23 pelanggan dan total waktu dan uang yang dihabiskan selama perjalanan belanja
Jin dan Kim, 2003:402. Jika motif belanja konsumen mempengaruhi pengeluaran belanja, maka
pihak pemasar dapat mengembangkan strategi pemasarannya yang lebih baik untuk memuaskan identifikasi motif belanja. Contohnya jika intensi pelanggan
dari satu outlet retail berhubungan dengan motif experiensial pembeli, para pemasar harus menemukan jalan untuk memenuhi motif mereka. Setiap variabel
pengeluaran belanja dan hubungannya dengan motif belanja dijelaskan berikut ini Jin dan Kim, 2003:402:
1. Tingkat dari kesenangan. Beberapa faktor mempengaruhi pemilihan
retail atau kesenangan, pengalaman emosi konsumen selama perjalanan belanja. Emosi konsumen mempunyai banyak dimensi, seperti kepuasan,
kesenangan, harga diri dan kemarahan Bagozzi et al., 1999. Diantara itu, kesenangan adalah satu dari emosi yang dipertimbangkan sebagai
pengalaman kunci yang menarik konsumen ke shopping mall Lotz et al., 1999. Kesenangan didefinisikan sebagai pernyataan emosi positif yang
terdiri dari level yang tinggi atas kepuasan dan sebabnya Russell, 1980, dan berhubungan dengan pengeluaran retail seperti, kepuasan Dawson et
al., 1990, intensi pelanggan Wakefield dan Baker, 1998, keinginan untuk tinggal Wakefield dan Baker, 1998, dan tingkat pengeluaran
konsumen Babin dan Darden, 1996.
2. Kepuasan belanja. Westbrook dan Black 1985 melihat motif kepuasan
belanja sebagai dorongan yang mempengaruhi tindakan internal seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Mereka mengasumsikan bahwa motif
tertentu yang mendasari aktivitas belanja konsumen dapat diukur dengan tingkat kepuasan. Mereka menemukan bahwa ada tingkat yang berbeda
dari kepuasan selama aktivitas belanja diantara 6 kelompok motif belanja
24 berdasarkan motif belanja yang telah diidentifikasi. Sebagai contoh,
kelompok yang terlibat secara langsung hampir dipuaskan di semua aspek proses belanja. Dawson et al., 1990 juga menemukan bahwa pembeli
dengan yang berorientasi pada produk akan lebih terpuaskan dengan produk, pembeli dengan motif ekperiensial yang tinggi akan lebih
terpuaskan dengan fasilitas yang disediakan. Ini memberi masukan bahwa kepuasan konsumen akan tinggi ketika motif belanja spesifik konsumen
bertemu dan persepsi atribut toko tersebut dipengaruhi oleh motif belanja
konsumen. 3. Intensi pelanggan. Literatur mengindikasikan bahwa motif pembeli yang
ada mempengaruhi kunjungan ke toko dalam masa mendatang. Lotz et al., 1999 mengkonfirmasi melalui model persamaan struktural bahwa motif
intrinsik belanja contohnya, motif eksperiensial menjelaskan intensi pelanggan di masa mendatang lebih baik daripada motif ekstrinsik, dan
motif ekstrinsik tersebut secara tidak langsung mempengaruhi intensi pelanggan melalui partisipasi dalam belanja. Bagaimanapun, dalam
penelitian yang dilakukan Dawson et al., 1990 diketahui bahwa motif produk memiliki hubungan positif yang signifikan dengan intensi yang
akan datang. Penemuan dalam studi ini mendukung pandangan bahwa konsumen sering berkunjung ke toko dimana motif belanja mereka
terpuaskan. Sebagai contoh, pembeli akan berkunjung ke pasar craft outdoortoko mebel studi Dawson et al., 1990 hanya ketika mereka
punya motif pembelian. Sebaliknya, dalam kasus shopping mall regional studi Lotz et al., 1999, pembeli dengan motif ekperiensial akan lebih
suka berkunjung daripada mereka dengan motif produk. Penemuan ini membuktikan bahwa intensi pelanggan untuk berkunjung ke toko diskon
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dapat diasumsikan bahwa
25 pembeli dengan motif produk, contohnya, pembeli dengan tujuan dan
pembeli yang punya rating tinggi dalam motif produk, akan memperlihatkan intensi pelanggan yang lebih kuat daripada yang lainnya.
Alasan utama dari berkunjung ke toko diskon adalah melakukan
pembelian suatu produk. 4. Waktu dan uang yang dihabiskan selama berbelanja. Motif belanja
juga berhubungan dengan waktu dan uang yang dihabiskan selama berbelanja. Dawson et al., 1990 menemukan bahwa motif belanja
mempengaruhi durasiwaktu di toko seperti halnya keinginan untuk menjelajah lingkungan belanja. Dawson et al., 1990 menemukan bahwa
motif belanja mempengaruhi pembelian aktual. Hal ini kontras bertolak belakang dengan asumsi bahwa emosi mempengaruhi motif belanja
dengan pengeluaran belanja pada bisnis retail. Secara rinci, konsumen dengan motif produk yang kuat secara signifikan akan lebih senang untuk
melakukan pembelian atau bermaksud untuk membeli, ketika konsumen dengan motif eksperiensial yang kuat akan kurang senang untuk
melakukan pembelian atau bermaksud untuk membeli. Review literatur di atas menggambarkan bahwa motif belanja
mempengaruhi pengeluaran belanja. Hasil ini berdasarkan shopping mall di Amerika Lotz et al., 1999, department store Westbrook dan Black, 1985, dan
stusi pasar craft outdoor Dawson et al., 1990.
2.5.Tipologi 2.5.1. Definisi
Tipologi
Definisi tipologi menurut Wikipedia 2010:1 adalah sebagai berikut: Tipologi adalah kajian tentang tipe atau jenis. Secara lebih spesifik, kata
ini dapat merujuk pada pembagian budaya menurut suku bangsa; atau klasifikasi benda menurut karakteristiknya.
26 Definisi tipologi menurut Joomla 2010:1 adalah sebagai berikut:
Tipologi adalah ilmu yang berusaha untuk menggambarkan kepribadian manusia dengan melakukan kategorisasi dan penyederhanaan terhadap
berbagai kemungkinan kombinasi kepribadian.
Berdasarkan dua definisi tipologi di atas maka dapat disimpulkan bahwa tipologi adalah ilmu yang mempelajari dan mengelompokkan sesuatu termasuk
benda dan manusia serta tentang tingkah laku manusia ke dalam suatu sub kelompok yang lebih sederhana.
2.5.2. Jenis-Jenis Tipologi
1. Pembagian tipologi menurut Jin dan Kim 2003
Jin dan Kim 2003 dalam penelitiannya yang dilakukan pada konsumen toko diskon di Korea mengelompokkan konsumen ke dalam empat kelompok
berbedasarkan kecenderungan tipologi konsumen. Keempat tipologi tersebut adalah:
a. The leisurely-motiveted shoppers Motivasi pembeli-waktu luang merupakan merupakan tipe konsumen yang lebih mengutamakan layanan
yang menyenangkan, keadaan yang longgar dan aspek barang fashion dari toko diskon langganan. Tipe ini mengindikasi bahwa mereka datang ke
toko karena dekat dengan rumah, menawarkan harga yang murah, dan mudah bebelanja di toko tersebut.
b. The social-motivated shopper motivasi pembeli – sosial merupakan tipe konsumen yang lebih mengutamakan keanekaragaman barang yang dijual,
lingkungan yang menyenangkan, mudah untuk parkir, dan sales yang ramah namun cenderung untuk berbelanja dalam waktu yang lebih lama
dari pada cluster yang lain.