10
1.7 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1 Ada beberapa usaha perikanan tangkap kondisi finansialnya tidak baik
sehingga tidak layak mendapat dukungan dari lembaga keuangan. 2 Peran lembaga keuangan belum optimal dalam mendukung usaha perikanan
tangkap di pesisir utara Propinsi Jawa Barat. 3 Belum terdapat strategi yang jelas untuk pengembangan kemitraan usaha
perikanan tangkap dengan lembaga keuangan, sehingga pola hubungan atau kerjasama diantara kedua kelembagaan tersebut belum terbina baik.
11
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha Perikanan Tangkap
Sebagai negara maritim terbesar di Asia Tenggara dengan panjang pantai lebih dari 80.000 kilometer, Indonesia memiliki peluang besar menjadi negara
produsen unggulan di bidang perikanan. Apalagi, perikanan merupakan urat nadi penghasilan bagi mayoritas penduduk di kawasan pesisir. Indonesia menempati
peringkat kelima dunia pada tahun 2004 sebagai produsen perikanan tangkap dan budidaya. Peringkat pertama adalah China, disusul Peru, Amerika Serikat, dan
Cile. Produksi perikanan tangkap Indonesia pada 2007 berkisar 4,94 juta ton dan perikanan budidaya sekitar 3,08 juta ton yang menyumbang produk domestik
bruto sekitar 3 . Meski demikian, kiprah Indonesia masih tertinggal ketimbang negara tetangga dalam perdagangan internasional FAO 2007.
Di Asia, Indonesia hanya menduduki peringkat keempat sebagai eksportir perikanan sesudah China, Thailand, dan Vietnam. Ekspor perikanan Vietnam kini
sudah menembus 3 miliar dollar AS, sedangkan nilai ekspor perikanan Indonesia selama 2007 hanya 2,3 miliar dollar AS dengan pasar ekspor terbesar adalah AS,
Jepang, dan Uni Eropa UE. Pemerintah menargetkan nilai ekspor perikanan mencapai 3 miliar dollar AS pada tahun 2009. Namun, belum lagi mencapai target
ekspor itu, Indonesia dihadang persoalan serius dalam stok perikanan nasional. Stok perikanan pada 2007 berkisar 6,4 juta ton dengan pemanfaatan mencapai 5,8
juta ton 90,6 atau melampaui batas pemanfaatan sebesar 80 dari total stok. Imron 2008. Menurut WALHI 2006 Indonesia memasuki krisis ikan pada
2015 jika ekosistem tidak diselamatkan. Persoalan ancaman stok perikanan itu merupakan akumulasi dampak dari penangkapan ikan yang berlebihan
overfishing, maraknya penangkapan ikan secara ilegal, dan perusakan ekosistem laut.
Usaha perikanan tangkap di Indonesia, hingga saat ini masih didominasi oleh usaha mikro, kecil dan menengah UMKM, baik oleh nelayan penangkap
maupun nelayan pengolah hasil tangkapan. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari statistik perikanan pada tahun 2006 yang menunjukkan bahwa dari 412.497
unit armada perikanan yang digunakan oleh seluruh nelayan di Indonesia, sekitar
12 90,9 merupakan perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor
yang berukuran di bawah 5 GT. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi sektor kelautan dan perikanan karena
produktivitas usaha yang dijalankan relatif rendah. DKP 2004a Akan tetapi pada tahun 2005, peran UKM terhadap penciptaan PDB
nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.491,06 triliun atau 53,54 persen, kontribusi usaha kecil UK tercatat sebesar Rp. 1.053,34 triliun atau
37,82 persen dan usaha menengah UM sebesar Rp. 437,72 triliun atau 15,72 persen dari total PDB nasional, selebihnya adalah usaha besar UB yaitu Rp.
1.293,90 triliun atau 46,46 persen Hermawan 2006.
Gambar 2 Proporsi kontribusi UKM dan usaha besar terhadap PDB Nasional tahun 2005 – 2006 menurut harga berlaku.
Pada tahun 2006, peran UKM terhadap penciptaan PDB nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.778,75 triliun atau 53,28 persen dari total
PDB nasional, mengalami perkembangan sebesar Rp. 287,68 triliun atau 19,29 persen dibanding tahun 2005. Kontribusi UK tercatat sebesar Rp. 1.257,65 triliun
atau 37,67 persen dan UM sebesar Rp. 521,09 triliun atau 15,61 persen, selebihnya sebesar Rp. 1.559,45 triliun atau 46,72 persen merupakan kontribusi
UB. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peran UKM pada tahun 2005 tercatat sebesar 83.233.793 orang atau 96,28 persen dari total penyerapan tenaga kerja
yang ada, kontribusi UK tercatat sebanyak 78.994.872 orang atau 91,38 persen dan UM sebanyak 4.238.921 orang atau 4,90 persen Depkominfo 2007.
37,82 37,67 15,72
15,61 46,46 46,72
20 40
60 80
100
2005 2006
Tahun P
e rs
e n
tase
UK UM
UB
13 Untuk UK sektor Pertanian, Peternakan, Perhutanan dan Perikanan tercatat
memiliki peran terbesar dalam penyerapan tenaga kerja yaitu sebanyak 38.039.281 orang atau 48,15 persen dari total tenaga kerja yang diserap.
Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki penyerapan tenaga kerja terbesar pada UM adalah sektor Industri Pengolahan yaitu sebanyak 1.727.038 orang atau
40,74 persen Kompas 2003.
Gambar 3 Jumlah tenaga kerja usaha kecil tahun 2005 – 2006. Pada tahun 2006, UKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 85.416.493
orang atau 96,18 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, jumlah ini meningkat sebesar 2,62 persen atau 2.182.700 orang dibandingkan tahun 2005.
Kontribusi usaha kecil UK tercatat sebanyak 80.933.384 orang atau 91,14 persen dan usaha menengah UM sebanyak 4.483.109 orang atau 5,05 persen.
Rincian penyerapan tenaga kerja pada UK dan UM di berbagai sektor disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Untuk UK sektor Pertanian, Peternakan,
Perhutanan dan Perikanan tercatat memiliki peran terbesar dalam penyerapan tenaga kerja yaitu sebanyak 37.965.878 orang atau 46,91 persen dari total tenaga
kerja yang diserap. Jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 73.403 orang atau 0,19 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan sektor ekonomi yang
memiliki penyerapan tenaga kerja terbesar pada UM adalah sektor Industri
20 05
200 6
Listrik, Gas dan Air Bersih Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Pertambangan dan Penggalian Bangunan
Pengangkutan dan Komunikasi Industri Pengolahan
Jasa - Jasa Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
- 5.000
10.000 15.000
20.000 25.000
30.000 35.000
40.000
R ibu Or
a ng
14 Pengolahan yaitu sebanyak 1.827.073 orang atau 40,75 persen Depkominfo
2007.
Gambar 4 Jumlah tenaga kerja usaha menengah tahun 2005 – 2006. Gambaran mengenai perkembangan penyerapan tenaga kerja UK, UM dan
UB tahun 2005 - 2006 disajikan pada gambar berikut.
91,14 91,38
5,05 4,90
3,82 0,04
20 40
60 80
100
2005 2006
Tahun Pe
rs e
n ta
se
UK UM
UB
2005 2006
Pertambangan dan Penggalian Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa - Jasa
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
Industri Pengolahan
- 200
400 600
800 1.000
1.200 1.400
1.600 1.800
2.000
Ri b
u O
ra n
g
Gambar 5 Proporsi jumlah tenaga kerja UKM dan usaha besar tahun 2005 – 2006.
15
78.995 Ribu Orang 80.933 Ribu Orang
4.239 Ribu Orang 4.483 Ribu Orang
3.212 Ribu Orang 3.388 Ribu Orang
74.000 76.000
78.000 80.000
82.000 84.000
86.000 88.000
90.000
2005 2006
Tahun Ri
bu O ra
n g
UK UM
UB
Gambar 6 Jumlah tenaga kerja UKM dan usaha besar tahun 2005 – 2006. Permintaan pasar dunia untuk konsumsi ikan akan terus menguat. Beberapa
negara maju diperkirakan menjadi importir bersih produk perikanan pada tahun 2030 dengan volume impor mencapai 21 juta ton. Pasar ekspor China juga dinilai
potensial dengan konsumsi diprediksi naik dari 33 juta ton pada tahun 1997 menjadi 53 juta ton pada tahun 2020. Untuk mengimbangi peningkatan
permintaan tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan produksi perikanannya. Memang produksi perikanan tangkap meningkat dari tahun ke tahun kendati tidak
terlalu besar. Pada tahun 2005 total produksi perikanan tangkap mencapai 4,705 juta ton, pada tahun 2006 naik menjadi 4,769 juta ton, dan pada tahun 2007
menjadi 4,942 juta ton atau naik 3 dibanding tahun 2006. Rendahnya kenaikan produksi tersebut karena perikanan tangkap saat ini sifatnya pengendalian yang
sudah ada, sebab hasil penangkapan selama ini sudah hampir mendekati batas penangkapan yang diperbolehkan Citrasari 2004.
Tabel 2 Produksi perikanan di perairan laut dan perairan umum tahun 2000 – 2006 satuan : ton
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Kenaikan Rata-rata
Perairan Laut 3.807.191 3.966.480 4.073.506 4.383.103 4.320.241 4.408.499 4.468.010
2,74 Perairan
Umum 318.334 310.240 304.989 309.693 330.880 297.369 301.150 2,55 Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan 2007
16 Pembatas terbesar pada peningkatan produksi adalah kurangnya
peningkatan teknologi, perluasan pasar dan biaya operasional yang tinggi, terutama bahan bakar yang mencapai 60 biaya produksi. Untuk itu diperlukan
bantuan dari berbagai pihak untuk menyediakan modal usaha atau modal operasional yang meringankan nelayan dalam penggunaan sebelum dan setelah
produksi. Mengingat masih banyak lembaga keuangan yang membatasi kredit atau penyaluran modal bagi usaha bidang perikanan, terutama perikanan tangkap
Sparre dan Venema 1999. Usaha perikanan tangkap skala kecil dan menengah memang menghadapi
banyak permasalahan. Secara umum dapat diangkat 4 empat faktor yang sangat dominan mempengaruhi keberhasilan upaya pengembangan usaha perikanan
tangkap skala kecil tradisional ini, yaitu: pemasaran, produksi, organisasi, keuangan dan permodalan.
Produk perikanan mudah rusak dan tidak tahan lama high perishable, sehingga pelaku usaha perikanan tangkap skala kecil dan menengah selalu berada
pada posisi sulit untuk berkembang akibat harga jual produk yang diterima sangat rendah dan cenderung tidak sebanding dengan resiko maupun biaya yang
telah dikeluarkannya Kotler 1997. . Usaha perikanan tangkap yang bergantung dengan laut sangat berbeda
dengan bidang-bidang lainnya. Usaha perikanan tangkap di laut relatif lebih sulit diprediksi keberhasilannya karena sangat peka terhadap faktor eksternal musim
dan iklim serta faktor internal teknologi, sarana dan prasarana penangkapan ikan dan modal. Kerentanan dalam proses produksi akan mengakibatkan adanya
fluktuasi dalam perolehan hasil tangkapannya Pearce dan Robinson 1997. Kelembagaan dalam pengelolaan usaha perikanan tangkap skala kecil dan
menengah masih berada dalam taraf mencari bentuk kelembagaan yang tepat di dalam mengelola sumberdaya, baik ditinjau dari aspek aturan main property
rights maupun organisasi Karyana 1993 dan Umarwanto 2006. Konsekuensi
dari organisasi dan aturan main yang belum kuat tersebut memberikan dampak pada lemahnya posisi usaha skala kecil ini dalam melakukan negosiasi kepada
pihak lain. Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam rangka menguatkan aspek organisasi ini, sehingga timbul adanya pola-pola kemitraan
17 antara pelaku usaha skala kecil dengan mitranya. Namun kebanyakan program
pengembangan tersebut berjalan relatif tidak lancar terseok-seok Hou 1997. Salah satu isu masalah pokok yang krusial dan selalu menjadi momok
pada usaha perikanan tangkap skala kecil dan menengah adalah permasalahan keuangan dan permodalan. Keterbatasan sumber modal ini bukan disebabkan
oleh karena tidak adanya lembaga keuangan dan kurangnya uang beredar, namun disebabkan oleh karena tidak beraninya lembaga keuangan berkecimpung pada
kegiatan usaha ini. Kondisi tersebut memang beralasan bila ditinjau dari sisi ekonomi karena kegiatan usaha penangkapan ikan skala kecil tradisional ini
diperparah oleh ketidakpastian dalam memperoleh hasil tangkapannya. Sangat wajar apabila lembaga keuangan menghindari rasa ketakutan yang besar terhadap
resiko kredit macet. Dalam kasus seperti ini biasanya lembaga keuangan menetapkan syarat agunan collateral yang tinggi dan sulit untuk dapat dipenuhi
oleh para pelaku usaha penangkapan ikan skala kecil tradisional Nurani dan Wisudo 2007.
Menurut Ihsan 2000, keterkaitan pengembangan usaha perikanan tangkap di Indonesia dengan lembaga keuangan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Skema hubungan lembaga keuangan dengan usaha perikanan tangkap dan komponen-komponennya.
Sektor Usaha Perikanan Tangkap
Teknologi Sumberdaya Manusia
Sarana dan Prasarana Komersial
Intervensi Lembaga Keuangan
Perlu Perlu
Perlu Perlu
18
2.2 Sumber-Sumber dan Model-Model Pendanaan Usaha bagi Usaha