Panaek Gondang Dalam Upacara Adat Perkawinan Pada Masyarakat Mandailing Di Kecamatan Medan Tembung

PANAEK GONDANG DALAM UPACARA ADAT PERKAWINAN PADA
MASYARAKAT MANDAILING DI KECAMATAN MEDAN TEMBUNG
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
E
H
RABIATHUL ADAWIAH
NIM 020707011
Pembimbing I

Pembimbing II

Dra.Frida Deliana, M.Si.

Dra.Heristina Dewi, M.Pd.

NIP 131 785 636

NIP


Sripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra USU Medan,
Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Srjana Seni dalam bidang
Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN

Universitas Sumatera Utara

2008
Disetujui oleh:

FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

Universitas Sumatera Utara


DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
Ketua

Dra.Frida Deliana,M.Si.
NIP 131 785 636

Universitas Sumatera Utara

Pengesahan
Diterima oleh:
Panitia

Ujian

Fakkultas

Sastra

Universitas


Sumatera

untuk

untuk

Melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi
Pada Fakultas Sastra USU Medan
Pada
Hari
Tanggal

:
:

Dekan

Drs.Syaifuddin,MA.,Ph.D
NIP 132 098 531
Panitia Ujian

No.

Nama

Tandatangan

1.

Dra. Frida Deliana, M.Si.

(

)

2.

Dra. Heristina Dewi, M.Pd.

(


)

3.

Drs. Muhammad Takari, M.Hum.

(

)

4.

Drs. Kumalo Tarigan, M.A.

(

)

5.


Drs. Bebas Sembiring, M.Si.

(

)

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Ucapan syukur alhamdulillah ke hadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam
atas
rahmat dan kuasaNya skripsi ini bisa terwujud.
Skripsi yang berjudul PANAEK GONDANG DALAM UPACARA ADAT
PERKAWINAN PADA MASYARAKAT MANDAILING DI KECAMATAN MEDAN
TEMBUNG ini merupakan hasil perjuangan panjang menuntut ilmu pengetahuan
dalam
bidang Etnomusikologi di Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara yang penulis lalui selama enam tahun lebih.
Di dalam etnomusikologi penulis mempelajari apa itu musik dan
bagaimana

sesuatu itu dikatakan musik. Etnomusikologi membuat penulis menyukai dan
mencintai
segala sesuatu yang berhubungan dengan musik dan kebudayaan terutama
kebudayaan
sendiri. Karena Etnomusikologi pula penulis bergiat mencari tahu dan
memahami setiap
musik dan kebudayaan berbagai etnis pemilik musik dan kebudayaan tanpa
pernah
menilai bahwa suatu kebudayaan lebih baik dari kebudayaan lainnya.
Skripsi ini tidak akan pernah terwujud tanpa kasih sayang,cinta dan
dukungan dari
berbagai pihak. Kiranya hanya Allah SWT yang berkenan membalas semua
kebaikan
hati dan cinta dari semuanya.Di antaranya:
1.Yang terhormat ayahanda tercinta Alm. Ishak Jasir Nasution dan ibunda
tercinta

Universitas Sumatera Utara

Nurwani atas cinta kasih, perhatian,dukungan dan doanya yang tak

terhingga.
Kepada kakak tercinta Ismayani Nasution dan Syarifah Hafni Nasution, juga
kepada
tersayang Siti Zulaiha Nasution yang senantiasa mencurahkan kasih saying
dan
dukungannya.
2.Yang terhormat Drs. Z.Pangaduan Lubis dan H.Pandapotan Nasution selaku
pemuka
adat Mandailing.
3.Yang terhormat Prof.Mauly Purba, Ph.D selaku Pembimbing Akademik yang
banyak
Memberi dukungan dan semangat kepada penulis.
4.Yang terhormat Dra.Frida Deliana selaku Ketua Jurusan dan Pembimbing
Skripsi I
yang telah banyak bersabar atas keterlambatan penulis menyelesaikan skripsi
dan juga
kemudahan yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi .
5.Yang terhormat Dra.Heristina Dewi, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan dan
Pembimbing
Skripsi II yang telah memberi kemudahan administrasi selama penulis kuliah di

Jurusan Etnomusikologi dan banyak memberi dukungan dan semangat
kepada penulis.
6.Yang terhormat seluruh staf pengajar Departemen Etnomusikologi
USU:Drs.Torang
Naiborhu,M.Hum., Drs Muhammad Takari, M.Hum., Drs. Kumalo Tarigan, M.A.,
Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., Drs.Bebas Sembiring, M.Si., Drs.Fadlin, Drs.
Irwansyah
Harahap,M.A., Drs.Setia Dermawan Purba, M.Si., Dra. Rithaony Hutajulu, M.A.,
Dra.

Universitas Sumatera Utara

Arifni Netrirosa, S.ST., an seluruh Dosen Luar Biasa dan Dosen dari Departemen
atau
Fakultas lain yang mengajar di Departemen Etnomusikologi yang membuka
luas
wawasan dan pengetahuan dan membuat penulis melihat dengan cara
yang berbeda.
7.Yang terhormat Drs. Mahmud Ulya Nasution selaku informan dan Muhammad
Nasution yang telah banyak memberi informasi untuk skripsi ini.

8.Kepada eman-teman mahasiswa dan alumni Etnomusikologi USU angkatan
2002:
Irman Fauzi Saputra,S.Sn., Intan Maida Sinambela, S.Sn., Irbet Nopandi Barus,
S.Sn.,
Decy Christy Napitupulu, S.Sn., Siti Harviah Saragih, S.Sn., Sendvian Butarbutar,S.Sn
Hotmauli Manalu, Galumbang Sihombing.
Terima kasih juga kepada kepada siapa saja yang terlibat secara
langsung
Ataupun tidak langsung selama peneitian dan penulisan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

: PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
1.2.Pokok Pemasalahan

1.3.Tujuan Penelitian
1.4.Manfaat Penelitian
1.5.Konsep
1.6.Teori
1.7.Metode Penelitian
1.7.1.Studi Kepustakaa
1.7.2.Kerja Lapangan
1.7.3.Kerja Labdratorium
1.7.4.Lokasi Penelitian

BAB II

: ETNOGRAFI MASYARAKAT MNDAILING DI KECAMATAN
MEDAN TEMBUNG
2.1.Identifikasi Kecamatan Medan Tembung
2.2.Organisasai Sosial Masyarakat Mandailing: Penegas Integrasi
Masyarakat Mandailing
2.3.Masyarakat Mandailing di Kecamatan Medan Tembung
2.3.1.Mata Pencaharian
2.3.2.Sistem Bahasa
2.3.3.Sistem Religi

Universitas Sumatera Utara

2.3.4.Sistem Kekerabatan
2.3.5.Sistem Pengetahuan
2.3.6.Kesenian
BAB III

: ADAT PERKAWINAN MANDAILING
3.1.Sebelum Acara Perkawinan
3.1.1.Mangaririt Boru
3.1.2.Padamos Hata
3.1.3.Patobang Hata
3.1.4.Manulak Sere
3.1.5.Mangalehen Mangan Pamunan
3.2.Acara Pernikahan
3.3.Horja Pabuat Boru
3.3.1.Panaek Gondang
3.3.2.Membawa Pengantin ke Tappian Raya Bangunan
3.3.3.Mangalehen Gorar
3.3.4.Mangupa

