BAHASA ETNIS TIONGHOA DI TELUK DALAM, NIAS SELATAN

BAHASA ETNIS TIONGHOA DI TELUK DALAM, NIAS SELATAN
Rebecca Evelyn Laiya
Dosen STKIP Nias Selatan Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris dan mahasiswa
pascasarjana S3 Pendidikan Bahasa Universitas Negeri Jakarta, T.A. 2012
[email protected]
Abstrak
Nias adalah pulau yang berada di bagian utara Sumatera. Pulau ini memiliki beberapa ragam bahasa.
Selain ragam bahasa Nias sendiri, ia juga memiliki bahasa lain yaitu bahasa yang dipakai oleh etnis
Tionghoa. Penulis membatasi diri untuk meneliti bahasa yang dipergunakan oleh penduduk etnis
Tionghoa yang berada kabupaten Nias Selatan terutama di kecamatan Telukdalam. Ide awal penelitian ini
karena ketertarikan peneliti terhadap bahasa yang dipergunakan kalangan etnis Tionghoa di Teluk Dalam,
Nias Selatan.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk (1) mendeskripsikan latar belakang munculnya bahasa etnis
Tionghoa di Telukdalam kabupaten Nias Selatan (2) mendeskripsikan ranah penggunaan bahasa tersebut
dipergunakan oleh kalangan etnis Tionghoa di Teluk Dalam. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil observasi terlibat dan wawancara semi
terstruktur didapatkan hasil bahwa munculnya bahasa kalangan etnis keturunan Tionghoa di Teluk Dalam
di latar belakangi datangnya saudagar kaya yang berasal dari Tiongkok, ke pulau Nias yaitu di
Telukdalam. Kemudian mendiami Telukdalam dan membuka usahanya, sehingga akhirnya muncullah
bahasa tersebut. Bahasa tersebut adalah peleburan dari berbagai bahasa yaitu bahasa Indonesia, bahasa,
bahasa Padang Nias, dan juga bahasa Tionghoa (Hokkien) atau dapat disebut dengan bahasa hibrida.

Bahasa ini pada umumnya dipergunakan dalam ranah keluarga, ranah persahabatan dan ranah pekerjaan.
Bahasa ini juga dipergunakan oleh semua generasi baik tua maupun muda dalam topik-topik pembicaraan
yang informal. Jadi dapat disimpulkan bahwa meskipun pulau Nias adalah pulau yang kecil tetapi kaya
akan keanekaragaman bahasa termasuk bahasa yang dipergunakan oleh etnis Tionghoa di Telukdalam
Nias Selatan, hal ini merupakan sebuah kekayaan pulau Nias yang patut dibanggakan dan dilestarikan
sebagai kekuatan bangsa.
Kata Kunci: bahasa etnis keturunan Tionghoa, Telukdalam, Nias Selatan, deskriptif kualitatif

LATAR BELAKANG
Etnis Tionghoa sudah sejak lama datang ke Indonesia. Keberadaanya sudah ada
sejak abad ke-5. Hal ini terbukti berkunjungnya Fa-Shien seorang pendeta Budha ke
Indonesia (Djie, 1995:20). Bukti yang lain adanya keberadaan etnis Tionghoa yaitu
terlibatnya etnis Tionghoa muslim membangun kesultanan Demak (Rochmawati,
2004:105). Mereka yang datang ke Indonesia biasanya adalah pedagang yang berasal
dari Tiongkok yang kemudian menikah dengan gadis setempat. Generasi selanjutnya
hasil pernikahan lintas etnis menghasilkan generasi etnis Tionghoa (Suryadinata,
1978:1-2). Biasanya pada waktu kembali ke Tiongkok, para pedagang hanya membawa
anak laki-lakinya saja sementara anak perempuannya ditinggal di Indonesia dan
dipeliharan oleh ibunya yang kebanyakan perempuan lokal setempat. Dari ibunya
mereka belajar budaya setempat dan memadukannya dengan kebiasaaan dari orang tua

