KOHESIVITAS KELUARGA DALAM MENGEMBANGKAN KETRAMPILAN INTERPERSONAL PADA ANAK Kohesivitas Keluarga Dalam Mengembangkan Ketrampilan Interpersonal Pada Anak (Konteks Budaya Jawa Dan Pengaruh Islam).

KOHESIVITAS KELUARGA DALAM MENGEMBANGKAN
KETRAMPILAN INTERPERSONAL PADA ANAK
(KONTEKS BUDAYA JAWA DAN PENGARUH ISLAM)

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Psikologi

Diajukan Oleh :
TINON CITRANING HARISUCI
F 100 104 012

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

KOHESIVITAS KELUARGA DALAM MENGEMBANGKAN
KETRAMPILAN INTERPERSONAL PADA ANAK
(KONTEKS BUDAYA JAWA DAN PENGARUH ISLAM)


NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Psikologi

Diajukan Oleh :
TINON CITRANING HARISUCI
F 100 104 012

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

ii

KOHESIVITAS KELUARGA DALAM MENGEMBANGKAN KETRAMPILAN INTERPERSONAL
PADA ANAK
(KONTEKS BUDAYA JAWA DAN PENGARUH ISLAM)

Tinon Citraning Harisuci

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Ketrampilan interpersonal anak merupakan kemampuan yang dimiliki seorang
anak untuk berteman dan berkenalan dengan mudah, peduli terhadap orang lain dan
ramah terhadap orang yang lebih muda, taman sebayanya, maupun dengan orang yang
lebih dewasa.Peran keluarga dirasa sangat perlu dalam mewujudkan hal tersebut,
karena penanaman dengan memberikan contoh- contoh berinteraksi dengan orang lain
sejak dini dapat membantu anak memiliki bekal untuk mempunyai ketrampilan
interpersonal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk
kohesivitas dalam keluarga di Jawa dengan pengaruh agama Islam, mendeskripsikan
manfaat mengembangkan ketrampilan interpersonal pada anak dengan nilai- nilai
budaya Jawa dan pengaruh Islam, serta memahami dan mendeskripsikan bagaimana
kohesivitas dalam keluarga dapat mengembangkan ketrampilan interpersonal anak
dengan nilai-nilai budaya Jawa dan pengaruh Islam. Subek penelitian ini adalah 90
orang informan orang tua yang berdomisili di wilayah Surakarta dan beragama Islam.
Metode pengambilan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan
kuesioner terbuka dan wawancara.
Hasil penelitian menemukan bentuk kohesivitas dalam keluarga di Jawa dengan
pengaruh agama Islam terlihat dari orang tua yang membuat anggota keluarganya
merasa bahagia dan nyaman di rumah yakni dengan megajarkan dan melaksanakan
tuntunan agama Islam serta menjaga kebersamaan, yang diwujudkan melalui aktifitas

yang dilakukan bersama- sama. Manfaat dari pengembangan ketrampilan interpersonal
pada anak adalah agar anak mudah bersosialisai serta mengetahui lebih dini tata krama/
unggah ungguh dalam berhubungan dengan orang lain baik pada teman sebaya maupun
orang yang lebih tua. Ketrampilan interpersonal anak dari keluarga Jawa dengan
pengaruh agama Islam dikembangkan melalui peran serta orang tua dengan mengajari
dan melakukan aktifitas bersama untuk menanamkan agar anak mudah bergaul, percaya
diri, serta menyelesaikan masalahnya sendiri, yakni dengan memotivasi dan
memfasilitasi anak untuk percaya diri (adanya sharing/ musyawarah di rumah), memberi
arahan untuk selalu menjaga sikap dan bicara (tata krama/ unggah ungguh), saling
berbagi, serta selalu mengingat Allah SWT. untuk menjalankan perintahNya dan
menjauhi laranganNya.

Kata kunci : ketrampilan interpersonal, kohesivitas keluarga konteks budaya Jawa dan
Pengaruh Islam.

v

Islam juga ada tuntunannya yakni
menjaga sillaturahmi yang mana
orang Jawa pun sampai saat ini

masih menjaga tali persaudaraan dan
kekeluargaan di masyarakat Jawa
yang menjunjung gotong- royong,
guyup, rukun, dan keharmonisan
dalam masyarakat (Haryanto, 2013).
Tuntunan untuk menjaga sillaturahmi
seperti dalam firman Allah dalam
QS. An Nisa ayat 1.

Pendahuluan
Lovett dan Jones (2006)
menyatakan bahwa ketrampilan
interpersonal
merupakan
kemampuan
berinteraksi
dan
berkomunikasi untuk membangun
hubungan
yang baik

dengan
mengacu nilai kesopanan yang
ditunjukkan baik secara verbal
maupun non verbal.
Pada anak yang memiliki
ketrampilan interpersonal memiliki
ciri- ciri seperti mampu berteman
dan berkenalan dengan mudah, suka
berada di sekitar orang lain, ingin
tahu mengenai orang lain dan ramah
terhadap orang asing, menggunakan
bersama mainannya dan berbagi
makanan dengan teman-temannya,
mengalah kepada anak-anak lain,
mengetahui bagaimana menunggu
gilirannya selama bermain, mau
memuji teman/orang lain, mengajak
teman untuk bermain/belajar (Lwin,
2008), sehingga anak yang memiliki
kompetensi

sosial
cenderung
memiliki teman yang banyak dan
populer di dalam kelompok sosialnya
Howe (dalam Susanti, dkk., 2010).
Untuk
mempunyai
ketrampilan
interpersonal, orang Jawa harus
mampu mempunyai tutur kata yang
halus, manis, dan hati- hati dalam
berbicara sehingga perilaku akan
mengikuti sesuai dengan tata krama
yang dianut oleh orang Jawa (Yana,
2012). Tali persaudaraan yang dijaga
dengan berperilaku mengikuti aturan
dan nilai kesopanan serta tata krama
yang dianut oleh orang Jawa, dalam

Berdasarkan

beberapa
pemaparan diatas, orang Jawa
dengan pengaruh agama Islam yang
dianut mempunyai tuntunan yang
mengarahkan orang Jawa dari kecil
sudah memiliki bekal untuk mampu
bergaul menjalin tali sillaturahmi
dengan sesama, namun pada
kenyataannya masih ada beberapa
anak khususnya di Jawa Tengah
yang belum bisa mudah bergaul
dengan teman sebayanya, seperti
dalam
penelitian yang telah
dilakukan oleh Susanti, Siswati, dan
Widodo (2010) hasil pengisian
kuesioner di SDN Srondol Wetan 0409 dan SDN Srondol Wetan 05-08
menyatakan
bahwa
disamping

terdapat anak yang mudah bergaul,
setiap kelas selalu ada anak-anak
yang diabaikan dan dihindari oleh
teman-teman sebayanya.
Anak yang kurang memiliki
ketrampilan
interpersonal
akan
berpengaruh pada perilaku dan
prestasi
akademiknya
juga
disebutkan dalam artikel ilmiah dari
Pramudiarta
(2012)
dalam

1

DetikHealth.com yang menyatakan

bahwa akibat dari terlalu lama
menarik diri dari pergaulan bisa
memicu perubahan struktur otak
yang berdampak pada gangguan
perilaku.
Sebaliknya,
Mpofu,
Thomas dan Chan (dalam Susanti,
Siswati, dan Widodo, 2010) dalam
penelitiannya terhadap siswa kelas
tujuh di Zimbabwe membuktikan
bahwa individu yang memiliki
kompetensi interpersonal memiliki
prestasi dibidang akademik dan
dinilai sebagai individu yang lebih
kooperatif,
bertanggung
jawab,
secara sosial lebih diterima oleh
teman sebaya dan guru, dan ramah

dibandingkan dengan teman sebaya
yang kurang berkompeten.

Peran keluarga dirasa sangat
perlu dalam mewujudkan hal
tersebut, karena penanaman dengan
memberikan
contohcontoh
berinteraksi dengan orang lain sejak
dini dapat membantu anak memiliki
bekal untuk mempunyai ketrampilan
interpersonal. Di dalam keluargalah
seorang anak dikenalkan berbagai
aturan, norma, dan nilai-nilai yang
baik.
Seorang anak dari keluarga
yang bertata krama baik juga akan
memiliki tata krama yang baik, dan
begitu pula sebaliknya. Oleh karena
itu, seorang anak dapat memiliki

ketrampilan interpersonal juga tidak
lepas dari peran serta orang tua dan
anggota keluarga yang lain.

Anak merupakan amanah
yang tak ternilai harganya. Anak
adalah anugerah Allah SWT. yang
diberikan kepada orang tua, yang
menjadi tanggung jawab bagi orang
tua agar tumbuh menjadi manusia
yang berguna bagi dirinya, keluarga,
masyarakat, bangsa, dan agamanya.
Anak diharapkan kelak menjadi
manusia yang mencintai Allah SWT.
dan Allah SWT. pun juga mencintai
anak- anak tersebut, sehingga orang
tua juga mengharapkan anaknya
tumbuh menjadi individu yang lebih
kooperatif,
bertanggung
jawab,
secara sosial lebih diterima, serta
ramah pada setiap orang di
sekitarnya dengan tuntunan yang
diberikan Allah SWT. pada umatNya
dalam mendidik anak (Musbikin,
2003).

Hubungan
yang
terjalin
harmonis
dengan
menjaga
komunikasi yang lancar, saling
menghargai dan menghormati, serta
adanya solidaritas pada setiap
anggota keluarga akan memberikan
contoh nyata pada anak bagaimana
menjalin hubungan dengan orang
lain. Rasa kebersamaan dalam
keluarga
yang
terjaga
akan
diperlukan
dalam
membantu
pembentukan
ketrampilan
interpersonal pada anak. Di daerah
Jawa,
keluarga
Jawa
sangat
menjunjung kebersamaan, seperti
pendapat Sudarsono (2008) ciri-ciri
masyarakat jawa adalah menjunjung
kebersamaan,
suka
kemitraan,
mementingkan kesopanan, toleransi
tinggi, dan hidup pasrah. Dalam

2

Kohesivitas dalam keluarga
itu sendiri menurut Schwartz (2007)
memberikan pengaruh pada proses
penyesuaian sosial dan pencarian
identitas diri seorang anak, sehingga
kohesivitas dalam keluarga memiliki
tempat penting dalam pembentukan
ketrampilan interpersonal pada anak.
Shin dan Park (2011) dalam
penelitiannya
menyatakan,
kohesivitas adalah salah satu hal
yang penting dalam suatu kelompok
atau hubungan interpersonal.

kebersamaan
keluarga
terdapat
falsafah Jawa mangan ora mangan
sing penting tetep kumpul, yang
artinya makan tidak makan yang
penting tetap bersama, meskipun itu
hanya sebuah ungkapan, tapi sampai
sekarang orang tua di Jawa dalam
keadaan apapun baik senang maupun
susah yang penting tetap bersama,
akan terasa lebih ringan jika dihapai
bersama karena memang adanya
guyup, rukun, dan gotong royong
sesama saudara.
Keluarga
Jawa
dengan
pengaruh agama Islam yang dianut,
mengetahui bahwa dalam agama
Islam
juga
memberi
contoh
bagaimana menjalin kebersamaan
dengan
keluarga
sehingga
kebersamaan yang tercipta dalam
keluarga
akan
membawa
kebahagiaan tersendiri bagi keluarga,
seperti
yang
contohkan
oleh
Rasulallah SAW. dengan menjalin
hubungan baik dengan anak sehingga
mengajari mereka nilai kesopanan
dan budi pekerti akan labih mudah,
karena memang Rasulallah SAW.
sangat
menganjurkan
untuk
mendidik anak yang merupakan
anugerah dari Allah SWT., seperti
yang dijelaskan dalam hadits riwayat
Ibnu Majjah (dalam Iman, 2012)
yang berisi tentang perintah untuk
para orang tua menekuni anakanaknya
dengan
memperbaiki
kesopanannya (dalam hal pendidikan
moral, akhlaq, etika, dan sopan
santun.

Ketrampilan Interpersonal
Menurut Sartika, Chairilsyah,
dan Risma (2010) anak dengan
ketrampilan
interpersonal
yang
menonjol memiliki interaksi yang
baik dengan orang lain, pintar
menjalin hubungan sosial, serta
mampu
mengetahui
dan
menggunakan beragam cara saat
berinteraksi.
Lwin
(2008)
menambahkan ciri- ciri anak yang
memiliki kemampuan interpersonal
yang tinggi yaitu mampu berteman
dan berkenalan dengan mudah, suka
berada di sekitar orang lain, ingin
tahu mengenai orang lain dan ramah
terhadap orang asing, menggunakan
bersama mainannya dan berbagi
makanan dengan teman-temannya,
mengalah kepada anak-anak lain,
mengetahui bagaimana menuggu
gilirannya selama bermain, mau
memuji teman/orang lain, mengajak
teman untuk bermain/belajar.
Orang Jawa yang memiliki
ketrampilan interpersonal yakni
3

orang Jawa yang mampu bertutur
kata yang halus, manis, dan hati- hati
dalam berbicara sehingga perilaku
akan mengikuti sesuai dengan nilai
kesopanan dan tata krama yang
dianut oleh orang Jawa. Ketrampilan
interpersonal merupakan salah satu
kemampuan
yang
mampu
dikembangkan dengan menjaga tali
sillaturahmi
serta
menjalin
hubungan yang baik antara sesama
manusia, setiap mukmin juga telah
ada tuntunan (dalam Al Quran)
untuk
mengasah
kemampuan
interpersonal yang dimiliki yaitu
dengan
berinteraksi
dengan
menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti, memahami keadaan
orang lain, berkomunikasi harus
dengan bahasa yang lemah lembut
atau ramah.

lingkungan
tempat
tinggalnya;
kemudian
selanjutnya
faktor
interaksi yakni meliputi persamaan
dan perbedaan serta bagaimana
orang tersebut menyukai orangorang disekitarnya.

Faktor- faktor yang
Mempengaruhi Ketrampilan
Intrepersonal
Menurut
Suwarno,
&
Meinarno (2011) faktor- faktor yang
mempengaruhi
ketrampilan
interpersonan ada faktor internal,
faktor eksternal, dan faktor interaksi.
Faktor internal yakni kebutuhan
untuk berinteraksi dan pengaruh
perasaan dari dalam diri individu
tersebut termasuk didalamnya ada
konsep
diri
dan
kematangan
beragama; faktor eksternal yakni
kedekatan dan daya tariktermasuk
didalamnya kontak dengan orang tua,
interaksi dengan teman sebaya,
aktivitas dan partisipasi sosial, serta

Kohesivitas keluarga
Menurut
Katwal,
dan
Kamalanabhan (2002) Kohesivitas
keluarga adalah suatu kedekatan
antar saudara atau antar anggota
keluarga sehingga menumbuhkan
hubungan yang lebih ramah,
kooperatif, dan penuh kasih sayang
dalam keluarga tersebut.

Manfaat memiliki ketrampilan
interpersonal
Menurut DeVito (2005)
manfaat orang yang memiliki
ketrampilan interpersonal yakni
mampu belajar tentang diri sendiri,
tentang orang lain, bahkan tentang
dunia; dapat berhubungan dengan
orang lain dan untuk membangun
suatu ikatan (relationship); dapat
memengaruhi sikap dan perilaku
orang lain; dapat dijadikan hiburan
atau menenangkan diri sendiri, dapat
membantu orang lain.

kohesivitas keluarga Jawa
merupakan
suasana
yang
menyenangkan
dalam
keluarga
karena
kebersamaan
sehingga
tercipta
sikap
saling
tolong
menolong dan gotong royong
dilandasi dengan ketulusan tanpa
pamrih (sepi ing pamrih) dan akan
ikut merasakan sakit jika salah satu

4

anggota keluarganya
salira) ( Yana, 2012).

sakit

munculnya
kohesivitas
yaitu
pengenalan mendalam terhadap
orang lain dalam kelompok dan
intensitas kebersamaan. Selain itu
sedikitnya
anggota
kelompok
membuat anggota saling mengenal
lebih dalam. Kebersamaan atau
seringnya
anggota
kelompok
melakukan kegiatan bersama dapat
meningkatkan kohesivitas kelompok.

(tepa

kohesivitas keluarga menurut
Islam seperti yang dicontohkan
Rasulallah SAW. yaitu kebersamaan
antar anggota (yang ditunjukkan
Rasulallah SAW. dengan memberi
nama yang baik, menemani anak,
memberi kecupan dan kasih sayang
kepada anak- anak, bermain dan
bercanda dengan anak, memberikan
hadiah dan bonus kepada anak,
membelai kepala anak, menyambut
anak dengan baik, mencari keadaan
anak dan menanyakannya, bersikap
adil dan sama terhadap sesama anak,
mendoakan anak, membantu anak
untuk berbuat baik dan patuh)
dengan memberi pendidikan moral,
akhlaq, serta etika kesopanan,
sehingga menimbulkan keceriaan
dan kebahagiaan dalam keluarga (
Suwaid, 2003).

Katwal dan Kamalanabhan
(2002) menyatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi kohesivitas
dalam keluarga adalah jenis kelamin,
perbedaan usia, ukuran kelompok
saudara, struktur keluarga, kehadiran
kedua orang tua, dan apa yang
dirasakan orang tua pada keluarga
yang bisa kompak.
Bentuk Kohesivitas Keluarga
Baron dan Byrne (2005)
menyatakan
bahwa
bentuk
kohesivitas dalam keluarga yang
dapat menumbuhkan hubungan yang
menyenangkan dan memuaskan di
dalam keluarga, yaitu: Kemampuan
untuk mengalami empati; Rasa
percaya yang tinggi; Kepercayaan
interpersonal. Wicaksosno (2008)
menambahkan bentuk kohesivitas
dapat dilihat dari aktifitas yang
dilakukan
bersama,
proses
pengambilan keputusan ( berdiskusi,
mencari solusi, dan mengambil
keputusan bersama), serta saling
memberi dukungan.

Faktor- faktor yang
Mempengaruhi Kohesivitas
Keluarga
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi kohesivitas sebuah
keluarga dari kalangan kelas sosial
ekonomi bawah adalah pengenalan
mendalam, intensitas kebersamaan,
cinta, dukungan sosial, masa sepi di
usia madya, regulasi emosi, gender
(peran gender dalam pernikahan),
dan temperamen (Anindita, dan
Bashori, 2012).
Wicaksono dan Prabowo
(2010)
menyatakan
terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan

Kohesivitas Keluarga dalam
Mengembangkan Ketrampilan

5

Dalam budaya Jawa sendiri
yang dalam kehidupan sosialnya
mengenal tata krama dan unggah
ungguh maka dalam kehidupan
sosial orang Jawa pun diperlukan
ketrampilan interpersonal, sehingga
dari kecil keluarga mengajarkan
ketrampilan interpersonal tersebut.
Ketrampilan interpersonal yang
selama ini dikenal masyarakat Jawa
yakni jika orang tersebut mampu
bertutur kata yang halus, manis, dan
hati- hati dalam berbicara sehingga
perilaku akan mengikuti sesuai
dengan nilai kesopanan dan tata
krama yang dianut oleh orang Jawa.
Bagi masyarakat Jawa yang
beragama Islam untuk membekali
seorang anak memiliki ketrampilan
Interpersonal dalam Al Quran dan
hadits telah ada tuntunannya untuk
mengasah kemampuan interpersonal
yang
dimiliki
yaitu
dengan
berinteraksi menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti, memahami
keadaan orang lain, berkomunikasi
harus dengan bahasa yang lemah
lembut atau ramah. Dalam Islam
juga terdapat perintah untuk menjaga
sillaturahmi dengan sesama, yang
mana akan mendorong orang jawa
yang
beragama
Islam
untuk
mengambangkan
ketrampilan
interpersonalnya, Abu Ayub alAnshari menuturkan, ada seorang
laki-laki bertanya kepada Nabi
Muhammad SAW., “Ya Rasulullah
SAW., beritahu aku perbuatan yang
dapat memasukkan aku ke surga.”
Rasulallah
SAW.
menjawab:

Interpersonal Pada Anak (
Konteks Budaya Jawa dan
Pengaruh Islam)
Manusia adalah makhluk
sosial yakni dimana seseorang dapat
menjalin hubungan dengan orang
lain, mencoba untuk mengenali, dan
memahami kebutuhan satu sama lain
dengan membentuk interaksi. Oleh
karena itu ketrampilan interpersonal
perlu dimiliki oleh individu. Semua
interaksi dengan orang tua dan
anggota keluarga yang lain memiliki
efek terhadap apa yang anak pelajari
terhadap hubungan dengan orang
lain ( O’Leary, dalam Baron dan
Byrne (2005)). Contohnya, ketika
orang tua bermain dengan anak- anak
mereka ( dari masak- masakkan
sampai monopoli), orang tua tersebut
memberikan informasi mengenai
bagaimana orang- orang berinteraksi
satu sama lain pada suatu situasi
sosial, mengikuti suatu prosedur
tertentu, dan terlibat dalam perilaku
kerja sama, yang semuanya relevan
terhadap kemampuan anak untuk
menghadapi orang dewasa lain dan
juga dengan teman- teman sebayanya
( Lindsey, dkk., dalam Baron dan
Byrne (2005)).
Ketrampilan
interpersonal
anak yaitu kemampuan yang dimiliki
seorang anak untuk berteman dan
berkenalan dengan mudah, ingin tahu
mengenai orang lain dan ramah
terhadap orang yang lebih muda,
taman sebayanya, maupun dengan
orang yang lebih dewasa.

6

“Engkau menyembah Allah dan
tidak menyekutukan Dia dengan
sesuatupun,
mendirikan
shalat,
menunaikan zakat dan menyambung
silaturahmi (HR al-Bukhari, Muslim,
an-Nasa’i dan Ahmad)
Keluarga Jawa memberikan
pendidikan etika dan tata krama
yang dimulai sejak dini melalui
penanaman kebiasaan. Kebiasaankebiasaan yang dijalani adalah
bertutur bahasa halus seperti jenjang
bahasa yang terdiri dari beberapa
tingkatan, berbudi pekerti luhur,
serta
bersikap
sopan
santun.
Sejumlah sifat atau perilaku sesuai
nilai
luhur
masyarakat
Jawa
ditanamkan dengan cara: (a)
memberikan teladan dalam perilaku;
(b) memberikan pendidikan agama;
(c) memberikan bimbingan untuk
mengenal sifat-sifat luhur; (d)
memberikan
nasehat;
(e)
membiasakan bertutur kata yang
halus dan sopan; (f) membiasakan
menghormati orang yang lebih tua;
(g) berkomunikasi dengan anak
(Ekowarni, 2004). Kohesivitas yang
terbentuk dalam sebuah keluarga
dengan selalu menjaga kebersamaan
dan melakukan pola interaksi yang
konsisten akan sangat membantu
dalam pembentukan ketrampilan
interpersonal pada anak, seperti yang
dikatakan oleh Baron dan Byrne
(2005) bahwa kualitas dari interaksi
antara seorang ibu (atau pengasuh
yang lain) dan anaknya menentukan
bagaimana individu kecil tersebut

berespons terhadap
sepanjang hidupnya.

orang

lain

Kohesivitas dalam keluarga
merupakan suatu kedekatan antar
anggota
keluarga
sehingga
menumbuhkan
kehangatan,
hubungan yang lebih ramah,
kooperatif, dan penuh kasih sayang
yang tercipta dalam keluarga. Di
Jawa
keluarga
yang
mampu
membentuk kelekatan/ kohesivitas
akan tumbuh merupakan suasana
yang menyenangkan dalam keluarga
karena
kebersamaan
sehingga
tercipta guyup, sikap saling tolong
menolong (rukun), dan gotong
royong dilandasi dengan ketulusan
tanpa pamrih dan akan ikut
merasakan sakit jika salah satu
anggota keluarganya sakit (Haryanto,
2013). Bagi keluarga Jawa yang
menganut agama Islam mereka
percaya bahwa kebersamaan antar
anggota sehingga menimbulkan
keceriaan dan kebahagiaan dalam
keluarga, seperti yang dicontohkan
Rasulallah SAW. (Suwaid, 2003).
Pengaruh kedekatan sangat
penting
dalam
daya
tarik
interpersonal,
terlebih
lagi
masyarakat Jawa yang menjunjung
kebersamaan
dalam
keluarga
sehingga timbul kelekatan yang
menjadikan terciptanya kehangatan,
keceriaan, dan kebahagiaan seperti
yang dicontohkan
oleh Nabi
Muhammad SAW. sehingga tumbuh
kemampuan untuk berempati, rasa
percaya diri yang tinggi, dan

7

menetap di Jawa Tengah (
Karesidenan Surakarta), memiliki
anak usia 12- 15 tahun, beragama
Islam.
Sedangkan
informan
pendukung berjumlah 3 orang tua
yang sebelumnya telah diberikan
kuesioner terbuka.

kepercayaan interpersonal sehingga
mampu membekali anak untuk
mempunyai
ketrampilan
interpersonal karena aktifitas yang
dilakukan
dalam
keluarga
membiasakan untuk berempati serta
menjaga tata krama/ unggah ungguh
dan nilai kesopanan yang telah
dianut oleh keluarga Jawa. Nabi
Muhammad SAW. memberi perintah
dan teladan untuk menekuni anakanak dan memperbaiki kesopanan
anak- anak seperti yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majjah (Iman, 2012).
Oleh karena itu, kohesivitas
dalam keluarga diperlukan dalam
membantu anak untuk membentuk
ketrampilan interpersonal, sehingga
dari kecil anak sudah mempunyai
bekal untuk memiliki ketrampilan
interpersonal.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di
wilayah Surakarta untuk melihat
bagaimana kohesivitas keluarga
dalam mengembangkan ketrampilan
interpersonal pada anak (konteks
budaya Jawa dan pengaruh Islam).
Menggunakan pendekatan kualitatif
dengan alat ukur kuesioner terbuka
dan wawancara.
Informan
Total informan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 90 orang,
yang terdiri dari orang tua yang
memiliki ciri-ciri: orang asli Jawa,
8

HASIL
Kategori
1. bentuk kohesivitas dalam keluarga di Jawa
dengan pengaruh agama Islam
a. Cara orang tua membuat anggota keluarga
merasa bahagia dan nyaman di rumah Pelajaran
1) Mengajarkan nilai- nilai dan melaksanakan
tuntunan agama
2) Menjaga kebersamaan keluarga
3) Saling menyayangi
4) Membimbing anak untuk memiliki budi
pekerti (sopan santun dan disiplin)
5) Memfasilitasi kebituhan naggota keluarga
b. Aktifitas yang sering dilakukan bersama- sama
1) Membersihkan rumah bersama
2) Bercengkerama dan sharing saat santai
3) Sholat dan ngaji bersama
4) Makan bersama
5) Pergi berkunjung dan libur bersama
c. Aturan/ kebiasaan orang Jawa dan nilai agama
Islam yang dipakai untuk mengajari anak saling
tolong menolong dengan saudara
1) Saling tolong menolong dengan sesama
tanpa pamrih
2) Gotong royong
3) Saling peduli, menyayangi, dan mengasihi
sesama umat Islam
4) Saling menghormati
2. Manfaat
Mengembangkan
ketrampilan
interpersonal pada anak yang dipengaruhi nilainilai budaya Jawa dan pengaruh Islam
a. Manfaat anak mudah bergaul dengan teman
sebayanya Pendidikan
1) Mudah bersosialisasi
2) Bisa belajar berbagi,toleransi, dan saling
menyayangi
3) Menjadi percaya diri
4) Agar tumbuh kembang anak sesuai dengan
perkembangannya
5) Bisa menjalin sillaturahmi dan
menumbuhkan kerukunan
b. Manfaat mengajarkan bersikap dan berbicara
pada teman sebayanya maupun orang yang
9

Frekuensi

Persentase

45

50,00%

20
11
7

22,22%
12,22%
7,78%

7

7,78%

28
27
18
12
5

31,11%
30,00%
20,00%
13,33%
5,56%

34

37,78%

26
23

28,89%
25,56%

7

7,78%

31
29

34,44%
32,22%

13
11

14,45%
12,22%

7

6,67%

lebih tua
1) Lebih dini mengetahui tata krama
2) Mudah berkomunikasi dan bersosialisasi
dengan siapapun

3. Kohesivitas keluarga dalam mengembangkan
ketrampilan interpersonal anak dengan nilainilai budaya Jawa dan pengaruh Islam
a. Aturan atau kebiasaan orang Jawa dan nilainilai agama Islam yang dipakai untuk mengajari
anak agar mudah bergaul Menasihati
1) Menanamkan rasa percaya diri
2) Menjaga komunikasi dan sillaturahmi
3) Mengajarkan tata krama dan sopan santun
4) Mau mengerti keadaan orang lain
b. Aturan/ kebiasaan orang Jawa dan nilai agama
Islam yang dipakai untuk menanamkan percaya
diri anak berinteraksi dengan orang lain
Menasihati, menerima
1) Memotivasi untuk percaya diri
2) Mengajarkan tata krama
3) Memberi kepercayaan pada anak
4) Selalu mengingat Allah
5) Belajar berbagi
c. Aturan atau kebiasaan orang Jawa dan nilainilai agama Islam yang dipakai untuk mengajari
anak agar mampu menyelesaikan masalahnya
sendiri
1) Membiasakan bertanggung jawab
2) Musyawarah
3) Bersikap tenang, sabar, dan tawakkal
4) Menerapkan kedisiplinan
5) Memberi contoh sikap teladan yang baik

10

88
2

97,78%
2,22%

39
21
19
11

43,33%
23,34%
21,11%
12,22%

33
24
20
11
2

36,67%
26,67%
22,22%
12,22%
2,22%

42
28
12
4
4

46,68%
31,11%
13,33%
4,44%
4,44%

kohesivitas yang terbentuk di
keluarga Jawa akan membawa
suasana yang menyenangkan
dalam
keluarga
karena
kebersamaan sehingga tercipta
sikap saling tolong menolong dan
gotong royong dilandasi dengan
ketulusan tanpa pamrih dan akan
ikut merasakan sakit jika salah
satu anggota keluarganya sakit.
Selanjutnya
Suwaid
(2003)
menambahkan bahwa dalam
Islam Rasulallah SAW. Telah
mencontohkan bahwa dalam
sebuah
keluarga
harus
membangun kebersamaan antar
anggota
(yang
ditunjukkan
Rasulallah
SAW.
dengan
memberi nama yang baik,
menemani
anak,
memberi
kecupan dan kasih sayang kepada
anak- anak, bermain dan
bercanda
dengan
anak,
memberikan hadiah dan bonus
kepada anak, membelai kepala
anak, menyambut anak dengan
baik, mencari keadaan anak dan
menanyakannya, bersikap adil
dan sama terhadap sesama anak,
mendoakan anak, membantu
anak untuk berbuat baik dan
patuh)
dengan
memberi
pendidikan moral, akhlaq, serta
etika
kesopanan,
sehingga
menimbulkan keceriaan dan
kebahagiaan dalam keluarga.
Kebersamaan
yang
tercipta tersebut tidak lepas dari
aktifitas yang dilakukan bersamasama.
Berdasarkan
hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Bentuk
kohesivitas
dalam
keluarga di Jawa dengan
pengaruh agama Islam
Bentuk kohesivitas dalam
keluarga di Jawa dengan
pengaruh agama Islam dapat
diketahui melalui cara orang tua
membuat
anggota
keluarga
merasa bahagia dan nyaman di
rumah dengan aktifitas yang
sering dilakukan bersama- sama
yang secara tidak langsung akan
mengajari anak saling peduli dan
tolong menolong dengan saudara.
Berdasarkan
hasil
kuesioner dan wawancara bahwa
hal yang membuat anggota
keluarga merasa bahagia dan
nyaman di rumah yakni dengan
mengajarkan dan malaksanakan
tuntunan agama Islam serta selalu
menjaga kebersamaan (seperti
berkumpul dan sharing bersama),
sehingga ketika kebersamaan itu
terjaga jugaakan memudahkan
orang tua untuk mengajarkan
nilai- nilai dan melaksanakan
tuntunan agama Islam (seperti
tertib
menjalankan
sholat
berjamaah dan mengaji bersama),
serta tumbuh sikap saling
menyayangi, membimbing anak
agar memiliki budi pekerti, saling
membantu dan memfasilitasi
kebutuhan anggota keluarga. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat
dari
Sudarsono
(2008)
11

memberi kecupan dan kasih
sayang kepada anak- anak,
bermain dan bercanda dengan
anak, memberikan hadiah dan
bonus kepada anak, membelai
kepala anak, menyambut anak
dengan baik, mencari keadaan
anak dan menanyakannya (
Suwaid, 2003). Mengerti dan
memahami satu sama lain berarti
mengetahui situasi dan kondisi
(empan papan). Orang yang bisa
empan
papan
akan
menyenangkan hati orang lain
(Yana, 2012).
Sudarsono
(2008)
menambahkan bahwa ciri-ciri
masyarakat
jawa
adalah
menjunjung kebersamaan, suka
kemitraan,
mementingkan
kesopanan, toleransi tinggi, dan
hidup
pasrah.
Dalam
kebersamaan keluarga terdapat
falsafah Jawa mangan ora
mangan sing penting tetep
kumpul, yang artinya makan
tidak makan yang penting tetap
bersama, meskipun itu hanya
sebuah ungkapan, tapi sampai
sekarang orang tua di Jawa dalam
keadaan apapun baik senang
maupun susah yang penting tetap
bersama, akan terasa lebih ringan
jika dihapai bersama karena
memang adanya guyup, rukun,
dan gotong royong sesama
saudara.
Melakukan
aktifitas
bersama- sama seperti sholat dan
ngaji
bersama
serta

kuesioner
dan
wawancara
menyatakan bahwa aktifitas yang
sering dilakukan bersama- sama
adalah membersihkan rumah
bersama, bercengkerama dan
sharing saat santai, sholat
berjamaah dan mengaji bersama,
makan bersama, serta pergi
berkunjung dan berlibur bersama.
Manfaat yang dirasakan dari
aktifitas yang sering dilakukan
bersama- sama tersebut yakni
jadi lebih dekat, bisa lebih mudah
mengawasi, lebih mengerti dan
memahami satu sama lain.Hal ini
sesuai dengan pendapat dari
Wicaksosno
(2008)
bahwa
bentuk kohesivitas dapat dilihat
dari aktifitas yang dilakukan
bersama, proses pengambilan
keputusan ( berdiskusi, mencari
solusi, dan mengambil keputusan
bersama), serta saling memberi
dukungan. Baron dan Byrne
(2005) juga menyatakan bahwa
bentuk
kohesivitas
dalam
keluarga
yang
dapat
menumbuhkan hubungan yang
menyenangkan dan memuaskan
di dalam keluarga adalah dengan
saling membantu agar anak
memiliki kemampuan untuk
berempati, memberi kepercayaan
pada anak misalnya dengan
menyatakan pendapat, agar anak
mempunyai rasa percaya diri
sehingga
menumbuhkan
kepercayaan
interpersonal.
Rasulallah SAW juga memberi
teladan dengan menemani anak,

12

ikut merasakan sakit jika salah
satu anggota keluarganya sakit.
Berdasarkan pemaparan
diatas maka dapat ditarik
kesimpulan
bahwa
bentuk
kohesivitas dalam keluarga di
Jawa dengan pengaruh agama
Islam terlihat dari orang tua yang
membuat anggota keluarganya
merasa bahagia dan nyaman di
rumah yakni dengan megajarkan
dan melaksanakan tuntunan
agama Islam serta menjaga
kebersamaan, yang diwujudkan
melalui aktifitas yang dilakukan
bersama- sama contohnya yaitu
sholat dan ngaji bersama serta
membersihkan rumah bersamasama, dari situ banyak yang
diajarkan agar anak bisa saling
tolong menolong dengan tanpa
pamrih, saling peduli, saling
menyayangi
dan
mengasihi
sesama umat Islam, serta saling
menghormati.

membersihkan rumah bersama
secara tidak langsung akan
menumbuhkan sikap saling bantu
atau tolong menolong satu sama
lain. Berdasarkan hasil kuesioner
dan wawancara orang tua
menanamkan sikap untuk saling
tolong menolong dengan tanpa
pamrih (tulus ikhlas) untuk saling
membantu (gotong- royong),
saling berbagi, saling peduli,
saling
menyayangi
dan
mengasihi,
serta
saling
menghormati, sehingga sama
seperti simpul falsafah Jawa yang
menggambarkan gotong royong
harus dikedepankan sifat sepi ing
pamrih, rame ing gawe, yang
artinya dalam berkerja sama
saling tolong menolong jangan
sampai ada penyakit ingin dipuji,
dibanggabanggakan,
dan
disanjung- sanjung, sehingga
dalam anggota keluarga Jawa
saling tolong menolong dan
gotong royong dilandasi dengan
ketulusan tanpa pamrih jika
kelekatan telah tercipta dalam
keluarga (Yana,2012). Haryanto
(2013) menambahkan bahwa Di
Jawa keluarga yang mampu
membentuk
kelekatan/
kohesivitas
akan
tumbuh
merupakan
suasana
yang
menyenangkan dalam keluarga
karena kebersamaan sehingga
tercipta guyup, sikap saling
tolong menolong (rukun), dan
gotong royong dilandasi dengan
ketulusan tanpa pamrih dan akan

2. Manfaat
mengembangkan
ketrampilan
interpersonal
pada anak yang dipengaruhi
nilai- nilai budaya Jawa dan
pengaruh Islam
Ketrampilan
interpersonal
pada anak yang dikembangkan dari
kohesifitas keluarga memerlukan
orang tua yang mengetahui manfaat
dari pengembangan ketrampilan
interpersonal itu sendiri pada anak.
Berdasarkan hasil kuesioner dan
wawancara bahwa menurut orang tua
bahwa manfaat dari anak yang

13

SWT menganjurkan untuk saling
menyayangi, menjaga kerukunan dan
menjaga sillaturahim. Seperti dalam
firman Allah SWT. dalam surat Ali
Imran ayat 103: “ dan berpeganglah
kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa
Jahiliyah)
bermusuhmusuhan,
Maka
Allah
mempersatukan
hatimu,
lalu
menjadilah kamu karena nikmat
Allah,
orang-orang
yang
bersaudara; dan kamu telah berada
di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk.”

mudah bergaul dengan teman
sebayanya yakni anak akan mudah
bersosialisasi; bisa belajar berbagi
(andhap asor), toleransi, saling
menyayangi; bisa berempati dengan
orang lain; anak jadi percaya diri;
bisa
menumbuhkan
kerukunan,
solidaritas, dan menjaga sillaturahmi.
Selain berteman dengan temanteman di sekolah, anak di rumah juga
bermain dengan teman- teman di
kampung,
mengikuti
kegiatan
kemasyarakatan (Karang Taruna dan
Olahraga di kampung).
Manfaat tersebut senada
dengan apa yang diungkapkan oleh
Alfikalia dan Maharani (2009)
adapun manfaat yang dapat dirasakan
jika
memiliki
ketrampilan
interpersonal interpersonal adalah: 1)
Sarana mempelajari dunia luar; 2)
Dapat berhubungan dengan orang
lain; 3) Dapat mempengaruhi orang
lain; 4) Sebagai sarana bermain; 5)
Dapat
membantu/memberikan
kemudahan
bagi
orang
lain.
Selanjutnya Bramantyo dan Prasetyo
(2007) menambahkan jika seseorang
memiliki ketrampilan interpersonal
yang tinggi, maka hal pertama yang
dirasakan adalah kuatnya rasa
percaya diri, untuk kemudian akan
dihargai oleh orang lain, dan pada
akhirnya akan dapat membangun
hubungan yang harmonis dengan
orang lain.

Selain itu dalam Firman Allah SWT.
pada QS. An Nisa ayat 1 yang
menganjurkan
untuk
menjaga
silaturrahim, yaitu: “ Hai sekalian
manusia,
bertakwalah
kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari
padanya
Allah
menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan lakilaki dan perempuan yang banyak.
dan bertakwalah kepada Allah yang
dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain,
dan
(peliharalah)
hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi
kamu.”

Orang Jawa dengan pengaruh
agama Islam yang dianutnya pasti
mengetahui bahwa memang Allah

14

Selanjutnya,
selain
mengetahui manfaat mudah bergaul
dengan
teman
sebayanya,
mengetahui manfaat cara bersikap
dan berbicara dengan orang yang
lebih tua dari anak tersebut juga
penting untuk mengembangkan
ketrampilan
interpersonalnya.
Menurut orang tua berdasarkan hasil
wawancara dan kuesioner manfaat
mengajarkan anak bersikap dan
berbicara pada teman sebayanya
maupun orang yang lebih tua yakni
mengetahui tata krama (bersikap dan
berbicara), mudah bersosialisasi
dengan siapapun. Hal tersebut seperti
pendapat dari Yana (2012) bahwa
Orang tua di Jawa berpandangan
bahwa nilai kesopanan, unggah
ungguh, tindak tanduk, yang
kesemuanya itu merupakan tata
krama Jawa yang diajarkan sejak
anak masih kecil, dengan harapan
bisa menggunakan hal- hal tersebut
di mana pun dan kapan pun (Yana,
2012).

dapat
mengembangkan
ketrampilan
interpersonal
anak dengan nilai-nilai budaya
Jawa dan pengaruh Islam.
Kohesivitas dalam keluarga
dengan nilai budaya Jawa dan
pengaruh Islam dapat membantu
mengembangkan
ketrampilan
interpersonal
anak
dengan
mengetahui aturan atau kebiasaan
orang Jawa dan nilai- nilai agama
Islam yang dipakai orang tua untuk
mengajari anak agar mudah bergaul,
untuk menanamkan percaya diri anak
berinteraksi dengan orang lain, serta
untuk mengajari anak agar mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri.
Aturan atau kebiasaan orang
Jawa dan nilai- nilai agama Islam
yang dipakai untuk mengajari anak
agar mudah bergaul adalah dengan
menanamkan rasa percaya diri pada
anak, menjaga komunikasi dan
sillaturahmi,
mengajarkan
tata
krama, mau peduli serta mengerti
dan menghargai pendapat orang lain.
Hal tersebut ditunjukkan contohnya
dengan orang tua mendukung anak
untuk ikut kegiatan kemasyarakatan
dan keagamaan, menjenguk teman
sakit, dan ikut rewang di tetangga
yang punya kerja. Hal ini sama
seperti yang dicontohkan oleh nabi
Muhammad SAW. Jika di lihat dari
nilai agama Islam bahwa keceriaan
dan kegembiraan anak itu akan
melahirkan rasa optimisme dan
percaya diri, Rasullah SAW.
senantiasa menanamkan jiwa periang
dan kegembiraan di dalam jiwa anak

Berdasarkan
pemaparan
diatas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa manfaat dari pengembangan
ketrampilan interpersonal itu sendiri
pada anak adalah agar anak mudah
bersosialisai, serta mengetahui lebih
dini tata krama dan unggah ungguh
dalam berhubungan dengan orang
lain baik pada teman sebaya maupun
orang yang lebih tua.
3. Memahami
dan
mendeskripsikan bagaimana
kohesivitas dalam keluarga

15

jadi anak yang sombong (ojo
dumeh)), memberi kerpercayaan
pada anak, selalu mengingat Allah
SWT. (semua sama di mata Allah
SWT.
hanya
ketaatan
dan
ketaqwaannya yang membedakan),
selalu bersyukur, apa adanya
(narima)), serta berbagi dengan
sesama (andhap ashor). Menurut
Yana (2012) di dalam keluargalah
seorang anak dikenalkan berbagai
aturan, norma, dan nilai-nilai yang
baik. Nilai kesopanan, unggah
ungguh,
tindak
tanduk
yang
semuanya itu termasuk tata krama
Jawa yang diajarkan sejak anak
masih kecil, dengan harapan bisa
menggunakan hal- hal tersebut di
mana pun dan kapan pun. Orang tua
membimbing nak agar percaya diri
berhubungan dengan orang lain
dengan cara mengingatkan bahwa
semua sama di mata Allah SWT.
hanya ketaatan dan ketaqwaannya
yang membedakan juga terdapat pad
QS. Al Hujarat Ayat 13: “ Hai
manusia,
Sesungguhnya
Kami
menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu
saling
kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.”

diantaranya
adalah
dengan
menyambut anak- anak dengan
sambutan yang hangat ketika
bertemu,
mengajak
bercanda,
bersikap adil dan sama terhadap
sesama anak, membantu anak untuk
berbuat baik dan patuh) dengan
memberi pendidikan moral, akhlaq,
serta etika kesopanan, sehingga
menimbulkan
keceriaan
dan
kebahagiaan
dalam
keluarga
(Suwaid, 2003). Orang Jawa dengan
pengaruh
agama
Islam
yang
dianutnya pasti mengetahui bahwa
memang Allah SWT menganjurkan
untuk menjaga sillaturahim. Seperti
dalam firman Allah SWT. dalam
surat An Nisa ayat 1: “ Hai sekalian
manusia,
bertakwalah
kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari
padanya
Allah
menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan lakilaki dan perempuan yang banyak.
dan bertakwalah kepada Allah yang
dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain,
dan
(peliharalah)
hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi
kamu.”
Selanjutnya,
orang
tua
menanamkan percaya diri anak
berinteraksi dengan orang lain adalah
dengan memotivasi anak untuk
percaya diri, mengajarkan tata krama
termasuk unggah ungguh (bisa
membawa diri mereka, jadi mereka
mampu menempatkan diri, jangan

Saling berbagi yang diajarkan
orang tua seperti dalam falsafah Jawa
16

mengatakan
wonten
sekedek
(sekedhek) dipundum (dipun dum)
sekedek (sekedhek), wonten katah
(kathah) inggih dipundum (dipun
dum) katah (kathah) yang artinya
bila ada (rizki) sedikit akan dibagi
sedikit, tetapi jika ada banyak (rizki)
yang didapat juga akan dibagi
banyak pula (Yana, 2012). Selain itu
firman Allah dalam QS. Al Baqarah
ayat 245 juga menganjurkan untuk
berbagi yang salah satunya bisa
diwujudkan dengan bersedekah,
yakni sebagai berikut: “ siapakah
yang mau memberi pinjaman kepada
Allah,
pinjaman
yang
baik
(menafkahkan hartanya di jalan
Allah), Maka Allah akan meperlipat
gandakan pembayaran kepadanya
dengan lipat ganda yang banyak.
dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezki) dan kepadaNya-lah kamu dikembalikan.”

tenang,
sabar,
dan
tawakkal
mendekatkan diri kepada Allah.
Orang tua di Jawa yang mengajarkan
seperti itu menurut Sudarsono (2008)
karena ciri- ciri masyarakat Jawa
yakni menjunjung kebersamaan, suka
kemitraan,
mementingkan
kesopanan, toleransi tinggi, dan
hidup pasrah. Selain ciri orang Jawa
yang mampu hidup pasrah dalam
tuntunan agama Islam Allah juga
berfirman sabar dan tawakkal dalam
menghadapi sesuatu, dalam QS Ali
Imran ayat 200: “ Hai orang-orang
yang beriman, bersabarlah kamu
dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan
negerimu) dan bertakwalah kepada
Allah, supaya kamu beruntung.”
Berdasarkan
pemaparan
diatas
maka
dapat
diambil
kesimpulan
bahwa
kohesifitas
keluarga
yang
dapat
mengembangkan
ketrampilan
interpersonal anak tidak lepas dari
peran serta orang tua dengan
mengajari dan melakukan aktifitas
bersama untuk menanamkan agar
anak mudah bergaul, percaya diri,
serta menyelesaikan masalahnya
sendiri yakni dengan memotivasi dan
memfasilitasi untuk percaya diri
(adanya sharing/ musyawarah di
rumah), mendukung dan memberi
arahan untuk selalu menjaga sikap
dan bicara (tata krama/ unggah
ungguh), saling berbagi, serta selalu
mengingat Allah untuk menjalankan
perintahNya
dan
menjauhi
laranganNya.

Kemudian seperti yang diajarkan
oleh orang tua untuk bersyukur
seperti dalam perintah Allah SWT
firmanNya dalam QS. Albaqarah
ayat 152: “ karena itu, ingatlah
kamu kepada-Ku niscaya aku ingat
(pula) kepadamu, dan bersyukurlah
kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku.”
Aturan atau kebiasaan orang
Jawa dan nilai- nilai agama Islam
yang dipakai untuk mengajari anak
agar
mampu
menyelesaikan
masalahnya sendiri adalah dengan
membiasakan bertanggung jawab,
sharing/
musyawarah,
bersikap

17

pengaruh
agama
Islam
dikembangkan melalui peran
serta orang tua dengan mengajari
dan melakukan aktifitas bersama
untuk menanamkan agar anak
mudah bergaul, percaya diri,
serta menyelesaikan masalahnya
sendiri, yakni dengan memotivasi
dan memfasilitasi anak untuk
percaya diri (adanya sharing/
musyawarah di rumah), memberi
arahan untuk selalu menjaga
sikap dan bicara (tata krama/
unggah ungguh), saling berbagi,
selalu mengingat Allah SWT.
untuk menjalankan perintahNya
dan menjauhi laranganNya.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan penelitian maka dapat
disimpulkan mengenai kohesivitas
keluarga dalam mengembangkan
ketrampilan
interpersonal
anak
(konteks budaya Jawa dan pengaruh
Islam) adalah sebagai berikut:
1. Bentuk
kohesivitas
dalam
keluarga di Jawa dengan
pengaruh agama Islam terlihat
dari orang tua yang membuat
anggota keluarganya merasa
bahagia dan nyaman di rumah
yakni dengan megajarkan dan
melaksanakan tuntunan agama
Islam
serta
menjaga
kebersamaan, yang diwujudkan
melalui aktifitas yang dilakukan
bersama- sama contohnya yaitu
sholat dan ngaji bersama serta
membersihkan rumah bersamasama, dari situ banyak yang
diajarkan agar anak bisa saling
tolong menolong dengan tanpa
pamrih, saling peduli, saling
menyayangi
dan
mengasihi
sesama umat Islam, serta saling
menghormati.
2. Manfaat dari pengembangan
ketrampilan interpersonal pada
anak adalah agar anak mudah
bersosialisasi serta mengetahui
lebih dini tata krama/ unggah
ungguh dalam berhubungan
dengan orang lain baik pada
teman sebaya maupun orang
yang lebih tua.
3. Ketrampilan interpersonal anak
dari keluarga Jawa dengan

Saran
Berdasarkan hasil penelitian
dan kesimpulan, maka penulis
memberikan saran antara lain
kepada:
1. Bagi informan penelitian
a. Orang tua: hendaknya lebih
banyak meluangkan waktu
bersama
anak
untuk
memberikan
perhatian
kepada anak dan lebih
mendekatkan diri dengan
anak untuk membangun
kelekatan dengan anak, serta
dapat memberi kepercayaan
anak melakukan aktifitas
yang dapat menunjang
kemampuan sosial anak.
b. Anak yang memasuki usia
remaja: hendaknya lebih
memanfaatkan segala hal
yang yang sudah difasilitasi
orang
tua
untuk
18

Jurnal Ilmu Komunikasi, 6,
25-44

mengembangkan
kemampuan nterpersonal,
misalnya seperti terbuka dan
berdiskusi saat sharing di
rumah
serta
mengikuti
kegiatan
kemasyarakatan
dan keagamaan.
2. Bagi penelliti lain, hasil
penelitian
ini
dapat
dimanfaatkan sebagai tambahan
informasi
para
peneliti
selanjutnya tentang kohesifitas
keluarga dalam mengembangkan
ketrampilan interpersonal anak
(konteks budaya Jawa dan
pengaruh
Islam)
dengan
mempertimbangkan range usia
informan (orang tua) dan
keluarga yang menjadi informan
tersebut merupakan keluarga
dengan orang tua lengkap (bapak
dan ibu lengkap) ataukah single
parent (bapak saja atau ibu saja).
Peneliti
selanjutnya
juga
diharapkan untuk melihat faktor
dan sisi lain yang berperan
dalam
memgembangkan
ketrampilan interpersonal anak.
DAFTAR PUSTAKA