BAB IV

:PANAEK GONDANG
4.1. Panaek Gondang
4.1.1.Waktu dan Tempat Panaek Gondang
4.1.2.Pendukung Upacara
4.1.2.1.Datu
4.1.2.2.Pemain Musik
4.1.3.Peralatan dan Perlenngkapan

Universitas Sumatera Utara

4.1.3.1.Gordang Sambilan
4.1.3.2.Sarune
4.1.3.3.Ogung Dada Boru dan Ogung Jantan
4.1.3.4.Doal
4.1.3.5.Momongan
4.1.3.6.Talisasayak
BAB V

: PENUTUP
5.1.Kesimpulan
5.2.Saranss

x
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR INFORMAN
Nama
Umur

: Pandapotan Nasution
: 70 tahun

Pekerjaan : Pensiunan PNS/Pemuka Adat Mandailing

Nama
Umur
Pekerjaan

Nama
Umur

: Mahmud Ulya Nasution
: 64 tahun
: Pensiunaan PNS

: Muhammad Nasution
: 78 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Universitas Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Panaek Gondang merupakan salah satu ritual yang menjadi bagian dari seluruh
rangkaian upacara adat perkawinan dalam masyarakat Mandailing,jika perkawinan tersebut
dikategorikan sebagai horja godang 1
Secara etimologi, kata panaek dalam bahasa Mandailing ialah menaikkan atau mendirikan
sedangkan gondang ialah gendang atau drum. Maka panaek gondang ialah memukul atau
memainkan gordang sambilan beserta alat musik pendukung lainnya yaitu sarune, ogung,
mongmongan, talisasayak dan doal sebagai pertanda dibukanya gelanggang panortoran. Panaek
gondang biasanya dilakukan sehari sebelum acara perkawinan adat.
Panaek gondang merupakan satu hal yang sangat penting dilakukan, karena hal ini
sangat terkait dengan adat. Sebab dalam masyarakat Mandailing adat merupakan salah satu atau
merupakan tujuan hidup yang harus dilakukan oleh masyarakat Mandailing. Karena panaek
gondang merupakan bagian acara dalam perkawinan adat Mandailing, upacara perkawinan mesti
pula dideskripsikan. Hal apa yang membuat bahwa panaek gondang ini penting untuk dikaji
karena budaya musikal panaek gondang ini merupakan satu eksistensi atau kepentingan yang
sangat signifikan di dalam tradisi Mandailing. Oleh karena itu, melihat panaek gondang di

1

Berdasarkan materi dalan hal ini pangupa yang digunakan maka horja godang merupakan
Pesta perkawinan yang paling besar dengan materi pangupanya berupa seekor kerbau.

Universitas Sumatera Utara

berbagai sisi bisa memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas bagaimana maksud falsafah
hidup masyarakat Mandailing terutama di dalam adat perkawinan.
Panaek gondang di sini bukan semata-mata merupakan suatu seni tetapi lebih dekat
kepada suatu adat, oleh karena itu panaek gondang dapat dijadikan kajian yang bersifat ilmiah
terutama dari segi etnomusikologi. Karena dengan demikian kita dapat melihat falsafah
masyarakat Mandailing dalam menjalani kehidupan mereka.Bagaimanapun musik yang
dipertunjukakan dalam panaek gondang untuk melengkapi kronologis perkawinan sangat penting
untuk dikaji.
Alasan lain mengapa panaek gondang tersebut penting dibicarakan karena ada hal-hal yang harus
diikuti secara kronologisyaitu pelaksanaan panaek gondang dari awal hingga akhir.

1.2.Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,maka pokok permasalahan yang menjadi perhatian
dalam skripsi ini ialah bagaimana proses penyajian panaek gondang secara kronologis dalam melengkapi
tahapan secara keseluruhan upacara perkawinan Mandailing, dimana kronologis yang dimaksud ialah
proses penyajian panaek gondang dari awal hingga akhir,dimana dilaksanakan, peralatan apa saja yang
digunakan, serta siapa-siapa saja sebagai unsur pendukung pelaksanaan panaek gondang tersebut.

2

Universitas Sumatera Utara

1.3.Tujuan Penelitian
Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran bagaimana proses panaek
gondang di dalam upacara perkawinan adat Mandailing, dimana proses tersebut ialah pelaksanaan panaek
gondang dari awal hingga akhir,
1.4.Manfaat Penelitian
Selain sebagai skripsi,penelitian ini dimanfaatkan untuk mengetahui secara jelas bagaimana proses
panaek gondang yang dikaitkan dengan adat bisa dimanfaatkan sebagai kajian banding dalam budaya
musik terutama yang berhubungan dengan adat Mandailing.
I.5.Konsep
Konsep ialah pengertian abstrak dari sejumlah konsepsi-konsepsi atau pengertian, pendapat atau
paham yang telah ada dalam pikiran (Bachtiar 1997:10).
Konsep juga merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati ,dan merupakan penentuan antara variabelvariabel jika ingin menentukan adanya hubungan empiris.
Untuk mendapatkan pengetahuan mendasar tentang objek penelitian maka diperlukan defenisi-defenisi
terhadap terminologi yang menjadi pokok bahasan.Defenisi ini merupakan kerangka konsep yang
mendasari batasan-batasan makna terhadap topik-topik yang mejadi pokok penelitian.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ,kata deskripsi ialah menggambarkan apa adanya
(1990:201).Secara etimologi kata panaek ialah menaikkan atau mendirikan ,kata gondang ialah gendang
atau drum dalam hal ini merupakan salah satu instrumen sebagai pendukung pelaksanaan upacara.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia upacara ialah 1) tanda-tanda kebesaran, 2) peralatan (menurut
adat istiadat), rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat kepada aturan-aturan tertentu menurut adat

Universitas Sumatera Utara

atau agama, 3) perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa
penting(1990:994).
Koentjaraningrat (1980:90) mengemukakan bahwa “ dipandang dari sudut kebudayaan manusia maka
perkawinan merupakan pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan seksnya
.Karena menurut pengertian masyarakat ,perkawinan menyebabkan seorang laki-laki tidak boleh
melakukan hubungan seks dengan sembarangan wanita lain , tetapi hanya dengan satu atau beberapa
wanita yang sudah disahkan sebagai istrinya”.
Pengertian masyarakat dapat dipahami sebagai suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi dan
bertingkah laku menurut suatu system adapt tertentu yang bersifat kontinu , dimana setiap anggotanya
terikat oleh satu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat 1986:160).
Mayarakat Mandailing yang penulis maksud ialah mayarakat Mandailing yang telah bermigrasi dari
Kabupaten Mandailing Natal dan menetap (termasuk juga lahir dan tumbuh) di Kecamatan Medan
Tembung . Mengingat hal ini , perlu dipahami bahwa budaya Mandailing telah berinteraksi dengan
budaya lain seperti Melayu , Toba , Karo dan sebagainya.
I.6.Teori
Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berpikir dalam membahas permasalahan ,Untuk
itu penulis mencoba mengambil beberapa teori yang dianggap perlu sebagai referensi atau acuan dalam
penulsan skripsi ini .Bachtiar (1997:10) ,endefenisikan teori sebagai ketentuan-ketentuan dasar saintifik
yang akan diaplikasikan mdimana kebenarannya telah diuji dengan mengikuti disiplin tertentu oleh para
pakarnya ,
Seeger (1954:1840) mengemukakan deskriptif ialah penyampaian suatu objek dengan
menerangkannya terhadap pembaca secara tulisan ataupun lisan dengan sedetail-detailnya .Dengan
demikian deskriptif yang dimaksudkan ialah bersifat menyatakan dan menyampaikan sesuatu apa adanya

Universitas Sumatera Utara

dengan menggambarkannya secara tulisan dan secara jelas mengenai kronologis panaek gondang dalam
upacara perkawinan masyarakat Mandailing di kecamatan Medan Tembung . kotamadya Medan.
Koentjaraningrat (1980:241) mengemukakan pengertian upacara adalah suatu kelakuan
keagamaan yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku sesuai dengan komponen keagamaan
.Komponen keagamaan itu dapat dilihat dari ;tempat upacara , saat dan waktu upacaradilaksanakan ,
benda-benda atau alat upacara , dan orang yang melaksanakan dan memimpin upacara . Beliau juga
mengemukakan bahwa dunia gaib bias dihadapi manusia dengan berbagai macam perasaan cinta , hormat
, bakti tetapi juga takut , ngeri dan sebagainya .Dengan berbagai macam perasaan itu mendorong manusia
untuk melakukan suatu upacara keagamaan . Manusia selalu dihinggapi suatu emosi keagamaan yang
dilaksanakan menurut tata laksana baku dari upacara keagamaan atau ritus (1980:234).
Untuk mendukung pembahasan panaek gondang dari aspek musik diperlukan suatu transkripsi
.Bruno Netll mengemukakan transkripsi ialah proses menotasikan bunyi atau membuat bunyi menjadi
symbol visual (1964:99) .Dalam panaek gondang ada satu repertoar gondang yang dimainkan .
Mengenai hubungan panaek gondang dengan upacara perkawinan penulis mengacu pada pendapat
Alan P Meriam mengenai penggunaan dan fungsi musik yang mengatakan bahwa :
…use then refers to the situation in which is employed in human action : function concern to
reason for its employment and particulary the broader purpose…(1964:210)
Dari kalimat di atas , dapat diartikan bahwa use (penggunaan) menitikberatkan pada masalah situasi
atau cara yang bagaimana musik itu digunakan , sedangkan function (fungsi) menitikberatkan pada alasan
penggunaan atau menyangkut tujuan pemakaian musik , terutama maksud yang lebih luas , sampai sejauh
mana musik itu mampu memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri .
Dalam mengkaji fungsi musik, tulisan ini berpedoman pada pendapat Meriam (1964:219-226) yang
membagi fungsi musik ke dalam 10 (sepuluh) kategori fungsi , yaitu fungsi : 1) pengungkapan emosional,

Universitas Sumatera Utara

2) penghayatan estetis, 3)hiburan, 4)komunikasi, 5) perlambangan, 6) reaksi jasmani, 7) berkaitan dengan
norma-norma sosial 8) pengesahan lembaga social, 9) kesinambungan kebudayaan, 10)pengintegrasian
masyarakat. Dari kesepuluh fungsi musik tersebut, panaek gondang pada upacara perkawinan masyarakat
Mandailing termasuk dalam fungsi pengungkapan emosional, fungsi komunikasi, fungsi reaksi jasmani,
fungsi hiburan, fungsi perlambangan, fungsi kesinambungan kebudayaan, dan fungsi pengintegrasian
masyarakat.
1.7.Metode Penelitian
Dalam hal metide penelitian penulis memakai metode penelitian kualitatif,yaitu prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati. Penekanan kajian diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh (Bogdan 1975:5). Suatu
penelitian kualitatif memungkinkan kita memahami masyarakat secara personal dan memandang mereka
sendiri mengungkapkan pandangan dunianya (Bogdan 1975:4-5).
Menurut Netll (1964:62-84) ada 2 (dua) hal yang esensial untuk melakukan aktifitas penellllitian
dalam disiplin etnomusikologi yaitu : kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work).
Kerja lapangan meliputi pemilihan infirman, pendekatan dan pengambilan data, pengumpulan dan
perekaman data. Sedangkan kerja laboratorium meliiiputi pengolahan data, menganalisis dan membuat
kesimpulan dari keseluruhan data-data yang diperoleh. Namun demikian, sebelum melakukan hal ini
terlebih dahulu dilakukan studi kepustakaan yakni mendapatkan literatur atau sumber-sumber bacaan
yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
1.7.1.Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan sebagai landasan dalam hal penelitian,yakni dengan mengumpulkan
literatur atau bacaan yang akan menjadi dasar dalam melakukan penelitian. Sumber-sumber bacaan ini
dapat berupa buku, ensiklopedi, jurnal, bulletin, makalah, slripsi, dan lain-lain. Dengan melakukan studi
kepustakaan ini penulis akan dapat melakukan secara efektif penelitian lapangan dan ienyusunan skripsi

Universitas Sumatera Utara

ini.Penellusuran kepustakaan dilakukan dalam rangka memperoleh pengetahuan awal mengenai apa yang
akan diteliti. Dalam hal ini penulis mempelajari buku-buku tentang upacara adat perkawinan Mandailing
yang telah ditulis oleh peneliti sebelumnya (Pandapotan Nasution, 2005).Studi kepustakaan juga
dilakukan terhadap topik-topik lain yang berkaitan dengan penelitian skripsi ini, seperti pengetahuan
tentang etnografi, sejarah, musikologi, sosiologi, dan lain-lain.
1.7.2.Kerja Lapangan
Dalam kerja lapanagn penulis melakukan pengamatan dan pengupulan data melalui perekaman
dan mencatat jalannya upacara secara keseluruhan, serta melakukan berbagai wawancara dengan
beberapa pakar adat dan juga informan lainnya. Teknik wawancara yang penulis lakukan ialah wawancara
berfokus (focus interview) yaitu melakukan wawancara berupa pertanyaan selalu berfokus pada pokok
permasalahan. Selain itu juga melakukan wawancara bebas (free interview) yaitu melakukan wawancara
berupa pertanyaan yang tidak selalu berfokus pada pokok permasalahan tetapi pertanyaan dapat
berkembang ke pokok permasalahan lainnya dengan tujuan untuk memperoleh data yang beraneka ragam
namun tidak menylmpang dari pokok permasalahan.
1.7.3.Kerja Laboratorium
Setelah semua data yang terkumpul dari lapangan maupun bahan dari studi kepustakaan
terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan.Pada akhirnya hasil dari
pengolahan data dan penganalisaan disusun sistematis dengan mengikuti kerangka tulisan.
1.7.4.Lokasi Penelitian
Lokasi

penelitian

penulis

ialah

di

Kelurahan

Bandar

Selamat,Kecamatan

Medan

Tembung,Kotamadya Medan pada upacara perkawinan Siti Fatimah Nasution dan Burhanuddin
Lubis.Alasan pemilihan lokasi tersebut di atas sebagai lokasi penelitian karena di daerah ini mayoritas
penduduknya suku Mandailing yang masih sering melaksanakan perkawinan menurut adat

Universitas Sumatera Utara

Mandailing.Dan sebagai bahan referensi penulis juga menyaksikan perkawinan Anggia Chairuddin Lubis
dan di Jalan Dr Mansyur, tepatnya Pendop

Universitas Sumatera Utara

BAB II
ETNOGRAFI MASYARAKAT MANDAILING
DI KECAMATAN MEDAN TEMBUNG

2.1. Identifikasi Kecamatan Medan Tembung
Kecamatan Medan Tembung adalah salah satu kecamatan yang berada di
wilayah kotamadia Medan, sebagian besar penduduk di wilayah kecamatan ini
adalah etnis Mandailimg, selebihnya ada etnis Jawa Melayu, Toba, Karo, dll.
Secara geografis kecamatan ini berbatasan dengan kecamatan Medan Perjuangan
di sebelah Barat, kabupaten Deli Serdang di sebelah Timur, kecamatan Medan Denai
di sebelah Selatan, dan kabupaten Deli Serdang di sebelah Utara.
pada tahun 2001 jumlah penduduk sebesar 134.113 jiwa dengan luas kecamatan ini
7,99 km 2 dan kepadatan penduduknya 16,785,11 jiwa/km 2 .
kecamatan ini terdiri dari beberapa desa yaitu :


Kelurahan Tembung ;



Kelurahan Bandar Selamat ;



Kelurahan Indra Kasih ;



Kelurahan Siderejo ;



Kelurahan Siderejo Hilir ;

Universitas Sumatera Utara



Kelurahan Bantan ;



Kelurahan Bantan Timur .

Diantara 7 kecamatan medan Tembung tidak semua kelurahan yang ada mayoritas
penduduknya etnis Mandailing, hanya ada beberapa kelurahan yang mayoritas
peduduknya etnis Mandailing, yaitu :


Kelurahan Tembung ;



Kelurahan Bandar Selamat ;



Kelurahan Bantan ;



Kelurahan Bantan Timur ;

Pada keempat kelurahan tersebut pelaksanaan perkawinan di dalam masyarakat
Mandailing masih sering dilakukan menurut adat istiadat yang berlaku dalam
masyarakat tersebut (WIKIPEDIA-Ensiklopedia bebas).
2.2. Organisasi Sosial Masyarakat Mandailing : Penegas Integrasi Masyarakat
Mandailing di Perantauan
Walaupun manusia dilahirkan menyendiri, tetapi dalam kehidupan selanjutnya
memerlukan orang lain (masyarakat). Dengan desain itu pula terbentuklah beberapa
kelompok dengan masing-masing membentuk pimpinan dan peraturan tertentu yang
harus ditaati oleh seluruh anggotanya. Pernyataan di atas adalah apa yang disebut
dengan organisasi sosial (Marimin Tri Pranoto :20).
Keberadaan suatu masyarakat di suatu daerah biasanya diakui karena adanya
organisasi sosial masyarakat tersebut, terutama masyarakat yang sifatnya merantau.

Universitas Sumatera Utara

Begitu pula dengan Masyarakat Mandailing yang ada di kota Medan, khususnya
kecamatan Medan Tembung, keberadaan masyarakat Mandailing ini tidak terlepas
karena adanya organisasi sosial yang dibentuk oleh masyarakat tersebut.
Organisasi sosial tersebut biasanya dibentuk berdasarkan kesamaan tujuan yaitu
mempererat tali silaturahmi dan mempertahankan adat istiadat yang sudah ada agar
tetap lestari, ini sesuai dengan wawancara yang peneliti lakukan dengan beberapa
tokoh masyarakat yang ada di kecamatan Medan Tembung, tokoh masyarakat yang
memang berkecimpung langsung dengan organisasi sosial tersebut.
Organisasi sosial ini dibentuk berdasarkan 2 kategori, yaitu:


Nama marga



Nama kampung halaman

Berdasarkan nama marga, kesamaan marga yang membuat masyarakat membentuk
suatu organisasi sosial, karena dalam masyarakat Mandailing jika satu orang dengan
yang lainnya sudah satu marga maka mereka menganggap bahwa mereka adalah
saudara.
Rasa persaudaraan karena semarga tersebut yang membuat mereka membentuk
organisasi sosial tersebut. Contohnya : Ikatan Keluarga Nasution (IKANAS), dengan
posisi ketuanya saat ini dipegang oleh Dr.Mulia Panusunan Nasution.
Berdasarkan nama kampung halaman, berasal dari kampung halaman yang sama
membuat masyarakat membentuk suatu organisasi sosial, karana dalam masyarakat
Mandailing jika berasal dari satu kampung yang sama maka mereka menganggap
mereka adalah saudara. Contohnya : Ikatan Keluarga Masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Masyarakat Mandailing di kecamatan Medan Tembung
Pengertia masyarakat dapat diartikan sebagai suatu kesatuan hidup manusia
yang berinteraksi dan bertingkah laku menurut suatu sistem adat tertentu yang bersifat
kontiniu, dimana setiap anggotanya terikat oleh satu rasa identitas bersama
(Koentjaraningrat 1986:160).
Masyarakat Mandailing yang ada di kecamatan Medan Tembung ini terdiri dari 2
bagian:


Masyarakat Mandailing yang lahir dan besar di Madina, merantau ke Medan
dan berinterkasi dengan masyarakat lainnya seperti Karo, Toba, Jawa,
Melayu, dll.



Masyarakat Mandailing yang lahir dan besar di kecamatan Medan
Tembung, secara otomatis kebudayaan masyarakat sudah membaur
dengan kebudayaan masyarakat lainnya di daerah setempat yaitu : Karo,
Toba, Jawa, Melayu, dll. Pembauran tersebut akan tampak nantinya dalam
acara tepung tawar yang merupakan interaksi dengan kebudayaan
Melayu. Tepung tawar merupakan salah satu rangkaian dari seluruh
rangkaian acara perkawinan.

2.3.1. Mata Pencaharian
Masyarakat Mandailing di kecamatan Medan Tembung terkenal dengan industri
kecil, yaitu kerajinan rotan, sebagian besar mata pencaharian penduduknya ialah
dalam bidang industri kerajinan rotan. Begitupun orang Mandailing yang ada di
kecamatan ini berprofesi sebagai pengrajin industri rotan ataupun pedagang industri
rotan.

Universitas Sumatera Utara

Selain profesi tersebut, masih ada profesi lainnya seperti guru ataupun pegawai pada
pemerintahan setempat (wawancara dengan Mahmud Ulya Nasution).
2.3.2.Sistem Bahasa
Bahasa ialah salah satu unsur kebudayaan diantara 7 unsur kebudayaan lainnya.
Bahasa yang digunakan dalam masyarakat mandailing ialah bahasa Mandailing, dan
sampai sekarang masih dipakai di daerah Mandailing dan di daerah-daerah lain di
perantauan

dalam

pelaksanaan

komunitas

di

antara

sesama

masyararakat

Mandailing.
Bahasa Mandailing mempunyai logat dan aksen (irama) yang lemah lembut dan
dibawakan dengan suara halus.
Sesuai dengan pemakaiannya bahasa Mandailing terdiri dari 5 tingkatan, yaitu :


Bahasa adat (bahasa pada waktu upacara adat)



Bahasa andung (bahasa waktu bersedih)



Bahasa parkapur (bahasa waktu di hutan)



Bahasa na Biaso (bahasa sehari-hari)



Bahasa bura (bahasa waktu marah / kasar)

Menurut Mangaraja Gunung Sorik Marapi, bahasa Mandailing dibagi atas 5 bagian
yaitu


Hata Somal ialah istilah kosakata yang dipergunakan dalam kehidupan
sehari-hari.



Hata Andung ialah istilah dan kosakata yang dipergunakan dalam
perkelahian.

Universitas Sumatera Utara



Hata Sibaso ialah istilah dan kosakata yang dipergunakan upacara spiritual
(kedukunan).



Hata Parkapur ialah ialah istilah dan kosakata yang dipergunakan ketika
berada di dalam hutan.

