Analisis Ekonomi dan Kontribusi Tanaman Bambu terhadap Pendapatan Masyarakat Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun

(1)

ANALISIS EKONOMI DAN KONTRIBUSI TANAMAN BAMBU TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT

Hasil Penelitian

Oleh:

VALENTINO AFRIO RAJAGUKGUK 061201004

MANAJEMEN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRACT

Valentino Afrio Rajagukguk, the analysis of economic and contribution of Bamboo for the society income (Bambusa sp) at Pondok Buluh Village, District of Dolok Panribuan, Sub-Province Simalungun, North Sumatra. Guided by SITI LATIFAH

and AGUS PURWOKO

Bamboo is a forest’s plant that has many benefit, but it doesn’t use by the society around the forest. This study aim is to determine the economic value and the contribution of bamboo for the society income. This research was using purposive sampling technique. Based on the research, the bamboo growth at altitude of 700-1.100 mdpl, while the highest economic value of bamboo is Rp. 3.600.000/year and the lowest economic value is Rp. 700.000/year, the highest contribution of bamboo for society income is 17,35% and the lowest is 2,14%.


(3)

ABSTRAK

Valentino Afrio Rajagukguk, Analisis Ekonomi dan Kontribusi Tanaman Bambu (Bambusa sp) terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Dibimbing oleh SITI LATIFAH and AGUS PURWOKO.

Bambu (Bambusa sp) merupakan tumbuhan hutan yang memiliki banyak manfaat tetapi belum banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi dan kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui tanaman bambu tumbuh di ketinggian 700-1100 mdpl, nilai ekonomi tertinggi dari bambu adalah Rp. 3.600.000/tahun dan nilai ekonomi terendah adalah Rp. 700.000/tahun, kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat tertinggi adalah 17,35% dan kontribusi terendah adalah 2,14%.


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis, Valentino Afrio Rajagukguk dilahirkan di Dolok Sinumbah pada tanggal 19 April 1989 dari Ayahanda Agus Rimpun Rajagukguk dan Ibunda Rosma Siahaan. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal Sekolah Dasar di SD Negeri No. 091578 Dolok Sinumbah. Pada tahun 2000 melanjutkan pendidikan ke SLTP Swasta YAPUTA Dolok Sinumbah. Tahun 2003 penulis meneruskan pendidikan di SMU Negeri 2 Bandar.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bandar dan lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Jurusan Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Penulis mengikuti Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Hutan Tangkahan dan Pulau Sembilan pada tahun 2008. Penulis juga mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan Tongkoh pada tahun 2012. Pada tahun 2011, penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ekonomi dan Kontribusi Tanaman Bambu terhadap Pendapatan Masyarakat (Studi kasus di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara)”. Penelitian tersebut dilaksanakan dalam rangka penyusunan skripsi untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan baik. Adapun judul penelitian ini adalah “ Analisis Ekonomi dan Kontribusi Tanaman Bambu terhadap Pendapatan Masyarakat Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Siti Latifah S. Hut, M. Si, Ph. D dan Bapak Dr. Agus Purwoko, S. Hut, M. Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Kiranya penelitian yang akan saya lakukan dapat bermanfaat bagi masyarakat, dunia ilmu pengetahuan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima-kasih.

Medan, Juli 2012


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Hutan ... 4

Hutan Rakyat ... 5

Hasil Hutan Bukan Kayu ... 6

Bambu ... 7

Karakteristik Bambu ... 9

Morfologi Tanaman Bambu ... 9

Kondisi tempat Tumbuh ... 10

Pemanfaatan Bambu ... 11

Jenis-jenis Bambu dan Penggunaannya ... 15

Nilai Ekonomi Bambu ... 17

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 19

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu ... 20

Alat dan Bahan ... 20

Metode Penelitian ... 20

Teknik Pengumpulan Data ... 21

Teknik Pengambilan Sampel... 22

Teknik Analisa Data ... 23


(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Hutan Rakyat Bambu ... 26

Sistem Pengelolaan dan Pengolahan Bambu ... 31

Nilai Ekonomi Bambu di Desa Pondok Buluh ... 37

Kontribusi Nilai Ekonomi Bambu terhadap Pendapatan Masyarakat ... 39

Kendala dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

1. Berbagai jenis bambu dan penggunaannya ... 15

2. Presentasi kontribusi bambu terhadap pendapatan masyarakat ... 25

3. Pendapatan masyarakat pondok buluh ... 39


(9)

DAFTAR GAMBAR

1. Vegetasi tanaman bambu di Desa Pondok Buluh ... 9 2. Bambu Andong yang tumbuh di Desa Pondok Buluh ... 27 3. Bambu Betung yang berada pada lahan milik masyarakat Desa Pondok Buluh ... 28 4. Bambu Apus yang tumbuh di samping jalan raya, Desa Pondok Buluh ... 30 5. Bambu gelondongan siap jual ... 35 6. Bambu belah yang sudah siap untuk dijual ... 36


(10)

ABSTRACT

Valentino Afrio Rajagukguk, the analysis of economic and contribution of Bamboo for the society income (Bambusa sp) at Pondok Buluh Village, District of Dolok Panribuan, Sub-Province Simalungun, North Sumatra. Guided by SITI LATIFAH

and AGUS PURWOKO

Bamboo is a forest’s plant that has many benefit, but it doesn’t use by the society around the forest. This study aim is to determine the economic value and the contribution of bamboo for the society income. This research was using purposive sampling technique. Based on the research, the bamboo growth at altitude of 700-1.100 mdpl, while the highest economic value of bamboo is Rp. 3.600.000/year and the lowest economic value is Rp. 700.000/year, the highest contribution of bamboo for society income is 17,35% and the lowest is 2,14%.


(11)

ABSTRAK

Valentino Afrio Rajagukguk, Analisis Ekonomi dan Kontribusi Tanaman Bambu (Bambusa sp) terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Dibimbing oleh SITI LATIFAH and AGUS PURWOKO.

Bambu (Bambusa sp) merupakan tumbuhan hutan yang memiliki banyak manfaat tetapi belum banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi dan kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui tanaman bambu tumbuh di ketinggian 700-1100 mdpl, nilai ekonomi tertinggi dari bambu adalah Rp. 3.600.000/tahun dan nilai ekonomi terendah adalah Rp. 700.000/tahun, kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat tertinggi adalah 17,35% dan kontribusi terendah adalah 2,14%.


(12)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis, Valentino Afrio Rajagukguk dilahirkan di Dolok Sinumbah pada tanggal 19 April 1989 dari Ayahanda Agus Rimpun Rajagukguk dan Ibunda Rosma Siahaan. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal Sekolah Dasar di SD Negeri No. 091578 Dolok Sinumbah. Pada tahun 2000 melanjutkan pendidikan ke SLTP Swasta YAPUTA Dolok Sinumbah. Tahun 2003 penulis meneruskan pendidikan di SMU Negeri 2 Bandar.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bandar dan lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Jurusan Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Penulis mengikuti Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Hutan Tangkahan dan Pulau Sembilan pada tahun 2008. Penulis juga mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan Tongkoh pada tahun 2012. Pada tahun 2011, penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ekonomi dan Kontribusi Tanaman Bambu terhadap Pendapatan Masyarakat (Studi kasus di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara)”. Penelitian tersebut dilaksanakan dalam rangka penyusunan skripsi untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada saat ini kawasan hutan mengalami kerusakan yang serius akibat tekanan penduduk dan konflik kepentingan yang tidak lagi mempertimbangkan kelestarian. Untuk mengurangi tekanan tersebut adalah dengan mengembangkan hutan rakyat, salah satunya adalah hutan rakyat bambu. Hutan rakyat diartikan sebagai suatu lapangan yang berada diluar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan, sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungannya, yang pemilik lahannya adalah rakyat. Berdasarkan pengertian tersebut, maka ciri khas hutan rakyat adalah tidak perlu merupakan suatu kawasan hutan yang kompak (dapat berpencar-pencar), dapat juga dipadukan dengan sistem agroforestri, dan berupa tanaman yang cepat memberikan hasil serta fungsi bagi kesejahteraan pemiliknya

(Alrasyid, 1979).

Bambu merupakan tanaman yang mempunyai pertumbuhan sangat cepat yaitu 80-100 hari sudah siap panen. Indonesia, khususnya Jawa, Sumatera, dan Sulawesi merupakan wilayah yang sangat cocok untuk pertumbuhan bambu. Berdasarkan data

Global Forest Resources Assessment Update 2005 Indonesia Country Report on Bambu Resources, luas tanaman bambu Indonesia mencapai 1.414.375 Ha, sedangkan pada tahun 2002-2004 nilai ekspor bambu selalu mengalami kenaikan yang signifikan rata-rata (46,5 Ha). Negara tujuan ekspor Indonesia pada tahun 2004


(14)

adalah Asia ($1.367.000), Eropa ($426.000), North dan Central Amerika ($363.000) dan Amerika Selatan ( $320.000). Nilai ekspor yang mengalami kenaikan yang signifikan ini menunjukkan masih terbukanya pasar yang cukup potensial diluar negeri. Melihat kondisi tersebut, maka masih terbuka luas untuk mengisi pasar dunia yang sangat baik dan potensial. Hal ini dapat member peluang bagi industri pengrajin bambu di Indonesia, khususnya untuk perguruan tinggi, dan untuk memberikan produk alternatif bahan bangunan demi meningkatkan kemampuan bersaing di pasar global.

Bambu merupakan salah satu komoditas yang memiliki prospek cukup menjanjikan bila dikembangkan dalam skala luas di sektor kehutanan. Suatu hal yang menguntungkan dari menanam bambu adalah penanaman cukup dilakukan sekali saja, mudah tumbuh pada habitat yang sesuai dan selanjutnya tinggal memanen saja. Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan dan memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi. Akan tetapi masyarakat masih menganggap bambu sebagai tanaman yang kurang komersial sehingga pengusahaan bambu kurang diminati. Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi oleh para petani bambu adalah permodalan dan pemasaran komoditi bambu tersebut (Diniaty

dan Sofia, 2000).

Menurut Widjaja (1985) penggunaan beberapa jenis bambu yang sangat tinggi justru malah membuat masyarakat lupa akan pelestaian dari bambu itu sendiri,selain itu informasi dan pengetahuan tentang budidaya jenis-jenis bambu masih sangat


(15)

serta pemanfaatannya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang analisis ekonomi dan kontribusibambu terhadap pendapatan masyarakat di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun

Perumusan Masalah

Salah satu permasalahan yang terjadi pada hutan rakyat bambu adalah belum membudayanya usaha pelestarian terhadap bambu disebabkan karena tegakan bambu yang umumnya hidup pada lahan-lahan rakyat nampaknya masih dianggap cukup, kurangnya bentuk pengusahaan dan pengelolaan hutan rakyat bambu mengakibatkan pengusahaan bambu dari aspek ekonomis kurang. Adapun permasalahan lain yang akan dihadapi adalah menghitung berapa nilai ekonomi hasil bambu yang dimanfaatkan oleh masyarakatdan kontribusi nilai ekonomi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat di sekitar Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun,.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui nilai ekonomi dari hasil bambu yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun.