1

mereka yang berasal dari Tiongkok sehingga muncullah apa yang disebut dengan
bahasa hibrida yang mereka pergunakan di kalangan mereka (Karsono dan
Perdanawati).
Orang-orang dari Tiongkok tersebut berasal dari berbagai suku dan daerah yang
tidak sama. Mereka juga masih mempertahankan kebudayaan dari leluhur mereka.
Hanya saja kebudayaan yang mereka pertahankan adalah kebudayaan yang tidak
menghambat kelangsungan hidup mereka. Salah satu budaya yang mereka yang mulai
hilang adalah bahasa yang mereka miliki. Mereka kemudian mempelajari bahasa daerah
dan bahasa Indonesia. Meskipun demikian karena pengaruh budaya begitu kental, maka
dalam bahasa daerah atau bahasa Indonesia yang mereka pelajari muncullah banyak
kata-kata serapan yang berasal bukan dari bahasa Tiongkok baku tetapi dari dialekdialek daerah yang ada di Tiongkok seperti dialek suku Fujian (Hokkien) dan dialek
suku Guangdong (Kanton), sehingga terbentuklah apa yang disebut bahasa hibrida
(Noordjanah 2004:38). Bahasa hibrida adalah bahasa yang berasal dari peleburan dari
berbagai bahasa.
Etnis Tionghoa juga terdapat di Nias. Nias sekarang ini terdiri dari 4 kabupaten
yaitu Nias, Nias Utara, Nias Barat, Nias Selatan dan 1 Kotamadya yaitu Gunung Sitoli.
Peneliti membatasi diri untuk meneliti etnis Tionghoa yang berada di kabupaten Nias
Selatan kecamatan Telukdalam. Etnis Tionghoa di Telukdalam juga terbentuk hasil

pernikahan lintas etnis, sehingga muncullah bahasa hibrida tersebut. Bahasa hibrida
yang dipakai oleh etnis Tionghoa di Telukdalam Nias Selatan adalah percampuran
bahasa Indonesia, bahasa Nias, bahasa Padang dan dialek Tionghoa dari suku Fujian
(Hokkien). Bahasa tersebut sampai sekarang masih dipergunakan oleh kalangan etnis
Tionghoa di Telukdalam. Bahasa tersebut biasanya dipergunakan dalam ragam bahasa
yang informal dan dalam ranah pemakaian yang informal juga. Maka timbullah
ketertarikan penulis untuk meneliti masalah ini lebih dalam lagi.
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah (1) mendeskripsikan latar belakang
munculnya bahasa etnis Tionghoa di Telukdalam kabupaten Nias Selatan (2)
mendeskripsikan ranah pemakaian bahasa tersebut dipergunakan oleh kalangan etnis
Tionghoa di Teluk Dalam.
KAJIAN TEORI
Tiongkok Totok dan Peranakan
Etnis Tionghoa peranakan memiliki perbedaan dengan istilah Tiongkok totok.
Tiongkok totok maksudnya mereka yang lahir dan besarnya di Tiongkok. Sementara

2

peranakan maksudnya mereka yang sudah berasimilasi dengan penduduk setempat.
Pengaruh produk budaya peranakan Tionghoa ternyata mencakup aspek yang cukup

luas. Tidak hanya bahasa tetapi juga arsitektur, batik, adat istiadat, kuliner, medis, media
dan masih banyak lagi. Jadi terjadi akultrasi dan hibrida terjadi secara alamiah antara
budaya Tiongkok dan budaya Indonesia, produk budaya yang utama dihasilkan pada
proses tersebut adalah bahasa yaitu bahasa hibrida kemudian disusul dengan makanan
contohnya

bakpao, siomay,

mie

dan lainnya

lalu produk budaya

lainnya

(http://baltyra.com/2011/11/07/asosiasi-peranakan-tionghoa-Indonesia)
Bahasa Hibrida
Ada banyak definisi dari bahasa, salah satunya adalah “sistem lambang bunyi
yang arbiter yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama,

berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”(Ahmad H.P dan Abdullah, 2009:3). Jadi
melalui

bahasa

kelompok

sosial

dapat

bekerjasama,

berkomunikasi

dan

mengidentifikasi diri.
Pada dasarnya bahasa hibrida adalah bahasa yang terbentuk dari serapan
berbagai bahasa dan di dalamnya terdapat unsur bahasa Indonesia (termasuk bahasa

