modul memberikan pelayanan kepada pelanggan

MODUL
MODUL
44
CUSTOMER RETENTION MARKETING
3 SKS
Dosen: A. Judhie Setiawan, MSi

PELANGGAN INTERNAL DAN MENDENGARKAN PELANGGAN
Tujuan instruksional:

Setelah selesai pembahasan materi ini, diharapkan
mahasiswa dapat memahami
bahwa focus kepada
pelanggan eksternal dapat dicapai dengan memahami
pelanggan internal. Di modul ini juga diberikan pemahaman
konsep bagaimana mendengarkan pelanggan.

Pendahuluan
Banyak survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga atau perusahaan di Indonesia
menunjukkan bahwa perusahaan yang memperhatikan keinginan dan kebutuhan
pelanggannya dapat memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik dibandingan

perusahaan lain. Kualitas pelayanan yang lebih baik inilah yang kemudian akan
berkontribusi pada tingkat kepuasan pelanggan. Jadi, hubungan “fokus pada
pelanggan - kualitas pelayanan - tingkat kepuasan” merupakan rantai yang
memang sudah terbukti secara empiris.
Tidak mungkin terjadi “fokus pada pelanggan” tanpa didahului oleh “fokus pada
karyawan.” Oleh karena itu, jika kita bicara “fokus pada pelanggan” maka konteks
seharusnya adalah pada “pelanggan internal dan eksternal.” Dalam hal ini

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

A. Judhie Setiawan, MSi

CUSTOMER RETENTION MARKETING

1

terkadang perusahaan lupa. Ia terlalu banyak berkonsentrasi pada pelanggan
eksternal, kurang memperhatikan pelanggan internalnya.
Budaya membangun service culture pada pelanggan internal sudah seharusnya
menjadi tujuan perusahaan yang ingin customer focus. Membangun service culture

ini tidak cukup hanya melalui pelatihan-pelatihan singkat, apalagi yang dilakukan
sesaat menjelang adanya kontes kepuasan pelanggan.
Pada awalnya, pendekatan top down merupakan cara yang efektif dalam
membangun service culture ini. Artinya, kesadaran dan contoh teladan harus
datang dari pucuk pimpinan, disemaikan ke bawah dengan berbagai media
penyampaian. Membangun service culture ini harus dipandang sebagai sesuatu
yang stratejik sifatnya. Oleh karena itu, dorongan dari atas akan sangat efektif.
Baru setelah mulai berjalan, empowerment of employees menjadi tahap berikutnya.
Memberikan keleluasaan pada karyawan pada batas tertentu akan mendorong
karyawan berkreasi dalam memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan. Dari dua
hal tersebut dapat disimpulkan bahwa membangun service culture bukanlah upaya
instan yang akan memberikan hasil instan pula. Ini yang penting disadari.
Service culture harus dibangun dalam tubuh perusahaan secara keseluruhan. Tidak
hanya pada frontliners. Banyak service provider yang mengira dengan melatih para
frontliners agar dapat memiliki budaya melayani, berarti tugasnya sudah selesai.
Padahal, para fronliners ini tidak mungkin dapat melakukan tugasnya dengan baik
tanpa adanya dukungan dari back office yang juga memiliki orientasi yang sama.
Satu hal yang rasanya perlu dicermati oleh para service provider saat ini, sebagai
contoh industri telekomunikasi, yaitu: adanya pola outsource karyawan, terutama
karyawan yang menjadi garda terdepan perusahaan. Dengan pola ini, di satu sisi

memang perusahaan dapat mencapai efisiensi yang diinginkan, namun di sisi lain
ada risikonya. Karyawan ousource ini belum tentu dapat menghayati nilai-nilai
perusahaan, apalagi memahami secara utuh service culture yang dibangun oleh
perusahaan. Akibatnya, service delivery-nya belum tentu optimal, atau dengan kata
lain, belum mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan. Inilah yang terkadang
merupakan salah satu sebab dari timbulnya over promise-under delivery.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

A. Judhie Setiawan, MSi

CUSTOMER RETENTION MARKETING

2

Membangun service culture perlu didukung dengan pola reward dan punishment
yang jelas dan memadai. Menuntut karyawan memiliki budaya melayani tanpa
adanya penghargaan yang baik, tidak akan efektif. Karyawan hanya akan menjadi
mediocre,


melayani

seadanya

dan

secukupnya,

karena

memang

kurang

termotivasi. Customer focus bukanlah suatu retorika, yang hanya dicanangkan
untuk mencapai tujuan sesaat. Customer focus sesungguhnya adalah nadi suatu
perusahaan, yang denyutnya harus terasa terus selama perusahaan hidup dan
berkembang.

