Analisis Perilaku Mekanis Dan Fisis Beton Pasca Bakar

(1)

(2)

!

"

# #

$% $&$& ''&

(

)


(3)

, - .

,/# # -# (, # '012'**& '0%'$+

)

!

" # #

$% $&$& ''&

. !

3 4 4 3

,/# # -# (,

-# '012'**& '0%'$+ ' $$*

, 5 5

-, 6 6

# '0%*$+'% *$$%'* * $$'

,

-- # 7 8 6

%'$+ ' $$* #'02''*+' '0%

)

*$'+

- .

8 6 # '0%''' ' $$'


(4)

"

! " # #

! $% $&$& ''&

4 9 3 ! 4 4 9 4 4 3

( : - 4 ! 4 4 ,

; 4

, 5 5 - ! , 6 # #6 # #

: 6 *$'+

6

" # #


(5)

! ! "

#

" " $ "

" %

& ! ! " #

'

! !

( ' ) * + " " "

" " # "

, - +. ) ' /+ - ' 0 " "

+ "


(6)

2 - +. ' /+ *

! !

3 - ' 0 "

! !

4 - 5' .

! !

6 #

! !

7 - " + " ' ) .

+ - - + " "

+ "

8 - 9 + + + + - + - )

! !

&: - + +

-+

&& - 1 - +

&( - (:&&" ; " < " ; + " " = " " ' " + +

&, - # 5 (::7


(7)

&2

"

# "

+ " + "

+ .

" (:&,


(8)

vii Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR KEASLIAN PENULISAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR NOTASI ... xiv

ABSTRAK... xv

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Peumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Pembatasan Masalah ... 8

1.5 Metodologi ... 8

1.6 Lokasi Penelitian ... 9

1.7 Sistematika Penulisan ... 13

2.1 Beton ... 15

2.1.1 Adukan Beton ... 19


(9)

viii

2.2 Agregat ... 23

2.2.1 Kekuatan Agregat ... 26

2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Agregat ... 27

2.3 Semen ... 28

2.3.1 Semen Portland ... 30

2.3.2 Faktor Air Semen (FAS) ... 32

2.4 Air ... 32

2.5 Kebakaran Pada Bangunan ... 34

2.5.1 Defenisi Kebakaran ... 34

2.5.2 Ketahanan Beton terhadap Kebakaran ... 36

2.5.3 Pengaruh Temperatur Tinggi Terhadap Beton ... 37

2.5.4 Identifikasi Kebakaran Terhadap Struktur Beton ... 38

2.6 Jenis8Jenis Pengujian Beton Pasca Bakar ... 40

2.7 Kuat Tekan Beton ... 40

2.8 Porositas Beton ... 47

2.9 Hasil8Hasil Penelitian Yang Mendukung ... 49

! " # " $ 3.1 Alat Dan Bahan ... 52

3.1.1 Peralatan ... 52

3.1.2 Bahan8bahan ... 52

3.2 Lokasi Penelitian ... 53

3.3 DasarPenelitian ... 53

3.4 Metodologi Penelitian ... 55


(10)

ix

3.4.2 Prosedur Pembuatan Benda Uji Beton ... 56

3.4.2.1 Prosedur Pembuatan Beton Uji Kuat Tekan ... 56

3.4.2.2 Prosedur Pengujian Kuat Tekan Beton ... 58

3.4.2.3 Prosedur Pembuatan Benda Uji Porositas ... 59

3.4.2.4 Prosedur Pengujian Porositas ... 61

3.3 Pengujian Sempel ... 62

3.3.1 Sifat Mekanik ... 62

3.3.1.1 Kuat Tekan ... 62

3.3.2 Sifat Fisis ... 63

3.3.2.1 Pengujian Porositas ... 63

% " & ' () 4.1 Analisa Data ... 64

4.1.1 Pengujian Kuat Tekan Beton ... 64

4.1.2 Pengujian Porositas Beton ... 73

4.1.3 Pengamatan Warna dan Kondisi Visual Beton ... 80

4.2 Analisis Statistik Deskriptif ... 81

4.2.1 Pengaruh Perubahan Temperatur Terhadap Kuat Tekan ... 82

4.2.1.1 Regresi Linier ... 82

4.2.1.2 Regresi Polinomial ... 84

4.2.2 Pengaruh Perubahan WaktuTerhadap Kuat Tekan ... 86

4.2.2.1 Regresi Linier ... 86

4.2.2.2 Regresi Polinomial ... 88


(11)

x

4.2.3.1 Regresi Linier ... 90

4.2.3.2 Regresi Polinomial ... 92

4.2.4 Pengaruh Perubahan WaktuTerhadap Porositas ... 94

4.2.4.1 Regresi Linier ... 94

4.2.4.2 Regresi Polinomial ... 96

% * + " ,, 5.1 Kesimpulan ... 99

5.2 Saran ... 100

- .


(12)

xi Halaman

Tabel 1.1 Jumlah Benda Uji ... 11

Tabel 2.1 Kelas dan Mutu Beton ... 21

Tabel 2.2 Pembagian Beton Menurut Penggunaannya ... 23

Tabel 2.3 Syarat Mutu Kekuatan Agregat Sesuai SII.0052808 ... 28

Tabel 2.4 Batas Maksimum Ion Klorida ... 28

Tabel 2.5 Perbandingan kuat tekan beton pada berbagai umur ... 31

Tabel 3.1 Komposisi Adukan Beton Rencana Untuk 30 Buah ... 32

Sampel Kubus Tabel 4.1 Beton Normal Tanpa Pembakaran ... 64

Tabel 4.2 Data Kuat Tekan Beton dengan Pembakaran dan waktu ... 65

penahanan 2 jam Tabel 4.3 Data Kuat Tekan Beton dengan Pembakaran dan waktu ... 65

penahanan 4 jam Tabel 4.4 Data Kuat Tekan Beton dengan Pembakaran dan waktu ... 66

penahanan 6 jam Tabel 4.5 Temperatur vs Kuat Tekan ... 67

Tabel 4.6 Waktu vs Kokoh Tekan ... 68

Tabel 4.7 Beton Normal Tanpa Pembakaran ... 73

Tabel 4.8 Data Porositas Beton dengan Pembakaran dan waktu ... 74

penahanan 2 jam Tabel 4.9 Data Porositas Beton dengan Pembakaran dan waktu ... 75


(13)

xii Tabel 4.10 Data Porositas Beton dengan Pembakaran dan waktu ... 75

penahanan 6 jam

Tabel 4.11 Temperatur vs Porositas ... 76

Tabel 4.12 Waktu Penahanan vs Porositas ... 77

Tabel 4.13 Pengamatan Warna dan Kondisi Visual Beton ... 80


(14)

xiii

/

Halaman

Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian ... 22

Gambar 2.1 Kerucut Abrams ... 42

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 55

Gambar 4.1 Grafik Temperatur (oC) –vs8 Kuat Tekan (kg/cm2) ... 68

Gambar 4.2 Grafik Waktu Penahanan (Jam) –vs8 Kuat Tekan (kg/cm2) ... 70

Gambar 4.3 Grafik Temperatur (oC) –vs8 Porositas (%) ... 77

Gambar 4.4 Grafik Waktu Penahanan (Jam) –vs8 Porositas (%) ... 79

Gambar 4.5. Regresi Linier Grafik Temperatur vs Kuat Tekan ... 82

Gambar 4.6. Regresi Polinomial Grafik Temperatur vs Kuat Tekan... 84

Gambar 4.7. Regresi Linier Grafik Waktu vs Kuat Tekan ... 86

Gambar 4.8. Regresi Polinomial Grafik Waktu vs Kuat Tekan ... 88

Gambar 4.9. Regresi Linear Grafik Temperatur vs Porositas ... 90

Gambar 4.10. Regresi Polinomial Grafik Temperatur vs Porositas... 92

Gambar 4.11. Regresi Linear Grafik Waktu Penahanan vs Porositas ... 94


(15)

xiv

0

P adalah beban tekan maksimum, kg

ρ adalah berat jenis (BJ), gr/cm3

σ adalah tegangan yang terjadi, kg/cm2

A adalah luas penampang yang menerima beban, cm2

m adalah massa, kg

mb adalah massa basah sampel setelah direndam, gr

mk adalah massa kering sampel, gr

fas adalah faktor air semen

adalah kuat tekan beton, kg/cm2

F adalah gaya tekan, N

Vb adalah volume benda uji, cm3


(16)

xv

*

Terjadinya perubahan temperatur yang cukup tinggi, seperti yang pada peristiwa kebakaran akan membawa dampak pada struktur beton. Gejala yang umum timbul ialah permukaan struktur retak, terjadi kerusakan/keruntuhan, dan perubahan warna pada struktur beton. Hal tersebut akan mempengaruhi kualitas/kekuatan struktur beton sehingga menyebabkan kekuatan beton menurun dan penggunaan struktur bangunan tersebut menjadi tidak maksimal. Penurunan kekuatan struktur beton tersebut ditentukan oleh durasi kebakaran dan ketinggian suhu api yang diterima bangunan pada saat terbakar.

Penelitian ini dilakukan terhadap beton K300 dengan sampel berupa kubus 15 cm x 15 cm x 15 cm. Pembakaran benda uji dilakukan dengan menggunakan mesin . Pembakaran dilakukan pada suhu 250⁰C, 500⁰C, 750⁰C, dan 1000⁰C dengan variasi waktu penahanan suhu selama 2 jam, 4 jam, dan 6 jam. Setelah itu, proses pembakaran dihentikan lalu direndam ke dalam air selama ± 4 menit, kemudian didiamkan selama 24 jam dengan temperatur ruangan. Jenis pengujian yang dilakukan adalah uji kuat tekan dan uji porositas. Dari hasil penelitian diperoleh pada temperatur 250 oC penurunan sebesar 4,44%87,41%, pada temperatur 500 oC penurunan sebesar 12,59%822,96 %, pada temperatur 750 oC penurunan sebesar 56,44%866,22%, dan pada temperatur 1000

o

C penurunan sebesar 76,74%8100%.

. . Pada waktu penahanan selama 2 jam terjadi penurunan sebesar 4,44%8 76,74%, pada waktu penahanan selama 4 jam terjadi penurunan sebesar 6,67%8 93,70 %, dan pada waktu penahanan selama 6 jam terjadi penurunan sebesar 7,41%8100%.

Porositas beton megalami kenaikan seiring dengan kenaikan temperatur dan bertambahnya durasi pembakaran, Pada temperatur 250 oC terjadi

peningkatan porositas sebesar 8,09%89,57%, pada temperatur 500 oC peningkatan sebesar 11,79%815,50 %, pada temperatur 750 oC peningkatan sebesar 16,98%8 18,46%, dan pada temperatur 1000 oC porositas bertambah sebesar 19,20%8 26,61% dari porositas beton normal.