2. Mengetahui kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun.


(16)

Manfaat Penelitian

Memberikan masukan pada masyarakat tentang cara meningkatkan nilai ekonomi bambu dan juga sebagai bahan masukan bagi pihak pemerintah untuk lebih memberikan perhatian khusus pada petani bambu di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan

Menurut Undang-Undang No. 41/1999 tentang kehutanan menyebutkan bahwa hutan adalah suatu ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan atau lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Menurut statusnya (sesuai dengan Undang-Undang Kehutanan), hutan hanya dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : (1) Hutan Negara, hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani atas hak dan tanah, dan (2) Hutan Hak, hutan yang dibebani hak atas tanah yang biasanya disebut dengan hutan rakyat.

Hutan secara singkat dan sederhana definisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. Jhon A. Helms (1998) dalam suharjito (2000) memberi pengertian bahwa hutan adalah suatu ekosistim yang dicirikan oleh penutupan pohon yang kurang lebih padat dan tersebar, sering kali terdiri dari tegakan-tegakan yang beragam ciri-cirinya seperti komposisi jenis, struktur, kelas, umur, dan proses-proses yang terkait, dan umumnya mencakup padang rumput, sungai-sungai kecil, ikan dan satwa liar.

Hutan juga mempunyai makna yang sangat bervariasi sesuai dengan spesifikasi ilmu yang dibidangi. Dari sudut pandang orang ekonomis, hutan merupakan tempat menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Menurut sudut pandang ahli silvika,


(18)

hutan merupakan suatu assosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri atas pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas, sedangkan menurut ahli ekologi mengartikan hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan di luar hutan (Arief, 2001).

Hutan Rakyat

Banyak sudut pandang yang dapat digunakan untuk mengenal dan mengerti hutan rakyat. Sudut pandang yang sering digunakan adalah sudut pragmatisme, geografis, dan sistem tenurial (kepemilikan). Pandangan pragmatisme melihat hutan yang dikelola rakyat hanya dari pertimbangan pemerintah saja. Semua pohon-pohonan atau tanaman keras yang tumbuh diluar kawasan hutan negara langsung diklaim sebagai hutan rakyat. Pandangan geografis menggambarkan aneka ragam bentuk dan pola serta sistem hutan rakyat tersebut, berbeda satu sama lain tergantung pada letak geografisnya, ada yang didataran rendah, medium, dan dataran tinggi, dan juga jenis penyusunnya berbeda menurut tempat tumbuhnya, dan sesuai dengan keadaan iklim mikro. Pandangan sistem tenurial berkaitan dengan status hutan segara yang dikelola masyarakat, hutan adat, hutan keluarga, dan lain-lain (Awang et all, 2002).

Hutan rakyat pada dasarnya adalah hutan milik baik secara perorangan, kelompok, marga maupun badan hukum yang merupakan hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan negara. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah


(19)

yang dibebani hak milik, baik secara perorangan maupun kelompok dengan status diluar kawasan hutan negara. Biasanya luas minimum adalah 0,25 hektar dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50 % dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak minimal 500 tanaman. Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Dengan demikian hutan hak dapat disebut sebagai hutan rakyat/tanaman rakyat (Dephut, 1989).

Pada umumnya hutan rakyat terdiri dari satu jenis pohon (monokultur) atau beberapa jenis pohon yang ditanam secara campuran sebagai usaha kombinasi berupa tanaman kayu-kayu dan tanaman semusim. Dewasa ini kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat semakin banyak diminati oleh para pengusaha sebagai bahan baku industri seperti pulp dan kayu pertukangan karena mempunyai kualitas kayu yang baik (Darusman dan Hardjanto, 2006).

Hasil Hutan Bukan Kayu

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta turunannya dan budidayanya kecuali kayu yang berasal dari hutan, tidak termasuk jasa lingkungan yang dihasilkan dari hutan. Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem sumberdaya alam yang bersifat multifungsi, multiguna dan mencakup multi kepentingan serta pemanfatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini berarti produk hasil hutan bukan kayu merupakan salah satu sumberdaya hutan yang


(20)

memiliki keunggulan komparatif dan paling bersentuhan dengan masyarakat sekitar hutan. Hasil hutan bukan kayu terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan konstribusi yang berarti bagi peningkatan devisa negara.

Secara ekologis hasil hutan bukan kayu (HHBK) tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, disebutkan bahwa HHBK adalah hasil hutan hayati maupun non hayati atau menurut FAO (2000) adalah barang yang dihasilkan benda hayati selain kayu yang berasal dari hutan ataupun lahan sejenis. Adapun HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, menurut Sumadiwangsa (2000) dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

1. Getah-getahan : Getah jelutung, getah merah, getah balam, getah karet alam, dan lain-lain.

2. Tanin : Pinang, gambir, Rhizhopora, Bruguiera

3. Resin : Gaharu, kemedangan, jernang, damar mata kucing,

damar batu, dammar rasak, kemenyan, dll.

4. Minyak Atsiri : Minyak gaharu, minyak kayu putih, minyak- keruing, minyak lawang, minyak kayu manis.

5. Madu : Apis dorsata dan Apis melliafera.


(21)

8. Tanaman obat dan hias : Aneka tumbuhan obat dari hutan, anggrek hutan, palmae, dan pakis.

Bambu

Bambu merupakan tanaman yang secara botanis dapat digolongkan pada famili Graminecae (Rumput-rumputan). Bambu mudah menyesuaikan diri dengan kondisi tanah dan cuaca yang ada, serta dapat tumbuh pada ketinggian sampai dengan 3800 meter di atas permukaan laut. Bambu tumbuh berumpun dan memiliki akar rimpang, yaitu semacam buhul yang bukan akar maupun tandang. Bambu memiliki ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini, tumbuh akar-akar yang memungkingkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya disamping tunas-tunas rimpangnya (Widjaja, 1985).

Bambu sebagai hasil hutan bukan kayu telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat. Pada awalnya pemanfaatan bambu masih tradisional dan terbatas seperti untuk rumah tangga, kerajinan, penunjang kegiatan pertanian, perikanan, perkebunan, perumahan dan lain-lain yang kebutuhannya masih dapat diperoleh dari lingkungan sekitar. Tetapi dengan perkembangan penduduk dan kemajuan pembangunan, pemanfatan bambu sudah memerlukan teknologi yang menghasilkan produk-produk seperti pulp dan kertas, sumpit (chopstick), flowerstick dan papan semen serat bambu. Selama ini pengetahuan budidaya bambu oleh masyarakat masih terbatas pada pemilikan, penebangan dan pemeliharaan karena tanamannya merupakan warisan


(22)

turun temurun. Pengembangan bambu membutuhkan bibit dalam jumlah banyak, oleh karena itu untuk memeproduksi bibit bambu yang baik diperlukan petunjuk teknis pembibitan bambu.

Bambu merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan mulai dari benda kerajinan, bahan makanan, bahan industri, sampai kepada bahan konstruksi. Diantara pemanfaatan bambu antara lain digunakan sebagai topi, kursi, meja, lemari, alat musik angklung, sayur, kertas, dan bahan bangunan. Kegunaan ini tidak hanya dikenal dibeberapa negara saja melainkan hampir di seluruh dunia sejak dahulu kala (Widjaja, 1985).

1. Karakteristik Bambu

Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Hiant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 4-5 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas, berongga kadang-kadang masif, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang. Akar bambu terdiri dari rimpang (rhizon) berbuku dan beruas-ruas, pada buku-buku tersebut akan ditumbuhi oleh serabut dan tunas yang dapat tumbuh menjadi batang (Widjaja, 1985).


(23)

2. Morfologi Tanaman Bambu

Tanaman bambu dapat tumbuh pada tanaman bereaksi masam dengan pH 3,5 dan pada umumnya menghendaki tanah yang pH nya 1,0 sampai 6,5. Pada tanah yang subur tanaman akan tumbuh dengan baik karena kebutuhan makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi (Berlian dan Estu, 1995)

Gambar 1. tanaman bambu

Berikut ini urutan taksonomi bambu: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta SubDivisio : Angiospermae Class : Monocotyledoneae

Ordo : Graminae (Poales, Glumiflorae) Famili : Bambusa


(24)

3. Kondisi Tempat Tumbuh

a. Tanah

Bambu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berat sampai ringan, tanah kering sampai basah dan dari tanah subur sampai tanah kurang subur, bambu juga dapat tumbuh di tanah pegunungan yag berbukit terjal sampai tanah yang landai. Perbedaan jenis tanah dapat berpengaruh terhadap kemampuan pertunasan bambu. Tanaman bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam dengan pH 3,5 dan umumnya menghendaki tanah yang pH-nya 5,0 sampai 6,5. Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh baik karena kebutuhan makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi.

b. Iklim

Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah yang bersuhu sekitar 8,8-360C,dan suhu ini juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Tanaman bambu bisa dijumpai mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 0 sampai 200 mdpl. Walaupun demikian, tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat. Curah hujan yang dibutuhkan untuk tanaman bambu minimum 1.020 mm per tahun dan kelembapan udara yang di kehendaki minimum 80 %.

c. Topografi

Tanaman bambu dijumpai tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi 100 – 2200 m di atas permukaan laut. Walaupun demikian tidak semua jenis


(25)

tempat-tempat yang lembab atau pada tempat yang kondisi curah hujannya tinggi dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti di tepi sungai, di tebing-tebing yang curam. Pada tempat-tempat yang disenangi, umur tanaman 4 tahun perumpunan sudah dapat terjadi secara normal dimana jumlah rumpun sudah dapat mecapai 30 batang dengan diameter rata-rata di atas 7 cm. Secara umum di lokasi pengembangan bambu bentuk topografi mulai dari berombak sampai bergunung. Satuan topografi berombak mempunyai kemiringan 3 – 8%, bergelombang 9 – 15% dan bergunung > 30% (Nur dan Rahayu, 1995).

4. Pemanfaatan Bambu

Kegunaan dan manfaat bambu bervariasi mulai dari perabotan rumah tangga, perabotan dapur dan kerajinan, bahan bangunan serta peralatan lainnya dari yang sederhana sampai dengan industri bambu lapis, laminasi bambu, maupun industri kertas yang sudah modern. Dari sekilas gambaran manfaat tersebut menyiratkan suatu harapan, bahwa kebutuhan terhadap bambu akan terus meningkat sejalan dengan perkembangan masyarakat (Diniaty dan Sofia,2000).

Bambu merupakan salah satu tanaman ekonomi yang digolongkan dalam hasil hutan non kayu. Meskipun demikian, manfaat bambu dalam kegiatan konservasi sangat baik untuk menahan erosi, terutama di daerah bantaran sungai yang banyak terdapat di wilayah Indonesia. Dalam konteks tata air, bambu juga efektif untuk menahan run off air, sehingga banyak berfungsi di daerah tangkapan air. Bambu juga memiliki kemampuan peredam suara yang baik dan menghasilkan banyak oksigen


(26)

sehingga dapat ditanam di pusat pemukiman dan pembatas jalan raya (Diniaty dan

Sofia,2000).

Manfaat bambu secara ekonomis dan ekologis bila dibandingkan dengan komoditas kayu adalah mampu memberikan peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar hutan dalam waktu relatif cepat,yaitu pada usia 4-5tahun sudah dapat dipanen. Manfaat ekonomis lainnya adalah pemasaran produk bambu baik berupa bahan baku sebagai pengganti kayu maupun produk jadi antara lain berupa sumpit (chop stick), barang kerajinan (furniture), bahan lantai (flooring), bahan langit-langit (ceiling) masih sangat terbuka untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor. Dari sisi ekologis, tanaman bambu memiliki kemampuan menjaga keseimbangan lingkungan karena sistem perakarannya dapat mencegah erosi dan mengatur tata air serta dapat tumbuh pada lahan marginal (Diniaty dan Sofia, 2000).

Bambu juga merupakan tanaman yang memiliki manfaat sangat penting bagi kehidupan. Semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun, bahkan rebungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Untuk lebih jelasnya berikut ini diuraikan manfaat bambu ditinjau dari setiap bagian tanamannya (Dephut, 2004).

a. Akar

Akar tanaman bambu dapat berfungsi sebagai penahan erosi guna mencegah bahaya banjir, tidak heran bila beberapa jenis bambu yang banyak tumbuh di pinggir sungai atau jurang sesungguhnya berperan penting mempertahankan kelestarian tempat tersebut. Dengan demikian bambu mempunyai arti yang penting dalam


(27)

Akar tanaman bambu juga dapat berperan dalam menangani limbah beracun akibat keracunan merkuri. Bagian tanaman ini menyaring air yang terkena limbah tersebut melalui serabut-serabut akarnya. Selain itu akar bambu mampu melakukan penampungan mata air sehingga bermanfaat sebagai sumber penyediaan air sumur (Dephut, 2004).

b. Batang

Batang bambu memang merupakan bagian yang paling banyak diusahakan untuk dibuat berbagai macam barang untuk keperluan sehari-hari. Batang bambu baik yang masih muda maupun yang sudah tua dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan. Namun, ada juga jenis bambu yang dapat dan tidak dapat dimanfaatkan (Dephut, 2004).

c. Daun

Daun bambu dapat digunakan sebagai alat pembungkus, misalnya makanan kecil seperti uli dan wajik. Selain itu di dalam pengobatan tradisional daun bambu dapat dimanfaatkan sebagai ramuan untuk mengobati demam atau panas pada anak-anak. Hal ini disebabkan daun bambu mangandung zat yang bersifat mendinginkan. Dengan demikian panas atau demam dapat dengan mudah dihalau (Dephut, 2004).

Daun bambu muda yang tumbuh diujung cabang dan berbentuk runcing juga sering digunakan sebagai obat. Bahan ini sangat mujarab bagi mereka yang tidak tenang pikiran atau malam hari kurang tidur. Dalam perkembangan terakhir di luar negeri, cairan bambu diketahui sangat bermanfaat untuk menyembuhkan lumpuh


(28)

badan sebelah yang diakibatkan tekanan darah tinggi. Untuk lumpuh badan sebelah ini obat yang terbaik pada saat sekarang adalah ramuan bambu yang digabungkan dengan benalu. Bagi penyakit yang belum begitu berat, obat tersebut dapat membebaskan saluran pembekuan otak yang terhenti sehingga penderita dapat sembuh (Dephut, 2004).

d. Rebung

Rebung atau tunas bambu atau disebut juga trubus bambu merupakan kuncup bambu muda yang muncul dari dalam tanah yang berasal dari akar rhizome maupun buku-bukunya. Umumnya rebung masih diselubungi oleh pelepah buluh yang ditutupi oleh miang. Rebung ada yang berbentuk ramping sampai agak membulat, terdiri dari batang-batang yang masif dan pendek. Pada umumnya rebung diselebungi oleh pelepah buluh hingga mencapai tinggi sekitar 30 cm. Selanjutnya pelepah buluh tersebut pada jenis bambu tertentu akan gugur (Dephut, 2004).

Rebung dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang tergolong ke dalam jenis sayur-sayuran. Namun, tidak semua jenis bambu dapat dimanfaaatkan rebungnya untuk bahan pangan, karena rasanya ada yang pahit. Rebung bambu dari Indonesia semakin digemari oleh masyarakat di Jepang, Korea Selatan, dan RRC. Hal ini dibuktikan oleh permintaan ekspor dari negara tersebut yang banyak tetapi belum dapat dipenuhi (Dephut, 2004).


(29)

5. Jenis-jenis Bambu dan Penggunaannya

Pada Tabel 1 diuraikan beberapa jenis bambu yang mempunyai manfaat atau nilai ekonomis tinggi (Dephut, 2004),

Table 1. Berbagai Jenis bambu dan penggunaannya

No Nama Daerah dan Nama Latin Bambu

Penggunaannya

1 Bambu Apus

(Gigantochloa apus)

Batang bambu apus berbatang kuat, liat, dan lurus. Jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang panjang, kuat, dan lentur. Ada juga yang menggunakannya untuk alat musik.

2 Bambu Ater

(Gigantochloa atter)

Batang bambu ater biasanya digunakan orang untuk dinding rumah, pagar, alat-alat rumah tangga, kerajinan tangan dan ada juga yang menggunakan untuk alat music

3

Bambu Andong (Gigantochloa verticillata

/Gigantochloa pseudo arundinacea)

Batang bambu andong banyak digunakan untuk bahan bangunan, chopstick, dan untuk membuat berbagai jenis kerajinan tangan.

4 Bambu Betung

(Dendrocalamus asper)

Bambu betung sifatnya keras dan baik untuk bahan bangunan karena seratnya besar-besar dan ruasnya panjang. Dapat dimanfaatkan untuk saluran air, penampung air aren yang disadap, dinding rumah yang dianyam, (gedek atau bilik), dan berbgai jenis barang kerajinan.

5 Bambu Kuning

(Bambusa vulgaris)

Bambu kuning dapat dimanfaatkan untuk mebel, bahan pembuat kertas, untuk kerajinan tangan dan dapatditanam di halaman rumah karena cukup menarik sebagai tanaman hias serta untuk obat penyakit kuning atau lever.

6 Bambu Hitam

(Gigantochloa atroviolacea)

Bambu hitam sangat baik untuk dibuat alat musik seperti angklung, gambang, atau calung dan dapat juga digunakan untuk furniture dan bahan kerajinan tangan.

7 Bambu Talang

(Schizostachyum brachycladum)

Bambu talang banyak digunakan untuk bahan atap, dinding, dan lantai rumah adat Toraja. Selain itu bambu talang juga digunakan untuk rakit, tempat air, dan bahan


(30)

kerajinan tangan

seperti ukiran dan anyaman.

8 Bambu Tutul

(Bambusa vulgaris)

Bambu tutul banyak digunakan untuk peralatan rumah tangga seperti tirai, meja, kursi, dinding, dan lantai rumah, serta untuk kerajinan tangan.

9 Bambu Cendani

(Bambusa multiplex)

Batang bambu cendani dapat digunakan untuk tangkai payung, pipa rokok, kerajinan tangan seperti tempat lampu, vas bunga, rak buku, dan berbagi mebel dari bambu.

10 Bambu Cangkoreh (Dinochloa scandens)

Bambu cangkoreh dapat digunakan untuk anyaman atau tempat jemuran tembakau dan untuk obat misalnya obat tetes mata dan obat cacing.

11 Bambu Perling (Schizostachyum zollingeri)

Batang bambu perling dapat digunakan untuk membuat dinding, tali, tirai, dan alat memancing

12 Bambu Tamiang

(Schizostachyum blumei)

Bambu tamiang paling cocok digunakan untuk sumpit, suling, alat memancing, dan kerajinan tangan.

13 Bambu Loleba

(Bambusa atra)

Bambu loleba dapat digunakan untuk dinding rumah, tali tongkat, bahan anyaman dan sebagai tanaman hias.

14 Bambu Batu

(Dendrocalamus strictus)

Batang bambu batu sangat kuat dan dapat digunakan untuk bahan baku kertas dan untuk bahan anyaman.

15 Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens)

Jenis bambu dengan batang lurus, kuat, dan ringan ini banyak digunakan sebagai galah untuk panen kelapa sawit, selain itu juga untuk bahan bangunan.

16 Bambu Sian

(Thyrsostachys siamensisi)

Bambu ini baik digunakan untuk tangkai payung, dan sebagai tanaman hias karena rumpunnya mempunyai tajuk melebar dengan daun kecil-kecil yang banyak.

17 Bambu Jepang

(Arundinaria japonica)

Bambu jepang banyak digunakan sebagai tanaman hias.

18 Bambu Gendang

(Bambusa ventricosa)

Karena bentuk batangnya yang unik dan cukup menarik maka bambu ini biasa


(31)

19 Bambu Bali

(Schizostachyum brachycladum)

Oleh karena penampilan tanamannya unik dan menarik maka bambu ini biasa digunakan sebagai tanaman hias.

20 Bambu Pagar

(Bambusa glaucescens)

Bambu ini juga menarik sebagai tanaman hias yang dipangkas dengan berbagai bentuk.

6. Nilai Ekonomi Bambu

Tanaman bambu baik dalam skala kecil maupun besar mempunyai nilai ekonomi yang meyakinkan. Budaya masyarakat menggunakan bambu dalam berbagai aktivitas kehidupan sehingga bambu dapat dikategorikan sebagai Multipurpose Free Species (MPTS = jenis pohon yang serbaguna). Pada umumnya jenis-jenis bambu yang diperdagangkan adalah jenis bambu yang berdiameter besar dan berdinding tebal. Jenis-jenis tersebut diwakili oleh warga Bambusa (3 jenis), Dendrocalalamus (2 jenis) dan Gigantochloa (8 jenis) (Widayati dan Riyanto, 2005). Dari jenis-jenis tersebut dapat dibudidayakan secara massal untuk menunjang industri kertas, chopstick, flowerstick, ply bambu, particle board dan papan semen serat bambu serta kemungkinan dikembangkan bangunan dari bahan bambu yang tahan gempa, dan lain-lain (Zain, 1998).

