TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tinjauan Khusus HASIL DAN PEMABAHASAN 5.1 Hasil

16

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tinjauan Khusus

Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hal-hal berikut : 1. Mengidentifikasi arsitektur tata letak, tata ruang dan tata bentuk rumah tinggal 2. Mengidentifikasi pola-pola pemanfaatan rumah tinggal 3. Merumuskan setrategi yang dapat dikembangkan untuk dapat melestarikan arsitektur tata letak, tata ruang dan tata bentuk dan pola pemanfaatan rumah tinggal 3.2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini berkontribusi pada Desa Pakraman Asak untuk mengidentifikasi permasalahan dan strategi dalam pelestarian rumah tinggal dan tradisi desa dengan independensi dan otorinas pengelolaannya. Untuk pemerintahan khusunya Desa Pertima, kecamatan dan Kabupaten Karangasem sebagai input dan evaluasi kebijakan karena desa telah ditetapkan sebagai desa tradisional dan desa budaya sebagai desa strategis penyangga pariwisata budaya di Karangasem. Hasil penelitian ini juga akan menjadi input bagi penyusunan database desa-desa Bali Aga milik Jurusan Arsitektur, FT-UNUD. Pihak internal UNUD dapat mengakses data ini dengan relatif lebih mudah. Luaran penelitian akan berpeluang menjadi makalah dalam jurnal nasional terakreditasi mengingat kontribusinya yang bersifat cukup fundamental bagi perkembangan pariwisata budaya di Bali. Selain itu, luaran penelitian akan berkontribusi dalam diseminasi seminar nasional yang akan diadakan oleh pihak Jurusan Arsitektur, FT-UNUD. 17

BAB IV METODA PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Pakraman Asak Desa Pertima Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem.

4.2. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunaakan rancangan sebagai berikut : Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif komparatif, dimana data-data fisik dan non fisik yang terkumpul baik itu data kepustakaan maupun lapangan. Jenis data berupa data kuantitatif maupun kwalitatif dikompilasi, selanjutnya akan dianalisa dan dikomparasikan dengan data-data acuan yang didapatkan melalui studi kepustakaan. Dari hasil analisa dan komparasi dikaji dan disimpulkan untuk mendapatkan suatu rekomendasi. 4.3. Prosedur Penelitian Secara umum, penelitian ini akan dilaksanakan dalam lima tahapan kerja, yaitu: 1. Kajian pustaka, yang terdiri atas review literatur, baik literatur mengenai kehidupan sosial budaya masyarakat, desa Bali Aga, maupun dari penelitian-penelitian serupa yang terdahulu mengenai rumah tinggal di Desa Pakraman Asak. 2. Studi awal yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum data fisik tata letak, tata ruang dan tata bentuk maupun data non fisik pemanfaatan dari unit- unit bangunan pada rumah tinggal di Desa Pakraman Asak. PENDATAAN KOMPILASI DATA ANALISA DAN SINTESA KESIMPULAN REKOMENDASI DESA PAKRAMAN ASAK Gambar 4.1. Lokasi Penelitian 18 3. Pengumpulan data primer yang berhubungan langsung dengan objek penelitian, mencakup aspek fisik dan non fisik, serta kaitannya dengan pemanfaatan dari unit- unit bangunan rumah tinggal di Desa Pakraman Asak. 4. Pengolahan dan analisis data yang bertujuan untuk menemukan identitas rumah tinggal dan hubungannya dengan pemanfaatannya pada unit rumah tinggal dan unit lingkungan desa. 5. Penarikan kesimpulan penelitian. 4.4. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yang didukung pula oleh data kuantitatif. Jenis data yang akan dikumpulkan adalah : data primer melalui teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi di lapangan dilakukan pendataan, baik berupa tabel, pemetaan, perekaman video, dan pemotretan ; data sekunder didapatkan dengan setudi pustaka melalui review terhadap materi-materi yang relevan deangan data dan bahasan; Analisa komparatif secara deskriptif dan sintesa untuk perumusan setrategi yang dapat dikembangkan untuk dapat melestarikan arsitektur tata letak, tata ruang dan tata bentuk dan pola pemanfaatan rumah tinggal Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data-data awal terkait teori-teori dan reperensi yang berhubungan dengan arsitektur tradisional Bali, serta rangkaian tradisi-tradisi adat yang berhubungan dengan pemanfatan unit-unit bangunan pada rumah tinggal. 2. Observasi dengan melakukan pengamatan untuk didokumentasikan baik dengan pencatatan maupun pemotretan dengan kamera sebagai data primer. 3. Wawancara dengan undagi, tukang banten, pemangku dan tokoh adat secara terstruktur dengan mempersiapkan sejumlah daptar pertanyaan.