Pada waktu penahanan selama 2 jam terjadi peningkatan porositas sebesar 8,09%819,20%, pada waktu penahanan selama 4 jam terjadi peningkatan sebesar 8,83%822,16%, dan pada waktu penahanan selama 6 jam porositas bertambah sebesar 9,57%826,61% dari porositas beton normal .

Dari penelitian ini terlihat bahwa kenaikan temperatur memberi dampak yang lebih besar terhadap meningkatnya porositas beton dan penurunan kuat tekan beton jika dibandingkan dengan kenaikan durasi pembakaran. Melalui penelitian ini dihasilkan persamaan regresi yang dapat digunakan untuk menghitung kuat tekan sisa pada temperatur pembakaran yang lain.


(17)

xv

*

Terjadinya perubahan temperatur yang cukup tinggi, seperti yang pada peristiwa kebakaran akan membawa dampak pada struktur beton. Gejala yang umum timbul ialah permukaan struktur retak, terjadi kerusakan/keruntuhan, dan perubahan warna pada struktur beton. Hal tersebut akan mempengaruhi kualitas/kekuatan struktur beton sehingga menyebabkan kekuatan beton menurun dan penggunaan struktur bangunan tersebut menjadi tidak maksimal. Penurunan kekuatan struktur beton tersebut ditentukan oleh durasi kebakaran dan ketinggian suhu api yang diterima bangunan pada saat terbakar.

Penelitian ini dilakukan terhadap beton K300 dengan sampel berupa kubus 15 cm x 15 cm x 15 cm. Pembakaran benda uji dilakukan dengan menggunakan mesin . Pembakaran dilakukan pada suhu 250⁰C, 500⁰C, 750⁰C, dan 1000⁰C dengan variasi waktu penahanan suhu selama 2 jam, 4 jam, dan 6 jam. Setelah itu, proses pembakaran dihentikan lalu direndam ke dalam air selama ± 4 menit, kemudian didiamkan selama 24 jam dengan temperatur ruangan. Jenis pengujian yang dilakukan adalah uji kuat tekan dan uji porositas. Dari hasil penelitian diperoleh pada temperatur 250 oC penurunan sebesar 4,44%87,41%, pada temperatur 500 oC penurunan sebesar 12,59%822,96 %, pada temperatur 750 oC penurunan sebesar 56,44%866,22%, dan pada temperatur 1000

o

C penurunan sebesar 76,74%8100%.

. . Pada waktu penahanan selama 2 jam terjadi penurunan sebesar 4,44%8 76,74%, pada waktu penahanan selama 4 jam terjadi penurunan sebesar 6,67%8 93,70 %, dan pada waktu penahanan selama 6 jam terjadi penurunan sebesar 7,41%8100%.

Porositas beton megalami kenaikan seiring dengan kenaikan temperatur dan bertambahnya durasi pembakaran, Pada temperatur 250 oC terjadi

peningkatan porositas sebesar 8,09%89,57%, pada temperatur 500 oC peningkatan sebesar 11,79%815,50 %, pada temperatur 750 oC peningkatan sebesar 16,98%8 18,46%, dan pada temperatur 1000 oC porositas bertambah sebesar 19,20%8 26,61% dari porositas beton normal.

Pada waktu penahanan selama 2 jam terjadi peningkatan porositas sebesar 8,09%819,20%, pada waktu penahanan selama 4 jam terjadi peningkatan sebesar 8,83%822,16%, dan pada waktu penahanan selama 6 jam porositas bertambah sebesar 9,57%826,61% dari porositas beton normal .

Dari penelitian ini terlihat bahwa kenaikan temperatur memberi dampak yang lebih besar terhadap meningkatnya porositas beton dan penurunan kuat tekan beton jika dibandingkan dengan kenaikan durasi pembakaran. Melalui penelitian ini dihasilkan persamaan regresi yang dapat digunakan untuk menghitung kuat tekan sisa pada temperatur pembakaran yang lain.


(18)

!

"

#


(19)

2 &

"

'

"


(20)

3 )

*

#

#

&

*


(21)

4 *

! ( ,

-. ! ! / %0

*

10 (00

%2 (+ 34

5 200 34 20

' %0

%00 6

7 +00 200

⁰4 6

%0 891 : 1( 881

: +9 8+ :

% -! ' ' " ' & .


(22)

5 '

& 1

= 1 = 1 7 %00⁰4

800⁰4 7 10⁰4 !

6

& %00⁰4

+00⁰4 800⁰4 21 2(:

12 +0: (1 02: )

> 0 %20%= ? %+2 @9 A%> 0 21(9

% > 0 +=%B 0 (+0%= ? %11 81 A%> 0 21@8

( - ) & ! ' ' . '

& 6 ! %008

*

*

"%%1 "(10 "


(23)

6 6

'

(00 C4 (

5 @ 2: 9 5

80 0+:

) 800 C 4 1

"%%1 " 5 (8 +0: "(10 5 %+ +8:

,

& 7 D

&

D &

D

D &


(24)

@

!

' ,

)

)

)

#

"

#

! ' !

! ,

& %2

) ,

'

& !


(25)

8

& E 1 = 1 = 1

) "(00

%10⁰4 100⁰4 @10⁰4 000⁰4

F % + 8

%+

$

%&% %

)

) 7

!

, '

% ' ( ' + 1 ' 8 '

@ ' #

2


(26)

9 0

% (


(27)

0

'

/ & !

" ,

"(00 G > %8 + ) > 0 1%

H

%10⁰4 100⁰4 @10⁰4 000⁰4

F % + 8

, E

% E

" , E

2. E

5 +

! )

I & &

!

"


(28)

& !

&

,

F

" '

' &

&

%10⁰4 100⁰4 @10⁰4 000⁰4

0 %

% % % % %

+ % % % %

8 % % % %

J %8

' J & E

# %

%10⁰4 100⁰4 @10⁰4 000⁰4

7 % + 8

%+

(

!


(29)

% %2

*

"

,

) * + + ,,

-> :

> ) > ) K > K

E " ' "


(30)

( )

" *

" ,

./0

*

,

G > " # > / '

> H

1

' !

,

&!& $;*!6EHE!; &


(31)

+ &!& )$'L*LHL/ $;$H ' !;

&

&!& K 6! H $;$H ' !; *!; $)&!6! !; &

&!& K "$ ) EH!; *!; !A!; &


(32)

5 Beton didefinisikan sebagai bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen portland dan air tanpa tambahan zat aditif (PBI, 1971). Tetapi belakangan ini definisi dari beton sudah semakin luas, yaitu beton adalah bahan yang terbuat dari berbagai macam tipe semen, agregat dan juga bahan pozzolan, abu terbang, terak dapur tinggi, sulfur, serat dan lain$lain (Neville dan Brooks, 1987).

Beton adalah material komposit, yakni suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat$agregat lain yang dicampur jadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang satu atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan ( ), durabilitas, dan waktu pengerasan. Agregat mempunyai peran sebagai penguat, semen (matriks) mempunyai kekuatan dan rigiditas yang lebih rendah berperan sebagai pengikat dan air ( ) sebagai media pencampur untuk menghomogenkan komposisi penyusun dan kontak luas permukaan.


(33)

6

Dalam bidang bangunan yang dimaksud dengan beton adalah campuran dari agregat halus dan kasar dengan semen yang dipersatukan oleh air dalam perbandingan tertentu. Beton juga dapat didefinisikan sebagai bahan bangunan dan konstruksi yang sifat$sifatnya dapat ditentukan terlebih dahulu dengan mengadakan perencanaan dan pengawasan yang teliti terhadap bahan$bahan yang dipilih.

Beton adalah materi bangunan yang paling banyak digunaan di bumi ini dan dapat digunakan untuk banyak hal. Dalam teknik sipil, struktur beton digunakan untuk bangunan pondasi, kolom, balok, pelat atau pelat cangkang. Dalam teknik sipil hidro, beton digunakan untuk bangunan air seperti bendung, bendungan, saluran, dan drainase perkotaan. Beton juga digunakan dalam teknik sipil transportasi untuk pekerjaan rigid pavement (perkerasan kaku), saluran samping, gorong$gorong, dan lainnya.

Sebagai material komposit, sifat beton sangat tergantung pada sifat unsur masing$masing serta interaksi mereka, yakni ikatan yang dimbulkan oleh reaksi kimia antara semen dan air, serta agregat dimana semen yang mengeras itu ber$adhesi dengan baik. Susunan beton secara umum, yaitu: 7$15 % semen, 16$21 % air, 25$30% pasir, dan 31$51% kerikil.

Kekuatan beton terletak pada perbandingan jumlah semen dan air, rasio perbandingan air terhadap semen ( ) yang semakin kecil


(34)

7 ditentukan oleh perbandingan air semen, selama campuran cukup plastis, dapat dikerjakan dan beton itu dipadatkan sempurna dengan agregat yang baik (Nugraha, P., 2007).

Beton memiliki beberapa faktor keunggulan sehingga pemakaiannya begitu luas. Sifat keunggulan beton antara lain (Nugraha, P., 2007) :

a. Ketersediaan (availability) material dasar.

Agregat, air dan semen pada umumnya bisa didapat dengan mudah dari lokal setempat dan harga yang relatif murah.

b. Kekuatan tekan tinggi.

Seperti juga kekuatan tekan pada batu alam, yang membuat beton cocok untuk dipakai sebagai elemen yang terutama memikul gaya tekan, seperti kolom dan konstruksi.

c. Kemudahan untuk digunakan ( ).

Pengangkutan bahan mudah, karena masing$masing bisa diangkut secara terpisah. Beton bisa dipakai untuk berbagai struktur, seperti bendungan, fondasi, jalan, landasan bandar udara,dan pipa.

d. Kemampuan beradaptasi ( )

Beton bersifat monolit, tidak memerlukan sambungan seperti baja. Beton dapat dicetak dengan bentuk dan ukuran berapapun, misalnya pada struktur cangkang ( ) maupun bentuk$bentuk khusus 3 dimensi.


(35)

8 e. Kebutuahan pemeliharaan yang minimal.

Secara umum ketahanan ( ) beton cukup tinggi, lebih tahan karat sehingga tidak perlu dicat, lebih tahan terhadap bahaya kebakaran.

Di samping segala keunggulan di atas, beton sebagai struktur juga mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan, yaitu (Nugraha, P., 2007) :

1. Kuat tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar 2. Beton cenderung retak, karena semennya hidraulis. 3. Berat sendiri beton yang besar, sekitar 2400 kg/m3

4. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah

5. Kualitasnya sangat tergantung cara pelaksanaan di lapangan 6. Daya pantul suara yang besar

7. Beton tidak mampu menahan gaya tegangan ( ) yang tinggi, karena elastisitasnya yang rendah dari beton

8. Konduktivitas termal beton relatif rendah

Sebagian besar bahan pembuat beton adalah bahan lokal (kecuali semen portland atau bahan tambah kimia), sehingga sangat menguntungkan secara ekomoni. Namun pembuatan beton akan menjadi mahal jika perencana tidak memahami karakteristik bahan$bahan penyusun beton yang harus disesuaikan dengan perilaku struktur yang akan dibuat.


(36)

9 Beton yang berasal dari pengadukan bahan$bahan penyusun agregat kasar dan agregat halus kemudian diikat dengan semen yang bereaksi dengan air sebagai bahan perekat, harus dicampur dan diaduk dengan benar dan merata agar dapat dicapai mutu beton yang baik. Pada umumnya pengadukan bahan beton dilakukan dengan menggunakan mesin kecuali jika hanya untuk mendapatkan beton mutu rendah pengadukan dapat dilakukan tanpa menggunakan mesin pengaduk. Kekentalan adukan beton harus diawasi dan dikendalikan dengan cara memeriksa slump pada setiap adukan beton baru.

Nilai slump digunakan sebagai petunjuk ketepatan jumlah pemakaian air dalam hubungannya dengan faktor air semen yang ingin dicapai. Waktu pengadukan lamanya tergantung pada kapasitas isi mesin pengaduk, jumlah adukan, jenis serta susunan butir bahan penyusun, dan slump beton, pada umumnya tidak kurang dari 1,50 menit dimulai semenjak pengadukan, dan hasil umumnya menunjukkan susunan dan warna merata. Sesuai dengan tingkat mutu beton yang dihasilkan memberikan:

1. Keenceran dan kekentalan adukan yang mmungkinkan pengerjaan beton (penuangan, perataan, pemadatan) dengan mudah kedalam adukan tanpa menimbulkan kemungkinan terjadinya segresi atau pemisahan agregat.


(37)

20

2. Ketahanan terhadap kondisi lingkungan khusus (kedap air, korosif, dan lain$lain).

3. Memenuhi uji kuat yang hendak dipakai (Febrina, F., 2010).

Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam pembuatan struktur. Sifat$sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja beton yang dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kelas dan mutu beton yang dibuat Sehingga dalam penggunaannya dapat disesuaikan dengan bangunan ataupun kontruksi yang akan dibangun untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan sesuai dengan dibutuhkan.

Beberapa dari syarat khusus bisa termasuk peningkatan kinerja berikut:

a. Kemudahan peletakan dan pemadatan tanpa segregasi. b. Sifat mekanis jangka panjang.

c. Kekuatan awal. d. Kekerasan. e. Stabilitas volume.


(38)

2 Kelas

Beton

Mutu

Beton

σ'

bk

Г

σ'

bm

Г

Tujuan Pengawasan

terhadap mutu kekuatan agregat tekan

I Bo $ $ Non

Strukturil

Tanpa

II $ $ Strukturil Tanpa

125 200 Strukturil Kontinu

! 175 250 Strukturil Kontinu

225 300 Strukturil Kontinu

III K>225 >225 >300 Strukturil Kontinu

a. Beton kelas I adalah beton untuk pekerjaan$pekerjaan non strukturil. Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu bahan$ bahan, sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan pemeriksaan. Mutu kelas I dinyatakan dengan Bo.

b. Beton kelas II adalah Beton untuk pekerjaan$pekerjaan strukturil secara umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga$tenaga ahli. Beton kelas II dibagi


(39)

22

alam mutu$mutu standar B1, K125, K175, dan K225. Pada mutu B1,

pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan terhadap mutu bahan$bahan sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan pemeriksaan. Pada mutu$mutu K125, K175 dengan keharusan untuk memeriksa kekuatan tekan beton secara kontinu dari hasil$hasil pemeriksaan benda uji.

c. Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan$pekerjaan strukturil yang lebih tinggi dari K225. Pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan harus dilakukan dibawah pimpinan tenaga$tenaga ahli. Disyaratkan adanya laboratorium beton dengan peralatan yang lengkap yang dilayani

Untuk kepentingan pengendalian mutu disamping pertimbangan ekonomis, beton dengan mutu (beton dengan 50$80 MPa), perbandingan jumlah agregat (pasir, kerikil atau batu pecah) terhadap jumlah semen tidak boleh melampaui 8:1. Untuk Beton dengan mutu (beton dengan 100 MPa), dan (beton dengan minimum 125 MPa), dapat memakai perbandingan campuran unsur bahan beton dalam takaran volume 1 semen : 2 pasirs : 3 kerikil atau 3/2 pasir : 5/2 kerikil. Apabila hendak menentukan perbandingan antar$fraksi bahan beton mutu ! dan mutu lainnya yang lebih tinggi harus dilakukan percobaan campuran rencanan guna dapat menjamin tercapainya kuata karakteristik yang diinginkan dengan menggunakan bahan$bahan susunan yang ditentukan (Gunawan, M., 2000)


(40)

23

Aspek paling umum dari Beton Kinerja Tinggi adalah Beton Mutu Tinggi.Menurut SNI 03$2847$2002 Beton harus dirancang sedemikian hingga menghasilkan kuat tekan rata$rata seperti yang direncanakan sesuai dengan aturan$aturan dalam tata cara ini, tidak boleh kurang daripada 17,5 MPa. Ketentuan untuk nilai " # harus didasarkan pada uji silinder yang dibuat dan diuji. Produksi beton mutu tinggi memerlukan pemasok untuk mengoptimasikan 3 aspek yang mempengaruhi kekuatan beton: pasta semen, agregat, dan lekatan semen$agregat. Ini perlu perhatian pada semua aspek produksi, yaitu pemilihan material, mix design, penanganan dan penuangan.

!

No Kategori beton

Berat isi unit beton (kg/m3)

Tipikal kuat tekan beton

(MPa)

Tipikal aplikasi

1 Non Struktur 240$800 0,35$7 dinding pemisah

atau dinding isolasi

2 Struktur

Ringan 800$1400 7$17

dinding yang juga memilkul beban

3 Normal 1400$1800 >17 Struktural

Agregat menempati 70 – 75 % volume total dari beton maka kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas beton. Dengan


(41)

24

agregat yang baik, beton dapat dikerjakan, kuat, tahan lama dan ekonomis. Atas dasar inilah gradisi dari ukuran$ukuran partikel dalam agregat, mempunyai peranan yang sangat penting, untuk menghasilkan susunan beton yang padat.

Mengingat agregat lebih murah daripada semen maka akan ekonomis bila agregat dimasukkan sebanyak mungkin selama secara teknis memungkinkan, dan kandungan semennya minimum. Meskipun dulu agregat dianggap sebagai material pasif, berperan sebagai pengisi saja, kini disadari adanya kontribusi positif agregat pada beton, seperti stabilitas volume, ketahanan abrasi, dan ketahanan umum ( ) diakui. Bahkan beberapa sifat fisik beton secara langsung tergantung pada sifat agregat, seperti kepadatan, panas jenis, dan modulus elastisitas.

Faktor penting lainnya adalah bahwa agregat tersebut juga harus mempunyai :

1. Kekuatan yang baik. 2. Tahan lama.

3. Tahan terhadap cuaca.

4. Permukaannya haruslah bebas dari kotoran seperti tanah liat, lumpur dan zat organik yang akan memperlemah ikatannya dengan adukan semen.

5. Tidak boleh terjadi reaksi kimia yang tidak diinginkan diantara material tersebut dengan semen.


(42)

25 Agregat dapat diperoleh dari proses pelapukan dan abrasi atau pemecahan massa batuan induk yang lebih besar. Oleh karena itu, sifat agregat tergantung dari sifat batuan induk. Sifat$sifat tersebut diantaranya, komposisi kimia dan mineral, berat jσσenis, kekerasan $ %, kekuatan, stabilitas fisika dan kimia, struktur pori, warna dan lain$lain. Namun, ada juga sifat agregat yang tidak bergantung dari sifat batuan induk, yaitu ukuran dan bentuk partikel serta tekstur.

Secara umun agregat yang baik haruslah agregat yang mempunyai bentuk yang menyerupai kubus atau bundar, bersih, kuat, keras bergradasi baik dan stabil secara kimiawi. Keuntungan digunakannya agregat pada beton, menghasilkan beton yang murah, menimbulkan sifat volume beton yang stabil seperti mengurangi susut, mengurangi rangkak dan memperkecil pengaruh suhu.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan $ " %. Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu,

. Batasan antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm $ & %atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirannya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 – 40 mm disebut kerikil beton yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.


(43)

26

Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul$tanggul penahan tanah, bendungan, dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, spilit, batu pecah, kricak dan lainnya (Nugraha, P., 2007).

Kekuatan beton tidak lebih tinggi dari kekuatan agregat, oleh karena itu sepanjang kekuatan tekan agregat lebih tinggi dari beton yang akan dibuat maka agregat tersebut masih cukup aman digunakan sebagai campuran beton. Pada kasus$kasus tertentu, beton mutu tinggi yang mengalami konsentrasi tegangan lokal cenderung mempunyai tegangan lebih tinggi daripada kekuatan seluruh beton. Dalam hal ini kekuatan agregat menjadi kritis.

" # $ %

Kekuatan agregat dapat bervariasi dalam batas yang besar. Butir$ butir agregat dapat bersifat kurang kuat karena dua hal:

1. Karena terhindar dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel yang kuat tetapi tidak baik dalam hal pengikatan.

2. Porositas yang besar, porositas yang besar mempengaruhi keuletan yang menentukan ketahanan terhadap beban kejut.


(44)

27 Kekerasan atau kekuatan butir$butir agregat tergantung dari bahannya dan tidak dipengaruhi oleh ikatan antara butir satu dengan lainnya. Agregat yang lebih kuat biasanya mempunyai modulus elastisitas (sifat dalam pengujian beban ) yang lebih tinggi. Butir$butir yang lemah (lebih rendah dari pasta semen) tidak dapat menghasilkan kekuatan beton yang dapat diandalkan. Kekerasan sedang mungkin justru lebih menguntungkan, karena dapat mengurangi konsentrasi tegangan yang terjadi, atau pembasahan dan pengeringan, atau pemanasan dan pendinginan dan dengan demikian membantu mengurangi kemungkinan terjadinya retakan dalam beton.