Konsep Pelanggan Internal

Biasanya perusahaan memfokuskan layanan pelanggan secara eksternal. Jutaan
rupiah dialokasikan untuk kepentingan ini dengan harapan akan berhasil merayu
dan mempertahankan pelanggan. Sementara itu, hanya sedikit perhatian yang
diberikan pada layanan pelanggan secara internal. Padahal, layanan pelanggan
secara internal yang buruk berpengaruh pada kepuasan pelanggan.
Menurut Craig Harrison dalam Turning Customer Service Inside Out! How
Poor Internal Customer Service: Negatively Impacts External Customers, yang
penting justru mulai dari perusahaan Anda. Cepat atau lambat riak-riak efeknya
akan sampai ke pelanggan Anda.
Agar layanan kepada pelanggan berjalan dengan baik, pastikan komitmen
Perusahaan / Organisasi pada layanan pelanggan secara internal sesuai dengan
fokus perusahaan pada perhatian pelanggan eksternal.
Ketika berpikir tentang layanan pelanggan kita berpikir tentang karyawan
yang melayani pelanggan di konter atau telepon. Tapi, sebenarnya layanan
pelanggan terjadi juga dalam perusahaan dengan jenis usaha lain. Seberapa baik

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

A. Judhie Setiawan, MSi


CUSTOMER RETENTION MARKETING

3

karyawan Anda melayani pelanggan internal: divisi lain, manajemen, vendor, dan
konsultan?
Menurut Harrison layanan pelanggan secara internal mengacu pada layanan
yang mengarah pada bagian lain dalam perusahaan Anda. Itu juga tercermin pada
tingkat tanggapan, mutu, komunikasi, tim kerja, dan moral.


Mutu pelayanan yang diberikan kepada pelanggan eksternal sering kali
ditentukan oleh mutu pelayanan yang saling diberikan pelanggan internal,
yaitu para karyawan, satu sama lain.



Perusahaan diharapkan menciptakan filosofi ‘pelanggan internal’, yaitu
dengan cara setiap orang memahami bahwa mereka memiliki pelanggan
dan


mendorong

partisipasi

karyawan

dalam

melakukan

perbaikan

pelayanan.


Konsep kepedulian pelanggan akan lebih dipahami apabila setiap orang di
seluruh organisasi menyadari bahwa mereka mempunyai pelanggan. Mutu
pelayanan yang ‘dipasok’ ke karyawan dalam organisasi seringkali
menentukan seberapa baik pelanggan luar dilayani (Gambar di halaman

berikut).



Jika organisasi ingin memperbaiki mutu pelayanannya, mereka perlu
membuang perilaku ‘mereka dan kami’ yang sering dilakukan, baik oleh
manajemen maupun karyawan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan filosofi
pelayanan organisasi perlu memahami pentingnya pelanggan internal,
perlunya berbagi informasi yang lebih besar, serta tanggap terhadap
permasalahan yang dihadapi oleh karyawan.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

A. Judhie Setiawan, MSi

CUSTOMER RETENTION MARKETING

4




Idealnya, dalam setiap organisasi, masing-masing departemen melakukan
survei tentang seberapa baik mereka telah memenuhi kebutuhan pelanggan
internal. Selanjutnya, melakukan tindakan untuk memperbaiki mutu
pelayanan yang diberikan.

Hubungan antara kepedulian terhadap pelanggan internal,

eksternal dan

loyalitas pelanggan

Mutu
Pelayan
an

Mutu
Pelayan
an
Ekstern

al

Internal

Pelangg
an
Yang
puas

Pertahanan
dan
Loyalitas
pelanggan

Pemahaman Tentang Kebutuhan Pelanggan Internal


Memahami kebutuhan pelanggan internal merupakan langkah penting
dalam upaya memperbaiki mutu pelayanan internal dalam rangka
menumbuhkan komitmen karyawan.




Ada berbagai metode untuk mengetahui kebutuhan pelanggan internal,
termasuk

misalnya

melakukan

survei

perilaku,

menyelenggarakan

lokakarya, membentuk kelompok pengarah, dan mendorong para pelopor
pelayanan.

Perbaikan Proses Kerja


Ada suatu pemahaman yang berkembang bahwa agar organisasi bisa
menjadi lebih tanggap terhadap pelanggan, proses kerjanya harus menjadi
ramping dan langsung.



Banyak

perusahaan

melakukan

perbaikan

proses

atau

melakukan

reorganisasi proses bisnisnya untuk membantu agar mereka menjadi lebih
fokus pada pelanggan.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

A. Judhie Setiawan, MSi

CUSTOMER RETENTION MARKETING

5



Suatu proses merupakan suatu rangkaian aktivitas yang menghasilkan
suatu keluaran (output) bagi pelanggan (internal atau eksternal).



Perbaikan proses kerja telah menjadi metode yang mampu memberikan
fleksibilitas yang lebih banyak, pelayanan yang lebih terfokus pada
pelanggan, serta menghilangkan berbagai hambatan yang ada pada setiap
departemen.



Tim perbaikan pelayanan dapat menggunakan beragam teknik untuk
mengidentifikasi penyebab masalah dan mengimplementasikan perbaikan
yang diperlukan.

Pemasok, Aliansi, dan Rekanan


Dorongan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi para
pelanggan sering kali mengubah hubungan organisasi dengan para
pemasoknya. Para pemasok merupakan bagian penting dalam program
mutu pelayanan. Oleh karena itu, sangat bermanfaat melibatkan mereka
dalam perencanaan perbaikan pelayanan.



Cara tersebut akan membuat para pemasok sadar terhadap program
kepedulian pada pelanggan yang dilakukan oleh organisasi/perusahaan
sehingga mereka mengetahui standar produk serta mutu pelayanan yang
juga harus mereka laksanakan.



Sebagaimana halnya organisasi yang menjalin kerja sama dan aliansi,
masing-masing pihak harus memahami kebutuhan pihak lainnya, serta
menyamakan nilai-nilai yang ditawarkan.

Standar dan Piagam


Faktor

penting

dalam

konsistensi

penyampaian

pelayanan

adalah

penetapan standar pelayanan.


Seluruh standar pelayanan harus realistis, dapat dicapai dan diukur. Para
karyawan harus dilibatkan dalam menetapkan standar pelayanan yang akan
menjadi dasar dari pekerjaan yang akan mereka laksanakan.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

A. Judhie Setiawan, MSi

CUSTOMER RETENTION MARKETING

6



Standar yang ‘keras’ dan standar yang ‘lunak’ harus ditetapkan. Standar
yang ‘keras’ dapat dihitung, misalnya memproses 95% aplikasi dalam waktu
24 jam. Standar yang ‘lunak’ merupakan standar kualitatif, misalnya sikap
ramah dan sopan kepada para pelanggan. Standar bisa juga ditetapkan
berdasarkan standar lokal maupun nasional.

Kepedulian Karyawan


Kepedulian pada karyawan sangat penting dalam menciptakan lingkungan
yang sesuai untuk karyawan, agar mereka peduli pada para pelanggannya.



Lingkungan tempat para karyawan bekerja juga mempengaruhi mutu
pelayanan yang diberikan kepada para pelanggan. Jika karyawan bekerja
dalam lingkungan yang ‘dingin’ dan buruk di mana informasi tidak tersedia,
atau peralatan kerja di bawah standar, maka pemberian pelayanan dapat
terpengaruh.

Mendengarkan Pelanggan
Langkah awal yang penting dalam mengembangkan berbagai bentuk pelayanan
adalah mendapatkan umpan balik dari pelanggan. Organisasi (perusahaan) perlu
mendengarkan suara pelanggan bila ingin mendapatkan pelanggan baru dan
mempertahankan pelanggan yang telah ada.
Sebaik apapun kinerja perusahaan dalam upaya untuk memuaskan
pelanggannya, masih akan ada saja berbagai keluhan pelanggan. Menangani
pelanggan adalah kesempatan kedua yang diberikan oleh pelanggan, jika
kesempatan pertama gagal memenuhi harapan mereka.
Di samping itu, keluhan pelanggan, juga merupakan masukan yang amat
penting untuk melakukan improvement terhadap proses dan sistem pelayanan
kepada pelanggan.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

