Muslim Tionghoa: studi analisis problematika politik muslim Tionghoa pada masa orde baru (1967-1998)

SKRIPSI
MUSLIM TIONGHOA: STUDI ANALISIS TERHADAP
PROBLEMATIKA POLITIK PADA MASA ORDE BARU DI JAKARTA
(1967-1998)
Skripsi ini Diajukan untuk memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S I)

• • • IlllllllIIIIIIIIilIo.

UIII
Universitas Islam Negeri
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Oleh

Rizki Amalia

k!:lsifikasi :

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

2009

- .._.. ,

MUSLIM TIONGHOA: STUDI ANALISIS PROBLEMATIKA POLITIK
MUSLIM TIONGHOA PADA MASA ORDE BARU (1967-1998)

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk mCl11enuhi persyaratan l11emperoleh Gelar Smjana HUl11aniora (S.Hum)

Oleh:
Rizki Amalia

NIM: 105022000851

Pembimbing


Prof. Dr. M. Dien Madjid

NIP: 19490706 1971091 001

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
DIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi beljudul "MUSLIM TlONGHOA: STUDI ANALISIS TERHADAP
PROBLEMATIKA POLITIK MUSLIM TlONGHOA PADA MASA ORDE
BARU (1967-1998)", telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab
dan Humanlora UIN SyarifHidayatullah Jakarta pada 26 November 2009. Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora
(S.Hum) pada Program Studi Sejarah dan peradaban Islam.
Jakarta, 26 Novermber 2009


Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota

Drs. H. M. Ma'rufMisbah. MA

Sekretaris Merangkap Anggota

Usep Abdul Matin. S.Ag.• MA.. MA
NIP: 19680807 199803 1 002

Nt!>. QサヲsG{jOセZコQN

1891031 DD?>

Anggota

Penguji


Pembimbing

ABSTRAKSI
"MUSLIM TIONGHOA: STUDI ANALISIS TERHADAP
PROBLEMATIKA POLITIK DAN MUSLIM TIONGHOA PADA MASA
ORDE BARU (1976-1998)"

Skripsi ini menganalisis problematika politik muslim Tionghoa pada masa
Orde Barn di Jakarta (1967-1998). Skripsi ini menjawab sebuah pertanyaan besar
dan beberapa pertanyaan kecil sebagai pelengkap instrument dari pertanyaan
besar. Pertanyaan besar: Mengapa muslim Tionghoa pada masa Orde Baru tidak
dapat berpartisipasi dalam bidang politik? Apakah benar muslim Tionghoa
didiskriminasikan dalam hak berpolitik pada masa Orde Bam? Pertanyaan minor:
bagaimana problematika politik muslim Tionghoa pada masa Orde Baru? Faktorfaktor apa saja yang menyebabkan terjadinya problematika politik muslim
Tionghoa pada masa Orde Baru? Sejauh mana keterlibatan muslim Tionghoa
dalam sektor politik pada masa Orde Baru? Langkah-Iangkah apa saja yang
diterapkan oleh pemerintah dalam mengatasi problematika politik muslim
Tionghoa?
Untuk menjawab pertanyaan besar dan pertanyaan minor, penulis
melakukan wawancara dengan pihak dari muslim Tionghoa dan masyarakat

pribumi. Wawancara ini merupakan tambahan dari penelitian kepustakaan yang
penulis lakukan. Adapun teknis penulisan skripsi ini, termasuk tatacara membuat
catatan kaki, penulis menggunakan buku pedoman penulisan karya ilmiah
(skripsi, tesis, dan disertasi) CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1

I

Hamid Nasuhi, dkk., Pedoman Penulisan KOIya I/miah (Skripsi. Tesis, dan Disertasi)

KATA PENGANTAR
Tiada kata yang patut penulis lafazkan selain puji syukur kehadirat Allah
S.W.T yang telah memberi berbagai macam nikmat, kesempatan serta kekuatan
semngga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W berserta keluarga dan para sahabat yang
telah membaca perubahan bagi peradaban manusia. Perubahan dari zaman
kegelapan menjadi zaman terang benderang dengan adanya cahaya Islam.
Penulisan skripsi ini merupakan syarat dalamjurusan Sejarah dan Peradaban
Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
segala daya dan upaya penulis berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun
sebuah skripsi yang terbaik. Namun, sudah menjadi kelaziman bahwa "tak ada

gading yang retak", dan begitulah pada akhimya skripsi ini dihasilkan dengan
segala kekurangannya. Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sisi
idealnya oleh karenanya, penulis berharap akan muneul kritik, saran maupun
komentar dari berbagai pihak untuk lebih menyempurkan segala kekurangan dari
karya ini.
Terselesaikan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak yang
telah memberikan petunjuk serta motivasi dalam penulisan karya ini. Oleh karena
itu sudah pada tempatnyalah penulis mengahnturkan rasa hormat yang setinggi.
tingginya. Ueapan terima kasih yang tidak tertingga pada: Kedua orang tua, Adik·
adik penulis , Dr. Abdul Chair, M.A selaku dekan Fakultas Adab dan Humaniora,
Prof. Dr. M. Dien Madjid selaku pembimbing, Drs. H. M. Ma'ruf Misbah.M.A
selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam, Usep Abdul Matin S.Ag.,M.A.,

Hartirnah. M.A selaku dosen pernbirnbing Akadernik, Awalia Rahma, M.A selaku
dosen yang rnernberikan rnasukan-rnasukan terkait penulisan skripsi, Drs. Saidun
Derani selaku dosen seminar skripsi, pernirnpin dan staf dari perpustakaan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora,
perpustakaan Nasional, perpustakaan Universitas Indonesia, perpustakaan PITI
(Persatuan Islam Tionghoa Indonesia), perpustakaan LP3ES (Lernbaga Penelitian
dan Survei Indonesia) yang telah rnernbantu penulis dalam pencarian data, Ali

karirn Dei SH dan Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok yang bersedia rneluangkan waktu
untuk wawancara dengan penulis, serta ternan-ternan SPI angkatan 2005 yang
telah rnernberi rnotivasi dan rnasukan-rnasukan kepada penulis terkait penulisan
skripsi ini.

