HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA REMAJA DIFABEL CACAT FISIK
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI
BERPRESTASI PADA REMAJA DIFABEL CACAT FISIK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Nama : Enadhor Nisita Childa
NIM : 049114009
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI
BERPRESTASI PADA REMAJA DIFABEL CACAT FISIK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Nama : Enadhor Nisita Childa
NIM : 049114009
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Aku hanyalah kerikil kecil yang berada di antara batu-batu besar… Inginku menjadi seperti mereka… Bukan sebesar mereka, namun sekuat mereka… Karna hidup tak selalu mudah… Jika dirimu mempunyai mimpi dan ingin mewujudkannya… Janganlah kamu tidur kembali…tapi bangunlah… dan lakukanlah… Maka yang kamu impikan akan terwujud…
Skripsi ini kupersembahkan untuk : Bapa, Tuhan Yesus dan Bunda Maria di Surga… Papa, Mama, Kakakku Eldista “Someone special” and Syaiful
Dan untuk diriku sendiri, Dora… Pernyataan Keaslian Karya Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karaya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 25 Juni 2009 Penulis
Enadhor Nisita Childa
ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA REMAJA DIFABEL CACAT FISIK Enadhor Nisita Childa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2009
Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi pada remaja difabel cacat fisik. Aspek aspek konsep diri dalam penelitian ini meliputi physical self, social self, moral self dan psychological self. Remaja yang memiliki konsep diri positif maka akan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi serta akan berusaha mendapatkan keberhasilan dalam hidupnya.
Subyek penelitian adalah remaja yang tinggal dan menjalani rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (BBRSBD) Prof. Dr. Soeharso Surakarta sebanyak 50 orang. Alat pengumpulan data yang digunakan berupa skala yang terdiri dari 45 aitem skala konsep diri (dengan reliabilitas sebesar 0.949) dan 42 aitem skala motivasi berprestasi (dengan reliabilitas sebesar 0.928). Proses pengambilan data menggunakan model try out terpakai sehingga pengambilan data hanya dilakukan satu kali. Metode statistik yang digunakan untuk menganalisis data adalah Pearson Product Moment.
Hasil penelitian ini adalah ada hubungan positif yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi. Ditunjukkan dengan hasil r = 0.720 pada taraf signifikasi 1% (p < 0.01). Artinya, semakin positif konsep diri yang dimiliki remaja difabel cacat fisik, maka akan semakin tinggi pula motivasi berprestasinya dan sebaliknya semakin negatif konsep diri yang dimiliki remaja difabel cacat fisik, maka akan semakin rendah motivasi berprestasinya.
Kata kunci : konsep diri, motivasi berprestasi, remaja difabel dan cacat fisik
ABSTRACT CORRELATION BETWEEN SELF CONCEPT WITH ACHIEVEMENT MOTIVATION IN ADOLESCENTS WITH PHYSICAL DISABILITIES Enadhor Nisita Childa Sanata Dharma University Yogyakarta 2009
Current research is aimed to examine the correlation between self concept and achievement motivation in adolescents with physical disabilities. Aspects of self concept in this research were physical self, social self, moral self and psychological self. Adolescents who had positive self concept will also have higher achievement motivation and then they will try to get success in their life.
The subject of current research were 50 adolescents who lived and received rehabilitation in Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (BBRSBD) Prof. Dr. Soeharso, Surakarta. Data collecting were scales composed of 45 self- concept scale items (the reliability is 0.949) and 42 achievement motivation scale items (the reliability is 0.928). Process of collecting data used applied try out model, so collecting data was held once for estimating psychometric quality and also for data analysis. Statistical method which used to analyze the data was Pearson Product Moment.
Result of this research was a significant positive correlation between the self-concept with achievement motivation. The correlation was showed by yield r=0.720 on the significant level 1% (p<0.01). It means, if adolescents with physical disabilities had more positive self-concept, and then their achievement motivation will higher and conversely if adolescents with physical disabilities had more negative self-concept, then their achievement motivation will lower.
Key words : self-concept, achievement motivation, disabled adolescents and
physical disability
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Enadhor Nisita Childa
Nomor Mahasiswa : 049114009 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Motivasi Berprestasi
Pada Remaja Difabel Cacat Fisik
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta, pada tanggal 25 Juni 2009 Yang menyatakan
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Surga, Tuhan Yesus
Kristus dan Bunda Maria atas segala penyertaan, perlindungan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari banyak kesulitan dan kendala yang mengiringi penulisan skripsi ini. sulit rasanya menyelesaikan penulisan skripsi ini tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ungkapan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang memberikan ijin penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, waktu dan perbaikan yang amat berharga dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. Terimakasih juga untuk kesabaran ibu. Trimakasih banyak ya bu.
3. Dra. Lusia Pratidarmanastiti, MS. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis secara akademik selama penulis menempuh kuliah. Terimakasih atas kesabaran ibu membimbing.
4. Drs. Gunawan selaku Kepala Balai u.b. Kepala Bidang Program dan Advokasi Sosial Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (BBRSBD) bantuan selama penelitian sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian.
5. Semua pasien atau siswa yang tinggal dan menjalani rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (BBRSBD) Prof. Dr. Soeharso Surakarta. Terimakasih teman-teman atas waktu kesediaan kalian dalam membantu penulis melakukan penelitian sehingga skripsi ini dapat selesai.
Tanpa bantuan teman-teman, skripsi ini tidak akan selesai.
6. Ibu Ratna. Terimakasih atas segala bantuan selama penelitian di BBRSBD Prof. Dr. Soeharso sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Y. Heri Widodo, M.Psi., selaku pembimbing di Divisi Training Universitas Sanata Dharma. Terimakasih atas dorongan bapak sehingga skripsi ini dapat selesai.
8. Seluruh bapak dan ibu dosen fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma ang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terimakasih ya pak, terimakasih ya bu.
9. Pak Gie, Mas Gandung dan Mbak Nanik di Sekretariat Psikologi Universitas Sanata Dharma yang banyak membantu kelancaran selama penulis menempuh kuliah dan proses skripsi.
10. Mas Muji di Laboratorium Psikologi Universitas Sanata Dharma yang sering menghibur penulis dengan guyonan-guyonan, serta Mas Doni di Ruang Baca Fakultas Psikologi, yang juga memberikan semangat kepada penulis.
11. Papa dan Mama, terimakasih atas segala cinta yang kalian berikan sampai sekarang. Terimakasih pula untuk dorongan, dukungan baik moril maupun materiil sehingga aku bisa kuat dalam menjalani hidup ini dan bisa menyelesaikan tugasku dengan baik. Thank’s mom, thank’s dad, I LOVE U.
12. Kakakku satu-satunya, Eldista. Thank’s atas dukungan, doa dan semuanya.
Tetap semangat ya!
13. Untuk “matahariku” yang selalu menyinari hariku dengan sesuatu yang baru, makasih ya huny atas semua yang telah kamu berikan. Makasih atas dorongan, omelan yang bisa membuat aku sadar untuk menyelesaikan skripsi ini. Makasih kesetiaanmu saat aku susah dan senang.
14. Untuk “syaiful” yang setiap hari tak pernah pergi dariku. Walau kamu hanya seekor kucing, tapi kamu berharga untuk aku, karna apapun tingkahmu, selalu bisa bikin aku tertawa. Makasih ya pul, setiap aku ngetik, kamu selalu menemaniku di depan komputer.
15. Mas Totok dan Pak P, kalian memang pasangan serasi…hehehe…thank’s ya buat dukungannya dan kepedulian kalian. Terimakasih kakak-kakakku yang cakep.
16. Bayu Edvra, makasih banyak atas sindiran dan ejekan buat kakakkmu ini, karna akhirnya kelar juga dek…hehehe
17. Sahabat-sahabatku yang selalu ada, membantu dan mendukung aku.
Willis, Atik, Vani, Mitha, Pristi, Kike, kalian memang gila abis. Aku bersyukur punya sahabat seperti kalian. I MISS U GUYS…
18. Wisnu, Yumil, Erol, Nipeng, Simin, Sronggot, Bleguk, kalian juga gila…hehehe…makasih buat persahabatan kalian selama ini. Terutama buat Sronggot, makasih ya buat waktumu. Karna kamu juga aku bisa sampai di sini. Hehehe…thank’s guys…
19. Teman-teman Divisi Training dan Biro Alumni yang juga selalu mendukung aku untuk cepat menyelesaikan skripsi ini. Mungkin aku nggak bisa ucapin terimakasih ke kalian satu per satu tapi aku menemukan keluarga baru di dalam kalian. Trimakasih teman-teman.
20. Vespa dan motorku yang setia mengantarkanku ke kampus. Tanpa kalian, aku pasti ke kampus by foot…hehehe
21. Laptop dan komputerku yang setia on sampai pagi menemaniku menyelesaikan skripsi ini. Thank’s yah…
22. Semua pihak yang telah banyak mendukung dan membantu penulis selama kuliah dan dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Makasiiiiiihhh banyaaaaakkk yaaa…
23. Semua yang ada di lingkungan Fakultas Psikologi yang sudah memberikan banyak sekali kenangan yang berharga yang telah aku lewati…
DAFTAR ISI
Isi Hal :
HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i
Lembar Persetujuan …………………………………………………… ii Lembar Pengesahan …………………………………………………… iii Lembar Motto dan Persembahan ………………………………………... iv Lembar Keaslian Karya ………………………………………………… v Abstrak …………………………………………………………… vi Abstract …………………………………………………………… vii Lembar Persetuuan Publikasi …………………………………………… viii Kata Pengantar ………………………………………………………….. ix Daftar Isi …………………………………………………………… x Daftar Tabel …………………………………………………………… xvi Daftar Skema …………………………………………………………… xviii Daftar Lampiran ………………………………………………………… xix
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1 A. Latar Belakang …………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah …………………………………………… 6 C. Tujuan Penelitian …………………………………………… 6 D. Manfaat Penelitian …………………………………………… 7
1. Manfaat Praktis ………………………………………... 7
2. Manfaat Teoritis ………………………………………… 7
BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………….. 8 A. Motivasi Berprestasi …………………………………………… 8
1. Pengertian Motivasi Berprestasi …………………………… 8
2. Faktor-faktor yang memperngaruhi motivasi berprestasi …… 9
3. Ciri-ciri motivasi berprestasi tinggi …….…………………… 10
B. Konsep Diri ……………………………………………………. 12
1. Pengertian konsep diri ……………………………………. 12
2. Pembentukan konsep diri ……………………………………. 13
3. Jenis-jenis Konsep Diri ……………………………………. 15
4. Aspek-aspek konsep diri ……………………………………. 16
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep diri …………….. 19
C. Remaja …………………………………………………………… 20
1. Pengertian remaja …………………………………………….. 20
2. Karakteristik remaja ………………………………………….. 20
D. Difabel Cacat Fisik …………………………………………….. 27
1. Pengertian Difabel Cacat Fisik …………………………….. 27
2. Sebab dan Jenis Difabel Cacat Fisik …………………………. 30
3. Dampak Psikologis dari Difabel Cacat Fisik ………...………. 32 E. Hubungan ……………………………………………………..
33 F. Hipotesis ……………………………………………………. 36
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………… 38 A. Jenis Penelitian …………………………………………………… 38