daerah) dan unsur bahasa asing (Anton M. Moeliono dalam Rubrik Bahasa, 2009).
Pada bahasa hibrida yang dipakai oleh etnis Tionghoa di Telukdalam Nias Selatan
terdapat kosakata yang sesungguhnya berasal dari budaya yang berbeda misalnya dalam
dialog di bawah ini
A: Selamat Ulta Eni
B: Makasih Ai..Pulang jangan lupa ole-ole ya hehehehe
A: Lau nogu….Termasuk nafo kukong ya hehehe
B: Gilo nafo kukong….bӧrӧ howu-howu we itu
Pada dialog diatas terdapat kalimat yang berasal dari bahasa Indonesia, bahasa Nias,
bahasa Padang, bahasa Hokkien
Bahasa Indonesia
1. Selamat ulta Eni
2. Makasih
3. Jangan lupa ole-ole
ya
4. Termasuk

Jadi

mereka


Bahasa Nias
1. Lau nogu (baiklah
nak)
2. Nafo (sirih)
3. Bӧrӧ howu howu we
itu (karena itu berkat
ya)

bekerjasama,

Bahasa Padang
1. Gilo (gila)

berkomunikasi

dan

Dialek Hokkien
1. Ai (tante)

2. Kukong (kakek)

mengidentifikasi

diri

dengan

menggunakan bahasa hibrida seperti diatas. Penelitian ini peneliti ingin menjelaskan
latarbelakang munculnya bahasa hibrida seperti diatas sekaligus menjelaskan seperti apa

3

bentuk bahasa hibrida yang dimiliki oleh etnis Tionghoa di Telukdalam kabupaten Nias
Selatan.
Ragam Bahasa
Nababan (1984:22) menyatakan bahwa setiap bahasa banyak ragamnya, apabila
bahasa dipergunakan tentunya harus berdasarkan keadaan dan keperluan maupun
tujuannya oleh karena itu bahasa memiliki banyak ragam. Nababan menambahkan
ragam-ragam bahasa tersebut memiliki perbedaan struktural dalam unsur-unsurnya.

Perbedaan-perbedaan

bahasa tersebut menghasilkan ragam-ragam bahasa yang

memiliki istilah yang berbeda-beda yaitu (1) Dialek, yaitu ragam bahasa yang
sehubungan dengan daerah atau lokasi geografis (2) Sosiolek, ragam bahasa yang
sehubungan dengan kelompok sosial (3) Fungsiolek, ragam bahasa yang sehubungan
dengan situasi berbahasa dan/atau tingkat formalitas (Nababan, 1984:14).
Martin Joos dalam Nababan (1984:22-23) membagi fungsiolek bahasa Inggris
berdasarkan tingkat formalitas, tingkatan tersebut terbagi atas lima tingkat yang disebut
dengan gaya bahasa (style). Hal ini tentunya dapat diterapkan untuk semua bahasa.
Adapun kelima tingkatan tersebut terdiri dari:
1. Ragam beku (frozen): ialah ragam bahasa yang paling resmi. Ragam bahasa ini
dipergunakan dalam situasi-situasi yang khidmat dan upacara-upacara resmi.
Ragam bahasa ini juga terdapat dalam tulisan-tulisan yang terdapat dalam
dokumen bersejarah misalnya undang-undang dasar dan dokumen penting yang
lain.
2. Ragam resmi (formal): ialah ragam bahasa yang dipergunakan dalam pidatopidato resmi, rapat, dinas, atau rapat resmi pimpinan suatu badan.
3. Ragam usaha (consultative): ialah ragam bahasa yang pada umumnya
dipergunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, perusahaan, dan rapat-rapat

usaha yang berorientasi kepada hasil atau produk.
4. Ragam santai (casual): ialah ragam bahasa santai atau informal antarteman
dalam berbicang-bincang, rekreasi, berolah-raga dan sebagainya.
5. Ragam akrab (intimate): ialah ragam bahasa yang terdapat dalam antaranggota
yang akrab dalam keluarga atau teman-teman yang tidak memerlukan berbahasa
secara lengkap dengan artikulasi yang terang, cukup dengan ucapan-ucapan
yang pendek. Hal ini dilatarbelakangi adanya saling pengertian dan pengetahuan
satu sama lain. Dalam ragam ini banyak ditemukan bentuk-bentuk dan istilah
(kata-kata) khas bagi suatu keluarga atau kelompok teman yang sudah akrab.

4

Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat dalam ragam bahasa apakah
bahasa hibrida yang dimiliki oleh etnis Tionghoa di Telukdalam Nias Selatan
berdasarkan tingkatan fungsiolek yang diperkenalkan oleh Martin Joos.
Ranah Pemakaian Bahasa
Dalam bukunya Fishman (1966:73) menjelaskan bahwa dalam menggunakan
bahasa terdapat konteks sosial yang melembaga (institutional context) berdasarkan
tempat, topik dan peserta atau yang disebut dengan ranah. Menurutnya satu ranah
merupakan sebuah kelompok dari situasi tutur. Dalam penelitian Fishman, Cooper dan

Ma di Puerto Rico tentang masyarakat di kota New York. Mereka menginventariskan
ada lima ranah yang diindentifikasi dalam banyak komunitas yaitu keluarga,
persahabatan, agama, pendidikan, pekerjaan. Lima ranah tersebut berkaitan dengan
lawan bicara, tempat dan topik pembicaraan (Romaine,1994:44-46). Seperti yang
tergambar pada tabel ini:
Ranah
Keluarga
Persahabatan
Agama
Pendidikan
Pekerjaan

Lawan bicara
Orangtua
Teman
Pendeta
Guru
Pekerja

Tempat
Rumah
Pantai
Gereja
Sekolah
Tempat bekerja

Topik Pembicaraan
Merencanakan pesta
Bagaimana bermain volli
Memilih liturgi
Menyelesaikan masalah pelajaran matematika
Permohonan promosi

Sumber: Holmes, 1994:24
Jadi berdasarkan ranah pemakaian bahasa yang diperkenalkan oleh Fishman,
peneliti ingin menjelaskan ranah pemakaian bahasa hibrida yang dipergunakan oleh
etnis Tionghoa yang berada di kecamatan Telukdalam Kabupaten Nias Selatan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, artinya penelitian ini bersifat
natural tidak dilakukan dengan eksperimen. Metode yang dipergunakan oleh peneliti
adalah metode deskriptif. Peneliti menjelaskan hasil penelitian bukan menggunakan
angka-angka melainkan dengan kata-kata (Moleong, 2007:4). Peneliti bertindak sebagai
instrumen dengan menggunakan tehnik pengumpulan data participant observation
(observasi terlibat) dan in-depth interview (wawancara mendalam). Oleh karena peneliti
harus mengenal betul orang yang memberikan data (Sugiyono, 2007:15). Adapun
sumber data penelitian ini adalah orang-orang yang peneliti kenal secara dekat dan
mereka adalah etnis Tionghoa yang berasal dari Telukdalam, Kabupaten Nias Selatan.
Mereka berjumlah 7 orang, terdiri dari 3 perempuan dan 4 laki-laki. Yang paling muda
berumur 27 tahun dan yang paling tua berumur 65 tahun. Peneliti melakukan observasi
langsung ketika para informan berdialog dengan sesama temannya menggunakan

5

bahasa hibrida. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara mendalam dengan para
informan.
HASIL ANALISIS
1. Deskripsi latar belakang munculnya bahasa etnis Tionghoa di Telukdalam
Munculnya bahasa yang dipergunakan oleh etnis Tionghoa di Telukdalam,
dilatarbelakangi oleh datangnya rombongan dari Tiongkok ke Telukdalam. Meskipun
berkelompok mereka memiliki seorang pemimpin ia bernama Choa Chu Ki. Choa
Chu Ki ini adalah saudagar kaya yang telah menikah dengan perempuan yang berasal
dari Padang (Minang), karena ia tidak memiliki anak. Maka tanpa menceraikan istri
pertamanya, ia pun menikah kembali dengan seorang perempuan yang berasal dari
Nias, tepatnya dari daerah Balaekha. Desa Balaekha adalah desa yang terletak
kecamatan Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
Cho Chu Ki dan kedua istrinya tinggal di Telukdalam dan membuka usaha di
Telukdalam, karena sejak dahulu Telukdalam adalah daerah kawasan bisnis. Semua
penduduk Nias bagian selatan selalu datang ke Telukdalam guna membeli segala
kebutuhan mereka, karena disanalah terdapat berbagai toko yang menjual segala
kebutuhan mereka. Telukdalam juga dinamakan fasa oleh para penduduk Nias
Selatan, Fasa artinya pasar. Telukdalam tentunya dipenuhi oleh orang-orang yang
berasal dari berbagai daerah di Nias yang ingin berbelanja kebutuhan mereka. Untuk
melayani pembeli, Cho Chu Ki dan keluarganya harus mampu beradaptasi dengan
para pembeli agar tercipta komunikasi yang baik. Sehingga terciptalah bahasa hibrida
etnis Tionghoa di Telukdalam yang sampai sekarang. Bahasa hibrida yang mereka
miliki terdiri dari bahasa Indonesia, bahasa Nias, bahasa Padang dan dialek Hokkien.
Dalam bahasa hibrida tersebut ada fenomena yang menarik, yaitu ada kosakata
yang dipakai sepertinya bukan dari bahasa Indonesia tetapi kosakata tersebut berasal
dari bahasa Indonesia yaitu kata pigi, pigi artinya pergi. Orang-orang Etnis Tionghoa
Telukdalam sering menggunakan kata pigi untuk kata pergi. Selain itu juga ada
kosakata yang kelihatannya seperti bahasa Padang, tetapi artinya tidak sama dengan
bahasa Padang yaitu kata ambek. Kata ambek dalam bahasa Padang artinya cegat
atau hambat. Tetapi arti dari ambek dalam dialog etnis Tionghoa di Telukdalam
adalah ambil.
2. Deskripsi ranah pemakaian bahasa tersebut dipergunakan oleh kalangan etnis
Tionghoa di Teluk Dalam.
Berdasarkan ranah pemakaian bahasa, maka didapatkan bahwa bahasa hibrida
yang etnis Tionghoa Telukdalam dipergunakan dalam ranah keluarga, persahabatan
6

dan pekerjaan. Selain itu ragam bahasa tersebut termasuk dalam ragam ragam akrab
(intimate), karena bahasa ini dipergunakan antar anggota keluarga atau teman-teman
yang sudah sangat akrab. Juga termasuk dalam ragam santai (casual) disebabkan
karena bahasa hibrida yang mereka miliki dipergunakan dalam situasi santai antar
teman dalam berbincang-bincang. Dan termasuk juga dalam ragam usaha
(consultative) karena bahasa tersebut dipergunakan dalam situasi jual-beli di toko
Bahasa hibrida paling sering dipergunakan dalam ranah keluarga dan
persahabatan, sedangkan pada ranah pekerjaan hanya dipergunakan bagi sesama etnis
Tionghoa yang mengerti bahasa tersebut.
Dialog 1
Konteks: Dialog antara ibu dan anak
A: Tin, pigi mandi, apa lagi yang lu tunggu-tunggu beko malam sekali.
B: Lau mak, sebentar ini Tin ma ambek ae handuk tin.
Bahasa Indonesia
Tin, pigi (pergi) mandi, apa
lagi yang, tunggu-tunggu,
malam sekali

Ranah
Keluarga

Bahasa Nias
Lau : baiklah
Ae: partikel yang
tidak ada artinya,
fungsinya sebagai
penekanan kata
sebelumnya

Lawan Bicara
Ibu

Tempat
Rumah

Bahasa Padang
Beko (nanti)
Mak (ibu)
Ambek (ambil)

Topik
Suruhan
mandi

Dialek Hokkien
Lu (kamu)

untuk

Ragam Bahasa
Ragam
Akrab
(Intimate)

Dialog 2
Konteks: Dialog antar teman
A: Se gimana kabar lu?
B: Baik Tin
A: Aee sudah lama sekali indak gua tengok lu kangen gua
B: Iya we tin, sama gua juga
A: berapa lama libur lu?
B: Cuma 2 minggu we tin
A: Bah..sudah bajalan kita bale
B: Lau, lu, jemput gua di rumah ee? Karna honda gua dipake koko gua we
A: Lau Mande
Bahasa Indonesia
Se gimana kabar
Baik Tin
Sudah lama sekali, tengok,
kangen
Iya, sama
Berapa lama, libur
Cuma, 2 minggu
Sudah
Jemput, di rumah, honda

