PARADIGMA PROFETIK DALAM ILMU HUKUM: KRITIK TERHADAP ASUMSI-ASUMSI DASAR ILMU HUKUM PARADIGMA PROFETIK DALAM ILMU HUKUM: Kritik Terhadap Asumsi-Asumsi Dasar Ilmu Hukum Non-Sistematik.

PARADIGMA PROFETIK DALAM ILMU HUKUM:
KRITIK TERHADAP ASUMSI-ASUMSI DASAR ILMU HUKUM
NONSISTEMATIK

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:
SAEPUL ROCHMAN
NIM: C. 100 040 219

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

:


Saepul rochman

NIM

:

C.100 040 219

Alamat

:

Panyaweuyan, Ds. Sukamulya, Kec. Pangatikan,
Kab. Garut.

Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya, skripsi/jurnal ini adalah orisinal dan belum pernah
diajukan untuk memperoleh gelar akademik Strata 1 baik di
Universitas Muhammadiyah Surakarta maupun di perguruan tinggi
lain.

2. Bahwa benar skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dibawah
arahan pembimbing I a/n. Prof. Dr. Absori., SH., M., Hum dan
pembimbing II a/n Kelik Wardiono., SH., M. H., Cdr
3. Bahwa dalam skripsi/jurnal ini tidak terdapat karya, pendapat yang
telah ditulis, dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan
jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dan semua sumber
baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari dibuktikan bahwa skripsi/jurnal ini disusun dengan tindakan
plagiarisme, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa

pembatalan gelar akademik yang telah saya peroleh, serta sanksi lainnya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Surakarta, 30 Juli 2014
Yang membuat pernyataan,

Saepul Rochman
NIM C 100 040 219


SURAT PERNYATAAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Bismillahirrahmanirrohim
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya;
Nama

: Saepul Rochman

NIM

: C 100 040 219

Fakultas/Jurusan : Hukum/ Ilmu Hukum
Jenis

: Skripsi

Judul


: Paradigma Profetik Dalam Ilmu Hukum: Kritik
Terhadap Asumsi-Asumsi Dasar Ilmu Hukum
Nonsistematik

Dengan ini menyatakan bahwa saya memberikan hak-hak terhadap perpustakaan
UMS, kecuali hal-hal yang disebutkan sebaliknya:
1. Bahwa saya memberikan hak menyimpan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database) untuk kepentingan pengarsipan dan akademis
perpustakaan UMS;
2. Bahwa saya tidak mengizinkan jurnal ini ditampilkan dalam bentuk
apapun, karena penulis telah memiliki kesepakatan dengan pihak pimpinan
UMS untuk menerbitkan di media lain.
3. Bahwa saya bersedia menjamin dan bertanggungjawab secara pribadi
tanpa melibatkan pihak perpustakaan UMS dari semua tuntutan hukum
yang timbul apabila dikemudian hari penelitian ini diklaim oleh orang lain
telah melakukan pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Surakarta, 24 Desember 2014
Yang Menyatakan


Saepul Rochman
NIM C 100 040 219

PARADIGMA PROFETIK DALAM ILMU HUKUM:
KRITIK TERHADAP ASUMSI-ASUMSI DASAR ILMU HUKUM
NONSISTEMATIK

Oleh:
Saepul Rochman
(NIM C. 100 040 219)
Abstrak
Pergeseran paradigma merupakan peluang dialog, itulah yang menjadi acuan
diskursus hukum dan sains sebagaimana diperkenalkan oleh hukum nonsistematik
yang mendasarkan pada consilience, teori chaos, dekontruksi, gerak
transubstansial dan relasi gradasi sebagai dalil-dalil penyangganya. Pondasi
kefilsafatan ini memahami pancasila sebagai norma dasar yang terbuka untuk
memunculkan perlunya pluralisme hukum. Di bagian dunia yang lain, revolusi
pengetahuan juga dimaknai sebagai peluang untuk menambatkan kembali wahyu
dan ilmu pengetahuan. Selain islamisasi ilmu, salah satu gagasan yang muncul

lebih lanjut dari pusaran gelombang posmodernisme itu adalah paradigma
profetik. Tulisan ini mengkritisi asumsi-asumsi dasar dari nonsistematik dengan
mendasarkan perspektif profetik.
Kata Kunci: paradigma posmodernisme, profetik, intersubyektivitas hukum.

PROPHETICS PARADIGM IN THE LEGAL SCIENCE:
A CRITIQUE FOR THE BASIC ASSUMPTIONS OF
NONSISTEMATICS LEGAL THEORY

by:
Saepul Rochman
(NIM C. 100 040 219)
Abstract

Shifting paradigm is a chance for dialog, that is a reference of the discourse
between law and science, that introduced by non-sistematics legal theory. Based
to consilience, chaos theory, decontruction, trans-substantial motion and
gradationally relation as supreme arguments. The Fundamental philosophy take
in pancasila as inclusive grundnorm to afford an emergence of legal pluralism. In
the otherside, scientific revolution can interpreted to dediferenciation between

revelation and science. Like islamization of Knowledge, the other perspective that
appear from the next wave of posmodernism is prophetics paradigm. This
paperwork is a critique for nonsistematic’s basic assumptions from Prophetic
side.

Keywords: posmodernism paradigm, prophetics, legal intersubjectivity.

