BAB IV ASPEK TEKNIS PER SEKTOR - DOCRPIJM 1504143802BAB IV

BAB IV ASPEK TEKNIS PER SEKTOR Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan

  infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

4.1 Pengembangan Permukiman

  Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

  Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

  

4.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Arahan

Kebijakan

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

  

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

  Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

  

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman.

  Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir

  c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

  3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

  Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

  

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan.

  Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

  

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

  Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

  Terkait dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman maka UU No. 1/2011 mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut:

A. Tugas

  1. Pemerintah Pusat

  a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan Kasiba dan Lisiba.

  c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan permukiman.

  e. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional.

  2. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

  a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional.

  b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas kabupaten/kota.

  c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

  e. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota.

  f. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  g. Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR.

  h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.

3. Pemerintah Kota Magelang

  a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

  b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota.

  c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

  d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota.

  e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kota.

  f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang- undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota.

  g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

  h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional. i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman. j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota.

B. Wewenang

1. Pemerintah Pusat

  a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman.

  b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman.

  c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.

  e. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  f. Mengevalusi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.

  g. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

2. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

  a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  d. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  e. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi.

  g. Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi. i. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

3. Pemerintah Kota Magelang

  a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota.

  b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang- undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota.

  c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota.

  d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota.

  e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR.

  f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kota.

  g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

  h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kota. i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kota.

C. Lingkup Kegiatan

  Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:

  a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;

  c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana; d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman; f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

4.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

  Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah:

  • Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
  • Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.
  • Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program

    Directive Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

  • Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil
mungkin.

  • Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.
  • Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.
  • Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.
  • Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

  Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum secara nasional. Sedangkan isu- isu yang bersifat local kota Magelang adalah sebagaiana dalam

Tabel 4.1 berikut :Tabel 4.1 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kota Magelang

  No Isu Strategis

  1. Belum optimalnya peran pemerintah kota dalam mendukung pembangunan permukiman

  2. Belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman

  3. Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.

  No Isu Strategis

  4. Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

  a. Peraturan perundangan di tingkat kota Magelang (peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman, sebagai berikut :

Tabel 4.2 Peraturan Daerah terkait Pengembangan Permukiman

  NO Perda No Peraturan Perihal Tahun

  Perda No 4 Tahun 2011

  RPJM Kota Magelang 2011- 2015

  2011 Perda No 4 Tahun 2012

  Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kota dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni meliputi :

  2012 Perda No 4 Tahun 2009

  RPJP Kota magelang 2005- 2025

  2009 Perda No19 Tahun 2011

  Reribusi Tentang Perijinan Tertentu

  2011 Perda No 4 Tahun 2012

  Bangunan dan Gedung 2012

  b. Kondisi eksisting terkait mengenai kawasan kumuh, jumlah penduduk miskin, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun dukungan kawasan potensial, rawan bencana, dan perbatasan, adalah sebagai berikut :

  RTRW Kota Magelang 2011- 2031

Tabel 4.3 Data Jiwa Miskin per Kecamatan Kota Magelang Tahun 2012

  Jiwa Jiwa Jiwa Jml Jiwa No. Kelurahan Sangat % yang ada Miskin Miskin

  Miskin (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 41.985 4.191 1.858 6.049 A Magelang Selatan

  14,41%

  1 Jurangombo 6.55 496 44 540 8,24% Selatan

  2 Jurangombo Utara 4.194 599 8 607 14,47%

  

3 Magersari 8.521 992 420 1.412 16,57%

  

4 Rejowinangun 8.924 1.288 631 1.919 21,50%

Selatan

  

5 Tidar Selatan 5607 522 127 649 11,57%

  

6 Tidar Utara 8189 294 628 922 11,26%

B Magelang Tengah 48.925 4.55 1.481 6.031 12,33%

  1 Kemirirejo 6.202 729 55 784 12,64%

  

2 Cacaban 8.074 1.199 212 1.411 17,48%

  3 Magelang 7.876 876 43 919 11,67%

  4 Panjang 6.695 456 13 469 7,01%

  

5 Gelangan 7.922 348 644 992 12,52%

  

6 Rejowinangun 12.156 942 514 1.456 11,98%

Utara

C Magelang Utara 37.287 2.258 876 3.134 8,41%

  1 Potrobangsan 8.783 490 92 582 6,63%

  

2 W ates 8.816 618 354 972 11,03%

  3 Kedungsari 7.237 261 1 262 3,62%

  

4 Kramat Selatan 7.841 769 429 1.198 15,28%

  5 Kramat Utara - 4.61 120 120 2,60%

  Jumlah 128.197 10.999 4.215 15.214 11,87 % Sumber: Daerah Dalam Angka, 2012

Tabel 4.4 Data Kawasan Kumuh Kota Magelang Tahun 2012

  Lokasi Luas Jumlah Jumlah Jumlah No Kawasan Kawasan Rumah Rumah Semi Penduduk Kumuh (KM2) Permanen Permanen

  

1. Cacaban 1.246 1.349 578 7.712

  

2. Kedungsari 1.334 1.804 541 7.216

  