C. Definisi Operasional …………………………………………….. 39
D. Subyek Penelitian …………………………………………….. 41
E. Pengumpulan Data …………………………………………….. 42
F. Metode Analisis Data …………………………………………….. 54
G. Prosedur Penelitian …………………………………………….. 55 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………….
57 A. Pelaksanaan Penelitian ………………………………………….. 57
B. Hasil Penelitian ……………………………………………. 57
C. Analisis Hasil Penelitian ……………………………………. 59
D. Pembahasan ……………………………………………………. 62
BABV KESIMPULAN DAN SARAN …………………………… 69
A. Kesimpulan ……………………………………………………. 69
B. Saran ……………………………………………………………. 69 Daftar Pustaka …………………………………………………….
71 Lampiran ……………………………………………………………. 74
Daftar Tabel Hal : Tabel 3.1
Blueprint Skala Konsep Diri Sebelum Uji Coba ……………………… 45
Tabel 3.2Blueprint Skala Motivasi Berprestasi Sebelum Uji Coba ……………… 47
Tabel 3.3Hasil Analisis Aitem Skala Konsep Diri ……………………………… 50
Tabel 3.4Hasil Analisis Aitem Skala Motivasi Berprestasi ……………………… 51
Tabel 3.5Distribusi Aitem Skala Konsep Diri setelah try out …………………… 52
Tabel 3.6Distribusi Aitem Skala Motivasi Berprestasi ………………………….. 53
Tabel 4.1Deskripsi Data Hasil Penelitian …………………………………………. 57
Tabel 4.2Hasil Pengujian Normalitas ……………………………………………… 60
Tabel 4.3Hasil Uji Korelasi ……………………………………………………… 62
Tabel 4.4
Uji Mean Empirik dan Mean Hipotetik Variabel Konsep Diri ………….. 64
Tabel 4.5 Uji Mean Empirik dan Mean HipotetikAspek physical self, social self dan psychological self ………………….. 65
Tabel 4.6Uji Mean Empirik dan Mean Hipotetik Aspek moral self ………………... 66
Tabel 4.7 Uji Mean Empirik dan Mean HipotetikVariabel Motivasi Berprestasi ………………………………………….. 67
Daftar Skema Hal : Skema hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi pada remaja cacat fisik ………………… 37
Daftar Lampiran
Hal : Lampiran 1 Kuisioner try out dan kuisioner penelitian …………………….. 75 Lampiran 2 Data hasil try out dan data hasil penelitian …………………….. 85 Lampiran 3 Analisis aitem (korelasi aitem total) …………………………….. 102 Lampiran 4
Uji asumsi (uji normalitas dan uji linearitas) …………………….. 107 Lampiran 5
Surat Keterangan Penelitian ……………………………………. 110
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja adalah suatu masa yang selalu menarik untuk dibicarakan karena periode remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke periode dewasa. Menurut Bukatko (2008), dalam perkembangannya, remaja mengalami suatu
krisis identitas. Krisis identitas ini menunjuk pada gagasan bahwa remaja, faktanya mengalami suatu periode ketidaktentuan tentang siapakah mereka dan peranan apa yang akan mereka penuhi dalam hubungannya dengan masyarakat (Bukatko, 2008).
Menurut Philipe (dalam Rini, 2004), individu pada masa remaja pada umumnya akan menampakkan masalah “Body Dysmorphic Disorder”, yaitu ketidakpuasan yang ekstrim terhadap penampilan. Pada masa ini lah individu semakin memperhatikan perubahan yang terjadi pada dirinya (ukuran dan bentuk tubuh). Sangatlah wajar dan umum jika remaja memperhatikan dan mencemaskan penampilan mereka, apalagi perubahan fisik yang kian nyata. Normalnya, kecemasan itu bersifat sementara dan akan memudar dengan sendirinya ketika remaja mampu membangun rasa percaya diri yang positif dan realistik konkrit melalui aktivitas dan pengalaman sehari-hari (Rini, 2004).
Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai remaja-remaja lain yang kurang beruntung, dengan terlahir cacat atau mengalami suatu hal yang menyebabkan mereka menyandang cacat. Dengan kemampuan fisik mereka yang berbeda dari remaja normal, mereka terpaksa mengembangkan kemampuan lain untuk menjalani kehidupan. Misalnya dengan berjalan menggunakan tangan atau menggunakan tongkat untuk menggantikan penglihatan mereka. Kemampuan yang berbeda ini disebut dengan difabel (different ability).
Terkadang peran difabel ini menjadi kurang jelas karena mereka membutuhkan bantuan orang lain dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Mereka menjadi bergantung kepada orang lain yang lebih kuat, misalnya dalam keseharian mereka membutuhkan bantuan untuk bergerak, membersihkan badan, dan lain- lain. Terlebih lagi para difabel ini dianggap kurang produktif untuk berperan aktif dalam masyarakat.
Ahmad (dalam Kedaulatan Rakyat, 2008) mengemukakan bahwa para difabel harus bejuang terus dan pantang putus asa untuk meraih dunia kerja yang diharapkan. Selain itu, secara proaktif juga menyampaikan ke semua pihak bahwa mereka memiliki potensi yang bisa diandalkan pula. Oleh karena itu pemberdayaan difabel dapat dimulai dari diri mereka sendiri.
Untuk mencapai pekerjaan yang diharapkan, para remaja difabel tentunya juga harus mencapai tugas-tugas perkembangan remaja. Tugas perkembangan tersebut salah satunya adalah mempersiapkan karir ekonomi (Havighurst, dalam keberhasilan pada saat remaja. Menurut Santrock (1998), keberhasilan pada saat remaja sangat terkait dengan keberhasilan pada prestasi belajar di sekolah. Dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan di dalam nilai rapornya. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar (Wirawan, dalam Sawitri, 2004)
Keberhasilan remaja dalam mendapatkan prestasi sangat dipengaruhi oleh faktor motivasi. Motive adalah suatu alasan atau dorongan yang menyebabkan individu melakukan sesuatu atau melakukan tindakan tertentu (Handoko, dalam Ninawati, 2002). Motif-motif tersebut pada saat tertentu akan menjadi aktif bila kebutuhan untuk mencapai kebutuhan sangat dirasakan (Ninawati, 2002).
Menurut Fernald dan Fernald (1999), motivasi berprestasi pada remaja dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu : pengaruh keluarga dan kebudayaan (family
and cultural influences), peranan dari konsep diri (role of self concept), pengaruh
dari peran jenis kelamin (influence of sex roles) dan pengakuan dan prestasi (recognition and achievement). Dari beberapa hal tersebut, salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi remaja adalah konsep diri. Konsep diri merupakan evaluasi diri dalam bidang spesifik dari diri sendiri (Santrock, 1998). Konsep diri meliputi gagasan tentang dirinya sendiri yang berisikan bagaimana individu memandang dirinya sendiri sebagai pribadi, bagaimana individu merasa tentang dirinya dan bagaimana individu menginginkan dirinya menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan. Apabila remaja memandang positif terhadap mampu sehingga memungkinkan dirinya termotivasi untuk meraih prestasi. Begitupun sebaliknya, apabila remaja memandang negatif kemampuan yang dimilikinya, maka remaja akan merasa bahwa dirinya tidak mampu untuk mencapai suatu prestasi sehingga di dalam dirinya tidak ada lagi motivasi untuk meraih prestasi.
Konsep diri merupakan semua perasaan dan pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri. Hal ini meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri. Gambaran pribadi remaja terhadap dirinya meliputi penilaian diri dan penilaian sosial (Mahendratto, 2007). Remaja dengan konsep diri positif lebih akan mengembangkan alternatif yang menguntungkan sehingga lebih berpeluang menampilkan tingkah laku yang lebih produktif.
Remaja dengan konsep diri negatif biasanya takut untuk mencoba. Kondisi ini tentu saja menghambat pengembangan diri.
Berdasarkan referensi di atas, pada remaja, konsep diri berhubungan dengan motivasi berpretasi namun hubungan tersebut masih menyangkut poulasi remaja normal. Pada populasi remaja difabel cacat fisik, korelasi antara konsep diri dengan motivasi berprestasi masih perlu untuk dipertanyakan. Adler (dalam Supratiknya, 1993) mengungkapkan dalam teorinya bahwa orang yang memiliki organ yang cacat seringkali berusaha mengkompensasikan kelemahan itu dengan jalan memperkuatnya melalui latihan intensif. Adler memperluas konsep tersebut dengan memasukkan semua konsep inferioritas, yaitu perasaan-perasaan yang muncul akibat kekurangan psikologis atau sosial yang dirasakan secara subyektif Perasaan-perasaan inferiorotas tersebut bukan suatu pertanda abnormalitas melainkan justru penyebab segala bentu penyempurnaan dalam kehidupan manusia. Kendatipun rasa rendah diri itu membawa penderitaan, namun hilangnya rasa rendah diri tidak mesti berarti datangnya kenikmatan. Bagi Adler tujuan manusia bukanlah mendapatkan kenikmatan, akan tetapi mencapai kesempurnaan (Hasibuan, 2007).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Harter (dalam Santrock, 2003), menyatakan bahwa penampilan fisik secara konsisten berkorelasi paling kuat dengan rasa percaya diri dan penerimaan sosial remaja. Remaja yang memiliki cacat fisik menjadi tidak percaya diri, tidak memiliki keberanian, serta merasa kurang mampu menghadapi kehidupannya (Awisol, dalam Funny 2008). Mereka seringkali menganggap dirinya sebagai orang yang gagal dan tidak berguna (Hall&Linsey, dalam Funny, 2008). Cacat fisik tersebut yang menyebabkan remaja mengalami “inferiority complex”, yaitu perasaan kekurangan dan kegelisahan yang berasal dari kekurangan fisik atau psikologis, baik yang nyata ataupun tidak nyata, yang menyebabkan munculnya ekspresi tingkah laku mulai dari menarik diri, kompensasi berlebihan dan juga agresi (Vanden Bos, dalam Funny, 2008).
Hurlock (1996) mengemukakan bahwa banyak remaja yang menggunakan standar kelompok sebagai dasar konsep mereka mengenai kepribadian “ideal” dalam melakukan penilaian terhadap kepribadian mereka sendiri. Karena konsep “ideal” tersebut, remaja yang memiliki cacat fisik akan merasa tidak puas dengan pada masa tersebut. Namun jika remaja yang memiliki cacat fisik dapat memandang dirinya secara positif maka mereka juga akan merasa yakin bahwa mereka dapat menyelesaikan setiap tugas yang diberikan kepada mereka sehingga secara perlahan mereka dapat mencapai prestasi mereka. Dengan demikian jelas bahwa prestasi merupakan sarana dalam melatih kesempatan yang pada akhirnya makin membuka peluang dalam dunia pekerjaan, begitupun sebaliknya (Gunarsa&Gunarsa, 2002).
Uraian permasalahan di atas mendorong peneliti untuk berusaha mengkaji tentang hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi pada remaja difabel cacat fisik.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam penelitian ini, permasalahan pokok yang ingin diungkap peneliti adalah “Apakah ada hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi pada remaja difabel cacat fisik?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi pada remaja difabel cacat fisik.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara Praktis
a. Bagi pendidik atau pendamping remaja difabel cacat fisik, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam pendampingan, terutama dalam pendampingan sosial psikologis sehingga remaja difabel cacat fisik menjadi memiliki pandangan positif terhadap dirinya, serta pendampingan dalam bidang akademis dan skill agar para remaja difabel cacat fisik dapat termotivasi untuk meraih prestasi.
2. Secara Teoritis
a. Bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan remaja. Hasil penelitian ini menjadi salah satu acuan atau referensi dalam mengembangkan studi tentang hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi pada remaja difabel cacat fisik.
BAB II LANDASAN TEORI A. MOTIVASI BERPRESTASI
1. Pengertian Motivasi Berprestasi Mc Clelland (dalam Robin, 1996) mengartikan motivasi berprestasi sebagai dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar dan berusaha untuk mendapatkan keberhasilan. Jadi dapat dikatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi adalah individu yang berorientasi pada tugas, suka bekerja dengan tugas-tugas yang menantang. Penampilan individu pada tugas tersebut dapat dievaluasi dengan berbagai cara, bisa dengan cara membandingkan penampilan dengan orang lain atau dengan standar tertentu.
Berdasarkan definisi motivasi berprestasi di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa pengertian motivasi berprestasi adalah dorongan yang ada pada individu untuk mengungguli, mendapatkan prestasi yang dihubungkan dengan seperangkat standar dan berusaha untuk mendapatkan kesuksesan atas kegiatan yang dilakukannya.
2. Faktor-faktor yang memperngaruhi motivasi berprestasi Fernald dan Fernald (1999) mengungkapkan empat faktor yang berpengaruh terhadap motivasi berprestasi seseorang, yaitu : a. Pengaruh keluarga dan kebudayaan (family and cultural influences).
Besarnya kebebasan yang diberikan orang tua kepada anaknya, jenis pekerjaan orang tua dan jumlah serta urutan anak dalam suatu keluarga memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan motivasi berprestasi. Produk-produk kebudayaan pada suatu Negara seperti cerita rakyat sering mengandung tema-tema prestasi yang bisa meningkatkan semangat warganya.
b. Peranan dari konsep diri (role of self concept).
Konsep diri merupakan bagaimana seseorang berpikir mengenai dirinya sendiri. Apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka individu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga mempengaruhi dalam bertingkah laku.
c. Pengaruh dari peran jenis kelamin (influence of sex roles).
Prestasi yang tinggi biasanya diidentikkan dengan maskulinitas, sehingga banyak wanita belajar tidak maksimal khususnya jika wanita tersebut berada di antara para pria. Pada wanita terdapat kekhawatiran bahwa dirinya akan ditolak oleh masyarakat apabila dirinya memperoleh suatu kesuksesan, namun sampai saat ini hal tersebut masih diperdebatkan. Motivasi pada wanita cenderung berubah-ubah yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi tidak selalu menetapkan tujuan yang menantang ketika dirinya diberikan pilihan dan juga tidak selalu bertahan jika menghadapi suatu kegagalan.
d. Pengakuan dan prestasi (recognition and achievement).
Individu akan termotivasi untuk bekerja keras jika dirinya merasa dipedulikan oleh orang lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa motivasi berprestasi sangat dipengaruhi oleh konsep diri dan peran orang tua atau keluarga. Dengan adanya kepercayaan diri, maka individu menjadi mampu untuk melakukan sesuatu dan dari situlah akan muncul motivasi pada diri individu untuk melakukan hal tersebut. Selain itu, hasil-hasil kebudayaan seperti hikayat-hikayat yang berisi pesan-pesan juga bias mendorong anak untuk meningkatkan prestasinya. Perbedaan jenis kelamin dalam mempengaruhi motivasi berprestasi saat ini masih banyak diperdebatkannamun sepertinya perbedaan tersebut dipengaruhi oleh kebudayaan. Selain itu motivasi berprestasi juga dipengaruhi oleh kepedulian orang lain terhadap individu.
3. Ciri-ciri motivasi berprestasi tinggi Mc Clelland (dalam Robin, 1996) mengatakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi antara lain : a. Berprestasi yang dihubungkan dengan seperangkat standar. Seperangkat standar itu bisa dihubungkan dengan orang lain, prestasi diri sendiri yang lampau serta tugas yang harus dilakukannya.
b. Memiliki tanggungjawab pribadi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
c. Adanya kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik atas pekerjaan yang dilakukannya sehingga dapat diketahui dengan cepat hasil yang diperoleh dari kegiatannya lebih baik atau lebih buruk.
d. Menghindarkan tugas-tugas yang sulit atau terlalu mudah, tetapi akan memilih tugas-tugas dengan tingkat kesukaran sedang.
e. Inovatif, yaitu dalam melakukan suatu pekerjaan dilakukan dengan cara yang berbeda, efisien dan lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini dilakukan agar individu mendapatkan cara-cara yang lebih menguntungkan dalam pencapaian tujuan.
f. Tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau karena tindakan orang lain dan ingin merasakan sukses atau kegagalan yang disebabkan oleh individu itu sendiri.
Menurut Atkinson dan Feather (dalam Feldman, 1992), ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah adalah individu yang termotivasi oleh ketakutan atau kegagalan. Dalam melakukan tugas, individu tidak memikirkan bahwa dirinya akan mendapatkan kesuksesan, tapi lebih terfokus agar suatu tugas yang dilakukan tidak mendapatkan kegagalan. yang mudah sehingga dirinya yakin akan terhindar dari kegagalan atau mencari tugas yang sangat sulit sehingga kegagalan bukan hal yang negatif karena hampir semua individu akan gagal melakukannya. Individu tentu juga akan menghindari tugas yang tingkat kesulitannya menengah karena mungkin individu akan gagal, sementara yang lain akan berhasil.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah individu yang memiliki standar berprestasi, memiliki tanggungjawab pribadi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, individu lebih suka bekerja pada situasi dimana dirinya mendapatkan umpan balik sehingga dapat diketahui seberapa baik tugas yang telah dilakukannya, individu tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau karena tindakan orang lain, individu lebih suka bekerja pada tugas yang tingkat kesulitannya menengah dan realistis dalam pencapaian tujuannya serta individu bersifat inovatif dimana dalam melakukan suatu tugas dilakukan dengan cara yang berbeda.
B. KONSEP DIRI
1. Pengertian konsep diri Menurut Brooks (dalam Rakhmat, 2002), konsep diri di sini dimengerti sebagai pandangan atau persepsi individu terhadap dirinya, baik bersifat fisik, sosial maupun psikologis, dimana pandangan ini diperoleh dari pengalamannya berinteraksi dengan orang lain yang memiliki arti penting dalam hidupnya.
Konsep diri memiliki arti yang lebih mendalam dari sekedar gambaran deskriptif. Konsep diri adalah aspek yang penting dari fungsi- fungsi manusia karena sebenarnya manusia sangat memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan dirinya, termasuk siapakah dirinya, seberapa baik mereka merasa tentang dirinya, seberapa efektif fungsi-fungsi mereka atau seberapa besar impresi yang mereka buat terhadap orang lain (Kartikasari, 2002).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa konsep diri merupakan suatu pandangan atau penilaian individu terhadap dirinya sendiri, baik yang bersifat fisik seperti seberapa baik mereka merasa tentang dirinya, serta social maupun psikologis yang didapat dari hasil interaksinya dengan orang lain.
2. Pembentukan konsep diri Konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Menurut
Willey (dalam Calhoun&Acocella,1990), dalam perkembangan konsep diri, yang digunakan sebagai sumber pokok informasi adalah interaksi individu dengan orang lain. Baldwin dan Holmes (dalam Calhoun&Acocella,1990) juga mengatakan bahwa konsep diri adalah hasil belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain, yang dimaksud ‘orang lain’ di sini adalah: a. Orang tua
Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal dialami seseorang dan paling kuat. Informasi yang diberikan orang tua kepada anaknya lebih mengena daripada informasi yang diberikan oleh orang lain. Oleh sebab itu anak-anak yang tidak memiliki orang tua memperoleh kesukaran dalam mendapatkan informasi tentang dirinya sehingga hal ini akan menjadi penyebab utama anak berkonsep diri negatif.
b. Teman sebaya Teman sebaya menempati posisi kedua setelah orang tua dalam mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur dalam kelompok sebaya sangat berpengaruh terhadap pandangan individu mengenai dirinya sendiri.
c. Masyarakat Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang ada pada seorang anak, seperti siapa bapaknya, ras, dan lain-lain sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki oleh seorang individu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa individu tidak lahir dengan konsep diri. Konsep diri terbentuk seiring dengan pertumbuhan manusia melalui proses belajar. Sumber informasi dalam perkembangan konsep diri adalah interaksi individu dengan orang lain, yaitu orang tua, teman sebaya, serta masyarakat.
3. Jenis-jenis Konsep Diri Menurut Calhoun dan Acocella (1990), dalam perkembangannya konsep diri terbagi dua yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.
a. Konsep diri positif Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima segala fakta tentang dirinya, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan didepannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan.
Ringkasnya, individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul siapa dirinya sehingga dirinya menerima segala sesuatu yang ada pada dirinya baik itu kekurangan atau kelebihan. b. Konsep diri negatif Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif menjadi dua tipe yaitu:
1) Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau yang dihargai dalam kehidupannya.
2) Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu kaku. Hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.
Ringkasnya, individu yang memiliki konsep diri yang negatif terdiri dari dua tipe, tipe pertama yaitu individu yang tidak tahu siapa dirinya dan tidak mengetahui kekurangan dan kelebihannya, sedangkan tipe kedua adalah individu yang memandang dirinya dengan sangat teratur dan stabil sehingga terkesan kaku dan keras.
4. Aspek-aspek konsep diri Berzonsky (1981) mengemukakan bahwa aspek-aspek konsep diri terdiri dari : a. Physical self, yaitu penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimiliki individu seperti tubuh, pakaian, benda miliknya, dan sebagainya.
b. Social self, meliputi bagaimana peranan sosial yang dimainkan oleh individu dan sejauh mana penilaian individu terhadap performannya.
c. Moral self, meliputi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang member arti dan arah bagi kehidupan individu.
d. Psychological self, meliputi pikiran, perasaan dan sikap-sikap individu terhadap dirinya sendiri.