00. RUMUSAN KESEPAKATAN HASIL SOSNAS WORKSHOP KOTAKU 2016

RUMUSAN HASIL
PELAKSANAAN PROGRAM KOTAKU (KOTA TANPA KUMUH)
SOSIALISASI DAN WORKSHOP NASIONAL KOTAKU 2016
HOTEL SHERATON – HOTEL AMBHARA – HOTEL SAHID
JAKARTA, 26 – 29 APRIL 2016
Rumusan Hasil-hasil Sosialisasi dan Lokakarya Nasional Program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) yang diselenggarakan pada tanggal 26 sampai 29 April 2016.
I.

RUMUSAN HASIL SOSIALISASI NASIONAL

1. Bahwa KOTAKU sebagai bagian program pembangunan kawasan permukiman
pada RPJMN 2015-2019, sasarannya adalah tercapainya pengentasan
permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen melalui penanganan kawasan
permukiman kumuh seluas 38.431 Ha;
2. Penanganan kawasan permukiman kumuh melalui program KOTAKU mencakup
komponen-komponen kegiatan yang terdiri atas :
a. Pengembangan kelembagaan dan kebijakan;
b. Integrasi perencanaan dan pengembangan kapasitas bagi Pemerintah Daerah
dan Masyarakat;
c. Peningkatan kualitas infrastruktur dan pelayanan perkotaan di kawasan

kumuh, meliputi : infrastruktur primer dan sekunder, termasuk dukungan
pengembangan pusat usaha di Kabupaten / Kota terpilih; dan infrastruktur
tersier atau lingkungan, termasuk dukungan penghidupan berkelanjutan;
d. Dukungan pelaksanaan dan bantuan teknis; serta
e. Dukungan untuk kondisi darurat bencana;
3. Upaya mewujudkan penanganan kumuh perkotaan tidak mungkin dapat
dilakukan dan diselesaikan sendiri oleh Pemerintah apalagi oleh satu
Kementerian/ Lembaga, maka diperlukan kolaborasi semua pihak dan semua
pelaku antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan pemangku
kepentingan lainnya agar sasaran tersebut dapat tercapai;
4. Implementasi platform kolaborasi sebagaimana dimaksud pada poin 3 di atas,
membutuhkan peran Pemerintah Kabupaten/ Kota sebagai nakhoda, dalam
penanganan kumuh mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi, pemeliharaan serta keberlanjutannya;
5. Agar peran dan fungsi Pemerintah Kabupaten/ Kota sebagai nakhoda dalam
program KOTAKU berjalan efektif, maka beberapa perlu strategi sebagai
berikut:
a. Perlunya landasan hukum di daerah untuk penanganan kumuh

b. Pemerintah Kabupaten/ Kota memiliki dokumen Rencana Pencegahan dan

Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (misalnya : RP2KPKP1
dan atau sejenisnya), yang disusun berdasarkan profil kumuh perkotaan dan
RTRW/RDTR, serta diakomodir dalam RPJMD;
c. Pemerintah Kabupaten/ Kota secara proaktif mengkonsolidasikan seluruh
potensi pemangku kepentingan yang terlibat dalam kolaborasi melalui
pengembangan kelembagaan tingkat Kota/Kabupaten seperti Pokja PKP
(Perumahan dan Kawasan Permukiman) atau memfungsikan kelembagaan
yang sudah ada;
d. Pemerintah Kabupaten/ Kota secara proaktif memfasilitasi dan melakukan
revitalisasi kelembagaan masyarakat (LKM/BKM) menjadi partner utama di
masayarakat dalam penanganan kumuh perkotaan;
e. Pemerintah Kabupaten/ Kota secara proaktif memfasilitasi proses integrasi
perencanaan penanganan kumuh (misalnya : dokumen Rencana Penataan
Lingkungan Permukiman atau dokumen sejenisnya) sebagai bagian integral
dari rencana pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh
perkotaan;
f. Pemerintah Kabupaten/ Kota mengalokasikan anggaran yang memadai untuk
merealisasikan rencana penanganan kumuh di perkotaan yang bersumber
dari APBD, dan sumber-sumber anggaran lainnya (Pemerintah Pusat,
Pemerintah Propinsi, Swadaya Masyarakat, Swasta/CSR, LSM dan Perguruan

Tinggi), sehingga target pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi
0 persen di wilayahnya dapat direalisasikan;
6. Bahwa dukungan Pemerintah Pusat dalam program KOTAKU, sesuai dengan
kewenangannya diwujudkan melalui :
a. Dukungan kebijakan pelaksanaan program, antara lain dengan menerbitkan
SPM (Standar Pelayanan Minimum) Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang, Perumahan Rakyat dan Agraria, serta Standar Pelaksanaan Kegiatan
sesuai dengan kebutuhan;
b. Dukungan Bantuan Teknis
Kota/Kabupaten Perkotaan

penanganan

kumuh

kepada

seluruh

c. Dukungan bantuan pembiayaan bersumber dari APBN, yang orientasinya

untuk pembiayaan komponen-komponen kegiatan sebagaimana dimaksud
pada poin 2 di atas;
7. Dalam rangka membangun transparansi dan akuntabilitas, maka salah satu
upaya yang dilakukan adalah dengan audit internal dan eksternal, dan untuk

1

Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan

memastikan kualitas audit perlu dilakukan pengembangan kapasitas kepada
auditor dan auditee
8. Bahwa penanganan kumuh bukan hanya soal fisik, akan tetapi juga soal sikap
perilaku manusia, maka perlu kepedulian semua pihak antara lain perguruan
tinggi yang memerlukan sarana untuk mengaktualisasikan ilmu pengetahuan
yang di milikinya di masyarakat.