Dalam melakukan penilaian ekonomi suatu barang atau jasa dapat dilakukan dalam beberapa metode yaitu metode nilai pasar, metode nilai relatif, dan metode biaya pengadaan. Metode nilai pasar digunakan jika barang/jasa tersebut sudah memiliki nilai pasar. Nilai pasar adalah harga barang atau jasa yang di tetapkan penjual dan pembeli di pasar. Penilaian ekonomi dengan metode nilai pasar akan di


(32)

anggap paling baik dengan catatan nilai pasar itu tetap tersedia (Affandi dan Patana, 2002).

Pengembangan pengusahaan hasil hutan bukan kayu, terutama bambu merupakan upaya strategis karena beberapa alasan. Pertama, bambu merupakan komoditas substitusi kayu, rotan dan bahan plastik sehingga berkembangnya pengusahaan bambu dapat berperan dalam mendorong pengembangan diversifikasi bahan baku industri pengguna seperti industri mebel, kerajinan, panel dan bahan bangunan. Hal ini dapat diharapkan akan membantu mengurangi masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh industri bahan plastik dan menekan proses penurunan produktivitas hutan alam sebagai penghasil kayu dan rotan. Kedua, pengusahaan bambu telah lama digeluti oleh masyarakat golongan ekonomi lemah sehingga berkembangnya pengusahaan bambu dapat berdampak positif bagi upaya mempercepat pengurangan kesenjangan pendapatan. Ketiga, dari sisi silvikultur, bambu berumur relatif pendek, terbaik 3 tahun (Universitas Gajah Mada, 1991), sehingga dari sisi pengembalian investasi lebih kompetitif misalnya dari rotan atau sengon (umur terpendeknya, 5-10 tahun) dan karenanya berpeluang diminati investor (Astana, 2001)

Alasan mengapa seseorang membeli produk tertentu atau alasan mengapa membeli pada penjual tertentu akan merupakan faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam menentukan desain produk, harga, saluran distribusi, dan program promosi yang efektif, serta beberapa aspek lain dari program pemasaran perusahaan.


(33)

Adapun beberapa teori perilaku konsumen adalah sebagai berikut:

1. Teori Ekonomi Mikro: Teori ini beranggapan bahwa setiap konsumen akan berusaha memperoleh kepuasan maksimal. Mereka akan berupaya meneruskan pembeliannya terhadap suatu produk apabila memperoleh kepuasan dari produk yang telah dikonsumsinya, di mana kepuasan ini sebanding atau lebih besar dengan marginal utility yang diturunkan dari pengeluaran yang sama untuk beberapa produk yang lain.

2. Teori Psikologis: Teori ini mendasarkan diri pada faktor-faktor psikologis individu yang dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lingkungan. Bidang psikologis ini sangat kompleks dalam menganalisa perilaku konsumen, karena proses mental tidak dapat diamati secara langsung.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan administratif pemerintahan, areal hutan Pondok buluh berada di kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan wilayah pemangkuan hutannya termasuk dalam pengelolaan wilayah Resort Polisi Hutan Tiga Dolok Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun. Kawasan Pondok Buluh juga dekat dengan lokasi wisata Danau Toba, yaitu sekitar 15 Km atau dapat ditempuh dalam waktu 20 menit. Di Desa Pondok Buluh masih ditemukan lahan hutan rakyat bambu yang masih dikelola oleh petani pada lahan milik mereka.


(34)

Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun memiliki luas 2.100 Ha dan dihuni sekitar 368 KK, dan secara geografis Desa Pondok buluh terletak diantara 990 56 BT s/d 99000 BT dan antara 2043 LU s/d 2047 LU. Sebagian besar masyarakat desa bekerja sebagai petani dan didominasi oleh suku Batak Toba.

Desa Pondok Buluh memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Nagori Dolok Parmonangan.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Girsang Sipangan Bolon.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Tanah Jawa.


(35)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Desa Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012.

Alat dan bahan

Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Komputer untuk mengolah data dan juga pembuatan laporan 2. Kamera untuk dokumentasi guna mendukung data laporan

3. Kuisioner untuk mengumpulkan data sekunder maupun data primer Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Literatur yang berhubungan dengan penelitian

2. Lembar kuisioner yang dugunakan untuk mengumpulkan informasi sebagai pendukukung data primer dan data sekunder

3. Objek pengamatan yaitu Hutan Rakyat Bambu Pondok Buluh Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara


(36)

Metode Penelitian

Data penelitian yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah data yang didapatkan dari hasil reponden masyarakat, bentuk pengolahan bambu dan beberapa data hasil penelitian yang terkait dengan tujuan penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah kondisi umum lokasi penelitian atau beberapa data umum yang terdapat pada instansi-instansi terkait dengan penelitian.

Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Observasi Lapangan

Bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai lokasi penelitian yang meliputi luasan, data Penduduk dan data lain yang berhubungan dengan tujuan penelitian dan yang tidak dapat diperoleh baik dengan wawancara maupun dengan kuisioner. Teknik ini dilakukan untuk memperoleh data yang tidak bisa diperoleh dengan cara wawancara, karena terdapat hal-hal yang bersifat rahasia,sehingga peneliti harus belajar mengamati secara cermat kondisi yang ada di wilayah penelitian, yang sangat mungkin itu merupakan jawaban yang diharapkan.

2. Kuisioner

Kuisioner hanya diajukan kepada responden terpilih, dimana responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat petani bambu yang terdapat dalam


(37)

lokasi penelitian. Masing-masing responden diberikan pertanyaan (kuisioner) yang sama sesuai dengan keperluannya.

3. Wawancara

Wawancara ini dilakukan untuk menggali informasi dengan mangajukan pertanyaan sesuai dengan kuisioner dan melengkapi informasi lainnya sesuai dengan tujuan penelitian. Wawancara ini terstruktur menggunakan kuisioner yang ditanyakan kepada beberapa responden, tokoh yang ada pada desa tersebut dan aparat desa setempat. Selain itu, wawancara juga dilakukan pada dinas pemerintah daerah yang dianggap perlu untuk memperoleh informasi pendukung lainnya.

4. Dokumentasi

Dokumentasi berupa foto yang dapat menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan sebagai data pelengkap untuk meyakinkan keadaan sebenarnya di lapangan.

Teknik Pengambilan Sampel

Sampel Responden

Teknik pengambilan sampel masyarakat dilakukan dengan teknik purposive sampling. Teknik pengambilan sampel ini adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan tujuan tertentu yaitu sampel yang diambil dari masyarakat adalah masyarakat yang memanfaatkan tanaman bambu.


(38)

Penentuan jumlah sampel Responden mengacu sesuai dengan rumus Slovin (Prasetyo dan Jannah, 2007).

n =

( )

2 1 N e

N

+

Keterangan :

n = Jumlah sampel yang dibutuhkan N = Jumlah populasi

e = Margin error yang diperkenankan 0,1

Akan tetapi jika dalam lokasi penelitian terdapat petani bambu dengan jumlah ≤ 100 orang maka sampel responden akan diambil semua. Hal ini sesuai dengan literatur Arikunto (2002) dimana dinyatakan bahwa jika jumlah sampel yang terdapat dalam lokasi penelitian berjumlah ≤ 100 maka akan dhitung semua sebagai sampel. Maka setelah dilakukan pengamatan dilapangan didapat 22 KK saja yang mempunyai lahan bambu di Desa Pondok Buluh, jadi sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 22 KK.

Teknik Analisis Data

Menentukan Nilai Ekonomi Bambu yang Dimanfaatkan

Data yang diperoleh dari pengamatan dilapangan baik melalui wawancara maupun kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Nilai barang hasil dari bambu untuk setiap jenisnya per tahun yang diperoleh masyarakat dihitung dengan cara :


(39)

1. Harga barang yang dihasilkan dari bambu dianalisis dengan pendekatan harga pasar.

2. Menghitung nilai rata-rata jumlah bambu yang diambil per responden Rata-rata jumlah bambu yang diambil (Affandi dan Pantana, 2002).

RJ =

n

Xn Xii

Xi+ +...

Keterangan :

RJ :Rata-rata jumlah bambu yang diambil.

Xi : Jumlah bambu yang diambil responden.

n : Jumlah banyak pengambilan bambu.

3. Menghitung total pengambilan per unit bambu per tahun.

(Affandi dan Pantana, 2002).

TP = RJ x f

Keterangan :

TP :Total pengambilan per Tahun.

f : Frekuensi pengambilan.

4. Menghitung nilai ekonomi barang hasil dari bambu per jenis barang per tahun (Affandi dan Pantana, 2002).


(40)

NE = TP x Harga Hasil Bambu

5. Menghitung persentase nilai ekonomi dengan cara sebagai berikut, (Affandi dan Pantana, 2002).

%NE =

NE

NEi

x 100%

Keterangan :

%NE : Persentase nilai ekonomi

NEi : Nilai ekonomi hasil dari bambu/jenis

∑NE : Jumlah total nilai ekonomi seluruh hasil bambu

Menentukan Kontribusi Bambu

Untuk mengetahui kontribusi bambu terhadap pendapatan dapat diketahui dengan cara menghitung seluruh pendapatan, baik dari sumber pendapatan dari tanaman bambu maupun sumber pendapatan lainnya. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara terhadap responden, sedangkan persentase pendapatan dari bambu dapat dihitung dengan membandingkan pendapatan yang diperoleh dari bambu dengan total seluruh sumber pendapatan responden melalui rumus sebagai berikut :

R =

Rt Rhr


(41)

Keterangan :

R : Persentase pendapatan dari bambu.

Rhr : Pendapatan dari bambu.

Rt : Pendapatan total yaitu hasil penjumlahan antara pendapatan dari

bambu dan pendapatan dari luar bambu.

Kontribusi bambu terhadap ekonomi rumah tangga dinilai dari persentase pendapatan yang diperoleh oleh responden dari bambu terhadap pendapatan total. Persentase pendapatan responden dibagi ke dalam lima kelas dari pendapatan sangat kecil hingga sangat besar (Tabel 2). Masing-masing kelas persentase pendapatan menunjukkan keadaan tingkat pendapatan responden dari Bambu.

Tabel 2. Persentase kontribusi bambu terhadap pendapatan masyarakat

No

Persentase Kontribusi Pendapatan

Hasil Bambu

Keterangan Jumlah

Responden

1 0%-20% Kontribusi Pendapatan Sangat Kecil 2 21%-40% Kontribusi Pendapatan Kecil 3 41%-60% Kontribusi Pendapatan Sedang 4 61%-89% Kontribusi Pendapatan Besar 5 90%-100% Kontribusi Pendapatan Sangat Besar

Jumlah


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Hutan Rakyat Bambu.

Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun memiliki luas 2.100 Ha dan memiliki potensi bambu sebesar 14,38 Ha. Hutan rakyat bambu di desa ini sudah lama dikembangkan secara turun temurun. Hutan bambu Pondok Buluh merupakan hasil kerja sama pemilik lahan dan masyarakat sekitar hutan dengan dinas kehutanan pemerintahan Kabupaten Simalungun dengan tujuan untuk mengurangi lahan kritis di daerah simalungun khususnya desa pondok buluh. Untuk itu dibutuhkan perhatian dan peranan pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat untuk kepentingan pengelolaan hutan dengan baik seperti alat-alat, sarana penampungan hasil industri kerajinan yang telah dihasilkan masyarakat.

Jenis-jenis bambu yang terdapat di Desa Pondok buluh yaitu:

1. Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinacea) 2. Bambu Betung (Dendrocalamus asper)

3. Bambu Apus (Gigantochloa apus)

Dari berbagai jenis bambu inilah masyarakat Desa Pondok Buluh dapat mengembangkan bambu menjadi salah satu sumber penghasilan yang dapat menambah nilai ekonomi masyarakat tersebut.

Hasil pengamatan dilapangan didapatkan bahwa terdapat 3 jenis bambu yang tumbuh dilahan Hutan Rakyat Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan,


(43)

Kabupaten Simalungun. Adapun klasifikasinya sesuai dengan literatur dari (Plantamor, 2008) adalah sebagai berikut:

1. Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinacea (Widjaja, 1985)

Gambar 2 . bambu andong

Nama lokal : Bambu gombong, bambu andong, awi andong bambu

gombong, bambu andong, awi andong.

Kingdom : Plantae (tumbuhan).

Sub Kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub kelas : Commelinidae


(44)

Famili : Poaceae ( suku rumput-rumputan)

Genus : Gigantochloa

Spesies : Gigantochloa pseudoarundinacea

Batang bambu andong berwarna hijau kekuningan dengan garis kuning yang sejajar dengan batangnya. Bambu ini membentuk rumpun yang tidak terlalu rapat, Diameter batangnya sekitar 5-13 cm, panjang ruas rata- rata 40 sampai 60 cm, dan ketebalan dinding batangnya 20 mm. Tanaman ini tingginya sekitar 7- 30 m, Pelepah batang yang muda berwarna hijau pada bagian atas, bagian dalamnya licin mengkilap dan kaku seperti kertas. Pelepah batang yang kering warnanya abu-abu dan mudah gugur. Pelepah ini tertutup oleh miang berwarna cokelat tua. Helaian daunnya berbentuk lanset, tidak berbulu, panjang helaian daun 22- 25 cm, dan lebarnya 2,5 sampai 5 cm. Batang bambu andong biasa digunakan untuk bahan bangunan, chopstick, dan untuk membuat berbagai kerajinan tangan. Rebung bambu andong dapat dimakan tapi rasanya agak pahit, menurut Berlian dan Estu (1995) bahwa rebung bambu andong rasanya agak pahit, biasanya direbus dulu sebelum dimakan.


(45)

2. Bambu betung (Dendrocalamus asper)

Gambar 3 . bambu betung

Nama lokal : Bambu betung, awi bitung (Sunda), pring petung (Jawa), awo petung (Bugis), bambu swanggi (Papua)

Kingdom : Plantae (tumbuhan).

Sub Kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae ( suku rumput-rumputan)

Genus : Dendrocalamus


(46)

Hasil pengukuran di lapangan diperoleh data bahwa bambu betung mempunyai jenis rumpun yang agak rapat. Warna batang hijau kekuningan- kuningan. Ukurannya lebih tinggi dan lebih besar dari pada jenis bambu lain, tinggi batang mencapai 20 m dengan diameter batang yang bisa mencapai 20 cm. Menurut Berlian dan Estu (1995) ruas bambu betung cukup panjang dan tebal, panjangnya antara 40- 60 cm dan ketebalan dindingnya 1- 1,5 cm. Daun pelepah buluh sempit dan melipat ke bawah.

Bambu betung sifatnya keras dan baik untuk bahan bangunan karena serat-seratnya besar dan ruasnya panjang, dapat dimanfaatkan untuk saluran air, penampung air aren yang disadap, dinding rumah yang dianyam (gedek atau bilik), dan berbagai jenis barang kerajinan. Sedangkan rebung bambu betung terkenal paling enak karena rasanya manis, sehingga masyarakat sekitar desa Pondok Buluh sering memanfaatkannya sebagai sayuran

3. Bambu Apus (Gigantochloa apus)


(47)

Nama lokal : Bambu apus, awi tali (Sunda), pring tali (Jawa)

Kingdom : Plantae (tumbuhan).

Sub Kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae ( suku rumput-rumputan)

Genus : Gigantochloa

Spesies : Gigantochloa apus

Bambu apus memiliki tinggi mencapai 20 m dengan warna batang hijau cerah sampai kekuning-kuningan. Batangnya tidak bercabang di bagian bawah. Diameter batang 2,5- 15 cm, tebal dinding 3- 15 mm, dan panjang ruasnya 45- 65 cm. Panjang batang yang dapat dimanfaatkan antara 3- 15 mm, dan bentuk batang bambu apus sangat teratur. Bambu apus berbatang kuat, liat dan lurus, jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang panjang, kuat, dan lentur, ada juga yang menggunakannya untuk alat musik.


(48)

Sistem Pengelolaan dan Pengolahan Bambu

Dalam kegiatan silvikulturnya, pengelolaan hutan rakyat Desa Pondok Buluh menggunakan pola tanam campuran karena ditanam dengan tanaman lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darusman dan Hardjanto (2006) bahwa pada umumnya hutan rakyat terdiri dari satu jenis pohon (monokultur) atau beberapa jenis pohon yang ditanam secara campuran sebagai usaha kombinasi berupa tanaman kayu-kayu dan tanaman semusim. Adapun kegiatan silvikulturnya yaitu:

1. Persiapan Lahan

Para responden petani hutan rakyat bambu di Desa Pondok Buluh tidak melakukan persiapan lahan secara khusus, akan tetapi masyarakat Desa Pondok Buluh sebagai petani bambu hanya melakukan pembersihan lahan saja, seperti menyemprot rumput-rumputan yang tumbuh di lahan mereka, ataupun dengan membabat rumput yang tumbuh disekitar lahan yang akan ditanami tanaman bambu. Dalam kegiatan pembersihan lahan tersebut para petani bambu tidak memerlukan orang lain yang dibayar untuk mengerjakan pembersihan lahannya tersebut, hal ini dikerenakan lahan milik warga tidak begitu besar. Jika mereka memakai tenaga orang lain untuk mengerjakan pembersihan lahan maka para petani bambu harus mengeluarkan biaya tambahan untuk proses pembersihan lahan, sedangkan keuntungan hasil dari penjualan bambu pun tidak begitu besar.


(49)

2. Pengadaan Bibit

Sebelum melakukan penanaman bambu di lahan yang telah dibersihkan terlebih dahulu tersebut, para petani bambu telah memiliki bibit yang telah siap ditanam. Bibit tersebut telah dibuat sendiri oleh petani bambu dengan cara stek batang di lahan bambu tersebut. Para petani bambu membuat sendiri bibitnya dari cabang bambu yang tumbuh dibatangnya dan dipotong untuk ditanam, mereka melakukan pembibitan sendiri karena tidak terlalu banyak yang hendak mereka tanam, para petani bambu hanya menanam bambu pada lahan kosong saja, sementara dilahan itu juga telah terdapat tanaman bambu yang tumbuh secara liar, maka dari itu para petani tidak terlalu banyak menanam bambu.

3. Penanaman

Jenis bambu yang paling dominan ditanam oleh masyarakat Desa Pondok Buluh adalah bambu andong. Bambu ini sudah tumbuh sejak lama di lahan masyarakat, adapun alasan petani memilih jenis bambu ini adalah dapat digunakan sebagai pembatas lahan, pelindung dari angin dan air, selain itu cukup menambah penghasilan masyarakat, pembelinya juga lumayan banyak dan pemeliharaannya gampang.Berdasarkan hasil wawancara, penanaman bambu dilakukan dengan bibit melalui stek batang dengan jarak tanam tiap rumpunnya 3 x 3 meter.

4. Pemeliharaan

Umumnya tidak dilakukan pemeliharaan khusus sejak awal penanaman. Hal ini dikarenakan bambu itu sendiri cepat tumbuh dan berkembang, sehingga hanya dilakukan pembersihan seperti pembabatan pada saat pemanenan. Adapun kegiatan


(50)

pembersihan lahan dilakukan hanya semata-mata untuk melihat anakan bambu atau tunas bambu yang biasanya sering diambil oleh sebagian petani bambu yang digunakan sebagai sayuran. Masyarakat sering menyebutnya dengan sayuran rebung ataupun tunas bambu tersebut. Setelah itu, para petani bambu di desa pondok buluh tidak ada yang melakukan perawatan khusus untuk tanaman bambu tersebut seperti pemupukan, dan lain-lain melainkan para petani bambu kebanyakan membiarkan tanaman bambu tersebut tumbuh secara sendirinya sampai kepada masa panen.

5. Pemanenan

Bambu yang ditanam pertama kali dipanen pada umur 4-6 tahun dan untuk pemanenan selanjutnya dapat dilakukan pada umur 3 sampai 6 bulan. Sistem pemanenan bambu yang dilakukan di Desa Pondok Buluh yaitu sistem tebang pilih, hal ini sesuai dengan pernyataan Berlian dan Estu (1995) bahwa pemanenan bambu yang biasa diterapkan di Indonesia adalah sistem tebang pilih. Menurut responden petani hutan rakyat bambu bahwa banyaknya bambu yang siap untuk ditebang dipengaruhi oleh kebersihan lahan dan lamanya waktu pemanenan. Adapun bambu yang siap panen seperti jenis bambu andong yaitu: batang berwarna hijau tua kusam, dan terdapat lingkaran putih pada batang atau batang berpanu. Jumlah bambu yang siap untuk ditebang berkisar antara 5-10 batang/rumpun dengan panjang bambu yang dipanen antara 8-9 meter untuk setiap batang bambunya.