(45)

28

& ! ''( )'*

Kelas dan mutu Beton

Kekerasan dengan bejana Rudelloff, bagian

hancur menembus ayakan 2 mm,persen %

maksimum

Kekerasan dengan bejana geser Los Angelos, bagian hancur

menembus ayakan 1,7 mm,% maks.

Fraksi butir 9,5$19 mm Fraksi butir 19 – 30 mm

1 2 3 4

Beton kelas I dan mutu B0 dan

B1

22$30 24$32 40$50

Beton kelas II dan mutu K$125,K$175

dan K$225

14$22 16$24 27$40

Beton kelas III dan mutu > K$ 225 atau beton

pratekan

Kurang dari

14 Kurang dari 16 Kurang dari 27

&

Material semen adalah material yang mempunyai sifat$sifat adhesif dan kohesif yang diperlukan untuk mengikat agregat$agregat menjadi suatu massa yang padat yang mempunyai kekuatan yang cukup. Semen merupakan hasil industri dari paduan bahan baku : batu gamping/kapur sebagi bahan utama, yaitu bahan alam yang mengandung senyawa


(46)

29 Calcium Oksida (CaO), dan lempung/tanah liat yaitu bahan alam yang mengandung senyawa: Siliki Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3) dan Magnesium Oksida (MgO) atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk $ %, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk nya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips $ %dalam jumlah yang sesuai.

Semen dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu semen hidraulik dan semen non$hidraulik. Semen hidraulik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidraulik antara lain kapur hidraulik, semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen alumina dan semen expansif. Contoh lainnya adalah semen portland putih, semen warna, dan semen$semen untuk keperluan khusus. Sedangkan semen non$hidraulik adalah semen yang tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non$hidraulik adalah kapur.

Semen juga memiliki beberapa tipe yaitu tipe I, II, III, IV, dan V. Tipe$tipe semen tersebut diurutkan berdasarkan kekuatan awalnya dalam merekatkan suatu bangunan yang dibentuk. Semen yang digunakan dalam pembuatan beton adalah semen hidraulik.


(47)

30

&

Semen portland dibuat dari semen hidrolis yang dihasilkan secara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat$silikat kalsium yang bersifat hidrolis.

Prinsip dasar pemilihan semen yang akan digunakan sebagai bahan campuran beton yang tahan terhadap serangan sulfat adalah berapa banyak kandungan senyawa C3A$nya. Semen yang tahan sulfat harus memiliki kandungan C3A tidak lebih dari 5%. Semen yang kandungan C3A$nya tinggi, jika terkena sulfat yang terdapat pada air atau tanah akan mengeluarkan C3A yang bereaksi dengan sulfat dan mengambang sehingga mengakibatkan retak$retak pada betonnya (Mulyono, Tri., 2005).

Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut SII 0013$1981, semen portland didefinisikan sebagai semen hidraulis yang dihasilkan dengan menghaluskan kliner yang terutama yang terdiri dari silikat$silikat kalsium yang bersifat hidraulis, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama$sama dengan bahan utamanya.

Semen portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat SII.0013$1981 atau Standart Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standart tersebut.


(48)

3

Peraturan Beton 1989 (SKBI.1.4.53.1989) membagi semen portland menjadi lima jenis (SK.SNI T$15$1990$03:2) yaitu :

$ Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis$jenis lainnya. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi.

$ Tipe II, semen portland modifikasi yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.

$ Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal tinggi dalam fase permulaan setelah peningkatan terjadi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai.

$ Tipe IV, semen portland yang penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah, yang dipakai untuk kondisi di mana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan masif seperti bendungan gravitasi yang besar.

$ Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Umumnya


(49)

32

ipakai di daerah di mana tanah atau airnya memiliki kandungan sulfat yang tinggi.

Perbandingan bahan$bahan utama penyusun semen portland adalah kapur (CaO) sekitar 60%$65%, silika (SiO2) sekitar 20%$25%, dan oksida besi serta alumina (Fe2O3 dan Al2O3) sekitar 7%$12% (Mulyono, Tri., 2005).

& " +" ,

Air yang terlau banyak akan menempati ruang di mana pada waktu beton sudah mengeras dan terjadi penguapan, ruang itu akan menjadi pori. Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi FAS, semakin rendah mutu kekuatan beton. Namum demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu brarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Ada batas$batas dalam hal ini. Nilai FAS yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai FAS minimum yang diberikan sekitar 0,4 dan maksimum 0,65 (Mulyono, Tri., 2005). Rata$rata ketebalan lapisan yang memisahkan antar partikel dalam beton sangat tergantung pada faktor air semen yang digunakan dan kehalusan butir semennya.

-Semen tidak bisa menjadi pasta tanpa air. Air harus selalu ada di dalam beton, tidak saja untuk hidrasi semen, tetapi juga untuk mengubahnya menjadi pasta. Hukum kadar air mengatakan : “Kadar air


(50)

33 yang diperlukan untuk kelecakan ( ) tertentu hampir konstan tanpa tergantung pada jumlah semen, untuk kombinasi agregat halus dan kasar tertentu”. Hukum ini tidak sepenuhnya berlaku untuk seluruh kisaran (range), namun cukup praktis untuk penyesuaian perencanaan dan koreksi.

Air yang diperlukan dipengaruhi faktor$faktor di bawah ini :

a. Ukuran agregat maksimum: diameter membesar maka kebutuhan air menurun (begitu juga jumlah mortar yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit).

b. Bentuk butir: bentuk bulat maka kebutuhan air menurun (batu pecah perlu lebih banyak air).

c. Gradasi agregat: gradasi baik maka kebutuhan air menurun.

d. Kotoran dalam agregat: makin banyak silt, tanah liat dan lumpur maka kebutuhan air meningkat.

e. Jumlah agregat halus (dibandingkan agregat kasar): agregat halus lebih sedikit maka kebutuhan air menurun.

Untuk perlindungan terhadap korosi, konsentrasi ion klorida maksimum yang terdapat dalam beton yang telah mengeras pada umur 28 hari yang dihasilkan dari bahan campuran termasuk air, agregat, bahan bersemen dan bahan campuran tambahan tidak boleh melampaui nilai batas yang diberikan pada Tabel 2.4.


(51)

34

+., Beton pra$tekan

Beton bertulang yang selamanya berhubungan dengan klorida

Beton bertulang yang selamanya kering atau terlindung dari basah

Konstruksi beton bertulang lainnya

0,06

0,15

1,00

0,30

(

Bila kebakaran terjadi pada suatu konstruksi beton bertulang maka struktur kolom, balok, lantai, dinding akan mengalami siklus pemanasan dan pendinginan. Karena adanya fase secara fisik maupun kimia yang kompleks. Akibatnya dengan adanya perubahan mikrostruktur beton dan secara keseluruan maka terjadi perubahan prilaku material beton yang mengakibatkan menurunnya kekuatan struktur.

( / 0

Kebakaran pada hakekatnya merupakan reaksi kimia dari dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilkan panas. Panas hasil pembakaran ini diteruskan ke massa beton/mortar dengan dua macam mekanisme yakni :


(52)

35 1. Secara radiasi, yaitu pancaran panas diterima oleh permukaan beton sehingga permukaan beton menjadi panas. Pancaran panas akan sangat potensial, jika suhu sumber panas relatif tinggi.

2. Secara konveksi, yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan dengan permukaan beton/mortar sehingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin semakin kencang, maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak. (Sumardi,2000)

Kebakaran adalah penyebab utama hancurnya struktur bangunan dan hilangnya umur bangunan. Sifat beton adalah bahwa temperatur akibat kebakaran tidak menyebabkan perubahan mendadak, seragam dan mungkin berbahaya pada sifat keseluruhan bangunan. Beton pertama$tama mengembang, tetapi kehilangan kelegasan yang progresif pada pasta semen menyebabkan pengembangan termal dari agregat.

Kebakaran adalah sebuah proses kimia, yaitu oksidasi dari suatu material organik. Material organik adalah material yang mengandung unsur karbon pada susunan molekulnya. Oksidasi dari material organik ini akan menghasilkan unsur karbon, hydrogen, belerang serta cahaya dan panas. Peningkatan temperatur pada saat terjadi kebakaran menyebabkan perubahan pada sifat material dari sebuah struktur. Perubahan sifat ini dapat digunakan untuk memperkirakan temperatur yang terjadi pada saat terjadi kebakaran.


(53)

36

( % % $

Beton pada dasarnya tidak diharapkan mampu menahan panas sampai di atas 250°C. (Tjokrodimuljo ,2000) . Beton yang dipanaskan hingga di atas 800°C, mengalami degradasi berupa pengurangan kekuatan yang cukup signifikan yang mungkin tidak akan kembali lagi (recovery ) setelah proses pendinginan. Tingginya kehilangan kekuatan dan dapat tidaknya kekuatan material kembali seperti semula ditentukan oleh jenis material yang digunakan, tingkat keparahan pada proses kebakaran dan lama waktu pembakaran.

Tingginya tingkat keparahan (temperatur) dan lamanya waktu pembakaran menyebabkan berkurangnya kekuatan tekan suatu material beton, terlebih lagi timbulnya tegangan geser dalam (' & & ) sebagai akibat adanya perbedaan sifat thermal antara semen dan agregat.

Agregat berbobot ringan bisa diproduksi dengan mengekspansi batu karang, batu tulis, tanah liat, terak atau batu apung atau terjadi alami. Batu tulis, tanah liat dan karang yang diekspansi dipanasi sampai sekitar 1040° C sampai 1100° C selama pembuatan. Pada suhu ini agregat tersebut menjadi cair. Akibatnya agregat berbobot ringan ini yang berada dekat permukaan beton yang mulai melunak setelah terbakar selama sekitar 4 jam. Dalam praktek pengaruh pelunakan ini umumnya kecil (Ray, Norman., 2009).


(54)

37

( & % $ % $

Peningkatan termperatur akibat kebakaran menyebabkan material beton mengalami perubahan sifat. Suhu yang dapat dicapai pada suatu ruangan gedung yang terbakar adalah ± 1000°C dengan lama kebakaran umumnya lebih dari 1 jam. Kebanyakan beton struktural dapat digolongkan ke dalam tiga jenis agregat, yakni karbonat, silikat, dan beton berbobot ringan. Agregat karbonat meliputi batu kapur dan dolomit dan dimasukkan dalam satu golongan karena kedua zat ini mengalami perubahan susunan kimia pada suhu antara 700°C sampai 980°C. Agregat silikat yang meliputi granit, kuarsit, batu pasir, tidak mengalami perubahan kimia pada suhu yang biasa dijumpai dalam kebakaran (Norman Ray, 2009).

Fenomena yang dapat dilihat pada beton yang terkena beban panas (kebakaran) yang ekstrim adalah terjadinya "" (pengelupasan), retak rambut dan retak lebar serta warna beton. Dari pengamatan secara visual dapat diperkirakan suhu yang pernah dialami oleh beton.