II.

RUMUSAN HASIL LOKAKARYA NASIONAL
1. Pemerintah Kabupaten/ Kota sebagai nakhoda dalam pengentasan permukiman

kumuh perkotaan menjadi 0 persen (KOTAKU), berkomitmen agar:
a. Perencanaan Pemda menjadi acuan utama untuk semua pihak yang akan
terlibat dalam penanganan kumuh
b. Membangun dukungan kondusif dari kalangan DPRD, serta memberikan
dukungan kebijakan (Perda, SK, dan sejenisnya) sebagai landasan pelaksanaan
program KOTAKU;
c. Mengidentifikasi dan menggerakkan potensi seluruh pemangku kepentingan
dan SKPD terkait,untuk membangun platform kolaborasi di dalam
pelaksanaan program KOTAKU;
d. Memberikan fasilitasi dan melaksanakan penguatan kapasitas dan revitalisasi
peran kelembagaan masyarakat (LKM/BKM), termasuk di dalam penyusunan
RPLP untuk mendukung pelaksanaan program KOTAKU;
e. Memfasilitasi seluruh rangkaian program KOTAKU dari mulai tahapan
persiapan sampai dengan tahapan keberlanjutan;
f. Khusus di Wilayah DKI Jakarta, posisi komitmen Pemda sebagai Nakhoda akan
dibangun pada level Pemerintah Propinsi melalui Sekretaris Daerah Propinsi;

2. Pemerintah Kabupaten/ Kota dalam perencanaan dan penganggaran
pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen (KOTAKU),
berkomitmen untuk:

a. Konsolidasi data permukiman (seperti pemanfaatan data baseline 100 0 100)
dan sumber data lainnya digunakan dalam penyusunan atau penajaman
dokumen rencana pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh
perkotaan yang akan diintegrasikan kedalam RPJMD;
b. Tertuangnya Target penanganan kumuh dalam RPJMD/RKPD dan harus
mampu menjawab tantangan ke depan;
c. Melakukan penyusunan atau review dokumen perencanaan penanganan
permukiman kumuh;

d. Pelibatan semua pihak (khususnya masyarakat) dalam proses perencanaan
dan penganggaran penanganan kumuh;
e. Konsultasi penganggaran dengan pihak pemberi dana
dimanfaatkan dengan baik;

agar

dapat

f. Alokasi anggaran dari APBD dan menggali potensi pendanaan dari berbagai
sumber;

g. Mengusahakan ketersediaan dana operasional sebagai penunjang kegiatan
penanganan kumuh di kota/kabupaten masing-masing;
h. Pola-pola pembangunan yang diinisiasi oleh BKM/LKM dapat dilanjutkan
dalam penanganan kumuh;
i. Khusus di Wilayah DKI Jakarta, proses perencanaan dan penganggaran akan
dikomitmenkan melalui mekanisme penganggaran daerah pada SKPD-SKPD
terkait di bawah koordinasi Sekretaris Daerah;
3. Pemerintah Kabupaten/ Kota dalam penyiapan dan pengembangan
kelembagaan tingkat kota untuk menggerakkan platform kolaborasi
pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen (KOTAKU),
berkomitmen agar:
a. Mengidentifikasi potensi-potensi kelembagaan di tingkat Kabupaten/ Kota,
b. Membangun atau memfungsikan kelembagaan yang khusus untuk
penanganan kumuh sesuai kebutuhan Kabupaten/ Kota masing-masing (Pokja
PKP atau sejenisnya) yang mampu menjalankan misi program KOTAKU dan
merealisir platform kolaborasi;
c. Mengoptimalkan peran strategis LKM/BKM untuk mendukung program
KOTAKU, sekaligus sebagai subyek dan obyek program;
d. Khusus di Wilayah DKI Jakarta, proses revitalisasi kelembagaan di level
Kota/Kabupaten hanya dapat dilakukan jika komitmen pengembangannya

dilakukan melalui mekanisme pengambilan keputusan di Pemerintah Provinsi
di bawah koordinasi Sekretaris Daerah atau Biro Penataan Kota dan
Lingkungan Hidup-SETDA Provinsi DKI Jakarta;
4. Pemerintah Kabupaten/ Kota dalam pelaksanaan pengentasan permukiman
kumuh perkotaan menjadi 0 persen (KOTAKU) dan keberlanjutannya,
berkomitmen untuk:
a. Pelaksanaan kegiatan infrastruktur pada skala sedang/besar (primer dan
sekunder) dilakukan melalui pola kontraktual (dengan pihak ke-3) melalui
Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang ada di Pemerintah Daerah;
b. Pelaksanaan kegiatan infrastruktur pada skala kecil (tersier) dilakukan melalui
pola swa-kelola oleh masyarakat melalui LKM/BKM;

c. Perlu serah terima asset sesegera mungkin dari pokja /satker kepada Pemda
agar dianggarkan pemeliharaannya oleh pemda;
d. Pemanfaatan/pengelolaan asset, termasuk pemeliharaan (O/P) menjadi
tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/ Kota dan perlu didukung oleh
regulasi daerah, sehingga peran para pihak dalam pemeliharaan (O/P) jelas
dan memiliki kepastian hukum, termasuk menyangkut alokasi
pembiayaannya;
Demikian Rumusan hasil Sosialisasi dan Lokakarya Nasional ini dengan harapan

dapat menjadi rujukan dan acuan untuk menggerakan seluruh pihak agar terlibat
dalam penanganan kumuh secara nasional.
Jakarta, 29 April 2016