Asuhan Keperawatan pada Ny.U dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Nyaman : Nyeri di Kel. Harjosari II Kec. Medan Amplas

Asuhan Keperawatan pada Ny U dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman : Nyeri Di Kel. Harjosari II Kec. Medan Amplas
Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka Menyelesaikan
Program Studi DIII Keperawatan
Oleh Coky Pridolinus Sinaga
122500094
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny.U dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Nyaman : Nyeri di Kel. Harjosari II Kec. Medan Amplas ”.
Adapun maksud penulis menbuat laporan ini adalah untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan Ahlimadya Keperawatan di Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara Medan.
Dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari semua pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. dr. Dedi Ardinata M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatra
Utara Medan. 2. Erniyati, S.Kep, Ns, MNS, selaku wakil Dekan I Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Sumatra Utara Medan. 3. Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Sumatra Utara Medan. 4. Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Sumatra Utara Medan. 5. Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep, selaku ketua prodi DIII Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Sumatra Utara Medan. 6. Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes, selaku sekretaris prodi DIII Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Sumatra Utara Medan. 7. Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
meluangkan waktu serta pikiran dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. 8. Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes, selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan
memberi masukan dalam Karya Tulis Ilmiah ini. 9. Yang terhormat dan yang paling saya sayangi kepada kedua orang tua saya, Ayahanda
(Sanggam Sinaga), Ibunda (Masda Sijabat), Abang (Jogi Yopie Sinaga), kakak (Friska Sinaga S.Kep, Ningsih Amd.Kep), adik (Anggri Sinta Uli Sinaga) dan abang ipar saya (Serka TNI John Pasaribu) serta seluruh keluarga yang tidak pernah lelah memberikan

iv

dukungan moril maupun materil dan dengan penuh kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis 10. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatra Utara Medan khususnya Program Studi DIII Keperawatan Stambuk 2012 yang telah berpartisipasi dan mendukung selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan baik isi maupun susunannya. Maka dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran serta masukan dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Harapan penulis semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua .
Medan, Juli 2015
(Coky Pridolinus Sinaga)
v

DAFTAR ISI Lembar Sampul ……………………………………………………………………….. Lembar Originalitas …………………………………………………………………… Lembar Pengesahan ..………………………………………………………………… Kata Pengantar ……………………………………………………………………….. Daftar Isi ……………………………………………………………………………...

i ii iii iv vi

BAB I

PENDAHULUAN……………………………………………………. A. Latar Belakang …………………………………………………… B. Tujuan ……………………………………………………………. C. Manfaat ……………………………………………………………

1 1 4 5

BAB II


PENGELOLAAN KASUS.…………………………………………… A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah
Kebutuhan Dasar Nyaman : Nyeri ……………………………….

6 6

1. Pengkajian …………………………………………………... 2. Analisa Data …………………………………………………. 3. Rumusan Masalah …………………………………………… 4. Perencanaan ………………………………………………….

16 20 20 21

B. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS………………………….. 1. Pengkajian …………………………………………………... 2. Analisa Data ………………………………………………… 3. Rumusan Masalah …………………………………………… 4. Perencanaan ………………………………………………… 5. Implementasi ……………………………………………....... 6. Evaluasi ……………………………………………………..

25 25 26 29 29 32 34

BAB II

KESIMPULAN DAN SARAN……..……………………………... A. Kesimpulan ……………………………………………………..

35 35
vi


B. Saran …………………………………………………………….

35

Daftar Pustaka Lampiran Format Pengkajian Lembar Catatan Perkembangan

vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup serta untuk memperoleh kesejahteraan dan kenyamanan. Kebutuhan juga merupakan keinginan manusia terhadap benda atau jasa yang dapat memberikan kepuasan jasmani maupun kebutuhan rohani. Kebutuhan manusia tidak terbatas pada kebutuhan yang bersifat konkret (nyata) tetapi juga bersifat abstrak (tidak nyata), misalnya rasa aman, ingin dihargai, atau dihormati, maka kebutuhan manusia bersifat tidak terbatas (Hidayat, 2008). Kebutuhan dasar manusia terdiri atas unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia untuk mempertahankan kehidupan dan kesehataan manusia. Kebutuhan dasar manusia menurut teori Hirarki Abraham Maslow terdiri atas kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Potter dan Patricia, 1997). Teori Hirarki merupakan teori yang dapat digunakan perawat untuk memahami kebutuhan dasar manusia ketika mengaplikasikan asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2005). Kenyamanan adalah konsep sentra tentang kiat keperawatan. Berbagai teori keperawatan menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama dengan nyeri. Setiap individu memiliki karakteristik fisiologis, soaial, spiritual, psikologis, dan kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka menginterpretasikan dan merasakan nyeri. Kolcaba (1992) dalam (Potter & Perry, 2005) mendefinisikan kenyamanan dengan cara konsisten pada pengalaman subjektif klien, sehingga penting bagi perawat untuk memahami makna nyeri bagi setiap individu karena nyeri bersifat subjektif dan sangat individual (Potter & Perry, 2005). Nyeri merupakan suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain. Sedangkan menurut Artur (1983) dalam Hidayat (2008), mengatakan nyeri merupakan suatu mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan
1

