Perbedaan Individu sebagai Faktor yang M

  Perbedaan Individu sebagai Faktor yang Menentukan Gaya Belajar Individu oleh Putri Atalya, 1406544381 Judul : 1. Perbedaan Individu

  2. Perawat sebagai Pendidik Pengarang : 1. Evita E. Singgih, Miranda D. Z., Ade Solihat, Jossy P. Moeis.

  2. Susan B. Bastable Data Publikasi : Buku Ajar II MPKT A Manusia sebagai Individu, Kelompok,

  

dan Masyarakat. Depok: Universitas Indonesia. 2013

  Perawat sebagai Pendidik. Jakarta: EGC. 2012 Manusia diciptakan unik oleh Tuhan dengan keanekaragamannya masing- masing. Sepasang kembar sekalipun pasti memiliki karakteristik yang berbeda.

  Adanya perbedaan individual ini membawa dinamika bagi kehidupan manusia. Selaku makhluk sosial, manusia pasti saling berinteraksi dan interaksi ini akan menjadi efektif bila kita memahami diri kita sendiri dan orang yang kita hadapi.

  Memahami diri adalah memahami ciri-ciri kepribadian yang dapat mempengaruhi sikap, kecenderungan, dan perilaku kita (Singgih, 2013:19). Memahami diri dapat membantu kita dalam mengembangkan diri sehingga tercapai peningkatan kualitas kemanusiaan kita, yaitu kepemimpinan, motivasi, empati, dan lain sebagainya. Salah satu teori kepribadian yang mampu membantu kita memahami keanekaragaman individu, salah satunya adalah teori kepribadian Myers-Briggs. Teori kepribadian ini merupakan hasil pemikiran sepasang psikolog, Katherine Briggs dan putrinya, Isabella Myers Briggs. Mereka mengembangkan sebuah model yang disebut Myers-

  

Briggs Type Indicator (MBTI) yang dikembangkan berdasarkan teori kepribadian

  Carl Jung (Singgih, 2013:19). Instrumen tes MBTI memungkinkan seseorang dapat dengan lebih baik berkaitan dengan cara mereka berinteraksi dengan orang lain. Ada 4 dimensi kategorisasi untuk mengidentifikasi kecenderungan perilaku individu, yaitu

  

Ekstraversion-Introversion (EI), Sensing-Intuition (SN), Thinking-Feeling (TF) dan

Judging-Perceiving (JP) dalam buku Singgih, 2013:20.

  Dalam teori MBTI, Ekstraversion-Introversion (EI) mencerminkan suatu orientasi terhadap dunia luar manusia yang berupa konsep dan ide (Bastable, 2012:82). Dimensi ini memperlihatkan sampai sejauh mana perilaku kita ditentukan oleh sikap kita terhadap dunia. Ekstraversion berarti berpaling ke arah luar, sedangkan introversion ke arah dalam. Extravert dapat bekerja dengan nyaman dan sukses jika berinteraksi dengan hal-hal di luar diri mereka. Introvert, sebaliknya, lebih tertarik dengan dunia di dalam pikiran, hati, dan jiwa mereka. Sensing-Intuition (SN) menjelaskan persepsi sebagai sesuatu yang langsung datang dari pancaindra atau secara tidak langsung dari bawah sadar (Bastable, 2013:82). Dimensi ini menjelaskan bagaimana individu memahami apa yang sedang dialami. Individu dengan kategori

  

sensors mengobservasi apa yang nyata dan faktual melalui indra mereka dengan

  seksama dan berfokus pada tindakan yang praktis. Sebaliknya, individu dengan kategori intuitives cenderung membaca yang tersirat dari yang tertulis, berfokus pada makna dan mengkaji masalah melalui cara yang kreatif. Thinking-Feeling (TF) adalah pendekatan yang digunakan seseorang untuk mendapatkan keputusan melalui proses logis atau subjektif. Para thinkers yakin akan objektivitas juga pada perkiraan yang logis dan argumen yang rasional. Mereka membuat keputusan berdasarkan logika dan menimbang semua keputusan tanpa emosi dan dengan hati-hati. Sebaliknya kategori feelers, membuat keputusan melalui perspektif yang subjektif, perseptif, empatik, dan emosional. Mereka mencari-cari pengaruh suatu keputusan atas diri mereka dan orang lain serta memandang dunia sebagai warna abu-abu bukan hitam dan putih (Bastable, 2012:83). Judging-Perceiving (JP) adalah dimensi seseorang dapat sampai pada suatu kesimpulan tentang sesuatu. Setiap individu yang perspektif. Judgers cenderung senang mengambil keputusan dan hidup teratur serta terstruktur dengan jelas. Sedangkan perceivers lebih suka hidup secara spontan dan lebih suka menyukai kehidupan yang luwes (Singgih, 2013:26).

  Perbedaan individu mempengaruhi bagaimana gaya belajar individu itu sendiri. Apa yang setiap individu hargai dan yakini sebagai sesuatu yang paling penting untuk dipelajari pasti berbeda. David Kolb (1984), pakar manajemen dari

  

Western Reserve University mengembangkan teori tentang model pembelajaran

  (Bastable, 2012:84). Kolb menggambarkan gaya belajar sebagai suatu gabungan dari bentuk-bentuk pembelajaran dasar dalam kategori Concert Experience (CE), Abstract

  

Conceptualization (AC), Active Experimentation (AE), dan Reflective Observation

  (RO) (Bastable, 2012:84). Pada tahap CE, individu cenderung lebih mengandalkan perasaan bukan mengandalkan pendekatan sistematis terhadap masalah dan situasi (Bastable, 2012:84). Individu dengan gaya belajar CE lebih suka berhubungan dengan manusia, mengambil pelajaran dari pengalaman tertentu, dan peka terhadap yang lain. Mereka belajar dari perasaan. Gaya belajar CE cocok untuk extrovert dan

  

feelers. Lalu gaya belajar AC, yang mengandalkan logika dan ide, bukan perasaan

  untuk menghadapi masalah atau situasi (Bastable, 2012:84). Individu dengan gaya belajar AC menggunakan perencanaan sistematis dan analisis logis untuk memecahkan masalah. Mereka belajar dengan berpikir. Gaya belajar AC cocok untuk

  

introvert dan thinkers. Lalu gaya belajar AE, yaitu pembelajaran aktif dan individu

  suka mencoba-coba untuk menyelesaikan sesuatu (Bastable, 2012:84). AE sama dengan gaya belajar 'learning by doing'. AE cocok untuk perceivers. Lalu gaya belajar RO, yang mengandalkan objektivitas, penilaian yang seksama, pemikiran pribadi, dan perasaan untuk membentuk pendapat (Bastable, 2012:84). Individu dengan gaya belajar RO mencari makna dari sesuatu dengan memandang sesuatu itu dari perspektif yang berbeda. Mereka belajar dengan mengawasi dan mendengarkan. Gaya belajar RO cocok untuk sensors, judgers, dan intuitives.

  Pengetahuan tentang perbedaan gaya belajar memungkinkan individu untuk meningkatkan daya belajar dan mendapat hasil yang terbaik dari pengalaman belajarnya sesuai dengan tipe kepribadian yang dimiliki. Tipe kepribadian akan membantu individu dalam memahami dan merencanakan pengembangan dirinya. Di samping itu, pengetahuan tersebut dapat membantu individu dalam menjalin hubungan antarindividu yang harmonis dan efektif karena pada dasarnya manusia, selain makhluk individu, ia juga adalah makhluk sosial yang memiliki kecenderungan kuat untuk hidup bersama orang lain. Kaitannya dengan profesi sebagai perawat adalah seorang perawat nantinya akan terbiasa bertemu dengan berbagai klien yang beraneka ragam jenis dan tipe kepribadiannya. Klien yang dihadapi pun adalah seseorang yang belum dikenal dan ditemui sebelumnya. Untuk menghadapi hal tersebut, seorang perawat harus mampu menyesuaikan dirinya dengan tipe kepribadian yang klien miliki. Berbagai tipe kepribadian juga dinamis dan mampu berubah menyesuaikan dengan keadaan yang dihadapi. Tipe kepribadian tidak hanya

  

stuck dan hanya itu saja yang dimiliki terus-menerus. Ada kalanya seorang perawat

  juga mempunyai tipe kepribadian yang ekstrovert karena harus mampu bekerja kelompok dan berinteraksi baik dengan orang lain. Ada kalanya juga seorang perawat itu introvert karena harus berpikir terlebih dahulu baru bertindak. Seorang perawat juga thinker karena harus bekerja dengan logis dan benar. Lalu seorang perawat juga harus sensor dan feeler untuk mengaplikasikan tindakan caring yang benar dengan perasaan tulus dan ikhlas. Tipe kepribadian lainnya juga mungkin dibutuhkan seorang perawat untuk mampu melakukan tindakan medis yang baik. Berbagai tipe kepribadian tersebut dibutuhkan untuk mengaplikasikan tindakan caring dan curing yang baik dan benar untuk dilakukan oleh seorang perawat profesional.