Anindita, D., & Bashori, K.. (2012).
Kohesivitas suami istri di
usia
madya.
Jurnal
Humanita, 9, 13-26
An-Naisaburi,
M.
(2012).
Ensiklopedia
hadist
4;
Shahih muslim 2. Jakarta:
Almahira
At-Tirmizi, J. (2012). Ensiklopedia
hadist 6: Jami’ at-tirmizi.
Jakarta: Almahira
Baron, R. A,. & Byrne, D. (2005).
Psikologi
sosial.
Edisi
Kesepuluh Jilid 2. Jakarta:
Erlangga
Bramantyo R., dan Prasetyo, A. T..
(2007).
Ketrampilan
interpersonal. Jakarta: Pusat
Pendidikan dan Pelatihan
Pengawasan BPKP: Jakarta
Departemen Agama. (2010). Al
Quran dan terjemahannya.
Bandung:
Sinar
Baru
Algensindo
Devito,

Al-Bukhori. (2012). Ensiklopedia
hadist 2; Shahih al-bukhori
2. Jakarta: Almahira.
Alfikalia, dan Maharani, A.. (2009).
Faktor- faktor pendukung
komunikasi interpersonal:
studi kasus pada mahaiswa
tingkat
pertama
di
Universitas
Paramadina.

J. A.. (2005). The
interpersonal
communication, 11th ed.
New York: Harper collins

Ekowarni, E., (2004). Pemahaman
sifat budi luhur para abdi
dalem keraton yogyakarta.
Laporan
Penelitian.
Yogyakarta: Proyek SP4
Fakultas Psikologi UGM

19

Haryanto, J. T. (2013). Kontribusi
ungkapan tradisional dalam
memebangun
kerukunan
beragama. Walisongo, 21,
365- 392

komunikasi
orang
tua
terhadap
kecerdasan
interpersonal anak usia 4-5
tahun di tk education 21
kulim pekanbaru. Skripsi.
Riau:
FKIP-Universitas
Riau
Schwartz, D. J., (2007). Berpikir dan
berjiwa besar. Jakarta:
Binarupa Aksara
Shin, S.Y. & Park, W. (2011).
Moderating effects of group
cohesiveness incompetency
performance relationships:
A
multy-level
study.
Journal
of
Behavioral
Studies
in
Business,
(AABRI), 1-15
Sudarsono.
(2008).
Kearifan
lingkungan dalam perspektif
Budaya Jawa. Yayasan
Susanti, F., Siswati, & Widodo P.B..
(2010). Pengaruh permainan
tradisional
terhadap
kompetensi
interpersonal
dengan teman sebaya pada
siswa SD ( studi eksperimen
pada siswa kelas 3 SDN
Srondol Wetan 04- 09 dan
SDN Srondol Wetan 0508).
Jurnal
Psikologi
UNDIP, 8, 146- 148

Imam. (2012). Tugas dan tanggung
jawab ayah dan ibu kepada
anak.
Diunduh
dari
ahklaqulkarimah.blogspot.c
om
Katwal, N., & Kamalanabhan, T J..
(2002). Factors influencing
sibling cohesiveness in the
indian families. Pakistan
Journal of Psychological
Research, 17, 17-28
Lovett, M., & Jones, I. S.. (2006).
Social/interpersonal skills in
business:
In
field,
curriculum and student
perspectives. Journal of
Management and Marketing
Research (AABRI), 1-13
Lwin,

M.
(2008).
Cara
mengembangkan berbagai
komponen
kecerdasan.
Yogyakarta: PT. Indeks

Musbikin, I. (2003). Kudidik anakku
dengan
bahagia.
Yogyakarta: Itra Pustaka
Pramudiarta, AN. U.. (2012). Jarang
bergaul
bisa
membuat
struktur
otak
berubah.
Diunduh
dari
DetikHealth.com

Suwaid, M.. (2003). Mendidik anak
bersama nabi sallahualaihi
wassalam. Surakarta: Dar
Al wafa Almanshurah
Suwarno, S. W. & Meinarno, E. A.
(2011). Psikologi sosial.
Jakarta: Salemba Humanika

Sartika, R., Chairilsyah, D., &
Risma, D.. (2010). Pengaruh

20

Wicaksono, B. & Prabowo, H.
(2010). Kohesivitas tim
pendukung
sepak
bola
persija. Jurnal Psikologi
Gunadarma, 3, 154-159
Wicaksono, B. (2008). Jurnal
kohesivitas suporter tim
sepak bola persija. Jurnal
Universitas Gunadarma, 1,
1-17
Yana.

(2012).
Falsafah
dan
pandangan hidup orang
Jawa. Yogyakarta: Bintang
Cemerlang

21

Dokumen yang terkait

SITUASI PSIKOLOGIS KELUARGA DALAM MENGEMBANGKAN RELIGIUSITAS ANAK PADA Situasi Psikologis Keluarga Dalam Mengembangkan Religiusitas Anak Pada Keluarga Jawa.

0 2 19

SITUASI PSIKOLOGIS KELUARGA DALAM MENGEMBANGKAN RELIGIUSITAS ANAK PADA Situasi Psikologis Keluarga Dalam Mengembangkan Religiusitas Anak Pada Keluarga Jawa.

0 2 21

PENDAHULUAN Situasi Psikologis Keluarga Dalam Mengembangkan Religiusitas Anak Pada Keluarga Jawa.

0 3 7

KOHESIVITAS KELUARGA DALAM MENGEMBANGKAN KETRAMPILAN INTERPERSONAL PADA ANAK Kohesivitas Keluarga Dalam Mengembangkan Ketrampilan Interpersonal Pada Anak (Konteks Budaya Jawa Dan Pengaruh Islam).

0 1 21

PENDAHULUAN Kohesivitas Keluarga Dalam Mengembangkan Ketrampilan Interpersonal Pada Anak (Konteks Budaya Jawa Dan Pengaruh Islam).

0 1 9

POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MEMBANGUN PENGELOLAAN EMOSI ANAK Pola Komunikasi Keluarga Dalam Membangun Pengelolaan Emosi Anak (Konteks Budaya Jawa Dan Pengaruh Islam).

0 5 22

PENDAHULUAN Pola Komunikasi Keluarga Dalam Membangun Pengelolaan Emosi Anak (Konteks Budaya Jawa Dan Pengaruh Islam).

0 3 9

SITUASI PSIKOLOGIS KELUARGA DALAM MEMBANGUN EMPATI PADA REMAJA (KONTEKS BUDAYA JAWA DAN PENGARUH ISLAM) Situasi Psikologis Keluarga Dalam Membangun Empati Pada Remaja (Konteks Budaya Jawa Dan Pengaruh Islam).

0 2 17

SITUASI PSIKOLOGIS KELUARGA DALAM MEMBANGUN EMPATI PADA REMAJA (KONTEKS BUDAYA JAWA DAN PENGARUH ISLAM) Situasi Psikologis Keluarga Dalam Membangun Empati Pada Remaja (Konteks Budaya Jawa Dan Pengaruh Islam).

0 1 20

KENAKALAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA Kenakalan Anak Dalam Konteks Keluarga.

0 1 16