dirusak sehingga individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri (Hidayat, 2008).
Menurut Long (1996) dalam Mubarak (2007), nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat mengevaluasi perasaan tersebut. Menurut Priharjo (1992) dalam Mubarak (2007), nyeri dapat didefenisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat (Mubarak, 2007).
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Walaupun merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang medis, nyeri merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri. Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk menghilangkan nyeri atau mengembalikan kenyamanan. Perawat tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang klien rasakan. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang sama menghasilkan respons atau perasaan yang identik pada seorang individu. Nyeri merupakan sumber penyebab frustasi, baik klien maupun tenaga kesehatan. Asosiasi Internasional untuk Penelitian Nyeri (International Association for the Study of Pain, IASP) mendefenisikan nyeri sebagai “suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan”. Nyeri dapat merupakan faktor utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari suatu penyakit. (Potter & Perry, 2005).
Penyakit rematik (rheumatism) merupakan suatu kondisi yang menyakitkan,yang mengefek berjutaan orang. Terdapat lebih dari 100 jenis penyakit rematik, antaranya adalah, osteoartritis, rheumatoid artritis, spondiloartritis, gout, lupus eritematosus sistemik, skleroderma, fibromialgia, dan lain-lain lagi. Penyakit ini menyebabkan inflamasi, kekakuan, pembengkakan, dan rasa sakit pada sendi, otot, tendon, ligamen, dan tulang. Berdasarkan penelitian oleh Centers for Disease Control and Prevention, menunjukkan bahwa 33% (69.9
2

juta) dari pada populasi Amerika Serikat mengeluhkan penyakit artritis atau penyakit sendi (Cush, J.J. dan Lipsky, P.E, 2005).
Arthritis rhematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana pada lapisan persendian mengalami peradangan sehingga menyebabkan rasa nyeri, kekakuan, kelemahan, penyakit ini terjadi antara umur 20 – 50 tahun. Arthritis rhematoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang menyerang beberapa sendi, sinovium, yang terjadi pada proses peradangan yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi (Khitchen, 2011).
Nyeri yang timbul sebagai akibat adanya kerusakan jaringan tulang rawan pada daerah sendi merupakan masalah utama muskulosksletal khususnya bagi mereka yang berusia lanjut, kerusakan daerah sendi juga mengakibatkan kekakuan sehingga menggangu fungi pergerakan. Penyakit yang ditandai dengan nyeri, kekakuan sendi dan gangguan fungsi akibat kerusakan tulang rawa pada daerah sendi ini disebut dengan osteoarthritis (Smeltzer & Bare, 2008).

Arthritis rhematoid merupakan penyakit muskuloskeletal yang sering terjadi pada warga usia lanjut di abad 21 (Isbagio, 2006). Menurut survey yang diakukukan dari 5 juta penduduk di Inggris, 80% dari penderita osteoarthritis adalah berusia diatas 70 tahun. Demikian juga dari 40 juta penduduk Amerika, diperkirakan 70-90% penderita osterartritis adalah usia 75 tahun. Secara umum prevalensi penyakit sendi di Indonesia sangat tinggi sebesar 30,3%. Pada usia 4554 prevalensinya sebesar 46,3%, usia 55-64 sebesar 56,4%, usia 65-74 sebesar 62,9 dan usia lebih dari 75 sebesar 65,4% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan ,Depkes RI, 2008). Secara khusus prevalensi osteatritis di Indonesia cukup tinggi yaitu 5% pada usia 61 tahun (Handayani, 2008). Prevalensi osteoatritis usia di bawah 70 tahun di Malang Jawa Timur juga cukup tinggi, yaitu sekitar 21,7% menyerang pada usia 49-60 tahun, yang terdiri 6,2% pria dan 15,5% wanita (Helwi, Pramantara & Pramono, 2009).
Karena nyeri masalah utama pada klien Arthritis rhematoid maka penatalaksanaan penyakit ini berfokus pada upaya mengurangi rasa nyeri. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengangkat Asuhan Keperawatan pada Ny. U dengan prioritas masalah Kebutuhan Dasar Aman dan
3

Nyaman : Nyeri di Lingkungan V Kelurahan Harjo sari II Kecamatan Medan Amplas Medan sebagai judul untuk penulisan Karya Tulis.
B. Tujuan Penulisan karya tulis
1. Tujuan umum Penulis dapat memberi asuhan keperawatan kepada klien dengan
prioritas kebutuhan dasar aman nyaman nyeri, pada Ny U di lingkungan V Kelurahan Harjo Sari II Kecamatan Amplas Medan.
2. Tujuan khusus Tujuan khusus penyusunan karya tulis ini adalah agar mahasisiwa
lebih memahami : a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian masalah keperawatan
dengan masalah kebutuahan dasar ganguan rasa nyaman nyeri pada pada Ny.U b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa masalah keperawatan dengan masalah kebutuahan dasar ganguan rasa nyaman nyeri pada pada Ny.U c. Mahasiswa mampu melakukan perencanaan tindakan masalah keperawatan dengan masalah kebutuahan dasar ganguan rasa nyaman nyeri pada pada Ny.U d. Mahasiswa mampu intervensi masalah keperawatan dengan masalah kebutuahan dasar ganguan rasa nyaman nyeri pada pada Ny.U e. Mahasiswa mampu melakukan tindakan masalah keperawatan dengan masalah kebutuahan dasar ganguan rasa nyaman nyeri pada pada Ny.U
C. Manfaat penulisa karya tulis
1. Bagi Pendidikan
4

Menjadi referensi bagi institusi pendidikan khususnya mahasiswa tentang asuhan keperawatan yang bersangkutan dengan kebutuhan dasar Aman/Nyaman : Nyeri 2. Bagi Pelayanan kesehatan - Menambah informasi tentang asuhan keperawatan dengan prioritas
masalah kebutuhan dasar nyaman (nyeri) - Menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan dengan
prioritas masalah kebutuhan dasar aman/nyaman (Nyeri) 3. Bagi Klien
Membantu klien dalam mengetahui permasalahan kebutuhan dasar Aman/Nyaman : Nyeri.
5


BAB II
PENGELOLAAN KASUS
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Aman dan Nyaman : Nyeri
Konsep pengkajian nyeri
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unit, universal, dan bersifat individual. Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya. Hal tersebut menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi nyeri pada klien (Asmadi, 2008)
Nyeri merupakan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, hanya orrang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2008).
Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Donahue (1989) dalam Potter & Perry (2005) meringkaskan melalui rasa nyaman dan tindakan untuk mengupayakan kenyamanan klien perawat memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan-bantuan. Berbagai teori keperawatan menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien yang merupakantujuan pemberian asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2005)
Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan, yaitu berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya, dan waktu (Asmadi, 2008).
a Nyeri berdasarkan tempatnya : - Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tuubuh misalnya pada kulit, mukosa. - Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
6

- Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda,bukan daerah asal nyeri.
- Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain-lain.
b Nyeri berdasarkan sifatnya :
- Incidental pain, yaitu nyeri timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. - Stedy pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama. - Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.
c Nyeri berdasarkan berat ringannya: - Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah - Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi - Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi

d Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan :
- Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri koroner.
- Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali lagi nyeri, dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang konstan, artinya rasa nyeri tersebut terus-menerus tersa makin lama semakin meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan (Asmadi, 2010).
7

Tabel 2.1 Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis

Karakteristik Sumber Serangan Waktu Pernyataan nyeri
Gejala-gejala klinis
Pola Perjalanan Sumber: Hidayat, 2008

Nyeri Akut Sebab eksternal atau penyakit dari dalam.
Mendadak.

Sampai enam bulan.
Daerah nyeri tidak diketahui dengan pasti.

Pola respons yang khas dengan gejala yang lebih jelas. Terbatas.

Biasanya


berkurang

setelah beberapa saat

Nyeri Kronis

Tidak diketahui atau

pengobatan yang terlalu

lama.

Bila mendadak,

berkembang,

dan

terselubung.


Lebih dari enam bulan,

sampai bertahun-tahun.

Daerah nyeri sulit

dibedakan intensitasnya,

sehingga sulit dievaluasi

(perubahan perasaan).

Pola respon yang

bervariasi,

sedikit

gejala-gejala (adaptasi)


Berlangsung

terus

sehingga

dapat

bervariasi

Penderitaan meningkat

setelah beberapa saat.

Teori Nyeri

a. Teori Pemisahan (Specificity Theory) Teori ini menyatakan reseptor nyeri tertentu di stimulasi oleh tipe stimulus
sensorik spesifik yang mengirimkan impuls ke otak. Teori ini menguraikan dasar fisiologis adanya nyeri tetapi tidak menjelaskan komponen-komponen fisiologis dari nyeri maupun derajat toleransi nyeri (Anik, 2010) b. Teori Pola (Pattern Theory)
Teori ini menyatakan bahwa nyeri berasal dari tanduk dorsal spinal cord. Pola impuls saraf tertentu diproduksi dan menghasilkan stimulasi reseptor kuat yang dikodekan dalam system saraf pusat (SSP) dan menandakan nyeri (Anik, 2010) c. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)

Salah satu teori nyeri yang paling dapat diterima dan dipercaya adalah Gate Control Theory yang diajukan oleh Melzak da Wall tahun 1965. Para pakar di bidang kebidanan juga menganut gate control theory ini untuk

8

menjelaskan nyeri dalam persalinan. Dasar pemikiran pertama gate control theory adalah bahwa keberadaan dan intensitas pengalaman nyeri tergantung pada transmisi tertentu pada impuls-impuls saraf. Kedua, mekanisme gate/pintu sepanjang sistem saraf mengontrol transmisi nyeri. Akhirnya, jika gate terbuka, impuls yang menyebabkan sensasi nyeri dapat mencapai tingkat kesadaran. Jika gate tertutup, impuls tidak mencapai tingkat kesadaran dan sensasi nyeri tidak dialami (Hidayat, 2008) d. Endogenous Opiate Theory
Suatu teori pereda nyeri yang relative baru dikembangkan oleh Avron Goldstein, dimana ia menemukan bahwa terdapat substansi seperti opiate yang terjadi secara alami di dalam tubuh. Substansi ini disebut endorphine. Endorphine mempengaruhi transmisi impuls yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine mempengaruhi transmisi impuls yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine kemungkinan bertindak sebagai neurotransmitter meupun neuromudulator yang menghambat transmisi dari pesan nyeri. Jadi, adanya endorphine pada sinaps sel-sel saraf menyebabkan status penurunan dalam sensasi nyeri (Hidayat, 2008)
Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni : respsi, presepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan implus melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki modula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di modula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau diransmisikan tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterprestasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potter & Perry, 2005)
Menurut Melzakck dan Well (1965) dalam Mubarak (2008), menggemukakan nyeri dalam teori Gate Control , bahwa substansi gelatinosa
9

(SG) pada modula spinalis bekerja layaknya pintu gerbang yang memungkinkan atau menghalangi masuknya impuls nyeri menuju otak. Pada mekanisme nyeri, stimulus nyeri ditransmisikan melalui serabut saraf berdiameter kecil melewati gerbang. Akan tetapi, serabut berdiameter besar yang juga melewati gerbang tersebut dapat menghambat transmisi implus nyeri dengan cara menutup gerbang itu. Inplus yang berkonduksi pada serabut berdiameter besar bukan sekedar menutup gerbang, tetapi juga merambat langsung ke korteks agar dapat diidentifikasi dengan cepat (Mubarak, 2007)
Nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-unjung saraf sangat bebas yang memilikin sedikit meilin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kantong empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi, termal, listrik, atau mekanis. Stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan berupa implusimplus nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut, yaitu serabut A (delta) yang bermielin rapat dan serabut lamban (serabut C). Implus-implus yang ditransmisikan oleh serabut A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Di antara lapisan dua dan tiga membentuk substansia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls, implus nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamictract (STT) atau jalur spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi nyeri.Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate (Hidayat, 2008)
Faktor-faktor yang mempengaruhi Respon terhadap Nyeri
a. Kecemasan dan Ketakutan Kecemasan seringkali menyertai nyeri. Ancaman dari hal-hal yang belum
diketahui dan ketidakmampuan untuk mengkontrol nyeri atau kejadiankejadian yang sekitarnya seringkali memperbesar persepsi nyeri. Sebaliknya,
10

individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang meraka mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan presepsi nyeri mereka (Mubarak, 2007) b. Pengalaman Nyeri yang Lalu
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti indivudu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masayang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyerin yang berat, maka ansietas bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apa bila individu mengalami nyeri, dengan jenis yang sama berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterprestasikan sensasi nyeri. Akibatnya, klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan- tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri (Potter & Perry, 2007) c. Budaya

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaiman berekasi terhadap nyeri. Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri di berbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya akan membantu perawat dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan untuk klien yang mengalami nyeri (Potter & Perry, 2005) d. Pengertian Nyeri
Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut member kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan (Potter & Perry, 2005) e. Sistem Pendukung
Faktor lain yang mempengaruhi respon nyeri ialah kehadiran orang-orang terdekat klien, lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi,
11

pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut (Mubarak, 2007)

Pengukuran Intensitas Nyeri

Nyeri tidak dapat diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadang-kadang perawat hanya bisa mengkaji nyeri dengan bertumpu pada ucapan dan perilaku klien karena hanya klien yang mengetahui nyeri yang dialaminya. Oleh sebab itu perawat harus mempercayai bahwa nyeri tersebut memang ada. Gambaran skala dari berat nyeri merupakan makna yang lebih objektif yang dapat diukur. Gambaran skala nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dalam mengevaluasi perubahan kondisi klien (Potter dan Perry, 2005)

Menurut Hayward (1975) dalam Mubarak (2007), mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subyektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dengan beberapa kategori (Mubarak, 2007)

Tabel 2.2. Nyeri Menurut Hayward

Skala 0 1-3
4-6
7-9

Skala nyeri menurut Hayward
Keterangan Tidak Nyeri Nyeri Ringan : secara objekstif klien dapat berkomunikasi dengan baik Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak

12

dapatmengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,

tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.

10

Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,memukul

Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsikan kata dengan menggunakan skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri. Skala nyeri yang digunakan yaitu:
a. Numerik (0-10)

Dan skala wajah, yakni Wong-Baker FACES Rating Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan komunikasi (Mubarak, 2007).
b. Face Rating Scale

Tindakan Non farmakologis dan Farmakologis Mengatasi Nyeri a. Tindakan non farmakologis
Ada sejumlah terapi nonfarmakologis yang mengurangi resepsi dan presepsi nyeri dan dapat digunakan pada keadaan perawatan akut dan perawatan tersiersama seperti di rumah dan pada keadaan perawatan restorasi. Tindakan nonfarmakologis mencakup intervensi perilaku-kognitif dan penggunaan agen-agens fisik. Tujuan intervensi perilaku-kognitif adalah
13

mengubah persepsi klien tentang nyer, mengubah perilaku nyeri, dan member klien rasa pengendalian yang lebih besar (Potter & Perry, 2005) Potter & Perry (2005) menjelaskan beberapa tindakan non farmakologis dalam mengatasi nyeri yaitu : 1. Distraksi
Mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri. Distraksi berkerja member pengaruh paling baik untuk jangka waktu yang singkat, untuk mengatasi nyeri intensif hanya berlangsung beberapa menit, misalnya, selama pelaksanaan prosedur invasive atau menunggu kerja analgesik. 2. Hipnosis
Membantu mengubah presepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif. Suatu pendekatan kesehatan holistik, hipnosis menggunakan sugesti dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai. Individu memasuki keadaan rileks menggunakan berbagai ide pikiran dan kemudian kondisi-kondisi yang menghasilkan respon tertentu bagi mereka. Hipnosis sama seperti dengan melamun. Konsentrasi yang intensif mengurangiketakutan dan stress karena individu berkonsentrasi hanya pada satu pikiran. 3. Mengurangi Presepsi Klien
Salah satu cara sederhana untuk menigkatkan rasa nyaman ialah membuang atau mencegah stimulus nyeri , misalnya seorang klien yang dibiarkan mengalami konstipasi akan menderita distensi dank ram abdomen. Perawat secara aktif melakukan intervensi untuk memastikan bahwa proses eliminasi pada klien terus berlangsung dengan normal. Sebelum klien berjalan ke kamar mandi, perawat terlebih dahulu memastikan adanya tempat duduk toilet yang tinggi. Klien kemudian dibantu duduk dan bangkit dengan rasa tidak nyaman yang minimal. Upaya ini hanya membutuhkan suatu pertimbangan sederhana tentang rasa tidak nyaman yang klien alami dan sedikit waktu ekstra dalam upaya menghindari situasi yang menyebabkan nyeri. 4. Stimulasi Kutaneus
14

Stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Masase, mandi air hangat, kompres menggunakan kantong es, dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS) merupakan langkah-langkah sederhana dalam upaya menurunkan persepsi nyeri. Teori gate control mengatakan bahwa stimulasi kutaneus mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Apabila individu mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, kemudian akan muncul respons relaksasi. b. Terapi Nyeri Farmakologi Beberapa agens farmakologis digunakan untuk menangain nyeri. Semua agens tersebut memerlukan resep dokter. Keputusan perawat dalam penggunaan obat-obatan dan penatalaksanaan klien yang menrima terapi farmakologis, membantu dalam upaya memastikan penanganan nyeri yang mungkin dilakukan (Potter & Perry, 2005) Potter & Perry (2005) menjelaskan beberapa tindakan farmakologis dalam mengatasi nyeri yaitu: a. Penatalaksaanan Nyeri Akut
Pendekatan terapi mempunyai cakupan dari terapi tanpa suatu rangkaian strategi sampai terapi yang menggunakan pendekatan tim yang komprehensif. Pendekatan sistematik memungkinkan tenaga kesehatan berespon cepat terhadap ketidaknyamananyang klien alami. Kunci sukses pendekatan ini adalah evaluasi terapi yang terus-menerus : Apakah nyeri hilang? Apakah ada efek samping obat yang tidak bisa diterima? Tim perawatan kesehatan berkolaborasi untuk menemukan kombinasi terapi yang paling baik bagi klien. b. Analgesik
Merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Ada tiga jenis analgesic, yakni: (1) non-narkotikdan obat antiflamasi nonsteroid (NSAID), (2) analgesik narkotika atau opiat, dan (3) obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik. NSAID non-narkoba umumnya menghilngkan nyeri ringan dan nyeri sedang, seperti nyeri yang terkait dengan atritis rheumatoid, prosedur pengobatan gigi dan prosedur bedah minor,
15

episiotomy, dan masalah pada punggung bagian bawah. Analgesik opiat atau narkotika umumnya direspkan untuk nyeri yang sedang sampai berat, seperti nyeri pascaoperasi dan nyeri maligna. Adjuvan, seperti sedative, anticemas, dan relaksan otot menigkatkan control nyeri atau menghilangan gejala lain yang terkait dengan nyeri, seperti depresi dan mual. Angens tersebut diberikan dalam bentuk tunggal atau disertai analgesik. c. Analgesik Dikontrol Pasien (ADP)
Sistem pemberian obat, yang disebut ADP, merupakan metode yang aman untuk penatalaksanaan nyeri kanker, nyeri pascaoperasi, dan nyeri traumatik. ADP merupakan pompa infus yang dapat dibawa, yang berisi ruang untuk tempat spuit atau merupakan alat yang khusus dirancang seperti pengatur dosis yang menggunkan jam tangan yang diperlengkapi pengaturan dini pemberian obat dalam dosis kecil dan system tersebut dirancang untuk pemberian obat dalam dosis yang tidak melebihi dosis dengan jumlah tertentu atau mengatur pemberian dosis setiap jam atau setiap 4 jam (tergantung pada pompa) untuk menghindari overdosis.
1. Pengkajian Pengkajian nyeri yang aktul dan akurat dibutuhkan untuk menetapkan data
dasar, untuk menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, untuk menyeleksi terapi yang cocok, dan untuk mengevaluasi respon klien terhadap nyeri. Pengkajian nyeri merupakan aktifitas yang paling umum dilakukan perawat, pengkajian nyeri merupakan salah satu yang paling sulit dilakukan. Nyeri merupakan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Untuk mengkaji nyeri dapat menggunakan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang
16

menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subyektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dengan beberapa kategori komunikasi (Mubarak, 2007).

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah-masalah klien sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan yang tepat. Pada anamnesis, keluhan utama yang paling sering ditemukan adalah nyeri. Pengkajian dengan pendekatan PQRST dapat membantu perawat dalam menentukan rencana intervensi yang sesuai (Muttaqin, 2011).

Tabel 2.1 Pengkajian nyeri dengan pendekatan PQRST (Muttaqin, 2011) :

Variabel

Deskripsi dan Pertanyaan

Faktor Pencetus (P: Provoking Incident)

Pengkajian untuk mengindentifikasi faktor yang
predisposisi nyeri. - Bagaimana peristiwa sehingga terjadi nyeri? - Faktor apa saja yang bisa menurunkan nyeri?

menjadi

Kualitas

Pengkajian untuk menilai bagaimana rasa nyeri dirasakan secara

(Q: Quality subyektif. Karena sebagian besar deskripsi sifat dari nyeri sulit

of Pain)

ditafsirkan. - Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien? - Bagaimana sifat nyeri yang digambarkan pasien?

Lokasi (R: Region)

Pengkajian untuk mengindentifikasi letak nyeri secara tepat, adanya
radiasi dan penyebabnya. - Dimana (dan tunjukan dengan satu jari) rasa nyeri paling hebat
mulai dirasakan? - Apakah rasa nyeri menyebar pada area sekitar nyeri?

Keparahan Pengkajian untuk menentukan seberapa jauh rasa nyeri yang

17

(S: Scale of Pain)

dirasakan pasien. Pengkajian ini dapat dilakukan berdasarkan skal nyeri dan pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit memengaruhi kemampuan fungsinya. Berat ringannya suatu keluhan nyeri bersifat subyektif. - Seberapa berat keluhan yang dirasakan. - Dengan menggunakan rentang 0-9.

Waktu (T: Time)

Keterangan: 0 = Tidak ada nyeri 1-2-3 = Nyeri ringan 4-5 = Nyeri sedang 6-7 = Nyeri hebat 8-9 = Nyeri sangat 10 = Nyeri paling hebat Pengkajian untuk mendeteksi berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. - Kapan nyeri muncul? - Tanyakan apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan
atau seketika itu juga? - Tanyakan apakah gejala-gejala timbul secara terus-menerus
atau hilang timbul. - Tanyakan kapan terakhir kali pasien merasa nyaman atau
merasa sangat sehat.

Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsikan kata dengan menggunakan skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri. Skala nyeri yang digunakan yaitu :

18

a. Numerik (0-10)
Dapat juga menggunakan skala wajah, yakni Wong-Baker FACES Rating Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalam gangguan kognisi dan komunikasi (Mubarak, 2007)
b. Face Rating Scale

Pada saat mengkaji riwayat kesehatan dan riwayat keadaan psikososial diketahui faktor penyebab nyeri pada klien yakni ketidakmampuan klien untuk mengontrol nyeri yang tiba-tiba muncul sehingga menimbulkan presepsi klien terhadap ketakutan, kecemasaan dan klien mengatakan mudah lemas, berkeringat, klien merasa membebani keluarganya dan mengatakan dia sebagai orang tua yang lemah 2. Analisa data
Data yang telah dikumpulkan dari hasil pegkajian dikelompokan dan dianalisa untuk mengelompokkanya dibagi menjadi dua data yaitu, data subjektif yaitu data yang langsung diperoleh dari klien dan data objektif yaitu data yang diperoleh dari observasi langsung terhadap klien (Mubarak, 2007)

N Problem
O 1 Gangguan

Etiologi - Gangguan pada

Sign town DS :

19

rasa nyaman :

nyeri

-

kulit, jaringan dan integritas Munculnya saluran dan selang

- Melaporkan rasa sakit
DO : - Perubhan pada tonus otot - Distraksi/panjangaan/ting
kah laku protektif - Pemfokusan diri ;
pandangan yang sempit - Respon autonomik

3. Rumusan masalah
Terdapat dua diagnosa keperawatan utama yang dapat digunakan untuk gambaran nyeri pada klien, yaitu akut dan nyeri kronis (Smelzer, 2002). Dalam diagnosa keperawatan NANDA untuk nyeri dalam Prasetyo (2010), rumusan masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan nyeri yaitu :
1. Ansietas berhubungan dengan nyeri kronik 2. Nyeri berhubungan dengan:
a. Cedera fisik / trauma b. Penurunan suplai darah ke jaringan c. Proses melahirkan 3. Nyeri kronik berhubungan dengan: a. Kontrol nyeri yang tidak adekuat b. Jaringan parut c. Kanker maligna 4. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan: a. Nyeri musculoskeletal b. Nyeri insisi 5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri yang dirasakan

4. Perencanaan

20

Hari/ Tangga
l

No. Dx

Perencanaan Keperawatan

Tujuan :

- Mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/dihilangkan

Selasa/ 19/052015

1. Ganggu an rasa nyaman :nyeri

Kriteria hasil :
a. Klien melaporkan nyeri berkurang b. Skala nyeri 1-3 c. Klien tampak rileks d. Tanda-tanda vital dalam batas normal e. Ikut serta dalam aktivitas sesuai
kemampuan

Rencana Tindakan

Rasional

a. Kaji nyeri, lokasi a. Membantu dalam

nyeri, karakteristik menentukan

nyeri, skala nyeri

kebutuhan

b. Kaji tanda-tanda vital manajemen nyeri

klien mis, TD, RR, dan keefektifan

Hr, Suhu.

program

c. Berikan klien posisi b. Mengetahui

yang nyaman pada keadaan umum

waktu tidur atau

klien

melalui

duduk

tanda-tanda vital

d. Ajarkan

teknik c. Memberikan

relaksasi nafas dalam kenyamanan pada

saat

nyeri klien

untuk

berlangsung

mengurangi nyeri

e. Berikan kesempatan yang dirasakan

klien

untuk d. Membantu

menceritakan

mengurangi

keluhanya

ketengagan akibat

f. Beri kompres hangat nyeri

di daerah nyeri

e. Membantu

g. Anjurkan keluarga menurunkan stress

untuk berbincang klien

dalam

dengan klien juga keadaan sakit

pada saat klien f. Untuk

sedang tidak nyeri

menggurangi nyeri

h. Anjurkan

g. Menurunkan stress

penggunaan analgetik klien

dan

dengan konsultasi ke membantu klien

pelayanan kesehatan mengalihkan

terdekat

perhatian dari rasa

21

Tujuan :

nyeri h. Untuk
menghilangkan atau mengurangi nyeri

- Rentang pergerakan sendi dengan gerakan atas
inisiatif sendiri - Kemampuan untuk bergerak dengan maksud
tertentu

Rabu / 20/052015

2. Ganggu an
mobilita s fisik

Kriteria Hasil
- Pasien akan melakukan rentang pergerakan penuh seluruh sendi
- Pasien mampu berbalik sendiri di tempat tidur atau memerlukan bantuan pada tingkat realistis
- Menununjukan penggunaan alat bantu yang benar
- Meninta bantuan resposisi sesuai dengan kebutuhan

Rencana Tindakan a. Lakukan pengkajian
tingkat mobilitas pasein secara terus – menerus b. Kaji tingkat kesadaran c. Kaji kekuatan otot dan mobilitas sendi (rentang pergerakan) d. Kaji tanda-tanda vital klien mis, TD, RR, Hr, Suhu. e. Ajarkan pasien mengubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan f. Dampingin klien saat mobilsisasi untuk pemenuhan ADL g. Latih rentang gerak pergerakan aktif/pasif klien h. Dorong klien mempertahankan postur tegak dan duduk

Rasioanal a. Mengetahui nilai
tingkat kemampuan aktivitas mobilitas klien b. Untuk mengetahui respon klien c. Mengetahui kemampuan rentang gerak klien d. Mengetahui keadan umum klien melalui tanda-tanda vital e. Mencegah kekakuan sendi klien f. Mencegah kelemahan otot klien secara tiba-tiba g. Mempertahankan

22

tinggi, berdiri, berjalan.
Tujuan :

/menigkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum h. Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas Klien

- Klien akan menunjukkan tidur yang baik - Gangguan pola tidur teratasi

Kriteria Hasil :

Kamis / 21/052015

3. Ganggu an pola tidur

-

Jumlah jam tidur tidak tergangu Tidak ada masalah dengan pola, kualitas dan rutinitas tidur atau istirahat

- Perasan segar setelah tidur atau istirahat

- Tidur siang yang sesuai usia

- Terjaga dengan waktu yang sesuai

- Mengungkapkan peningkatan rasa sejahtera

dan segar

Rencana Tindakan

Rasional

a. Tentukan efek

a. Untuk mengetahui

samping pengobatan

efek samping

pada pola tidur

penggunaan obat

b. Tentukan kebiasan klien dengan

tidur biasanya dan masalah tidurnya

perubahan

yang b. Mengkaji perlunya

terjadi

dan

c. Berikan suasana tidur mengidentifikasi

yang aman dan intervensi yang

nyaman

tepat

d. Anjurkan

c. Meningkatkan

mendegarkan musik kenyamanan tidur

atau menonton tv

dan ketenagan

e. Anjurkan mematikan tidur

lampu sebelum tidur d. Meningkatkan

f. Dorong

posis efek relaksasi,

nyaman, bantu dalam susu mempunyai

mengubah posisi

kualitas suporafik,

menigkatkan

sintesis, serotonin,

neurotransmitter

23

yang membantu klien tidur e. Memberikan situasi kondusif untuk tidur f. Penggubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkan istirahat tidur
B. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
1. Pengkajian Dari pengkajian yang dilakukan diketahui klien bernama NY.U, berjenis
kelamin perempuan, berumur 80 tahun, sudah menikah, pendidikan SD, bekerja sebagai pensiunan,memiliki keluhan nyeri pada daerah ektremitas bawah dengan nyeri sangat menggangu, dirasakan seperti tertusuk tajam dan menyebar ke jari tangan disakan secara tiba-tiba saat bungun tidur. Klien mengatakan penyebab nyeri karena rematiknya kambuh disebabkan lupa minum obatnya.
Klien tidak memliki masalah kesehatan masa lalu dibuktikan dengan klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang berat, klien tidak pernah dioprasi, dirawat dan tidak pernah mengalami alergi. Dalam riwayat kesehatan keluarga klien mengatakan orang tua tidak memiliki riwayat penyakit begitu juga dengan saudara kandung. Klien mengatakan angota keluarga meninggal karena faktor usia. Pada riwayat keadaan psikososial klien mengatakan penyakitnya tidak dapat disembuhkan, klien merasakan tubuhnya sangat lemas, klien merasa menjadi beban keluarganya, klien adalah orang tua yang sudah lemah. Klien tampak ramah dengan emosi terkontrol, klien mengatakan dekat dengan cucunya, berhubungan baik dengan anak-anaknya, berinteraksi baik dengan tetangganya, klien memiliki hambatan untuk berhubungan dengan orang lain apabila nyeri muncul. Klien sangat taat beribada dan selalu berdoa agar penyakitnya sembuh. a. Pemeriksaan fisik
24

Pada pemeriksaan fisik diperoleh data seperti, keadaan umum klien tampak selalu berkeringat dan tampak pucat, dan diperoleh tanda-tanda vital klien, suhu tubuh 360 C, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 90 kali/menit, pernafasan 24 kali/menit, tinggi badan 162 cm, berat badan 53 kg dan skala nyeri 8. Pada pemeriksaan head to toe dimulai dari kepala bentuk normal/simetris penyebaran rambut tidak merata, wajah simetris warna sawo matang, mata simetris dengan kelengkapan normal, hidung simetris, lengkap dan normal, telinga bentuk simetris kiri kanan dan normal. Mulut dan faring bentuk normal dan simetris, leher simetris dan normal, pemeriksaan integumen keberishan baik, lembab, kulit hangat, tugor kembali < 3 detik. Pada pemeriksaan payudara tidak dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan thoraks bentuk normal, frekuensi 24 kali//menit irama regular, tidak ada kesulitan bernafas, Pemeriksaan paru terasa simsetris kiri kanan, resonan, suara nafas bersih, pemeriksaan jantung tidak dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan abdomen tampak normal, terdengar suara peristaltic usus, tidak ada distensi, tympani. Periksaan Kelamin dan daerah sekitarnya tidak dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan musculoskeletal/ekstremitas skala kekuatan otot 3 dengan presentase 50%, terdapat edema di ekstremitas bawah pada gastrocnemius dengan derajat 2 edema 4mn. Fungsi neurologi dengan Glasgow coma scale 14 E=5, M=4, V=5. Pada pemeriksaan fungsi sensorik klien dapat membedakan sentuhan tajan tumpul, sensasi panas, merasakan getaran dan mengidentifikasi benda dile\takan ditelapak tangan dan refleks klien berkurang. b. Pengkajian kebiasaan sehari-hari
Pada pengkajian pola kebiasaan sehari-hari klien yang dimulai dari pola makan dan minum, frrekuensi makan tiga kali/hari, kurang nafsu makan, tidak dad nyeri ulu hati, tidak ada alergi makan, waktu makan pagi jam 07.00, siang 12.00 dan malam 19.00 wib. Perawatan diri,kebersihan tubuh klien baik, gigi, mulut dan kuku terjaga dengan baik, klien dapat mandi secara mandiri. Pengkajian pola eliminasi, klien biasanya Buang air besar dua kali sehari, tidak mengalami diare, karakter feses lembek dan tidak ada masalah dalam buang air kecil.
25

2. Analisa masalah
NO DATA
1 DS : - Klien mengeluhkan nyeri pada lokasi ekstremitas bawah - Klien suka makan daging dan kecap - Klien mengatakan nyeri menigkat bila bergerak misal, berjalan berdiri lama

PENYEBAB
Peningkatan zat purin dalam tubuh

MASALAH KEPERAWATAN Ganguan rasa nyaman
Nyeri

Peningkatan asam urat

Atritis rheumatoid

DO : - Klien tampak lemas - Klien berhati-hati
bergerak, gelisah, banyak keringat dan ekstremitas bawah klien tampak bengkak - Skala nyeri 7 dengan mengunakan skala Numerical Rating Scale, NRS

Proses inflamasi sendi
merangsang saraf perifer
Menimbulkan rangsangan nyeri

Implus dikirim otak bagian thalamus

Nyeri dipresepsikan

26

2 DS : - Klien mengatakan sudah tidak sanggup lagi berjalan/bekerja lama - Klien mengatakan penurunan kekuatan otot - Klien mengatakan mudah lemah. DO : - Klien tampak berhatihati berjalan dan sengat pelan dalam melakah - Klien tampak meringis, tampak berkeringat dan bengkak pada ekstremitas bawah klien - Klien sedikit membungkung untuk berjalan
3 DS : - Klien mengatakan dia sering terbangun pada malam hari

Gangguan Rasa Nyaman
Masuknya sel radang ke dalam membrane synovial

Gangguan mobitas fisik

Pengendapan komplek imun menyebabkan terbentuknya
pannus

Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi
tulang

Gangguan mobitas fisik

Peningkatan asam urat

Gangguan pola tidur

27

pada saat tidur karena nyerinya

atritis rheumatoid

DO : - Wajah klien tampak
ngantuk, lemas dan sering menguap - Klien tampak berkeringat

Proses inflamasi sendi
Reseptor nyeri terstimulasi

implus dikirim otak bagian thalamus

nyeri dipersepsikan

Sering terbangun pada malam hari

Gangguan pola tidur

3. Rumusan Masalah a. Masalah keperawatan 1. Nyeri 2. Gangguan mobilitas fisik 3. Gangguan pola tidur
b. Diagnosa keperawatan (prioritas)

28

1. Gangguan rasa nyaman nyeri ditandai dengan skala nyeri 7, klien tampak meringis, berhati-hati bergerak dan banyak berkeringat
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri di ekstremitas bawah ditandai dengan membatasi rentang gerak
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun dimalam hari ganguan rasa nyeri ditandai dengan nyeri skala 7, wajah pucat dan lemas
4. Perencanaan

Hari/ No. Tanggal Dx

Perencanan Keperawatan

Senin/ 1. Tujuan:

18/052015

- Nyeri berkurang/teradaptasi

Krieria hasil:
- Klien melaporkan nyeri berkurang - Skala nyeri 1-3 - Klien tampak senang - Tanda-tanda vital dalam batas normal

Rencana Tindakan

Rasional

a. Kaji nyeri, lokasi nyeri, a. Membantu

dalam

karakteristik nyeri, skala menentukan kebutuhan

nyeri

manajemen nyeri dan

b. Kaji tanda-tanda vital keefektifan program

klien mis, TD, RR, Hr, b. Mengetahui keadaan

Suhu.

umum klien melalui

c. Berikan klien posisi yang tanda-tanda vital

nyaman pada waktu tidur c. Memberikan

atau duduk

kenyamanan pada klien

d. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri