BAB II TINJAUAN PUSTAKA - GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN GANGGUAN MENTAL ORGANIK DI RUANG BIMA INSTALASI PELAYANAN KESEHATAN JIWA TERPADU RSUD BANYUMAS TAHUN 2017 - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Mental Organik 1. Definisi Gangguan mental organik (GMO) adalah suatu gangguan mental

  yang secara patologi bisa dijelaskan, misalnya : tumor otak, penyakit serebrovaskuler, atau intoksikasi obat. (Prabowo, E. 2014).

  Gangguan mental organik merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak.

  (Maramis, W.F., & Albert, A.M. 2014). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu dari pada pembagian akut dan menahun.

2. Etiologi

  Etiologi primer berasal dari suatu penyakit di otak dan suatu cedera atau rudapaksa otak atau dapat dikatakan disfungsi otak. Sedangkan

  

12 etiologi sekunder berasal dari penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh.

  Istilah organik merupakan sindrom yang diklasifikasikan dapat berkaitan dengan gangguan/penyakit sistemik/ otak yang secara bebas dapat didiagnosis sedangkan istilah simtomatik untuk gangguan mental organik yang pengaruhnya terhadap otak merupakan akibat sekunder dari gangguan/ penyakit ekstra serebral sistemik seperti zat toksik berpengaruh pada otak bisa bersifat sesaat/ jangka panjang. (Anisa, I.

  2017).

3. Jenis-jenis Gangguan Mental Organik a. Delirium

  Delirium adalah suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan kesadaran yang biasanya tampak dalam bentuk hambatan pada fungsi kognitif. Delirium merupakan sindrom klinis akut dan sejenak dengan ciri penurunan taraf kesadaran, gangguan kognitif, gangguan persepsi, termasuk halusinasi dan ilusi, khas adalah visual juga di pancaindera lain, dan gangguan perilaku, seperti agitasi.

  Gangguan ini berlangsung pendek dan berjam-jam hingga berhari, taraf hebatnya berfluktuasi, hebat dimalam hari, kegelapan membuat halusinasi visual dan gangguan perilaku meningkat. Biasanya reversibel. Penyebabnya termasuk penyakit fisik, intoxikasi obat (zat).

  Diagnosis biasanya klinis dengan laboratorium dan pemeriksaan pencitraan (imaging) untuk menemukan penyebabnya. Terapinya ialah memperbaiki penyebabnya dan tindakan supportif.

  Delirium bisa timbul pada segala umur, tetapi sering pada usia lanjut. Sedikitnya 10% dari pasien lanjut usia yang di rawat inap menderita delirium 15-50% mengalami delirium sesaat pada masa perawatan rumah sakit. Delirium juga sering dijumpai pada panti asuhan. Bila delirium terjadi pada orang muda biasanya karena penggunaan obat atau penyakit yang berbahaya mengancam jiwanya.

  1) Etiologi delirium

  

Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya

  mempunyai pola gejala serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien. Penyebab utama dapat berasal dari penyakit susunan saraf pusat seperti (sebagai contoh epilepsi), penyakit sistemik, dan intoksikasi atau reaksi putus obat maupun zat toksik. Penyebab delirium terbanyak terletak diluar sistem pusat, misalnya gagal ginjal, dan hati. Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta glutamat area yang terutama terkena adalah formasio retukalaris.

  Penyebab delirium dibagi menjadi :

  a) Penyebab Intrakranial yaitu epilepsi atau keadaan pasca kejang, trauma otak (terutama gegar otak), infeksi (meningitis,

  ensetalitis ), neoplasma, gangguan vaskuler. b) Penyebab Ekstrakranial (1). Obat-obatan (ditelan atau diputus) seperti (1) obat antikolinergik, (antikonvulsan, obat antihipertensi, obat antiparkinson, obat antipsikotik, cimetidine, klonidine, disulfiram, insulin, opiat, fensiklidine, fenitoin, ranitidine, sedatif (termasuk alkohol), dan hipnotik, steroid). (2) Racun, Karbon monoksida, logam berat, dan racun industri lain. (3) Disfungsi endokrin atau hipofungsi atau hiperfungsi (hipofisis, pankreas, adrenal, paratiroid, dan tiroid). (4) Penyakit organ non endokrin yaitu hati (ensefalopati

