FACTORS CAUSE OF THE HOMELESS AND BEGGARS (study of beggars and homeless Tanjung Karang Central)

(1)

ABSTRACT

FACTORS CAUSE OF THE HOMELESS AND BEGGARS

(study of beggars and homeless Tanjung Karang Central)

By

ISMA RISKAWATI

This research aimed at assessing the number of beggars and homeless increasingly

increase, analyzes about of factors causing existing on the self beggars and homeless

so they decided being a vagrant or a beggar. A view of public opposition to the

beggars and homeless is lazy, they constitute a human being do not want to work hard

to improve his life. There is no single person wants to become a person who lacks

house and job that only cadge. City is the main target for them to fine of fate, obtain

his fortune in the form of material to the fulfillment of a need. Was chosen because

the city as a place of operating for beggars and homeless since the town itself is a

crowded place, many shop-house, the market, and other places can made it as a

dwelling. While in the afternoon can became place in search of money to the beggar.

In this research used method of qualitative to explain the phenomena that occur in of

factors causing the occurrence of beggars and homeless. Using observations and

interview means researchers directly with the object research. The determination of

an informer done in purposive of sampling that is deliberately with criteria an

informant who has been set. Using observation, collecting data interview deep,

documentation and the study of pustaka. From the research can be known that

beggars and homeless in sub-district Tanjung Karang Central the sub-district is not a

native but they are newcomers. Research showed that of factors causing the

occurrence of beggars and homeless is presently unavailable rests in external and

internal factors. The internal factors include poverty, family, age, of physical

disabilities low-self education, low skills, the attitudes and mental, while covering the


(2)

(3)

ABSTRAK

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA GELANDANGAN DAN PENGEMIS

(Studi Pada Gelandangan dan Pengemis Kecamatan Tanjung Karang Pusat)

Oleh

ISMA RISKAWATI

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji jumlah gelandangan dan pengemis yang

semakin lama semakin meningkat, menganalisa mengenai faktor penyebab yang ada

pada diri gelandangan dan pengemis sehingga mereka memutuskan menjadi seorang

gelandangan maupun pengemis. Pandangan masyarakat terhadap gelandangan dan

pengemis adalah mereka merupakan manusia yang pemalas, tidak mau bekerja keras

untuk memperbaiki kehidupannya. Tidak ada satu orang pun menginginkan untuk

menjadi orang yang tidak memiliki rumah ataupun pekerjaan yang hanya

meminta-minta. Kota merupakan sasaran utama bagi mereka untuk mengadu nasib,

memperoleh peruntungan dalam bentuk materi untuk pemenuhan kebutuhan.

Dipilihnya kota sebagai tempat beroperasi bagi gelandangan dan pengemis karena

kota sendiri merupakan tempat yang ramai, banyak ruko, pasar, dan tempat-tempat

lainnya yang dapat dijadikan mereka sebagai hunian. Sedangkan pada siang hari bisa

dijadikan tempat mencari uang untuk para pengemis. dalam penelitian ini digunakan

metode

kualitatif untuk menjelaskan fenomena yang terjadi dalam faktor penyebab

terjadinya gelandangan dan pengemis. menggunakan observasi dan wawancara yang

berarti peneliti turun langsung dengan objek penelitian. Penentuan informan

dilakukan secara

purposive sampling

yaitu secara sengaja dengan kriteria informan

yang telah ditentukan. Pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara

mendalam, dokumentasi dan studi pustaka. Dari hasil penelitian dapat diketahui

bahwa gelandangan dan pengemis yang ada di Kecamatan Tanjung Karang Pusat

bukanlah penduduk asli kecamatan tersebut, melainkan mereka adalah pendatang.

Hasil penelitian menunjukan bahwa, faktor penyebab terjadinya gelandangan dan

pengemis ini tidak ada terletak pada faktor internal dan eksternal. Faktor internal

meliputi kemiskinan, keluarga, umur, cacat fisik rendahnya pendidikan, rendahnya


(4)

(5)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kota merupakan suatu wilayah yang pemukimannya relatif besar, padat dan permanen, serta dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Keadaan tersebut didukung karena wilayah perkotaan merupakan pusat perekonomian, kebudayaan, politik dan pemerintahan sehingga banyak masyarakat yang berdatangan ke kota bahkan menetap. Tumbuh pesatnya penduduk di perkotaan tidak seimbang dengan ruang yang ada dan peluang pekerjaan di perkotaan. Hal inilah yang akan menjadi permasalahan kota. Persaingan hidup yang keras di perkotaan, membuat mereka yang tidak memiliki keterampilan ataupun tingkat pendidikan yang tinggi akan kehilangan peluang untuk mendapatkan penghidupan sebagaimana mestinya.

Wilayah perkotaan tidak terlepas dengan masalah kemiskinan. Kemiskinan ini merupakan keadaan dimana seseorang atau kelompok yang tidak mampu memenuhi kebuituhan hidupnya. Ketidakmampuan seseorang dalam pemenuhan kebutuhannya bisa disebabkan karena keadaan fisik yang cacat, keterampilan terbatas, pendidikan yang rendah, bahkan tidak adanya ruang gerak bagi mereka untuk berkreasi dan beriniovasi.


(6)

Keadaan seperti ini yang menjadi lingkaran tak berujung bagi masyarakat miskin. Tidak adanya kesempatan bagi mereka untuk memiliki ruang gerak mengakibatkan mereka menjadi manusia yang tidak produktif. Hasilnya mereka akan tetap berada pada garis kemiskinan,bahkan mereka lebih memilih hidup menggelandang dan meminta-minta. Masalah seperti ini bukanlah masalah baru melainkan masalah yang sudah menjamur dan belum terselesaikan.

Bandar Lampung sendiri merupakan salah satu dari banyak kota yang memiliki masalah yang sama. Masalah kemisikinan yang menimbulkan adanya gelandangan dan pengemis nampaknya sudah menjadi pemandangan kota Bandar Lampung. MenurutPERDAKota Bandar Lampung No. 3 Tahun 2010 gelandangan merupakan seseorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai norma kehidupan yang layak dalam masyarakat tidak mempunyai mata pencaharian dan tidak mempunyai tempat tinggal. Sedangkan pengemis ialah seseorang atau kelompok yang bertindak atas nama lembaga sosial yang mendapat penghasilan dengan cara meminta-minta di jalan atau ditempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.

Jumlah gelandangan dan pengemis ini tidak pernah tercatat secara jelas ataupun akurat karena menurut pendapat Muzarin Daud menjelaskan bahwa:

“Gelandangan dan pengemis ini fleksibel, mereka berpindah tempat sehingga sangat sulit mendata jumlah yang akurat”.

Catatan dinas Sosial kota Bandar Lampung pada tahun 2010-2012 mencatat jumlah gelandangan dan pengemis mengalami peningkatan.


(7)

Hal ini bisa dilihat dari tabel jumlah gerlandangan dan pengemis Kota Bandar Lampung pada tahun 2010-2010.

Tabel 1. Jumlah gelandangan dan pengemis tahun 2010-2012

No Tahun Jumlah

1 2010 55 orang

2 2011 65 orang

3 2012 73 orang

Jumlah 193 orang

Sumber data Dinas Sosial 2010-2012

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah gelandangan dan pengemis di kota Bandar Lampung mengalami peningkatan ± 5 % setiap tahunnya yakni dari tahun 2010-2012.

Untuk penanggulangan masalah gelandangan dan pengemis, Pemerintah Daerah kota Bandar Lampung mengeluarkan PERDA No.3 Tahun 2010 tentang “Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis”. Dalam perda ini juga dijelaskan mengenai penanggulangan masalah gelandangan dan pengemis yang dijelaskan dalam butir pasal 8 yaitu:

1. Usaha penanggulangan merupakan usaha untuk meminimalkan atau membebaskan tempat-tempat umum dari anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang ditujukan baik kepada seseorang maupun kelompok.