Pengaruh temperatur tinggi terhadap beton dapat mengakibatkan perubahan, antara lain (Nugraha, P., 2007) :

Pada suhu 100o

C : air kapiler menguap. Pada suhu 200o

C : air yang terserap di dalam agregat menguap. Penguapan menyebabkan penyusutan pasta.

Pada suhu 400oC : pasta semen yang sudah terhidrasi terurai kembali sehingga kekuatan beton mulai terganggu.


(55)

38 Ca(OH)2 → CaO + H2O

Dengan demikian beton yang di bawah pembebanan lebih kuat daripada yang tidak dibebani. Pada temperatur 600o

C di bawah beban 0,4

" (tidak mengalami penurunan kekuatan.

( - 0 % $

1. Perubahan warna pada beton

Warna beton setelah terjadi proses pendinginan membantu dalam mengindikasikan temperatur maksimum yang pernah dialami beton dalam beberapa kasus. Perubahan warna yang terjadi pada permukaan beton yaitu (Nugraha, P., 2007) :

• < 300 N C : tidak berubah

• 300 NC – 600 N C : merah muda • 600 NC – 900 N C : putih keabu$abuan • > 900 N C : kekuning$kuningan

• >1200 : kuning

Ciri di atas tidak mutlak, tergantung jenis agregat di dalam beton. Warna beton yang terbakar, dapat menentukan tingkat kebakaran, seperti warna mulai merah hingga putih dapat menunjukkan bahwa kebakaran tersebut cukup parah.

2. & dan ) pada beton

& adalah gejala melepasnya sebagian permukaan beton


(56)

39 tertekan dengan penampakan dengan bagian permukaan beton yang keluar/lepas/terpisah.

• Beton keropos dan kualitas beton buruk

• Suhu tinggi akibat kebakaran (Munaf & Siahaan, 2003:14)

) adalah gejala remuk pada permukaan beton (seperti pecahnya kulit telur).

& terjadi pada 150 oC $1110 oC,

terjadi pada 220 oC – 400 oC. Jadi beton mulai kritis pada 300 oC – 350

o

C (Nugraha, P & Antoni,2007)

3. Retak ( )

Pada temperatur tinggi, pemuaian besi beton akan lebih besar daripada betonnya sendiri. Tetapi pada konstruksi beton, pemuaian akan tertahan sampai suatu taraf tertentu karena adanya lekatan antara besi beton dengan beton. Keretakan diklasifikasikan ke dalam 2 jenis, antara lain:

Retak ringan , yakni pecah pada bagian luar beton yang berupa garis$garis yang sempit dan tidak terlalu panjang dengan pola menyebar. Retak ini disebabkan oleh proses penyusutan beton pada saat terjadi kebakaran.

Retak berat, yakni ukuran retak lebih dalam dan lebar, terjadi secara tunggal atau kelompok. (Triwono,2000:2)


(57)

40

1

)

2

Menurut Priyosulistyo (2000) setelah kebakaran terjadi pada suatu struktur beton bertulang, penelitian harus dilaksanakan untuk pemeriksaan berkenaan dengan kekuatan sisa dan keamanan pada struktur tersebut sebelum dilakukan perbaikan struktur pasca kebakaran.

Pengambilan sampel sedapat mungkin tidak menambah rusaknya struktur ( ) sekalipun dalam hal tertentu terpaksa dilakukan

uji setengah merusak ( ) sampai uji merusak ( ).

Beberapa tipe pengujian dan alat$alat yang digunakan untuk pengambilan data di lapangan, antara lain: Rebound Hammer Test, Ultrasonic apparatus, Pull out test, Mini Core Drill, Penetration Resistance Test, Internal Fracture Test, Break$off Test, Pull Off Test, Chemical Test dan Loading Test.

Dalam melakukan kajian terhadap bangunan struktur beton tidak seharusnya ditentukan oleh kekuatan betonnya saja namun harus diperhitungkan adanya material lain yang merupakan bagian tak terpisahkan dari keseluruhan struktur seperti tulangan baja, karena tulangan akan mempengaruhi kinerja beton. Diperlukan uji tulangan tarik baja yakni dengan mengambil sampel tulangan pada balok atau kolom yang telah mengalami kebakaran (Nugraha, P., 2007).

3


(58)

4

ipikul beton persatuan luas. Kuat tekan beton normal antara 20 – 40 MPa.

Kuat tekan beton dipengaruhi oleh faktor air semen (water cement ratio = w/c), sifat dan jenis agregat, jenis campuran, kelecakan

( ), perawatan ( ) beton dan umur beton.

" +" , $

Didalam campuran beton air mempunyai dua buah fungsi, yang pertama untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan dan yang kedua sebagai pelicin campuran kerikil, pasir dan semen agar lebih mudah dalam pencetakan beton.

Kekuatan beton tergantung pada perbandingan faktor air semennya, (water cement ratio = w/c). Semakin rendah nilai faktor air semen maka maka jumlah airnya sedikit yang akan menghasilkan kuat tekan beton yang besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hampir untuk semua tujuan, beton yang mempunyai faktor air semen minimal dan cukup untuk memberikan workabilitas tertentu yang dibutuhkan untuk pemadatan, merupakan beton yang terbaik (L.J. Murdock and K.M. Brooks, 1979).

4 2 + ,

Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian yang didasarkan pada ASTM C 143$74. Percoban ini


(59)

42 menggunakan corong baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Kerucut Abrams

Dalam pemeriksaan slump beton biasanya akan didapat 3 jenis slump, yaitu slump sejati (murni), slump geser, dan slump runtuh. Slump sejati dijumpai pada beton yang kohesi. Slump runtuh biasanya terjadi karena betonnya sangat encer, pada umumnya menunjukkan beton yang mutunya jelek dan sering sekali terjadi akibat segresi dari dari bahan – bahan campurannya.

Jika nilai slump yang kita dapatkan sesuai dengan nilai slump rencana maka beton tersebut dapat dikerjakan dengan mudah. Kekentalan campuran beton sangat mempengaruhi mutu bangunan yang akan dibuat. Artinya kelebihan air pada campuran dapat


(60)

43 mengakibatkan bleeding, sedangkan bila kekurangan air pada campuran dapat mengakibatkan segregasi.

% +! " " ,

Campuran beton yang tersegregasi adalah sukar atau tidak mungkin dituang, tidak seragam, sehingga kualitasnya jelek. Segregasi dapat terjadi karena kohesi tidak cukup untuk menahan partikel dalam suspensi , menurunnya butiran ke bagian bawah dari beton segar, atau terpisahnya agregat kasar dari campuran, akibat cara penuangan dan pemadatan yang salah. Segregasi tidak bisa diujikan sebelumnya, hanya dapat dilihat setelah semuanya terjadi.

Faktor – faktor yang menyebabkan segregasi adalah :

a. Ukuran partikel yang lebih besar dari 25 mm,

b. Berat jenis agregat kasar yang berbeda dengan agregat halus, c. Kurangnya jumlah material halus dalam campuran,

d. Bentuk butir yang tidak rata dan tidak bulat,

e. Campuran yang terlalu basah atau terlalu kering ( Paul Nugraha dan Antoni,2007).

Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang diberikan sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian yang terlalu besar dan cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti cara$cara yang betul.


(61)

44

% +# ",

Perdarahan sering terjadi setelah beton dituang dalam acuan. Bisa dilihat dengan terbentuknya lapisan air pada permukaan beton. Karena berat jenis semen lebih dari 3 kali berat jenis air maka butir semen dalam pasta, terutama yang cair, cenderung turun. Pada beton yang normal dengan konsistensi yang cukup, bleeding terjadi secara bertahap dengan rembesan seragam pada seluruh permukaan. Namun pada campuran yang kurus ( ) dan basah, akan membentuk saluran sehingga air bisa mengalir dengan cukup cepat untuk mengangkut butir semen halus ke atas.

Perdarahan bisa dikurangi dengan menambah semen, memakai semen dengan butir halus, atau menambah pengisi halus

(" ) seperti pozzolan. Sayangnya semua upaya di atas akan

menambah susut pengeringan dan retak. Yang paling efektif adalah dengan mengurangi air sambil mempertahankan kelecakan dengan memakai air entrainment ( Nugraha,P., 2007).

2

Semakin bertambah umur beton, maka kuat tekan beton tersebut akan bertambah. Kuat tekan beton dianggap mencapai 100 % setelah beton berumur 28 hari. Berikut ini adalah perbandingan kuat tekan beton pada berbagai umur sesuai dengan Tabel 2.1.


(62)

45 Perbandingan kuat tekan beton pada berbagai umur

Umur beton (hari)

3 7 14 21 28 90 365

PC Type 1 0.44 0.65 0.88 0.95 1.0 $ $

& * &+' ,- - ..

%

Jenis campuran beton akan mempengaruhi kuat tekan beton. Jumlah pasta semen harus cukup untuk melumasi seluruh permukaan butiran agregat dan mengisi rongga$rongga diantara agregat sehingga dihasilkan beton dengan kuat tekan yang diinginkan.

Menurut SK SNI S$04$1989$F semen portland dipisahkan menurut pemakaiannya menjadi 5 jenis :

$ Jenis I : untuk kontruksi pada umumnya, yang biasa disebut sebagai semen portland jenis umum (

).

$ Jenis II : untuk kontruksi bangunan yang mempunyai konsentrasi sulfat tinggi, terutama sekali bila diisyaratkan agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang ( "

)

$ Jenis III : untuk kontruksi yang menuntut persyaratan kekuatan


(63)

46

$ Jenis IV : untuk kontruksi dengan persyaratan panas hidrasi rendah

( ).

$ Jenis V : untuk kontruksi yang menuntut persyaratan sangat tahan

terhadap sulfat ( " ).

Untuk jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air yang digunakan juga semakin sedikit sehingga menyebabkan adukan beton sulit untuk dipadatkan, dan berpengaruh pada kemudahan pengerjaannya.

0

Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu$batuan, kerikil, pasir dan lain$lain) adalah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan. (L.J. Murdock dan K.M. Brook,1979)

Menurut Tjokrodimuljo (1996), sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Pada agregat dengan permukaan kasar akan terjadi ikatan yang baik antara pasta semen dengan agregat tersebut. Pada agregat berukuran besar luas permukaanya menjadi lebih sempit sehingga lekatan dengan pasta semen menjadi berkurang.


(64)

47 Selain itu susunan besar butiran agregat yang baik dan tidak seragam dapat memungkinkan terjadinya interaksi antar butir sehingga rongga antar agregat dalam kondisi optimum yang menghasilkan beton padat dan kuat tekan yang tinggi.

0 5 +$ ",

Untuk memperoleh beton dengan kekuatan seperti yang diinginkan, maka beton yang masih muda perlu dilakukan perawatan dengan tujuan agar proses hidrasi pada semen berjalan dengan sempurna. Pada proses hidrasi semen dibutuhkan kondisi dengan kelembaban tertentu. Apabila beton terlalu cepat mengering, akan timbul retak$retak pada permukaannya. Retak$retak ini akan menyebabkan kekuatan beton turun, juga akibat kegagalan mencapai reaksi hidrasi kimiawi penuh.

*

Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan volume poripori (volume yang ditempati oleh fluida) terhadap volume total beton. Porositas beton merupakan pori$pori beton yang terbentuk akibat gelembung udara yang tidak bisa keluar dari pasta beton, hal ini menyebabkan beton keropos dan kekuatannya berkurang. Untuk itu, dalam pembuatannya harus sangat diperhatikan proses pemadatannya untuk menghasilkan beton yang tidak keropos.


(65)

48 Porositas penting diteliti terutama pada bangunan tepi pantai dan bangunan yang bersinggungan dengan tanah. Air garam yang mengandung sulfat dan klorida dapat mendesak pori$pori beton sehingga beton pecah menjadi serpihan$serpihan lepas yang dapat mengurangi kekuatan beton itu sendiri. Peningkatan porositas diduga berhubungan dengan penurunan kekuatan beton pasca bakar.

Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka yakni porositas yang rongganya masih memiliki akses ke permukaan luar, walaupun rongga tersebut ada ditengah$tengah padatan. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut.

Porositas ini dapat dihitung dengan rumus :

$ 6 7 7 '' .

dimana :

p = Porositas (%)

mb = Massa basah sampel setelah direndam (gram)

mk = Massa kering sampel (gram)

Vb = Volume benda uji ( )

Pada percobaan ini porositas dihitung sebelum pembakaran dan setelah benda uji tersebut dibakar untuk membandingkan hasil keduanya.


(66)

49

8 9

)9

#

1. “Porositas, kuat tekan, dan kuat tarik belah beton dengan agregat kasar batu pecah pasca dibakar” (A.A. Gede Sutapa,2011)

Tujuan : Mengetahui perubahan porositas, kuat tekan, dan tarik belah beton dengan agregat kasar batu pecah pasca dibakar Benda uji : Silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm Mutu beton : f’c=25 MPa

Alat bakar : Tugku

Temperatur : 34⁰C s.d. ± 800⁰C

Temperatur maksimum dicapai pada menit ke 180, lalu temperatur tersebut dipertahankan selama 20 menit sehingga proses pembakaran berlangsung selama 200 menit.

Hasil :

$ Peningkatan porositas beton sebanding dengan volume beton yang mengalami penetrasi panas dengan temperature 400$800⁰C

$ Peningkatan porositas beton menyebabkan kuat tekan turun sebesar 53,665 % dan kuat tarik belah turun sebesar 49,641 %

2. “Analisis Pengaruh Temperatur Terhadap Kuat Tekan Beton” (Irma Aswani Ahmad, Nur A.S.Taufieq, dan Abdul H.Aras, 2009)

Tujuan : Mengetahui gambaran kuat tekan setelah terbakar dan model hubungan antara temperature dan kuat tekan beton Benda uji : Kubus ukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm


(67)

50 Mutu beton : f’c= 245,58 kg/cm2

Alat Bakar : Oven

Temperatur : 200 ⁰C s.d. 600⁰C dengan interval kenaikan 50 ⁰C Waktu : 3 jam

Hasil :

$ Kuat tekan beton rata$ratanya menurun dengan adanya kenaikan temperatur yakni sebesar 85,83%(200⁰C), 58,40 %(400⁰C), dan 35,08 %(600⁰C)

$ Model regresi linier yg dihasilkan :

y = $0,2802x + 248,79 dengan nilai R2= 0,8539 $ Model regresi polynomial yang dihasilkan :

y = 10$4x2 – 0,3402x + 255,65 dengan nilai R2= 0,8576

3. “Perubahan Perilaku Mekanis Beton Akibat Tempertatur Tinggi (Trisni Bayuasri, Himawan Indarto, dan Antonius, 2006)

Tujuan : Mengetahui perubahan kekuatan beton dan modulus elastisitas beton setelah dibakar pada suhu dengan berbagai durasi

Benda Uji : Silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm Mutu Beton : K225 dan K350

Alat bakar : Berupa ruang pembakaran berukuran 1,35x1,24x3,29 m,terbuat dari susunan batu api SK$32,dilapisi asbes tahan panas dan besi pada bagian luarnya.


(68)

51 Waktu : 3 jam, 5 jam, dan 7 jam

Hasil :

$ Kekuatan tekan dan elastisitas beton setelah dibakar adalah sama$sama menurun

$ Semakin lama durasi dan semakin tinggi temperatur maka kekuatan sisa mengecil

$ Perubahan kekuatan beton dan modulus elastisitas beton untuk berbagai mutu beton berbeda meskipun mereka dibakar pada suhu dan durasi yang sama


(69)

52

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Alat dan Bahan

3.1.1 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cetakan kubus dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm, timbangan, ayakan, wadah, kuas, skrap, batang perojok, sendok semen kerucut abrams, mesin molen,

mesin compressor ( ), dan mesin .

3.1.2 Bahan – bahan

Bahan! bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

! Semen Portland Tipe I yang diproduksi oleh PT. Semen Padang, Sumatera Barat

! Agregat :

a. Agregat kasar (batu pecah) b. Agregat halus (pasir)

Sebelum digunakan sebagai campuran beton, kedua agregat diuji gradasi butiran dan berat jenisnya. Untuk agregat halus dilakukan uji kadar lumpur.

! Air

Air diperoleh dari PDAM Tirtanadi. Air tidak perlu diuji kualitasnya lagi karena sudah memenuhi persyaratan sebagai air minum.


(70)

53 ! Vaselin

Dioleskan pada cetakan kubus beton agar permukaan beton yang telah dicetak tidak lengket dengan cetakan pada saaat cetakan dilepas.

3.2.

Lokasi Penelitian

Pembakaran benda uji dilakukan di Bengkel Mesin Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan dan Pengujian dilakukan di Laboratorium Teknologi Beton dan Bahan Rekayasa Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3.3.

Dasar Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan beton dengan mutu K300, yakni untuk mutu beton tiggi karena pengujian ini diharapkan dapat memberi gambaran beton pasca bakar untuk bangunan tinggi / gedung bertingkat.

Temperatur pembakaran yang digunakan adalah 250⁰C hingga

±1000⁰C dengan interval kenaikan suhu 250⁰C. Hal tersebut didasari oleh karena rata!rata suhu maksimum yang dicapai pada saat kebakaran adalah 1000 ⁰C (Norman Ray, 2005) dan pada umumnya struktur beton belum terpengaruh hingga 200 ⁰C (Wahyuni, E, 2010). Selain itu pengujian dengan temperatur!temperatur ini juga belum pernah diteliti sebelumnya.

Durasi pembakaran yang digunakan pada pengujian ini adalah 2 jam sampai 6 jam dengan interval waktu 2 jam. Hal tersebut didasari dari perkiraan jumlah waktu yang dibutuhkan oleh pemadam kebakaran dari kantor pemadam hingga tiba di lokasi kebakaran beserta waktu yang


(71)

54 dibutuhkan pemadam untuk menjinakkkan api pada bangunan tinggi / gedung bertingkat hingga padam. Selain itu penelitian yang lain menunjukkan bahwa lama berlangsungnya kebakaran umumnya lebih dari 1 jam dan pengamatan secara acak dilakukan terhadap rata!rata 3,01 jam, sehingga kebakaran sering berakibat fatal (Norman Ray, 2005)


(72)

55

3.4. Metodologi Penelitian

3.4.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian Kuat tekan rencana :

K300 (f’c = 26,4 MPa) fas = 0,52

Studi Literatur

Pembuatan Sampel

Pebakaran

1. Suhu 250⁰C, 500⁰C, 750⁰C, dan 1000⁰C

2. Waktu 2 jam, 4 jam, 6 jam

Pengujian sampel : 1. Uji kuat tekan 2. Uji Porositas

Pengujian sampel (unt. Kontrol) tanpa pembakaran :

1. Uji kuat tekan 2. Uji Porositas

Perendaman ± 4 menit

Analisis Perilaku Mekanis dan Fisis Beton Pasca Bakar

Analisa

Selesai Kesimpulan


(73)

56

3.4.2 Prosedur Pembuatan Benda Uji Beton

Dari hasil perhitungan mix design, diperoleh komposisi campuran beton yang diperlukan untuk membuat 30 buah sampel kubus K300 15 cm x 15 cm x 15 cm , yakni sebagai berikut :

Semen = 49,5 kg

Pasir = 90 kg

Batu Pecah = 135 kg

Air = 24 kg

3.4.2.1 Prosedur Pembuatan Benda Uji Kuat Tekan

Prosedur pembuatan benda uji dalam uji kuat tekan adalah sebagai berikut :

1. Persiapan Bahan

Seluruh material seperti semen, pasir, kerikil, dan air, disiapkan. Kemudian ditimbang sesuai dengan kebutuhan, lalu ditempatkan ke dalam sebuah wadah (ember).

2. Pencampuran

Setelah semua bahan disediakan maka bahan dimasukan kedalam mesin molen. Pasir, batu pecah, dan semen dimasukkan satu per satu ke dalam mesin, mesin berputar sampai campuran rata, lalu dimasukkan air sedikit demi sedikit serta dibiarkan ± 2 – 5 menit agar campuran saling mengikat dan benar!benar homogen.


(74)

57 3. Pencetakan

• Disiapkan cetakan berbentuk kubus (15 cm x 15 cm x 15 cm)

• Permukaan sisi bagian dalam cetakan diolesi dengan vaselin hingga merata.

• Dimasukan pasta beton kedalam cetakan kubus setinggi 1/3 tinggi cetakan, kemudian dirojok dengan batang perojok besi agar susunan campuran benar!benar padat.

• Dimasukkan kembali 1/3 bagian campuran pasta beton ke dalam cetakan kemudian dirojok kembali.

• Dimasukkan kembali pasta beton kedalam cetakan sampai penuh kemudian dirojok kembali.

• Permukaan cetakan diratakan dengan skrap dan benda uji diletakkan pada ruangan perawatan.

4. Pengeringan

Pengeringan dilakukan dengan cara didiamkan selama 24 jam dalam suhu kamar (27oC).

5. Perendaman

Setelah beton berumur 24 jam cetakan dibuka dan diberi nomor kode pada benda uji sesuai yang diinginkan, kemudian benda uji dimasukkan ke dalam bak perendaman. Perendaman dilakukan agar terjadi proses hidrasi antara semen dengan air .


(75)

58 6. Pembakaran

• Benda Uji dikeluarkan setelah berumur 27 hari dari bak perendaman dan diletakkan pada ruang perawatan sampai sampel kering, hal ini dilakukan selama 24 jam tepatnya benda uji mencapai umur 28 hari.

• Saat umur 28 hari beton beton ditimbang untuk memperoleh massa keringnya lalu dimasukkan ke tungku pembakaran dengan variasi temperatur 250oC dan waktu penahanan 2 jam, 4 jam, dan 6 jam.

• Prosedur ini juga dilakukan untuk pembakaran beton dengan temperatur 500oC, 750 oC, dan 1000 oC

3.4.2.2 Prosedur Pengujian Kuat Tekan Beton ( Compresive Strength )

Pengujian kuat tekan beton dilakukan untuk mengetahui kuat tekan hancur dari benda uji. Benda uji yang dipakai adalah kubus (15 cm x 15 cm x 15 cm). Pengujian kuat tekan dilakukan saat beton berumur 1 hari setelah pembakaran dilakukan. Jumlah beton yang diuji yaitu terdiri dari 2 buah sampel untuk masing!masing temperatur dan waktu penahanan.

Penekanan harus dilakukan pada permukaan yang rata agar saat pembebanan beban tersebar diseluruh permukaan beton sampai batas maksimum (benda uji retak) lalu catat hasilnya, dimana kecepatan mesin penekan 2!4 kg/detik. (

)


(76)

59 1. Setelah pembakaran dilakukan, beton ditimbang untuk memperoleh massa keringnya setelah pembakaran. Setelah itu beton direndam selama 4 menit di dalam drum berisi air (tinggi = 28 cm, diameter = 56,5 cm, dan tinggi air = 23 cm)

2. Setelah direndam, beton diangkat dan didiamkan di dalam ruangan selama 1 hari.

3. Beban tekan diberikan secara perlahan!lahan pada benda uji dengan cara

mengoperasikan tuas pompa pada mesin sehingga benda uji

runtuh.

4. Pada saat jarum penunjuk skala beban tidak naik lagi atau bertambah, maka skala yang ditunjukkan oleh jarum tersebut dicatat sebagai beban maksimum yang dapat dipikul oleh benda uji tersebut.

5. Prosedur ini dilakukan untuk sampel benda uji kuat tekan yang lain.

6. Untuk beton normal (tidak dibakar), pengujian langsung dilakukan sehari setelah beton dikeluarkan dari bak perendaman, yakni beton tepat pada umur 28 hari

3.4.2.3 Prosedur Pembuatan Benda Uji Porositas

Prosedur yang dilakukan pada penelitian porositas yaitu:

1. Persiapan Bahan

Seluruh material seperti semen, pasir, kerikil, dan air, disiapkan. Kemudian ditimbang sesuai dengan kebutuhan, lalu ditempatkan ke dalam


(77)

60 sebuah wadah (ember).

Setelah semua bahan disediakan maka bahan dimasukan ke dalam mesin molen. Pasir, batu pecah, dan semen dimasukkan satu per satu ke dalam mesin, mesin berputar sampai campuran rata, lalu dimasukkan air sedikit demi sedikit serta dibiarkan ± 2 – 5 menit agar campuran saling mengikat dan benar!benar homogen.

3. Pencetakan

• Disiapkan cetakan berbentuk kubus (15 cm x 15 cm x 15 cm)

• Permukaan sisi bagian dalam cetakan diolesi dengan vaselin hingga merata.

• Dimasukan pasta beton kedalam cetakan kubus setinggi 1/3 tinggi cetakan, kemudian dirojok dengan batang perojok besi agar susunan campuran benar!benar padat.

• Dimasukkan kembali 1/3 bagian campuran pasta beton ke dalam cetakan kemudian dirojok kembali.

• Dimasukkan kembali pasta beton kedalam cetakan sampai penuh kemudian dirojok kembali.

• Permukaan cetakan diratakan dengan skrap dan benda uji diletakkan pada ruangan perawatan.

4. Perendaman

Setelah beton berumur 24 jam cetakan dibuka dan diberi nomor kode pada benda uji sesuai yang diinginkan, kemudian benda uji dimasukkan ke


(78)

61 dalam bak perendaman. Perendaman dilakukan agar terjadi proses hidrasi antara semen dengan air .

5. Pengeringan

Mengeluarkan benda uji setelah berumur 27 hari dari bak perendaman dan diletakkan pada ruang perawatan pada suhu kamar (27oC) sampai sampel kering dan dan hal ini dilakukan selama 24 jam, tepatnya hingga benda uji mencapai umur 28 hari.

3.4.2.4 Prosedur Pengujian Porositas

Prosedur pengujian porositas dilakukan untuk mengetahui besarnya persen porositas yang terdapat pada benda uji. Semakin banyak porositas yang terdapat pada benda uji maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula sebaliknya. Pengujian porositas menggunakan benda uji kubus.

Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

1. Benda uji pada umur 28 hari diangkat dari bak perendaman lalu permukaanya dilap hingga beton kering permukaan saja. Kemudian beton ditimbang guna mengambil massa basahnya (m ).

2. Beton dibakar dengan temperatur 250 oC dengan variasi waktu penahanan 2 jam, 4 jam, dan 6 jam.

3. Setelah pembakaran dilakukan, beton langsung ditimbang guna memperoleh massa keringnya setelah pembakaran (m )


(79)

62 4. Prosedur ini juga dilakukan untuk pembakaran beton dengan temperatur

500oC, 750 oC, dan 1000 oC

3.4. PENGUJIAN SAMPEL

Pengujian yang dilakukan meliputi sifat mekanis dan sifat fisis dari beton.

3.4.1 Sifat Mekanik

3.4.1.1 Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan beton dilakukan untuk mengetahui kuat tekan hancur dari benda uji. Pengujian kuat tekan dilakukan saat sampel berumur 1 hari setelah pembakaran. Pengujian kuat tekan dilakukan dengan

menggunakan alat ! " hingga didapatkan beban

maksimumnya. Pengujian dilakukan sebanyak 2 kali untuk setiap sampel agar diperoleh kuat tekan rata – rata.

Kuat tekan beton dapat diperoleh dengan rumus, sebagai berikut :

f’c =

(3.1)

dengan:

f’c = Gaya Tekan # $

% = Beban Tekan # $


(80)

63

3.4.2 Sifat Fisis

3.4.2.1 Pengujian Porositas

Pengujian porositas dilakukan untuk mengetahui besarnya persen porositas yang terdapat pada benda uji. Semakin banyak porositas yang terdapat pada benda uji maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula sebaliknya. Pengujian porositas dilakukan dengan mengambil data massa basah (m ) sebelum beton dibakar dan massa kering (m ) setelah beton dibakar.

Porositas dari benda uji dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(3.2)

dengan:

mb = Massa basah benda uji sebelum dibakar (gram)

mk = Massa kering benda uji setelah dibakar (gram)

Vb = Volume benda uji kubus (cm3)


(81)

64

BAB I1

2 IL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa Data

4.1.1 Pengujian Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan menggunakan alat

Mesin Compressor # ' $. Kuat tekan beton dapat diperoleh

dengan menggunakan rumus (3.1).

Data hasil pengujian kekuatan tekan beton untuk tiap!tiap suhu dan waktu pembakaran adalah sebagai berikut ini:

Tabel 4.1 Beton Normal Tanpa Pembakaran

Sampel Beban Tekan

(Ton)

Kuat Tekan (kg/cm2)

1 67.0 297,778

2 68.0 302,222

Tabel 4.1 menunjukkan data beban tekan yang dipeoleh dari hasil pengujian untuk beton normal tanpa pembakaran, yaitu sebesar 67 ton untuk sampel pertama dan sebesar 68 ton untuk sampel ke dua. Kedua data tersebut hanya berbeda sedikit dan menunjukkan bahwa campuran pasta benar!benar homogen. Dari data beban tekan dapat dihitung kuat tekan dengan menggunakan rumus (3.1)


(82)

65

Tabel 4.2 Data Kuat Tekan Beton dengan Pembakaran dan Waktu Penahanan 2 Jam

Sampel Temperatur

(oC)

Beban Tekan (Ton)

Kuat Tekan (kg/cm2)

1 250 64,5 286,667

2 500 59 262,222

3 750 29,4 130,667

4 1000 15,7 69,778

Tabel 4.2 menunjukkan data beban tekan dan kuat tekan untuk beton dengan temperatur pembakaran 250 oC, 500 oC, 750 oC, dan 1000 oC dengan

waktu penahanan selama 2 jam. Terlihat bahwa semakin meningkatnya temperatur beban tekan maksimum yang mampu dipikul beton semakin berkurang. Artinya beton semakin lemah dan kuat tekan beton berturut! turut menurun sebesar 4,44%, 12,59 %, 56,44 %, dan 76,74 % dari kekuatan awal beton.

Tabel 4.3 Data Kuat Tekan Beton dengan Pembakaran dan Waktu Penahanan 4 Jam

Sampel Temperatur

(oC)

Beban Tekan (Ton)

Kuat Tekan (kg/cm2)

1 250 63 280

2 500 57 253,333

3 750 27,9 124

4 1000 4,25 18,889

Tabel 4.3 menunjukkan data beban tekan dan kuat tekan untuk beton dengan temperatur pembakaran 250 oC, 500 oC, 750 oC, dan 1000 oC dengan


(83)

66 waktu penahanan selama 4 jam. Terlihat bahwa semakin meningkatnya temperatur beban tekan maksimum yang mampu dipikul beton semakin berkurang. Artinya beton semakin lemah dan kuat tekan beton berturut! turut menurun sebesar 6,67 %, 15,56 %, 58,67 %, dan 93,70 % dari kekuatan awal beton.

Tabel 4.4 Data Kuat Tekan Beton dengan Pembakaran dan Waktu Penahanan 6 jam

Sampel Temperatur

(oC)

Beban Tekan (Ton)

Kuat Tekan (kg/cm2)

1 250 62,5 277,778

2 500 52 231,111

3 750 22,8 101,333

4 1000 0 0

Tabel 4.4 menunjukkan data beban tekan dan kuat tekan untuk beton dengan temperatur pembakaran 250 oC, 500 oC, 750 oC, dan 1000 oC dengan

waktu penahanan selama 6 jam. Terlihat bahwa semakin meningkatnya temperatur beban tekan maksimum yang mampu dipikul beton semakin berkurang. Artinya beton semakin lemah dan kuat tekan beton berturut! turut menurun sebesar 7,41 %, 22,96 %, 66,22 %, dan 100 % dari kekuatan awal beton.


(84)

67

Tabel 4.5 Tabel Rangkuman Temperatur vs Kuat Tekan

Temperatur (oC)

Kuat Tekan (kg/cm2)

2 Jam 4 Jam 6 Jam

250 286,667 280 277,778

500 262,222 253,333 231,111

750 130,667 124 101,333

1000 69,778 18,889 0

Tabel 4.5 merupakan rangkuman data antara kenaikan temperatur dengan kuat tekan beton dengan masing!masing waktu penahanan selama 2 jam, 4 jam, dan 6 jam. Tabel tersebut menunjukkan keseragaman bahwa kuat tekan beton akan turun seiring dengan kenaikan temperatur dan persentase penurunannya akan semakin besar seiring dengan semakin lamanya durasi waktu penahanan (durasi pembakaran).

Pada temperatur 250 oC penurunan sebesar 4,44%!7,41%, pada

temperatur 500 oC penurunan sebesar 12,59%!22,96 %, pada temperatur 750

o

C penurunan sebesar 56,44%!66,22%, dan pada temperatur 1000 oC


(85)

68 Gambar 4.1.Grafik Temperatur (oC) –vs! Kuat Tekan (kg/cm2)

Tabel 4.6. Tabel Rangkuman Waktu Vs Kuat Tekan

Waktu (Jam)

Kuat Tekan (kg/cm2)

250 oC 500oC 750oC 1000oC

2 286,667 262,222 130,667 69,778

4 280 253,333 124 18,889

6 277,778 231,111 101,333 0

286,667 262,222 130,667 69,778 280 253,333 124 18,889 277,778 231,111 101,333 0 0 50 100 150 200 250 300 350

0 250 500 750 1000

K u a t Te k a n ( k g /c m 2)

Temperatur ( ͦͦͦͦC)

GRAFIK TEMPERATUR vs KUAT TEKAN


(86)

69

Tabel 4.6 merupakan rangkuman data antara lamanya waktu

penahanan (durasi pembakaran) dengan kuat tekan beton dengan masing! masing temperatur, yakni 250 oC, 500 oC, 750 oC, dan 1000 oC. Tabel

tersebut menunjukkan keseragaman bahwa kuat tekan beton akan turun seiring dengan semakin lamanya waktu penahanan (durasi pembakaran) dan persentase penurunannya akan semakin besar seiring dengan semakin meningkatnya temperatur pembakaran.

Pada waktu penahanan selama 2 jam terjadi penurunan sebesar 4,44%!76,74%, pada waktu penahanan selama 4 jam terjadi penurunan sebesar 6,67%!93,70 %, dan pada waktu penahanan selama 6 jam terjadi penurunan sebesar 7,41%!100%.

Dari kedua nilai perbandingan ini, yakni antara kenaikan temperatur terhadap kuat tekan dan kenaikan waktu penahanan terhadap kuat tekan, dapat diambil kesimpulan bahwa kenaikan temperatur memberi dampak yang lebih besar terhadap menurunnya kuat tekan beton.


(87)

?0 Gambar 4.2.Grafik Waktu Penahanan (Jam) –vs! Kuat Tekan (kg/cm2)

Dari gambar (4.1) dapat dilihat bahwa semakin tinggi temperatur maka kuat tekan beton semakin rendah. Disaat suhu 500oC dengan waktu penahanan 2 jam kuat tekan yang dihasilkan 262,222 kg/cm2 untuk

penahanan 4 jam kuat tekan beton nya adalah 253,333 kg/cm2, dan untuk

penahan 6 jam kuat tekan beton yang dihasilkan sebesar 231,111 kg/cm2. Hal ini terjadi karena air yang terserap pada agregat mulai menguap, penguapan menyebabkan penyusutan pasta semen.

286,667 280 277,778 262,222 253,333 231,111 130,667 124 101,333 69,778 18,889 0 0 50 100 150 200 250 300 350

0 2 4 6

K u a t Te k a n ( k g /c m 2)

Waktu Penahanan (Jam)

GRAFIK WAKTU vs KUAT TEKAN


(88)

?1 Disaat temperatur 500oC sampai dengan 750oC terjadi penurunan kuat tekan yang cukup signifikan, disaat suhu 750oC untuk waktu penahanan 2 jam kuat tekan yang dihasilkan adalah 130,667 kg/cm2 , untuk waktu

penahanan 4 jam kuat tekannya adalah 124 kg/cm2, dan untuk waktu

penahanan 6 jam kuat tekannya adalah 101,333 kg/cm2. Penurunan kuat tekan

ini disebabkan karena pasta semen yang sudah terhidrasi terurai kembali Ca(OH)2 → CaO + H2O. CaO (kapur) yang bersifat higroskopis (menyerap

air), sedangkan H2O mulai menguap pada temperatur 100oC karena panas

sehingga menyebabkan beton kering dan rapuh (Febrina, F., 2010)

Dari gambar (4.2) dapat dilihat bahwa semakin lama waktu penahanan (durasi pembakaran) maka kuat tekan beton semakin rendah. Bila dibandingkan nilai kuat tekan pada waktu penahanan 2 jam, 4 jam dan 6 jam, kuat tekan beton yang dihasilkan semakin menurun. Untuk suhu 250oC, penurunannya dapat mencapai 4,44 % – 7,41 %, untuk suhu 500oC mencapai 12,59 % – 22,96 %, untuk suhu 750oC mencapai 56,44 % – 66,22 %, dan untuk suhu 1000oC mencapai 76,74 % – 100% dimana pada suhu 1000oC dengan penahanan 6 jam tampak fisik permukaan beton sudah mengelupas dan strukturnya bagian dalamnya sangat rapuh sehingga jarum penunjuk pada mesin compress tidak bergerak lagi ketika diberikan pembebanan.

Kapur dari hasil pembakaran bila ditambahkan air akan mengembang dan retak!retak. Semen dan air berfungsi sebagai perekat serta penguat beton. Selama proses hidrasi, dua komponen senyawa terpenting dalam butiran semen yaitu C2S dan C3S akan bereaksi dengan H20 dan menghasilkan CSH


(89)

?2 dan (CaOH)2. C!S!H berfungsi sebagai zat penentu kekerasan beton dan pengikat agregat. Proses hidrasi adalah proses dimana komposisi kimia semen CaO disingkat C, SiO2 disingkat S, Al2O3 disingkat A, Fe2O3 disingkat F,

bereaksi dengan air H2O disingkat (H). Efek proses hidrasi ini kemudian

menjadikan kristal!kristal berukuran mikro dan nano yang disebut gel dan Ca(OH)2 yang akan tumbuh terus mengisi rongga!rongga kristal dimana rongga!rongga tersebut berisi air dan tumbuh menjadi kristal!kristal padat yang sesuai berjalannya waktu terus tumbuh memadati ruang!ruang kristal

yang masih kosong. ( )

Terjadinya penurunan kuat tekan disebabkan karena adanya proses

dekomposisi unsur C!S!H ( ! ( ) yang terurai menjadi kapur

bebas CaO serta SiO2 yang tidak memiliki kekuatan sama sekali. Karena unsur

C!S!H merupakan unsur utama yang menopang kekuatan beton, maka pengurangan C!S!H yang jumlahnya cukup banyak akan sangat mengurangi ke! kuatan beton. Ketika suhu dinaikkan sampai mencapai 1000ºC terjadi proses

karbonisasi yaitu terbentuknya (CaCO3) yang berwarna

keputih!putihan sehingga merubah warna permukaan beton menjadi lebih terang. Disamping itu pada temperatur ini terjadi penurunan drastis lekatan antara batuan dan pasta semen, yang ditandai oleh retak!retak dan kerapuhan beton (beton dapat dengan mudah dipecah oleh tangan).


(90)

?3 %.1.2 Pengujian Porositas Beton

Pengujian Porositas beton dilakukan dengan menggunakan timbangan. Masing!masing beton ditimbang sebelum dan setelah mengalami proses pembakaran. Porositas beton dapat diperoleh dengan menggunakan rumus (3.2). Data hasil pengujian kekuatan tekan beton untuk tiap!tiap suhu dan waktu pembakaran adalah sebagai berikut ini:

Tabel 4.7 Beton Normal Tanpa Pembakaran

No.Sampel Massa Kering

(kg)

Massa Basah (kg)

Porositas Beton (%)

1 8,2 8,3 2,962962963

2 8 8,1 2,962962963

5 8,2 8,3 2,962962963

6 8 8,1 2,962962963

21 8,2 8,25 1,481481481

22 8 8,1 2,962962963

3 8,05 8,15 2,962962963

4 8 8,1 2,962962963

11 8,1 8,2 2,962962963

12 8,1 8,2 2,962962963

8 8,05 8,15 2,962962963

9 8 8,1 2,962962963

13 8 8,1 2,962962963

14 7,95 8,05 2,962962963

23 8 8,05 1,481481481

24 8,2 8,3 2,962962963

17 8,35 8,5 4,444444444


(91)

?4

19 8,05 8,25 5,925925926

20 8 8,1 2,962962963

10 8,15 8,25 2,962962963

27 8,05 8,15 2,962962963

16 7,9 8 2,962962963

28 8,1 8,2 2,962962963

29 7,9 8 2,962962963

30 8,3 8,4 2,962962963

Porositas Beton Normal Rata8Rata 3,01994302 % ≈ 3,02 %

Tabel 4.7 menunjukkan data massa basah dan massa kering porositas yang diperoleh dari hasil pengamatan untuk beton normal tanpa pembakaran. Persentase porositas beton dapat diperoleh dengan menggunakan rumus (3.2), yaitu diperoleh rata!rata sebesar 3,02 %.

Tabel 4.8 Data Porositas Beton dengan Pembakaran dan waktu penahanan 2 jam

Sampel Temperatur

(oC)

Porositas (%)

1 250 11,111

2 500 14,815

3 750 20

4 1000 22,222

Tabel 4.8 menunjukkan data rata!rata porositas dari benda uji untuk beton dengan temperatur pembakaran 250 oC, 500 oC, 750 oC, dan 1000 oC dengan

waktu penahanan selama 2 jam. Terlihat bahwa semakin meningkatnya temperatur, porositas beban beton semakin bertambah, artinya massa beton


(1)

(

% !

# 1


(2)

'

$*

' ! 4

+ 2 !


(3)

$

$ ( # ! $

-$ 6- , ! ) (


(4)

-$$ 7 !

$ 6- , ! ) (


(5)

$ 8

( %


(6)

-$% 8 $

( ' +