Bahasa Nias
we, bale: partikel
tambahan
yang
tidak punya arti,
fungsinya untuk
penekanan kata
sebelumnya.
Lau: baiklah

7

Bahasa Padang
Indak (tidak)
Bajalan (jalan-jalan)
Mande (ibu)

Dialek Hokkien
Lu (kamu)
Gua (saya)
Koko (kakak lakilaki)

Ranah
Persahabatan

Lawan Bicara
Teman

Tempat
Dialog dalam
Blackberry
Massenger

Topik
Janji jalan-jalan

Ragam Bahasa
Ragam
Santai
(casual)

Dialog 3
Konteks: Dialog antar pembeli dan penjual
A: Akhu mau beli apa?
B: Gua mau beli blender.. yang mana yang bagus?
A: Kalo akhu ambek yang mahal paling menang di merek aja..Akhu liek aja yang sesuai mata akhu.
B: Lau Bale…
Bahasa Indonesia
Mau beli apa?
mau beli blender
kalo yang mahal
menang di merek aja
yang sesuai mata
Ranah
Pekerjaan

Bahasa Nias
Lau bale (baiklah)
paling

Lawan Bicara
Pembeli

Tempat
Toko

Bahasa Padang
Ambek (ambil)
Liek (lihat)

Dialek Hokkien
Akhu (saudara mama
laki-laki)
Gua (saya)

Topik
Membeli blender

Ragam Bahasa
Ragam
usaha
(consultative)

KESIMPULAN
Kekayaan bahasa yang dimiliki oleh pulau Nias sungguh banyak salah satunya
bahasa hibrida yang dipakai oleh etnis Tionghoa di Telukdalam kabupaten Nias Selatan.
Bahasa hibrida sungguh menarik untuk diteliti baik dari latar belakangnya maupun dari
penggunaan bahasa tersebut. Muncullnya bahasa hibrida tersebut dilatarbelakangi oleh
pernikahan lintas etnis yang membuat bahasa hibrida etnis Tionghoa di Telukdalam
terdiri dari bahasa Indonesia, bahasa Nias, bahasa Padang, dan dialek Hokkien. Bahasa
ini dipergunakan hanya dalam tiga ranah yaitu ranah keluarga, ranah persahabatan dan
ranah pekerjaan. Bahasa hibrida yang mereka miliki termasuk ragam akrab (intimate),
ragam santai (casual) dan ragam usaha (consultative). Jadi bahasa hibrida oleh kalangan
etnis Tionghoa di Telukdalam hanya dipergunakan dalam situasi informal
Daftar Pustaka
Chen,
Josh,
Asosiasi
Peranakan
Tionghoa
Indonesia
http://baltyra.com/2011/11/07/asosiasi-peranakan-tionghoa-Indonesia (diakses 18
Agustus 2014).
Djie, Liem Twan, Perdagangan Perantara Distribusi Orang-Orang Cina di Jawa,
Jakarta:Gramedia, 1995.
Fishman, Joshua A, Language Loyalty in The United States. The Hague: Mouton, 1966
Holmes, Janet, An Introduction to Sosiolinguistics. NewYork: Longman, 1994.

8

Karsono, Ong Mia Farao dan Rendy Perdanawati, Penggunaan Bahasa oleh Anak
dalam Keluarga Pernikahan antar Etnis Tionghoa dan Suku Jawa
repository.petra.ac.id/15930/1/Publikasi1_06003_582.pdf (diakses 30 Juli 2014).
Moeliono, Anton M, Serapan bahasa Asing dalam Bahasa Indonesia
http://rubrikbahasa.wordpress.com/2009/12/30/serapan-asing-dalam-bahasaindonesia/ (diakses 27 Juli 2014).
Nababan, P.W.J, Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta:PT Gramedia, 1984.
Noordjanah, A, Komunitas Tionghoa di Surabaya(1910-1946). Semarang: Mesiass,
2004.
Rochmawati, “Pembauran yang Tak Pernah Selesai” dalam Masyarakat dan Budaya 6
(2): 105-118, Jakarta:PMB, 2004.
Romaine, Suzanne, Language in Society. New York: Oxford University Press, 1994.
Suryadinata, The Chinese Minority in Indonesia: Seven papers. Singapore: Chopmen
Enterprises, 1978.

9