Jakarta, 1 Desernber 2009

Rizki Amalia

DAFTARISI

ABSTRAKSI

.

KATA PENGANTAR...............................................................................

11

DAFTAR lSI


IV

BABI

BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

..

I

B. Definisi Operasional

.

10


C. Rumusan dan Batasan Masalah

..

10

D. Tujuan dan Manfaat penelitian

..

II

E. Metode Penelitian

..

12

F. Sistematika Penulisan


..

13

MUSLIM TIONGHOA DI INDONESIA SELAYANG
PANDANG
A. Awal kedatangan muslim Tionghoa ke Indonesia ........ .....

I. Muslim

Tionghoa:

persentuhan

Tiongkok

15

dan


Indonesia

17

2. Jejak Tionghoa dalam proses Islamisasi di Jawa..........

21

B. Kondisi umum muslim Tionghoa pada masa kolonial
Belanda
BAB III

26

KOLERASI

MUSLIM

TIONGHOA

DENGAN

PEMERINTAH ORDE BARU
A. Gambaran masyarakat muslim Tionghoa di masa Orde

Baru.....................................................................................

33

I. Hubungan muslim Tionghoa dengan pemerintah Orde
Bam

34

2. Hubungan muslim Tionghoa dengan non muslim
Tionghoa
B. Kebijakan

Tionghoa

pemerintah orde

38
bam terhadap

muslim
,Q

1. Politik dan kewarganegaraan

40

2. Bidang dakwah

42

C. Dampak kebijakan pemerintah Orde Barn terhadap
muslim Tionghoa

44

BAB IV POSISI MUSLIM TIONGHOA PADA MASA ORDE
BARU DI JAKARTA
A. Problematika muslim Tionghoa..

48

1. Status kewarganegaraan

54

2. Bidang Dakwah.............................................................

58

B. Peranan muslim Tionghoa dalam pemerintahan Orde Barn

61

BAB V

1. Bidang Politik

62

2. Bidang Dakwah.............................................................

64

KESIMPULAN
A. Kesimpulan

;...............

B. Saran

DAFTARPUSTAKA................................................................................
LAMPIRAN
A. Lampiran hasil wawancara
B. Lampiran Intruksi Presiden mengenai adat istiadat,agama Tionghoa
C. Keputusan Presiden mengenai sector ekonomi Tionghoa
D. Piagam asimilasi
E. Keputusan Persiden mengenai penambahan nama keluarga Tionghoa
F. Keputusan Presiden dalam nation dan character building
G. Keputusan Presiden tentang pembentukan Lembaga Pembinaan Kesatuan
Bangsa
H. Intruksi Presiden dalam catatan sipil untuk masyarakat Tionghoa
1. Keputusan Presiden tentang kebijakasanaan pokok yang menyangkut

keturunan asing
J. Struktur yayasan Haji Karim Oei

66
67

68

L. http://www.indonesiamedia.com/2007/02/early/sejarah/hubungang.htm
M. www.wikipediationghoa.com
N. http://muhkholidas.bl ogspot.com/2008/07 Iperan-katal isator-muslimtionghoa.html
O. http://www.cityu.edu.hk/searc http://www.cityu.edu.hk/searc

./

BABI
PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Permasalahan yang dihadapi etnis Tionghoa khususnya muslim Tionghoa
pada masa Orde Bam sangat kompleks dalam hal hak berpolitik. Hal ini
dikarenakan kelanjutan masalah yang belum usai di masa Orde Lama yang
kemudian memunculkan permasalahan bam di masa Orde Bam. Salah satu
permasalahan yang belum usai ialah masalah hak politik dan status
kewarganegaraan untuk etnis Tionghoa. Permasalahan ini juga yang akhirnya
menyebabkan presiden Soeharto mengeluarkan kebijakan politik asimilasi.
Kebijakan tersebut ditujukan untuk mempercepat peleburan etnis Tionghoa dan
pribumi. Namun pada kenyataannya orang-orang keturunan Tionghoa oleh para
anti Tionghoa malah lebih didiskriminasikan. Buktinya setelah tukar nama orang
keturunan Tionghoa masih tetap dianggap "Cina".1
Selain itu pemerintah Orde Bam juga menginginkan masyarakat Tionghoa
termasuk muslim Tionghoa berada di dalam sektor ekonomi. Selain itu
mendukung nation dan character building yang dicanangkan pemerintah Orde
Baru. Problematika muslim Tionghoa sendiri dalam hak politik tidak dapat
dipenuhi oleh pemerintah, yang kemudian menjadi kendala di awal-awal masa
Orde Baru. Kebijakaan ganti nama, larangan-Iarangan huruf Cina, sekolahsekolah yang menggunakan bahasa Cina dimaksudkan agar seluruh masyarakat
Tionghoa dapat membaur dengan masyarakat pribumi. Selain itu kebijakankebijakan seperti ini berupaya agar muslim Tionghoa menjadi warga negara

2

Indonesia seutulmya. Kebijakaan tersebut juga berdampak pada bidang dakwah
muslim Tionghoa, salah satu organisasi muslim Tionghoa seperti PITI (persatuan
muslim Tionghoa Indonesia) berubah menjadi Pembina Iman Tauhid Indonesia.
Struktur dalam organisasi ini akhir tidak 100 % dijalankan oleh muslim Tionghoa
tetapi terdapat masyarakat pribumi guna melancarkan kebijakan asirnilasi. 2
Dampak dari proses pembauran serta program asimilasi terjadi dalam
susunan organisasi muslim Tionghoa. Hal ini terjadi pada tahun 1972, dimana H.
Karim Oei sebagai pimpinan PITI merniliki insiatif untuk merangkul orang-orang
Tionghoa yang belum muslim dan masih berbahasa Tionghoa. Untuk melengkapi
inisiatifnya maka H. Karim Oei berusaha meminta izin kepada pemerintah Orde
Barn supaya AI-Qur'an dan majalah dakwah diterbitkan dalam bahasa Tionghoa.
Akan tetapi permohonanya waktu itu di tolak oleh Departemen Agama dengan
alasanpemerintah mau mempercepat proses asimilasi. 3
Permasalahan status kewarganegaraan yang dihadapi muslim Tionghoa
sudah terjadi sejak masa kolonial Belanda sampai masa Orde Lama. Dimana
pemerintah Tiongkok mengeluarkan undang-undang kewarganegaraan untuk
orang Tionghoa dimanapun dia berada atau tinggal tetap menjadi warga negara
Tiongkok4• Dengan perkataan lain orang Tionghoa di Indonesia memiliki dua
kewarganegaraan dan berazaskan "ius sanguinis". Namun di masa kemerdekaan
situasi