2.3.3. Sistem Religi
Ketika agama Islam dan agama Kristen belum masuk ke wilayah Mandailing ,
masyarakat Mandailing menganut suatu sistem religi tradisional yang didasarkan
kepada kepercayaan adanya begu yang dapat membuat manusia senang dan
susah (Pangoerabaan, 1925:24), Menurut konsep sistem religi tradisional tesebut, yang
dimaksud dengan begu ialah roh dari manusia yang sudah meninggal atau berbagau
macam makhluk halus baik yang bersifat jahat ataupun yang bersifat tidak jahat.
Masuknya penjajah atau pemerintah kolonial Belanda ke daerah Mandailing
memberi pengaruh terhadap sistem religi di tanah Mandailing, sebelum pemerintah
kolonial Belanda masuk ke daerah Mandailing lebih dahulu Mandailing sudah diduduki
oleh kaum Paderi di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol. Kedatangan pemerintah
kolonial Belanda selain menjajah juga untuk pengembangan agama Islam, sama
halnya dengan tujuan kedatangan pemerintah kolonial Belanda selain menjajah juga
untuk penyebaran agama Kristen di Mandailing.
Kedatangan kaum Paderi memberi pengaruh besar terhadap sistem religi di
Mandailing, dengan cepat Islam diterima sebagai agama baru oleh masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Mandailing menggantikan sistem religi mereka yang lama dikenal dengan istilah
Pelebegu 2 .
Setelah Mandailing menganut agama islam, missionaris Kristen menyebarkan agama
Kristen, tetapi perkembangan penyebaran agama Kristen tidak begitu pesat, karena
masyarakat Mandailing sudah lebih dahulu menganut agama Islam, dan sampai
sekarang agama Islam tersebut menjadi pedoman bagi masyarakat Mandailing selain
adat yang juga berperan penting dalam kehidupan.
Agama Islam ialah agama yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW yang
mengakui bahwa Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa dan tiada Tuhan selain Dia
(Prof. Mahmud Junus:542). Agama Islam berkembang di Mandailing terjadi setelah
dasawarsa kedua abad ke-19.
2.3.4. Sistem Kekerabatan
Sebelum membahas sistem kekerabatan maka terlebih dahulu pembahasan
fungsionaris adat. Menurut Pandapotan Nasution (2005:24-36) fungsionaris adapt ialah
or ang-orang yang berfungsi mengatur dan menjaga agar adapt dapat terpelihara
dengan baik. Fungsionaris adapt terdiri dari:
1) Raja, di dalam struktur masyarakat Mandailing menurut penelitian Commissie
Kruese Stibbe, raja terdiri atas:

Pelebegu ialah sistem kepercayaan yang meyakini adanya kekuatan di luar kekuatan
manusia yang berasal
2

dari makhluk halus ataupun benda-benda yang dianggap keramat.

Universitas Sumatera Utara

a)Raja Panusunan ialah raja yang tertinggi sesuai dengan perjanjian dan
sekaligus
sebagai Raja Huta (dorshoofd) di dalam hutanya sendiri. Raja huta merupakan
raja tertinggi dari kesatuan beberapa huta.
b)Raja Ihutan ialah raja dari kumpulan huta yang berada di bawah kekuasaan
Raja
Panusunan.
c)Raja Pamusuk ialah raja yang berada di bawah kekuasaan Raja Ihutan yang
mwmimpin satu huta.
d)Raja Sioban Ripe ialah raja yang berada di bawah kekuasaan Raja Pamusuk
yang
berdiam bersama-sama di dalam satu huta.
e)Suhu ialah raja yang berada di bawah kekuasaan Raja Pamusuk dan Raja
Sioban
Ripe.
Di samping raja di dalam upacara adat ada pula beberapa pembantu raja
yang ikut serta mendampingi raja di dalam memberikan keputusan-keputusan di
dalam rapat adat yaitu Namora Natoras. Namora Natoras ialah pendamping raja di
dalam

mengambil

keputusan

saat

membahas

atau

menyelesaikan

semua

Universitas Sumatera Utara

kepentingan

kesatuan

huta

yang

dipimpinnya

serta

mengawasi

raja

dalam

menjalankan pemerintahannya.
Sistem kekerabatan masyarakat Mandailing ialah bersifat patrilineal yaitu sistem
kekerabatan yang didasarkan menurut garis keturunan ayah, maka perkawinan dalam
masyarakat sifatnya eksogam (perkawinan dilakukan antar marga). Dari perkawinan
antar marga ini lahirlah 3 (tiga) unsur yang satu sama lain saling terkait, saling memberi,
saling menerima, saling mendengar dan bersikap serta bertindak secara serasi, selaras
dan seimbang. Di dalam pelaksanaan kepemimpinan adat dan pada upacaraupacara adat ketiga unsur ini memegang peranan penting, ketiga unsur tersebut ialah
Dalihan Na Tolu (Pandapotan Nasution: 80-82).
Dalihan Na Tolu secara hafiah diartikan sebagai tungku yang penyangganya terdiri
dari tiga , agar tungku tersebut dapat seimbang.
Dalihan Na Tolu dalam masyarakat Mandailing mengandung arti , tiga kelompok
masyarakat yang merupakan tumpuan. Dalihan Na Tolu terdiri dari :
a. Suhut dan Kahangginya ialah suatu kelompok keluarga yang semarga atau yang
mempunyai garis keturunan yang sama dalam suatu huta.Suhut dan kahangginya
terdiri dari:
1)Suhut ialah tuan rumah di dalam pelaksanaan upacara adat (yang mempunyai
hajatan).Kelompok inilah yang merupakan penanggung jawab terhadap segala
sesuatunya yang berkaitan dengan pelaksanaan upacara adat tersebut.
2)Hombar suhut ialahkeluarga dan kahanggi semarga dengan suhut tetapi tidak
satu nenek.Hombar suhut tidak hanya berasl dari satu huta (kampung) ang sama,

Universitas Sumatera Utara

tetapi juga dari luar huta yang masih mempunyai hubungan keluarga dan
semarga dengan suhut.
3)Kahanggi pareban ialah keluarga kelompok pertama dan yang ketiga samasama mengambil istri dari keluarga yang sama.Dalam status adat kahanggi
pareban ini dianggap sebagai saudara markahanggi berdasarkan perkawinan.
b. Anak Boru ialah kelompok keluarga yang dapat atau yang mengambil istri dari
kelompok suhut. Anak boru terdiri dari:
1)Anak boru bona bulu yaitu anak boru yang telah mempunyai kedudukan
sebagai anak boru sejak pertama kalinya suhut menempati huta.Anak boru inilah
yang pertama sekali mengambil boru dari keluarga suhut.Anak boru ini bahkan
turut membuka huta dan turut bertempat tinggal dengan suhut di huta tersebut.
2)Anak boru busir ni pisangialah anak boru yang karena orang tuanya mengambil
istri dari kelompok suhut.Oleh karena itu anak-anknya akan tampil sebagai anak
boru busir ni pisang dan secara turun temurun berhak mengambil iatri dari
kelompok suhut tersebut.
3)Anak boru sibuat boru ialah anak boru yang mengambil istri dari suhut, dengan
demikian ia berkedudukan sebagai anak boru (sibuat boru).
c. Mora ialah tingkat keluarga yang oleh suhut mengambil boru (istri) dari kelompok
ini.Mora terdiri dari:
1)Mora mata ni ari ialah kelompok keluarga yang secara turun temurun menjadi
mora, karena lelompok suhut sejak pertama kalinya telah mengambil boru dari