A. Judhie Setiawan, MSi

CUSTOMER RETENTION MARKETING

7

Pemantauan terhadap Complaint dan Pujian Pelanggan
Hanya sebagian kecil pelanggan yang bersedia menyampaikan keluhan. Begitu
juga dalam hal memberikan pujian. Itulah sebabnya, pengukuran terhadap keluhan
dan pujian sering kali tidak tepat.
Persepsi pelanggan terhadap organisasi (perusahaan) didasari pada
pengalamannya ketika berinteraksi/berhubungan dengan karyawan lini depan
perusahaan. Di mata pelanggan, karyawan tersebut mewakili perusahaan. Apa pun
keluhan pelanggan, umumnya ditujukan kepada mereka
Seorang pelanggan yang mengajukan keluhan sebenarnya sedang
memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk melakukan sesuatu dengan
baik.
Metode untuk Mendengarkan Pelanggan
Ada dua metode utama yang dapat digunakan untuk mendengarkan pelanggan dan
mendapatkan umpan balik dari pelanggan, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif:
1. Kuantitatif


Fakta (data),



Survey melalui telpon,



Kuesioner yang diisi secara mandiri,



Survey melalui surat,



Ghost shopper/mistery guest,



Survey melalui pihak ketiga,



Survey on-line.

2. Kualitatif


Opini/pendapat pelanggan,



Kelompok pelanggan pengguna (komunitas pelanggan),



Wawancara tatap muka (customer gathering),



Video,

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

A. Judhie Setiawan, MSi

CUSTOMER RETENTION MARKETING

8



Telepon bebas pulsa,



Forum diskusi on-line.

Metode kualitatif memberikan umpan balik dari pelanggan terhadap hal-hal
dan opini yang tersembunyi serta memberikan peluang bagi organisasi untuk
menggali perasaan dan kebiasaan pelanggan secara mendalam.
Metode

kuantitatif

membuat

organisasi

mampu

menghitung

opini

pelanggan. Perlu bertindak hati-hati untuk memilih metodologi yang sesuai.
Langkah terbaik adalah mengkombinasikan keragaman dari masing-masing
teknik tersebut.

Penanganan Keluhan (Complaint) Pelanggan
1. Menangani secara tatap muka


Usahakan tetap tenang (be calm down),



Perlu diingat, bahwa keluhan dan kekecewaan pelanggan ditujukan
kepada organisasi (perusahaan),



Dengarkan keluhan pelanggan dengan rasa simpati dan usahakan
untuk mempertahankan kontak mata (supaya pelanggan tidak
merasa diabaikan),



Fleksibel dan jangan menyalahkan orang lain. Menyalahkan orang
lain berakibat kita dianggap melempar tanggung jawab oleh
pelanggan,



Bertanggung jawab terhadap situasi yang terjadi,



Tawarkan kepada pelanggan jalan keluar bagi masalahnya,



Usahakan jangan berkata “Ini merupakan kebijakan perusahaan”
sebagai alasan untuk tidak merespon pelanggan.

2. Menangani melalui telpon


Mudahkan pelanggan dengan akses nomor telepon bebas pulsa,



Usahakan untuk memesan nomor telepon yang mudah diingat,

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

A. Judhie Setiawan, MSi

CUSTOMER RETENTION MARKETING

9



Buat kebijakan penanganan keluhan pelanggan melalui telepon
untuk memastikan bahwa panggilan telepon dari pelanggan segera
diangkat dan ditangani secara efisien waktu,



Berikan pelatihan kepada karyawan Call Center dengan ‘be positive’
dan ‘friendly’,



Sebaiknya selalu dimulai dengan menyebutkan nama bagi karyawan
Call Center.

3. Menangani melalui surat (konvensional dan e-mail)


Gunakan bahasa yang efektif dan sederhana/simple (langsung pada
sasaran),



Berikan penjelasan mengenai apa yang salah dan apa sebabnya,



Berikan permintaan maaf (apology),



Berikan keyakinan bahwa di masa dating hal yang sama tidak akan
terulang lagi.

Beberapa

hal

yang

perlu

dipertimbangkan

untuk

menangani

keluhan

pelanggan, sebagai berikut:
Jangan berargumentasi dengan pelanggan. The customer
is always right – even when he/she is wrong.
Berikan solusi sebanyak mungkin di tahap awal.
Investasi dalam bentuk pelatihan (training) bagi karyawan
lini depan. Karyawan lini depan di samping mempunyai keahlian teknis
juga harus memiliki keahlian interpersonal.
Pastikan organisasi (perusahaan) telah mengalokasikan
sumber daya yang cukup dalam melayani pelanggan.
Secara formal, catatlah penanganan keluhan pelanggan
yang berakhir dengan kepuasan pelanggan.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

A. Judhie Setiawan, MSi

CUSTOMER RETENTION MARKETING

10