PENDAHULUAN
Perubahan paradigma dalam pandangan Kuhn adalah perubahan cara
memandang suatu persoalan.1 Meskipun ini menuai kritik dari Feyerabend yang
dalam Paul H. Huene menyatakan bahwa apa yang ditulis Kuhn bukan sekedar
sejarah, namun juga “it is ideology covered up as history”.2 Pandangan dunia
ilmiah yang semula berbasis sains kaku Cartesian-Newtonian mempengaruhi
positivisme sosial Comte dan selanjutnya konstruksi hukum positivistik.3
Pandangan ini pada gilirannya mulai dipersoalkan melalui teori relativitas Einstein
hingga teori Chaos yang diperkenalkan Edward Lorenz.4
Kritik yang berlandaskan teori chaos ini dilakukan oleh Charles Sampford
melaluiteori “Theories of Legal Disorder ”.5 Di Indonesia pandangan keotik
(chaos) ini diperkenalkan oleh Satjipto Rahardjo6yang kemudian digunakan oleh
Anthon F. Susanto dalam membangun ilmu ilmu hukum non-sistematik. Seperti

pendahulunya Susanto mempercayai keruntuhan positivisme hukum adalah
niscaya sebab runtuhnya basis ilmiah Cartesian-Newtonian.7 Pergeseran sains
memunculkan gelombang susulan, termasuk pada ilmu hukum yaitu; dari
positivistik ke normatif dan selanjutnya nonsistematik yang disebabkan adanya

1

Heddy Shri Ahimsa-Putra, Paradigma dan Revolusi Ilmu dalam Antropologi Budaya, Sketsa Beberapa
Episode, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar
Universitas Gadjah Mada Pada tanggal 10 November 2008 di Yogyakarta, hal. 5.
2 Feyerabend dalam Paul Hoyingen Huene, Two Letters of Paul Feyerabend to Thomas S. Kuhn on a Draft of
The Structure of Scientific Revolutions, Journal Pergamon History and Philosophy Vol. 26, Elsevier Science
ltd, Great Britain, 1995, hal. 353-387.
3Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, (Jakarta :Gramedia), 2008, hal. 26.
4 Hokky Situngkir, Menyambut Fajar Menyingsing Teori Sosial Berbasis Kompleksitas, Makalah Diskusi
yang diadakan atas Kerjasama Bandung Fe Institute (BFI) dengan Center for Strategies and International
Studies (CSIS), Jakarta, 5 Juni 2003, hal. 3-4.
5 Ricardo Samarmata, Penggunaan Socio-Legal dan Gerakan Pembaharuan Hukum, Jurnal Digest Law,
Society and Development, Volume. 1 (Desember 2006- Maret 2007), hal. 1-6.
6Agus Raharjo, Hukum dan Dilema Pencitraannya: Transisi Paradigmatis Ilmu Hukum dalam Teori dan

Praktek, Jurnal Hukum Pro Justitia, (Januari 2006), Volume. 24. No. 1, hal. 151
7 Anthon F. Sutanto, Ilmu Hukum Non-Sistematik: Pondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia,
(Bandung: Gentha Publishing,), 2010, hal. 194 dan 218

1

2

perkembangan sains. Pembahasan ini menarik dilihat dari kemunculannya yang
erat kaitannya dengan posmodernisme hukum.8 Kondisi yang disemarakkan
dengan relativisme bahkan nihilistik dalam posmodernisme, membuka ruang
untuk suatu transisi antara teori hukum yang dikukuhi pada era modern.
Berdasarkan fokus studi yang demikian, maka yang menjadi pokok
masalah adalah: (1) Bagaimanakah asumsi-asumsi dasar ilmu hukum nonsistematik yang dikemukakan oleh Anthon F. Susanto? (2) Bagaimanakah asumsiasumsi dasar paradigma profetik dalam ilmu hukum? (3) Kritik terhadap ilmu
hukum non-sistematik yang dikemukakan oleh Anthon F. Susanto, bila dilihat dari
asumsi-asumsi dasar paradigma profetik? Dengan mendasarkan pada pendekatan
filosofis, penelitian ini melakukan eksplorasi, deskripsi dan refleksi kritis. Datadata tersebut kemudian akan dianalisis dengan cara sebagai berikut: (1) Analisis
Deskriptif, (2) Interpretasi dan hermeneutik yang oleh metode analisis dalam
perspekstif Islamic Worldview, yakni Tashwir dan Ta’sil. (3) Heureustik.9


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Ilmu Hukum Nonsistematik: Sebuah Acuan Awal Memahami Kajian
Menurut paradigma nonsistematik realitas tergradasi menjadi tiga bagian,
sebagiannya terlahir dari ide (realitas simbolis) dan alam inderawi (realitas
materil), sementara sebagiannya lagi diciptakan melalui rekayasa teknologi, yang

8

9

Muh.Hanif, Studi Media Dan Budaya Populer Dalam Perspektif Modernisme dan Postmodernisme , Jurnal
Komunika, Vol.5 No.2 (Juli - Desember 2011), hal. 238-239.
Kelik Wardiono, Paradigma Profetik Dalam Ilmu Hukum, Sebagai Pembaharuan Basis Epistemologi Dari
Ilmu Hukum di Indonesia, Proposal Disertasi disampaikan pada Seminar Proposal Diserta Program Doktor
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Pada 25Januari 2012, hal. 58.

3

disebut Buadrillard dan Umberto Eco sebagai hypereality.10 Konsekuensi dari
adanya dunia hiperrealitas ini adalah pergeseran terhadap norma, nilai, dan iman.

Norma hukum tertulis akan mengalami dialektika, sebaliknya hukum tidak tertulis
dan hukum adat yang tidak mengandalkan pengadilan akan mengambil peran. Hal
ini dipahami dengan pendekatan chaos bahwa relasi kekuasaan yang timpang
merupakan esensi ketidakteraturan.11
Demikian juga teks terdapat tiga bagian; makna konsensus minimal,
makna simbolik dan makna plural yang tak tertafsir. Kebenaran makna merupakan
berbagai penafsiran yang terbuka atas keragaman dan perbedaannya.Realitas teks
yang bersifat menyebar, konstruktif, dinamis dan transgresif ini hanya dapat
dipahami

melalui

dekonstruksi.12

Pijakan

dekontruksi

adalah keraguan-

ketidakpastian yang berarti bahwa pengambilan keputusan, harus melibatkan
sebuah lompatan diantara persiapan yang telah ada sebelumnya.13
Pada ranah filsafat hukum, teori hukum dan ilmu hukum serta ilmu-ilmu
lainnya, relasi gradasi Huston Smith dan Consilience Edward O. Wilson serta
gerak transubstansial adalah penghubung kesenjangan antar ilmu dan peneliti
terhadap objek yang ditelitinya.14 Dari sini, hukum dipahami sebagai jaringan

10Dunia

yang melampaui batas-batas realitas yang ada, suatu citraan yang terakumulasi, yang menumpang
pada realitas nyata, tetapi tidak mengambil alih realitas itu.Anthon F. Sutanto dan Otje Salman, 2009, Teori
Hukum Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, (Bandung: PT. Refika Aditama), hal. 27-30.
11Anthon F. Susanto, Ilmu Hukum Non-Sistematik, Op.Cit, hal. 277-281.
12Anthon dan Otje Salman, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Iman Taufik,
(Bandung: PT. Refika Aditama), 2007, hal. 127, 128 dan 227.
13Anthon F. Susanto, 2007. Hukum dari Consilience Menuju Paradigma Hukum Konstruktif-Transgresif,
(Bandung: PT. Refika Aditama), hal. 127-128.
14Anthon F. Sutanto, Ilmu Hukum Non-Sistematik: Pondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia,
(Bandung: Gentha Publishing,), 2010, hal. 194, 218 dan 269.

4

yang memiliki posisi sederajat dengan disiplin lain. Hukum dapat bekerjasama
dengan ilmu-ilmu lain untuk menyelesaikan permasalahan lintas disiplin.15
Pada aspek asumsi tentang manusia (homo asymethricus), ilmu hukum
non-sistematis mempercayai bahwa manusia memiliki potensi alamiah di dalam
otak, yang dikenal dengan IESQ.16 Dengan potensi tersebut, homo asymetrichus
memiliki keberanian dan motif-motif yang khas,17 antara lain: (1) Motif
dekonstruksi; (2) Motif relativitas; (3) Motif revolusioner; dan, (4) Motif
kosmopolitann. Juga memiliki integritas yang antara lain: (1) Mengurangi jarak
dengan apa yang ditelitinya; (2) melebur dengan objek; (3) harus berusaha untuk
terikat dan intim; (4) Terlibat dalam proses penciptaan kebenaran; (5) mengalami
secara murni; (6) Memiliki kesabaran;dan, (7) Memiliki kemampuan untuk
menerima keragaman.18
Terakhir,

pada

ranah

aksiologis,

paradigma

non-sistematik

mendekonstruksi Pancasila sebagai fondasi pengembangan ilmu hukum di
Indonesia.19 Melalui proses dekontruksi dan pembacaan relasi gradasi,20 nilai-nilai
pancasila tidak lagi sebagai sesuatu yang tertutup melainkan terbuka untuk
dimaknai.21 Dari sini lahirlah gagasan tentang makna keadilan asimetris yang
diturunkan dari sila ke-5 tentang keadilan sosial. Berbeda dengan “keadilan yang
15Anthon

dan Otje Salman, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Op. Cit, hal.
9-12
16Ary Ginanjar Agustian, ESQ Emostional Spiritual Quotinet: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Penerbit Arga), 2001, hal. 57.
17Anthon F. Susanto, Hukum dari Consilience Menuju Paradigma Konstruktif Transgresif, Op.Cit, hal. 103104.
18Motif-motif dan integritas homo asymethricus ini diderivasi dari terdapat Prinsip-prinsip transformatif motif
dan perilaku manusia (Sistem adaptif kompleks dalam pandangan sains), yang kemudian diturunkan dalam
diri manusia (sifat adaptif kompleks yang cerdas pada manusia). Lihat, Danah Zoihar dan Ian Marshal,
Spiritual Capital: Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis, terj. Helmi Mustofa, (Bandung: PT. Mizan
Pustaka), 2005, hal.208-212.
19Ibid, hal. 301.
20Otje Salman dan Anthon F. Sutanto, Teori Hukum, Op.Cit, hal. 158-159.
21Anthon F. Susanto, Ilmu Hukum Non-Sistematik: Pondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia,
Ed. Nasrullah O Bana dan Ufran, (Yogyakarta: Gentha Publishing), 2010, hal.302.

5

diberlakukan” dalam ilmu hukum positivistik, keadilan yang dimaksud adalah
“keadilan melalui proses penafsiran”,22 karena sederhana saja, tidak ada orang
yang mampu merasakan keadilan sejati.23 Keadilan asimetrik ditegakkan baik
melalui pengadilan atau non-pengadilan dengan kriteria adanya perbedaan pada
setiap hasil penafsiran atau putusan hukum, dan bersifat pluralitas, multikultural
dan luas.24

Paradigma Profetik Dalam Ilmu Hukum: Sebuah Rekonstruksi
Dalam paradigma profetik, mengenal Tuhan dan wahyu merupakan unsur
penting dalam menjelaskan realitas.Wahyu yang terkategorisasi menjadi ilmuilmu alam(hukum alam) dan teologi, di luar dua hal ini adalah ilmu-ilmu
humaniora (makna, kesadaran dan nilai)25 Dalam tinjauan ilmu-ilmu sosial
profetik, kandungan Al-Quran terbagi menjadi dua bagian.Bagian pertama berisi
konsep-konsep doktrin Islam dan welthanchuung dengan konsep-konsep ini kita
diperkenalkan ideal-type. Sementara bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan
archetype dapat dilakukan perenungan untuk memperoleh hikmah, Karenanya

melalui pendekatan sintetik-analitik dapat dikembangkan perspektif etik dan
moral individual, dan memposisikan wahyu sebagai data.26

22Kata

pemberlakuan, dalam bahasa Jerman diistilahkan dengan Inkraftsetzen yaitu menetapkan (setzen) suatu
kekuatan (kraft) telah menyiratkan kekerasan. Demikian juga dapat dilihat dalam pandangan Derrida
mengenai apa yang disebut Hardiman sebagai “rahasia hukum”, atau relasi keadilan dengan kekerasan.
Lihat, F. Budi Hardiman, Filsafat Fragmentaris: Deskripsi, Kritik dan Dekonstruksi, (Yogyakarta:
Kanisius), 2007, hal. 239-240
23Anthon F. Sutanto, Keraguan dan Keadilan dalam Hukum, Sebuah Pembacaan Dekonstruktif, Loc. Cit, hal.
23.
24Loc.Cit, hal. 290.
25Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika, Teraju (PT. Mizan Publika),
Jakarta, 2004, hal. 27.
26ibid, hal. 14, 15, 16, 18 dan 27.

6

Realitas menurut paradigma profetik dipahami melalui basis sains
integralisme yang melihat segala sesuatu dari partikel fundamental hingga alam
semesta membentuk sebuah hierarki,27 termasuk juga alam akhirat dan Tuhan
(metakosmos) sebagai penghujung jenjang material.28 Manusia sebagai bagian
dari semesta yang integralistik ini tidak hanya dilahirkan untuk dunia namun juga
untuk langit dan akhirat (homo-propheticus).29 Dalam hubungannya manusia
dengan alam dan Tuhan, terdapat empat relasi antara Tuhan dan manusia, yaitu;
relasi ontologis (pencipta-makhluk), relasi komunikatif, relasi status (Tuan hamba), dan relasi etis (sifat Tuhan yang lembut dan keras lintas syukur dan
takut).30 Relasi-relasi ini membawa konsekuensi akan adanya struktur ontologi
yang integral,31 sifat asal dari ciptaan, prinsip ekualitas manusia dan alam semesta
mematuhi hukum alam, amanah, dan visi etis tertentu.32 Dengan demikian,
terdapat empat hal yang harus dimiliki dalam benak subjek hukum, yaitu tentang
konsep umat terbaik, aktivisme sejarah, transendensi dan liberasi.33
Tugas manusia adalah mengimplementasikan wahyu dengan cara
membebaskan dari beban historis yang dibawanya dalam memperoleh makna
kekinian dan kedisinian.34 Yakni melalui kesepaduan kesadaran Senses,

27Ibid ,

hal. 62.
Mahzar, Revolusi Integralisme Islam Merumuskan Paradigma Sains dan Teknologi Islami
(Bandung, Mizan, 2004), hal. xxxvii
29Wan Anwar, Kuntowijoyo: Karya dan Dunianya, (Jakarta: PT. Grasindo), 2007,hal. 43, 47, 48 dan 51.
30Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik Terhadap Al-Quran , Terj. Agus Fahri
Husein, Supriyanto Abdullah dan Amirudin, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana), 2003, hal. 10, 15, 104, 105
dan 106.
31Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Quran, terj. Sari Nuralita, (Jakarta: Gema Insani
Press), 2006, hal. 35.
32Agus Iswanto, Relasi manusia Dengan Lingkungan dalam Al-Quran: Upaya Membangun Eco-Theology,
Jurnal Suhuf, Vol. 6, No. 1, 2013, hal. 13-14.
33Hasnan Bachtiar, Profetisme, Muhammadiyah dan Gelombang Besar Globalisasi: Suatu Tinjauan
Transformasi Sosial, The Centre for Religious and Social Studies, Malang, Volume 15 Nomor 1 (Juni
2012,) hal. 25-27.
34Nor Huda, Islam Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia . (Yogyakarta; Ar Ruzz Media
Group), 2007, hal. 452
28Armahedi

7

Inspiration (Intuition), Ratio dan Revelation (SIRR) yang bersifat seketika,

bersamaan dan menyeluruh, Iqbal menyebutnya sebagai intelek induktif.35
Mentransendensikan

makna

tidak

berarti

membiarkan

lompatan

makna

berhamburan ke segala penjuru dan arah. Tetapi dipandu dengan wahyu,
kesadaran pradisposisi (fitrah), inspirasi36 atau ilham,37 hati,38 jantung,39
praanggapan metafisik,40 dan khusus untuk para nabi adalah wahyu.
Dengan menyetujui adanya inspirasi yang melibatkan faktor Tuhan, maka
ilmu tidak hanya didapatkan melalui proses rasionalisasi, melainkan juga melalui
wahyu dan hidayah, adanya norma mutlak yang tidak berasal dari manusia.41
Pada asumsi aksiologis, secara fundamental pancasila merupakan hasil
dari objektifikasi bangsa. Penyimpangan terhadap pancasila akibat pemahaman
penguasa terhadap kekuasaan sebagai pemilik (ambaudendha ) bukan pemegang
amanah (ambaureksa) Makna pancasila menurut paradigma profetik antara lain:
(1) pluralisme positif; (2) kebebasan yang beradab; (3) demokrasi budaya; (4)
negara obyektif; dan (5) nasionalisme sosiologis.42 Dari makna pluralisme positif,
kebebasan yang beradab dan demokrasi budaya menderivasikan keadilan hukum