3. Rejowinangun 880 2.840 852 11.359

Utara

  

4. Gelangan 993 2.015 605 8.060

  

5 Panjang 814 2.145 644 5.580

Sumber : Analisis Dinas PU, BPMPKB, DKPT Kota Magelang Tahun 2013

Tabel 4.5 Data Kondisi Rusunawa di Kota Magelang Tahun 2013

  

No Lokasi RSH Tahun Pengelola Jumlah Kondisi Prasarana

Pembangunan Penghuni CK yang ada

  Potrobangsan 2013 Pemerintah Belum Baik Jalan, Kota dihuni Drainase, Air Bersih,

  IPAL

  Sumber : Dinas PU Kota Magelang Tahun 2013

Tabel 4.6 Data Kondisi Rumah Per Kecamatan Tahun 2012

  Semi Papan/ Bambu/

No. Kecamatan/ Kelurahan Permanen Jumlah

Permanen Kayu Lainnya

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

  

A Magelang Selatan 6034 1657 565 121 8377

  1 Jurangombo Selatan 724 678 139 60 1.601

  2 Jurangombo Utara 948 286 156 17 1.407

  3 Magersari 782 155

  46 12 995

  4 Rejowinangun Sltn 872 - 286 37 1.195

  5 Tidar Selatan 1.438 122 160 28 1.748

  6 Tidar Utara 127 130

  27 4 288

B Magelang Tengah 7855 2249 1104 327 11535

  1 Kemirirejo 1.962 263

  72 54 2.351 No. Kecamatan/ Kelurahan Permanen Semi Permanen Papan/

  Kayu Bambu/ Lainnya Jumlah

  25 3 1.963

  b. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.

  a. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat

  Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:

  Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

  Sumber: Daerah Dalam Angka, 2012

  79 39 2.657 JUMLAH 21230 5751 2377 627 29985

  5 Kramat Utara 2.028 511

  19 16 - 1.499

  4 Kramat Selatan 1.464

  3 Kedungsari 1.583 352

  (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

  

2 W ates 1.228 556 330 137 2.251

  

1 Potrobangsan 1.038 407 258 - 1.703

  52 75 - 1.977

C Magelang Utara 7341 1845 708 179 10073

  1.85

  6 Rejowinangun Utara

  

5 Gelangan 431 569 411 - 1.411

  

4 Panjang 1.146 554 285 150 2.135

  1.89

  3 Magelang 1.143 487 137 123

  

2 Cacaban 1.323 324 124 - 1.771

C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:

  c. Pencapaian target MDG ’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program- Program Pro Rakyat (Direktif Presiden) d. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang

  Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah

4.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

  Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (target tahun 2020 untuk pengurangan proporsi rumah tangga kumuh), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014. Sedangkan di tingkat kota meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan permukiman.

  Analisis kebutuhan dan target pencapaian daerah pengembangan permukiman Kota Magelang dapat diuraikan dalam matrik sebagai berikut :

Tabel 4.7 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Kota Magelang Untuk 5 Tahun 2014 2015 2016 2017 2018 KETERANGAN No URAIAN UNIT Lokasi

  1 Jumlah Penduduk Jiwa 123.855 124.400 124.945 125.490 126.035

  2 Kepadatan Jiwa/Km2 6.835 6.865 6.895 6.925 6.956 Penduduk

  3 Proyeksi Persebaran Jiwa/Km2 6.835 6.865 6.895 6.925 6.956 Penduduk

  4 Proyeksi Persebaran Jiwa/Km2 11,19 11, 17 11,15 11,12 11,09 penduduk Miskin

  5 Sasaran penurunan HA

  2

  2

  2

  2

  2 Kawasan Kumuh

  6 Kebutuhan TB

  1 Rusunawa

  7 Kebutuhan RSH Unit 500 500 500 500 500

  8 Kebutuhan Kawasan

  1 1 -

  1

  1 Pengembangan Permukiman Baru

  Hasil Analisa Team Penyusun RPIJM Tahun 2013

  DOKUMEN RPIJM 2014 - 2018

  88 BAB IV ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

4.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

  Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari: a. Pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta b. Peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

  Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman juga berupa kegiatan non-fisik yaitu penyusunan SPPIP dan RPKPP.

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

  1. Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

  2. Infrastruktur permukiman RSH

  3. Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam gambar 4.1.

  Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012

Gambar 4.1 Alur Program Pengembangan Permukiman

  Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

  Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

  1. Umum  Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

   Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.  Kesiapan lahan (sudah tersedia).  Sudah tersedia DED.  Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP,

  RPKPP, Masterplan Kws. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)  Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.

   Ada unit pelaksana kegiatan.  Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

  2. Khusus

  Rusunawa  Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh  Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD  lainnya  Ada calon penghuni RIS PNPM  Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

   Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.  Tingkat kemiskinan desa >25%.  Wali Kota menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.

  Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

  1. Vitalitas Non Ekonomi

  a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

  b. Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

  c. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

  d. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

  2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

  a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis. b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

  c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.

  3. Status Kepemilikan Tanah a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

  b. Status sertifikat tanah yang ada.

  4. Keadaan Prasarana dan Sarana

  a. Kondisi Jalan

  b. Drainase

  b. Air bersih

  c. Air limbah

  5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

  a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

  b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

4.1.5 Usulan Program dan Kegiatan

A. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

  Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka disusunlah usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPIJM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.

  Setelah memperhatikan kriteria kesiapan tersebut diatas maka dapat dirumuskan usulan program dan kegiatan pengembangan permukiman kota yang disusun berdasarkan prioritasnya seperti dalam matrik program terlampir.

4.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

4.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain:

  

1. UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman

  UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

  Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

  a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung.

  Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

  

3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28

Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

  

4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

  Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis- jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

  

5. Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar

Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

  Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

  Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL (Permen PU No. 8 tahun 2010)

  Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan

  Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan,penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara. Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;

  b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;

  c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan; d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

  Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2.

  

Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012

Gambar 4.2 Lingkup Tugas PBL

  Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:

  a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

  • Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
  • Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
  • Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;
  • Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

  b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

  • Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;
  • Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
  • Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; • Pelatihan teknis.

  c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

  • Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; • Paket dan Replikasi.

  

4.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan

Tantangan

A. Isu Strategis

  Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat melihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program- program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan

  IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

  Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG ’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang

  Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

  Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.

  Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat

  II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable

  

Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai

  kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.

  Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1) Penataan Lingkungan Permukiman

  a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

  b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan; c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan; d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

  e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal; f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

  b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota; c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;

  d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara; e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

  

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan

Kemiskinan

  a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

  b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET; c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

  Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi,

  b) RTH,

  c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan. Gambaran tentang isu strategis sektor PBL di Kota Magelang adalah seperti tabel 4.8.

Tabel 4.8 Isu Strategis sektor PBL di Kota Magelang

  No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor PBL

  1. Penataan Lingkungan

  a. Kota Magelang belum mempunyai Permukiman RTBL

  c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;

  e. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal; d. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan

  Standar Pelayanan Minimal;

  2. Penyelenggaraan

  a. Tertib pembangunan dan

  Bangunan Gedung dan

  keandalan bangunan gedung

  Rumah

  (keselamatan, kesehatan,

  Negara

  kenyamanan dan kemudahan);

  No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor PBL

  b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;

  c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;

  d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;

  e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

B. Kondisi Eksisting

  Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota,

  9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.

  Setiap Kabupaten/Kota diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi eksisting di daerah masing-masing, yang mencakup kondisi terkait peraturan daerah, kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara, serta capaian dalam pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan.

  Untuk data kondisi eksisting terkait dengan Peraturan Daerah yang telah disusun mencakup Raperda dan Perda Bangunan Gedung, Perda RTBL, Perda RISPK, SK Bupati/Walikota, Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota, yang terkait sektor PBL. Informasi tersebut dapat dirangkum dalam tabel seperti Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Peraturan Daerah terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Peraturan Daerah No.

  Ket. No Tahun Tentang

  1 4 2012 Bangunan dan Gedung

  2 11 2011 Reribusi Perijinan Tertentu

  104

  a. Menara Air b. Masjid

  Sekitar Bangunan dan Gedung

  Jalan dan Drainase 0,5 H

  3. Eks Karsidenan Gedung Bakorwi II (Kedu dan Surakarta)

  60 % Ada 100 Ada 100 UPTD Kebakaran Din PU Ada

  H Sekitar Bangunan Gedung

  d. LPAS Jalan dan Drainase 1,5

  c. Gereja

  2. Komplek alun-alun Kota

  DOKUMEN RPIJM 2014 - 2018

  Kebakaran- Din PU Ada

  2 H Sekitar Bangunan Gedung 40 % Ada 100 Ada 100 UPTD

  Jalan dan Drainase

  1. Rindam 4 Diponegoro a. Markas TNI b. Sekolah TNI

  IMB Ketersediaan HSBGN % HSBGN Instansi Pemadam Kebakaran Prasarana & Sarana Kebakaran

  IMB %

  BAB IV ASPEK TEKNIS PER SEKTOR Tabel 4.10 Penataan Lingkungan Permukiman Kota Magelang Tahun 2012 No Kawasan Kawasan Tradisional/ Bersejarah Dukungan Infrastruktur CK RTH Pemenuhan SPM Penanganan Kebakaran Luas Lokasi % RTH Ketersediaan

  40 % Ada 100 Ada 100 UPTD Kebakaran Din PU Ada Untuk kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kota Magelang dapat digambarkan kondisi eksistingnya seperti Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  17 Kelurahan 245 Orang Rehab Rumah Tidak Layak Huni

  Pengerasan Jalan

  50 Orang No Kegiatan P4 IP Wilayah/Lokasi Jumlah Peserta

  50 Orang

  50 Orang

  50 Orang

  50 Orang

  IPAL Komunal Kel. Kedungsari Kel. Rejowinangun Kel. Gelangan Kel. Panjang Kel. Cacaban

  17 Kelurahan 245 Orang No Kegiatan USRI Wilayah/Lokasi Jumlah Peserta

  17 Kelurahan 245 Orang Pembangunan Air Bersih