Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA Bab ini menjabarkan tentang Profile pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya di Kabupaten Belu yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan

  bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari arah dan kebijakan, kemudian pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi.

7.1. Pengembangan Permukiman.

  Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman khususnya kawasan RSH dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman pada perdesaan potensial / kawasan pusat pertumbuhan (agropolitan dan minapolitan), Perdesaan tertinggal dan kawasan perbatasan maupun permukiman pada pulau kecil terluar.

7.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

7.1.1.1. Arahan Kebijakan

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain

  1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

  Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

  2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

  Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan

dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

  3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

  4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

  Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

  5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

  Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014. Terkait dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman maka UU No. 1/2011 mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut:

  Tugas

  1. Pemerintah Pusat

  a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan Kasiba dan Lisiba. c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan permukiman.

  e. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional.

  2. Pemerintah Provinsi

  a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional.

  b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas kabupaten/kota.

  c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

  e. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota.

  f. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  g. Memfasilitasipenyediaanperumahandankawasanpermukimanbagimasyarakat,terutama bagi MBR.

  h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.

  3. Pemerintah Kabupaten/Kota

  a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

  b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

  d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

  f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

  h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional. i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman. j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

  Wewenang

  1. Pemerintah Pusat

  a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman.

  b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman.

  c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.

  e. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  f. Mengevalusi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional. g. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

  2. Pemerintah Provinsi

  a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  d. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  e. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi.

  g. Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi.

  h. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

  3. Pemerintah Kabupaten/Kota

  a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR.

  f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.

  g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

  h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota. i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

7.1.1.2. Lingkup Kegiatan

  Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah :

  a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan ; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitaspermukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana; d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman; f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

  

7.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Pengembangan

Permukiman

7.1.2.1. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

  Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah : a. Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

  b. Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.

  c. Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Directive Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

  d. Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.

  e. Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

  f. Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

  g. Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.

  h. Perlunya kerjasama lintas sector untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman. i. Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman. Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum secara nasional. Secara umum arah kebijakan pengembangan kegiatan permukiman di Kabupaten Belu, meliputi :

  1. Meningkatkan kualitas permukiman perkotaan dengan pengembangan kegiatan revitalisasi, perbaikan dan peremajaan kawasan melalui pelaksanaan tridaya

  2. Mengendalikan lingkungan perkotaan sesuai dengan fungsinya pada kawasan perkotaan.

  3. Mengetatkan pelarangan pembangunan permukiman formal oleh pengembangan dikawasan lahan produktif

  4. Mengembangkan permukman perdesaan disesuaikan dengan karakter fisik sosial budaya dan ekonomi masayarakat perdesaan Adapun usaha pemerintah, dalam hal ini dinas PU cipta karya Kabupaten Belu telah membuat usulan program sub bidang pengembangan permukiman perkotaan dan perdesaan pada periode sebelumnya dan pada masa yang akan datang yang telah terealisasi atau belum terealisasi sesuai tujuan utamanya antara lain:

  1. Penyediaan Prasarana dan sarana bagi kawasan RSH di kota Atambua dan kota-kota lainnya

  2. Penataan dan Peremajaan Kawasan

  3. Peningkatan Kualitas Permukiman

  4. Penyediaan Prasarana dan sarana permukiman

  5. Pengembangan Prasarana dan sarana Kawasan Perbatasan

  6. Penyediaan Prasarana dan sarana Dalam Rangka Penanganan Bencana Pemerintah kabupaten Belu mengeluarkan kebijakan sektoral sebagaimana tertera dalam RPJMD dengan menitikberatkan pada pengembangan sektor dan subsektor. Tentunya memperhatikan permasalahan wilayah dan potensi-potensi kawasan, Perkembangan jumlah penduduk yang terus meningkat, penyediaan sarana dan prasarana dasar yang masih terbatas dan belum tergali beberapa potensi ekonomi, Dengan demikian isu-isu strategis yang menjadi landasan pemikiran untuk pengembangan Infrastruktur Keciptakaryaan di Kabupaten Belu adalah :

Tabel 7.1. Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten Belu

  

No. Isu Strategis Keterangan

1 Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

  a. Mengembangkan Kawasan Perkotaan yang mampu memberikan pelayanan optimal bagi masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana yang memadai sehingga memungkinkan masyarakat untuk mengembangkan berbagai kegiatan perdagangan, jasa dan industri serta kegiatan sosial-ekonomi-budaya lainnya.

  b. Mengarahkan pemanfaatan kawasan perkotaan dengan mempertimbangkan kawasan rawan bencana dan kemungkinan terjadinya bencana tak terduga.

c. Mendorong pihak swasta untuk menanamkan investasinya dalam pengembangan Kawasan Perkotaan.

  d. Menyusun Rencana Detail Tata Ruang Kawasan dan Rencana Induk Sistem Prasarana agar pengembangan Kawasan Perkotaan dalam jangka panjang memiliki arah yang jelas sesuai dengan arahan fungsinya.

  e. Mengembangkan keterkaitan antara Kawasan Perkotaan dengan Kawasan Perdesaan dan kawasan lainnya untuk menciptakan sinergi bagi perkembangan wilayah Kabupaten Belu dan sekitarnya.

  f. Pemerintah Kabupaten Belu bertanggungjawab dalam pengembangan dan pengelolaan Kawasan Perkotaan dengan memperhatikan kondisi, karakteristik dan potensi sosial-ekonomi dan prospek pengembangan Kawasan Perkotaan dalam konstelasi wilayah yang lebih luas.

  g. Pengawasan dan penertiban pemanfaatan Kawasan Perkotaan dilakukan Pemerintah Kabupaten Belu (Dinas Terkait) untuk menjaga kelestarian lingkungan, keberlangsungan pembangunan dan tata nilai setempat.

2 Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

  a. Pengembangan ekonomi perdesaan, perbaikan dan pembangunan prasarana dan sarana dasar di wilayah perdesaan, meningkatkan aksessibilitas ke/dari kawasan perdesaan, mengembangkan dan memperkuat keterkaitan Desa-Kota.

  b. Pengembangan Kawasan Agropolitan

  c. Pengembangan Kawasan Minapolitan

  d. Pemgembangan Prasarana dan Sarana Kawasan Perbatasan

  e. Penyediaan Prasrana dan Sarana dalam rangka penanganan bencana

7.1.2.2. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

  Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen SPPIP, 108 dokumen RPKPP, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya. Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman. Untuk kabupaten Belu dokumen perencanaan yang mendukung pembangunan permukiman yang sudah mempunyai kekuatan hukum seperti pada tabel 6.2. di bawah ini :

Tabel 7.2. Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan Lainnya yang terkait Pengembangan Permukiman PERDA/Peraturan Gubernur/Peraturan/Peraturan Lainnya No

  Keterangan No. Peraturan Perihal Tahun

  1 Perda No. 3 RPJPD Kab. Belu 2005-2025 2005

  2 Perda No. 15 RPJMD Kab. Belu 2009-2014 2009

  3 Perda No. 6 RTRW Kab. Belu 2011-2031 2011 Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir. Untuk Kawasan Kumuh pada tahun 2014 telah dibuat DED khusus penanganan kawasan kumuh seperti yang sudah ditetapkan dalam SPPIP, beradasarkan hasil DED tersebut kawasan kumuh di Kota Atambua telah ditetapkan berdasarkan SK Penjabat Bupati Belu Nomer : PU.188.55/13/VIII/2014 tanggal 25 Agustus 2014, dengan luasan seperti tabel 7.3

  Tabel 7.3

Data Kawasan Kumuh (PU.188.55/13/VIII/2014)

  Tabel 7.4.Kondisi Kawasan Kumuh di Kota Atambua KARAKTERISTIK KAWASAN a Koordinat : 9° 6' 32,83" LS 124° 53' 39,78" BT b Nama Lokasi Kumuh : Kawasan Atambua c Tipologi Lokasi Kumuh : Pusat Kota d Luas Lokasi Kumuh (Ha) : ± 11,65 Ha e Jumlah Penduduk di Lokasi Kumuh (jiwa) : 2.255 jiwa f

  Jumlah Kepala Keluarga di Lokasi Kumuh (KK) : 563 KK g Dusun / Lingkungan / RT / RW : RW 02 h Kelurahan / Desa : Atambua i Kecamatan / Distrik : Atambua j Kabupaten : Belu

  PERMASALAHAN KAWASAN a Masih banyaknya konstruksi jalan yang rusak dan belum terintegrasi dengan saluran/drainase. b Pembuangan limbah domestik dan limbah industri rumah tangga pada saluran/drainase. c Tidak adanya bak/kantong sampah.

PENILAIAN KEKUMUHAN (FISIK)

  a. Keteraturan Bangunan : 76% - 100% Bangunan tidak memiliki keteraturan.

  b. Cakupan Pelayanan : Cakupan pengolahan air limbah tidak memadai

terhadap 76% - 100% populasi.

  PERTIMBANGAN LAIN : TINGGI

  Komitmen Pemerintah Daerah : Komitmen penanganan oleh Pemda tinggi.

  Dukungan Masyarakat : Dukungan masyarakat terhadap proses

penanganan kekumuhan tinggi.

  Potensi Sosial Ekonomi : Lokasi tidak memiliki potensi sosial ekonomi tinggi yang potensial dikembangkan.

  Kepadatan Penduduk : Kepadatan Penduduk Pada Lokasi sebesar 201 - 499 jiwa/Ha

  

Lokasi terletak pada fungsi strategis

kawasan/wilayah.

  TINGKAT KEKUMUHAN : KUMUH BERAT PENILAIAN PERTIMBANGAN LAIN (NON-FISIK) Kriteria dan Indikator Parameter Nilai Strategis Lokasi :

  b. Cakupan Pelayanan : Jalan lingkungan untuk mobil damkar tidak

memadai di 76% - 100% luas area.

  a. Persyaran Teknis : Pasokan air damkar tidak memadai di 51% - 76% luas area.

  Kondisi Pengaman Kebakaran

  b. Cakupan Pelayanan : Cakupan pengelolaan persampahan tidak memadai

terhadap 76% - 100%% populasi.

  a. Persyaran Teknis : Pengelolaanpersampahan tidak memenuhi persyaratan teknis di 76% - 100% luas area.

  Kondisi Pengelolaan Persampahan

  a. Persyaran Teknis : Pengelolaan Air Limbah tidak memenuhi persyaratan teknis di 76% - 100% luas area.

  b. Kepadatan Bangunan : Kepadatan bangunan sebesar < 200 unit/Ha.

  Kondisi Pengelolaan Air Limbah

  DOKUMENTASI Aspek Kriteria dan Indikator Parameter Kondisi Bangunan

  b. Cakupan Pelayanan : Cakupan pelayanan SPAM tidak memadai terhadap

  50% luas area.

  a. Persyaran Teknis : SPAM tidak memenuhi persyaratan teknis di 25% -

  Kondisi Penyediaan Air Minum

  b. Cakupan Pelayanan : 76% - 100% Luas area tidak terlayani drainase lingkungan.

  a. Persyaran Teknis : Drainase lingkungan tidak mampu mengatasi genangan minimal di 76% - 100% luas area.

  Kondisi Drainase Lingkungan

  b. Kualitas Jalan : Kualitas jalan buruk pada 51% - 75% luas area.

  51% - 75% luas area.

  a. Cakupan Pelayanan : Cakupan layanan jalan lingkungan tidak memadai di

  Kondisi Jalan Lingkungan

  c. Persyaratan Teknis : 51% - 75% Bangunan tidak memenuhi persyaratan teknis.

  25% - 50% populasi.

  PENILAIAN LEGALITAS LAHAN Kriteria dan Indikator Parameter Keseluruhan Lokasi Memiliki Kejelasan Status Tanah, Baik Dalam Hal Kepemilikan Maupun Izin

  Status Tanah : Pemanfaatan Tanah Dari Pemilik Tanah (Status Tanah Legal) Keseluruhan Lokasi Berada Pada Zona

  Kesesuaian RTR :

Permukiman Sesuai RTR (Sesuai)

Sebagian atau Keseluruhan Lokasi Berada Tidak

  Persyaratan Administrasi Bangunan (IMB) : Pada Zona Permukiman Sesuai RTR (Tidak Sesuai)

  STATUS LAHAN : LEGAL SKALA PRIORITAS PENANGANAN :

1 REKOMENDASI POLA PENANGANAN : PEMUKIMAN KEMBALI ATAU PEREMAJAAN REHABILITASI JALAN DAN DRAINASE, PEMBUATAN

  PROGRAM PENANGANAN FISIK : BAK/KANTONG SAMPAH

Gambar 7.1. Peta Kawasan Kumuh di Kota AtambuaTabel 7.5 Data Kondisi Infrastruktur Perdesaan di Kabupaten Belu No Infrastruktur Terbangun Lokasi Satuan Kondisi

  Kawasan Baik

  Tantangan Pengembangan Permukiman

  1) Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas. 2) Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan. 3) Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

  Permasalahan Pengembangan Permukiman

  17 Jalan Lingkungan Kawasan Fatuala Desa Jenilu Kec. Kakuluk Mesak Kawasan Baik

  16 Jalan Lingkungan Kawasan Lakafehan, Desa Dualaos Kec. Kakuluk Mesak Kawasan Baik

  Kawasan Baik

  15 Jalan Lingkungan Kawasan Kolam Susuk, Desa Dualaos, Kecamatan Kakuluk Mesak

  14 Jalan Lingkungan Kawasan Dafala Desa Dafala Kec. Tasifeto Timur Kawasan Baik

  13 Jalan Lingkungan Kawasan Sadi desa Sadi kec. Tasifeto Timur Kawasan Baik

  12 Jalan Lingkungan Kawasan Haekesak, Desa Tohe Kec. Reihat Kawasan Baik

  Kawasan Baik

  11 Jalan Lingkungan Kawasan Perumahan Translok Halibada Desa Silawan Kec. Tasifeto Timur

  10 Jalan Lingkungan Kawasan Perumahan Translok Wemamfani Desa Kabuna, Kec. Kakuluk Mesak

  1 Jalan Lingkungan Kawasan Pintu Masuk Motamasin Kawasan Baik

  Lamaknen Kawasan Baik

  9 Jalan Lingkungan Kawasan Kewar Kec.

  Kalkuluk Mesak Kawasan Baik

  8 Jalan Lingkungan Kawasan Kanebebi, Kec.

  7 Jalan Lingkungan Kawasan Kabuna, Kec. kakuluk Mesak Kawasan Baik

  Tasifeto Timur Kawasan Baik

  6 Jalan Lingkungan Kawasan Silawan Kec.

  5 Jalan Lingkungan Kawasan Desa Alas Selatan, Kec. Kobalima Timur Kawasan Baik

  Kobalima Timur Kawasan Baik

  4 Jalan Lingkungan Kawasan Desa Welaus Kec.

  3 Pengaman tebing dan pelengkapnya Kawasan Pintu Masuk Motamasin Kawasan Baik

  2 Pelataran Parkir Kawasan Pintu Masuk Motamasin Kawasan Baik

7.1.2.3. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

  1) Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat 2) Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.

  3) Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program- Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)

  4) Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah 5) Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. 6) Penguatan Sinergi SPPIP/RPKPP dalam Penyusunan RPIJM Kab./Kota

  Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di atas adalah yang terangkum secara nasional. Namun sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota terdapat permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik. Penjabaran permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten Belu serta merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada diwilayah Kabupaten Belu.

Tabel 7.6 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Belu No Aspek Pengembangan Permukiman Permasalahan Yang Dihadapi Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

  1 Aspek Fisik dan Lingkungan  Kondisi fisik wilayah dan permukiman yang tidak terkonsentrasi menyebabkan tingginya biaya pembangunan perumahan dan sarana dan prasarana permukiman.

   Terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran di sekitar kawasan tangkapan air dan sumber mata air.

  Sebagian pemukiman warga wilayah perkotaan dan perdesaan belum menerapkan lingkungan hunian yang memenuhi standart kesehatan seperti penyediaan air bersih, tempat persampahan, tempat pembuangan limbah dan drainase.

  2 Aspek Sosial  Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat di perkotaan Belum teroganisir dengan benar lembaga-lembaga

Tabel 7.7 Matriks Identifikasi Potensi dan Masalah

  

Kawasan Permukiman Prioritas

LOKASI

   Aksesibilitas yang cukup baik dari berbagai pusat kegiatan kota dan menjadi pusat perdagangan kota  Terdapatnya saluran alami (kali kecil) yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer  Adanya Bantuan dari Kemenpera berupa program stimulan perbaikan rumah sebanyak 20 rumah  Didominasi oleh Kawasan terbangun khususnya perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi dan berorientasi kepada jaringan jalan.

   Jalan Utama kawasan (Jalan Soekarno) dalam kondisi baik dan berupa perkerasan aspal/hotmix.  Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN Kota Atambua  Sistem perpipaan telah menjangkau wilayah kelurahan Berdao  Permukiman sangat padat & kumuh (terutama di area sekitar saluran drainase primer)

   Dengan kepadatan bangunan yang tinggi, jalan lingkungan di kawasan Kelurahan Berdao sangat terbatas dan berada pada sela-sela bangunan yang rentan terhadap bencana kebakaran.

   ± 150 rumah tidak layak huni dan kumuh belum terdata di kelurahan  Adanya pemukiman yang tidak terakses secara baik dari jalan  Walaupun sistem perpipaan telah menjangkau wilayah kelurahan Berdao namun tidak semua penduduk mendapat pelayanan air bersih.

   Sanitasi lingkungan yang buruk terutama di sepanjang saluran drainase primer (akibat pembuangan menyebabkan kekumuhan di beberapa lokasi masyarakat diperkotaan dan perdesaan guna melakukan penggalangan dana sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana dasar hunian.

  3 Aspek Ekonomi  Lemahnya daya beli, membangun dan memelihara rumah dan sarana dan prasrana permukiman.

   Masih tingginya ketergantungan pendanaan pembangunan dan pemeliharaan perumahan dan sarana-prasarana permukiman Masih tingginya ketergantungan pendanaan pembangunan dan pemeliharaan perumahan dan sarana-prasarana permukiman.

  4 Aspek Budaya  Masih lemahnya kesadaran masyarakat untuk memelihara hasil pembangunan sarana- prasarana permukiman Masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang kebersihan dan kelestarian lingkungan serta memelihara hasil pembangunan sarana-prasarana.

IDENTIFIKASI POTENSI

  LOKASI

IDENTIFIKASI POTENSI

   Telah dilengkapi TPS (Tempat Penampungan Sampah) dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah dari Pemerintah Kota Atambua sampah dan limbah ke saluran drainase)  Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan  Kerusakan dinding saluran drainase primer (kali kecil) di beberapa tempat  Adanya bangunan didirikan di atas saluran drainase primer  Kerusakan lapisan perkerasan jalan akibat tidak dilengkapi saluran drainase  Tidak berfungsi optimal TPS dan bak sampah yang ada  Kapasitas TPS dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah perlu ditingkatkan.

   Aksesibilitas yang cukup baik dari berbagai pusat kegiatan kota dan merupakan area pusat perdagangan dalam kota  Terdapatnya saluran alami (kali kecil) yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer  Adanya Bantuan dari Kemenpera berupa program stimulan perbaikan rumah sebanyak 20 rumah pada tahun 2011  Rumah-rumah yang tidak layak huni telah terdaftar sebanyak 68 unit di kelurahan untuk mendapatkan bantuan  Didominasi oleh Kawasan terbangun khususnya perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi dan berorientasi kepada jaringan jalan.  Jalan Utama kawasan (Jalan Soekarno) dalam kondisi baik dan berupa perkerasan aspal/hotmix.  Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN Kota Atambua  Banyak terdapatnya sumber air tanah (sumur gali)  Telah dilengkapi TPS (Tempat Penampungan Sampah) dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah dari Pemerintah Kota Atambua  Permukiman sangat padat & kumuh (terutama di area saluran drainase primer)

   ± 150 rumah tidak layak huni dan kumuh belum terdata di kelurahan  Adanya pemukiman yang tidak terakses secara baik dari jalan  Sanitasi lingkungan yang buruk terutama di sepanjang saluran drainase primer (akibat pembuangan sampah dan limbah ke saluran drainase)  Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan  Adanya saluran drainase primer yang tidak terhubung/terputus  Kerusakan dinding saluran drainase primer (kali kecil) dibeberapa tempat  Adanya bangunan didirikan di atas saluran drainase primer  Kerusakan lapisan perkerasan jalan akibat tidak dilengkapi saluran drainase  Kualitas air dari sumur gali diragukan mutu bakunya untuk di konsumsi sebagai air minum  Tidak berfungsi optimal TPS dan bak sampah yang ada  Kapasitas TPS dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah di Kelurahan Beirafu belum sesuai kebutuhan

KELURAHAN BEIRAFU

  KELURAHAN  Aksesibilitas yang cukup baik dari berbagai arah dan merupakan pusat kota Atambua  Terdapatnya saluran alami (kali kecil) yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer

   Adanya pasar ikan yang cenderung kumuh  Permukiman sangat padat & kumuh (terutama di area saluran drainase primer)  Sanitasi lingkungan yang buruk