  hepatik ), ginjal dan saluran kemih (ensefalopati uremik),

  paru-paru (narkosis karbondioksida, hipoksia), sistem kardiovaskuler (gagal jantung, aritmia, hipotensi). (5) Penyakit defisiensi diantaranya defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau asam folat. (6) Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis yaitu ketidakseimbangan elektrolit dengan penyebab apapun keadaan pasca operatif. (7) Trauma (kepala atau seluruh tubuh). (8) Karbohidrat : hiperglikemi. 2) Patogenesis Delirium

  Walaupun patogenesis delirium belum diketahui secara pasti, beberapa teori yang diungkapkan oleh beberapa pakar tetap penting untuk diperhatikan. Perubahan Electro Encephalo Graphic (EEG) (-8 kali per detik, lebih lambat dari sistem saraf pusat normal) sering terjadi pada delirium yang terkait dengan disfungsi korteks, hal ini disebabkan karena EEG mengukur aktivitas listrik dikorteks.

  Struktur subkorteks (formasiretikuler, thalamus) mengendalikan aktivitas listrik dikorteks mengindikasikan adanya defisiensi substrat tertentu, umumnya karena paparan abnormal glukosa dan oksigen dalam kadar tertentu. Sayangnya tidak semua pasien dengan delirium menunjukan adanya perlambatan EEG, dan bukti adanya defisiensi substrat tertentu tidak dapat ditemukan pada sebagian besar kasus. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit mengganggu kemampuan sel saraf untuk menginisiasi aktivitas listrik. Menurunnya aktivitas listrik antar sel saraf akan menyebabkan melambatnya gelombang EEG.

  3) Faktor predisposisi terjadinya delirium antara lain :

  a) Usia

  b) Kerusakan otak

  c) Riwayat delirium

  d) Ketergantungan alkohol

  e) Diabetes

  f) Kanker

  g) Gangguan pancaindera

  h) Malnutrisi

  4) Diagnosis Kriteria diagnostik untuk delirium karena kondisi medis umum :

  a) Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan) dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian.

  b) Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat (biasanya beberapa jam sampai hari dan cenderung berfluktuasi selama perjalanan hari).

  c) Perubahan kognisi (seperti defisit daya ingat disorientasi, gangguan bahasa) atau perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan, atau yang sedang timbul.

  d) Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, penyakit fisik, atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah disebabkan oleh akibat fisiologis langsung dan kondisi medis umum. 5) Gambaran Klinis

  a) Kesadaran (Arousal) Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium, satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan putus zat seringkali mempunyai delirium hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan kulit, pucat berkeringat, takikardi, pupil berdilatasi, mual, muntah dan hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai depresi, katatonik atau mengalami demensia.

  b) Orientasi Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang harus diuji pada seorang pasien dengan delirium. Orientasi terhadap waktu seringkali hilang bahkan pada kasus delirium yang ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain (sebagai contohnya dokter, anggota keluarga) mungkin juga terganggu pada kasus yang berat pasien delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri.

  c) Bahasa dan Kognisi Pasien dengan delirium seringkali mempunyai kelainan dalam bahasa. Kelainan dapat berupa bicara yang melantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan ganggun kemampuan untuk mengerti pembicaraan fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adalah fungsi ingatan dan kognitif umum kemampuan untuk menyusun, mempertahankan dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan kenangan yang jauh mungkin dipertahankan.

  Disamping penurunan perhatian, paien mungkin mempunyai penurunan kognitif yang dramatis suatu gejala hipoaktif delirium yang karakteristik. Pasien delirium juga mempunyai gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham yang tidak sistematik, kadang-kadang paranoid.

  d) Persepsi Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk membedakan stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka. Halusinasi relatif sering pada pasien delirium.

  Halusinasi paling sering adalah visual atau auditoris walaupun halusinasi dapat taktil atau olfaktoris. Ilusi visual atau auditoris adalah sering pada delirum.

  e) Suasana perasaan Pasien dengan delirium mempunyai kelainan dalam pengaturan suasana gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan suasana perasaan lain adalah apatis, depresi, dan euforia.

  f) Gejala Penyerta : gangguan tidur bangun Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah terganggu adalah sedikit mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tidur sekejap ditempat tidurnya atau di ruang keluarga. Seringkali keseluruhan siklus tidur-bangun pasien dengan delirium semata-mata terbalik. Pasien seringkali mengalami eksaserbasi gejala delirum tepat sebelum tidur, situasi klinis yang dikenal luas sebagai sundowing.

  g) Gejala Neurologis Gejala neurologis yang menyertai, termasuk disfagia, tremor, asteriksis, inkoordinasi, dan inkontinensia urin.

  6) Pengobatan Tujuan utama adalah mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia obat yang terpilih untuk psikosis adalah haloperidol (Haldol), suatu obat antipsikotik golongan butirofenon, dosis awal antara 2-10 mg IM, diulang dalam satu jam jika pasien tetap teragitasi, segera pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat atau bentuk tablet dapat dimulai, dosis oral +1,5 lebih tinggi dibandngkan dosis parenteral dosis harian efektif total haloperidol 5-50 mg untuk sebagian besar pasien delirium. Droperidol (Inapsine) adalah suatu butirofenon yang tersedia sebagai suatu formula intravena alternatif monitoring EKG sangat penting pada pengobatan ini. Insomnia diobati dengan golongan benzodiazepin dengan waktu paruh pendek, contohnya hidroksizine (vistaril) dosis 25-100 mg.

b. Demensia

  Merupakan suatu gangguan organik yang biasanya diakibatkan oleh proses degeneratif yang progresif yang mengenai fungsi kognitif.

  Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif (biasanya tanpa gangguan kesadaran) yang mempengaruhi kepribadian pasien.

  Sebuah sindrom yang ditandai dengan berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa adanya gangguan pada kesadaran. Gangguan pada fungsi kognitif itu dapat berupa gangguan pada intelegensi secara umum, ingatan, belajar, orientasi, bahasa, konsentrasi, perhatian dan juga kemampuan sosial. Gangguannya pun dapat berupa progresif, statis, permanen dan juga reversible jika diberikan pengobatan tepat pada waktunya.

  Penyebab dari gangguan mental ini adalah 75% demensia Alzheimer serta demesia vaskuler, sisanya dikarenakan oleh penyakit Hungtington, Pick, serta trauma kepala. Gambaran ini awalnya adalah berupa gangguan daya ingat yang baru, selanjutnya ingatan yang sudah lama pun juga akan mengalami gangguan pula. Selain itu ditemukan juga gangguan bahasa serta gangguan orientasi di masalah ini.

  Bila salah satu keluarga kita mengalami gangguan mental ini, maka mungkin kita akan sangat terganggu jika ia mengalami perubahan kepribadian menjadi lebih introvert, gampang marah, serta sering mengalami halusinasi.

  1) Etiologi Demensia meliputi : penyakit alzheimer, demensia vaskuler, infeksi, gangguan nutrisional, gangguan metabolik, gangguan peradangan kronis, obat dan toksin (termasuk demensia alkoholik kronis), massa intrakranial : tumor, massa subdural, abses otak, anoksia, trauma (sedera kepala, demensia pugilistika (punch- drunk syndrome) ), hidrosefalus tekanan normal.

  th

  2) Klasifikasi Demensia menurut umur yaitu demensia senilis (>65 ),

  th

  demensia prasenilis (<65 ). Menurut perjalanan penyakit yaitu reversibel, ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural, hematoma, defisiensi vit.B , hipotiroidisma. Menurut kerusakan struktur otak yaitu tipe alzheimer, Tipe Non Alzheimer, Demensia Vaskuler, Demesia Jisim Lewy (Lewy Body Dementia), Demensia Lobus Frontal

  • – Temporal, Demensia Terkait Dengan SIDA (HIV- AIDS), Mobus Parkinson, Morbus Hungtington, Morbus Pick,

  

Morbus Jakob-Creutzfeldt, Sindrom Gertsmann-Strauslerr-

Scheinker, Prion Disease, Palsi Supranuklear Progresif, Multiple

Sklerosis, Neurosifilis, Tipe Campuran. Menurut sifat klinis yaitu

demensia proprius dan pseudo-demensia.

  3) Tanda dan gejalanya meliputi seluruh jajaran fungsi otak rusak, awalnya gangguan daya ingat jangka pendek, gangguan kepribadian perilaku, mood swings, defisit neurologik motor & fokal, mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi, dan kejang, gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham dan paronia, agnosia, apraxia, afasi, ADL ( Activities of Daily Living ) susah, Kesulitan mengatur penggunaan keuangan, tidak bisa pulang bila bepergian, lupa meletakkan barang penting, sulit mandi, makan, toileting, berpakaian, pasien bisa berjalan jauh dari rumah, dan tak bisa pulang, mudah terjatuh, keseimbangan buruk, akhirnya lumpuh, inkontinensia urine, & alvi, tak dapat makan dan menelan, koma dan kematian

  4) Epidemiologi Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Dan semua pasien demensia, 50-60% menderita demensia tipe Alzheimer yang merupakan tipe demensia yang paling sering. Kira-kira 5% dari

  

semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia

tipe Alzheimer, dibandingkan 15-25% dan semua orang yang

  berusia 85 tahun atau lebih. Tipe dimensia yang paling sering kedua adalah dimensia vaskuler yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskuler, berkisar antara 15-30% dari semua kasus demensia, sering pada usia 60-70 tahun terutama pada laki-laki. Hipertensi merupakan faktor predisposisi terhadap penyakit demensia vaskuler.

  5) Diagnosis Kriteria diagnostik untuk demensia tipe alzheimer : Pekembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan baik:

  a) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya).

  b) Satu ( atau lebih ) gangguan kognitif berikut : afasia (gangguan bahasa), apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh), agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh), gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak), defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

  6) Gambaran Klinis

  a) Gangguan daya ingat Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal dan menonjol pada demensia, khususnya pada demensia yang mengenai korteks, seperti demensia tipe alzheimer. Pada awal perjalanan demensia, gangguam daya ingat adalah ringan dan paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi. b) Orientasi Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, waktu, dan tempat, orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali keruangannya setelah pergi kekamar mandi. Tetapi tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak menunjukan gangguan pada tingkat kesadaran.

  c) Gangguan bahasa Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer, dan demensia vaskuler, dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan berbahasa ditandai oleh cara berkata yang samar-samar, stereotipik tidak tepat, atau berputar-putar.

  d) Perubahan kepribadian Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien demensia mempunyai waham paranoid. Gangguan frontal dan temporal kemungkinan mengalami perubahan kepribadian yang jelas, mudah marah dan meledak-ledak. e) Psikosis Diperkirakan 20-30% pasien demensia tipe Alzheimer, memiliki halusinasi, dan 30-40% memiliki waham, terutama pada sifat paranoid atau persekutorik dan tidak sistemik.

  f) Gangguan lain (1). Psikiatrik

  Pasien demensia juga menunjukan tertawa atau menangis patologis yaitu, emosi yang ektrim tanpa provokasi yang terlihat. (2). Neurologis

  Disamping afasia apraksia, dan afmosia pada pasien demensia adalah sering. Tanda neurologis lain adalah kejang pada demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskuler.

  Pasien demensia vaskuler mempunyai gejala neurologis tambahan seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal, dan gangguan tidur. Palsi serebrobulbar, disartria, dan disfagia lebih sering daripada demensia vaskuler. (3). Reaksi yang katastropik

  Ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran subyektif, tentang defisit intelektualnya dibawah keadaan yang menegangkan, pasien biasanya berusaha untuk mengkompensasi defek tersebut dengan menggunakan strategi untuk mmenghindari terlihatnya kegagalan dalam daya intelektual, seperti mengubah subjek, membuat lelucon, atau mengalihkan pewawancara dengan cara lain.

  (4). Sindroma sundowner Ditandai oleh mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh secara tidak disengaja. Keadaan ini sering terjadi pada pasien lanjut usia yang mengalami sedasi berat dan pada pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif.

  g) Pengobatan Pendekatan pengobatan umum adalah untuk memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik (perilaku yang mengganggu). Pendekatan farmakologis dengan obat yang mempunyai aktivitas antikolinergik yang tinggi harus dihindari. Walaupun thioridazine (Mellaril), yang mempunyai aktivitas antikolinergik yang tinggi, merupakan obat yang efektif dalam mengontrol perilaku pasien demensia jika diberikan dalam dosis kecil. Benzodiazepim kerja singkat dalam dosis kecil adalah medikasi anxiolitik dan sedatif yang lebih disukai untuk pasien demensia. Zolpidem (ambient) dapat digunakan untuk tujuan sedatif. Tetrahidroaminokridin (tacrine) sebagai suatu pegobatan untuk penyakit alzheimer, obat ini merupakan inhibitor aktivitas antikolinesterase dengan lama kerja yang agak panjang.

c. Gangguan Amnestik

  Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya ingat yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan. Diagnosis gangguan amnestik tidak dapat dibuat jika mempunyai tanda lain dari gangguan kognitif, seperti yang terlihat pada demensia, atau jika mempunyai gangguan perhatian (attention) atau keasadaran, seperti yang terlihat pada delirium.

  1) Etiologi Gangguan Amnestik

  a) Kondisi medis sistemik yaitu defisiensi tiamin (sindroma korsakoff), hipoglikemia.

  b) Kondisi otak primer yaitu kejang, trauma kepala (tertutup dan tembus), tumor serebrovaskuler (terutama thalamik dan lobus temporalis), prosedur bedah pada otak, ensefalitis karena herpes simpleks, hipoksia (terutama usaha pencekikan yang tidak mematikan dan keracunan karbonmonoksida), amnesia global transien, terapi elektrokonvulsif, sklerosis multipel.

  c) Penyebab berhubungan dengan zat diantaranya gangguan penggunaan alkohol, neurotoksin, benzodiazepin (dan sedatif-hipnotik lain), banyak preparat yang dijual bebas.

  2) Diagnosis Kriteria diagnosis untuk gangguan amnestik karena kondisi medis umum: a) Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau ketidakmampuan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya.

  b) Gangguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya.

  c) Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirum atau suatu demensia.

  d) Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung, dari kondisi medis umum (termasuk trauma fisik). 3) Gambaran Klinis

  Pusat gejala dan gangguan amnestik adalah perkembangan gangguan daya ingat yang ditandai oleh gangguan pada kemampuan untuk mempelajari informasi baru (amnesia

  anterograd) dan ketidakmampuan untuk mengingat pengetahuan

  yang sebelumnya diingat (amnesia retrogad). Periode waktu dimana pasien terjadi amnesia kemungkinan dimulai langsung pada saat trauma atau beberapa saat sebelum trauma. Ingatan tentang waktu saat gangguan fisik mungkin juga hilang. Daya ingat jangka pendek (short-term memory) dan daya ingat baru saja (recent memory) biasanya terganggu. Daya ingat jangka jauh

  (remote post memory) untuk informasi atau yang dipelajari secara

  mendalam (overlearned) seperti pengalaman maka anak-anak adalah baik, tetapi untuk daya ingat peristiwa yang kurang lama (lewat dari 10 tahun) adalah terganggu. 4) Pengobatan

  Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari gangguan dasar amnestik setelah resolusi episode amnestik, suatu jenis psikoterapi (sebagai contohnya, kognitif psikodinamika, atau suportif dapat membantu pasien menerima pengalaman amnestik kedalam kehidupannya.

d. Gangguan Mental Organik Lain

  1) Epilepsi Suatu kejang (seizure) adalah suatu gangguan patologis paroksismal sementara dalam gangguan patologis proksimal sementara dalam fungsi cerebral yang disebabkan oleh pelepasan neuron yang spontan dan luas pasien dikatakan menderita epilepsi jika mereka mempunyai keadaan kronis yang ditandai dengan kejang yang rekuren.

  Epilepsi merupakan suatu gejala akibat lepasnya aktivitas elektrik yang periodik dan eksesif dari neuron serebrum yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktifitas, otonom dan berbagai gangguan psikis.

  a) Etiologi Penyebab epilepsi umunya dibagi menjadi dua: (1). Idiopatik (primer/essensial)

  Pada jenis ini, tidak dapat diketemukan adanya suatu lesi organik di otak. Tidak dimulai dengan serangan fokal.

  Gangguan bersifat fungsional didaerah dasar otak yang mempuyai kemampuan mengontrol aktifitas korteks.

  (2). Simptomatik akibat kelainan otak Serangan epilepsi merupakan gejala dari suatu penyakit organik otak. Misalnya karena adanya demam, penyakit otak degeneratif difus, infark, encephalitis, abses, tumor serebrum, jaringan parut setelah jaringan kepala, anoksia, toksemia, hipoglikemia, hipokalasemia, atau gejala putus obat.

  Timbulnya serangan kejang adalah kemungkinan adanya ketidakseimbangan antara asetilkolin, dan GABA (asam gama amino butirat , merupakan neurotransmitter sel-sel otak. Asetilkolin menyebabkan depolarisasi, yang dalam jumlah berlebihan menimbulkan kejang. Sedang GABA menimbulkan hiperpolarisasi, yang sebaliknya akan merendahkan eksibilitas dan menekan timbulnya kejang. Berbagai kondisi yang mengganggu metabolisme otak seperti penyakit metabolik, racun, beberapa obat, dan putus obat, dapat menimbulkan pengaruh yang sama.

  2) Absences (Petit Mal) Suatu tipe kejang umum yang sulit di diagnosis bagi dokter psikiatrik adalah absence atau kejang petitmal. Sifat epileptik dari episode mungkin berjalan tanpa diketahui, karena manifestasi motorik atau sensorik karakteristik dari epilepsi tidak ada atau sangat ringan sehingga tidak membangkitkan kecurigaan dokter. Epilepsi petitmal biasanya mulai dari masa anak-anak mulai dari umur 5-7

  th dan menghilang pada saat pubertas.

4. Ciri-Ciri Gangguan Mental Organik

  Berikut ini adalah ciri-ciri umum gangguan mental organik menurut (Nevid, J. S. & Rathus, S. A. 2007) : a. Penurunan fungsi intelektual dan ingatan.

  b. Gangguan dalam berbicara dan berbahasa.

  c. Disorientasi ruang, waktu, dan orang.

  d. Adanya gangguan motorik.

  e. Mengalami gangguan dalam membuat keputusan.

  f. Emosi dan perasaan menjadi tidak stabil.

  g. Kepribadian yang berubah dan menyimpang.

B. Karakteristik Pasien Gangguan Mental Organik:

  1. Karakteristik Demografi Demografi berasal dari kata Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan graphein yang berarti menggambar atau menulis. Oleh karena itu, demografi dapat diartikan sebagai tulisan atau gambaran tentang penduduk, terutama tentang kelahiran, perkawinan, kematian, dan migrasi.

  Beberapa faktor demografi yang berpengaruh pada pasien gangguan mental organik antara lain: a. Kelompok Umur

  Umur atau usia adalah individu menghitung mulai dari usia sejak lahir sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercayai dari sebelum tinggi dewasanya.

  Usia 20-30 tahun merupakan usia yang reproduktif bagi seseorang untuk dapat memotivasi diri memperoleh pengetahuan yang sebanyak- banyaknya. Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun, jadi semakin matang usia seseorang, maka akan memahami suatu masalah akan lebih mudah dan dapat menambah pengetahuan semakin banyak umur atau semakin tua seseorang maka akan mempunyai kesempatan dan waktu yang lebih lama dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan.

  Usia 31-50 tahun sudah bisa dipastikan bahwa tugas perkembangan di masa dewasa menengah adalah peralihan. (Muzzakiyah, N. 2016) Dewasa muda memiliki peran-peran baru, seperti peran suami-istri, pekerjaan, orang tua, dan juga perkembangan diri yang menuntut individu untuk mampu mengambil sikap, keinginan dan nilai sesuai dengan tujuan individu tersebut. Beban tanggung jawab yang besar dapat menjadi sumber stressor bagi individu yang tidak bisa beradaptasi sehingga individu tersebut akan mudah sakit misalnya gangguan psikologis. (Rosalia, I. 2016)

  b. Jenis kelamin Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki dan perempuan yang menentukan perbedaan peran mereka dalam menyelenggarakan upaya meneruskan garis keturunan. Para ahli psikologi membedakan pria dan wanita dari otaknya. Otak manusia terdiri dari dua bagian, yaitu sisi yang kanan dengan sisi yang kiri. Setiap sisi bertanggung jawab untuk fungsi yang berbeda. Dalam otak wanita, lebih banyak serat penghubung dan serat ini lebih besar dibanding yang terdapat pada otak pria. Hal ini membuat wanita memiliki kecenderungan lebih besar untuk menggunakan kedua sisi otak secara bersamaan. Sehingga wanita lebih pandai berbicara, open

  minded juga lebih pandai menjalin hubungan atau berinteraksi dengan

  individu lain. Tetapi, wanita cenderung menggunakan emosi ketika memproses informasi dan saat berkomunikasi.

  Sebaliknya, pria memiliki kecenderungan lebih banyak menggunakan logika dan pemikiran rasional. Pria juga cenderung mempunyai koordinasi mata-tangan yang lebih baik, hal ini sangat membantu di saat berolahraga dan melakukan kegiatan mekanis ataupun membaca peta. Jika pria sedang melakukan satu aktifitas, maka pria tidak akan bisa konsentrasi terhadap hal lainnya. Berbeda dengan wanita, mereka bisa mencampur semua pikirannya dalam satu waktu, sehingga emosi, logika, percintaan, dan komunikasi bercampur menjadi satu.

  c. Tingkat Pendidikan Menurut Muhibbin, S. (2002) pendidikan adalah tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya. Tingkat pendidikan individu merupakan salah satu aspek yang terlihat dalam suatu pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu (UU RI tentang Sisdiknas No.20 Tahun 2003) : 1) Rendah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan dasar (SD).

  2) Sedang atau menengah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan menengah (SLTP dan SLTA).

  3) Tinggi, artinya individu memiliki tingkat pendidikan tinggi (S1 keatas). d. Pekerjaan Pekerjaan yaitu sebuah aktifitas antar manusia untuk saling memenuhi kebutuhan dengan tujuan tertentu, dalam hal ini pendapatan atau penghasilan. Penghasilan tersebut yang nantinya akan digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan, baik ekonomi, psikis maupun biologis. Pekerjaan dan stress hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stres sehubungan dengan pekerjaan mereka. Faktor-faktor yang dapat membuat pekerjaan itu stressful, antara lain : 1) Tuntutan pekerjaan dapat menimbulkan stress dalam 2 cara, yaitu pekerjaan terlaku banyak dan jenis pekerjan itu sendiri sudah lebih

  stresful daripada jenis pekerjaan lain.

  2) Pekerjaan-pekerjaan yang menuntut tanggung jawab bagi kehidupan.

  Menurut Sarafino, stres kerja dapat disebabkan karena lingkungan fisik yang terlalu menekan, kurangnya kontrol yang dirasakan, kurangnya hubungan interpersonal, hingga kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja. Sementara itu, Sutherland dan Cooper menyatakan bahwa sumber stres yang berasal darininteraksi sosial dengan pekerjaan, meliputi stressor yang ada di dalam pekerjaan itu sendiri, konflik peran, masalah dalam hubungan dengan orang lain, perkembangan karir, iklim dan struktur organisasi, hingga adanya konflik antara tuntutan kerja dengan tuntutan keluarga.

  2. Karakteristik Klinikal

  a. Lama Rawat Lama rawat adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, dimana pasien diinapkan di suatu ruangan di rumah sakit.

C. Kerangka Teori

  Etiologi primer : langsung pada otak Etiologi sekunder : Tidak langsung, melalui gangguan sistemik Rudapaksa

  • Gangguan metabolit Infeksi
  • -

    -

  Gangguan toxin

  • -

    - Gangguan vaskuler
  • Tumor

  Gangguan Hypoxia sumber : Anisa, I. (2017) Sumber : Anisa, I. (2017) Farmakologi Penatalaksanaan

  Gangguan Mental organik Dampak Faktor GMO

  • Definisi Predisposisi - Etiologi

  Non

  • Jenis gangguan mental organik

  Farmakologi

  • Ciri-ciri gangguan mental organik Faktor Presipitasi

  Karakteristik : Sumber : Maramis, W.F., & Albert, A.

  a. Data Demografi : b. Data Klinikal : M. (2014).

  • Umur - Lama rawat

  Faktor Lain

  • Jenis kelamin - Penyebab GMO
  • Pendidikan - Riwayat gangguan jiwa
  • Pekerjaan sebelu
  • Riwayat penggunaan obat
  • Riwayat penyakit/ gangguan sistemik Sumber : Novitayani,S. (2016), Wayan, N. (2017).

Bagan 2.1 Kerangka Teori Modifikasi Sumber : Maramis, W.F., & Albert, A. M. (2009). Novitayani,S.(2016), Anisa,I. (2017), Wayan, N. (2017).

  38 GAMBARAN KARATERISTIK PASIEN..., Triyas Yuniarti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

D. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana peneliti menyusun teori/ menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian adalah:

  Karakteristik Gangguan Mental organik

  1. Umur

  2. Jenis Kelamin Gangguan

  3. Pendidikan

  4. Pekerjaan Mental

  5. Lama Rawat Organik

  6. Penyebab Gangguan Mental Organik

  7. Riwayat Gangguan Jiwa Sebelumnya

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

  39

Dokumen yang terkait

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.S DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG BIMA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - ANALISIS KEKAMBUHAN PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE SELAMA SATU TAHUN DI RSUD BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Perilaku - KARAKTERISTIK PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH SISWA-SISWI SMK X BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 21

EFEKTIFITAS TERAPI MUSIK KLASIK CANON IN D PACHELBELS TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL RASA MARAH PADA PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI INSTALASI PELAYANAN KESEHATAN JIWA TERPADU RSUD BANYUMAS

1 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pasien - PERBEDAAN KEPUASAN ANTARA PASIEN BPJS KELAS I DENGAN KELAS III TERHADAP MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 1 22

HUBUNGAN FUNGSI PERAWATAN KESEHATAN KELUARGA DENGAN KEKAMBUHAN PADA PASIEN GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA H. MUSTAJAB PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 3 15

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn. I DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SADEWA RSUD BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 15

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Nn. L DENGAN ISOLASI SOSIAL DI RUANG SADEWA RSUD BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 16

GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN GANGGUAN MENTAL ORGANIK DI RUANG BIMA INSTALASI PELAYANAN KESEHATAN JIWA TERPADU RSUD BANYUMAS TAHUN 2017

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN GANGGUAN MENTAL ORGANIK DI RUANG BIMA INSTALASI PELAYANAN KESEHATAN JIWA TERPADU RSUD BANYUMAS TAHUN 2017 - repository perpustakaan

0 0 11