2. Usaha penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Razia

b. Perlindungan

c. Pengendalian sewaktu-waktu d. Penampungan sementara e. Pendekatan awal

f. Pengungkapan dan pemahaman masalah g. Pendampingan sosial


(8)

Dengan dikeluarkannya PERDA tersebut diharapkan dapat mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis yang ada di kota Bandar LampungMengingat jumlah gelandangan dan pengemis semakin meningkat setiap tahunnya. Berkurangnya jumlah gelandangan dan pengemis ini sangat berpengaruh dengan keadaan lingkungan kota Bandar Lampung. Diharapkan dengan berkurangnya jumlah gelandangan dan pengemis kota Bandar lampung menjadi kota yang bersih, rapih dan lebih nyaman seperti isi dari slogan yang terpampang di atas gapura-gapura yang ada di kota Bandar Lampung yaitu Lampung Tapis Berseri. Akan tetapi, pada kenyataannya masalah gelandangan dan pengemis inibelum sepenuhnya tertangani. Masih terlihatnya gelandangan dan pengemis terutama di pusat kota yang menjadi pusat perekonomian seperti pasar-pasar, emperan toko bahkan dijembatan-jembatan penyebrangan.

Dampak yang dapat ditimbulkan dengan adanya gelandangan dan pengemis ialah keadaan lingkungan yang kotor. Pada umumnya gelandangan tinggal atau tidur di teras-teras toko, bawah jembatan bahkan bawah pohon yang beralaskan kardus atau koran-koran bekas. Ketika mereka berpindah tempat, acapkali meninggalkan alas tempat tidur mereka sehingga meninggalkan sampah yang berujung pada masalah kebersihan. Selain itu adanya gelandangan dan pengemis ini juga menyebabkan rasa ketidaknyamanan masyarakat luas. Contohnya saja ketika mereka beroperasi di jembatan-jembatan penyebrangan ataupun di teras toko yang memungkinkan banyak orang yang melewatinya sehingga cukup menganggu pengguna jalan tersebut.


(9)

Adanya pengemis juga cukup meresahkan masyarakat, banyak yang menganggap bahwa adanya pengemis dan gelandangan sangat mengganggu masyarakat. Keberadaan mereka bisa saja mengakibatkan masalah kejahatan (kriminal). Dari masalah-masalah inilah yang nantinya keberadaan mereka benar-benar tidak di harapkan oleh masyarakat luas. Sebagai contoh ketika anak-anak kecil yang mengemis di lampu- lampu merah, seringkali mereka memaksa meminta, dan ketika si pengendara mobil tidak memberi, anak-anak ini kemudian menggoreskan suatu benda baik itu paku, maupun benda tajam lainnya sehingga body mobil bisa tergores. Hal ini terkadang tidak disadari oleh pengendara mobil, dan mereka mengetahuinya ketika setelah turun dari mobil.

Penyebab adanya gelandangan dan pengemis ini dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dalam keadaan individu yang mendorong mereka untuk menggelandang dan mengemis. Faktor internal ini meliputi: kemiskinan, keluarga,cacat fisik umur, rendahnya keterampilan, rendahnya pendidikan dan sikap mental. Sedangkan faktor eksternal mencakup lingkungan, letak geografis dan lemahnya penanganan masalah gelandangan dan pengemis. menurut hasil pengamatan sementara, diketahui bahwa Faktor internal dan eksternal ini merupakan faktor penyebab mereka menjafi gelandangan dan pengemis.

Faktor internal seperti kemiskinan dapat dilihat dari kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup. Meningkatnya harga sejumlah kebutuhan pangan yang tidak seimbang dengan pendapatan yang diterima membuat mereka tetap bertahan dalam keadaan tersebut yang sebenarnya ketidaan ini tidak diinginkan. .


(10)

Sedangkan keluarga yang tidak harmonis atau anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang secara utuh dari kedua orang tuanya cenderung berperilaku untuk mencari perhatian orang lain. Tidak mendapatkan kasih sayang ini, bisa terjadi dari perceraian orang tuanya, hubungan terhadap keluarga yang tidak harmonis dan lain sebagainya.

keadaan tubuh yang tidak sempurna (cacat) membuat mereka terbatas dalam melakukan aktivitas bahkan dalam mendapat pekerjan yang layak sehingga mereka menjadi pekerja yang meminta-minta. Menginjak usia yang tidak produktif lagi membuat mereke harus kehilangan kesempatan kerja. Faktor rendahnya keterampilan dapat dilihat mengapa mereka menjadi gelandangan dan pengemis, jika seseorang mempunyai keterampilan yang lebih baik pasti mereka enggan melakukan pekerjaan seperti ini. Faktor rendahnya pendidikanini juga berkaitan dengan faktor kemiskinan dan rendahnya keterampilan. Seseorang yang tidak mampu untuk bersekolah, mayoritas disebabkan oleh keadaan ekonomi yang serba kekurangan atau miskin, sehingga keterampilan yang mereka punya tidak pernah terasah. Selain itu dunia kerja saat ini membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, dan memilih orang-orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, oleh karena itu bagi yang berpendidikan rendah tidak mempunyai kesempatan mendapat pekerjaan yang layak.

Faktor internal yang meliputi sikap dan mental dapat diketahui ketika yang menjadi gelandangan dan pengemis ini adalah orang-orang yang usianya masih muda dan kuat untuk bekerja lainya bukan menjadi gelandangan dan pengemis.


(11)

Terlihat bahwa mereka merupakan orang-orang yang mempunyai sikap malas bekerja, tidak mempunyai suatu kegigihan dalam, mencapai kehidupan yang lebih baik dan cenderung bergantung pada orang lain.

Faktor eksternal yang mencakup lingkungan dan letak geografis ini dilihat dari mana mereka berasal. Gelandangan dan pengemis ini banyak juga yang bukan penduduk asli kota Bandar Lampung, atau sering disebut dengan transmigran. Mereka merupakan pendatang yang tidak mempunyai skill dan rumahsehingga menggelandangdan mengemislah yang dipilih. Banyak yang mengganggap bahwa hidup di kota lebih enak dari pada desa. Lebih ramai,bahan-bahan pangan tersedia secara lengkap, lebih mudah transportasinya tapi tanpa mereka sadari untuk mendapatkan itu semua tidak secara gratis melainkan banyak biaya yang harus dikeluarkan. Bagi yang mempunyai penghasilan yang cukup pasti dapat memenuhi kebutuhan tersebut namun bagi para pendatang yang tidak memiliki penghasilan lebih kebutuhan tersebut sulit untuk terpenuhi. Sedangkan faktor lemahnya penanganan masalah gelandangan dan pengemis ini dapat dilihat dari bagaimana upaya pemerintah dalam menangani gelandangan dan pengemis. Dijalankan atau tidak peraturan daerah untuk mengatasi masalah gelandangan dan pengemis sehingga dapat dilihat hasilnya apakah gelandangan dan pengemis semakin berkurang atau sebaliknya.

Berdasarkan uraian di atas peneliti kemudian bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui lebih jauh tentang faktor penyebab terjadinya gelandangan dan pengemis dengan mengambil studi pada gelandangan dan pengemis yang ada di kecamatan Tanjung Karang Pusat kota Bandar Lampung.


(12)

Tanjung Karang Pusatmerupakan salah satu tempat pusat kota atau pusat perekonomian. Ramainya tempat ini bisa dijadikan mereka sebagai ladang mata pencaharian bagi para pengemis. Banyaknya ruko-ruko atau toko yang berdiri di daerah ini bisa dijadikan sebagai tempat berteduh atau tidur bagi para gelandangan. Sehingga besar kemungkinan ditemukan para gelandangan dan pengemis di tempat ini.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahannya dapat dirumuskan adalah “faktor apa yang menyebabkanterjadinya gelandangan dan pengemis kota Bandar Lampung (studi pada gelandangan dan pengemis di kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung)”.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka dalam penelitian ini akan dibatasi masalahnya pada mengetahui faktor penyebabterjadinya gelandangan dan pengemiskota Bandar Lampung dengan mengambil studi pada gelndangan dan pengemis di kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung”.

D.Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebabterjadinya gelandangan dan pengemis terutama yang ada di Tanjung Karang pusat.


(13)

Pemahaman faktor-faktor tersebut diharapkan dapat menjadi acuan untuk mengatasi masalah gelandangan dan pengemis

E. Kegunaan Penelitian

a) kegunaan penelitian terhadap bidang akademik, penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi secara empirik dan pengetahuan seputar faktor-faktor penyebab terjadinya gelandangan dan pengemis Kota Bandar lampung.Penelitian ini mengambil studi pada gelandangan dan pengemis di kecamatan Tanjung Karang Pusat kota Bandar Lampung.

b) Kegunaan penelitian terhadap dunia praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi/ masukan tambahan bagi Dinas Sosial Kota bandar Lampung dalam menanggulangi masalah gelandangan dan pengemis dengan cara melihat faktor-faktor yang menyebabkan mereka menjadi gelandangan dan pengemis.


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Menurut Undang-undang No. 11 Tahun 2009, kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dam mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya

Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi (keadaan) dapat terlihat dari Rumusan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial pasal 2 ayat 1 :

“ Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materil maupun spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”


(15)

Sedangkan pengertian kesejahteraan sosial Menurut Walter Friedlander dalam Isbandi Ruminto (1994:4)

“Kesejahteraan sosial ialah “sistem yang teroganisir dari institusi dan pelayanan sosial, yang dirancang untuk membantu individu ataupun kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih baik”.

Pendapat lain tentang kesejahteraan sosial yaitu “ keseluruhan usaha sosial yang teroganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan konstek sosialnya. Di dalamnya tercakup pula kebijakan dan pelayanan yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat, seperti pendapatan; jaminan sosial; kesehatan; perumahan; pendidikan; rekreasi; tradisi budaya; dan lain sebagainya”

Menurut PERDA NO. 3 Tahun 2010 tentang Gelandangan dan Pengemis menyebutkan pengertian kesejahteraan sosial yang tertulis dalam pasal 1 yaitu “suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan kententraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga dan masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusiaserta tanggung jawab sosial.

Dari berbagai definisi diatas sekurang-kurangnya dapat ditangkap pengertian kesejahteraan sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk


(16)

meningkatkan taraf hidup manusia, baik itu di bidang fisik, mental, emosional, sosial ekonomi, maupun kehidupan spiritual.

Terdapat empat cara pandang kesejahteraan sosial munurut Isbandi Rukminto (1994),yaitu sebagai berikut:

1. Kesejahteraaan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi) 2. Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu

3. Kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang kegiatan,dan 4. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan

Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu merupakan terbilang suatu hal yang baru pada awal abad ke-20 dan salah satu ciri dari ilmu kesejahteraan sosial adalah upaya pengembangan metodelogi (termasuk didalamnya aspek strategi dan teknik) untuk menangani berbagai masalah sosial, baik tingkat individu, kelompok, keluarga, maupun masyarakat (baik lokal, regional, ataupun internasional).

Kesejahteraan sebagai suatu bidang kegiatan dan gerakan merupakan suatu gerakan yang memiliki tujuan bahwa masalah-masalah kesejahteraan sosial merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh dunia, baik secara global maupun parsial. Oleh sebab itu, banyak bermunculan gerakan-gerakan dalam wujud organisasi lokal, regional, maupun internasional yang berusaha menangani masalah-masalah kesejahteraan sosial tersebut.

Perhatian masyarakat akan taraf hidup yang lebih baik dari warganya diwujudkan dengan penyediaan berbagai bentuk usaha kesejahteraan sosial yang kongkret.


(17)

Usaha kesejahteran sosial ini mengacu pada program pelayanan dan berbagai kegiatan secara kongkret (nyata) berusaha menjawab kebutuhan masyarakatnya. Berdasarkan pernyataan diatas, kesejahteraan sosial tidak akan ada maknanya jika tidak diterapkan dalam bentuk usaha kesejahteraan sosial yang nyata dimana menyangkut kesejahteraan masyarakat. Banyak masalah yang dihadapi masyarakat dewasa ini tidak terlepas dari dampak dari perubahhan sosial yang termasuk didalamnya adalah efek dari urbanisasi dan industrialisasi.

Konsep kesejahteraan sosial menurut Nasikun (1993) dapat dirumuskan sebagai makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empat indikator yaitu: (1) rasa aman (security), (2) Kesejahteraan (welfare), (3) Kebebasan (freedom), (4) Jati diri (identity)

Biro Pusat Statistik Indonesia (2000) menerangkan bahwa, guna melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran, antara lain:

1. Tingkat pendapatan keluarga

2. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk pangan dengan non pangan

3. Tingkat pendidikan keluarga 4. Tingkat kesehatan keluarga, dan

5. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah rangga

Menurut Kolle (1974) dalam Bintaro (1989: 44), kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan:

1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan dan sebagainya;

2. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam dan sebagainya;

3. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya dan sebagainya;


(18)

4. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual seperti moral, etika, keserasian penyesuaian, dan sebagainya.

Sedangkan menurut Drewnoski (1974) dalam Bintarto (1989: 45), melihat konsep kesejahteraan dari tiga aspek; (1) dengan melihat pada tingkat perkembangan fisik (somatic status), seperti nutrisi, kesehatan, harapan hidup dan sebagainya, (2) dengan melihat pada tingkat mentalnya, (mental/ educational status) seperti pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya, (3) dengan melihat pada intregrasi dan kedudukan sosial (social status).

Dalam memahami realitas tingkat kesejahteraan, pada dasarnya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan tingkat kesejahteraan anatara lain: (1) sosial ekonomi rumah tangga atau masyarakat, (2) struktur kegiatan ekonomi sektoral yang menjadi dasar kegiatan produksi rumah tangga atau masyarakat, (3) potensi regional (sumberdaya alam, lingkungan dan insfrastruktur) yang mempengaruhi perkembangan struktur kegiatan produksi, dan (4 kondisi kelembagaan yang membentuk jaringan kerja produksi dan pemasaran pada skala lokal, regional dan global (Taslim, 2004: 33)

Menurut Thelma Lee Mendoza dalam Isbandi Rukminto (1994:8) terdapat tiga tujuan utama yang terkait dengan kesejahteraan sosial (yang pada umumnya berhubungan dengan upaya memperoleh sumber daya yang terbatas):

1. Tujuan yang bersifat kemanusiaan dan keadilan sosial (humanitarian and social justice goals)

Tujuan kesejahteraan sosial ini berakar dari gagasan ideal demokratik mengenai keadilan sosial, dan hal ini berasal dari keyakinan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki.


(19)

Meskipun potensi tersebut kadang kala tertutup karena adanya hambatan fisik, sosial, ekonomi, psikis, dan berbagai faktor lainnya yang menghambat dirinya untuk mengenali potensi yang ia miliki.

Berdasarkan tujuan ini, usaha kesejahteraan sosial banyak diarahkan pada upaya pengidentifikasikan kelompok yang paling mempunyai ketergantungan; kelompok yang paling terlantar; ataupun kelompok yang tidak mampu menolong dirinya sendiri, dan menjadikan mereka kelompok sasaran dalam kaitannya dengan upaya menjembatani sumber daya yang langka.

2. Tujuan yang berkaitan dengan pengendalian sosial (social control goal) Tujuan ini berdasarkan pemahaman bahwa kelompok yang tidak diuntungkan; kekurangan; ataupun tidak terpenuhi kebutuhannya dapat melakukan “serangan” (baik secara individu atau kelompok) terhadap masyarakat ( terutama yang sudah mapan). Oleh karena itu masyarakat tersebut harus berupaya untuk “mengamankan’ diri dari sesuatu yang dapat mengancam kehidupan; pemilikan; maupun stabilitas politik yang sudah berjalan. “Ancaman” seperti ini biasanya dimunculkan oleh kelompok yang kurang mempunyai kesempatan dan sumber daya untuk mendapatkan taraf hidup yang memadai. Usaha kesejahteraan sosial yang diberikan pada pelaku “kejahatan” baik remaja maupun dewasa merupakan salah satu perwujudan dari tujuan pengendalian sosial dari kesejahteraan sosial.

3. Tujuan yang terkait dengan pembangunan ekonomi (Economic Development Goal)

Tujuan pembangunan ekonomi memprioritaskan pada program-program yang dirancang untuk meningkatkan produksi barang dan pelayanan yang diberikan, ataupun berbagai sumber daya lain yang dapat memberikan sumbangan terhadap pembangunan ekonomi.

Ciri-ciri masyarakat sejahtera:

1. Masyarakat yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya; 2. Memiliki tempat tinggal yang layak;

3. Dapat bersekolah; 4. Masyarakatnya mandiri.


(20)

Dari penjelasan di atas mengenai kesejahteraan sosial, dapat diambil kesimpulan bahwa kesejahteraan sosial merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup manusia yang di dalam mencakup pemenuhan kebutuhan hidup. Masyarakat dikatakan sejahtera ketika mereka dapat hidup mandiri, memiliki tempat teinggal yang layak, dapat menjalani kehidupan sebagaimana mestinya seperti dapat bersekolah, beribadah dan juga dalam pemenuhan kebutuhannya.

B. Pengertian Masalah Sosial

Masalah sosial merupakan masalah yang menyangkut nilai-nilai sosial tata moral. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto (1982: 312) masalah sosial juga dapat diartikan sebagai suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial tersebut, sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial.

Menurut Lesiledalam Abu Ahmadi (1997: 13) masalah-masalah sosial dapat didefinisikan sebagai sesuatu kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sebagaian besar warga masyarakat sebagai sesuatu yang tidak diiinginkan atau tidak disukai dan yang karenanya dirasakan perlunya untuk diatasi atau diperbaiki. Unsur-unsur yang pertama dan pokok dari masalah sosial adalah adanya suatu perbedaan yang mencolok antara nilai-nilai dengan kondisi nyata dalam kehidupan. Artinya adanya kepincangan-kepincangan antara anggapan-anggapan masyarakat tentang apa yang seharusnya terjadi, dengan apa yang terjadi dalam kenyatan hidup.


(21)

Menurut Nisbet dalam Abu Ahmadi (1997: 2), yang membedakan masalah sosial dengan masalah lainnya adalah

“Bahwa masalah sosial selalu ada kaitannya yang dekat dengan nilai-nilai moral dan pranata-pranata sosial, serta selalu ada kaitannya dengan hubungan-hubungan manusia dan dengan konteks-konteks normatif di mana hubungan-hubungan manusia terwujud”.

Menurut pendapat Horald A dalam Muhammad Suud (2006:98), ada empat sumber timbulnya masalah social, yaitu:

1. Berasal dari factor-faktor ekonomis, antara lain kemiskinan, pengangguran dan sebagainya.

2. Berasal dari factor biologis, antara lain meliputi penyakit-penyakit jasmaniah dan cacat.

3. Disebabkab oleh factor psikologis, seperti sakit saraf, jiwa, lemah ingatan, sawan mabuk alkohol, sukar menyesuaikan diri, bunuh diri dan lain-lain.

4. Berasal dari faktor kebudayaan, seperti masalah-masalah umur tua, tidak punya tempat kediaman, janda, perceraian, kejahatan dan kenakalan anak-anak muda, perselisihan-perselisihan agama, suku dan ras.

Berdasarkan uraian penjelasan mengenai masalah sosial diatas dapat dirumuskan bahwa masalah sosial adalah masalah yang terjadinya karena adanya ketidaksesuaian norma atau nilai yang terkandung di dalam masayarakat dengan pengaplikasiannya norma atau nilai tersebut dalam kehidupan nyata yang dijalani oleh masyarkat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadinya masalah sosial terjadi ketika adanya kepincangan atau tidak selarasnya suatu nilai yang terkandung dalam masyarakat dengan kehidupan nyata, sehingga di dalam masyarakat tidak lagi menjalani kehidupannya sesuai dengan nilai yang terkandung dan cenderung akan melakukan penyimpangan.


(22)

C. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok meliputi pangan, pakaian, papan. Emil Salim dalam Hartomo dan Arnicun Aziz (2001: 329) menyatakan bahwa mereka dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok, seperti pangan, pakaian, tempat berteduh dan lain-lain. Atau dengan istilah lain kemisikinan itu merupakan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok, sehingga mengalami kerusuhan, kesengsaraan atau kemelaratan dalam setiap langkah hidupnya.

Menurut Parsudi Suparlan dalam Abu Ahmadi, (1997:326) menyatakan bahwa:

kemiskinan adalah seabagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampaknya berpengaruh terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.

Kemiskinan menurut Hartomo dan Arnicum Aziz, (2001:316) dapat dikategorikan dalam tiga unsur, yaitu: (1) Kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau mental seseorang, (2) kemiskinan yang disebakan oleh bencana alam, (3) kemiskinan buataan.

Kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah biasanya orang-orang tersebut tidak bisa berbuat secara maksimal sebagaimana manusia lainnya yang sehat jasmani, misalnya karena cacat badaniah sehingga mereka bekerja secara tidak wajar yaitu dengan cara meminta-minta.


(23)

Menurut ukuran produktivitas kerja, mereka tidak bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal malah lebih bersifat konsumtif. Sedangkan yang menyangkut mental, biasanya mereka malas bekerja secara wajar sebagaimana manusia lainnya. Tindakan-tindakan seperti itu dapat menyebabkan kemiskinan pada dirinya sendiri dan menimbulkan beban bagi masyarakat karena sifatnya yang tidak produktif.

Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam apabila tidak segera diatasi maka akan menimbulkan suatu beban bagi masyarakat umum lainnya. Mereka yang terkena bencana alam, umumnya tidak memiliki tempat tinggal bahkan sumber-sumber daya alam yang mereka miliki habis karena terkena bencana alama. Upaya pemerintah dalam menangani masalah ini biasanya dengan cara memberikan bantuan secukupnya dan mentransmigrasikan mereka ketempat yang lebih aman dan memungkian mereka untuk hidup yang lebih layak. Sedangkan kemiskinan buatan disebut juga dengan kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang ditimbulkan oleh dan dari struktur-struktur ekonomi, sosial, dan kultur politik.

Kemiskinan bukanlah sesuatu yang terwujud sendiri terlepas dari aspek-aspek lainnya, akan tetapi kemiskinan dapat terwujud dari hasil interaksi antara berbagai aspek yang ada dalam kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut, terutama aspek sosial dan ekonomi. Aspek sosial adalah adanya ketidaksamaan sosial si antara sesama warga masyarakat yang bersangkutan, seperti perbedaan suku bangsa, ras, kelamin, usia yang bersumber dari corak sistem pelapisan sosial yang ada di dalam masyarakat.


(24)

Sedangkan kemiskinan dari aspek ekonomi ialah adanya ketidaksamaan di antara sesama warga masyarakat dalam pemenuhan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan pengalokasian sumber-sumber ekonomi.

Menurut Abu Ahmadi (1997: 327) penggolongan seseorang atau masyarakat dikatakan miskin, ditetapkan dengan menggunakan tolak ukur. Tolok ukur yang umumnya dipakai adalah tingkat pendapatan dan kebutuhan relatif

Ciri-ciri masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan menurut Hartono dan Arnicun (2001: 318) adalah sebagai berikut:

1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti: tanah, modal, keterampilan dan sebagainya

2. Tidak memilki faktor produksi kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha

3. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan

4. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self ployed), berusaha apa saja

5. Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan

Faktor-faktorpenyebab timbulnya kemiskinan. Menurut Hartono dan Arnicun (2001: 329) ada beberapa faktor penyebab timbulnya kemiskinan, yaitu:

a. Pendidikan Yang Terlampau Rendah

Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan keterampilan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja. Atas dasar kenyataan di atas disebut miskin karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk kebutuhan pokoknya.


(25)

b. Malas Bekerja

Sikap malas merupakan suatu masalah yang cukup memprihatinkan, karena masalah ini menyangkut mentalitas dan kepribadian seseorang. Adanya sikap malas ini seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja atau bersikap pasif dalam hidupnya (sikap bersandar nasib). Sikap malas ini cenderung untuk menggantungkan hidupnya pada orang lain, baik pada keluarga, saudara atau famili yang dipandang mempunyai kemampuan untuk menanggung kebutuhan hidup mereka.

c. Keterbatasan Sumber Alam

Kemiskinan akan melanda suatu masyarakat apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Sering dikatakan oleh para ahli, bahwa masyarkat itu miskin karena memang dasarnya “alamiah miskin’.

Alamiah miskin yang di maksud di sini adalah kekayaan alamnya, misalnya tanah berbatu-batu, tidak menyimpan kekayaan mineral dan sebagainya. Dengan demikian layaklah kalau miskin sumber daya alamnya maka miskin juga masyarakatnya.

d. Terbatasnya Lapangan Kerja

Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal banyak orang mengatakan bahwa seseorang/ masyarakat harus mampu menciptakan lapangan kerja baru. Tetapi secara faktual hal tersebut kecil kemungkinanya, karena adanya keterbatasan kemampuan seseorang baik yang berupa “skill” maupun modal.


(26)

e. Keterbatasan Modal

Keterbatasan modal adalah sebuah kenyataan yang ada di negara-negara yang sedang berkembang, kenyataan tersebut membawa kemisikinan pada masyarakat. Seorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan. Keterbatasan modal bagi negara-negara yang sedang berkembang dapat diibaratkan sebagai suatu lingkaran yang tak berujung pangkal baik dari segi permintaan akan modal maupun dari segi penawaran akan modal.

f. Beban Keluarga

Semakin banyak anggota keluarga akan semakin banyak/ meningkat pula tuntutan/ beban untuk hidup yang harus dipenuhi. Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningkatan pendapatan sudah pasti akan menimbulkan kemiskinan karena mereka memang berangkat dari kemiskinan. Kenaikan pendapatan yang dibarengi dengan pertambahan jumlah keluarga, berakibat kemiskinan akan tetap melanda dirinya dan bersifat latent.

Upaya-upaya pemecahan masalah kemiskinan yang paling urgen menurut Hartomo dan Arnicun Aziz (2001: 331) sebagai berukut:

a. Latihan Pendidikan Keterampilan

Dengan adanya latihan keterampilan ini diharapkan seseorang anggota masyarakat mempunyai bekal kemampuan untuk terjun dalam dunia kerja.


(27)

Upaya peningkatan keterampilan ini telah dilaksanakan oleh pemerintahan yaitu dengan dibentuknya balai latihan keterarampilan yang ada diberbagai kota.

b. Berwiraswasta

Modal kemampuan yang berupa keterampilan akan menunjang atau memberi bekal bagi seseorang untuk memperoleh pendapatan yang dapat diterapkan melalui dunia wiraswasta. Karena bagaimanapun juga tidak semua orang menjadi pegawai negeri, meskipun telah menyelesaikan studinya di suatu pendidikan formal. Jiwa wiraswasta perlu ditanamkan sejak anak-anak, sehingga kemampuan berusaha ada pada setiap anak atau orang.

c. Pemasyarakatan Progam Keluarga Berencana

Pemasyarakatan progam Keluarga Berencana ini sangat diperlukan terutama dalam kaitannya dengan pengendalian jumlah penduduk yang terlampau cepat. Pertumbuhan di bidang ekonomi dapat mempunyai arti kalau dibarengi dengan upaya pengendalian jumlah penduduk.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang atau kelompok tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Penyebab kemiskinan tidak hanya terfokus pada aspek ekonomi saja melainkan adanya kemiskinan yang disebabkan oleh keadaan fisik seseorang, bencana alam, dan suatu struktur.

D. Pengertian Gelandangan

Gelandangan berasal dari kata gelandang yang berarti selalu mengembara atau berkelana dan tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap


(28)

(berpindah-pindah).Menurut PERDAKota Bandar Lampung No. 3 Tahun 2010, yang dimaksud dengan gelandangan ialah seseorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, tidak mempunyai mata pencahariandan tidak mempunyai tempat tinggal tetap. Sedangkan pendapat lain tentang gelandangan yaitu, seseorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dan memerlukan bantuan untuk mendapat suatu pekerjaan

Menurut Muthalib dan Sudjarwo (dalam Iqbali: 2005) diberikan tiga gambaran umum gelandangan, yaitu:

1. Sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh masyaratnya 2. Orang yang disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai

3. Orang yang berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan.

Ciri-cri gelandangan menurut PERDAKota Bandar Lampung No. 3 Tahun 2010:

1. Hidup menggelandang ditempat-tempat umum

2. Tempat tinggal tidak tetap, di gubuk liar, emperan toko dan lain lain 3. Tidak mempunyai pekerjaan tidak tetap

4. Miskin

Terdapat pula gelandangan psykotik, gelandangan ini lebih menuju kearah pikiran dan tingkah laku. Gelandangan Psykotik merupakan gelandangan yang hidup dalam keadaan tidak sesuai, mempunyai tingkah laku yang aneh atau menyimpang dari norma-norma hidup, yang biasanya terlahir dari keluarga yang kurang mampu serta perlu mendapat bantuan.


(29)

Gelandangan psykotik ini harus dihindari oleh masyarkat karena tingkah lakunya yang tidak wajar dan cenderung melakukan sesuatu tanpa menggunakan akal pikiran yang sehat sehingga gelandangan psyikotik ini sering bertindak membahayakan.

Ciri-ciri Gelandangan Psykotik menurut PERDA No. 3 Tahun 2010 Kota Bandar Lampung:

1. Hidup menggelandang ditempat-tempat umum

2. Kehadirannya tidak diterima oleh keluarganya maupun masyarakat 3. Tempat tinggal hidupnya yang tidak tetap (emper toko dan bawah

jembatan)

4. Sering mengamuk dan berbicara sendiri

5. Penampilannya dibawah sadar atau sering tidak mengenakan pakaian 6. Tidak memiliki pekerjaan

Berdasarakan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gelandangan merupakan seseorang yang memiliki latar belakang kehidupan tidak layak seperti manusia pada umumnya dan tidak mempunyai tempat tinggal secara menetap, hidup menggelandangxserta tidak memiliki pekerjaan

E. Pengertian Pengemis

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata pengemis berasal dari kata “emis” ditambah awalan “peng” menjadi pengemis, artinya orang yang meminta-minta.

Konsep pengemis dalam PERDAN0. 3 Tahun 2010 Kota Bandar Lampung ialah seseorang atau kelompok dan atau bertindak atas nama lembaga sosial yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di jalanan atau tempat umum dengan berbagai cara atau alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.


(30)

Terdapat dua jenis pengemis menurut PERDANo. 3 Tahun 2010 Kota Bandar Lampung:

1. Pengemis Usia Produktif ; 2. Pengemis Usia Lanjut.

Pengemis usia produktif adalah pengemis yang berusia 19-59 tahun termasuk pengemis yang bertindak atas nama lembaga sosial dan panti asuhan. Sedangkan Pengemis usia lanjut adalah pengemis yang berusia 60 tahun ke atas.

Ciri-cri pengemis menurut PERDA No. 3 Tahun 2010Kota Bandar Lampung 1. Meminta-minta ditempat umum (jalanan, lampu merah, pertokoan, pasar

dll);

2. Pada umumnya bertingkahlaku agar dibelas kasihani.

Terdapat perbedaan antara pengemis dan gelandangan, perbedaan itu terletak pada tempat tinggal mereka. Pengemis biasanya memiliki tempat tinggal yang tetap bahkan mereka mempunyai kartu tanda penduduk. Sedangkan gelandangan, tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap. Tempat tinggal mereka berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain.

Berdasarkan uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengemis adalah seseorang atau kelompok yang dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan meminta-minta di jalanan atau tempat-tempat umum dengan berbagai cara atau alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.


(31)

F. Faktor Penyebab Terjadinya Gelandangan dan Pengemis

Terdapat dua faktor penyebab terjadinya gelandangan dan pengemis, yaitu faktor internal dan eskternal sebagai berikut:

1. Faktor Internal

Faktor internal yang di maksud adalah faktor yang ditimbulkan dari dalam diri gelandangan dan pengemis itu sendiri. Faktor internal ini meliputi: kemiskinan, keluarga, umur, cacat fisik, rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya keterampilan, dan sikap mental.

Faktor internal seperti kemiskinan dapat dilihat dari kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup. Meningkatnya harga sejumlah kebutuhan pangan yang tidak seimbang dengan pendapatan yang diterima membuat mereka tetap bertahan dalam keadaan tersebut. Sedangkan keluarga yang tidak harmonis atau anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang secara utuh dari kedua orang tuanya cenderung berperilaku untuk mencari perhatian orang lain. Tidak mendapatkan kasih sayang ini, bisa terjadi dari perceraian orang tuanya, hubungan terhadap keluarga yang tidak harmonis dan lain sebagainya. Keadaan tubuh yang tidak sempurna (cacat) membuat mereka terbatas dalam melakukan aktivitas bahkan dalam mendapat pekerjan yang layak sehingga mereka menjadi pekerja yang meminta-minta. Menginjak usia yang tidak produktif lagi membuat mereke harus kehilangan kesempatan kerja. Faktor rendahnya keterampilan dapat dilihat mengapa mereka menjadi gelandangan dan pengemis, jika seseorang mempunyai keterampilan yang lebih baik pasti mereka enggan melakukan pekerjaan seperti ini.


(32)

Faktor rendahnya pendidikan ini juga berkaitan dengan faktor kemiskinan dan rendahnya keterampilan. Seseorang yang tidak mampu untuk bersekolah, mayoritas disebabkan oleh keadaan ekonomi yang serba kekurangan atau miskin. Sehingga keterampilan yang mereka punya tidak pernah terasah. Selain itu dunia kerja saat ini membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, dan memilih orang-orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, oleh karena itu bagi yang berpendidikan rendah tidak mempunyai kesempatan mendapat pekerjaan yang layak.

Faktor internal yang meliputi sikap dan mental dapat diketahui ketika yang menjadi gelandangan dan pengemis ini adalah orang-orang yang usianya masih muda dan kuat untuk bekerja lainya bukan menjadi gelandangan dan pengemis. Terlihat bahwa mereka merupakan orang-orang yang mempunyai sikap malas bekerja, tidak mempunyai suatu kegigihan dalam, mencapai kehidupan yang lebih baik dan cenderung bergantung pada orang lain.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang ditimbulkan dari luar, faktor ini biasanya terpengaruh dari kondisi lingkungan. Faktor eksternal mencakup faktor lingkungan, letak geografis dan lemahnya penanganan masalah gelandangan dan pengemis.

Faktor eksternal yang mencakup lingkungan dan letak geografis ini dilihat dari mana mereka berasal. Gelandangan dan pengemis ini banyak juga yang bukan penduduk asli kota Bandar Lampung melainkan penduduk pendatang.


(33)

Kedatangan mereka kekota tidak mempunyai skill dan rumahsehingga menggelandang dan mengemislah yang dipilih.

Banyak yang mengganggap bahwa hidup di kota lebih enak dari pada desa.Lebih ramai,bahan-bahan pangan tersedia secara lengkap, lebih mudah transportasinya tapi tanpa mereka sadari untuk mendapatkan itu semua tidak secara gratis melainkan banyak biaya yang harus dikeluarkan. Bagi yang mempunyai penghasilan yang cukup pasti dapat memenuhi kebutuhan tersebut namun bagi para pendatang yang tidak memiliki penghasilan lebih kebutuhan tersebut sulit untuk terpenuhi. Sedangkan faktor lemahnya penanganan masalah gelandangan dan pengemis ini dapat dilihat dari bagaimana upaya pemerintah dalam menangani gelandangan dan pengemis, sejauh mana upaya yang telah dilakukan, sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam UU PERDA No. 3 Tahun 2010.

G. Kerangka Pemikiran

Wilayah perkotaan merupakan wilayah yang rentan akan masalah-masalah sosial. Masalah sosial ini akan terus berlanjut ketika tidak adanya penanganan yang tepat. Salah satu maslah yang sangat fenomenal di area perkotaan adalah masalah kemiskinan. Adanya kemiskinan dipicu dari ketidakmampuan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiskinan telah mengakibatkan beberapa masalah dalam kehidupan. Kemiskinan juga membuat manusia memiliki ruang gerak yang terbatas, sehingga dapat menghilangkan peluang mereka untuk mendapat penghidupan yang layak seperti manusia lainnya yang pada akhirnya manusia akan tetap bertahan dalam garis kemiskinan.


(34)

Di kota-kota besar seperti Bandar Lampung, merupakan sasaran masyarakat miskin untuk mengadu nasibnya. Banyak di antara mereka bertekat untuk bertahan hidup di kota dengan keterampilan yang terbatas sehingga pekerjaan yang mereka peroleh pun sangat tidak layak. Keterbatasan-keterbatasan ini yang mengurung mereka dalam situasi kehidupan yang sangat menyedihkan yakni kemiskinan. Suatu keadaan yang dapat memaksa bahkan mendesak mereka hidup dengan penuh kekurangan, baik kekurang dalam pemenuhan kebutuhan jasmani maupun rohani. Akibatnya seseorang atau kelompok secara terpaksa menjadi pengemis dan gelandangan. Menjadi pengemis merupakan pilihan mereka untuk memenuhi kebutuan hidupnya dan demi menjaga kelangsungan hidup mereka di kota,. Dengan bekerja seperti ini mereka bisa makan dan sebagainya karena tidak ada pekerjaan yang lebih layak lagi bagi mereka. Sedangkan hidup menggelandang mereka pilih karena tidak mampu untuk mempunyai rumah hunian yang layak, butuh biaya besar untuk mendapatkan sebuah rumah hunia di kota shingga mereka mau tak mau memanfaatkan teras-teras ruko, gedung, pasar jembatan sebagai tempat berteduh dan tempat tinggal mereka.

Keberadaan gelandangan dan pengemis sangat tidak diharapkan oleh masyarakat, karena mereka dianggap sebagai masalah yang meresahkan masyarakat. Penyebab terjadinya gelandangan dan pengemis ini bisa di lihat dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencangkup kemiskinan, umur, cacat fisik, rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya keterampilan, dan sikap mental. Sedangkan faktor-faktor eksternal mencakup kondisi lingkungan, letak geografis dan lemahnya penanganan masalah gelandangan dan pengemis.


(35)

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat digambarkan dalam skema kerangka konseptual seperti berikut:

Gambar 1: Bagan Kerangka Pikir

Faktor Penyebab: a. Faktor internal

Kemiskinan, keluarga, Umur, Cacat fisik, Rendahnya tingkat pendidikan, Rendahnya

keterampilan, dan ,Sikap mental b. Faktor Eksternal

Lingkungan, Letak Geografis, Lemahnya penanganan masalah Gepeng

Gelandangan dan Pengemis


(36)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian menurut Sugiono (2007:3) adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena penelitian ini merupakan proses menemukan pengetahuan yang mengungkap situasi tertentu khusunya pada faktor-faktor yang menyebabkan seseorang atau kelompok yang mengemis dan hidup menggelandang. Mengembangkan konsep dan menghimpun fakta yang akan dilakukan dalam penelitian ini, bukan melakukan pengujian hipotesa.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisa data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung mkana (Sugiyono, 2007: 9). Melihat pendapat diatas sesuai dengan yang di harapkan penulis untuk mengetahui dan menjelaskan/ memaparkan apa yang menjadi faktor penyebab


(37)

terjadinya gelandangan dan pengemis, maka metode penelitian kualitatif tepat digunakan sebagai tipe penelitian ini.

Dengan menggunakan metode ini, penulis akan berusaha mengetahui secara mendetail apa yang menjadi faktor penyebab seseorang atau kelompok menjadi gelandangan dan pengemis di Kecamatan Tanjung Karang Pusat. Untuk mendapatkan informasi tersebut, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan penulis dapat menjajaki secara lebih mendalam obyek yang akan diteliti pada gelandangan dan pengemis di Kecamatan Tanjung Karang Pusat. B.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa di Kecamatan Tanjung Karang Pusat merupakan wilayah perkotaan yang ramai akan pusat perekonomian sehingga banyak gelandangan dan pengemis yang mangadu nasib di wilayah ini. Selain itu alasan lain mengapa dipilihnya lokasi lingkup kecamatan karena gelandangan dan pengemis ini keberadaannya fleksibel, mereka berpindah-pindah sehingga tidak bisa di tetapkan di suatu tempat. Tempat penelitian difokuskan terhadap tempat-tempat yang ramai seperti pasar, ruko, jembatan penyebrangan, dan lampu-lampu merah di Kecamatan Tanjung Karang Pusat.

C. Fokus Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, fokus penelitian sangat penting karena melalui fokus penelitian akan dapat membatasi studi yang akan diteliti. Tanpa adanya fokus


(38)

penelitian, peneliti akan terjebak oleh melimpahnya volume data yang diperoleh di lapangan. Penerapan fokus penelitian berfungsi dalam memenuhi kriteria-kriteria, inklusi-inklusi atau masukan-masukannya, menjelaskan informasi yang diperoleh di lapangan. Dengan adanya fokus penelitian, akan menghindari pengumpulan data yang serampangan dan hadirnya data yang melimpah ruah (Mattew B dan Huberman, 1992) dalam antoni (2006).

Lexy J. Maleong dalam bukunya mengatakan bahwa tujuan dari membuat fokus penelitian adalah:

1. Untuk membatasi study agar tidak melebar.

2. Secara efektif berguna untuk menyaring informasi yang masuk.

Dengan adanya fokus penelitian, akan dihindari pengumpulan data yang melebar. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada:

1. Latar belakang kehidupan mereka

Mengenai latar belakang kehidupan lebih difokuskan terhadap kronologi kehidupan mereka sehingga menjadi gelandangan

2. Faktor yang menyebabkan mereka menjadi gelandangan dan pengemis

Faktor penyebab ini difokuskan terhadap faktor internal dan eksternal yang menyebabkam menjadi gelandangan dan pengemis. faktor internal yang akan ditanyakan adalah mengenai kemiskinan, keluarga, umur, cacat fisik, rendahnya pendidikan, rendahnya keterampilan dan sikpa mental. Sedangkan faktor eksternal yang akan ditanyakan adalah lingkungan, letak geografis.


(39)

D. Penentuan Informan

Informan adalah orang yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi penelitian dan benar-benar memiliki pemahaman yang akurat.

Dalam penelitian ini, penentuan informan ditentukan melalui teknik purposive

samplingdimana pemilihan informan dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, kemudian dibuat suatu kriteria yang digunakan dalam menentukan informan. Adapun kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Informan merupakan gelandangan dan pengemis yang cukup lama

berada di kecamatan Tanjung Karang Pusat

2. Informan merupakan petugas yang menangani langsung masalah

gelandangan dan pengemis. E. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi (pengamatan)

Secara singkat observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala pada objek penelitian (Nawawi, 1990:74), dan unsur-unsur yang tampak itulah yang disebut data atau informasi yang harus diamati dan dicatat secara langsung keadaan yang dilapangan sehingga diperoleh data atau fakta yang berhubungan dengan masalah yang dikaji. Dalam penelitian ini peneliti mengamati


(40)

faktor-faktor penyebab terjadinya gelandangan dan pengemis yang ada di kecamatan Tanjung Karang Pusat kota Bandar Lampung.

b. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau

responden dengan cara menggunakan alat yang dinamakan

interviewguide(panduan wawancara). Walaupun wawancara adalah proses percakapan yang berbentuk tatap muka, wawancara merupakan suatu proses pengumpulan data untuk penelitian (Nazir, 2005: 193-194).

Wawancara mendalam merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengam informan yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti. Wawancara mendalam dilakukan secara intensif dan berulang-ulang (Burhan, 2003: 110). Dipilihnya teknik pengumpulan data melalui wawancara ini dikarenakan dibutuhkan suatu gambaran secara jelas untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya gelandangan dan pengemis sehingga teknik wawancara mendalam ini dianggap tepat dalam penelitian ini.

c. Dokumentasi

Teknik ini dilakukan dengan mencari informasi dalam bentuk visual/ foto yang berhubungan dengan penelitian. Tujuan digunakan teknik dokumentasi isi adalah untuk memperkuat informasi yang didapat melalui wawancara mendalam.


(41)

d. Studi Pustaka

Teknik ini dilakukan dengan mencari literatur dan referensi dari buku-buku bacaan yang mengandung teori, keterangan atau laporan yang berhubungan dengan penelitian ini.

F. Analisis Data

Setelah data terkumpul, dalam hal ini adalah hasil wawancara mendalam didapatkan atau terkumpulkan. Maka selanjutnya adalah melakukan analisis data, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Menurut Nawawi dan Hadari (1992) dalam Nurhayati (2005) bahwa analisis kualitatif digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsikan, serta menafsirkan hasil penelitian dengan susunan kata sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti. Analisis data adalah suatu usaha untuk mengkaji ulang dari hasil yang telah dilakukan sehingga bisa dijadikan pola yang memiliki relevansi dengan teori-teori yang dilakukan dalam penelitian.

a. Reduksi

Analisis data secara reduksi ini dengan cara mengurangi atau menambah data-data yang diperoleh. Dalam artian memisahkan atau menggolongkan sesuai dengan kategori. Dipilihnya cara analisis data ini guna mempermudah peneliti dan pembaca dalam melihat hasil penelitian.


(42)

b. penyajian Data

kegiatan penyajian sekumpulan informasi dalam bentuk teks naratif yang di bantu dengan grafik,tabel atau bagan yang bertujuan mempertajam pemahaman peneliti terhadap informasi yang diperoleh. Akan tetapi pada penelitian yang menggunakan metode deskriptif lebih ditekankan pada penyajian data yang berbentuk naratif.

c. Penarikan Kesimpulan

Adalah mencari arti, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi.Penarik kesimpulan dilakukan secara cermat. Di sini peneliti mencoba mencari model,tema, hubungan, persamaan dan hal-hal yang sering muncul.Dalam penarikan kesimpulan ini penelitin menyimpulkan keseluruhan hasil penelitian.


(43)

(44)

(45)

(46)

(47)

(48)

(49)

(50)

(51)

(52)

(53)

(54)

(55)

(56)

(57)

(58)

(59)

(60)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan gelandangan dan pengemis diketahui sebagai berikut:

1. Faktor Internal

Faktor internal dari kondisi kemiskinan yang terus menghimpitnya mengakibatkan ketidakberdayaan seseorang sehingga terpaksa melakukan sesuatu yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu dengan menggelandang dan mengemis. Selain dari itu, karena ketidakberdayaan dan kurangnya kasih sayang dalam keluarga, mengakibatkan seseorang meninggalkan keluarganya. Untuk tetap menghidupi dirinya, ia melakukan cara dengan menggelandang dan mengemis. Faktor usia yang semakin renta membuat seseorang tidak mampu lagi bekerja lebih berat. Dari ketidakberdayaannya ini mereka cenderung melakukan pekerjaan yang ringan untuk tetap bertahan hidup. Kondisi ini yang menyebabkan seseorang yang sudah renta memilih sebagai gelandangan dan pengemis. Kondisi cacat fisik, juga membuat seseorang berada dalam keadaan yang serba terbatas dalam ruang


(61)

geraknya, sehingga pada akhirnya cenderung mendorong untuk memilih pekerjaan yang dianggapnya ringan yaitu dengan cara meminta-minta.

Dengan keadaan pendidikan, keterampilan diri yang rendah, akan mempersulit seseorang mendapat pekerjaan yang layak. Hal ini mengakibatkan terbatasnya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ketidakberdayaan ini menderong seseorang terpaksa untuk tetap bertahan hidup dengan cara menjadi gelandangan dan pengemis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hartomo dan Arnicun (2001: 329) yang menyatakan bahwa pendidikan yang rendah akan berpengaruh terhadap keterampilan yang dimiliki seseorang sehingga keadaan tersebut mendorongnya dalam garis kemiskinan.

Sifat pemalas, tidak pentingnya harga diri dan tidak memiliki rasa malu cenderung membuka peluang diri bagi seseorang untuk menjadi gelandangan dan pengemis. Sikap dan mental gelandangan dan pengemis lebih kuat terhadap hinaan dan cacian masyarakat disekitarnya. Hal ini sesuai dengan teori Muthalib dan sudjarwo yang menyatakan bahwa salah satu gambaran umum mengenai gelandangan adalah orang yang berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan. Keadaan ini yang membuat mereka tahan akan hinaan dan cacian. Perlu diketahui bahwa menjadi seorang gelandangan dan pengemis tidak semuanya berada dalam garis kemiskinan. Penghasilan sebagai pengemis ternyata lebih besar dengan pegawai negeri sipil golongan III/a, sehingga ini merupakan alasan yang sangat kuat mengapa mereka tidak meninggalkan pekerjaannya dan memilih untuk tetap bertahan sebagai pengemis. Inilah yang disebut sebagai mental pengemis.


(62)

2. Faktor Eksternal

Lingkungan yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai pengemis akan mendorong seseorang untuk mengikuti jalan yang sama. Ia akan tertarik karena melihat bahwa uang yang dihasilkan dari mengemis cukup banyak. Hal ini cenderung mendorong seseorang untuk menjadi pengemis seperti yang dilakukan penduduk sekitar. Letak geografis yang juga berpengaruh terhadap seseorang untuk menjadi gelandangan dan pengemis. Tidak adanya aset produksi yang dihasilkan oleh alam membuat sesorang hidup dalam kemiskinan, sehingga mendorong sesorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara menggelandang dan mengemis. Kemiskinan akibat keterbatasan sumber daya alam merupakan kemiskinan alamiah. Hartomo menjelaskan bahwa kemiskinan alamiah dikarenakan kondisi alam yang tidak dapat dijadikan aset produksi sehingga mengakibatkan kemiskinan bagi masyarakat yang tinggal didaerah tersebut. Faktor lemahnya penanganan masalah oleh pemerintah terhadap gelandangan dan pengemis juga mendorong seseorang untuk menjadi gelandangan dan pengemis. Tindakan penanganan yang dilakukan oleh pemerintah ternyata tidak menimbulkan efek jera, sehingga mereka akan tetap kembali lagi menjadi gelandangan dan pengemis.

B. Saran

Sebaiknya bagi gelandangan dan pengemis yang memiliki keterampilan, diberikan modal usaha untuk mengembangkan keterampilannya tersebut. Dengan tujuan mereka tidak kembali legi menggelandangan dan mengemis. Selain itu, waktu


(63)

razia sebaiknya juga dilaksanakan pada malam hari, karena gelandangan sering terlihat pada waktu malam hari.

Untuk mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis sebaiknya ketentuan larangan yang tercantum dalam BAB V Perda No. 3 Tahun 2010 harus dilaksanakan. Dalam BAB V ini tertera mengenai sanksi-sanksi yang diberikan kepada pengemis dan gelandangan serta orang yang memberikan uang atau barang lain untu pengemis dan gelandangan tersebut.Apabila ketentuan larangan untuk memberi uang atau barang kepada gelandangan dan pengemis dijalankan maka, jumlah gelandangan dan pengemis diharapkan akan berkurang karena mereka mengalami kerugian karena penghasilannya akan berkurang drastis. Namun sebelum ketentuan ini diterapkan, dibutuhkan sosialisasi terlebih dahulu terhadap pengemis dan gelandangan maupun masyarakat. sehingga mereka mengetahui larangan-larangan serta sanksi yang diberikan ketika melanggar peraturan tersebut.


(64)

(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

(73)

(74)

(75)

(76)

(77)

(78)

(79)

(80)

(81)

(82)

(83)

(84)

(85)

(86)

(87)

(88)

(89)

(90)

(91)

(92)

(93)

(94)

(95)

(96)

(97)

(98)

(99)

(100)

(1)

keberhasilan seperti mereka, dan selalu mengajariku untuk hidup lebih baik.

Para pendidikku : Guru SD, SMP, SMA serta para Dosen dengan penuh ketulusan, keikhlasan, dan kesabaran dalam memberikan ilmunya untuk bekalku meraih cita-citaku, semoga ilmu yang diberikan dapat aku manfaatkan dan semoga Alloh membalas semuanya dengan kebaikan.

Para sahabat-sahabatku, dari SD, SMP sampai SMA, dan seluruh teman seperjuanganku semangat selalu.

Keluarga besar Sosiologi dan Almamaterku tercinta Universitas Lampung.


(2)

MOTTO

Sesungguhnya Alloh tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri

(Qs. Ar-Rad 11)

Kebahagiaan itu sederhana, ketika kita melakukan apapun dengan ikhlas dan selalu bersyukur atas segala nikmat-Nya

(Isma Riskawati)

Lakukan pekerjaan tanpa harus merasa terbebani sehingga hasilnya akan maksimal


(3)

SANWACANA

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Alloh SWT, yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Faktor Penyebab Terjadinya Gelandangan dan Pengemis (Studi pada Gelandangan dan Pengemis di Kecamatan Tanjung Karang Pusat)”.

Sholawat serta salam selalu tercurah pada Nabi Agung, Muhammad Saw, Nabi yang selalu kita nantikan safa’atnya nanti.

Dengan penuh rasa hormat, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam dan setulusnya kepada:

1. Alloh SWT. ( segala puji syukur hanya bagimu ya Alloh, karena telah telah memberikanku kesembuhan dan nikmat sehat sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sampai menjadi sarjana sosial dan semoga ilmunya bermanfaat serta berkah. Terima kasih telah memberikanku orang tua, keluarga, dan orang-orang yang sangat menyangangiku. Semoga aku selalu berada dalam rahmat-Mu menempuh jalan hidup, menempuh kesuksesan dengan Ridho-Mu. Amin)


(4)

2. Teristimewa untuk kedua orang tuaku ayah dan ibuku tercinta, yang selalu memberikan dukungan, didikan, doa serta kasih sayangnya. Selalu sabar dalam memdidikku terima kasih ayah ibu, ketulusan kasih sayang, ketulusan atas segala doa-doa ayah ibu, semoga menghantarkanku dalam pintu kesuksesan. Amin. Isma sayang ayah dan ibu;

3. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M. Si. selaku Dekan FISIP Universitas Lampung;

4. Bapak Drs. Susetyo, M. Si. selaku Ketua Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung,serta selaku Pembahas Dosen atas kritik dan saran yang membangun dalam skripsi ini;

5. Bapak Drs. Abdul Syani, M. IP. Selaku Pembimbing Utama atas kesediaan dan kesabaran dalam memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyusunan skripsi ini, serta nasehat dan banyak pengalaman yang selalu diberikan;

6. Ibu Dr. Erna Rochana, M. Si. Selaku Pembimbing Akademik;

7. Seluruh staf pengajar dan akademik di Jurusan Sosiologi dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan semoga ilmu yang saya terima dapat berguna bagi saya dan orang-orang sekitar saya;

8. Seluruh informan, yaitu Staf Pegawai Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dan gelandangan serta pengemis di Kecamatan Tanjung Karang Pusat; 9. Kakak-kakakku tersayang (Endang dan Eti) dan kakak iparku (Nukhin

dan Toni) yang telah banyak memberi dukungan dan doanya, Isma sayang kalian;


(5)

10. Keponakanku (Enzio dan Syifa) sayang, makasih melihat kalian memacu semangat tante. Makasih yaaa i love you;

11. Keluarga besarku (kakek, nenek, paman, tante, sepupu-sepupuku) yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas doa, dukungannya serta nasehat yang telah diberikan;

12. Buat kamu yang selalu ada untukku, terimakasih atas kesabaran, kesetiaan, dan ketulusanmu yang selama ini sudah mengisi hari-hariku, sudah mengajarkanku untuk jadi yang lebih baik. Tetap jadi seseorang yang aku kenal ya, semangat juga untuk kamu dalam meraih mimpi-mimpimu untuk jadi nyata;

13. Teman-teman SD, SMP dan SMAku (Ayi, pipit, mu’arif, anden, ayu, yayu’, ganda, edo, dan semuanya) yang tidak bisa kusebutkan satu persatu terimaksih kalian adalah motivasiku;

14. Sahabat-sahabat kecilku Dewi, Ghea, Elsa, Dimas, Bangkit, Kholis, dan masih banyak lagi yang tidak bisa kesebutkan satu persatu, terimakasih sudah menjadi sahabat yang baik. Aku sayang kalian;

15. Teman-teman seperjuangan Sosiologi 2009, Bekti “kanjeng mami” makasih udah nemenin penelitian malem-malem sampai basah kuyup, Teh Lia, Devi, Inayah, Irma, Deni, Mares (ketupek), Bang Dodi, Dirga (Jambi), Dauzan, Tahta, Rio, Toni, Danial, Ferdi, May, Ganda, Ira, Zakia, Rika, Nisa, Gita, Mutia, Yuri, Alfani, Endik, Robby, Reza, Ade, Adi, Adit, dan semuanya yang tidak bisa kusebutkan satu persatu, terima kasih untuk semuanya sukses untuk kita, i love you;


(6)

16. Teman-teman kosanku, teh Yuni terima kasih buat waktunya mau nemenin penilitian subuh-subuh sampai kehujanan, Ganira, dek Rika, Nita, Mbak-mbak kosanku (Cie, Via siti, Via aja, Eva, Ajeng, Novi, Indah, Erma) dan semuanya yang tidak bisa ku sebutkan satu persatu terima kasih untuk semuanya;

Akhir kata, hanya Allah lah sebaik-baiknya pemberi balasan atas segala kebaikan mereka. Penulis berharap skripsi sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.

Bandar Lampung, Januari 2013 Penulis