Pada masa pemanenan, proses pemanenan tanaman bambu dilakukan pada saat musim kemarau ataupun pada musim yang tidak terlalu sering turun hujan. Hal


(51)

akan dapat menyebabkan tanah menjadi mudah longsor, karena akar bambu mempunyai fungsi sebagai pengikat tanah agar tidak mudah longsor. Sesuai yang dinyatakan Dephut, 2004) bahwa waktu yang tepat untuk memanen bambu adalah pada awal musim kemarau. Apabila dilakukan pemanenan dilakukan pada musim penghujan maka nantinya akan menghasilkan bambu dengan kualitas kurang baik dan akan mempengaruhi harga jual dari bambu dan juga dapat mengakibatkan tanah mudah longsor karena tanah sudah tidak diikat lagi oleh akar tanaman bambu tersebut.

6. Penjualan

Setelah melakukan proses pemanenan, masyarakat Desa Pondok Buluh yang juga sebagai petani bambu akan menjual hasil dari bambu tersebut kepada konsumen. Sebagian besar masyarakat/petani bambu tersebut ada yang menjual bambu tersebut dalam bentuk bambu gelondongan, dan ada juga yang menjualnya dalam bentuk bambu belah.

Bambu dalam bentuk gelondongan dijual para petani bambu dengan harga Rp. 3.000,00 kepada konsumen dengan panjang bambu gelondongan tersebut adalah 4 meter. Sedangkan dalam hal mempromosikan produk mereka, petani tidak menawarkan secara langsung ke para pedagang, tetapi mereka hanya menunggu para pembeli datang ke tempat mereka secara langsung dan umumnya pembeli tersebut adalah orang-orang yang telah lama menjadi pelanggan tetap dari para petani tersebut.


(52)

Gambar 5. bambu gelondongan yang akan dijual

Penjualan bambu juga dilakukan masyarakat Desa Pondok Buluh dalam bentuk bambu belah. Masyarakat dengan sengaja memotong-motong bambu yang sudah dipanen sebelumnya menjadi bentuk bambu belah, biasanya bambu belah ini dibeli oleh para konsumen untuk dijadikan sebagai pagar. Untuk satu bambu gelondongan masyarakat dapat menghasilkan bambu belah sebanyak 30 biji bambu belah, sedangkan bambu yang akan dijual dalam bentuk bambu belah di ikat terlebih dahulu menjadi ikatan-ikatan bambu belah yang sudah siap untuk dipasarkan . Satu ikat bambu belah berjumlah 30 buah bambu belah yang akan dijual dengan harga Rp. 7.000,00 / ikat dengan panjang bambu belah tersebut adalah 2 meter.


(53)

Gambar 6. bambu belah siap jual

Bambu yang sudah dipanen oleh para petani bambu umumnya dijual hanya dalam bentuk bambu gelondongan dan bambu belah saja. Sedangkan untuk produk-produk lainnya yaitu bahan kerajinan seperti keranjang, kandang ayam, dan bentuk kerajinan lainnya para petani belum mengetahui cara untuk mengolah bambu tersebut untuk dijadikan sebagai bahan kerajinan. Hal ini disebabkan belum pernah dilakukan penyuluhan-penyuluhan dan pengajaran di Desa Pondok Buluh tentang pengolahan produk dari bambu tersebut menjadi barang-barang kerajinan, maka dari itu para petani bambu di desa tersebut menginginkan adanya bantuan dari pemerintah maupun bantuan dari pihak luar lainnya untuk mengadakan penyuluhan-penyuluhan mengenai pengolahan bambu demi menunjang kemajuan nilai ekonomi penduduk desa tersebut.

Nilai Ekonomi Bambu di Desa Pondok Buluh

Nilai ekonomi adalah nilai suatu barang atau jasa jika diukur dengan uang. Nilai ekonomi hasil bambu dapat juga diartikan sebagai nilai / harga hasil bambu yang dimanfaatkan yang dapat ditukarkan dengan uang. Bambu juga termasuk sumber daya hutan yang nilai ekonominya sangat menjanjikan. Ichwandi (1996) mengatakan bahwa penelitian ekonomi sumber daya hutan adalah suatu metode atau teknik untuk mengekstimasi nilai uang dari barang atau jasa yang diberikan oleh suatu kawasan hutan.


(54)

Bambu merupakan tanaman rakyat yang sangat penting. Banyak kegunaannya untuk kehidupan sehari-hari, baik sebatas kebutuhan rumah tangga maupun sebagai sumber perdagangan. Dahulu hampir tiap petani di pedesaan memiliki tanaman bambu di kebunnya masing-masing, karena mudah tumbuh dan banyak terdapat di mana-mana,tetapi sekarang bambu nyaris dianggap tanaman biasa saja karena kurangnya pengetahuan masyarakat. Misalkan saja di Desa Pondok Buluh, pengelolaan tanaman bambu seringdianggap tidak punya kelebihan apa-apa, dan masyarakat menanam bambu hanya untuk menambah pendapatan ekonomi sebagai pendapatan sampingan saja,padahal di negara-negara lain, bambu telah dibudidayakan secara serius dan dijadikan sumber devisa yang sangat penting.

Dari bambu telah tercipta berbagai produk yang benar-benar dibutuhkan oleh kehidupan manusia masa kini, seperti obat-obatan, makanan, perabotan rumah tangga, kertas, konstruksi bangunan, jembatan, rumah, tanaman hias, konservasi, dan sebagainya. Bambu adalah tanaman yang sangat bernilai ekonomi tinggi, hal ini disebabkan karena tanaman bambu bisa diolah menjadi berbagai macam produk yang bermanfaat. Antara lain dapat kita lihat banyak dijual berbagai macam produk dari bambu berupa kursi, keranjang, meja, tempat tidur dan lain sebagainya.

Nilai ekonomi bambu diperoleh dari hasil perkalian total antara jumlah bambu yang diambil per jenis pertahun dengan harga jual bambu per jenis. Hasil penelitian menunjukan bahwa total nilai ekonomi bambu masyarakat di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun adalah sebesar Rp. 31.070.000,-/tahun baik yang dijual bambu bulat gelondongan maupun bambu yang


(55)

yangdidapat oleh masyarakat / petani bambu adalah sebesar Rp. 1.412.300,-/tahun/kk yang didapat dari nilai ekonomi total dibagi dengan jumlah masyarakat yang memanfaatkan bambu tersebut(Lampiran 5).

Dalam pemanfaatan bambu di Desa Pondok Buluh, pendapatan terbesar dari hasil penjualan bambu adalah sebesar Rp. 3.600.000,-/tahun yaitu pendapatan dari Albiner Sinaga dengan luas lahan 1 Ha dengan frekuensi pengambilan sebanyak 3 kali dalam satu tahun, selain berprofesi sebagai petani bambu, bapak ini juga berstatus sebagai Kepala Desa di Desa tersebut. Sedangkan pendapatan terkecil untuk penjualan bambu adalah Rp. 700.000,-/tahun. Responden yang mendapatkan nilai penjualan bambu terkecil ini disebabkan karena hanya memiliki lahan yang tidak begitu besar, yaitu kurang dari 0,6 Ha. Disamping itu masyarakat yang juga petani bambu tersebut hanya menjadikan tanaman bambu sebagai tanaman sampingan saja sehingga hasil yang didapatkan juga kurang begitu besar.

Kontribusi Nilai Ekonomi Bambu Terhadap Pendapatan Masyarakat

Tanaman bambu memiliki berapa kegunaan yang sangat berguna dalam kehidupan masyarakat. Selain memiliki kegunaan yang beragam tanaman bambu juga mempunyai fungsi yang baik dalam segi ekologi. Menurut Widjaja (1985) bambu merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan mulai dari benda kerajinan, bahan makanan, bahan industri, sampai kepada bahan konstruksi. Diantara pemanfaatan bambu antara lain digunakan sebagai topi, kursi, meja, lemari, alat musik angklung, sayur, kertas, dan bahan bangunan. Kegunaan ini tidak hanya dikenal dibeberapa negara saja melainkan hampir di seluruh dunia sejak dahulu kala.


(56)

Maka tidak salah jika banyak masyarakat yang menjadikan tanaman bambu sebagai salah satu penunjang kehidupannya apalagi masyarakat yang memang tinggal dan berdekatan pada daerah yang sangat subur akan tanaman bambu.

Sebagai masyarakat tani, pendapatan utama masyarakat Desa Pondok Buluh Kecamatan Panribuan Kabupaten Simalungun tidak hanya berasal dari sektor pertanian saja, melainkan memiliki beragam profesi seperti Wirausaha, Peternakan, dan juga ada yang PNS. Secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 3 yaitu tabel pendapatan Rumah tangga per tahun dari berbagai jenis usahanya.

Tabel 3. Pendapatan Masyarakat Pondok Buluh Per Tahun Dilihat Dari Jenis Usahanya No Sumber Pendapatan Jumlah (Rp.) Presentasi (%)

1 Pertanian (Tanaman semusim) 177.400.000 45,84

2 Petani Bambu 31.070.000 8,02

3 Peternakan 19.500.000 5,03

4 Wirausaha 33.000.000 8,52

5 PNS 126.000.000 32,56

Jumlah 386.970.000 100

Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukan bahwa sumber pendapatan terbesar adalah terbesar di Desa Pondok Buluh adalah pendapatan dari sektor pertanian yaitu sebesar Rp. 177.400.000,-/ tahun dengan presentasi hampir 50% dan pendapatan terendah adalah pendapatan dari sektor peternakan yaitu sebesar Rp. 19.500.000,-/tahun dengan presentasi hanya 5%. Nilai ekonomi pendapatan dari luar pemanfaatan tanaman bambu adalah sebesar Rp. 355.900.000,-/tahun dari jumlah total hasil pendapatan dari sektor pertanian, peternakan, wirausaha, dan juga pendapatan dari PNS.

Hasil penelitian juga menunjukan bambu yang sudah dipanen langsung dijual dalam bentuk bambu bulat gelondongan dan bambu yang sudah


(57)

dipotong-potong menjadi bentuk bambu belah yang biasanya digunakan para konsumen untuk dijadikan pagar. Masyarakat atau petani bambu yang memanfaatkan bambu gelondongan dan menjual dalam bentuk bambu belah adalah sebanyak 9 orang, mereka menjual bambu belah tersebut dengan harga Rp. 7000,-/ikat dengan ukuran panjang bambu adalah 2m. Sedangkan masyarakat atau petani bambu yang tidak mengolah bambu dan menjualnya dalam benntuk bambu bulat gelondongan adalah sebanyak 13 orang dengan harga jualnya Rp. 3000,-/batang dengan panjang bambu yang dijual adalah sepanjang 4m (Lampiran 5).

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa hasil atau nilai yang didapat dari hasil penjualan bambu baik berupa bambu bulat gelondongan dan bambu belah tidak memberikan kontribusi yang nyata terhadap pendapatan masyarakat di Desa Pondok Buluh, karena masyarakat kurang mengerti untuk mengelola bambu menjadi produk-produk kerajinan tangan ataupun berbagai bentuk olahan lain agar dapat menghasilkan nilai ekonomi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penjualan bambu yang dilakukan masyarakat di desa tersebut, yaitu tanpa diolah terlebih dahulu. Seperti yang dikatakan Widjaja (1985) dalam literturnya bahwa bambu merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan mulai dari benda kerajinan, bahan makanan, bahan industri, sampai kepada bahan konstruksi. Diantara pemanfaatan bambu antara lain digunakan sebagai topi, kursi, meja, lemari, alat musik angklung, sayur, kertas, dan bahan bangunan.


(58)

Tabel 4. Presentasi Kontribusi Pendapatan Hasil dari Tanaman Bambu. No

Persentase Kontribusi Pendapatan Hasil

Bambu

Keterangan Jumlah

Responden 1 0%-20% Kontribusi Pendapatan Sangat Kecil 22

2 21%-40% Kontribusi Pendapatan Kecil -

3 41%-60% Kontribusi Pendapatan Sedang -

4 61%-89% Kontribusi Pendapatan Besar -

5 90%-100% Kontribusi Pendapatan Sangat Besar -

Jumlah 22

Dari tabel diatas dapat dilihat pada hasil penelitian bahwa semua masyarakat di Desa Pondok Buluh termaksud kedalam kontribusi pendapatan sangat kecil, karena kontribusi pendapatan masyarakat tidak ada yang mencapai lebih dari 20%. Hal ini disebabkan karena lahan milik rakyat tidak begitu besar dan masyarakatnya sebagai petani bambu hanya menanam tanaman bambu untuk sumber pendapatan sampingan saja, mereka lebih memperioritaskan sektor pertanian pada tanaman musiman yaitu tanaman kopi (Lampiran 6).

Kendala Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu

Kendala dalam pengelolaan hutan rakyat bambu yaitu kurangnya modal, keterampilan dan kurangnya promosi dari hutan rakyat bambu menyebabkan terbatasnya jenis produk dari hasil hutan rakyat bambu padahal hutan bambu di desa Pondok buluh memiliki potensi yang cukup besar. Petani hanya dapat membuat bambu belah sebagai produk utama dari hutan rakyat bambu, karena pengerjaannya telah mereka pelajari secara turun temurun. Sedangkan dalam hal pembuatan gedek dan kandang ayam, pembuatannya kurang diutamakan dikarenakan modal yang terbatas dan peralatan yang digunakan kurang. Pemasaran produk bambu yang berupa bambu belah hanya mengharapkan pembeli yang datang dari luar desa dan


(59)

pembelinya pun adalah orang yang telah lama menjadi pelanggan mereka. Hal ini dikarenakan petani tidak mempunyai modal yang cukup besar untuk memasarkan produk olahan mereka.

Sampai saat ini luas lahan hutan rakyat bambu di Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun kian menurun. Hal ini disebabkan banjir sehingga terjadilah tanah longsor yang mengakibatkan robohnya rumpun bambu. Longsor yang terjadi pada lahan hutan bambu menyebabkan kurangnya minat masyarakat terhadap bambu, karena dianggap kurang memiliki prospek yang bagus untuk ke depannya. Karena tidak ada sarana promosi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan pemasaran produk bambu tersebut hanya terbatas pada pembeli yang datang langsung ke tempat pemasaran di desa tersebut yang umumnya adalah pelanggan tetap mereka, atau bahkan hanya menjadi konsumsi sendiri dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang mengganti atau mengalokasikan lahan bambu dengan tanaman pertanian lainnya, seperti kopi, kemiri, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan menurut mereka tanaman pertanian tumbuhnya cepat dan dapat memberikan keuntungan yang lebih banyak dari bambu.


(60)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Produk utama yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Pondok Buluh yaitu bambu belah dengan harga jual Rp. 7.000,-/ikat/2m dan bambu bulat gelondongan dengan harga Rp. 3.000,-/batang/4m. maka dari itu harga jual bambu belah lebih tinggi Rp. 1.000,00 jika dibandingkan dengan bambu yang dijual gelondongan.

2. Besar total pendapatan masyarakat dari tanaman bambu adalah sebesar Rp. 31.070.000,-/tahun dengan dan besar nilai pendapatan masyarakat secara keseluruhan adalah Rp. 386.970.000,-/tahun

3. Kontribusi nilai ekonomi dari tanaman bambu terhadapat pendapatan masyarakat terbesar adalah 17,35 % dan kontribusi dari tanaman bambu terhadap pendapatan pendapatan masyarakat terkecil adalah 2,14 % dengan rata-rata presentasi kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat Desa Pondok Buluh adalah sebesar 9,27 %.

Saran

Diharapkan kepada para petani hutan rakyat bambu agar dapat meningkatkan keterampilan dan lebih berinteraksi kepada masyarakat di luar desa. Sehingga, produk yang dihasilkan lebih bervariasi dan pemasaran produk lebih meluas.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, O. dan P. Patana. 2002. Penelitian Perhitungan Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Non-Marketable oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan. USU. Medan

Alrasyid. 1979. Pemilihan Jenis Tanaman Penghijauan untuk Pembangunan Hutan Rakyat. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Cetakan ke-5. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 11-59.

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V, Cetakan XII. Rineka Cipta. Jakarta

Astana, S. 20051. Jurnal Kebijakan Pengembangan Agribinis Bambu (Volume II nomor 2 tahun 2005). Pusat kajian Hutan Rakyat Manajemen Hutan Fakultas KEhutanan UGM, Yogyakarta.

Awang, S. A., Andayani, W., Himmah, B., Widayanti, W.T., Affianto, A. 2002.

Hutan Rakyat, Sosial ekonomi dan Pemasaran. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta

Berlian, N. dan Estu Rahayu, 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar swadaya. Jakarta.

Darusman, D dan Hardjanto. 2006. Tinjauan Pustaka Hutan Rakyat.

http://www.dephut.go.id/files/ekonomi_HR.pdf. [20 Mey 2011].

Departemen Kehutanan, 1989. Pedoman Pengelolaan Hutan Rakyat Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan.


(62)

Departemen Kehutanan Balai Rehabilitasi Lahan Dan Konservasi Tanah Wampu Sei Ular (2004). Sumatera Utara.

Diniaty, D. dan Sofia Rahmayanti. 2000. Potensi Ekonomi Pengusahaan Bambu

Rakyat di Desa Telagah, Sumatera

Utar

Pemanasan Global. [18 Desember 2008].

Ichwandi, I. 1996. Nillai Ekonomi Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Prasetyo, Bambang dan Jannah, LM. 2007. Metode Penelitian Kualitatif dan Aplikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Suharjito, D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa: Perannya dalam Perekonomian Desa. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Widjaja, E.A. 1985. Bamboo research in Indonesia, in Lissard and A Chouinard (eds). Bamboo Research in Asia Proceedings of a Workshop held in Singapura. IDRC and IUFRO.

Widayati, W .T dan S. Riyanto. 2005. Kajian Potensi Hutan Rakyat dan Analisis Interaksi Masyarakat dengan Sumberdaya Alam di Kabupaten Boyolali. Jurnal Hutan Rakyat Volume VII No. 2 Tahun 2005. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Zain, A.S, 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan Dan Stratifikasi Hutan Rakyat. Rineka Cipta, Jakarta.


(63)

Lampiran 1. Karakteristik Responden Masyarakat Desa Pondok Buluh.

No Nama

Umur (Tahun)

Tanggungan

Luas lahan

(Ha) Pendidikan Pekerjaan Istri Anak

1 Albiner Sinaga 50 1 3 1,00 S1 Kepala Desa

2 Sarma Sinaga 39 1 3 0,50 SMA Petani

3 Baktiar Sinaga 57 1 5 1,00 SMP Petani,Peternak

4 Eldon Sinaga 40 1 3 0,40 SMA Petani

5 Bisuk Sihombing 37 1 2 0,50 SMA Petani

6 Eko Sinaga 35 1 3 0,50 SMA Petani

7 Balson Nainggolan 44 1 3 0,60 SMP Petani,Peternak

8 Natalia Sinaga 42 - 3 0,60 D3 Bidan

9 Kaman Sinaga 58 1 5 1,50 SD Petani

10 Marisi Sinaga 44 - 2 0,48 SMA Petani

11 Meli Napitupulu 39 - 2 0,20 SMA Wirausaha

12 Biner Sinaga 49 1 3 0,40 SMP Petani

13 Purnama 48 - 4 1,00 SMA Wirausaha

14 Anggiat Ambarita 55 1 7 0,80 SD Petani

15 Herry Nainggolan 53 1 4 0,50 SMP Petani

16 Coleng Manik 37 1 1 0,30 SMA Petani,Peternak

17 Nurmaida Nainggolan 44 - 3 0,60 D3 PNS

18 Dame Simatupang 47 1 3 0,40 SD Petani

19 Sabar Sinaga 51 1 3 1,00 SMA Petani

20 Pantas Sirait 48 1 2 0,60 SMA Petani

21 Japaner Tindaon 47 1 5 0,30 SMA Petani,Peternak

22 Halomoan Sirait 52 1 4 1,20 SMA PNS,Petani


(64)

No

Nama Responden

NE Bambu Gelondongan (Rp.)

NE Bambu Belah (Rp.)

1 Albiner Sinaga 3.600.000

2 Sarma Sinaga 840.000

3 Baktiar Sinaga 1.800.000

4 Eldon Sinaga 1.200.000

5 Bisuk Sihombing 1.050.000

6 Eko Sinaga 700.000

7 Balson Nainggolan 1.440.000

8 Natalia Sinaga 700.000

9 Kaman Sinaga 1.800.000

10 Marisi Sinaga 1.050.000

11 Meli Napitupulu 1.200.000

12 Biner Sinaga 700.000

13 Purnama 2.700.000

14 Anggiat Ambarita 1.800.000

15 Herry Nainggolan 700.000

16 Coleng Manik 1.050.000

17 Nurmaida Nainggolan 1.260.000

18 Dame Simatupang 1.200.000

19 Sabar Sinaga 1.800.000

20 Pantas Sirait 700.000

21 Japaner Tindaon 1.080.000

22 Halomoan Sirait 2.700.000

Total NE Bambu Gelondongan 23.580.000

Total NE Bambu Belah 7.490.000 Total NE Keseluruhan 31.070.000


(65)

Lampiran 6. Tabel Kontribusi Bambu Terhadap Pendapatan Masyarakat. No Urut Nama Responden Pendapatan Bambu (Rp.) Pendapatan Non Bambu (Rp.) Pendapatan Total (Rp.) Kontribusi (%)

1 Albiner Sinaga 3.600.000 36.000.000 39.600.000 9,09

2 Sarma Sinaga 840.000 14.400.000 15.240.000 5,51

3 Baktiar Sinaga 1.800.000 21.800.000 23.600.000 7,62

4 Eldon Sinaga 1.200.000 6.000.000 7.200.000 16,66

5 Bisuk Sihombing 1.050.000 5.000.000 6.050.000 17,35

6 Eko Sinaga 700.000 9.600.000 10.300.000 6,79

7 Balson Nainggolan 1.440.000 10.500.000 11.940.000 12,06

8 Natalia Sinaga 700.000 32.000.000 32.700.000 2,14

9 Kaman Sinaga 1.800.000 18.000.000 19.800.000 9,09

10 Marisi Sinaga 1.050.000 9.600.000 10.650.000 9,85

11 Meli Napitupulu 1.200.000 15.000.000 16.200.000 7,40

12 Biner Sinaga 700.000 7.200.000 7.900.000 8,86

13 Purnama 2.700.000 18.000.000 20.700.000 13,04

14 Anggiat Ambarita 1.800.000 10.800.000 12.600.000 14,28

15 Herry Nainggolan 700.000 7.200.000 7.900.000 8,86

16 Coleng Manik 1.050.000 12.000.000 13.050.000 8,04

17 Nurmaida Nainggolan 1.260.000 28.000.000 29.260.000 4,30

18 Dame Simatupang 1.200.000 8.000.000 9.200.000 13,04

19 Sabar Sinaga 1.800.000 18.000.000 19.800.000 9,09

20 Pantas Sirait 700.000 9.600.000 10.300.000 6,79

21 Japaner Tindaon 1.080.000 11.200.000 12.280.000 8,79

22 Halomoan Sirait 2.700.000 18.000.000 50.700.000 5,32


(66)

Kelas kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat.

No

Persentase Kontribusi Pendapatan

Hasil Bambu

Keterangan Jumlah

Responden

1 0%-20% Kontribusi Pendapatan Sangat Kecil 2 21%-40% Kontribusi Pendapatan Kecil 3 41%-60% Kontribusi Pendapatan Sedang 4 61%-89% Kontribusi Pendapatan Besar 5 90%-100% Kontribusi Pendapatan Sangat Besar

Jumlah Rumus Kontribusi R = ���

�� x 100% Keterangan :

R : Presentase Pendapatan Bambu Rhr : Pendapatan dari Bambu

Rt : Pendapatan Total (Pendapatan dari bambu ditambah dengan pendapatan dari luar bambu.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, O. dan P. Patana. 2002. Penelitian Perhitungan Nilai Ekonomi Pemanfaatan

Hasil Hutan Non-Marketable oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan. USU.

Medan

Alrasyid. 1979. Pemilihan Jenis Tanaman Penghijauan untuk Pembangunan Hutan

Rakyat. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Cetakan ke-5. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Hal 11-59.

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V,

Cetakan XII. Rineka Cipta. Jakarta

Astana, S. 20051. Jurnal Kebijakan Pengembangan Agribinis Bambu (Volume II

nomor 2 tahun 2005). Pusat kajian Hutan Rakyat Manajemen Hutan Fakultas

KEhutanan UGM, Yogyakarta.

Awang, S. A., Andayani, W., Himmah, B., Widayanti, W.T., Affianto, A. 2002.

Hutan Rakyat, Sosial ekonomi dan Pemasaran. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta

Berlian, N. dan Estu Rahayu, 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar

swadaya. Jakarta.

Darusman, D dan

Hardjanto. 2006. Tinjauan Pustaka Hutan Rakyat.

http://www.dephut.go.id/files/ekonomi_HR.pdf

. [20 Mey 2011].

Departemen Kehutanan, 1989. Pedoman Pengelolaan Hutan Rakyat Dirjen Reboisasi

dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan.


(2)

Departemen Kehutanan Balai Rehabilitasi Lahan Dan Konservasi Tanah Wampu Sei

Ular (2004). Sumatera Utara.

Diniaty, D. dan Sofia Rahmayanti. 2000. Potensi Ekonomi Pengusahaan Bambu

Rakyat di Desa Telagah, Sumatera

Utar

Pemanasan Global. [18 Desember 2008].

Ichwandi, I. 1996. Nillai Ekonomi Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Fakultas

Kehutanan IPB. Bogor

Prasetyo, Bambang dan Jannah, LM. 2007. Metode Penelitian Kualitatif dan

Aplikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Suharjito, D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa: Perannya dalam Perekonomian Desa.

Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Widjaja, E.A. 1985. Bamboo research in Indonesia, in Lissard and A Chouinard

(eds). Bamboo Research in Asia Proceedings of a Workshop held in

Singapura. IDRC and IUFRO.

Widayati, W .T dan S. Riyanto. 2005. Kajian Potensi Hutan Rakyat dan Analisis

Interaksi Masyarakat dengan Sumberdaya Alam di Kabupaten Boyolali.

Jurnal Hutan Rakyat Volume VII No. 2 Tahun 2005. Fakultas Kehutanan

UGM. Yogyakarta.

Zain, A.S, 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan Dan Stratifikasi Hutan Rakyat.

Rineka Cipta, Jakarta.


(3)

Lampiran 1. Karakteristik Responden Masyarakat Desa Pondok Buluh.

No Nama

Umur (Tahun)

Tanggungan

Luas lahan

(Ha) Pendidikan Pekerjaan Istri Anak

1 Albiner Sinaga 50 1 3 1,00 S1 Kepala Desa

2 Sarma Sinaga 39 1 3 0,50 SMA Petani

3 Baktiar Sinaga 57 1 5 1,00 SMP Petani,Peternak

4 Eldon Sinaga 40 1 3 0,40 SMA Petani

5 Bisuk Sihombing 37 1 2 0,50 SMA Petani

6 Eko Sinaga 35 1 3 0,50 SMA Petani

7 Balson Nainggolan 44 1 3 0,60 SMP Petani,Peternak

8 Natalia Sinaga 42 - 3 0,60 D3 Bidan

9 Kaman Sinaga 58 1 5 1,50 SD Petani

10 Marisi Sinaga 44 - 2 0,48 SMA Petani

11 Meli Napitupulu 39 - 2 0,20 SMA Wirausaha

12 Biner Sinaga 49 1 3 0,40 SMP Petani

13 Purnama 48 - 4 1,00 SMA Wirausaha

14 Anggiat Ambarita 55 1 7 0,80 SD Petani

15 Herry Nainggolan 53 1 4 0,50 SMP Petani

16 Coleng Manik 37 1 1 0,30 SMA Petani,Peternak

17 Nurmaida Nainggolan 44 - 3 0,60 D3 PNS

18 Dame Simatupang 47 1 3 0,40 SD Petani

19 Sabar Sinaga 51 1 3 1,00 SMA Petani

20 Pantas Sirait 48 1 2 0,60 SMA Petani

21 Japaner Tindaon 47 1 5 0,30 SMA Petani,Peternak

22 Halomoan Sirait 52 1 4 1,20 SMA PNS,Petani


(4)

No

Nama Responden

NE Bambu Gelondongan (Rp.)

NE Bambu Belah (Rp.)

1 Albiner Sinaga 3.600.000

2 Sarma Sinaga 840.000

3 Baktiar Sinaga 1.800.000

4 Eldon Sinaga 1.200.000

5 Bisuk Sihombing 1.050.000

6 Eko Sinaga 700.000

7 Balson Nainggolan 1.440.000

8 Natalia Sinaga 700.000

9 Kaman Sinaga 1.800.000

10 Marisi Sinaga 1.050.000

11 Meli Napitupulu 1.200.000

12 Biner Sinaga 700.000

13 Purnama 2.700.000

14 Anggiat Ambarita 1.800.000

15 Herry Nainggolan 700.000

16 Coleng Manik 1.050.000

17 Nurmaida Nainggolan 1.260.000

18 Dame Simatupang 1.200.000

19 Sabar Sinaga 1.800.000

20 Pantas Sirait 700.000

21 Japaner Tindaon 1.080.000

22 Halomoan Sirait 2.700.000

Total NE Bambu Gelondongan 23.580.000


(5)

Lampiran 6. Tabel Kontribusi Bambu Terhadap Pendapatan Masyarakat. No

Urut

Nama Responden

Pendapatan Bambu (Rp.)

Pendapatan Non Bambu (Rp.)

Pendapatan Total (Rp.)

Kontribusi (%) 1 Albiner Sinaga 3.600.000 36.000.000 39.600.000 9,09 2 Sarma Sinaga 840.000 14.400.000 15.240.000 5,51 3 Baktiar Sinaga 1.800.000 21.800.000 23.600.000 7,62 4 Eldon Sinaga 1.200.000 6.000.000 7.200.000 16,66 5 Bisuk Sihombing 1.050.000 5.000.000 6.050.000 17,35 6 Eko Sinaga 700.000 9.600.000 10.300.000 6,79 7 Balson Nainggolan 1.440.000 10.500.000 11.940.000 12,06 8 Natalia Sinaga 700.000 32.000.000 32.700.000 2,14 9 Kaman Sinaga 1.800.000 18.000.000 19.800.000 9,09 10 Marisi Sinaga 1.050.000 9.600.000 10.650.000 9,85 11 Meli Napitupulu 1.200.000 15.000.000 16.200.000 7,40 12 Biner Sinaga 700.000 7.200.000 7.900.000 8,86 13 Purnama 2.700.000 18.000.000 20.700.000 13,04 14 Anggiat Ambarita 1.800.000 10.800.000 12.600.000 14,28 15 Herry Nainggolan 700.000 7.200.000 7.900.000 8,86 16 Coleng Manik 1.050.000 12.000.000 13.050.000 8,04 17 Nurmaida Nainggolan 1.260.000 28.000.000 29.260.000 4,30 18 Dame Simatupang 1.200.000 8.000.000 9.200.000 13,04 19 Sabar Sinaga 1.800.000 18.000.000 19.800.000 9,09 20 Pantas Sirait 700.000 9.600.000 10.300.000 6,79 21 Japaner Tindaon 1.080.000 11.200.000 12.280.000 8,79 22 Halomoan Sirait 2.700.000 18.000.000 50.700.000 5,32


(6)

Kelas kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat.

No

Persentase Kontribusi Pendapatan

Hasil Bambu

Keterangan Jumlah Responden

1 0%-20% Kontribusi Pendapatan Sangat Kecil 2 21%-40% Kontribusi Pendapatan Kecil 3 41%-60% Kontribusi Pendapatan Sedang 4 61%-89% Kontribusi Pendapatan Besar 5 90%-100% Kontribusi Pendapatan Sangat Besar

Jumlah

Rumus Kontribusi

R = ���

�� x 100%

Keterangan :

R : Presentase Pendapatan Bambu

Rhr : Pendapatan dari Bambu

Rt : Pendapatan Total (Pendapatan dari bambu ditambah dengan pendapatan dari