Universitas Sumatera Utara

kelompok ini. Dalam upacara adat mora mata ni ari dapat hadir sebagai
harajaon.
2)Mora ulu bondar (pangalapan boru) ialah mora tempat kelompok suhut
mengambil boru.Mora ini adalah kelompok keluarga yang telah pernah memberi
boru kepada suhut, oleh karena itu secara turun temurun kelompok suhut dapat
mengambil boru dari kelompok mora ini.
3)Mora pembuatan boru ialah kelompok keluarga tempat suhut mengambil
istri.Mora sebagai kelompok keluarga yang baru pertama kalinya memberikan
boru kepada keluarga suhut.Suhut yang mengambil boru secara langsug
inimenganggap keluarga mora ini sebagai mora pembuatan boru.
Apabila dalihan natolu ini dikembangkan , mora tentu mempunyai mora ,
maka jika dipandang dari sisi suhut , maka kedudukannya adalah mora ni
mora.Demikian juga dengan anak boru tentu mempunyai anak boru dan jika
dipandang dari sisi suhut, kedudukannya disebut pisang raut (wawancara dengan
Mahmud Ulya Nasution, September 2008)
2.3.5 Sistem Pengetahuan
Sistem Pengetahuan ialah suatu unsur kebudayaan

di

antara 7 unsur

kebudayaan yang ada. Pengetahuan di dalam masyarakat Mandailing ditandai
dengan adanya tulisan yang di sebut dengan huruf tulak-tulak.
Tetapi huruf tulak-tulak ini sudah mulai hilang dan tidak dikembangkan oleh generasi
penerus. hal ini disebutkan karena pendidikan di sekolah tidak mengharuskan

Universitas Sumatera Utara

mempelajari tulisan tersebut , walaupun di wilayah Mandailing sekalipun ( Mangaraja
Gunung Sorik Marapi 30-32)
Disebut huruf tulak-tulak , karena cara penulisannya hampir semua dengan gerak
dorong dan maju serta jarang sekali dengan gerak mundur.
Huruf tulak-tulak memakai huruf dasar 21 ( dua puluh satu) yang disebut dengan induk
dan sarat yang semuanya memakai konsonan a (kecuali untuk huruf hidup I dan u) ,
yang tediri dari :
a

ha

ma

na

ra

ta

i

ja

pa

u

wa

sa

da

ba

la

nga

ka

ca

nya

ga

ya

Untuk tanda bunyi (huruf hidup) i, u, e, o , adalah sebagai berikut :
i

u

e

o

Universitas Sumatera Utara

2.3.6.Sistem Kesenian
Dalam masyarakat Mandailing tidak dikenal kesenian, tetapi disebut uninguningan atau bunyi-bunyian. Masyarakat Mandailing menyebut kesenian tradisional
mereka dengan uning-uningan ni ompunta na jumolo sunduti yang artinya seni musik
dari para leluhur yang diwariskan secara turun-temurun.
Kesenian tradisional tersebut terdiri dari:
1.Musik atau yang disebut dengan gondang yang terdiri dari:
a) Gondang boru atau gondang dua ialah ensambel yang terdiri dari dua buah
gondang (gendang dua sisi berbentuk barel) yang terdiri dari gondang jantan
dan gondang boru , ogung (seperangkat gong berpencu) terdiri dari ogung
boru dan ogung jantan, mongmongan yang terdiri dari gong berpencu ukuran
kecil sebanyak 3 (tiga) buah yaitu panologi, panduai, pamulosi, satu buah doal
(gong ukuran medium), satu buah talisasayak, satu buah sarune berlidah
tunggal (single reed), dan satu orang panjeir 3 .
b) Gordang sambilan terdiri dari sembilan buah gendang sisi yang berbeda nama
dan memiliki ukuran bertingkat mulai dari yang sampai yang terbesar, satu
buah sarune berlidah tunggal, ogung dada boru dan ogung jantan, satu buah
mongmong (doal),satu buah talempong yaitu gong kecil sebanyak tiga buah
dengan ukuran yang sama besar, sepasang tawak-tawak atau talisasayak.
2.Musik vocal atau ende, di antaranya ialah:

3

Panjeir ialah penyanyi atau orang yang menyanyikan pantun atau lagu .

Universitas Sumatera Utara

a) Ungut-ungut ialah nyanyian yang mengisahkan tentang ungkapan kesedihan,
kerinduan atau kepergian. Ungut-ungut umumnya dilakukan oleh kaum pria
baik
berusia muda ataupun tua.Namun bebeapa dari kaum wanita terkadang juga
melakukannya. Nyanyian ungut-ungut umumnya diiringi oleh seorang pemain
suling
b) Jengjeng ialah nyanyian yang hampir sama dengan ungut-ungut yaitu nyanyian
yang mengisahkan tentang ungkapan kesedihan, kerinduan atau kepergian.
c) Andung ialah nyanyian tentang ungkapan suatu kejadian yang telah tejadi
misalnya
tentang kematian , kehilangan sesuatu dan sebagainya. Nyanyian andung
umumnya tanpa diiringi instrumen apa pun terkadang juga diiringi oleh alat tiup
uyup-uyupatau tulila.
d)

Jeir ialah nyanyian yang mengisahkan tentang riwayat suatu marga, atau

nasihat
tentang kehidupan perkawinan, atau tentang kekerabatan yang sangat dekat
yang

Universitas Sumatera Utara

disebut kaum na solkot 4 .Jeir biasanya dinyanyikan dengan iringan lengkap dari
gondang dua dan umumnya dijumpai di berbagai ritual maupun upacara
perkawinan yang terdapat di masyarakat Mandailing.
e) Marbue-bue ialah nyanyian menidurkan anak, biasanya dilakukan oleh para ibu
untuk

menidurkan

anaknya.

Isi

nyanyian

biasanya

berupa

pengrapan-

pengharapan
terhadap kehidupan yang baik kelak jika anakanya telah
3.Tortor tidaklah sama dengan tarian karena dalam pelaksanaannya tortor
berlandaskan
kepada falsafah adat Mandailing, oleh karena itu tortor mempunyai makna ,
bentuk,
sifat dan ciri khas yang berlandaskan kepada adat.
Dalam pelaksanaannya pelaku tortor terdiri dari dua kelompok yaitu yang manortor
dan pangayapi.Yang manortor berbaris di depan sedangkan pangayapi berbaris
di
belakangnya dan barisan yang manortor ialah kelompok yang dihormati oleh
barisan

Kaum na solkot terdiri dari Raja Panusunan Bulung, mora, kahanggi, anak boru, atau tetangga
dekat.
4

Universitas Sumatera Utara

yang mangayapi, biasanya kelompok mora dan raja-raja adat. Misalnya apabila
yang
manortor mora maka yang mangayapinya anak boru.
Pasangan yang manortor tidak boleh berlawanan jenis kecuali pada tortor naposo
bulung
Menurut kelompok yang melakukan tortor , kedudukan dan taraf seseorang yang
manortor dapat dibedakan atas:
1)Tortor suhut, kahanggi suhut, mora dan anak boru
2)Tortor raja-raja
3)Tortor raja-raja panusunan
4)Tortor naposo bulung

Universitas Sumatera Utara

harapan yang diupa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang banyak.
4)Air putih melambangkan keikhlasan karena dalam mengerjakan sesuatu
haruslah
dengan hati yang bersih dan ikhlas.
5)Ikan melambangkan dinamika dan persatuan,yang biasa digunakan ialah ikan
garing yaitu anak ikan jurung yang panjangnya lebih kurang 1 jengkal, jika tidak
ada biasanya digantikan dengan ikan mas.
6)Udang melambangkan strategi kehidupan.Gerakan maju mundur merupakan
karakter udang.Gerak maju mundur dalam kehidupan disesuaikan dengan
situasi
mana yang paling menguntungkan.
7)Daun ubi yang diikat simpul lembar demi lembar melambangkan umur panjang
dan sesuatu yang bermanfaat, sebab daun ubi tidak dapat diukur sampai
sejauh
mana panjangnya.
8)Kepala kerbau disajikan dalam keadaan utuh dan mentah, sedangkan bahan
lainnya dalam keadaan masak dan disajikan di piring tersendiri bersama ayam

Universitas Sumatera Utara

dimana ayam disajikan sebagai pendamping pangupa kerbau atau disebut
pangkatiri. Kepala kerbau diletakkan di atas nyiru atau tampah setelah terlebih
dahulu

nyiru

tersebut

dialasi

dengan

daun

pisang

sebanyak

tiga

helai.Sedangkan
bahan lainnya yang telah dimasak diletakkan di atas piring besar atau disebut
pinggan pasu. .

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PANAEK GONDANG DALAM UPACARA PERKAWINAN
PADA MASYARAKAT MANDAILING
DI KECAMATAN MEDAN TEMBUNG
4.1.Panaek Gondang
4.1.1.Waktu dan Tempat Panaek Gondang
Pelaksanaan panaek gondang berkaitan denagan waktu dilaksanakannya
upacara perkawinan karena panaek gondang merupakan salah satu rangkaian dari
seluruh rangkaian dari upacara perkawinan adat secara keeluruhan.
Panaek gondang biasanya dilaksanakan pada sore hari sekitar pukul 15.00 WIB
dengan tujuan membuka gelanggang atau panggung untuk manortor.
Sedangkan tempat pelaksanaan panaek gondang biasanya di halaman rumah
kediaman keluarga pengantin perempuan.Namun ada juga yang melaksanakannya
di gedung-gedung resepsi.
4.1.2.Pendukung Upacara
4.1.2.1.Datu
Datu ialah kata lain dari dukun, tetapi di sini peranan datu bukan untuk
memnggil roh para leluhur seperti peranannya pada saat sebelum masyarakat
Mandailing memeluk agama Islam.Peranan datu di sini adalah sebagai seseorang

Universitas Sumatera Utara

yang

ikut

mendukung

pelaksanaan

panaek

gondang

(wawancara

dengan

Muhammad Nasution, Agustus 2008).

4.1.2.2.Pemain Musik
Esambel gordang sambilan umumnya dimainkan oleh 11(sebelas) orang
pemusik yakni: satu orang pemain suling; lima orang untuk memainkan gordang
sambilan-

satu orang

memainkan

dua

buah

jangat

(panjangati),satu orang

memainkan hudong kudong, satu orang memainkan dua buah padua, satu orang
memainkan dua buah patolu; satu orang memainkan enek-enek: satu orang
memainkan ogung dada boru dan ogung jantan; satu orang memainkan momongan
/ gong panologi dan panduai;satu orang memainkan pamulosi dan satu orang
memainkan talisasayak. Formasi pemusik seperti ini umumnya ditemukan di wilayah
Pakantan (Rithaony Hutajulu dan Irwansyah Harahap 2004:31-32)dan formasi seperti ini
menjadi kajian penulis.
Sedangkan di wilayah Huta Pungkut atau Tamiang yang formasi pemusiknya
ialah satu orang pemain sarune atau suling; empat orang pemain gordang sambilansatu orang memainkan tiga buah jangat, satu orang memainkan dua buah
pangoloi,satu orang memainkan dua buah paniga, dan satu orang memainkan dua
buah hudong kudong; satu orang memainkan ogung dada boru dan ogung jantan;
satu orang memainkan mongmong; satu orang memainkan talempong; dan satu orag
memainkan tawak-tawak.Jumlah pemain secara keseluruhan ialah 9 (sembilan) orang
(Rithaony Hutajulu dan Irwansyah Harahap 2004:31-32).

Universitas Sumatera Utara

4.1.3.Peralatan dan Perlengkapan Panaek Gondang
4.1.3.1.Gordang Sambilan
Gordang sambilan terdiri dari sembilan buah gendang dengan ukuran yang
relatif besar dan panjang (drum chimes) yang dibuat dari kayu ingul dan dimainkan
oleh empat orang pemain. Ukuran dan panjang gendang tersebut bertingkat mulai
dari ukuran yang paling kecil sampai ukuran yang paling besar.Tabung resonator
dibuat dengan cara melubangi kayu dan salah satu ujung lubangnya (bagian
kepalanya) ditutup dengan membrane yang terbuat dari kulit lembu kering (disebut
jangat) yang diregangkan dengan rotan sekaligus sebagai alat pengikatnya.
Kesembilan gendang tersebut memiliki nama yang berlainan.Di daerah Pakantan
gendang urutan pertama dan urutan kedua disebut jangat, urutan ketiga dan urutan
keempat disebut hudong kudong, urutan kelima dan urutan keenam padua, urutan
ketujuh dan urutan kedelapan disebut patolu dan urutan kesembilan disebut enekenek atau. Cara memainkan gordang sambilan ini dengan cara dipukul dengan stik
yang terbuat dari kayu.
4.1.3.2.Sarune
Sarune ialah alat musik yang termasuk dalam keluarga aerofon, dan
merupakan alat musik tiup yang berlidah tunggal.Sarune terbuat dari bambu.Dalam
pelaksanaan panaek gondang sarune berperan sebagai alat musik melodis.

Universitas Sumatera Utara

4.1.3.3.Ogung Dada Boru dan Ogung Jantan
Kedua ogung ini termasuk dalam keluarga idiofon.Ogung yang paling besar
disebut ogung dada boru dan ukuran yang paling kecil disebut ogung jantan. Ogung
dada boru dan ogung jantan ialah gong besar berbentuk lingkaran dengan sebuah
pencu di tengahnya,Dimainkan dengan cara dipukul memakai alat yang terbuat dari
kayu,dimana pada ujung kayu tersebut berbentuk bulat satu lingkaran penuh dan
bulatan tersebut dilapisi dengan kain dengan tujuan agar ketika ogung dipukul akan
keluar suara yang nyaring.Biasanya digantung di atas gantungan yang terbuat dari
kayu. Dalam pelaksanaan panaek gondang kedua ogung berperan sebagai alat
musik ritmis.
4.1.3.4.Doal
Mongmong atau doal termasuk dalam keluarga idiofon, dan terbuat dari
metal,berbentuk bulat dengan ukuran lebih kecil dari ogung jantan dan di tengah
badannya

memiliki

pencu.Dalam

pelaksanaan

panaek

gondang

mongmong

berfungsi sebagai alat musik ritmis.
4.1.3.5. Momongan
Momongan termasuk dalam keluarga idiofon, dan terbuat dari metal.
Talempong termasuk gong ukuran kecil, terdiri dari 3 (tiga) yang masing-masing
mempunyai ukuran yang sama besar antara satu dan lainnya.Cara memalnkannya
dengan cara dipukul dan posisi bermainnya dengan cara diletakkan di atas
lantai.Dalam pelaksanaan panaek gondang, talempong berfungsi sebagai alat musik
ritmis.

Universitas Sumatera Utara

4.1.3.6. Talisasayak
Talisasayak merupakan sepasang simbal yang terbuat dari metal. Cara
memainkannya dengan kedua bilahan simbal tersebut ditarik kemudian ditemukan
antara keduanya.Dalam pelaksanaan panaek gondang tawak-tawak berfungsi
sebagai alat musik ritmis.
4.1.4.Proses Panaek Gondang
Sebelum

panaek

gondang

dilaksanakan

biasanya

terlebih

dilakukan

manyantan gondang yaitu terlebih dahulu semua pemain musik duduk di atas tikar
kemudian disurdu burangir (disajikan sirih) sebagai tujuan agar kiranya mereka
bersedia dengan ikhlas untukmenabuh gendang.Setelah sirih diterima , sebelum
margondang

5

dapat dimulai terlebih dahulu gendang tersebut dalam hal ini gordang

sambilan disantani atau ditepungtawari. Santan ialah santan kelapa yang dicampur
dengan beras ketan mentah dipercikkan ke permukaan gendang dengan memakai
daun dingin-dingin (sedingin) dengan tujuan agar para penabuh gendang bertugas
dengan baik dan selama berlangsungnya acara tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.Setelah itu barulah gordang sambilan boleh dibunyikan.
Setelah panaek gondang selesai dilaksanakan maka sebelum gordang sambilan
disimpan ke tempat penyimpanannya yang disebut sopo gondang terlebih dahulu
harus dilakukan acara yang disebut manyoda gondang. Terlebih dahulu para pemusik
dipersilahkan duduk di atas tikar dan disuguhi kepada mereka sirih dan diucapkan
terima kasih atas kesediaan mereka melaksanakan tugas dengan penuh rasa

5

Margondang artinya memainkan gendang.

Universitas Sumatera Utara

tanggung jawab selama horja berlangsung. Kemudian diambil kapur sirih yang telah
dibasahi denan air dan dibuat tanda silang dengan kapur sirih tesebut di permukaan
gordang sambilan dalam artian gordang sambilan tidak boleh dibunyikan lagi sampai
acara adat berikutnya baru boleh dibunyikan kembali.
4.2.Kegunaan dan Fngsi Musik
Alan P Meriam (1964:210) mengemukakan bahwa kegunaan (use) dan fungsi
(function) merupakan masalah yang sangat penting dalam etnomusikologi, karena hal
ini menyangkut makna musik, tidak hanya fakta-fakta mengenai musik. Dalam
etnomusikologi kita selalu berusaha untuk mengumpulkan fakta mengenai musik.Tetapi
lebih dari itu kita ingin mengetahui pula efek atau dampak musik terhaadap manusia
dan kita ingin mengerti bagaimana efek tersebut dihasilkan.
Kegunaan –kegunaan musik dalam suatu masyarakat sering disadari dan diakui oleh
para pewaris budaya musik itu sendiri,tetapi fungsi-fungsi musik itu tidak selalu diakui
oleh masyarakat tersebut Dapat terjadi bahwa fungsi-fungsi musik diungkapkan oleh
peneliti dari luar tetapi tidak dimengerti oleh masyarakat pewaris budaya musik
tersebut.
Kegunaan musik mencakup semua kebiasaan memakai musik, baik suatu
aktivitas yang berdiri sendiri ataupun sebagai iringan aktivitas lain. Dalam hal ini
panaek gondang merupakan kegunaan musik sebagai iringan upacara perkawinan
dan hanya digunakan dalam upacara perkawinan yang termasuk dalam horja
godang (pesta adat besar). Dimana musik pada panaek gondang tersebut untuk
mengiringi salah satu ritual yang menjadi bagian dari upacara perkawinan.Panaek
gondang kegunaannya sebagai pertanda bahwa sesudah panaek gondang

Universitas Sumatera Utara

dilaksanakan maka gelanggang tortor secara resmi dibuka, dimana kegiatan tortor
tersebut merupakan bagian dari upacara perkawinan secara keseluruhan.
Singkatnya kegunaan musik menyangkut cara pemakaian musik dalam konteksnya.
Alam P Meriam (1964:220-225) mengemukakan kegunaan musik berdasarkan
pengklasifikasian unser-unsur budaya oleh Herskovits di antaranya ialah:
1)Kebudayaan material terdiri dari teknologi dan ekonomi.Dari segi teknologi
hampir pada setiap masyarakat ditemukan lagu-lagu untuk mengiringi
pekerjaan
dan dari segi ekonomi para komponis , para pemain, dan para pembuat
instrumen
mendapat keuntungan dari kegiatannya.
2)Kelembagaan social terdiri dari organisasi sosial, pendidikan dan sistem politik.
Dari segi organisasi sosial meliputi siklus kehidupan manusia di antaranya lagu
Untuk menyambut kelahiran bayi, lagu untuk upacara perkawinan, ataupun
lagu
untuk upacara kematian.
3)Hubungan manusia dengan alam terdiri dari sistem kepercayaan dan
pengendalian
kekuatan. Peranan musik dalam keagamaan terlihat pada doa yang
dinyanyikan

Universitas Sumatera Utara

dan mitos serta legenda yang diceritakan dengan memakai lagu.
Beberapa

jenis

lagu

juga

merupakan

alat

pembantu

dalam

usaha

mengendalikan
kekuatan gaib seperti lagu untuk penyembuhan,lagu untuk makhluk halus, dan
lagu para dukun.
4)Estetika terdiri dari seni rupa,folklore, musik, drama dan tari karena hubungan
musik dengan semua unsure kebudayaan tersebut erat sekali.
5)Bahasa, bahwa teks nyanyian berkaitan erat dengan musiknya. Ada beberapa
Instrumen musik yang digunakan untuk menyampaikan pesan melalui semacam
bahasa nada dan ritem.
Musik pada kajian ini kegunaannya ialah dari segi ekonomi sebagai mata
pencaharian

bagi

para

komponis, para

pemain

musik

dan

para

pembuat

instrumennya.
Dari segi kelembagaan sosial yaitu organisasi sosial kegunaannya ialah untuk
mengiringi upacara perkawinan.Dari segi estetika musik memiliki hubungan yang erat
sekali dengan seni rupa, folklore,musik, drama, dan tari. Dari segi bahasa ialah ritem
dan

melodi

yang

dimainkan

oleh

semua

instrumen

yang

digunakan

untuk

menyampaikan pesan dalam bentuk motif melodi dan motif ritem.
Alam P Merriam (1964:219-226) mengemukakan bahwa 10(sepuluh) fungsi
yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1)Fungsi pengungkapan emosional.
2)Fungsi penghayatan estetis.
3)Fungsi hiburan.
4)Fungsi komunikasi.
5)Fungsi perlambangan (symbolic representation)
6)Fungsi reaksi jasmani.
7)Fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial.
8)Fungsi pengesahan sosial dan upacara agama.
9)Fungsi kesinambungan kebudayaan.
10)Fungsi pengintegrasian masyarakat
Panaek gondang di dalam upacara adat perkawinan dikaitkan dengan fungsi musik
maka panaek gondang mempunyai fungsi di antaranya:
.

1)Sebagai pengungkapan emosional musik dalam hal ini bertujuan
mengungkapkan emosi ataupun spirit dari masing-masing pemusik yang kurang
lebih mempengaruhi orang yang mendengarnya. Bila perasaan senang yang
diungkapkan oleh pemusik maka perasaan senang juga yang dirasakan o