yang

dihadapi

oleh

masyarakat

Tionghoa

mengenai

status

kewarganegaraan menjadi rumit. Hal ini disebabkan bangsa Indonesia menganut
2 Onghokham, Anti Cina, Kapitalisme Cina, dan Gerakan Cina, (Jakarta:Komunitas
Bambu, 2008), h.8.
3 Leo Suryadinata, Meneari Identi/as Nasional dari 1]oe Bou San sampai Yap Thiam Hien"
(Jakarta: LP3ES, 1990), h.18!.
4 T•• _ ..... T.......: ...

D ...__ セ i C セ

.. l.J__ l:_ .1_•• :

r:_

D •• _

1.1_1. __ ••

:

'7"_ _ .'_ V

i'T_1._-L_.

3

azas kewarganegaraan "ius soli" (tanah kelahiran) untuk warga negaranya. Maka
di masa orde baru, pemerintah mengunakan solusi seperti stereotip (persamaan)
yang kemudian berubah menjadi permasalahan dikemudian hari. Permasalahnya
ialah gagalnya proses asimilasi dikarenakan tidak semua masyarakat Tionghoa
menginginkan peleburan dengan masyarakat pribumi.' Membicarakan etnis
tionghoa berarti

membicarakan awal

kedatangan

mereka ke

Indonesia.

Keberadaan orang Tionghoa yang pertama kali di Nusantara sebenamya tidak
jelas. Dugaan selama ini hanya berdasarkan hasil temuan benda-benda kuno
seperti tembikar Tiongkok di Jawa Barat, Lampung, daerah Batanghari, dan
Kalimantan Barat maupun yang di simpan di berbagai kraton. 6
Para sejarawan menganggap bahwa orang Tionghoa sudah berada di
Nusantara pada zaman purbakala. Ketika ditemukannya peninggalan megalitik di
daerah dataran Pasemah, Sumatra Selatan yang menampilkan seorang pria sedang
membawa genderang Dongsong. 7 Sehingga disimpulkan berdasarkan kronik dan
berbagai cerita dalam Dinasti Han maka pada masa pemerintahan Kaisar Wang
Ming atau Wang Mang (1- 6 SM) bahwa Tiongkok sudah mengenal Nusantara
yang di sebut Huang-tse. g
Rata-rata orang Tionghoa yang datang ke Nusantara untuk melakukan
perdagangan. Adapun jarak dan waktu yang panjang membuat orang Tionghoa
akhimya menetap di Nusantara. Pada akhimya menyebabkan terjadinya akulturasi

, Junus Yahya, Peranakan /dealis dari Lie Eng Hok sampai Teguh Karya, (Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, 2002), h. 64.
6 Benny G. 8etiono, Tionghoa da/am pusaran po/itik, (Jakarta: Trans media,2008), h.73.
7 Genderang dongsong adalah sebuah alat musik yang diproduksi di Dongsong sebuah desa
keeil di Propinsi Thanh Toa, Teluk Tonkin sebelah Utara Vietnam pada masa antara tahun
600 8M sampai abad ke 3 M dan dikembangkan pada masa Dinasti Han.
g Benny G. 8etiono, Tionghoa da/am pusaran polilik, (Jakarta: Trans media,2008), h.73.
1:1._ ..

: •• __

ll..4""'0:_1.1_-"'_

C'_:_ .. _,.

1_.-1

.:_

1."_J_...

" ' __ .. _1._ ...... _./""_:.1. . . . . . . ..1.

iN⦅セ⦅N

Lセ

4

budaya yang dibawa oleh orang Tionghoa dengan masyarakat setempat. Tetapi
menurut catatan yang ada, orang-orang Tionghoa mulai berdatangan ke Nusantara
pada abad ke Sembilan, yaitu pada masa Dinasti Tang!
Keberadaan koloni-koloni Tionghoa di Nusantara membuat seorang
pendeta Fa Hian dati Tiongkok pada tahun 399-414 mengunjungi pulau Jawa
dalam perjalananya ke India. Perjalanannya di uraikannya dalm buku Fahueki
diikuti oleh Sun Yun dan Hwui Ning yang melakukan ziarah dati Tiongkok ke
India. Setelah pendeta Fa Hian berkunjung ke pulau Jawa maka pada tahun 671
pendeta I Tsing yang sempat tinggal di Sriwijaya selama empat belas tahun dan
banyak membuat catatan mengenai adat istiadat serta kejadian di Sriwijaya. lO
Dapat dikatakan bahwa awal teIjadinya hubungan baik teIjalin antara
Dinasti Tang dengan kerajaan Sriwijaya yang teriihat dari salah satu prasasti batu
tulis yang ditemukan pada tahun 1959 di Guangzhou. Prasasti batu tersebut
menerangkan pada masa Dinasti Tang 618-906 terdapat perbaikan kuil besar Tien
Ching di Tiongkok. Bahkan alur hubungan baik antara orang-orang Tionghoa
dengan orang di Nusantara masih beIjalan sampai pada abad ke lima belas. Ketika
kaisar Dinasti Ming (1368-1643) mengirim delegrasi persahabatan kepada raja
Zulkarnaen dari kerajaan Malaka yang disertai seorang putri Cina yang diringi
oleh 500 dayangnya. 11
Di Tiongkok sendiri pada masa Dinasti Ming telah teIjadi proses
Islarnisasi yang di tandai mulai berdatangannya orang-orang Tionghoa dari
Yunnan. Selain itu salah satu tujuannya untuk menyebarkan agama Islam temtama