  LOKASI

IDENTIFIKASI POTENSI

   Didominasi oleh Kawasan terbangun khususnya perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi dan berorientasi kepada jaringan jalan.  Jalan Utama kawasan (Jalan Soekarno) dalam kondisi baik dan berupa perkerasan aspal/hotmix.  Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN Kota Atambua  Tersedianya jaringan perpipaan air bersih dari PDAM  Banyak terdapatnya sumber air permukaan (sumur gali)  Telah dilengkapi TPS (Tempat Penampungan Sampah) dan Bak Sampah serta pelayanan pengelolaan sampah dari Pemerintah Kota Atambua terutama di sepanjang saluran drainase primer (akibat pembuangan sampah dan limbah kesaluran drainase)

   Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan  Kerusakan dinding saluran drainase primer (kali kecil) dibeberapa tempat  Adanya bangunan didirikan di atas saluran drainase primer  Kapasitas TPS dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah di belum memadai

   Aksesibilitas yang cukup baik dari berbagai pusat kegiatan kota dan pusat perdagangan kota  Terdapatnya saluran alami (sungai kecil) yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer  Masih tersedianya lahan untuk pengembangan pemukiman  Jalan Utama kawasan dalam kondisi baik dan berupa perkerasan aspal/hotmix.  Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN Kota Atambua  Banyak terdapatnya sumber air permukaan (sumur gali)

   Secara topografis berada pada dataran yang cenderung lebih rendah daripada area sekitarnya sehingga menjadi pusat limpasan air ditambah dengan kondisi drainase yang buruk sehingga merupakan area yang sangat rawan banjir dan genangan.

KELURAHAN TENUKIIK

   Sanitasi lingkungan yang buruk terutama di sepanjang saluran drainase primer (akibat pembuangan sampah dan limbah kesaluran drainase)  Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan  Adanya gorong-gorong yang tidak didesain mengikuti aliran air di saluran primer  Kerusakan lapisan perkerasan jalan akibat tidak dilengkapi saluran drainase dan dilewati mobil-mobil tangki dengan tonase yang besar  Kualitas air dari sumur gali diragukan mutu bakunya  Kapasitas TPS dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah belum optimal

   Aksesibilitas yang cukup baik dari berbagai pusat kegiatan kota dan pusat perdagangan kota  Terdapatnya saluran alami (kali kecil) yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer  Masih tersedianya lahan untuk pengembangan pemukiman  Jalan Utama kawasan (Jalan M.

  Yamin) dalam kondisi baik dan berupa perkerasan aspal/hotmix.  Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN

   Sanitasi lingkungan yang buruk, terutama di area permukiman masyarakat kurang mampu  Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan  Banyaknya ruas jalan yang rusak dan perlu peningkatan  Pada area tertentu mudah mengalami genangan karena berada pada DAS  Talud pada DAS mengalami kerusakan pada dua titik.

KELURAHAN RINBESI

  LOKASI

IDENTIFIKASI POTENSI

  Kota Atambua  Kualitas air dari sumur gali diragukan  Banyak terdapatnya sumber air tanah mutu bakunya

   Kapasitas dan pemanfaatan TPS dan (sumur gali) Bak Sampah serta pengelolaan sampah secara umum belum optimal 7.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan.

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah : 1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras, dan 2) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan. Untuk itu, Kementrian Pekerjaan Umum sebagai lembaga pembina teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai kewajiban untukmeningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota agar mampu melaksanakan amanat UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung. Untuk tahun anggaran 2007, sebagai kelanjutan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, perlu melanjutkan dan memperbaiki serta mempertajam kegiatannya agar lebih cepat memampukan Kabupaten/Kota. Disamping hal tersebut, Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan bertahap, mengacu kepada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai penjabaran rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang harus disusun oleh pemerintah daerah secara komprehensive, akomodatifdan responsif. Selaras dengan upaya pencapaian target Millenium (MDGs), yakni: mengurangi sampai setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk miskin tahun 1990 (target 1); dan mengurangi sampai setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum dan sanitasi yang aman dan berkelanjutan, maka peningkatan kualitas lingkungan permukiman perlu dilakukan lebih intensive dengan melibatkan masyarakat setempat, kelompk peduli dan dunia usaha secara aktif.

7.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

7.2.1.1. Arahan Kebijakan Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain : 1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

  UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). 2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

  a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;

  b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung. Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah. 3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

  Gedung Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

  4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati. 5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan

  Umum dan Penataan Ruang Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

7.2.1.2. Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL (Permen PU No. 8 tahun 2010)

  Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta

  Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara. Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi : a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah Negara ; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan ; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan social ;

  e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan ; dan f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat. Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar 7.2

Gambar 7.2 Lingkup Tugas Penataan Bangunan dan Lingkungan Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi: a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman