang merupakan realitas, dapat berupa :

a. Penampilan, kostum dan make-up yang digunakan oleh model-model dalam iklan Torpedo.


(75)

c. Expression atau ekspresi adalah merupakan pesan yang menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna, yakni : kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kekesalan, pengecaman, minat, ketakjuban dan tekat.

d. Gesture atau gerakan adalah komunikasi non-verbal yang dilakukan oleh seseorang dalam menyampaikan pesan yang mencerminkan emosinya dari pemikiran orang tersebut.

Pada level representasi (representation) yang akan diamati meliputi teknik kerja kamera yaitu long shoot, medium shoot, dan close up. Pada teknik editing digunakan untuk memilih scene yang menunjukkan eksploitasi. Penggunaan suara digunakan untuk mengetahui scene-scene yang menggunakan suara yang menjadi unsur eksploitasi. Dan pencahayaan digunakan untuk mengetahui karakter dari tokoh-tokoh pada iklan Torpedo yang kemudian ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensional.

Pada level idiologi yang akan dianalisis adalah dialog atau narasi yang ada pada iklan. Kemudian dilanjutkan dengan analisis semiologi John Fiske yang terdapat pada iklan Torpedo versi “Gigi Palsu” di media televisi dan


(76)

menyimpulkan berbagai makna dari tampilan visulisasi tersebut dalam beberapa scene dan beberapa potongan-potongan visual iklan.


(77)

67 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Obyek

Perjalanan di Indonesia berawal pada tahun 1948 ketika penerimaan masyarakat terhadap minuman kesehatan tradisional semakin meluas. Untuk memenuhi kebutuhan ini sebuah pabrik dibangun di Semarang, lalu di Jakarta dua tahun kemudian. Sejalan dengan berkembangnya usaha dan kebutuhan masyarakat, pun membangun berbagai fasilitas produksi serta unit usaha baru, dimulai dengan pasta gigi dan sikat gigi dengan merek FORMULA.

Pada tahun 1985 membentuk holding company dengan nama ADA, singkatan dari Attention, Direction and Action. Di bawah bendera ADA pengembangan usaha dan diversifikasi produk pun terus berlanjut. Peningkatan kapasitas produksi yang terus menerus berlangsung dan bertambahnya produk yang dihasilkan membutuhkan tim penjualan yang solid. Untuk menangani dan menguasai jalur distribusi dalam penyebaran produk-produk ini, Manajemen menunjuk P.T. Arta Boga Cemerlang sebagai distributor tunggal di Indonesia. Penetrasi produk-produk ke pasar tradisional


(78)

maupun modern ditangani dan dikelola dengan baik oleh Arta Boga Cemerlang.

Pada tahun 1995 ADA kembali berganti nama menjadi ORANG TUA. Merek ORANG TUA yang sarat nilai historis ternyata telah mengakar dalam masyarakat Indonesia, sehingga menjadi salah satu keunggulan dalam memposisikan dirinya di tengah masyarakat. Di lain sisi, kata ORANG TUA itu juga identik dengan minuman kesehatan tradisional yang sudah tertanam di benak konsumen. Oleh karena itu revitalisasi nama dan logo dirasa perlu dilakukan sejalan dengan strategi pengembangan bisnis yang memasuki bisnis consumer goods. Dan tahun 2004 logo ORANG TUA dimodifikasi untuk mencerminkan sebagai perusahaan produk-produk bermerek pilihan utama konsumen yang dinamis, penuh semangat, berjiwa muda, dan menjadi kebanggaan para karyawannya. Dan menempati OT BUILDING jl. Lingkar Luar Barat kav. 35 – 36 Cengkareng Jakarta Barat 11740.

Bisnis semakin berkembang dengan penambahan unit usaha dan produk-produk baru. Kini telah memasuki berbagai kategori industri, seperti Personal Care, Confectionery, Health Drink, Wafer & Biscuit, Dairy Product, Jelly Product, RTD Tea dan Snack & Nut. Perusahaan yang semula bergerak dalam produksi minuman kesehatan tradisional kini telah berkembang menjadi produsen produk kebutuhan sehari-hari.


(1)

108

Scene 1 Shot 1 Scene 1 Shot 2 Scene 1 Shot 3

Scene 1 Shot 4 Scene 1 Shot 5 Scene 1 Shot 6

Scene 1 Shot 7 Scene 1 Shot 8 Scene 1 Shot 9


(2)

109

Scene 2 Shot 13 Scene 2 Shot 14 Scene 2 Shot 15

Scene 2 Shot 16 Scene 2 Shot 17 Scene 2 Shot 18

Scene 2 Shot 19 Scene 2 Shot 20 Scene 2 Shot 21


(3)

110

Scene 3 Shot 25 Scene 3 Shot 26 Scene 3 Shot 27

Scene 3 Shot 28 Scene 3 Shot 29 Scene 3 Shot 30

Scene 3 Shot 31 Scene 3 Shot 32 Scene 3 Shot 33


(4)

111

Scene 4 Shot 37 Scene 4 Shot 38 Scene 4 Shot 39

Scene 4 Shot 40 Scene 4 Shot 41 Scene 4 Shot 42


(5)

112

Scene 2 Shot 11 Scene 2 Shot 12 Scene 2 Shot 13

Scene 2 Shot 16 Scene 2 Shot 17 Scene 2 Shot 18


(6)

113

IV.Gambar

Contoh Gambar Torpedo


Dokumen yang terkait

Representasi Eksploitasi Perempuan Indonesia dalam Iklan Pond's White Beauty

3 22 128

REPRESENTASI EKSPLOITASI PEREMPUAN DALAM IKLAN REPRESENTASI EKSPLOITASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Analisis Semiotika Greimassian tentang Eksploitasi Perempuan dalam TVC Berrygood Versi ”Bikin Good Mood”.

0 2 18

PENDAHULUAN REPRESENTASI EKSPLOITASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Analisis Semiotika Greimassian tentang Eksploitasi Perempuan dalam TVC Berrygood Versi ”Bikin Good Mood”.

0 2 65

KESIMPULAN DAN SARAN REPRESENTASI EKSPLOITASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Analisis Semiotika Greimassian tentang Eksploitasi Perempuan dalam TVC Berrygood Versi ”Bikin Good Mood”.

0 2 20

REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN AXE (Studi semiotik representasi sensualitas perempuan dalam iklan axe versi axe effect di televisi).

6 11 197

“REPRESENTASI EKSPLOITASI PEREMPUAN DALAM IKLAN TOP ONE” (Studi Semiotik Representasi Eksploitasi Perempuan dalam Iklan Top1 Action Matic versi “Ringgo-Raffi” di Media Televisi).

5 11 98

Representasi Pencitraan Perempuan Dalam Iklan “Permen Sukoka” di Televisi ( Studi Semiotik Tentang Representasi Pencitraan Perempuan Dalam Iklan “ Permen Sukoka” di Televisi ).

20 124 102

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN PRODUK LAKI-LAKI (Studi Semiotik Mengenai Representasi Citra Perempuan Dalam Iklan Axe Deodorant Bodyspray versi ”Harga Minim” di Media Televisi).

2 8 86

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN PRODUK LAKI-LAKI (Studi Semiotik Mengenai Representasi Citra Perempuan Dalam Iklan Axe Deodorant Bodyspray versi ”Harga Minim” di Media Televisi)

0 0 19

Representasi Pencitraan Perempuan Dalam Iklan “Permen Sukoka” di Televisi ( Studi Semiotik Tentang Representasi Pencitraan Perempuan Dalam Iklan “ Permen Sukoka” di Televisi ).

0 0 19