9

Graaf. H. J. de et ai, Cina muslim di Jawa abad XV dan XVI: antara Historisitas dan

5

di pulau Jawa. Sebenarnya Islam sudah bersentuhan dengan masyarakat Tionghoa
pada pada pertengahan abad ke 7 M. Proses tersebut bertepatan pada masa
kepimpinan Ustman bin Affab (Khalifah ketiga). Utsman bin Affan mengirimkan
utusannya yakni Saad ibn Abu Waqqas ke Cina pada tahun 651 M untuk
menghadap kepada kaisar Yong Hui

di kota Changan. Tujuannya ialah

memberikan teguran kepada kaisar agar tidak turut campur dalam masalah
peperangan antara pasukan Islam dan Persia. Pada saat itu Dinasti Tang yang
berkuasa atas negeri Cina 618-905 M bahkan peristiwa tersebut juga diperkuat
oleh fakta yang berupa naskah annals pada masa Dinasti Tang. 12
Ada dari beberapa sejarawan yang berpendapat masuknya Islam ke Cina
pada masa Khalifah Utsman bin Affan antara lain adalah Murata Kong dan Yuan
Zhi. 13 Perkembangan Islam di negeri Cina sendiri di mulai dari Dinasti Tang,
Sung, Yan, Ming dan Ching. Di masa Dinasti Ming Pada tahun 1410-1416
Laksamana Cheng Ho diutus oleh Kaisar Dinasti Ming untuk mengamankan jalur
pelayaran niaga di Nanyang. Hal ini dikarenakan lokasi tersebut banyak digangu
oleh bajak laut orang-orang Hokkian pimpinan Lin Tao-Ch'ien. 14
Tetapi menurut Graaf.H,J.de, dikatakan di awal ekspansi Cina tahun 1407
M dengan misi untuk merebut Kukang (palembang) dari para perampok Tionghoa
non Islam dari Hokkian. Salah satu dari para perompak Hokkian adalah Cen Tsu

ViIS yang di hukurn pancung (penggal) di Peking. Hukurn penggal yang diberikan

12

Kong Yuan Zhi:Muslim Tionghoa Cheng Ho, (Jakarta:Pustaka Popular Obor,2000), h.

273.
13 Kong Yuan Zhi:Muslim Tionghoa Cheng Ho, (Jakarta:Pustaka Popular Obor,2000),h.
277. Lihat juga Sachiko Murata: Gemerlap Cahaya Sufi dari Cina, (Jakarta:Pustaka
sufi,1999),h.19. Lihatjuga Graaf. H. J. de et aI, Cina muslim di Jawa abadXV danXV/: antara
Historisitas dan mitos (terjm), (Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya,1997), h. 1-2.
l.t.. セ

......

......

,,,...

......



.......

""

r ...

'

.

.....

.•

.....

6

kepada Cen Tsu Yi merupakan salah satu peringatan kepada orang-orang
Tionghoa Hokkian di seluruh Nanyang. Di Kukang (palembang) sendiri telah di
bentuk komunitas Cina muslim Hanafi l6 pertama di kepulauan Indonesia dan di
taboo yang sama di wilayah Kalimatan (sambas). Selain itu ketika ekspansi Cheng
Ho yang di katakan di catatan Ma Huan menyebut secara jelas menggambarkan
bahwa pedagang Cina muslim menghuni kota-kota dan Ibukota bandar Majapahit
pada abad ke-15. Bahkan Laksamana Cheng Ho juga meninggalkan jejak di
Semarang yaitu dengan mendirikan sebuah masjid 17 •
Dapat dikatakan ini merupakan cikal bakal dari komunitas etnis Tionghoa
yang tersebar eli seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Bahkan pada abad ke 15
dan permulaan abad ke 20 orang-orang Tionghoa melakukan imigrasi ke wilayah
Asia Tenggara termasuk ke Indonesia secara besar-besaran. Tercatat pada abad ke
19 belas, jumlah penduduk Tionghoa di Indonesia lebih dari 100.000
orangsedangkan penduduk pulau Jawa eliperkirakan lima juta orang. Salah satu
faktor lain mengapa begitu pesatnya imigrasi orang-orang Tionghoa ke Asia
Tenggara selain berita dari Laksamana Cheng Ho dalam ekspansinya ialah akibat
jatuhnya Dinasti Ming (1368-1644) dan berdirinya Dinasti Ch'ing (1644-1911)
dan dibukanya kembali perdagangan Tiongkok dengan Asia Tenggara. 18

15Cen Tsu Yi adalah ketua perampok di Kukang (Palembang).Lihat di Graaf.H. J. de et ai,
Cina muslim di Jawa abad XV dan XVI: an/ara Hislorisitas dan milos (Ierjm). (Yogyakarta:Tiara
Wacana Yogya,1997), h. 2-3.
16Yang dimaksud dengan Cina muslim Hanafi adalah orang Cina muslim yang
bermazhabkan hanafi yang berasal dari Yunan. Lihatjuga di Graaf. H. J. de et ai, Cina
muslim di Jawa abadXV dan XVI: anlara Hislorisilas dan milos (Ierjm)• .(Yogyakarta:Tiara
Wacana Yogya, 1997), h. 3-4.
セ]MmW
ョ。ァセPッ_Nョ。t
ウゥセie
Tionghoa Di Indonesia (suatu masalah pembinaan kesaluan

9.

7

Awalnya orang-orang Tionghoa yang berimigrasi ke Indonesia adalah
laki-Iaki. Hal ini dikarenakan terdapat sebuah peraturan bahwa orang-orang
Tionghoa di larang untuk membawa atau mengirim perempuan keluar dari
Tiongkok. Sehingga banyak para wanita dari Indonesia atau perempuan Tionghoa
peranakan dijadikan Istri oleh imigrasi Tionghoa. Kemudian pertengahan abad ke
19 mulai terjadi imigrasi perempuan Tiongkok dengan menumpang kapal api.
Adapun hal ini terjadi disebabkan oleh murahnya tarif kapal api untuk berimigrasi
ke Asia Tenggara termasuk ke Indonesia. Rata-rata para imigrasi Tionghoa yang
bermukim didekat pantai utara jawa agar mudah dalam melakukan perdagangan
oIeh pedagang-pedagang Tiongkok. Oleh sebab itu peranan masyarakat Tionghoa
dalam bidang ekonomi sangat mengagumkan. 19
Terdapat tiga ras Tionghoa yang datang ke Indonesia yaitu Hokkian,
Kanto dan Hakka. Pada umumnya agama yang dianut mereka ialah Budha aliran
Theravada di Muangthai tetapi berasimilasi dengan penduduk setempat yang
seluruh beragama Islam maka pada pada akhir abad 18 terjadi gelombang yang
cukup besar mengenai pergantian agama orang Tionghoa ke Islam sehingga
pemerintahan Belanda merasa perlu untuk menunjuk seorang kapten bagi orang
Tionghoa Islam di Batavia'·.
Ketika orang-orang Tionghoa masuk Islam ada ritual yang harus
dijalankan oleh orang Tionghoa. Adapun ritual yang hams dijalankan orang-orang
Tionghoa seperti melakukan penyunatan dan larangan makan daging babi yang

19 Onghokham, Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina, ed Wasni
Alhaziri,(Jakarta: Komunitas Bambu 2008), h.135.
,. Charles A. Coppel. Tionghoa Indonesia dalam Krisis, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1994), h.59. Dikatakan kapten yang mengawasi orang-orang etnis Tionghoa muslim ialah

,..""................ ""..... :... '1"': ........... 1.. .... ,., ....... _"" ...... 1,"" . . . . . "" _ _

: •• __ 1..

1_1

.

I

.. 6





8

sangat di sukai oleh orang Tionghoa. Namun adapula dari orang-orang Tionghoa
yang mengatakan bahwa agama Islam bersifat relatif kurang toleran dan
eksklusifuya agama Islam. Apabila dibandingkan dengan agama Budha aliran
Theravada di Muangthai. Dengan asalan tersebut banyak orang-orang Tionghoa
menganggap agama Islam sebagai agama kelas rendah. Sehingga pada perang
dunia II masyarakat Tionghoa berpindah agama menjadi agama Kristen (baik
Katolik maupun Protestan). 21
Dari abad ke 17 sampai abad ke 20 yaitu masa kolonial Belanda maju
dengan eksploatasi ekonorni Hindia Belandanya. Pada waktu itu orang-orang
Tionghoa banyak memperoleh peranan untuk hal-hal yang tidak mampu
dilaksanakan oleh orang-orang Belanda. Selain itu orang-orang Belanda juga
menempatkan orang-orang Tionghoa sebagai golongan Timur Asing (Vreemde

Oosterlingen) setelah golongan pertama golongan Eropa dan orang priburni
sebagai golongan ketiga (inlanders). Tiga golongan ini merniliki hak-hak hukum
dan hak-hak istimewa yang juga berbeda-beda. Pada umunya orang Belallda
menginginkan terputusnya jalur asimilasi yang di bangun oleh orang-orang
Tionghoa dengan pribumi. 22
Selain itu pemerintah Belanda memisahkan perkampungan orang-orang
Tionghoa dan membuat sistem perkampungan (wijkenstelsel) yang mengharuskan
orang Tionghoa bermukim di ghetto. Hal seperti ini sebenarnya pemerintah
Belanda menghalang-halangi penyeberangan perbatasan etnis itu. Namun setelah
pemisahan perkampungan tersebut terdapat jarak antara etnis Tionghoa dengan
21 Graaf. H. J. de et aI, Cina muslim di Jawa abad XV dan XVI: antara Hislorisilas dan
milos (101m), (Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya. 1997). h. 16.
22

, __

_ .•

--

--

9

pribumi. Pada awal abad ke 20 dimana di kalangan etnis Tionghoa peranakan
muncul dengan sebuah gerakan nasionalis yang membantu perkembangan
kesatuan secara hukum di antara orang Tionghoa Indonesia. tentunya dalam hal
ini bertolak belakang dengan masyarakat Tionghoa totok yang dari awal sudah
mendukung pihak Belanda. 23
Selain ketidak harmonisan dengan masyarakat pribumi, di dalam etnis
Tionghoa pun terjadi perpecahan antara Tionghoa totok dengan Tionghoa
peranakan. Awalnya etnis Tionghoa peranakan yang tidak mampu berbahasa
Tionghoa dan terlalu eratnya adat istiadat dan kepercayaan serta menginginkan
terjadinya perleburan antara etnis Tionghoa ke dalam masyarakat etnis Indonesia.
Lain halnya dengan etnis Tionghoa totok yang beranggapan bahwa mereka dari
bangsa Cina yang sangat mendukung pemerintah Belanda dan pemerintah
Tiongkok. Tetapi ketika terjadi revolusi Indonesia, etnis Tionghoa peranakan yang
awalnya mendukung Indonesia, berbalik menjadi pihak yang netral antara pihak
Belanda dengan pihak Indonesia. Keragu-raguan yang dirasakan oIeh orang
Indonesia mengenai kesetiaan golongan Tionghoa Indonesia terkait rasa simpati
etnis Tionghoa kepada pihak Belanda24 •
Membicarakan

mengenai

etnis

Tionghoa

khususnya

dalam

permasalahannya dalam bidang poIitik serta kebijakan orde baru yang
diskriminasikan etnis Tionghoa. MeIihat permasalahan yang terjadi pada etnis
Tionghoa terutama dalam hak kewarga negaraan, beragama dan hak berpoIitik
sangat minimnya kontribusi para peneliti sejarah khususnya sejarawan muslim
yang menulis tentang problematika muslim etnis Tionghoa. Berawal dari
23

Onghokham, Anti Cina, Kapilalisme Cina dan Gerakan Cina, ed Wasni Alhaziri,

10

pemikiran di atas, telah rnernbuat penuHs sirnpati dan tertarik untuk rnernilih karya
tuHs ilrniah (skripsi) dengan judul "MUSLIM TIONGHOA: STUDI ANALISIS
TERHADAP PROBLEMATIKA POLITIK PADA MASA ORDE BARU DI JAKARTA
(1967-1998)"

B. Definisi Operasional

Untuk rnenghindarkan kekacauan, perIu dijelaskan beberapa istilah yang
sering dipergunakan dalarn studi ini. Orang Indonesia (Indonesian) digunakan
untuk rnenyebut orang-orang indonesia asH atau priburni. Penggunaan istilah
"orang Indonesia" untuk orang Indonesia asH ini sarna sekali tidak berarti bahwa
WNI keturuan Tionghoa bukan terrnasuk bangsa Indonesia. Pernbatasan istilah
"orang Indonesia" untuk orang Indonesia asH rnerupakan cara terrnudah untuk
rnernbedakan kedua kelornpok etnis itu rnerupakan bahasan. Bila dirasa cocok,
istilah bahasa Indonesia priburni juga dipergunakan dalarn studi ini untuk
rnenunjuk orang Indonesia asH. Kalau yang dirnaksud orang Tionghoa yang
berwarganegara Indonesia, dipergunakan istilah WNI keturunan Tionghoa, WNI,
atau turunan. Istilah orang Tionghoa, etnis Tionghoa, Tionghoa lokal dan
Tionghoa Indonesia dipergunakan bergantian untuk rnenunjuk orang Tionghoa
yang tinggal di Indonesia, baik yang WNI rnaupun yang asing, sedangkan
peranakan dan totok dipakai bagi berbagai kelornpok kebudayaan dalarn
Hngkungan rnasyarakat Tionghoa di Indonesia.

C. Rumusan dan Batasan Masalah

Perrnasalahan pokok yang dibahas dalarn skripsi ini, ialah problernatika

11

seperti krisis kewarga negaraan, hak berpolitik dan problematika dakwah di dalarn
kalangan sesarna etnis Tionghoa. Untuk ini penulis melakukan pelacakan atas
peristiwa-peristiwa serta penjabaran secara komperensif terhadap permasalahan
tersebut, maka akan dipandu melalui pertanyaan besar dan beberapa pertanyaan
kecil sebagai pelengkap instrument dari pertanyaan besar. Pertanyaan besar:
Mengapa muslim Tionghoa pada masa Orde Baru tidak dapat berpartisipasi dalarn
bidang politik? Apakah benar muslim Tionghoa didiskriminasikan dalarn hak
berpolitik pada masa Orde Baru? Pertanyaan minor: Bagaimana problematika
politik muslim Tionghoa pada masa Orde Baru? Faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan teIjadinya problematika politik muslim Tionghoa pada masa Orde
Baru? Sejauh mana keterlibatan muslim Tionghoa dalam sektor politik pada masa
Orde Baru? Langkah-Iangkah apa saja yang diterapkan oleh pemerintah dalarn
mengatasi problematika politik muslim Tionghoa?
Dalarn penelitian ini, peneliti ini berupaya untuk merekontruksikan
Problematika muslim Tionghoa di Indonesia pada masa Orde Baru. Karena
kompIeksnya situasi yang di hadapi oleh muslim etnis Tionghoa di Indonesia pada
masa Orde Baru. Cakupan studi ini di batasi hanya pada suatu wilayah saja yaitu:
Jakarta.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Problematika muslim Tionghoa di Indonesia pada masa Orde Baru sangat
menarik untuk di tulis. Karena berhubung tulisan-tulisan yang berkenan dengan
objek tersebut amatlah minim, bahkan dengan terbatasnya sumber-sumber yang
membahas perihal Problematika Muslim etnis Tionghoa di Indonesia pada masa

12

studi yang lebih luas dan bahkan tidak menyinggung mengenai Islam. Di samping
itu,

sebagian

penelitian

yang dilakukan

oleh

sebagian

peneliti,

tidak

mengkhususkan pengkajiannya terhadap permasalahan yang hadapi oleh muslim
Tionghoa saja tetapi menggambarkan etnis Tionghoa secara umum.
Mengenai sejarah Problematika Muslim Tionghoa di Indonesia pada masa
Orde Barn memiliki arti penting di dalam khazanah pengetahuan mengenai
sejarah Indonesia. bertolak dari asumsi di atas dan banyaknya orang-orang yang
belum mengetahui mengenai Problematika muslim Tionghoa yang terjadi pada
masa Orde Barn, maka kajian ini di harapkan dapat memiliki arti penting untuk
mengungkap kembali sejarah Indonesia pada masa Orde Baru khususnya
problematika politik yang di hadapi oleh muslim Tionghoa sendiri yang selama
ini selalu di diskriminasikan oIeh masyarakat serta pemerintah.

E. Metode PeneIitian

Tujuan dalam studi ini untuk mencapai penulisan sejarah, maka upaya
merekonstruksi masa lampau dari objek yang diteliti itu ditempuh melalui metode
sejarah. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskritif
analisis, yang di dalamnya penulis berusaha mendeskripsikan atau mengambarkan
tentang Problematika muslim Tionghoa pada masa orde baru serta menganalisis
data dan fakta yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi.
Pengumpulan data atau sumber sebagai langkah pertama yang dilakukan penulis.
Metode ini dapat berlangsung, karena dapat ditemukan sumber-sumber yang
tertulis, walaupun terdapat hambatan didalam mengumpulkan data dan informasi
baik primer maupun sekunder.

13

Dalam

mengumpulkan

data,

maka penulis

mengunakan tekhnik

pengumpulan data yang penulis pilih adalah Library Research (studi kepustakaan)
yaitu dengan menelaah buku-buku, jumal, majalah serta artikel mengenai
problematika politik muslim etnis Tionghoa selain itu penulis juga menambahkan
data lewat wawancara dengan muslim Tionghoa dan pribumi. Teknik penulisan
pada skripsi ini merujuk pada buku : Pedoman Penulisan Karya Rmiah (skripsi,

Tesis dan Disertasi) CeQDA DIN Syarif Hidayatullah Jakarta, cet 2 Tahun 2007
dan buku-buku lainnya berhubungan dengan metodelogi penelitian. Konsekwensi
asli di dalam metode penelitian sejarah, bahwa sumber tersebut diuji keaslian dan
kesahihannya melalui kritik ekstren dan intern. Setelah pengujian dan analisis data
dilakukan, maka fakta-fakta yang diperoleh di sintesiskan melalui skplanasi
sejarah. Penulisan sebagai tahap akhir dari prosedur penelitian sejarah ini
diusahakan dengan selalu memperhatikan aspek kronologis.25 Sedangkan
penyajiannya berdasarkan tema-tema penting dari setiap perkembangan objek
penelitian.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membagi kedalam lima pokok
pembahasan yang mengandung isi sebagai berikut: BAB I Pendahuluan yakni
meliputi: Latar Belakang Masalah, Definisi Operasional, Rumusan dan Batasan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika
Penulisan. BAB II Muslim Tionghoa Selayang Pandang yang meliputi: Awal
kedatangan muslim Tionghoa ke Indonesia, Muslim Tionghoa persentuhan
Tiongkok dengan Indonesia, Jejak Tionghoa dalam Islamisasi di Indonesia,

14

Kondisi umum muslim tionghoa pada masa kolonial Belanda. BAB III Kolerasi
muslim tionghoa dengan pemerintah orde bam yakni meliputi: Gambaran
masyarakat muslim Tionghoa di masa Orde Bam, hubungan muslim Tionghoa
dengan pribumi, hubungan muslim Tionghoa dengan non muslim Tionghoa,
Kebijakan pemerintah orde bam terhadap muslim tionghoa, status politik, status
kewarganegaraan dan bidang dakwah, dampak kebijakaan pemerintah Orde Bam
terhadap muslim Tionghoa. BAB IV Posisi muslim tionghoa pada masa orde bam
di Jakarta yakni meliputi: Problematika muslim Tionghoa, hak politik, status
kewarganegaraan dan bidang dakwah, Peranan muslim tionghoa dalam bidang
politik pada masa orde baru, bidang politik, bidang dakwah. BAB V Kesimpulan

BAB II
MUSLIM TIONGHOA SELAYANG PANDANG

A. Awal kedatangan muslim Tionghoa ke Indonesia

Awal kedatangan etnis muslim Tionghoa ke Indonesia sudah berlangsung
sejak dinasti Kaisar Wang Ming atau Wang Mang (1- 6 SM). Oi masa itu
Tiongkok sudah mengenal Nusantara yang di sebut Huang-tse. Terdapat dua
periode yang mengatakan kedatangan etnis Tionghoa termasuk muslim ke
Indonesia. Periode pertama berlangsung antara abad ke III M sampai XI M. Pada
periode ini pengetahuan tentang Nusantara terbatas, berdasarkan catatan sejarah
daerah yang ditemukan oleh bangsa Cina sampai X M pengetahuan orang Cina
terbatas pada daerah Bangka, Belitung, Sumatra dan lawai.
Periode kedua terdapat tiga sumber, berlangsung antara abad XII - XIX M
saat ini mereka lebih berpengalaman dan sistematik. Sumber pertama terhimpun
dari karya tulis perorangan, dimana orang - orang Cina menjelaskan Nusantara
dengan lukisan - lukisan yang indah atau pun dengan kisah perjalanan orang orang Cina kurun waktu tertentu. Sumber kedua adalah pengetahuan yang
berdasarkan cerita dari orang - orang Cina yang pulang ke negerinya. Setelah
mereka melakukan perjalanan ke kawasan Nusantara dan ada juga pengetahuan
dari orang - orang asing yang berkunjung ke Cina selama periode 800 - 1400 M
yang ketika itu beberapa pelabuhan di Cina Selatan misalnya Chu 'an Chou,
Chang Chou' dan Kanton yang ramai dikunjungi oleh orang - orang asing (Arab,

Persia dan Eropa). Sumber ketiga adalah pengetahuan yang diperoleh dari misi
I Benny G. Seliono, Tianghaa daiam pusaran paUlik, (Jakarta:Trans media,2008), h. 73.
Lihal juga Sejarah Nasional Indonesia jilid III, ed Uka Tjandrasasmila, cet VIII, (Jakarta:Balai
Puslaka, 1993), Lihal juga www.indonesiamedia.com/2007/02/early/seiarah/hubungang.hlm
2 C' .... 1.... 1.. セ

.... __ l_L .. L

. . -

16

perjalanan kerajaan. Misi semacam ini sering dilakllkan antara lain ketika kaisar
Ming memerintahkan Laksamana Cheng Ho llntuk menangkap perompak Hokkian
di Kukang.'
Selain itu perkembangan Islam di negeri Cina sendiri di mulai dari Dinasti
Tang, Sung, Yan, Ming dan Ching yang juga mengembangkan perdagangan di luar

negeri Cina. Negara Cina sudah hubungan perdagangan dengan negara - negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia di awal abad 7 M. Selain terjalin kontak
dagang secara langsung namun terdapat pula terjadinya kontak perdagangan
melalui pernikahan. Sebagai contohnya ialah pemikahan putri Campa yang
memiliki keturunan Tionghoa dengan pembesar kerajaan Majapahit. Di masa
Pemerintahan Sung (960 - 1279 M) telah muncul hubllngan komersial dengan
kepulauan Nusantara. Namun ada pula yang berpendapat bahwa bangsa Cina
sudah terjalin kontak dagang dengan Nusantara pada abad III M dan di Kalimatan
berlangsung sejak abad IX M. 4
Rute perjalanan laut yang ditempuh oleh pedagang dari Cina untuk
menuju ke kepulauan Nusantara sangat slllit. Di masa itu belum terdapat peraturan
perdagangan yang pasti sehingga hubungan perdagangan Cina dengan Nusantara
tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Salah satu faktomya di masa itu
kepulauan Nusantara masih didominasi oleh pedagang dari Persia dan Arab.
Sementara menurut catatan dari Ma Huan, beliau menemllkan perkampungan
Cina di pulau Jawa seperti di daerah Tu-Pan (Tuban), Ts 'e-ts 'un (Gresik), Su-lu, Hari Poerwanto, Orang Cina Khek dari Singkawang (Depok: Komunitas Bambu, 2005),
h,40-41.
4 Yang mulia Haji Ma Hong Fu di tempatkan menjadi duta besar TJongkok dinasti Ming di
keratin Majapahit. Haji Ma Hong Fu adalah Panglima perang Yunnan dan menantu Hajj Bong Tak
keng yang juga menjabat sebagai gubenur di Campa. Lihat pada buku H.J.de Graaf, China muslim

17

ma-i (Surabaya). Haji Ma Huan selanjutnya menjelaskan di daerah Jawa terdapat

tiga golongan bangsa: pertama, orang - orang Islam yang berasal dari kerajaan
asing yang terletak di sebelah barat yang memiliki tujuan berdagang, pakaian dan
makanan mereka nampak bersih. Oiperkirakan bahwa yang dimaksud Haji Ma
Huan ialah orang-orang Arab dan Persia. Kedua, orang - orang Tionghoa dari
dinasti Tang yang berasal dari propinsi Kuang-tung, Ch 'uan-chou yang telah
melarikan diri dari daerah - daerah mereka. Rata - rata dari mereka sudah
memeluk Islam. Ketiga, orang - orang pribumi yang bercirikan rambut kusut dari
tidak memakai alas kaki serta masih memuja hantu - hantu'.
Sumber lainnya juga mengatakan bahwa pada masa kunjungan armada
dari Oinasti Sung ke Nusantara tahun 1405 - 1430 M di Tuban, Gresik dan
Surabaya telah ditemukan pemukiman orang-orang Cina. Oi Tuban terdapat lebih
dari seribu orang Cina dan banyak di antara mereka berasal dari propinsi
Guangdong atau Kwantung dan Fujian atau Fukien. Perkampungan orang-orang

Cina di Jawa pada masa itu cukup berasalan karena aktifitas perdagangan orangorang Cina serta armada laut di masa itu sedang berkembang dengan pesat
aktifitas perdagangan yang mengakibatkan orang-orang Cina menjadi lebih aktif.
Selain itu orang-orang Cina juga menjadi bagian dari jaringan perdagangan lokal
di Nanyang. Hubungan perdagangan antara kerajaan Tiongkok dengan bangsa
asing pada tahun 1178 memperlihatkan kemajuan yang cukup signifikan. Hal ini
terlihat dari barang - barang yang berharga dibawa oleh pedagang asing seperti
dari kerajaan Arab, tanah Jawa, negara Palembang di Sumatera. 6

, Amen Budiman, Masyarakatlslam Tionghoa di Indonesia, (Semarang: Tanjung Sari,
10'70\

J..

0

11\

I

a..... +

: ....." .... " ••• ••• :l.: __ N ャZ⦅セ

t. __

M Mセ

18

a. Muslim Tionghoa: persentuhan Tiongkok dengan Indonesia

Sejak awal abad pertarna masehi orang-orang Arab, India, Campa,
Filipina, dan Tionghoa datang ke Nusantara dengan tujuan berdagang yang pada
akhimya bersifat intemasional. ' Berdasarkan berita Cina bahwa sejak 674 M telah
ada koloni - koloni Arab dan Cina bahkan di masa Kolonial Belanda beberapa
diantara mereka juga sudah kapiten yang menetap di pantai barat Sumatera.
Jaringan perdagangan intemasional pun telah berkembang yang pada akhirnya
menjadikan kerajaan Sriwijaya berkembang sebagai kerajaan maritim terkuat
selain kerajaan Majapahit yang agraris - maritim8 •
Selain Jawa yang menjadi jaringan perdagangan berskala intemasional, di
sebelah timur Indonesia juga menjadi jalur pelayaran dan perdagangan. Adapun
negara - negara di daerah Malaka melalui Jawa - Banda - Maluku dan melalui
pesisir selatan Kalimatan. Pada abad ke 8 M negara Cinajuga menjadi salah satu
negara tujuan untuk berdagang orang-orang Arab, Persia dan Gujarat. Sebelum ke
negara Cina, biasanya para pedagang singgah ke Nusantara.Akan tetapi di masa
itu di negara Cina telah teIjadi pelarangan kapal Arab berlabuh di pantai Cina
dikarenakan pada masa itu telah teIjadi pengusiran orang-orang Islam Cina
Kanton oleh pemerintah Huang Chou akibat persekongolan dalam pemberontakan
petani pada kaisar Cina. 9
Selain peristiwa di atas, di masa itu para pedagang asing yang datang ke
Indonesia selalu menghadap raja untuk mempersembahkan sesuatu. Hal itu
1

Pramoedya Ananta Toer, Hoakiau di Indonesia, (Jakarta: Garba Budaya, 1998), h.112.

8 M.Dien Madjid, "Jaringan perdagangan masa kerajaan Islam Indonesia(suatu kajian sosial
ekonomi)"dalam Sudarnolo Abdul Hakim (ed), Islam dan Konstruksi Ilmu Peradaban dan
Humaniora,
eel I (Jakarta:
UIN Press, 2003), h. 211.
0 ••
....

19

dilakukan agar kepentingan dagangnya tidak dihambat oIeh sang raja dan
mendapat jaminan keamanan dari para perompak. Dalam buku Tung Hsi Yang
K'au yang diterbitkan tahun 1618 oIeh Dr. Liem Twan Djie menerangkan tentang
Ha-kang atau Isia-shiang, sebutan Tionghoa bagi Banten. Dikatakan bahwa

apabila datang perahu Tionghoa maka datanglah seorang pembesar ke atas perahu
itu untuk memberikan izin. Bahkan banyak juga di antara para pedagang
Tiongkok memberikan hadiah untuk memperiancar proses birokrasi. Biasanya
hadiah yang