35Muhammad

Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam, alih bahasa: Ali Audah, Taufiq Ismail, dan
Gunawan Muhammad, (Yogyakarta: Jalasutra), 1982, hal. 148.
36William C. Chittick,Dunia Imajinal Ibnu ‘Arabi: Kreativitas dan Persoalan Diversitas Agama,
diterjemahkan oleh Ahmad Syahid dari judul aslinya “Imaginal Worlds; Ibn ‘arabi and The Problem of
Religious Diversity”, (Surabaya: Risalah Gusti), 2001, hal.92
37Heddy Heddy Shri Ahimsa Putra, 2011, Paradigma Profetik: Mungkinkah? Perlukah?, Makalah
disampaikan dalam “Sarasehan Profetik 2011”, diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana UGM, di
Yogyakarta, 10 Februari 2011, hal. 31-44.
38Para tokoh yang menganggap bahwa faktor hati ini juga penting adalah William Shakespeare, Francis
Bacon, J.W.N Sulivan dan Blaise Pascal Lihat, Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam: Pokok-Pokok
Pikiran Tentang Paradigma dan Sistem Islam, (Jakarta: Gema Insani Press), 2004, hal.22.
39Marios Loukas, Yousuf Saad, R. Shane Tubbs, dan Mohammadali M. Shoja, The Heart and Cardiovascular
system in Quran and Hadeeth, International Journal of Cardiology 140, 2010, hal. 21
40 Maimun Syamsuddin, Integrasi Multidimensi Agama dan Sains: Analisis Sains Islam Al-Attas dan Mehdi
Golshani, (Yogyakarta: IRCISOD), 2012,hal. 308-311.
41 Naquib Al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, (Bandung: Mizan), 1995,.Hal. 31.
42Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam, Ed. Mukhaer Pakkana, (Jakarta: PT. Kompas Media
Nusantara), 2010, hal. 240-241.

8

profetik yang bersifat intersubjektif. Hukum dirumuskan dan berlaku untuk
masing-masing kelompok masyarakat43
Paradigma profetik tidak berhenti pada pluralisme hukum yang
menghargai perbedaan sebagai suatu konstruksi sosial, akan tetapi juga
mendorong integralisasi hukum, yang disandarkan pada interobjektifitas normanorma dan dihasilkan melalui pengalaman batin agama dan identitas kebudayaan.
Makna ini dapat disebut dengan keadilan interobjektif yang diejawantahkan dari
makna negara objektif44 dan objektifisme sains. Cara yang perlukan adalah
menjadikan wahyu sebagai teori umum (grand theory) yang harus diturunkan ke
tahapan teoritis hingga praksis: teologi, filsafat sosial, teori sosial, dan perubahan
sosial.45

Kritik Terhadap Asumsi Dasar Ilmu Hukum Nonsistematik
Paradigma nonsistematik tidak sepenuhnya menghapuscara pandang
keraguan Cartesian, bahkan masih terbawa sebagai kenang-kenangan, meskipun
dengan tujuan berbeda; keraguan-ketidakpastian. Persoalan keraguan memperoleh
tantangan dari Misbah Yazdi46 dan Naquib Al-Attas melalui konsepnya tentang
hidayah).47 Dalam perspektif profetik, ilmu didasarkan pada adanya kepercayaan,

setelah kepercayaan tersebut didukung pembuktian, maka akan memunculkan
keyakinan, yang pada gilirannya mengantarkan pada pengetahuan. Dari sini

43

Kuntowijoyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, AE. Priyono dan Lukman Hakiem (peny),
Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Shalahuddin Press, 1994, hal. 11-12.
44 Kuntowijoyo, Selamat Tinggal Mitos,Selamat Datang Realitas: Esai-Esai Budaya dan Politik, (Bandung:
Mizan), 2002, hal.170, 210 dan 225.
45Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, AE. Priyono (ed). Bandung: Mizan, 1991, hal. 70.
46Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Buku Daras Filsafat Islam, terj. Musa Kazhim dan Saleh Bagir,
(Bandung: Mizan), 2003, hal. 89-90.
47 Naquib Al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, Op.Cit, hal. 31.

9

profetik menawarkan integralisasi (ilmu dan agama) dan obyektifikasi untuk
menerjemahkan nilai-nilai internal ke dalam kategori obyektif sehingga seseorang
dapat saja melakukan sesuatu sebagai kewajaran tanpa harus menyetujui nilai
asalnya.48
Paradigma nonsistematik bertumpu pada dekontruksi dan relativitas
kebenaran untuk menafsirkan keseluruhan dalil-dalil penyangganya. Selain tidak
ada sumber kebenaran yang mutlak, dekonstruksi dilakukan juga terhadap teori
chaos, Pancasila, consilience, IESQ dan gerak transubstansial, hal ini menjadikan

teori-teori tersebut mengalami perubahan radikal dan menimbulkan konsekuensi
baru; Pertama, Hakim memiliki beban putusan hukum yang berbeda dengan yang
sebelumnya meskipun dengan kasus yang sama (rechtshepping), ini merupakan
syarat keadilan.49 Lebih dari itu, paradigma nonsistematik menanggalkan
yurisprudensi dan tidak ada lagi ne bis in idem karena kasus harus dianggap tak
sama;50 Kedua, Paradigma nonsistematik menafsirkan chaos berorientasi pada
ketidakteraturan, meskipun puisi Hesoid mengisyaratkan sebaliknya bahwa
“segalanya adalah Chaos", baru sesudah itu segalanya menjadi stabil;51
Ketiga, Meskipun nonsistematik menolak hukum sebagai tujuan ilmu,

sebagaimana Wilson memposisikan biologi sebagai tujuan akhirdari segala
ilmu.52Tetapi di bagian lain ia memaparkan proses evolusi pilihan; hukum

48Kuntowijoyo,

Identitas Politik Umat Islam, Op. Cit, hal. 68-69.
Asmaul Husna TR, Penemuan Hukum dan Pembentukan Hukum The Living Law Melalui Putusan
Hukum, Jurnal Mizan, Vol.2. No. 3.Februari, 2012, hal. 65.
50 Karen Leback, Teori-Teori Keadilan: Analisis Kritis Pemikiran J.S. Mill, J. Rawls, R. Neibuhr dan J.P.
Miranda, Terj. Yudi Santoso, (Bandung: Nusamedia), 2004, hal. 63.
51 Hesoid, Theogony: Works and Days, Terj. Apostolos N. Athanassakis, (United States of America: The
Johns Hopkins University Press), 2004, hal.3 Dalam Mitologi Yunani Kuno, Chaosmerupakan wujud
pertama (dewa) yang tercipta dari semesta. Lihat, E. M. Berens, Kumpulan Mitologi dan Legenda Yunani
dan Romawi, ed. Dewi Fita, (Jakarta Selatan: Penerbit Bukune), 2010, hal. 7 dan 8.
52Anthon F. Susanto, Hukum Dari Consilience Menuju Paradigma Hukum Konstruktif-Transgresif, Ed. Aep
Gunarsa, (Bandung: PT. Refika Aditama), 2007, hal. 36, 38 dan 39.

49Cut

10

kembali kepada tatanan alam semesta dan atau perintah Tuhan (consilience
hukum);53 Keempat, Semula gerak transubstansial adalah suatu kesatuan integral
dengan gradasi wujud dan Primasi wujud.54 Namun dengan hanya mengadopsi
gerak-transubstansial, mengesankan bahwa asal-usul keberadaan manusia dan
alam hanya akibat alami yang terbentuk melalui gerak abadi semata;55 kelima,
Dalam konsepsi IESQ untuk menilik domain realitas dan makna,56 terdapat
kontradiksi internal, Danah Zohar dan Ian Marshal yang membantah spiritual57
disini berhubungan dengan agama58 Sebaliknya Ary Ginanjar Agustian lekat
dengan Islam. Akan tetapi, paradigma nonsistematik tidak memberi argumen lebih
lanjut mengenai sintesis antara keduanya.59
Berdasarkan hal yang demikian, nonsistematik menjelaskan bahwa
kenyataan dan teks sebenarnya bersifat chaos adalah relatif benar, namun ia tidak
berorientasi pada ketidakpastian, tidaklah keliru bahwa alam pada dasarnya suatu
kontruksi yang menyeluruh antara chaos dan cosmos, antara subjektivitas dan
objektivitas, antara relativitas dan absoluditas, dan demikian seterusnya.

53Anthon

F. Susanto, Hukum Dari Consilience, Op.Cit, hal. 72
Heriyanto, Paradigma Holistik Dialog Filsafat, Sains dan Kehidupan Menurut Shadra dan
Whitehead, (Jakarta Selatan: Teraju), 2003, hal. 156.
55Anthon F. Susanto, Ilmu Hukum Non-Sistematik: Pondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia,
Ed. Nasrullah O Bana dan Ufran, (Yogyakarta: Gentha Publishing), 2010, hal. 24.
56Ibid,hal. 260.
57Danah Zoihar dan Ian Marshal, Spiritual Capital: Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis, terj. Helmi
Mustofa, (Bandung: PT. Mizan Pustaka), 2005, hal. 96-97 dan 181.
58Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam berpikir Integralistik dan
Holistik Untuk Memaknai Kehidupan, diterjemahkan dari SQ Spiritual Intellegence – The Ultimate
Intellegence, oleh Rahmani Astuti, (Bandung : Mizan), 2001, hal. 8-9.
59Ary Ginanjar Agustian, ESQ Emostional Spiritual Quotinet: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Penerbit Arga), 2001, hal. 57.
Lihat juga Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power Sebuah Inner Journey
Melalui Ihsan, (Jakarta: Arga Publishing), 2009, hal, 68.