4.5. Teknik Analisis Data Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan cara sebagai berikut:

1. Identifikasi dan kompilasi data secara sistematik 2. Membuat tabulasi 3. Membuat analisa kualitatif dan kunatitatif 4. Manyimpulkan hasil 19

BAB V HASIL DAN PEMABAHASAN 5.1 Hasil

Gambar 5.2. Lay Out Rumah Tinggal I Wayan Kamas dan I Nengah Suarta Gambar 5.1. Lay Out Rumah Tinggal I Wayan Rambi alm dan I Nengah Rapi Gambar 5.3. Lay Out Rumah Tinggal dan Pelinggih Sanggah I Nengah Mesir 20 5.2 Pembahasan Pembahasan ini terdiri dari tiga bahasan yaitu : 1 identifikasi arsitektur tata letak, tata ruang dan tata bentuk rumah tinggal; 2 identifikasi pola-pola pemanfaatan rumah tinggal; 3 perumusan setrategi yang dapat dikembangkan untuk dapat melestarikan arsitektur tata letak, tata ruang dan tata bentuk dan pola pemanfaatan rumah tinggal. 5.2.1 Identifikasi Arsitektur tata letak, tata ruang dan tata bentuk Rumah Tinggal Arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Asak dapat dikenali dari beberapa aspek yaitu tata letak, tata ruang, tata bentuk, sistem struktur dan materialnya. Aspek-aspek tersebut merupakan tampilan fisik yang dapat dilihat secara langsung dan dirasakan suasananya, sehingga mampu memberikan ciri dan identitas yang spesifik. Rumah tinggal merupakan satu kesatuan bangunan yang terbentuk dari petak tapak, dibatasi oleh penyengker dengan luasan berkisar 200 - 300 M². Petak tapak dimana rumah dibangun merupakan tanah ayahan desa, sehingga kepemilikannya dikelola oleh desa dan hak guna pakainya diberikan kepada kerama pengayah desa. Artinya hanya boleh ditempati sepanjang orang tersebut ikut maayahan di desa. Petak pekarangan rumah berderet dari barat ke timur dengan dihubungkan oleh rurung- rurung yang menerus di sisi utara dan selatannya. Rurung terhubung dengan plasa-plasa di ujung-ujungya. Plasa sebagai ruang terbuka dan tempat fasilitas sosial dan fasilitas umum desa. Petak pekarangan , rurung dan plasa membentuk pola linier, memiliki sumbu utama utara selatan sebagai plasa utama. Disini dibangun faslitas utama desa seperti pura-pura pada bagian utaranya, bale banjar , permandian, pasar, bale masyarakat pada bagian tengahnya dan seme dengan Pura Dalem pada bagian selatannya. Pada petak pekarangan rumah tinggal terdapat sanggah dengan bangunan-bangunannya yang terletak pada bagian timur laut, natah dengan unit-unit bangunannya pada bagian tengah, dikelilingi penyengker sebagai pembatas dengan kori sebagai pintu masuknya dan lebuh sebagai ruang penghubung antar pekarangan dengan rurung . Antara sanggah, natah , dan penyengker dengan kori serta lebuh nya membentuk suatu hirarki ruang yang masing- masing dianggap bernilai utama, madya dan nista sebagai pengejawantahan dari filosofi tri loka menjadi tri mandala. Pada sanggah terdapat bangunan berupa pelinggih-pelinggih . Berdasarkan jenis pelinggih yang ada terdapat dua tipelogi sanggah . Tipe sanggah pertama jenis pelinggih yang ada antara lain ; Kemulan, dan Kompyang yang berjejer di timur dari utara ke selatan menghadap ke barat serta Lepitan di utara pada bagian tengah menghadap ke selatan. Gambar 5.4. Tipe Sanggah I : Pelinggih Pengayatan, Lepitan, Kemulan, Kompyang dan Kembar - Sanggah I Nengah Mesir 21 Tipe sanggah yang kedua jenis pelinggih yang ada ; Kemulan dan Kompyang yang berjejer di timur dari utara ke selatan menghadap ke barat, Padma di utara menghadap ke selatan atau ke barat, dan taksu di utara menghadap ke selatan di sebelah barat Padma . Kedua tipe sanggah dikelilingi oleh penyengker sanggah dan satu pintu masuk dengan variasi bentuk berupa candi bentar ataupun lalengen. Berdasarkan bahannya terdapat dua tipe pelinggi h yaitu pelinggih berbahan bebatuan dari tepas, batur dan sari dengan struktur masip. Tipe pelinngih yang kedua dengan tepas dan bebaturan pada bagaian bawah yang terbuat dari batu, jenis strukturnya masip dan sari nya dari kayu, berstruktur rangka. Jenis kayu yang digunakan nangka, cempaka, intaran dan majegau. Jenis bahan atapnya dari ijuk, genteng, alang-alang dan seng. Pada bagian-bagian tertentu terdapat hiasan profil kekupakan dan hiasan ornamen sudut, hiasan ornamen bidang, hiasan atap dan patung. Ornamen hiasan karangan dari flora, fauna dan dewata dengan komposisi penempatan didasarkan atas makna, simbol, serta filosofi hindu. Setiap pekarangan seperti apapun kondisi dan luasnya selalu memiliki sanggah dengan salah satu dari tipe tersebut. Pada bagian tengah pekarangan terdapat natah , sebagai ruang terbuka yang menjadi pusat orientasi dan Penunggun Karang sebagai punghulu nya. Pada natah terdapat beberapa bangunan dengan orientasi ketengah-tengahnya, bangunan tersebut antara lain seperti ; Bale Dangin, Bale Daja, Bale Dauh, Paon, Jineng, Bada dan Jempeng Kamar Mandi dan WC. Tidak semua rumah tinggal memiliki bangunan tersebut secara lengkap tetapi berbeda-beda antara rumah satu dengan rumah lainnya. Perbedaan jenis bangunan yang dibuat didasarkan atas kondisi luasnya pekarangan . Pekarangan yang sempit hanya membuat salah satu dari bale yang dapat berfungsi sebagai wadah aktivitas adat. Jenis dan varian bale yang ada antara lain Bale Dangin dengan saka 12 atau saka 6, sedangkan Bale Daja dengan saka 12 atau saka 8 meamben . Dari tata letak, kedua bale tersebut menempati Gambar 5.6. Tipe Sanggah II : Pelinggih Taksu, Padma, Kemulan, Kompyang - Sanggah I Nengah Rapi Gambar 5.5. Rong Pelinggih Kemulan dan Pelinggih Lepitan - Sanggah I Nengah Mesir 22 posisi masing-masing. Bale Daja di utara pada bagian tengah menghadap ke selatan, sedangkan Bale Dangin posisinya di timur pada bagian tengah menghadap ke barat. Bale berbentuk segi empat terdiri dari bebaturan pada bagian bawah dan badan yang berupa sesaka dengan bale nya pada bagian diatasnya. Bale merupakan bangunan yang terbuka pada satu atau dua sisinya. Filosofi bentuk-bentuk dari bale didasarkan atas filosofi tri angga yang terdiri dari bagian kepala berupa atap, bagian badan berupa sesaka, bale dan bagian kaki berupa bataran . Masing-masing bagian juga didasarkan atas bentuk filosofi tri angga . Bebaturan dengan palih tepas, batur dan sari , masing-masing terbuat dari batu padas dan bata merah dengan struktur massa masip. Struktur pondasi bebaturan merupakan pondasi setempat berbahan batu kali dan batu padas. Hiasan bebaturan berupa pepalihan dan ornamen ragam hias karangan dari flora dan fauna. Bebaturan merupakan bagian yang terpisah dengan struktur bunga. Badan Bale ada memiliki sesaka dua belas, delapan ataupun enam buah, terbuat dari jenis kayu nangka, intarann, jati, kwanitan, dengan bahan penutup atap dari genteng. Struktur badan merupakan rangka dari batang-batang yang membentuk rangka ruang, terdiri dari sesaka, lambang dan sineb , dengan pengaku sunduk, Gambar 5.8. Model Bale Daja , Natah dengan Penunggun Karang, Detail Pintu Bale Dangin - Rumah I Nengah Mesir Gambar 5.7. Model Bale Daja yang sudah mengalami perkembangan material – Rumah I Nengah Rapi 23 waton, parba dinding parba dan bale. Pada bagian-bagian tertentu dari badan seperti pada sendi, sesaka, lambang, sinab, pemade, pemucu dan seterusnya terdapat hiasan. Hiasan berupa profil kekupakan dan hiasan ornamen sudut, hiasan ornamen bidang dan hiasan atap. Hiasan ornamen ini berbahan kayu dengan finishing kombinasi antara natural, cat minyak dan perada. Bahan lantai antara lain ; keramik, bata dan batu. Bale Dauh, Paon dan Jempeng merupakan bangunan yang sebagaian besar 85 sudah mengalami perubahan pada bentuk, sistem strukturnya dan bahannya. Bale Dauh posisinya di bagian barat memanjang dari utara ke selatan menghadap ke timur. Bangunan tertutup pada keempat sisi, terbuat dari bahan pabrikan seperti batako, kaca, keramik, semen. Berstruktur rangka. Paon dan Jempeng posisinya pada arah selatan, barat daya dan barat, bangunan ini ada yang terbuka dan ada yang tertutup. Bahan kombinasi alami dan pabrikan. Jineng posisinya di barat laut, merupakan bangunan yang paling langka. Bentuknya terdiri bagian kepala, badan dan kaki. Bagian kaki merupakan bataran terbuat dari bebatuan, sedangkan badan dan kepala terbuat dari kayu dengan sisten struktur rangka. Jenis material penutupnya dari genteng dan seng. Bada sebagai kandang tempat memelihara binatang peliharaan seperti babi, ayam, sapi kambing dan lain-lainnya. Hanya sebagian kecil 15 rumah yang masih memiliki kandang, letakanya di tenggara, barat daya ataupun barat laut. Kori merupakan pintu keluar masuk dari rumah dan sebagai penghubung dengan rurung untuk mencapi lingkungan luar. Didepannya terdapat ruang terbuka yang disebut Lebuh yang merupakan ruang transisi dari luar kedalam. Bentuk kori dilandasi dengan konsep tri angga yang terdiri dari bagian kepala berupa atap, bagian badan berupa pengawak kori dan bagian kaki berupa batur nya. Atap kori ada yang terbuat dari bahan batuan yang diplester dan ada pula yang terbuat dari genteng dan alang alang dengan struktur rangka bidang berbentuk limasan. Pengawak Kori keseluruhan bentuknya merupakan bebaturan dengan berbahan bebatuan baik itu diplester dengan kapur, semen, tanah polpolan, bata merah, ekspose dan sebagainya. Strukturnya merupakan struktur massa masip, pada bagian dalam merupakan material isian non struktural. Pada bagian luarnya merupakan struktur dinding pemikul yang menyerupai kulit pembungkus dari kori tersebut. Pondasinya merupakan struktur setempat massa masip dari bahan pasangan batu kali dan batu padas dengan perekat tanah. Gambar 5.9. Kandang Celeng dan Ayam - Rumah I Nengah Mesir 24 Propil pepalihan bebaturan dilengkapi hiasan dengan ornamen berupa karangan. Perletakan dan pemakaian ornamen ukiran ragam hiasan sudut dan hiasan bidang yang lebar dan kecil diatur sesuai komposisinya masing-masing sehingga tampak indah. Bagian pintu kori terbuat dari kayu dengan bagian-bagiannya antara lain ; Ulap-ulap dedanga merupakan ambang atas kusen, Jajeneng sebagai tiang kusen, Telundagan sebagai ambang bawah kusen dan don kori sebagai daun pintunya. Kayu-kayu dihiasi dengan pepelihan propilan, pepelok dan telaga ngembeng. Kori dilengkapi dengan undag-undag tangga baik kearah luar maupun dalam. Penyengker merupakan dinding pagar pembatas sekaligus penghubung antara rumah dengan lingkungan luar disekitarnya. Penyengker dapat berupa dinding pagar pembatas. Dimana pada tempat-tempat tertentu pagar ini diberikan pintu yang dapat berupa Kori Angkul-angkul maupun Paletasan . Penyengker berbentuk dinding tembok mengelilingi batas dari petak pekarangan , dengan bentuk terdiri dari tiga bagian berdasarkan filosofi tri angga. Bagian kaki terletak pada bagian bawah merupakan batur, bagian badan merupakan pengawak yang terletak diatas batur dan bagian kepala merupakan raab atap yang terletak paling atas. Keseluruhan bentuknya merupakan bebaturan dengan berbahan dapat dari batu, tatal dan batu bata merah. Strukturnya merupakan struktur massa masip, pada bagian dalam merupakan material isian non struktural. Sedangkan bagian luarnya merupakan struktur dinding pemikul yang menyerupai kulit pembungkus dari tembok tersebut. Pondasinya merupakan struktur menerus massa masip dari bahan pasangan batu kali dan batu padas dengan perekat tanah. Pada bagian-bagian tertentu tembok penyengker ini diperkuat dengan memberikan penebalan dan pembesaran dimensi yang berbentuk pilar-pilar dengan tinggi melebihi pagar. Pilar pada pertemuan dua arah tembok yang terletak dibagian pojok disebut dengan Paduraksa . Propil pepalihan bebaturan dilengkapi hiasan dengan ornamen berupa pepalihan, pepelok dan penyu kambang. Telajakan adalah ruang terbuka dibagian luar penyengker depan yang berbatasan dengan marga ataupun rurung. Tidak semua rumah memiliki telajakan, hanya rumah-rumah yang terletak pada marga dan plasa utama yang memilkinya. Gambar 5.10. Kori dari Luar, Kori dari Dalam dan Detail Kori - Rumah I Nengah Mesir 25 5.2.2 Identifikasi Pola-pola Pemanfaatan Rumah Tinggal Berdasarkan pola pemanfaatannya arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Asak dapat dikelompokkan atas tiga bagian fungsi yaitu fungsi parhyangan persembahyangan, fungsi pawongan aktivitas kerja, sosial dan istirahat dan fungsi palemahan keamanan dan bina lingkungan. Bangunan parhyangan sebagai fungsi sakral dan privat, bangunan pawongan berfungsi profan dan semi privat, bangunan palemahan berfungsi profan dan publik, Fungsi parhyangan berkaitan dengan pemujaan dan persembahyangan terhadap leluhur dan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa . Fungsi Parhyangan terdapat di sanggah . Aktivitas pemanfaatan terdiri dari aktivitas rutin seperti persembahyangan rutin harian, rerainan purnama, tilem , kajeng kliwon , perayaan hari raya, piodalan dan usaba terkait tradisi adat. Aktivitas pemanfaatan yang insidentil seperti ; upacara manusa yadnya seperti upacara nganten, nelubulanin, meoton, metatah, ngelinggihang, dan lain sebagainya. Fungsi Pawongan berkaitan dengan bangunan yang difungsikan untuk hunian dan aktivitas sosial budaya yang mengikutinya. Bangunan dengan fungsi Pawongan ini meliputi bangunan-bangunan yang terdapat pada natah dengan banguan-banguannnya seperti Bale Dangin, Bale Daja, Bale Dauh, Paon, Jineng, Bada dan Jempeng Kamar Mandi dan WC. Terdapat beberapa model pemanfaatan bangunan-bangunan tersebut antara lain. Natah : Berfungsi sebgai pusat orientasi bangunan, dapat memiliki fungsi yang berubah-ubah antara fungsi sakral dan fungsi profan. Sehari-hari akan berfungsi profan dan saat ada upacara keagamaan akan berfungsi sakral. Secara adat natah ini memiliki fungsi yang vital dan pleksibel dalam kapasitas dan fungsi. Seluruh aktivitas sosial budaya dan keagamaan memerlukannya. Bale Daja dan Bale Dangin Bangunan ini berfungsi untuk tempat tidur dan aktivitas keagamaan, dimana kedua fungsi tersebut berubah-ubah sesuai dengan kepentingan. Kedua bale dapat berfungsi sakral maupun profan. Fungsi sakral yang diwadahi antara lain untuk aktivitas upacara manusa yadnya dan fitra yadnya. Sedangkan untuk fungsi profan seperti ; tidur bagi orang-orang yang sudah tua, menerima tamu, bercengkrama, maupun mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Bale Dauh, bangunan ini berfungsi profan seperti ; digunakan untuk tempat tidur, belajar, dan aktivitas lainnya yang terkait. Paon berfungsi sebagai tempat aktivitas memasak, makan dan gudang. Jineng difungsikan untuk menyimpan pada pada bagian loteng, sedangkan bagian bawah untuk duduk dan aktivitas kerja ringan. JempengKM untuk wadah aktivitas MCK. Bada sebagai kandang untuk memelihara ternak dan menyimpan makannnya. Fungsi Palemahan berkaitan dengan bangunan yang berfungsi penghubung antara pekarangan dengan lingkungan sekitarnya. Bangunan ini meliputi Kori , Lebuh, Penyengker dan Telajakan. Kori sebagai pintu keluar masuk dan lebuh sebagai ruang terbuka didepannya, dapat berfungsi sakral maupun profan. Fungsi sakral ketika mewadahi aktifitas terkait upacara adat dan keagamaan, seperti caru sasih, nanceb penjor, nanceb damar kurung saat pengabenan, sanggah pengubengan ketika piodalan, taaban banten dan caru ketika upcara fitra yadnya dan sebagainya. Upacara sehari-hari seperti tempat ngeluarang dan mesaiban . Sebagai fungsi profan Lebuh difungsikan meletakkan barang yang tidak perlu masuk kedalam seperti markir motor, tempat kayu bakar, tempat orang berpapasan pada rurung yang sempit, dan sebagainya. 26 Penyengker berfungsi sebagai pembatas, memberikan perlindungan dan rasa aman bagi penghuni rumah. Pagar sebagai batas teritorial yang boleh dikuasai oleh masing-masing penghuni rumah tinggal. Telajakan secara profan akan berfungsi sebagai sempadan depan yang dapat difungsikan untuk menjemur kayu, hasil bumi, menanam pohon, meletakkan binatang peliharaan seperti ayam. Secara sakral berfungsi sebagai pembatas agar pekarangan yang dibuat tidak berbatasan dengan marga gede, sehingga ruang inilah yang menjadi ruang peralihan antara jalan dan pekarangan. Karena ada pantangan untuk membuat pekarangan rumah yang berbatasan dengan fasilitas umum. 5.2.3 Rumusan Setrategi Yang Dapat Dikembangkan Untuk Dapat Melestarikan Arsitektur tata letak, tata ruang dan tata bentuk dan Pola Pemanfaatan Rumah Tinggal Terdapat beberapa permasalahan yang terjadi pada arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Asak yang disebabkan perkembangan dan perubahan ekonomi sosial dan budaya. Perubahan mengakibatkan perbedaan kebutuhan wadah aktivitas dan fasilitas dari rumah tinggalnya. Diperlukan kecermatan untuk memahami paradigma tersebut dan mengidentifikasi kebutuhan tersebut, sehingga dapat menghasilkan suatu konsep rancangan rumah tinggal yang ideal. Terpenuhinya suatu kebutuhan secara seimbang antara kondisi tuntutan masyarakat kekinian dengan tradisi dan pola aktivitas adat disisi lainnya, dengan pendekatan yang holistik. Artinya pendekatannya didasarkan pertimbangan berbagai macam aspek antara lain ; Teknis, ekonomi, sosial budaya, ergonomis, penghematan sumber daya dan pelestarian linkungan. Oleh karenanya dapat dirumuskan beberapa setrategi antara lain ; dengan melakukan konservasi, modifikasi ataupun repetisi. Konservasi dapat dilakukan dengan beberapa sub konsepvariasinya yang akan dipilhditetapkan modelnya setelah melakukan evaluasi dan status dari objeknya. Modifikasi dapat dilakukan dengan mengubah dan atau mengganti sebagian kecil bangunan agar karakter bangunannya masih nampak. Repetisi dapat dilakukan dengan membuat kembali bangunan yang sama sehingga dapat dianggap “reinkarnasi” . Repetisi dilakukan untuk : sebagai “Reinkarnasi” arsitektur tradisional Bali, sebagai kebutuhan sarana untuk kegiatan sosial budaya keagamaan dan sebagai kebanggaan identitasjati diri serta koleksi. Pembangunan tradisional yang baru tujuannya adalah : peningkatan kualitas fungsi, peningkatan kualitas teknis dan peningkatan kualitas estetika. Berikut merupakan salah satu contoh bagaimana model-model pengembangan dalam unit pekarangan rumah tinggal. Gambar 5.11. Rekomendasi Model Pengembangan Rumah Tinggal 27

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan