SKRIPSI UPAYA PENINGKATAN DERAJAT DEASETILASI PADA KITOSAN CANGKANG KERANG KAMPAK (Atrina pectinata) MELALUI PROSES DEASETILASI KITIN SECARA BERTAHAP PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

  SKRIPSI

UPAYA PENINGKATAN DERAJAT DEASETILASI PADA KITOSAN

CANGKANG KERANG KAMPAK (Atrina pectinata) MELALUI

  

PROSES DEASETILASI KITIN SECARA BERTAHAP

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

Oleh :

PINTA PURBOWATI

  SURABAYA – JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

  

2016

  

RINGKASAN

Pinta Purbowati. Upaya Peningkatan Derajat Deasetilasi Pada Kitosan

Cangkang Kerang Kampak (Atrina pectinata) Melalui Proses Deasetilasi

Kitin Secara Bertahap. Dosen Pembimbing Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi.,

MP. dan Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet.

  Saat ini banyak dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan limbah dari kerang sehingga bermanfaat menjadi sumberdaya lain yang berbasis zero waste salah satunya menjadi kitosan. Kitosan merupakan turunan kitin yang terbentuk dari hasil ekstraksi rangka luar udang, kerang, atau rajungan melalui proses deasetilasi atau penghilangan gugus asetil yang menyisakan gugus amina bebas (Atmadja, 2014). Manfaat kitin dan kitosan di berbagai bidang industri moderen cukup banyak, diantaranya dalam industri farmasi, biokimia, bioteknologi, biomedikal, pangan, gizi, kertas, tekstil, pertanian, kosmetik, membran dan kesehatan (Sulistiyoningrum dkk., 2013).

  Kualitas kitosan dapat diketahui dari derajat deasetilasi yang merupakan salah satu karakteristik kimia yang paling penting. Derajat deasetilasi mempengaruhi dalam aplikasi kitosan, karena menentukan muatan gugus amina bebas serta digunakan dalam membedakan antara kitin dan kitosan (Mastuti, 2005). Derajat deasetilasi kitosan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi NaOH, suhu dan lama proses deasetilasinya. Selain itu, perlakuan tahapan pada proses deasetilasi kitin dapat mempengaruhi nilai derajat deasetilasi yang diperoleh pada hasil akhir berupa kitosan (Prasetyo, 2004 dalam Bahri dkk., 2015). Derajat deasetilasi kitosan minimal untuk industri pangan adalah 70%, industri kosmetika dan biomedis sedikitnya 80% dan 90 (Tsugita, 1997 dalam Yulina, 2011).

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh proses deasetilasi kitin secara bertahap terhadap derajat deasetilasi kitosan dari limbah cangkang kerang kampak (Atrina pectinata). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dan dianalisis data secara statistik. Parameter utama pada penelitian ini adalah derajat deasetilasi kitosan.

  Hasil penelitian menunjukkan tahapan pada proses deasetilasi memberikan pengaruh terhadap derajat deasetilasi kitosan. Proses deasetilasi kitin 3 tahap mampu membuat derajat deasetilasi mencapai rata-rata 75% dengan nilai kelarutan sebesar 82,91%. Hasil peningkatan derajat deasetilasi akan berbanding lurus dengan peningkatan kelarutan.

  

SUMMARY

Pinta Purbowati. Effort To Increase Degree Of Deacetylation On Chitosan

From Kampak Shell (Atrina Pectinata) With Multistage Deacetylation

Process Of Chitin. Academic Advisor Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. dan

Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet.

  Research of the utilization fishery waste of shells that benefit into other resource-based on zero waste become chitosan. Chitosan is a derivative of chitin are formed from the exoskeleton extraction of shrimp, scallops or crab through the process of deacetylation or removal of acetyl groups which leaves a amine group (Atmadja, 2014). Benefits of chitin and chitosan in various industry quite a lot, including in the pharmaceutical industry, biochemistry, biotechnology, biomedical, food, nutrition, paper, textile, agriculture, cosmetics, and medical membrane (Sulistiyoningrum et al. 2013).

  Quality of chitosan influenced by deacetylation degree which is one of the most important chemical characteristics. Deacetylation degree give affect in application of chitosan, due to the value of amina chain and used to differentiate between chitin and chitosan (Mastuti, 2005). Degree deacetylation of chitosan determined by several factors such as NaOH concentration, temperature and time process. In addition, multistage deacetylation process of chitin can affect degree deacetylation value of chitosan (Prasetyo, 2004 in Bahri et al. 2015). Degree deacetylation of chitosan minimum in food industry is 70%, while cosmetics industry and biomedical are 80% and 90% (Tsugita, 1997 in Yulina, 2011).

  This study aims to find out the influence of multistage deacetylation process of chitin on degree of deacetylation of chitosan from kampak shell (Atrina . The method used in this study is an experimental method and the data

  pectinata) were analyzed statistically. The main parameters of this research is degree of deacetylation on chitosan.

  The results showed that stage deacetylation process of chitin have the effect to increase degree deacetylation of chitosan. Mutistage deacetylation process of chitin with 3 stage process capable to make the deacetylation degree on average 75% with 82.91% of solubility. The increase degree deacetylation of chitosan will be directly proportional with the increase in solubility.

KATA PENGANTAR

  Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, ridho dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tentangUpaya Peningkatan Derajat Deasetilasi Pada Kitosan Cangkang Kerang Kampak (Atrina pectinata) Melalui Proses Deasetilasi Kitin Secara Bertahap. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

  Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak, khususnya bagi mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama bidang teknologi industri hasil perikanan

  Surabaya, 15Agustus 2016 Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

  Pada kesempatan kali ini, dengan penuh rasa hormat dan kasih penulis mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Ibu Dr. Mirni Lamid, drh., MP. Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.

  2. Bapak Boedi Setya Rahardja, Ir., MP. Dosen Wali yang telah memberikan saran, bimbingan, arahan, nasehat dan motivasi yang membangun.

  3. Ibu Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. Dosen Pembimbing Utama dan Bapak Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet. DosenPembimbing Serta yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan perbaikan sejak penyusunan usulan penelitian hingga penyelesaian Skripsi ini.

  4. Agustono, Ir., M.Kes., Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes., dan Muhammad Arief, Ir., M.Kes. Dosen Penguji yang telah memberikan banyak masukan, kritik dan saran untuk penyempurnaan Skripsi ini.

  5. Semua dosen dan staf kependidikan Sub Bagian Akademik Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga yang telah membantu dalam pelayanan administrasi dan perijinan.

  6. Ayahanda Purbo Supiyono, dan Ibunda Anggarwati, serta kakak tersayang Dias Anggardi Perbowo atas segala dukungan materi dan moral yang selalu menyertai serta nasehat yang menjadi penguat dalam studi untuk selalu berjuang.

  7. Rekan penelitian, Intan Lazuardi dan Anggun Nurani.

  8. Faisal Aziz, atas semangat, doa serta berbagai bantuan yang tak terukur selama ini.

  9. Rekan-rekan Barracuda angkatan 2012 jurusan Budidaya Perairan maupun Teknologi Industri Hasil Perikanan, serta senior FPK Mardiah Rahma Umami, Hana Lidiana, Mustika Alifa, Rinca Purnamawati, Nadia Fitrianti, Ervita Eka Rosawati, dan Dina Ningrum yang telah memberikan dukungan hingga koreksi dalam pelaksanaan maupun penyelesaian Skripsi. .

  DAFTAR ISI Halaman

  HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... ii RINGKASAN ................................................................................................................... iii SUMMARY ...................................................................................................................... v KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vii UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................................. viii DAFTAR ISI ..................................................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... xv

  I. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

  1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

  1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 3

  1.3 Tujuan ................................................................................................................. 3

  1.4 Manfaat .............................................................................................................. 4

  II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 5

  2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kerang Kampak (A. pectinata) ................................... 5

  2.2 Habitat dan Penyebaran Kerang Kampak (A. pectinata) ...................................... 6

  2.3 Kandungan Kimia Cangkang Kerang ................................................................... 7

  2.4 Kitin dan Kitosan .................................................................................................. 7

  2.5 Pembuatan Kitosan................................................................................................ 10

  2.6 Derajat Deasetilasi ................................................................................................ 11

  2.7 Mutu Kitosan ......................................................................................................... 11

  III. KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS .................................................. 13

  3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................................... 13

  3.2 Hipotesis .............................................................................................................. 14

  IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................. 16

  4.1 Tempat dan Waktu ............................................................................................... 16

  4.2 Materi Penelitian

  4.2.1 Alat Penelitian .............................................................................................. 16

  4.2.2 Bahan Penelitian .......................................................................................... 16

  4.3 Metode Penelitian ................................................................................................ 16

  4.3.1 Rancangan Penelitian ................................................................................... 16

  4.4 Pelaksanaan Penelitian ......................................................................................... 17

  4.4.1 Persiapan Bahan Baku ................................................................................. 17

  4.4.2 Pembuatan Kitosan ...................................................................................... 18

  4.4.3 Pengujian Karakteristik Kitosan .................................................................. 21

  1. Rendemen ................................................................................................ 21

  2. Karakteristik Kitin ................................................................................... 21

  3. Derajat Deasetilasi .................................................................................. 21

  4. Kelarutan ................................................................................................. 22

  5. Kadar Abu ............................................................................................... 22

  6. Kadar Air ................................................................................................. 23

  4.4.4 Parameter Pengamatan ................................................................................. 24

  4.5 Analisis Data ....................................................................................................... 24

  V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 25

  5.1 Hasil Penelitian .................................................................................................... 25

  5.1.1 Rendemen ..................................................................................................... 26

  5.1.2 Derajat Deasetilasi ........................................................................................ 26

  5.1.3 Kelarutan ...................................................................................................... 27

  5.1.4 Kadar Abu .................................................................................................... 28

  5.1.5 Kadar Air ...................................................................................................... 29

  5.2 Pembahasan .......................................................................................................... 30

  VI. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 36

  6.1 Simpulan .............................................................................................................. 36

  6.2 Saran .................................................................................................................... 36 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 37 LAMPIRAN ...................................................................................................................... 42

   DAFTAR TABEL Tabel Halaman

  1. Karakteristik Kitosan ............................................................................................. 12

  DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman

  1. Morfologi Kerang Kampak ............................................................................................... 5

  2. Struktur Kimia Selulosa, Kitin, dan Kitosan .................................................................... 9

  3. Kerangka Konseptual ........................................................................................................ 15

  4. Diagram Alir Penelitian .................................................................................................. 20

  5. Kitosan dengan proses deasetilasi kitin sebanyak 1 tahap, 2 tahap dan 3 tahap .............. 25

  6. Grafik rendemen kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda ................. 26

  7. Grafik derajat deasetilasi kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda .............................................................................................................................. 27

  8. Grafik kelarutan kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda .................. 28

  9. Grafik kadar abu kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda ................. 28

  10. Grafik kadar air kitosan dengan tahap proses deasetilasi kitin yang berbeda ................... 29

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman

  1. Data Rendemen Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) ................................ 42

  2. Data Derajat Deasetilasi Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) ................... 43

  3. Data Kelarutan Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) ................................. 44

  4. Data Kadar Abu Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) ............................... 45

  5. Data Kadar Air Kitosan Cangkang Kerang Kampak (A. pectinata) ................................. 46

  6. Data Statistik Hasil Pengujian Rendemen ........................................................................ 47

  7. Data Statistik Hasil Pengujian Derajat Deasetilasi ........................................................... 48

  8. Data Statistik Hasil Pengujian Kelarutan .......................................................................... 49

  9. Data Statistik Hasil Pengujian Kadar Abu ........................................................................ 50

  10. Data Statistik Hasil Pengujian Kadar Air ......................................................................... 51

  11. Bahan Penelitian ............................................................................................................... 52

  12. Alat Penelitian ................................................................................................................... 54

  I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai potensi yang besar pada sumberdaya kekerangan (Arifin dan Setyono, 1992). Sektor perikanan sampai saat ini masih melakukan eksplorasi pada hasil laut yaitu tuna, udang, rumput laut, dan berbagai jenis moluska yang diminati untuk dikembangkan. Salah satu contoh moluska adalah kerang yang merupakan hasil perikanan yang melimpah di daerah tropis dan sumber protein hewani yang baik dan murah bagi masyarakat. Kerang dapat pula dikembangkan menjadi salah satu produk ekspor yang dapat diandalkan (Chairunisah, 2011). Berdasarkan data ekspor hasil perikanan Indonesia pada tahun 2003 dan 2004, untuk komoditas koral dan kulit kerang dihasilkan sekitar 3.208 ton dan 2.752 ton. Limbah padat berupa cangkang kerang ini diantaranya merupakan sisa dari industri pengolahan kerang segar, selama ini kerang hasil tangkapan nelayan hanya dimanfaatkan daging atau otot aduktornya saja sementara cangkangnya dibuang dan menjadi limbah (Agustini dkk., 2011). Salah satu contoh jenis kerang yang termasuk dalam Classis Bivalvia adalah kerang kampak atau yang disebut kerang manuk.

  Kerang kampak (Atrina pectinata) didistribusikan secara luas di sepanjang wilayah Indo-Pasifik Barat, Afrika, Malaysia, Selandia Baru, dan Jepang. Kerang menarik bagi dunia perikanan karena merupakan sumber makanan

  A. pectinata

  popular yang secara komersial penting di sejumlah negara Asia-Pasifik, termasuk Indonesia (An et al., 2012). Pemanfaatan kerang kampak (Atrina pectinata) umumnya di beberapa daerah hanya sebagai kerang konsumsi sehingga sisa cangkang kerang hanya sebagai limbah. Cangkang kerang merupakan bahan baku penghasil kitin dan kitosan. Jumlah kandungan kitin pada cangkang kerang berkisar 14

  • – 35% (Margonof, 2003 dalam Sinardi dkk., 2013). Kitin adalah biopolimer melimpah di alam yang menduduki peringkat kedua setelah selulosa. Kitin bersifat non-toxic (tidak beracun) dan biodegradable, serta dapat mengalami proses deasetilasi menghasilkan kitosan (Puspitasari, 2007).

  Kitosan merupakan turunan kitin yang terbentuk dari hasil ekstraksi rangka luar udang, kerang, atau rajungan melalui proses deasetilasi atau penghilangan gugus asetil yang menyisakan gugus amina bebas (Atmadja, 2014). Hasil penelitian kitosan pada cangkang kerang bulu oleh (Hastuti dan Tulus, 2015) diperoleh derajat deasetilasi sebesar 80,6%, sedangkan kitosan pada cangkang kerang simping oleh (Sulistiyoningrum dkk., 2013) diperoleh derajat deasetilasi sebesar 69,11%, dan kitosan pada cangkang kerang darah oleh (Bahri dkk., 2015) diperoleh derajat deasetilasi sebesar 69,72%. Kualitas kitosan dapat diketahui dari derajat deasetilasinya. Derajat deasetilasi mempengaruhi dalam aplikasi kitosan, karena menentukan muatan gugus amina bebas serta digunakan dalam membedakan antara kitin dan kitosan (Mastuti, 2005). Menurut Bahri dkk. (2015), kitosan tidak dapat larut dalam larutan netral atau basa tetapi larut dalam asam- asam organik, sedangkan kitin tidak larut dalam air, asam encer, ataupun pelarut organik namun sebagian larut dalam LiCl atau dimetilasetamida (Sugita dkk.,

  2

  2009). Manfaat kitin dan kitosan di berbagai bidang industri moderen cukup banyak, diantaranya dalam industri farmasi, biokimia, bioteknologi, biomedikal, pangan, gizi, kertas, tekstil, pertanian, kosmetik, membran dan kesehatan

  (Sulistiyoningrum dkk., 2013). Derajat deasetilasi kitosan minimal untuk industri pangan adalah 70%, industri kosmetika dan biomedis sedikitnya 80 dan 90% (Tsugita, 1997 dalam Yulina, 2011).

  Mutu kitosan dipengaruhi oleh derajat deasetilasi yang merupakan salah satu karakteristik kimia yang paling penting. Derajat deasetilasi kitosan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi NaOH, suhu dan lama proses deasetilasinya (Prasetyo, 2004 dalam Bahri dkk., 2015). Selain itu, tahapan deasetilasi kitin juga menentukan nilai derajat deasetilasi yang diperoleh (Bahri dkk., 2015)

  Dari latar belakang berikut, dilakukan penelitian peningkatan derajat deasetilasi pada kitosan limbah cangkang kerang kampak (Atrina pectinata) melalui proses deasetilasi kitin secara bertahap.

  1.3 Perumusan Masalah

  Apakah proses deasetilasi kitin secara bertahap dapat memberikan pengaruh terhadap derajat deasetilasi kitosan limbah cangkang kerang kampak (Atrina

  pectinata )?

  1.4 Tujuan

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh proses deasetilasi kitin secara bertahap terhadap derajat deasetilasi kitosan dari limbah cangkang kerang kampak (Atrina pectinata).

1.5 Manfaat

  Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang pengaruh proses deasetilasi kitin secara bertahap terhadap derajat deasetilasi kitosan dari limbah cangkang kerang kampak (Atrina pectinata) serta dapat memberikan informasi alternatif sumber kitin dan kitosan.

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kerang Kampak (Atrina pectinata)

  Menurut Hayward et al. (1990) klasifikasi Atrina pectinata adalah sebagai berikut: Filum : Mollusca Kelas : Bivalvia Subkelas : Pteromorphia Ordo : Mytilidae Famili : Pinnidae Genus : Atrina Spesies : Atrina pectinata

  Gambar 1. Morfologi Kerang Kampak (Sumber: Kuijver, 2015)

  Atrina pectinata

  atau kerang kampak termasuk anggota familia pinnidae yang memiliki ciri khusus cangkang berbentuk trigonal, agak memanjang, memiliki ukuran sampai 37 cm x 20 cm, berwarna kuning namun bagian pangkal berwarna kecoklatan, dan sangat tipis pada bagian periostracum. Bagian posterior cangkang kerang bertekstur kasar atau berambut, terdiri atas relief konsentris yang kurang jelas, kaki mengalami reduksi atau tidak ada (Dura, 1997). Morfologi kerang kampak terdapat pada Gambar 1.

  Kedua keping cangkang kerang dihubungkan oleh hinge ligamen, yakni semacam pita elastis dari bahan organik seperti zat tanduk. Kedua bagian dalam cangkang tersebut ditautkan oleh sepasang otot aduktor yang serupa, yakni pada bagian anterior dan posterior. Otot aduktor berguna untuk membuka dan menutup cangkang. Bila otot aduktor berelaksasi maka hinge ligamen berkerut dan kedua cangkang akan terbuka. Sebaliknya, cangkang akan menutup apabila otot aduktor berkontraksi (Niswari, 2004).

  Menurut Barnes (1974), susunan cangkang kerang terdiri dari tiga lapisan yaitu, periostracum (lapisan terluar) yang terdiri dari protein, lostracum (lapisan tengah) yaitu lapisan prismatik paling tebal yang tersusun dari lapisan kalsium, dan hypostracum (lapisan dalam) yang terdiri dari lembaran-lembaran cochiolin dan kalsium karbonat yang umumnya tipis dan mengkilat, lapisan ini biasanya disebut nacre.

2.2 Habitat dan Penyebaran Kerang Kampak (Atrina pectinata)

  Kerang kampak (Atrina pectinata) umumnya hidup subur hidup pada pantai berpasir atau berbatu dengan perantaraan byssal thread, atau diantara rumput laut dengan cahaya dan pergerakan air yang cukup, kadar garam yang tidak terlalu tinggi, dan biasanya menempel pada batu-batu karang dengan hidup bergerombol (Setyobudiandi, 1977).

  Kerang kampak (Atrina pectinata) merupakan spesies Benua Asia yang didistribusikan secara luas di sepanjang wilayah Indo-Pasifik Barat, Afrika, Malaysia, Selandia Baru, Jepang dan Indonesia (An et al., 2012). Moluska kerang mytilidae sangat potensial dibudidayakan di perairan-perairan pantai utara Jawa dan pantai timur Sumatera (LON LIPI, 1987 dalam Niswari, 2004).

  2.3 Kandungan Kimia Cangkang Kerang

  Cangkang kerang memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi. Pada cangkang kerang diduga bersumber dari lapisan kalsium karbonat (CaCO

  3 ) yang melindungi tubuh kerang sehingga tekstur kerang sangat padat (Paus, 2014).

  Selain itu, terdapat banyak kulit atau cangkang biota laut yang mengandung kitin. Kandungan kitin terbanyak terdapat pada cangkang kepiting yaitu mencapai 50%- 60%, cangkang udang mencapai 42%-57%, dan cangkang cumi-cumi dan kerang masing-masing 40% dan 14%-35% (Margonof, 2003 dalam Sinardi dkk., 2013).

  2.4 Kitin dan Kitosan

  Kitin adalah biopolimer alami yang dapat diperoleh di laut dan daratan. Kitin merupakan bagian konstituen organik yang sangat penting pada kerangka hewan golongan arthropoda, mollusca, nematoda, crustasea, beberapa kelas serangga dan jamur (Rifai dan Dewi, 2007). Di alam kitin merupakan senyawa yang tidak berdiri sendiri tetapi bergabung dengan senyawa lain seperti protein, mineral dan pigmen. Kitin merupakan bentuk molekul yang hampir sama dengan selulosa, yaitu suatu bentuk polisakarida yang dibentuk dari molekul-molekul glukosa sederhana yang identik (Harianingsih, 2010).

  Monomer kitin adalah 2-asetamida-2-deoksi-D-Glukosa (N-asetil glukosamin) dengan rumus molekul (C

  

8 H

  13 NO 5 ) n (Horton, 2002). Kitin secara

  alami tidak memiliki tingkat asetilasi yang lengkap, Kitin biasanya mempunyai derajat deasetilasi kurang dari 10% (Hartati dkk., 2002). Penggunaan kitin dibatasi oleh sifat-sifat yang tidak larut dan sulit dipisahkan dengan bahan lain yang terikat terutama protein, sehingga untuk pemanfaatannya kitin perlu diubah terlebih dahulu menjadi kitosan (Hendri, 2008). Menurut Sahara (2011) kitin dapat dimanfaatkan dengan dicampurkan pada pakan ternak, sedangkan dalam Rusdianto (2010) senyawa kitin memiliki kemampuan untuk menurunkan logam berat berupa Kadmium (Cd) dan Seng (Zn) pada limbah cair pabrik tekstil.

  Kitosa n merupakan turunan dari kitin dengan struktur [β-(1-4)-2-amina -2- deoksi-Dglukosa] dengan rumus molekul (C

  6 H

  11 NO 4 ) n (Sugita dkk., 2009).

  Kitosan berbentuk padatan amorf bewarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal kitin murni. Kitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai kitin (Wardaniati dan Setyaningsih, 2009). Menurut Bahri dkk. (2015), kitosan tidak dapat larut dalam larutan netral atau basa tetapi larut dalam asam- asam organik. (Widodo, 2006 dalam Azhar dkk., 2010) mengungkapkan bahwa pelarut kitosan yang baik adalah asam asetat. Sifat biologi kitosan yang menguntungkan yaitu alami, (biodegradable) mudah diuraikan oleh mikroba, yang artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai efek

  biokompatibel samping, dan tidak beracun (Muzzarelli, 1996).

  Saat ini aplikasi kitosan sudah sangat banyak dan meluas. Kitosan telah menjadi biopolimer yang serbaguna dan aplikasi potensialnya sekarang banyak diteliti dan dikembangkan. Kitosan digunakan secara luas di industri makanan, kosmetik, kesehatan, farmasi dan pertanian serta pada pengolahan air limbah.

  Sebagai contoh, di industri pangan, kitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat, pengawet, penstabil warna, penstabil makanan, bahan pengisi, pembentuk gel, dan tambahan pakan hewan ternak (Shahidi et al., 1999). Selain itu, manfaat kitosan dibidang pertanian adalah sebagai pestisida, herbisida, virusida tanaman, deasidifikasi buah-buahan, sayuran, dan penjernih sari buah. Fungsi kitosan sebagai antimikroba, antijamur, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap tubuh juga diterapkan dibidang kedokteran (Sugita dkk., 2009). Struktur kimia selulosa, kitin, dan kitosan dapat dilihat pada gambar 2.

  Gambar 2. Struktur Kimia Selulosa, Kitin, dan Kitosan (Sumber: Kumar, 2000)

2.5 Pembuatan Kitosan

  Cangkang kerang mengandung senyawa kimia yang disebut kitin dengan rumus molekul (C

8 H

  13 NO 5 ) n , kitin diperoleh melalui proses deproteinasi dan

  demineralisasi. Penghilangan protein pada proses deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein yang terikat dalam matriks kulit (Sugita dkk., 2009). Di dalam kerangka luar hewan bercangkang mengandung kitin yang berikatan langsung dengan kalsium karbonat (CaCO

  3 ) dan protein. Protein yang terikat di

  dalam cangkang bisa mencapai kisaran antara 30-40% dari senyawa organik totalnya, tergantung pada jenis spesiesnya (Cho et al., 1998). Deproteinasi merupakan reaksi hidrolisis pada kitin dalam suasana basa dengan menggunakan

  o

  larutan NaOH 5% pada suhu kamar selama semalam atau suhu 90 C selama 1 jam, dan hasil deproteinasi kemudian dinetralisasi menggunakan aquades (Shaji et

  al ., 2010).

  Setelah deproteinasi, selanjutnya dilakukan tahap demineralisasi yaitu menghilangkan mineral atau senyawa anorganik yang ada pada limbah cangkang kerang. Mineral utama paling banyak pada cangkang kerang adalah CaCO

  3 dan

  kalsium fosfat Ca

  3 (PO 4 ) 2 (Priyambodo, 2009). Proses demineralisasi dilakukan

  dengan menambahkan HCl 1N dengan perbandingan bobot bahan dan volume

  o

  pengekstrak 1:7 (b/v) dan dipanaskan pada suhu 90 C selama 1 jam (Suptijah, 2004).

  Proses pembuatan kitosan dari kitin disebut tahap deasetilasi dimana pada tahap ini gugus asetil pada kitin dihilangkan melalui reaksi hidrolisis dengan

  o

  menggunakan basa kuat NaOH 50% pada suhu 120 C selama 5 jam lalu endapan yang terbentuk dicuci menggunakan aquades hingga netral (Muzzarelli dan Rochetti, 1985). Waktu deasetilasi yang panjang dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya penurunan rendemen (Sugita dkk., 2009).

  2.6 Derajat Deasetilasi

  Derajat deasetilasi merupakan suatu parameter mutu kitosan yang menunjukkan persentase gugus asetil yang dapat dihilangkan dari rendemen kitin maupun kitosan. Semakin tinggi derajat deasetilasi kitosan, maka gugus asetil kitosan semakin rendah sehingga interaksi antar ion dan ikatan hidrogennya akan semakin kuat (Knoor, 1982). Pelepasan gugus asetil dari kitosan menyebabkan kitosan bermuatan positif yang mampu mengikat senyawa bermuatan negatif, seperti protein, anion polisakarida membentuk ion netral (Suhartono, 1989 dalam Rochima 2007).

  2.7 Mutu Kitosan

  Dalam menentukan kualitas kitosan yang digunakan, perlu dilakukan standar mutu kitosan berdasarkan (BSN, 2013). Kemurnian kitosan dapat dilihat dari nilai derajat deasetilasinya. Semakin tinggi derajat deasetilasi, jumlah gugus amina (NH 2 ) pada rantai molekul kitosan akan tinggi sehingga kitosan semakin murni. Hasil karakteristik kitosan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik kitosan Jenis Uji Satuan Persyaratan

  • 1 Bentuk partikel Serpihan sampai serbuk 2 - Warna Coklat muda sampai putih

  3 Fisika

  • Benda asing Negatif

  4 Kimia

  • Derajat deasetilasi % Min 75
  • pH

  7-8

  % Maks 5

  • Kadar abu

  % Maks 12

  • Kadar air Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2013)

III KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

  Kerang kampak merupakan hasil perikanan yang melimpah di daerah tropis dan sumber protein hewani yang baik dan murah bagi masyarakat. Selama ini sebagian besar kerang hasil tangkapan nelayan hanya dimanfaatkan daging atau otot aduktornya saja sementara cangkangnya dibuang dan menjadi limbah (Agustini dkk., 2011). Limbah ini jika dibiarkan terus menumpuk tanpa adanya penanganan khusus maka akan menimbulkan pencemaran dan estetika lingkungan terganggu.

  Limbah padat berupa cangkang kerang tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kitosan, karena pada cangkang kerang terdapat kitin sebagai penyusunnya sebanyak 14%-35% (Margonof, 2003 dalam Sinardi dkk., 2013). Dalam transformasi kitin menjadi kitosan diperlukan beberapa proses diantaranya deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi. Tahapan proses deasetilasi yang sesuai dapat meningkatkan derajat deasetilasi produk kitosan yang dihasilkan, dimana setiap tahapannya dilakukan regenerasi larutan NaOH yang baru. Menurut Bahri dkk. (2015) bahwa semakin banyak penambahan NaOH mengakibatkan semakin banyak pula gugus hidroksil yang tersedia untuk terjadinya proses hidrolisis, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya eliminasi pada gugus asetil yang disebabkan tejadinya adisi oleh hidroksil, sehingga pembentukan amina juga semakin banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Junaidi dkk. (2009) bahwa selama regenerasi NaOH secara signifikan dapat meningkatkan efektivitas proses deasetilasi. Selama reaksi hidrolisis berlangsung, konsentrasi larutan NaOH makin lama semakin berkurang yang menyebabkan reaktivitasnya semakin menurun hingga semakin kurang efektif sebagai agen deasetilasi. Dengan melakukan regenerasi larutan NaOH, maka reaktivitas NaOH untuk mendeasetilasi kitin kembali efektif.

  Berdasarkan paparan diatas maka dilakukan penelitian pembuatan kitosan limbah cangkang kerang kampak (Atrina pectinata) melalui proses deasetilasi kitin secara bertahap untuk mendapatkan derajat deasetilasi yang tinggi. Gambar kerangka konseptual dapat dilihat pada Gambar 3.

3.2 Hipotesis

  Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka hipotesis dari penelitian ini yaitu, terdapat pengaruh terhadap derajat deasetilasi yang dihasilkan pada proses deasetilasi kitin secara bertahap dalam pembuatan kitosan dari limbah cangkang kerang kampak (Atrina pectinata).

  Gambar 3. Kerangka Konseptual Keterangan : Diteliti

  Tidak Diteliti Pengolahan kerang kampak

  Produk utama Limbah pengolahan

  Daging dan otot aduktor Cair Padat

  Kitin Mineral Protein Deproteinasi

  Demineralisasi Deasetilasi

  Konsentrasi pelarut Tahapan deasetilasi Suhu reaksi Semakin banyak gugus hidroksil maka gugus asetil mudah ter-eliminasi

  Bertahap Satu tahap

  Adanya adisi gugus hidroksil, sehingga pembentukan amina semakin banyak Derajat deasetilasi kitosan tinggi

  Tidak ada regenerasi NaOH

  Regenerasi NaOH dapat meningkatkan reaktivitas NaOH dalam mendeasetilasi kitin

  Hidrolisis menyebabkan konsentrasi NaOH berkurang

  Reaktivitas NaOH menurun Derajat deasetilasi kitosan rendah

  Cangkang kerang Waktu reaksi

IV METODOLOGI PENELITIAN

  4.1 Tempat dan Waktu

  Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April

  • – Juni 2016. Proses pembuatan kitosan dan pengujian derajat deasetilasi dilakukan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

  4.2 Materi Penelitian

4.2.1 Alat Penelitian

  Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat gelas pyrek, hot plate, thermometer, magnetic stirrer, timbangan analitik, kertas saring, pH indikator, spektrofotometer UV-Vis dan oven.

4.2.2 Bahan Penelitian

  Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkang kerang kampak yang diperoleh di pesisir Pantai Kenjeran Surabaya, NaOH, HCl 37%, CH 3 COOH, dan aquades.

4.3 Metode Penelitian

4.3.1 Rancangan Penelitian

  Penelitian ini menggunakan metode eksperimen untuk mengetahui berapakah tahap deasetilasi kitin terbaik pada proses pembuatan kitosan cangkang kerang kampak. Setelah itu, hasilnya dibandingkan melalui perhitungan rendemen, derajat deasetilasi, uji kelarutan, kadar abu dan kadar air untuk mengetahui karakteristik kitosan dari setiap perlakuan yang diberikan.

  Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini dirancang dengan tiga perlakuan yang diulang sebanyak enam kali ulangan sehingga terdapat delapan belas satuan percobaan, yaitu: A

  1 ,

  A

  2 , A 3 , A 4 , A 5 , A 6 , B 1 , B 2 , B 3 , B 4 , B 5 , B 6 , C 1 , C 2 , C 3 , C 4 , C 5 , C 6 . Perlakuan pada

  penelitian ini diadopsi dari pernyataan Bahri dkk. (2015), bahwa untuk menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi sebaiknya dilakukan tahapan pada proses deasetilasi kitin. Model perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: Perlakuan A : Deasetilasi kitin selama 1 x 3 jam (deasetilasi satu tahap) Perlakuan B : Deasetilasi kitin selama 2 x 1,5 jam (deasetilasi dua tahap) Perlakuan C : Deasetilasi kitin selama 3 x 1 jam (deasetilasi tiga tahap) Penelitian ini mengandung beberapa variabel, antara lain: Variabel bebas : Jumlah tahapan proses deasetilasi kitin.

  Variabel tergantung : Derajat deasetilasi. Variabel kontrol : Pelarut yang digunakan selama proses pembuatan kitosan dan suhu.

4.4. Pelaksanaan Penelitian

4.4.1 Persiapan Bahan Baku

  Cangkang kerang kampak yang diperoleh di pesisir Pantai Kenjeran Surabaya dicuci hingga bersih menggunakan air mengalir dan disikat agar kotoran dan pasir yang menempel dapat dihilangkan dengan mudah. Setelah dicuci cangkang kerang kampak dikering anginkan, kemudian digiling menggunakan penggilingan dan diayak dengan pengayakan ukuran ≤100 mesh, selanjutnya cangkang kerang kampak disimpan ke dalam kantong plastik.

4.4.2 Pembuatan Kitosan

  Prosedur pembuatan kitosan dari limbah cangkang kerang kampak dilakukan melalui beberapa proses antara lain deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi mengacu pada prosedur penelitian yang dilakukan oleh Bahri dkk. (2015) dari limbah kulit cangkang kerang darah dengan metode deasetilasi bertahap. Pembuatan kitosan metode Bahri dkk. (2015) diawali dengan tahap preparasi bahan. Pada tahap ini bahan baku yang akan digunakan dicuci menggunakan air mengalir hingga tidak ada kotoran dan sisa daging yang menempel pada permukaan cangkang. Setelah kering, cangkang digiling dan diayak hingga diperoleh serbuk dengan ukuran ≤100 mesh.

  Proses selanjutnya, yaitu isolasi kitin dari serbuk cangkang kerang dilakukan melalui proses deproteinasi menggunakan larutan NaOH 4% dengan

  o

  perbandingan 1 : 10 (b/v) pada temperatur 80 C selama 1 jam, serbuk cangkang kerang hasil deproteinasi disaring dan dicuci menggunakan aquades hingga netral

  o

  kemudian dikeringkan dengan oven temperatur 50 C selama 24 jam. Kitin hasil deproteinasi kemudian dilakukan proses demineralisasi menggunakan HCl 1 M dengan perbandingan 1 : 15 (b/v) pada temperatur kamar selama 3 jam, serbuk kitin disaring dan dicuci menggunakan aquades hingga netral kemudian

  

o

dikeringkan dengan oven temperatur 50 C selama 24 jam.

  Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan dilakukan dengan pengerjaan secara bertahap dalam larutan NaOH 60% dengan perbandingan 1 : 15 (b/v) pada o

  temperatur 120 C selama 1 x 3 jam (deasetilasi satu tahap), 2 x 1,5 jam (deasetilasi dua tahap), 3 x 1 jam (deasetilasi tiga tahap). Setiap tahapan deasetilasi dilakukan regenerasi larutan NaOH dengan yang baru, serbuk hasil deasetilasi disaring dan dicuci dengan aquades hingga netral kemudian

  

o

  dikeringkan dengan oven temperatur 50 C selama 24 jam. Hal ini dikarenakan pengeringan menggunakan oven mengakibatkan jumlah air yang menguap lebih banyak jika dibandingkan dengan pengeringan menggunakan vacuum dryer atau freeze dryer (Kusumaningsih dkk., 2004). Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan pengujian berupa perhitungan rendemen, karakterisasi kitin, pengujian derajat deasetilasi, kelarutan kitosan, kadar abu dan kadar air.

  Gambar 4. Diagram Alir Penelitian Deproteinasi NaOH 4%, 80

  4 A

  6 B

  2 B

  

3

B

  4 B

  

5 B

  1 A

  1 A

  1 C

  3 A

  2 A

  5 A

  6 Netralisasi pH 6,5-7,1

  Pengeringan oven 50

  o

  2 B

  3 C

  o

  C, 24 jam Kitin

  C, 1 jam, 1 : 10 (b/v) Cangkang kerang

  Netralisasi pH 6,5-7,1 Pengeringan oven 50

  o

  C, 24 jam Demineralisasi HCl 1 M, suhu ruang, 3 jam, 1 : 15 (b/v)

  Netralisasi pH 6,5-7,1 Pengeringan oven 50

  o

  Deasetilasi NaOH 60%, 120

  6 C

  o

  C, 1 : 15 (b/v) C

  ( 3 Tahap) B

  ( 2 Tahap) A

  ( 1 Tahap) C

  4 C

  5 C

  C, 24 jam Kitosan

4.4.3 Pengujian Karakteristik Kitosan

  Kitosan yang dihasilkan kemudian dilakukan pengujian karakteristik untuk mengetahui perlakuan mana yang mendapatkan hasil terbaik. Pengujian dan prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut :

  1. Rendemen

  Rendemen diperoleh dari perbandingan antara berat kering kitosan cangkang kerang kampak yang dihasilkan dengan berat bahan baku cangkang kerang (Zahiruddin et al., 2008). Besarnya rendemen dapat dihitung dengan metode AOAC sebagai berikut :

  Rendemen (%) = x 100%

  2. Derajat Deasetilasi

  Derajat deasetilasi kitosan ditentukan dengan menggunakan pendekatan spektrofotometer UV mengacu pada penelitian Liu et al. (2006), yaitu serbuk kitosan sebanyak 6,1 mg dianalisis dalam kuvet dengan HCl 0,1 M pada rentang bilangan gelombang 201 nm. Derajat deasetilasi kitosan ditentukan berdasarkan persamaan sebagai berikut :

  ( ) ( )

  DA =

  ( ) ( )