PENGARUH MASSA RAGI DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP KADAR BIOETANOL PENGARUH MASSA RAGI DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP NILAI KALOR BIOETANOL

31

4.3 PENGARUH MASSA RAGI DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP KADAR BIOETANOL

Gambar 4.3 Pengaruh Massa Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Bioetanol Dari gambar 4.3 terlihat bahwa jumlah kadar bioetanol yang paling banyak dihasilkan pada waktu 48 jam dengan massa ragi 6 yaitu 84,205 . Dari grafik diatas dapat diketahui semakin lama waktu fermentasi, kadar bioetanol akan semakin meningkat sampai batas waktu tertentu dan kemudian menurun. Hal ini berlaku juga untuk massa ragi 3 dimana pada waktu 24, 48, 72, dan 96 jam berturur-turut diperoleh kadar bioetanol 46,18; 54,41; 51,46; 42,45 serta pada massa ragi 9 pada waktu 24, 48, 72, dan 96 jam diperoleh kadar bioetanol 41,18; 72,64; 80,61; 65,29. Pada proses fermentasi akan terjadi perombakan karbohidrat menjadi glukosa dan fruktosa, serta senyawa lainnya. Enzim invertase yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisiae akan mengubah glukosa menjadi alkohol. Semakin besar ragi dan semakin lama proses fermentasi, maka semakin banyak glukosa yang dirombak menjadi alkohol dan senyawa lainnya. Tetapi pada waktu 72 jam dan 96 jam terjadi penurunan, hal ini disebabkan pada waktu 72 jam dan 96 jam bakteri Saccharomyces Cerevisiae mengalami fase pertumbuhan diperlambat dan mengalami fase kematian sehingga aktivitas bakteri untuk mengubah glukosa semakin menurun sehingga kadar bioetanol yang dihasilkan juga menurun [20]. 20 40 60 80 100 24 48 72 96 120 K ad ar B ioe tan ol Waktu Jam 3 6 9 Universitas Sumatera Utara 32

4.4 PENGARUH MASSA RAGI DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP NILAI KALOR BIOETANOL

Gambar 4.4 Pengaruh Massa Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap Nilai Kalor Bioetanol Pada gambar 4.4 diatas nilai kalor yang tertinggi pada waktu 48 jam dengan konsentrasi asam pada saat hidrolisis 1M yaitu sebesar 681,1805 kkalkg. Nilai kalor yang diperoleh pada bioetanol yang dihasilkan dari biji durian masih sangat kecil dibandingkan dari bioetanol dari bahan baku berbeda, diantaranya nilai kalor dari sampah organik berkisar antara 10.000 – 11.000 kkalkg. Hal ini disebabkan oleh proses pemurnian atau destilasi yang belum optimal dibutuhkan destilasi azeotrop sehingga diperoleh densitas bioetanol yang belum murni yaitu masih bercampur dengan air. Nilai kalor berbanding terbalik dengan densitas yaitu semakin rendah densitas semakin rendah kadar air maka nilai kalor akan semakin tinggi dan sebaliknya. Nilai kalor yang lebih besar akan menyebabkan lebih mudah terbakar sehingga kualitasnya lebih baik [23]. 100 200 300 400 500 600 700 800 24 48 72 96 120 N ilai Kal or k k al k g Waktu Jam 3 6 9 Universitas Sumatera Utara 33

4.5 TABEL PERBANDINGAN STANDAR BAKU MUTU BIOETANOL