54Husain

11

Keduanya merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan akan tidak adil jika
hanya memihak kepada salah satunya dan mengesampingkan sebagiannya.60
Dalam persoalan keadilan pun demikian adanya ia tidak hanya tentang
upaya untuk memberikan keleluasaan pada persepsi atau keyakinan subjektif
hakim dalam menjatuhkan suatu putusan hukum, melainkan juga memberi
kekuasaan pada keluarga korban untuk menghakimi jika terdakwa terbukti
bersalah. Hakim tidak lagi sebagai pejabat negara yang sangat sensitif merasakan
derita keluarga korban.
Keadilan asimetrik mensyaratkan ada keadilan yang multikultural,
meskipun hanya terbatas pada hukum adat. Paradigma profetik menyarankan
adanya akomodasi radikal terhadap seluruh sumber hukum nasional,61 juga
mereposisikan hukum agama dan kepercayaan lainnya yang berlaku di
kelompoknya masyarakatnya masing-masing,62 dengan tujuan mewujudkan
intersubjektivitas keadilan.63 Namun bilamana terjadi konflik antar kelompok
masyarakat, lintas agama dan budaya, keadilan juga harus bersifat interobyektif
dalam perkara lintas kelompok yang diambil dari obyektifitas ajaran agama,
kemanusiaan maupun adat, karenanya intersubjektivitas dan interobjektivitas
keadilan harus dipandu dengan visi etis profetik.

60

Mulyadhi Kertanegara, Memahami Hakikat Tuhan, Alam dan Manusia, (Surabaya: Penerbit Erlangga),
2007, hal. 10.
61Kuntowijoyo nampaknya tidak memcampurkan hukum dengan pandangan ekonomi communitarian , tetapi
justru menganjurkan keadilan yang bermula dari sikap personal, harus terlebih dahulu dijadikan produk
legal.Ibid, hal. 102.
62Kuntowijoyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, AE. Priyono dan Lukman Hakiem (peny),
Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Shalahuddin Press, 1994, hal. 11-12.
63 Kuntowijoyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, Op. Cit, hal. 11-12.

12

PENUTUP
Kesimpulan-Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa:
Pertama , terdapat kontradiksi internal dalam paradigma nonsistematik yang

masing-masing menimbulkan persoalan-persoalan lain; Kedua, asumsi dasar
dalam memandang semesta yang sebenarnya berpijak pada mitos Yunani tentang
dewa chaos, menyelesaikan setiap masalah ke titik awalnya, namun dengan tanpa
memperhitungkan ranah cosmos menjadikan bangunan ilmiahnya mengafirmasi
kekacauan, libertanisme, sekularisme dan relativisme; Ketiga, makna keadilan
nonsistematik atau asimetrik terbatas pada keadilan yang bersifat multikultural
dengan dimensi sekularisme yang merasukinya, keadilan ini memang mampu
menjawab persoalan dalam tubuh komunitas.

Saran-Saran
Berdasarkan yang demikian juga penulis memberikan saran sebagai
berikut: Pertama , Dalam kontradiksi internal, seharusnya ada proses sintesis
terhadap kontradiksi tersebut; Kedua , pada faktanya masyarakat tidak sepenuhnya
kosong dari nilai-nilai, karena itu nampak sekali pandangan nonsistematik akan
sukar diimplementasikan, penyelesaian masalah tidak selalu harus menggunakan
cara ekstrim dengan menghilangkan (reset) nilai yang lebih dulu hidup di
masyarakat, akan tetapi melalui interaksi, dialog dan integrasi; Ketiga , keadilan
asimetrik tidak dapat menjawab permasalahan antar golongan, karena itu masih
tetap diperlukan keadilan yang berlaku untuk seluruh masyarakat meskipun
terbatas pada kasus-kasus konkret lintas golongan tersebut.

13

DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Abbas, Anwar, 2010, Bung Hatta dan Ekonomi Islam, Ed. Mukhaer Pakkana,
Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara
Agustian, Ary Ginanjar, 2001, ESQ Emostional Spiritual Quotinet: Rahasia
Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual Berdasarkan 6
Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Jakarta: Penerbit Arga.
Anwar, Wan, 2007, Kuntowijoyo: Karya dan Dunianya, Jakarta: PT. Grasindo.
Anwar, Yesmil dan Adang, 2008, Pengantar Sosiologi Hukum, Jakarta:
Gramedia
Salman, Otje dan Anthon F. Sutanto, 2009, Teori Hukum Mengingat,
Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, Bandung: PT. Refika
Aditama
Susanto, Anthon F. 2007. Hukum dari Consilience Menuju Paradigma Hukum
Konstruktif-Transgresif, Bandung: PT. Refika Aditama.
2010, Ilmu Hukum Non-Sistematik: Pondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum
Indonesia, Bandung: Gentha Publishing.
Chittick, William C. 2001, Dunia Imajinal Ibnu ‘Arabi: Kreativitas dan
Persoalan Diversitas Agama, Surabaya: Risalah Gusti.
Anshari, Endang Saifuddin, 2004, Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran Tentang
Paradigma dan Sistem Islam, Jakarta: Gema Insani Press.
Berens, E. M, 2010, Kumpulan Mitologi dan Legenda Yunani dan Romawi, ed.
Dewi Fita, Jakarta Selatan: Penerbit Bukune.
Hardiman, F. Budi, 2007, Filsafat Fragmentaris: Deskripsi, Kritik dan
Dekonstruksi, Yogyakarta: Kanisius.
Huda, Nor, 2007, Islam Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia ,
Yogyakarta; Ar Ruzz Media Group.
Heriyanto, Husain 2003, Paradigma Holistik Dialog Filsafat, Sains dan
Kehidupan Menurut Shadra dan Whitehead, Jakarta Selatan: Teraju.
Hesoid, 2004, Theogony: Works and Days, Terj. Apostolos N. Athanassakis,
(United States of America: The Johns Hopkins University Press.
Iqbal, Muhammad, 1982, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam, alih
bahasa: Ali Audah, Taufiq Ismail, dan Gunawan Muhammad,
Yogyakarta: Jalasutra.
Izutsu, Toshihiko, 2003, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik
Terhadap Al-Quran, Terj. Agus Fahri Husein, Supriyanto Abdullah
dan Amirudin, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

14

Jazuli, Ahzami Samiun, 2006, Kehidupan dalam Pandangan Al-Quran, terj. Sari
Nuralita, Jakarta: Gema Insani Press
Kertanegara, Mulyadhi 2007, Memahami Hakikat Tuhan, Alam dan Manusia,
Surabaya: Penerbit Erlangga.
Kuntowijoyo, 1991, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, AE. Priyono (ed).
Bandung: Mizan.
2002, Selamat Tinggal Mitos,Selamat Datang Realitas: Esai-Esai Budaya dan
Politik, Bandung: Mizan.
1994, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, AE. Priyono dan Lukman
Hakiem (peny), Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Shalahuddin Press.
2004, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika,
Teraju Jakarta: PT. Mizan Publika.
Leback, Karen 2004, Teori-Teori Keadilan: Analisis Kritis Pemikiran J.S. Mill, J.
Rawls, R. Neibuhr dan J.P. Miranda, Terj. Yudi Santoso, Bandung:
Nusamedia.
Mahzar, Armahedi 2004, Revolusi Integralisme Islam Merumuskan Paradigma
Sains dan Teknologi Islami, Bandung, Mizan.
Naquib Al-Attas, 1995, Islam dan Filsafat Sains, Bandung: Mizan.
Syamsuddin, Maimun, 2012, Integrasi Multidimensi Agama dan Sains: Analisis
Sains Islam Al-Attas dan Mehdi Golshani, Yogyakarta: IRCISOD.
Yazdi, Muhammad Taqi Mishbah, 2003, Buku Daras Filsafat Islam, terj. Musa
Kazhim dan Saleh Bagir, Bandung: Mizan
Zohar, Danah dan Ian Marshal, 2005, Spiritual Capital: Memberdayakan SQ di
Dunia Bisnis, terj. Helmi Mustofa, Bandung: PT. Mizan Pustaka.
2001, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam berpikir Integralistik dan
Holistik Untuk Memaknai Kehidupan, terj. Rahmani Astuti,
Bandung: Mizan
Makalah dan Jurnal
Ahimsa Putra, Heddy Shri, Paradigma dan Revolusi Ilmu dalam Antropologi
Budaya, Sketsa Beberapa Episode, Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar, Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru
Besar Universitas Gadjah Mada Pada tanggal 10 November 2008 di
Yogyakarta.
Paradigma Profetik: Mungkinkah? Perlukah?, Makalah disampaikan dalam
“Sarasehan Profetik 2011”, diselenggarakan oleh Sekolah
Pascasarjana UGM, di Yogyakarta, 10 Februari 2011.

Bachtiar, Hasnan Profetisme, Muhammadiyah dan Gelombang Besar Globalisasi:
Suatu Tinjauan Transformasi Sosial, The Centre for Religious and
Social Studies, Malang, Volume 15 Nomor 1 (Juni 2012

15

Hanif, Muh. Studi Media Dan Budaya Populer Dalam Perspektif Modernisme dan
Postmodernisme, Jurnal Komunika, Vol.5 No.2 (Juli - Desember
2011).
Husna TR, Cut Asmaul Penemuan Hukum dan Pembentukan Hukum The Living
Law Melalui Putusan Hukum, Jurnal Mizan, Vol.2. No. 3.Februari,
2012.
Iswanto, Agus, Relasi manusia Dengan Lingkungan dalam Al-Quran: Upaya
Membangun Eco-Theology, Jurnal Suhuf, Vol. 6, No. 1, 2013.
Loukas, Marios, Yousuf Saad, R. Shane Tubbs, dan Mohammadali M. Shoja, The
Heart and Cardiovascular system in Quran and Hadeeth,
International Journal of Cardiology 140, 2010.
Paul Hoyingen Huene, 1995, Two Letters of Paul Feyerabend to Thomas S. Kuhn
on a Draft of The Structure of Scientific Revolutions, Journal
Pergamon History and Philosophy Vol. 26, Elsevier Science ltd,
Great Britain.
Raharjo, Agus, Hukum dan Dilema Pencitraannya: Transisi Paradigmatis Ilmu
Hukum dalam Teori dan Praktek, Jurnal Hukum Pro Justitia,
(Januari 2006), Volume. 24. No. 1.
Ricardo Samarmata, Penggunaan Socio-Legal dan Gerakan Pembaharuan
Hukum, Jurnal Digest Law, Society and Development, Volume. 1
(Desember 2006- Maret 2007).
Situngkir, Hokky Menyambut Fajar Menyingsing Teori Sosial Berbasis
Kompleksitas, Makalah Diskusi yang diadakan atas Kerjasama
Bandung Fe Institute (BFI) dengan Center for Strategies and
International Studies (CSIS), Jakarta, 5 Juni 2003.
Susanto, Anthon F. Keraguan dan Keadilan dalam Hukum, Sebuah Pembacaan
Dekonstruktif, Jurnal keadilan Sosial Mitra Pembaruan Pendidikan
Hukum Indonesia (ILRC), Edisi.1, didukung oleh Open Soceity
Institute, Jakarta Selatan, 2010.
Wardiono, Kelik, Paradigma Profetik Dalam Ilmu Hukum, Sebagai Pembaharuan
Basis Epistemologi Dari Ilmu Hukum di Indonesia, Proposal
Disertasi disampaikan pada Seminar Proposal Diserta Program
Doktor Universitas Muhammadiyah Surakarta, Pada 25 Januari
2012.